PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi
Secara sederhana ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemindahan
satu atau lebih komponen dari satu fase ke fase yang lainnya. Namun dibalik
definisi sederhana ini tersimpan kerumitan yang cukup besar. Pemisahan
berkebalikan dengan intuisi termodinamik, karena entropi diperoleh melalui
pencampuran, bukan pemisahan; metode ekstrkasi dikembangkan berdasarkan
perpindahan menuju kesetimbangan, sehingga kinetika perpindahan massa tidak
dapat diabaikan (Majid dan Nurkholis, 2008).
Ekstraksi adalah suatu metoda operasi yang digunakan dalam proses
pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah
massa bahan (solven) sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan
dipisahkan (solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan
pelindihan atau leaching. ( Maulida, 2010 )
Proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar.
1. Proses penyampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan
dipisahkan komponen–komponennya.
2. Proses pembantukan fase seimbang.
3. Proses pemisahan kedua fase seimbang.
2
3
2. Operasi dengan sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar atau silang
Operasi ini dimulai dengan pencampuran umpan padatan dan pelarut
pada tahap pertama, kemudian aliran bawah pada tahap ini dikontakkan pada
pelarut baru pada tahap berikutnya dan demekian seterusnya. Larutan yang
diperoleh pada aliran atas dapat dikumpulkan menjadi satu seperti yang
terjadi pada sistem aliran sejajar atau ditampung secara terpisah seperti pada
sistem aliran silang.
6
4. Operasi secara batch dengan sistem bertahap banyak dengan aliran bawah
Sistem ini terdiri dari beberapa unit pengontak batch yang disusun
berderet atau dalam lingkaran yang dikenal sebagai rangkaian ekstraksi.
Didalam sistem ini, padatan dibiarkan stationer dalam setiap tangka dan
dikontakkan dengan beberapa larutan yang kosentrasi semakin menurun.
Padatan yang hampir tidak mengandung solute meninggalkan rangkaian
setelah dikontakkan dengan pelarut baru, sedangkan larutan pekat sebelum
keluar dari rangkaian terlebih dahulu dikontakkan dengan padatan baru
didalam tangki yang lain
7
berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan
permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi) (
Maulida, 2010 ).
2.3.3 Sokletasi
Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu komponen
yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan
menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan
terisolasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara
pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu akan
membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali ke dalam
labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut (Maulida,
2010 ).
cair (leaching) ini biasanya disebut dengan difusi. Beberapa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap kecepatan difusi pada proses leaching, adalah:
1. Ukuran partikel dimana pengaruh ukuran partikel yang semakin kecil
maka memperluas kontak antara permukaan padatan inert dengan pelarut
dan semakin pendek jarak difusi antara solut dengan solvent sehingga
kecepatan ekstraksi akan semakin tinggi.
2. Kecepatan pengadukan semakin cepat laju pengadukan yang digunakan
dalam proses ekstraksi, maka partikel akan terdistribusi dalam luas
permukaan kontak akan lebih luas terhadap pelarut. Selain itu, kecepatan
pengadukan berpengaruh terhadap suspensi partikel yang dapat mencegah
terjadinya pengendapan bahan-bahan yang akan di ekstrak.
3. Waktu ekstraksi merupakan salah satu faktor penentu kecepatan difusi dari
sebuah proses ektraksi padat-cair (leaching). Tetapi, penambahan waktu
yang terlalu banyak tidak sebanding dengan perolehan yield yang
diperoleh. Oleh karena itu, dalam ekstraksi diperlukan optimasi waktu agar
proses ekstraksi berjalan secara optimal.
4. Kelarutan sebuah zat aktif dalam padatan inert akan meningkat seiring
dengan kenaikan suhu pelarut. Koefisien difusi akan bertambah tinggi
seiring dengan kenaikan suhu sehingga meningkatkan laju ekstraksi.
