Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Ekstraksi adalah salah satu proses pemisahan atau pemurnian suatu
senyawa dari campurannya dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus
dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material suatu
bahan lainnya. Unsur biologis, organik dan anorganik banyak terdapat dalam
bentuk campuran dari komponen-komponen yang berbeda dalam padatan. Untuk
memisahkan bagian yang diinginkan atau untuk menghilangkan komponen yang
tidak diinginkan dari fase padat, maka padatan dikontakkan dengan cairan.
Metode yang digunakan untuk proses tersebut adalah ekstraksi padat-cair atau
leaching. Leaching merupakan proses pemisahan zat terlarut (solute) dari suatu
campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut (innert) dengan
menggunakan pelarut cair.
Pada proses leaching, mekanismenya ialah solvent ditransfer menuju
permukaan padatan, kemudian solvent berdifusi atau masuk ke dalam padatan.
Lalu, solute yang ada di dalam padatan berdifusi ke solvent. Kemudian solute
yang sudah terlarut dalam solvent berdifusi menuju permukaan padatan lalu
ditransfer ke pelarut. Umumnya mekanisme proses ekstraksi dibagi menjadi 3
bagian yaitu perubahan fase solute untuk larut ke dalam pelarut, misalnya dari
padat menjadi cairan, difusi melalui pelarut di dalam pori – pori untuk selanjutnya
keluar dari partikel dan perpindahan solute ini dari sekitar partikel ke dalam
larutan keseluruhannya. Laju ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti jenis solvent, suhu, ukuran padatan dan lamanya waktu ekstraksi.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Menentukan efisiensi tahap pemisahan untuk beberapa konfigurasi
operasi, seperti co-curent, counter curent dan cross curent.
2. Membuat data kesetimbangan sistem 3 (tiga) komponen untuk
esktraksi padat cair.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi
Secara sederhana ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemindahan
satu atau lebih komponen dari satu fase ke fase yang lainnya. Namun dibalik
definisi sederhana ini tersimpan kerumitan yang cukup besar. Pemisahan
berkebalikan dengan intuisi termodinamik, karena entropi diperoleh melalui
pencampuran, bukan pemisahan; metode ekstrkasi dikembangkan berdasarkan
perpindahan menuju kesetimbangan, sehingga kinetika perpindahan massa tidak
dapat diabaikan (Majid dan Nurkholis, 2008).
Ekstraksi adalah suatu metoda operasi yang digunakan dalam proses
pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah
massa bahan (solven) sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan
dipisahkan (solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan
pelindihan atau leaching. ( Maulida, 2010 )
Proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar.
1. Proses penyampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan
dipisahkan komponen–komponennya.
2. Proses pembantukan fase seimbang.
3. Proses pemisahan kedua fase seimbang.

Perlakuan pendahuluan sebelum ekstraksi sangat penting untuk


mempermudah proses ektraksi. Perlakuan pendahuluan ini tergantung dari sifat
senyawa yang terdapat dalam bahan yang akan diekstraksi (Robinson, 1995).
Perlakuan pendahuluan untuk bahan yang mengandung minyak adalah dengan
pengeringan dan pengecilan ukuran bahan. Pengeringan dilakukan sampai kadar
air tertentu lalu dilanjutkan dengan penggilingan untuk mempermudah proses
ekstraksi, serta mempermudah kontak antar bahan dengan pelarut sehingga
ekstraksi berlangsung dengan baik (Harbone, 1996).
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:
1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari
organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat

2
3

diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses


atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,
misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia
sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui.
Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk
senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti
dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa
kimia tertentu
3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan
tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional
Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan
dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini
harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah
biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk
memvalidasi penggunaan obat tradisional.
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan
cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul
jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara
acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui
adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.

2.2 Ekstraksi Padat Cair


Ekstraksi secara umum merupakan suatu proses pemisahan zat aktif dari
suatu padatan maupun cairan dengan menggunakan bantuan pelarut. Ekstraksi
padat-cair (leaching) adalah proses pemisahan zat yang dapat melarut (solut) dari
suatu campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut (inert) dengan
menggunakan pelarut cair. Proses yang terjadi didalam leaching ini biasanya
disebut juga dengan difusi. Prinsip proses ekstraksi yaitu: Pelarut ditransfer dari
bulk menuju ke permukaan.Pelarut menembus masuk atau terjadi difusi massa
pelarut pada permukaan padatan inert ke dalam pori padatan. (intraparticle
diffusion). Zat terlarut (solut) yang ada dalam padatan larut kedalam pelarut lalu
4