5. Semakin banyak pelarut yang digunakan maka kecepatan difusi suatu zat
meningkat dan menyebabkan hasil perolehan yield semakin besar. Tetapi
tidak ekonomis jika kuantitas pelarut yang digunakan terlalu banyak.
Dalam pemilihan jenis pelarut perlu menjadi beberapa faktor seperti
selektivitas pelarut, perbedaan titik didih antara pelarut dengan zat akan
diekstrak, dan reaktifitas
pada keadaaan setimbang. Agar proses ekstraksi bisa berlangsung, nilai β harus
lebih dari 1. Jika β = 1 maka kedua komponen tidak bisa dipisahkan.
2. Koefisien distribusi
Sebaiknya dipilih nilai koefisien distribusi yang besar, sehingga jumlah
solvent yang dibutuhkan lebih sedikit.
3. Recoverability (kemampuan untuk dimurnikan)
Pemisahan solute dari solvent biasanya dilakukan dengan cara distilasi,
sehingga diharapkan nilai “volatilitas relatif” dari campuran tersebut cukup tinggi
4. Densitas
Perbedaan densitas fasa pelarut dan fasa diluents harus cukup besar.
Perbedaan densitas ini akan berubah selama proses ekstraksi dan mempengaruhi
laju perpindahan massa.
5. Tegangan Antar Muka (Interfacial Tention)
Tegangan antar muka yang besar menyebabkan penggabungan
(coalescence) lebih mudah namun mempersulit proses pendispersian. Kemudahan
penggabungan lebih dipentingkan sehingga dipilih pelarut yang memiliki
tegangan antar muka yang besar.
6. Chemical Reactivity
Pelarut merupakan senyawa yang stabil dan inert terhadap komponen-
komponen dalam sistem material/bahan konstruksi.
7. Viskositas
Tekanan uap dan titik beku dianjurkan rendah untuk memudahkan
penanganan dan penyimpanan.
8. Pelarut tidak beracun dan tidak mudah terbakar
Keselamatan adalah hal yang penting dan harus diperhatikan dalam proses
industri kimia, jadi digunakan pelarut yang tidak beracun dan tidak mudah
terbakar.
Sebuah persamaan empiris difusifitas dalam larutan encer dapat dihitung dengan
pendekatan Maxwell dan dimodifikasi oleh Gilliland.
𝟕,𝟕 𝒙 𝟏𝟎−𝟏𝟔 𝑻
𝑫𝑳 = 𝟏 𝟏 .......................................... (1.2)
𝝁(𝑽𝟑 −𝑽𝟎 𝟑 )
DL = difusifitas
𝜇 = viskositas pelarut
T = temperatur (K)
V = volume molekular zat bersangkutan (pelarut) dalam 1 kmol bentuk fasa cair
V0 = 0,008 untuk air; 0,0149 untuk etanol; 0,0228 untuk benzene
Asumsi sistem ekstraksi silang (cross current) dengan pelarut selalu dalam
keadaan murni di setiap tahap.
dengan y0 = 0, maka:
𝐴 (𝑥1 − 𝑥𝑓 )
𝑦1 =
𝐵
𝐴 (𝑥𝑓 − 𝑥1 )
𝑦1 = −
𝐵
BAB III
METODE PENELITIAN
13
14
Tabel 4.1 Banyaknya Jumlah HCl Terpakai pada Setiap Run dan Pengaruhnya
terhadap Efisiensi
Konsen Berat
Volume Efisiensi
trasi Piknometer Densitas Ekstrak Ws Efisiensi
Run HCl Rata-
NaOH + ekstrak (g/ml) (ml) (g) (%)
(ml) rata (%)
(M) (g)
16
17
Tabel 4.2 Berat Produk yang Dihasilkan Setelah Disaring dan Dioven
Setelah dioven
Run Ke- Berat Kertas saring Berat kertas saring Berat CaCO3
(g) + berat CaCO3 (g) (g)
1 0,72 5,82 5,1
2 0,72 5,73 5,01
1
3 0,71 5,62 4,91
4 0,72 5,59 4,87
1 0,72 5,9 5,18
2 0,71 5,75 5,04
2
3 0,71 5,67 4,96
4 0,7 5,63 4,93
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Jumlah Pelarut terhadap Efisiensi (%)
Dari data pengamatan yang ditampilkan pada tabel 4.1 maka efisiensi dari
proses ekstraksi padat-cair pada Run 1 dan Run 2 ditampilkan pada grafik 4.1
sebagai berikut :
50
40
Efisiensi (%)
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8
run1 38.4 39 41.2857 45.1429 46.6857 47.3143 47.6714 47.7
run 2 45.2571 45.5 45.7714 46.1429 46.2857 47 47.3143 47.5429
Trial Tiap Stage
run1 run 2
Gambar 4.1 Grafik Efisiensi Tiap Trial pada Run 1 dan Run 2
Pada saat run pertama dipakai waktu pengadukan selama 2 menit dan lama
pengendapan sampel selama 3 menit. Pada run kedua diapakai waktu pengadukan
selama 3 menit dan lama pengendapan selama 2 menit. Dari data grafik 3.1 dapat
dilihat bahwa besarnya efisiensi pada run pertama lebih kecil dari pada efisiensi
18
pada run kedua. Hal ini disebabkan karena waktu pengadukan akan sangat
mempengaruhi hasil yang diperoleh nantinya. Waktu pengadukan yang semakin
lama akan memberikan solvent waktu yang lama pula untuk bisa berdifusi
kedalam substrat sehingga banyaknya solute yang dapat diekstrak akan meningkat
seiring dengan makin lamanya pengadukan (Fogler, 2005). Pada run pertama
dengan waktu pengadukan selama 2 menit diperoleh efisiensi masing-masing
stage sebesar 38,4 % ; 39 % ; 41,28 % pada stage pertama, kedua dan ketiga. Saat
run kedua dengan waktu pengadukan menjadi 3 menit diperoleh efisiensi stage
pertama, kedua dan ketiga adalah 45,25 % : 45,5 % ; 45,77 %.
Kemudian alju pengadukan juga akan mempengaruhi jumlah ekstrak ayng
akan diperoleh nantinya. Semakin cepat laju putaran, partikel akan semakin
terdistribusi dalam pelarut sehingga permukaan kontak meluas dan dapat
memberikan kontak dengan pelarut yang diperbaharui terus. Begitu pula semakin
lama waktu pengadukan berarti difusi dapat berlangsung terus dan lama
pengadukan harus dibatasi pada harga optimum agar konsumsi energi tidak terlalu
besar (Coulson’s, 1955).
100
Volume Ekstrak (ml) 80
60
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8
run1 96 91 85 79 76 72 71 63
run 2 96 91 89 85 81 70 69 64
Trial Tiap Stage
run1 run 2
1.15
Densitas (gr//ml)
1.1
1.05
1
1 2 3 4 5 6 7 8
run1 1.0632 1.08 1.0836 1.0872 1.0936 1.0964 1.1092 1.1152
run 2 1.0664 1.0792 1.0832 1.0884 1.0912 1.1012 1.1424 1.1464
Trial Tiap Stage
run1 run 2
Menurut Petrucci (1999), secara teori densitas atau berat jenis adalah
pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis suatu
benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Massa jenis rata-rata
setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya. Sebuah benda
memiliki massa jenis lebih tinggi akan memiliki volume yang lebih rendah dari
pada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah. Densitas juga
merupakan fungsi dari penentuan kemurnian suatu zat, sehingga semakin tinggi
konsentrasi suatu zat maka densitasnya juga semakin besar.
Densitas pada setiap run mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya satge yang dilakukan. Pada saat run pertama diperoleh densitas
berturut-turut yakni sebesar (1,0632 ; 1,08 dan 1,0836) gr/ml pada stage pertama,
kedua dan ketiga. Pada saat run pertama diperoleh densitas berturut-turut yakni
sebesar (1,0664 ; 1,0792 dan 1,0832) gr/ml pada stage pertama, kedua dan ketiga.