karena adanya perbedaan konsentrasi. Campuran solut dalam pelarut berdifusi


keluar dari permukaan padatan inert.Selanjutnya, zat terlarut (solut) keluar dari
pori padatan inert dan bercampur dengan pelarut yang ada pada luar padatan.
Metode yang diperlukan untuk leaching biasanya ditentukan oleh
jumlah konstituen yang akan dilarutkan, distribusi konstituen di dalam solid, sifat
solid, dan ukuran partikelnya. Bila konstituen yang akan larut ke dalam
solvent lebih dahulu, akibatnya sisa solid akan berpori-pori. Selanjutnya
pelarut harus menembus lapisan larutan dipermukaan solid untuk mencapai
konstituen yang ada dibawahnya, akibatnya kecepatan ekstraksi akan
menurun dengan tajam karena sulitnya lapisan larutan tersebut ditembus.
Tetapi bila konstituen yang akan dilarutkan merupakan sebagian besar dari
solid, maka sisa solid yang berpori-pori akan segera pecah menjadi solid
halus dan tidak akan menghalangi perembesan pelarut ke lapisan yang lebih dalam
( Maulida, 2010 ).
2.2.1 Prinsip Kerja Ekstraksi Padat Cair
Prinsip ekstraksi padat-cair adalah adanya kemampuan senyawa dalam
suatu matriks yang kompleks dari suatu padatan, yang dapat larut oleh suatu
pelarut tertentu. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk tercapainya kondisi
optimum ekstraksi antara lain: senyawa dapat terlarut dalam pelarut dengan waktu
yang singkat, pelarut harus selektif melarutkan senyawa yang dikehendaki,
senyawa analit memiliki konsentrasi yang tinggi untuk memudahkan ekstraksi
serta tersedia metode memisahkan kembali senyawa analit dari pelarut
pengekstraksi (Fajriati dkk, 2011).

Gambar 2.1. Skema Peristiwa Difusi Padat-Cair


5

Keterangan gambar adalah sebagai berikut (Distantina dan Fadilah, 2005):


a. Mula mula pada saat t=0, konsentrasi minyak dalam padatan Xo dan di
fase cair(pelarut) belum mengandung minyak.
b. Peristiwa ekstraksi setiapsaat.
c. Peristiwa ekstraksi setiap saat lebih lama dibandingkan gambar 1 b.
d. Keseimbangan dianggap tercapai bila konsentrasi minyak dalam cairan
tetap sama dengan Y*.
2.2.2 Metode Operasi Leaching
Dikenal 4 jenis metode leaching. Berikut ini disajikan uraian
singkat mengenai masing-masing metode tersebut :
1. Operasi dengan sistem bertahap tunggal
Dengan metode ini, pengontakkan antara padatan dan pelarut
dilakukan sekaligus dan kemudian disusul dengan pemisahan larutan dari padatan
sisa. Cara ini jarang ditemukan dalam operasi industry karena perolehan solute
yang rendah

Gambar 2.2 Operasi Dengan Sistem Bertahap Tunggal

2. Operasi dengan sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar atau silang
Operasi ini dimulai dengan pencampuran umpan padatan dan pelarut
pada tahap pertama, kemudian aliran bawah pada tahap ini dikontakkan pada
pelarut baru pada tahap berikutnya dan demekian seterusnya. Larutan yang
diperoleh pada aliran atas dapat dikumpulkan menjadi satu seperti yang
terjadi pada sistem aliran sejajar atau ditampung secara terpisah seperti pada
sistem aliran silang.
6

Gambar 2.3 Operasi Dengan Sistem Bertahap Banyak Dengan Aliran


Sejajar Atau Aliran Silang

3. Operasi secara continue dengan aliran berlawanan


Dalam sistem ini aliran atas dan bawah mengalir secara berlawanan.
Operasi dimulai pada tahap pertama dengan mengontakkan larutan pekat
yang merupakan aliran atas tahap kedua, dan tahapan baru. Operasi berakhir
pada tahap ke-n (tahap terakhir), dimana terjadi pencampuran antara pelarut
baru dan padatan yang berasal dari tahap ke-n (n-1). Dapat dimengerti
bahwa sistem ini memungkinkan didapatkannya.

Gambar 2.4 Operasi Secara Continue Dengan Aliran Berlawanan

4. Operasi secara batch dengan sistem bertahap banyak dengan aliran bawah
Sistem ini terdiri dari beberapa unit pengontak batch yang disusun
berderet atau dalam lingkaran yang dikenal sebagai rangkaian ekstraksi.
Didalam sistem ini, padatan dibiarkan stationer dalam setiap tangka dan
dikontakkan dengan beberapa larutan yang kosentrasi semakin menurun.
Padatan yang hampir tidak mengandung solute meninggalkan rangkaian
setelah dikontakkan dengan pelarut baru, sedangkan larutan pekat sebelum
keluar dari rangkaian terlebih dahulu dikontakkan dengan padatan baru
didalam tangki yang lain
7

Gambar 2.5 Operasi Batch Dengan Sistem Bertahap Banyak Dengan


Aliran Bawah

2.3 Jenis Ekstraksi


2.3.1 Maserasi
Proses ekstraksi dengan teknik maserasi dilakukan dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada suhu ruang. Keuntungan cara ini mudah dan
tidak perlu pemanasan sehingga kecil kemungkinan bahan alam menjadi rusak
atau terurai. Pemilihan pelarut berdasarkan kelarutan dan polaritasnya
memudahkan pemisahan bahan alam dalam sampel. Pengerjaan metode
maserasiyang lamadan keadaan diam selama maserasimemungkinkan banyak
senyawa yang akan terekstraksi(Istiqomah, 2013).Proses ekstraksi lainnya
dilakukandengan cara pemanasan, refluksyaitu ekstraksi dengan pelarut
padatemperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dengan jumlah
pelarut terbatas yang relatif konstan dan adanya pendingin balik. Ekstraksi dapat
berlangsung dengan efisien dan senyawa dalam sampel secara lebih efektif dapat
ditarik oleh pelarut (Susanty, 2016).
2.3.2 Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan melewatkan
pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu percolator. Perkolasi
bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk
zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan pemanasan. Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak
kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya ,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang
8

berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan
permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi) (
Maulida, 2010 ).
2.3.3 Sokletasi
Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu komponen
yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan
menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan
terisolasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara
pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu akan
membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali ke dalam
labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut (Maulida,
2010 ).