21
Hal tersebut dikarenakan besarnya fraksi mol reaktan Na2CO3 dan waktu
pengadukan yang optimal.
3
Berat NaOH/Ws(gr)
0
1 2 3 4 5 6 7 8
run1 2.1504 2.184 2.312 2.528 2.6144 2.6496 2.6696 2.6712
run 2 2.5344 2.548 2.5632 2.584 2.592 2.632 2.6496 2.6624
Trial Setiap Stage
run1 run 2
terlebih dahulu dalam labu ukur 100 ml. kesetimbangan didapat saat warna larutan
berubah dari ungu menjadi putih.
6
Volume HCl (ml)
0
1 2 3 4 5 6 7 8
run1 2.8 3 3.4 4 4.3 4.6 4.7 5.3
run 2 3.3 3.5 3.6 3.8 4 4.7 4.8 5.2
Stage Trial
run1 run 2
Gambar 4.5 Volume HCl Terpakai Saat Titrasi dengan Larutan HCl
Jumlah volume HCl terpakai meningkat seiring dengan bertambahnya nilai
trial yang dilakukan oleh praktikan. Pada saat run pertama jumlah HCl terpakai
dimulai saat stage pertama sampai kedelapan masing-masing adalah (2,8 ; 3 ; 3,4 ;
4 ; 4,3 ; 4,6 ; 4,7 dan 5,3) ml. Pada saat run keduaa jumlah HCl terpakai dimulai
saat stage pertama sampai kedelapan masing-masing adalah (3,3 ; 3,5 ; 3,6 ; 3,8 ;
4 ; 4,7 ; 4,8 dan 5,2) ml. Semakin banyaknya volume HCl yang terpakai
dikarenakan semakin banyak jumlah stage yang dites saat proses titrasi, maka
konsentrasi zat akan semakin tinggi yang menyebabkan jumlah HCl terpakai juga
ikut meningkat.
Pada saat stage satu substrat yang dipakai hanya sekali masuk, namun saat
stage dua jumlah subsrat akan menjadi dua kali lipat, sehingga konsentrasi larutan
saat proses titrasi dilakukan akan ikut meningkat. Peningkatan kadar basa dalam
larutan akan selalu naik. Dari data diperoleh bahwa larutan yang paling basa
adalah saat proses titrasi trial kedelapan dan hasil dengan basa terendah adalah
trial pertama.
4.2.6 Berat CaCO3 yang Dihasilkan
Dari hasil data yang diperoleh dalam praktikum, maka berat CaCO3 dari
proses ekstraksi padat-cair pada Run 1 dan Run 2 ditampilkan pada gambar
berikut :
23
5.2
Berat CaCO3 (ml) 5.1
4.9
4.8
4.7
1 2 3 4
run 1 5.18 5.03 4.96 4.91
run 2 5.1 5.02 4.91 4.89
Stage Trial
run 1 run 2
46.35
47
Efisiensi (%)
46
44.15
45
44
43
run 1 run 2
Trial Percobaan
Dari grafik dapat dilihat bahwa besarnya efisiensi trial kedua, yakni
dengan lama pengadukan selama 3 menit dan waktu pengendapan 2 menit didapat
nilai sebsar 46,35 %. Besarnya nilai efisiensi dari trial kedua karena eaktu
pengadukan yang lebih lama dari pada trial pertama. Waktu pengadukan pada trial
pertama hanya selama 2 menit dengan lama pengendapan selama 3 menit.
Sehingga dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu
pengadukan, maka efisiensi dari proses pembentukan CaCO3 akan semakin besar.
Hal ini juga sesuai dengan dari teori yang menyatakan bahwa semakin lama waktu
pengadukan, maka difusi yang terjadi akan semakin baik dan jumlah zat yang
terekstrak akan semakin banyak (Fogler,1995).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Konsentrasi NaOH pada masing masing erlenmeyer mengalami kenaikan
pada setiap run-nya. Hal tersebut menandakan bahwa besarnya mol
Na2CO3 akan memperbesar konsentrasi dari NaOH yang akan terbentuk
begitupun sebaliknya.