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Laju Ekstraksi


Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses leaching adalah: jumlah
konstituen (solute) dan distribusinya dalam padatan, sifat padatan, dan ukuran
partikel. Mekanisme proses leaching dimulai dari perpindahan solven dari larutan
ke permukaan solid (adsorpsi), diikuti dengan difusi solven ke dalam solid dan
pelarutan solut oleh solven, kemudian difusi ikatan solut-solven ke permukaan
solid, dan desorpsi campuran solut-solven dari permukaan solid kedalam badan
pelarut. Pada umumnya perpindahan solven ke permukaan terjadi sangat cepat di
mana berlangsung pada saat terjadi kontak antara solid dan solvent, sehingga
kecepatan difusi campuran solut-solven ke permukaan solid merupakan tahapan
yang mengontrol keseluruhan proses leaching. Kecepatan difusi ini tergantung
pada beberapa faktor yaitu : temperatur, luas permukaan partikel, pelarut,
perbandingan solut dan solven, kecepatan dan lama pengadukan. Untuk
memisahkan minyak dari pelarutnya, dilakukan dengan cara distilasi (Pramudono
dkk, 2008).
Ekstraksi secara umum merupakan suatu proses pemisahan zat aktif dari
suatu padatan maupun cairan dengan menggunakan bantuan pelarut. Pemilihan
pelarut diperlukan dalam proses ekstraksi, karena pelarut yang digunakan harus
dapat memisahkan atau mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan
zat-zat lainnya yang tidak diinginkan. Proses yang terjadi didalam ekstraksi padat-
9

cair (leaching) ini biasanya disebut dengan difusi. Beberapa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap kecepatan difusi pada proses leaching, adalah:
1. Ukuran partikel dimana pengaruh ukuran partikel yang semakin kecil
maka memperluas kontak antara permukaan padatan inert dengan pelarut
dan semakin pendek jarak difusi antara solut dengan solvent sehingga
kecepatan ekstraksi akan semakin tinggi.
2. Kecepatan pengadukan semakin cepat laju pengadukan yang digunakan
dalam proses ekstraksi, maka partikel akan terdistribusi dalam luas
permukaan kontak akan lebih luas terhadap pelarut. Selain itu, kecepatan
pengadukan berpengaruh terhadap suspensi partikel yang dapat mencegah
terjadinya pengendapan bahan-bahan yang akan di ekstrak.
3. Waktu ekstraksi merupakan salah satu faktor penentu kecepatan difusi dari
sebuah proses ektraksi padat-cair (leaching). Tetapi, penambahan waktu
yang terlalu banyak tidak sebanding dengan perolehan yield yang
diperoleh. Oleh karena itu, dalam ekstraksi diperlukan optimasi waktu agar
proses ekstraksi berjalan secara optimal.
4. Kelarutan sebuah zat aktif dalam padatan inert akan meningkat seiring
dengan kenaikan suhu pelarut. Koefisien difusi akan bertambah tinggi
seiring dengan kenaikan suhu sehingga meningkatkan laju ekstraksi.
5. Semakin banyak pelarut yang digunakan maka kecepatan difusi suatu zat
meningkat dan menyebabkan hasil perolehan yield semakin besar. Tetapi
tidak ekonomis jika kuantitas pelarut yang digunakan terlalu banyak.
Dalam pemilihan jenis pelarut perlu menjadi beberapa faktor seperti
selektivitas pelarut, perbedaan titik didih antara pelarut dengan zat akan
diekstrak, dan reaktifitas

2.5 Pertimbangan Pelarut pada Proses Ekstraksi


Pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan pelarut yang digunakan
adalah (Harbone, 1996). :
1. Selektifitas (faktor pemisahan β)
β yaitu fraksi massa solute dalam ekstrak / fraksi massa diluent dalam
ekstrak per fraksi masssa solute dalam rafinat / fraksi massa diluent dalam rafinat
10

pada keadaaan setimbang. Agar proses ekstraksi bisa berlangsung, nilai β harus
lebih dari 1. Jika β = 1 maka kedua komponen tidak bisa dipisahkan.
2. Koefisien distribusi
Sebaiknya dipilih nilai koefisien distribusi yang besar, sehingga jumlah
solvent yang dibutuhkan lebih sedikit.
3. Recoverability (kemampuan untuk dimurnikan)
Pemisahan solute dari solvent biasanya dilakukan dengan cara distilasi,
sehingga diharapkan nilai “volatilitas relatif” dari campuran tersebut cukup tinggi
4. Densitas
Perbedaan densitas fasa pelarut dan fasa diluents harus cukup besar.
Perbedaan densitas ini akan berubah selama proses ekstraksi dan mempengaruhi
laju perpindahan massa.
5. Tegangan Antar Muka (Interfacial Tention)
Tegangan antar muka yang besar menyebabkan penggabungan
(coalescence) lebih mudah namun mempersulit proses pendispersian. Kemudahan
penggabungan lebih dipentingkan sehingga dipilih pelarut yang memiliki
tegangan antar muka yang besar.
6. Chemical Reactivity
Pelarut merupakan senyawa yang stabil dan inert terhadap komponen-
komponen dalam sistem material/bahan konstruksi.
7. Viskositas
Tekanan uap dan titik beku dianjurkan rendah untuk memudahkan
penanganan dan penyimpanan.
8. Pelarut tidak beracun dan tidak mudah terbakar
Keselamatan adalah hal yang penting dan harus diperhatikan dalam proses
industri kimia, jadi digunakan pelarut yang tidak beracun dan tidak mudah
terbakar.

2.6 Perpindahan Massa dalam Proses Leaching


Persamaan utamanya
𝒅𝑴 𝒌′ 𝑨 (𝑪𝒔 −𝑪)
= ....................................................... (1.1)
𝒅𝒕 𝒃
11

A = luas area kontak padatan-pelarut


B = ketebalan efektif lapisan tipis dari cairan yang mengelilingi partikel padatan
C = konsentrasi dari solute dalam pelarut
Cs = konsentrasi jenuh dari solut di pelarut selama kontak dengan padatan
M = massa solute yang telah pindah pada waktu t
k’ = koefisien difusi (hampir sama dengan difusifitas D, pada fasa cair [m3/s])

Sebuah persamaan empiris difusifitas dalam larutan encer dapat dihitung dengan
pendekatan Maxwell dan dimodifikasi oleh Gilliland.
𝟕,𝟕 𝒙 𝟏𝟎−𝟏𝟔 𝑻
𝑫𝑳 = 𝟏 𝟏 .......................................... (1.2)
𝝁(𝑽𝟑 −𝑽𝟎 𝟑 )

DL = difusifitas
𝜇 = viskositas pelarut
T = temperatur (K)
V = volume molekular zat bersangkutan (pelarut) dalam 1 kmol bentuk fasa cair
V0 = 0,008 untuk air; 0,0149 untuk etanol; 0,0228 untuk benzene

Asumsi sistem ekstraksi silang (cross current) dengan pelarut selalu dalam
keadaan murni di setiap tahap.

Gambar 2.6 Sistem ekstraksi silang (cross current)

A = massa dari rafinat


B = massa dari pelarut
x = massa dari solute dalam rafinat
12

y = massa dari solute dalam ekstrak

Neraca Massa (Tahap I)

Massa masuk = Massa keluar

Axf + By0 = Ax1 + By1

dengan y0 = 0, maka:

Axf + 0 = Ax1 + By1

By1 = Ax1 + Axf

𝐴 (𝑥1 − 𝑥𝑓 )
𝑦1 =
𝐵

𝐴 (𝑥𝑓 − 𝑥1 )
𝑦1 = −
𝐵
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Bahan yang digunakan


1. Na2CO3
2. Ca(OH)2
3. Air (H2O)
4. HCl 1 M
5. Indikator PP

3.2 Alat yang digunakan


1. Labu ukur 100 mL
2. Pengaduk magnetik
3. Gelas ukur 100 mL
4. Gelas ukur 10 mL
5. Buret 50 mL
6. Pipet tetes
7. Piknometer 25 mL
8. Neraca analitis
9. Standar dan klem
10. Erlenmeyer 250 mL
11. Gelas piala 250 mL
12. Corong kaca
13. Kertas saring

3.3 Prosedur percobaan


1. Campuran larutan jenuh Na2CO3 dan Ca(OH)2 dimasukkan ke dalam gelas
piala 4, lalu ditambahkan H2O dengan volume 100 ml pada campuran,
setelah ditambahkan H2O campuran diaduk selama 2 menit. Setelah
selesai diaduk, campuran didiamkan selama 3 menit agar larutan terpisah
antara filtrat dan endapannya, setelah itu larutan dipisahkan dari padatan

13
14

yang ada, lalu diambil 15 ml larutan untuk dititrasi dan dihitung


densitasnya.
2. Pelarut baru ditambahkan ke dalam gelas piala 4 yang masih berisi padatan
sisa pada langkah pertama, lalu diaduk selama 2 menit, larutan dipisahkan
dari padatannya, dan ditambahkan ke dalam gelas piala 3 yang telah diisi
campuran Na2CO3 dan Ca(OH)2 yang sudah ditimbang.
3. Na2CO3 dan Ca(OH)2 ditimbang untuk gelas piala 2, filtrat dari gelas piala
3 dimasukkan ke gelas piala 2 lalu diaduk dan didiamkan beberapa menit
lalu disaringkan kemudian dititrasi dan dihitung densitasnya.
4. Air dimasukkan kedalam gelas piala 4, lalu diaduk selama 2 menit lalu
didiamkan, disaring dan ditimbang padatannya. Kemudian filtratnya
diambil 15 ml dan sisanya dimasukkan ke gelas piala 3 lakukan
pengadukan 2 menit, diamkan lalu disaring, filtrat yang disaring dari gelas
piala 2 diambil 15 ml untuk dititrasi dan diukur densitasnya.
5. Na2CO3 dan bubur Ca(OH)2 dimasukkan kedalam gelas piala 1, sisa filtrat
dari gelas piala 2 dimasukkan lalu diaduk dan didiamkan beberapa menit
lalu saringkan filtratnya dengan padatan tersebut kemudian titrasi
filtratnya dan dihitung densitasnya. Air dimasukkan kedalam gelas piala 3
diaduk selama 2 menit, diamkan lalu disaring dan dihitung berat
padatannya. Demikian seterusnya dilakukan langkah yang sama untuk
percobaan selanjutnya.
6. Prosedur yang sama dilakukan untuk variasi pengadukan 3 menit dan
pendiaman 2 menit.
15

3.4 Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Pengadukan

Gambar 3.2 Rangkaian Alat Titrasi


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum ini komponen yang akan dipisahkan adalah larutan NaOH
dari padatan CaCO3 dengan pelarut aquades. Jumlah tahap (stage) yang digunakan
pada praktikum ini sebanyak 4 tahap (stage). Reaksi yang terjadi adalah ;

Na2CO3 + Ca(OH)2 → 2NaOH + CaCO3

4.1 Hasil Praktikum

Tabel 4.1 Banyaknya Jumlah HCl Terpakai pada Setiap Run dan Pengaruhnya
terhadap Efisiensi

Konsen Berat
Volume Efisiensi
trasi Piknometer Densitas Ekstrak Ws Efisiensi
Run HCl Rata-
NaOH + ekstrak (g/ml) (ml) (g) (%)
(ml) rata (%)
(M) (g)

2,8 0,56 46,85 1,0632 96 2,150 38,4


3 0,6 47,27 1,08 91 2,184 39
3,4 0,68 47,36 1,0836 85 2,312 41,2857
4 0,8 47,45 1,0872 79 2,528 45,1429
1 44,15
4,3 0,86 47,61 1,0936 76 2,614 46,6857
4,6 0,92 47,68 1,0964 72 2,649 47,3143
4,7 0,94 48 1,1092 71 2,669 47,6714
5,3 1,06 48,15 1,1152 63 2,671 47,7
3,3 0,66 46,93 1,0664 96 2,534 45,2571
3,5 0,7 47,25 1,0792 91 2,548 45,5
3,6 0,72 47,35 1,0832 89 2,563 45,7714
3,8 0,76 47,48 1,0884 85 2,584 46,1429
2 46,35
4 0,8 47,55 1,0912 81 2,592 46,2857
4,7 0,94 47,8 1,1012 70 2,632 47
4,8 0,96 48,83 1,1424 69 2,649 47,3143
5,2 1,04 48,93 1,1464 64 2,662 47,5429

16
17

Tabel 4.2 Berat Produk yang Dihasilkan Setelah Disaring dan Dioven
Setelah dioven
Run Ke- Berat Kertas saring Berat kertas saring Berat CaCO3
(g) + berat CaCO3 (g) (g)
1 0,72 5,82 5,1
2 0,72 5,73 5,01
1
3 0,71 5,62 4,91
4 0,72 5,59 4,87
1 0,72 5,9 5,18
2 0,71 5,75 5,04
2
3 0,71 5,67 4,96
4 0,7 5,63 4,93

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Jumlah Pelarut terhadap Efisiensi (%)
Dari data pengamatan yang ditampilkan pada tabel 4.1 maka efisiensi dari
proses ekstraksi padat-cair pada Run 1 dan Run 2 ditampilkan pada grafik 4.1
sebagai berikut :

50
40
Efisiensi (%)

30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8
run1 38.4 39 41.2857 45.1429 46.6857 47.3143 47.6714 47.7
run 2 45.2571 45.5 45.7714 46.1429 46.2857 47 47.3143 47.5429
Trial Tiap Stage

run1 run 2

Gambar 4.1 Grafik Efisiensi Tiap Trial pada Run 1 dan Run 2

Pada saat run pertama dipakai waktu pengadukan selama 2 menit dan lama
pengendapan sampel selama 3 menit. Pada run kedua diapakai waktu pengadukan
selama 3 menit dan lama pengendapan selama 2 menit. Dari data grafik 3.1 dapat
dilihat bahwa besarnya efisiensi pada run pertama lebih kecil dari pada efisiensi
18

pada run kedua. Hal ini disebabkan karena waktu pengadukan akan sangat
mempengaruhi hasil yang diperoleh nantinya. Waktu pengadukan yang semakin
lama akan memberikan solvent waktu yang lama pula untuk bisa berdifusi
kedalam substrat sehingga banyaknya solute yang dapat diekstrak akan meningkat
seiring dengan makin lamanya pengadukan (Fogler, 2005). Pada run pertama
dengan waktu pengadukan selama 2 menit diperoleh efisiensi masing-masing
stage sebesar 38,4 % ; 39 % ; 41,28 % pada stage pertama, kedua dan ketiga. Saat
run kedua dengan waktu pengadukan menjadi 3 menit diperoleh efisiensi stage
pertama, kedua dan ketiga adalah 45,25 % : 45,5 % ; 45,77 %.
Kemudian alju pengadukan juga akan mempengaruhi jumlah ekstrak ayng
akan diperoleh nantinya. Semakin cepat laju putaran, partikel akan semakin
terdistribusi dalam pelarut sehingga permukaan kontak meluas dan dapat
memberikan kontak dengan pelarut yang diperbaharui terus. Begitu pula semakin
lama waktu pengadukan berarti difusi dapat berlangsung terus dan lama
pengadukan harus dibatasi pada harga optimum agar konsumsi energi tidak terlalu
besar (Coulson’s, 1955).

4.2.2 Jumlah Ekstrak yang Berhasil diperoleh


Pada saat percobaan jumlah pelarut yang ditambahkan selalu sama, yakni
sebanyak 100 ml. Pelarut yang digunakan adalah aquades. Banyaknya Na2CO3
yang dipakai adalah 7,42 g dan Ca(OH)2 yang dipakai pada setiap stage adalah
5,18 g. ekstrak adalah banyaknya jumlah solute yang berhasil diperoleh dari setiap
tahapan (stage), jumlah ekstrak sangat dipengaruhi oleh berbagai factor, salah
satunya adalah konsentrasi padatan dan lama pengadukan.
19

100
Volume Ekstrak (ml) 80

60

40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8
run1 96 91 85 79 76 72 71 63
run 2 96 91 89 85 81 70 69 64
Trial Tiap Stage
run1 run 2

Gambar 4.2 Jumlah Ekstrak yang Berhasil Diekstrak

Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwasanya jumlah ekstrak mengalami


penurunan seiring dengan bertambahnya trial pada setiap stage. Pada run pertama
diperoleh jumlah ekstrak yakni sebesar 96 ml, 91 ml dan 85 ml pada stage
pertama, kedua dan ketiga. Pada saat run kedua, diperoleh umlah ekstrak yakni
sebesar 96 ml, 91 ml dan 89 ml pada stage pertama, kedua dan ketiga. Penurunan
yang terjadi pada tiap stage diakibatkan oleh konsentrasi zat padat dalam larutan
yang semakin banyak, karena pada setiap akhir stage akan ditambahkan umpan
baru yang mengakibatkan jumlah zat terlarut semakin banyak.
Penurunan ini juga diakibatkan oleh jumlah pelarut yang dipakai pada
setiap stage semakin lama akan semakin sedikit, Karena jumlah larutan yang
dipakai sama dengan jumlah larutan yang didapat pada setiap stage sebelumnya.
Sehingga selain konsentrasi zat terlarut yang semakin lama menjadi semakin
besar, namun hal ini juga diperburuk oleh jumlah pelarut yang dipakai pada setiap
stage yang semakin lama semakin sedikit. Pengurangan volume pada run pertama
cenderung lebih sedikit dari pada run kedua.
Hal ini diakibatkan oleh lama pengadukan dan lamanya pendiaman produk
sebelum akhirnya dipisahkan. Pada run pertama dengan pengadukan selama 2
menit dan run kedua dengan lama pengadukan selama 3 menit, maka dapat
diketahui bahwa semakin lama waktu pengadukan, pelarut yang diperoleh akan
20

semakin sedikit. Kemudian apabila waktu pengendapan dilakukan lebih lama,


maka jumlah pelarut yang diperoleh akan semakin banyak.

4.2.3 Densitas yang Didapat pada Setiap Stage


Dari data pengamatan yang ditampilkan pada tabel 4.1 maka densitas
NaOH pada Run 1 dan Run 2 ditampilkan pada gambar 4.3 sebagai berikut :

1.15
Densitas (gr//ml)

1.1

1.05

1
1 2 3 4 5 6 7 8
run1 1.0632 1.08 1.0836 1.0872 1.0936 1.0964 1.1092 1.1152
run 2 1.0664 1.0792 1.0832 1.0884 1.0912 1.1012 1.1424 1.1464
Trial Tiap Stage

run1 run 2

Gambar 4.3 Densitas Ekstrak yang Didapat

Menurut Petrucci (1999), secara teori densitas atau berat jenis adalah
pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis suatu
benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Massa jenis rata-rata
setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya. Sebuah benda
memiliki massa jenis lebih tinggi akan memiliki volume yang lebih rendah dari
pada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah. Densitas juga
merupakan fungsi dari penentuan kemurnian suatu zat, sehingga semakin tinggi
konsentrasi suatu zat maka densitasnya juga semakin besar.
Densitas pada setiap run mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya satge yang dilakukan. Pada saat run pertama diperoleh densitas
berturut-turut yakni sebesar (1,0632 ; 1,08 dan 1,0836) gr/ml pada stage pertama,
kedua dan ketiga. Pada saat run pertama diperoleh densitas berturut-turut yakni
sebesar (1,0664 ; 1,0792 dan 1,0832) gr/ml pada stage pertama, kedua dan ketiga.
21

Hal tersebut dikarenakan besarnya fraksi mol reaktan Na2CO3 dan waktu
pengadukan yang optimal.

4.2.4 Menentukan Berat NaOH dalam Larutan Ekstrak (Ws)


Penentuan berat NaOH dalam larutan ekstrak dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.

3
Berat NaOH/Ws(gr)

0
1 2 3 4 5 6 7 8
run1 2.1504 2.184 2.312 2.528 2.6144 2.6496 2.6696 2.6712
run 2 2.5344 2.548 2.5632 2.584 2.592 2.632 2.6496 2.6624
Trial Setiap Stage

run1 run 2

Gambar 4.4 Berat NaOH dalam Ekstrak


Pada grafik dapat dilihat bahwa berat NaOH pada setiap stage mengalami
peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah stage. Pada run pertama berat
NaOH yang didapat adalah (2,1504 ; 2,184 dan 2,1312) gr untuk stage pertama,
kedua dan ketiga. Pada run kedua berat NaOH yang didapat adalah (2,5344 ;
2,548 dan 2,5632) gr untuk stage pertama, kedua dan ketiga. Hal ini terjadi akibat
semakin banyak stage, maka jumlah NaOH terlarut akan semakin banyak pula.
Pada setiap stage substrat akan ditambahkan terus-menerus. Sehingga konsentrasi
NaOH akan meningkat yang mengakibatkan akan semakin besarnya jumlah
NaOH yang didapat. Kemudian banyaknya NaOH yang diperoleh pada stage
pertama selalu lebih sedikit dari pada run kedua, hal ini diakibatkan oleh waktu
pengadukan. Dimana semakin lama waktu pengadukan yang dilakukan pada
sampel maka berat NaOH yang diperoleh akan semakin banyak pula.

4.2.5 Banyaknya Volume HCl Terpakai saat Titrasi


Titrasi dilakukan dengan menggunakan larutan HCl didalam biuret dan
dengan indicator PP. HCl yang dipakai adalah HCl 10 M yang telah diencerkan
22

terlebih dahulu dalam labu ukur 100 ml. kesetimbangan didapat saat warna larutan
berubah dari ungu menjadi putih.

6
Volume HCl (ml)

0
1 2 3 4 5 6 7 8
run1 2.8 3 3.4 4 4.3 4.6 4.7 5.3
run 2 3.3 3.5 3.6 3.8 4 4.7 4.8 5.2
Stage Trial

run1 run 2

Gambar 4.5 Volume HCl Terpakai Saat Titrasi dengan Larutan HCl
Jumlah volume HCl terpakai meningkat seiring dengan bertambahnya nilai
trial yang dilakukan oleh praktikan. Pada saat run pertama jumlah HCl terpakai
dimulai saat stage pertama sampai kedelapan masing-masing adalah (2,8 ; 3 ; 3,4 ;
4 ; 4,3 ; 4,6 ; 4,7 dan 5,3) ml. Pada saat run keduaa jumlah HCl terpakai dimulai
saat stage pertama sampai kedelapan masing-masing adalah (3,3 ; 3,5 ; 3,6 ; 3,8 ;
4 ; 4,7 ; 4,8 dan 5,2) ml. Semakin banyaknya volume HCl yang terpakai
dikarenakan semakin banyak jumlah stage yang dites saat proses titrasi, maka
konsentrasi zat akan semakin tinggi yang menyebabkan jumlah HCl terpakai juga
ikut meningkat.
Pada saat stage satu substrat yang dipakai hanya sekali masuk, namun saat
stage dua jumlah subsrat akan menjadi dua kali lipat, sehingga konsentrasi larutan
saat proses titrasi dilakukan akan ikut meningkat. Peningkatan kadar basa dalam
larutan akan selalu naik. Dari data diperoleh bahwa larutan yang paling basa
adalah saat proses titrasi trial kedelapan dan hasil dengan basa terendah adalah
trial pertama.
4.2.6 Berat CaCO3 yang Dihasilkan
Dari hasil data yang diperoleh dalam praktikum, maka berat CaCO3 dari
proses ekstraksi padat-cair pada Run 1 dan Run 2 ditampilkan pada gambar
berikut :
23

5.2
Berat CaCO3 (ml) 5.1

4.9

4.8

4.7
1 2 3 4
run 1 5.18 5.03 4.96 4.91
run 2 5.1 5.02 4.91 4.89
Stage Trial
run 1 run 2

Gambar 4.6 Volume CaCO3 yang Dihasilkan


Produk yang terbentuk pada operasi reaksi Na2CO3 + Ca(OH)2 → 2NaOH
+ CaCO3 melaui proses pengadukan dan dekantasi adalah ekstrak yang
mengandung komponen NaOH sebagai solute yang larut dalam ekstrak dan rafinat
yang mengandung komponen CaCO3 sebagai inert yang mengandung NaOH
dapat diperoleh melalui analisis ekstrak, sedangkan rafinatnya diasumsikan
jumlah CaCO3 dalam rafinat pada setiap stage. CaCO3 merupakan inert atau
komponen yang tidak larut, sehingga komponen CaCO3 banyak tertinggal pada
bagian rafinat, akibatnya rafinat banyak mengandung CaCO3 sedangkan yang
terikat di ekstrak jumlahnya sangat kecil sehingga dianggap nol (Rousseau, 1987).
Berdasarkan gambar 4.6 terlihat bahwa nilai fraksi CaCO3 yang semakin
turun. Berdasarkan teori seharusnya berat CaCO3 akan semakin meningkat seiring
bertambahnya stage. Hal tersebut disebabkan karena adanya penambahan fresh
feed dan ekstrak dari stage sebelumnya sehingga membuat nilai fraksi CaCO3
naik. Penyimpangan ini terjadi karena dalam proses dekantasi dan pemisahan
antara rafinat dan ekstrak dilakukan secara manual.

4.2.7 Efisiensi Waktu Pengadukan dan Waktu Pengendapan


Adapun hasil praktikum yang menyatakan efisiensi antara waktu
pengadukan dan pengendapan dapat dilihat pada grafik berikut :
24

46.35
47
Efisiensi (%)

46
44.15
45
44
43
run 1 run 2

Trial Percobaan

Gambar 4.7 Efisiensi antara Waktu Pengadukan dan Waktu Pengendapan

Dari grafik dapat dilihat bahwa besarnya efisiensi trial kedua, yakni
dengan lama pengadukan selama 3 menit dan waktu pengendapan 2 menit didapat
nilai sebsar 46,35 %. Besarnya nilai efisiensi dari trial kedua karena eaktu
pengadukan yang lebih lama dari pada trial pertama. Waktu pengadukan pada trial
pertama hanya selama 2 menit dengan lama pengendapan selama 3 menit.
Sehingga dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu
pengadukan, maka efisiensi dari proses pembentukan CaCO3 akan semakin besar.
Hal ini juga sesuai dengan dari teori yang menyatakan bahwa semakin lama waktu
pengadukan, maka difusi yang terjadi akan semakin baik dan jumlah zat yang
terekstrak akan semakin banyak (Fogler,1995).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Konsentrasi NaOH pada masing masing erlenmeyer mengalami kenaikan
pada setiap run-nya. Hal tersebut menandakan bahwa besarnya mol
Na2CO3 akan memperbesar konsentrasi dari NaOH yang akan terbentuk
begitupun sebaliknya.
2. Efisiens total dari run I lebih kecil dari dari run II akibat dari waktu
pengadukan run II yang lebih lama yakni selama 2 menit, dengan efisiensi
total run I sebesar 44,15% dan efisiensi total run II sebesar 46,3518%

5.2 Saran
Pada saat proses pemisahan campuran antara padatan dan filtrat harus
dilakukan secara hati-hati supaya dapat terpisah dengan sempurna. proses
pengovenan sebaiknya tidak dicampur dengan bahan lainnya supaya padatan
CaCO3 yang dihasilkan dapat turun secara konstan

25
DAFTAR PUSTAKA

Fajriati, I., Rizkiyah, M., Muzakky, 2011. “Studi Ekstraksi Padat Cair
Menggunakan Pelarut HF dan HNO3 pada Penentuan logam Cr dalam
Sampel Sungai di Sekitar Calon PLTN Muria”. Jurnal ILMU DASAR, Vol.
12 No. 1, 15 : 22.
Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia Untuk Menganalisis Tumbuhan.
Diterjemahkan Oleh Kosasih Padmawinata dan Imam Sudiro, Edisi 2. Hal.
4-7. ITB. Bandung
Susanty, Fairus. B. 2016. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi Dan Refluks
Terhadap Kadar Fenolik Dari Ekstrak Tongkol Jagung (Zeamays L.). Jurnal
Konversi. 5, 87-93
Majid, N. T. dan Nurkholis. (2010). Pembuatan Teh rendah Kafein Melalui
Proses Ekstraksi dengan Pelaruh Etil Asetat. Skripsi. Universtias
Diponegoro.
Maulida, Dewi. 2010. “ Ekstraksi Antioksidan ( Likopen ) Dari Buah Tomat
Dengan Menggunakan Solven Campuran, N – Heksana, Aseton, Dan
Etanol”. Skripsi. Semarang : Univeristas Diponegoro.
Pramudono B., Widioko, S.A., Rustayawan, W., 2008.“Ekstraksi Kontinyu
dengan Simulasi Batch Tiga Tahap Aliran Lawan Arah : Pengambilan
Minyak Biji Alpukat Menggunakan Pelarut n-Hexane dan Iso Propil
Alkohol”. Reaktor Vol. 12 No. 1, 38 : 41

26
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A. Menentukan berat bahan yang digunakan


Na2CO3 : Ca(OH)2
0,07 : 0,07 (mol)
n (Na2CO3) = m/Mr
0,07 = m/106
m = 7,42 g
n (Ca(OH)2) = m/Mr
0,07 = m/74
m = 5,18 g

B. Menentukan pereaksi pembatas


Ca(OH)2 + Na2CO3 2 NaOH + CaCO3
M : 0,07 0,07 - -
B : 0,07 0,07 0,14 0,07
S : - - 0,14 0,07
Ca(OH)2 dan Na2CO3 adalah peraksi pembatas.

C. Menentukan volume HCl 10 M untuk pengenceran menjadi HCl 1 M


HCl = 10 M
Mr HCl = 36,5 g/mol
V2 = 100 ml
Pengenceran :
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 10 M = 100 ml x 1 M
V1 = 10 ml

D. Menentukan konsentrasi NaOH dalam larutan ekstrak


Run 1-1
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume Sampel (V2) = 5 ml
Volume HCl (V1) = 2,8 ml
𝑀1 𝑥 𝑉1
Konsentrasi NaOH = 𝑉2
1 𝑥 2,8
= 5

= 0,56 M

Run 1-2
Konsentrasi HCl (M1) = 1 M
Volume Sampel (V2) = 5 ml
Volume HCl (V1) = 3 ml
𝑀1 𝑥 𝑉1
Konsentrasi NaOH = 𝑉2
1𝑥3
= 5

= 0,6 M

E. Menentukan densitas ekstraksi (ρ ekstrak)


Run 1-1
Berat piknometer kosong = 20,27 g
Volume piknometer = 25 ml
Berat piknometer + ekstrak = 46,85 g
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘)− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
ρ ekstrak = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
46,85− 20,27
= 25

= 1,0632 g/ml
Run 1-2
Berat piknometer kosong = 20,27 g
Volume piknometer = 25 ml
Berat piknometer + ekstrak = 47,27 g
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘)− (𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
ρ ekstrak = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
47,27− 20,27
= 25

= 1,08 g/ml
F. Menentukan berat NaOH dalam larutan ekstrak (Ws)
Run 1-1
Konsentrasi NaOH (M2) = 0,56 M
Mr NaOH = 40 gr/mol
V ekstrak = 96 ml
𝑀2 𝑥 𝑀𝑟 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑉 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
Ws = 1000
0,56 𝑥 40 𝑥 96
= 1000

= 2,1504 g

Run