2. Efisiens total dari run I lebih kecil dari dari run II akibat dari waktu
pengadukan run II yang lebih lama yakni selama 2 menit, dengan efisiensi
total run I sebesar 44,15% dan efisiensi total run II sebesar 46,3518%
5.2 Saran
Pada saat proses pemisahan campuran antara padatan dan filtrat harus
dilakukan secara hati-hati supaya dapat terpisah dengan sempurna. proses
pengovenan sebaiknya tidak dicampur dengan bahan lainnya supaya padatan
CaCO3 yang dihasilkan dapat turun secara konstan
25
DAFTAR PUSTAKA
Fajriati, I., Rizkiyah, M., Muzakky, 2011. “Studi Ekstraksi Padat Cair
Menggunakan Pelarut HF dan HNO3 pada Penentuan logam Cr dalam
Sampel Sungai di Sekitar Calon PLTN Muria”. Jurnal ILMU DASAR, Vol.
12 No. 1, 15 : 22.
Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia Untuk Menganalisis Tumbuhan.
Diterjemahkan Oleh Kosasih Padmawinata dan Imam Sudiro, Edisi 2. Hal.
4-7. ITB. Bandung
Susanty, Fairus. B. 2016. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi Dan Refluks
Terhadap Kadar Fenolik Dari Ekstrak Tongkol Jagung (Zeamays L.). Jurnal
Konversi. 5, 87-93
Majid, N. T. dan Nurkholis. (2010). Pembuatan Teh rendah Kafein Melalui
Proses Ekstraksi dengan Pelaruh Etil Asetat. Skripsi. Universtias
Diponegoro.
Maulida, Dewi. 2010. “ Ekstraksi Antioksidan ( Likopen ) Dari Buah Tomat
Dengan Menggunakan Solven Campuran, N – Heksana, Aseton, Dan
Etanol”. Skripsi. Semarang : Univeristas Diponegoro.
Pramudono B., Widioko, S.A., Rustayawan, W., 2008.“Ekstraksi Kontinyu
dengan Simulasi Batch Tiga Tahap Aliran Lawan Arah : Pengambilan
Minyak Biji Alpukat Menggunakan Pelarut n-Hexane dan Iso Propil
Alkohol”. Reaktor Vol. 12 No. 1, 38 : 41
26
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
= 0,56 M
Run 1-2
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume Sampel (V2) = 5 ml
Volume HCl (V1) = 3 ml
𝑀1 𝑥 𝑉1
Konsentrasi NaOH = 𝑉2
1𝑥3
= 5
= 0,6 M
= 1,0632 g/ml
Run 1-2
Berat piknometer kosong = 20,27 g
Volume piknometer = 25 ml
Berat piknometer + ekstrak = 47,27 g
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘)− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
ρ ekstrak = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
47,27− 20,27
= 25
= 1,08 g/ml
F. Menentukan berat NaOH dalam larutan ekstrak (Ws)
Run 1-1
Konsentrasi NaOH (M2) = 0,56 M
Mr NaOH = 40 gr/mol
V ekstrak = 96 ml
𝑀2 𝑥 𝑀𝑟 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑉 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
Ws = 1000
0,56 𝑥 40 𝑥 96
= 1000
= 2,1504 g
Run 1-2
Konsentrasi NaOH (M2) = 0,6 M
Mr NaOH = 40 gr/mol
V ekstrak = 91 ml
𝑀2 𝑥 𝑀𝑟 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑉 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
Ws = 1000
0,6 𝑥 40 𝑥 91
=
1000
= 2,184 g
Run 1 :
Efisiensi NaOH dalam reaktor satu:
Ws = 2,1504 g
Wm = 5,6 g
Ws
R = x 100%
Wm
2,1504
= x 100%
5,6
= 38,4 %
Ws = 2,184 g
Wm = 5,6 g
Ws
R = x 100%
Wm
2,184
= x 100%
5,6
= 39 %
= 44,15 %
Run 2 :
Efisiensi NaOH dalam reaktor satu:
Ws = 2,5344 g
Wm = 5,6 g
Ws
R = x 100%
Wm
2,5344
= x 100%
5,6
= 45,28 %
Ws = 2,548 g
Wm = 5,6 g
Ws
R = x 100%
Wm
2,548
= x 100%
5,6
= 45,5 %
Sehingga, efisiensi totalnya yaitu:
𝛴 R
Rtotal = 8
45,26%+45,5%+45,77%+46%+46,3%+47%+47,3%+47,5%
= 8
= 46,35 %
Konsen Berat
Volume Efisiensi
trasi Piknometer Densitas Ekstrak Ws Efisiensi
Run HCl Rata-
NaOH + ekstrak (g/ml) (ml) (g) (%)
(ml) rata (%)
(M) (g)
Run 1-2
Berat kertas saring = 0,72 g
Berat kertas saring + berat CaCO3 = 5,73 g
Berat CaCO3 = (Berat kertas saring + berat CaCO3) – Berat kertas saring
= 5,73 – 0,72
= 5,01 g
Setelah dioven
Run Ke- Berat Kertas saring Berat kertas saring Berat CaCO3
(g) + berat CaCO3 (g) (g)
1 0,72 5,82 5,1
2 0,72 5,73 5,01
1
3 0,71 5,62 4,91
4 0,72 5,59 4,87
1 0,72 5,9 5,18
2 0,71 5,75 5,04
2
3 0,71 5,67 4,96
4 0,7 5,63 4,93
I. Menghitung % yield
Run 1
Berat NaOH yang terbentuk (Wm) = 7,6237 g
Berat Na2CO3 = 7,42 g
Berat Ca(OH)2 = 5,18 g
𝑊𝑠+𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
% yield = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎(𝑂𝐻)2+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑁𝑎2𝐶𝑂3x 100 %
7,6237
= 5,18 + 7,42
= 60,51 %
Run 2
Ws + Berat CaCO3 rata-rata = 7,6615 g
Berat Na2CO3 = 7,42 g
Berat Ca(OH)2 = 5,18 g
𝑊𝑠+𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
% yield = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎(𝑂𝐻)2+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑁𝑎2𝐶𝑂3 x 100 %
7,6615
= 5,18+ 7,42 × 100%
= 60,81 %
x4 x3 y2
100 mL R4 R3 R2 5,03 g
air
y4 y3
x2
4,91 g 4,96 g
7,42 g
Na2CO3
x1 R1
5,18 g
Ca(OH)2
y1
5,18 g
R4:
Mass input = mass output
(m akuadest + m Na2CO3 + m Ca(OH)2) = y4 + x4
ρV + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y4 + x4
(1x100) + 7,42 + 5,18 = 4,91 + x4
112,6 = 4,91 + x4
x4 = 107,69 g
R3:
x4 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y3 + x3
107,69 + 7,42 + 5,18 = 4,96 + x3
120,29 = 4,96 + x3
x3 = 115,33 g
R2:
x3 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y2 + x2
115,33 + 7,42 + 5,18 = 5,03 + x2
127,93 = 5,03 + x2
x2 = 122,9 g
R1:
x2 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y1 + x1
122,9 + 7,42 + 5,18 = 5,18 + x1
177,77 = 5,18 + x1
x1 = 130,32 gr
x4 x3 y2
150 ml R4 R3 R2 5,02 g
air
y4 y3
x2
4,89 g 4,91 g
7,42 g
Na2CO3
x1 R1
5,18 g
Ca(OH)2
y1
R4: 5,1 g
R2:
x3 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y2 + x2
115,4 + 7,42 + 5,18 = 5,02 + x2
128 = 5,02 + x2
x2 = 122,98 g
R1:
x2 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y1 + x1
122,98 + 7,42 + 5,18 = 5,1 + x1
135,58 = 5,1 + x1
x1 = 130,48 g
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI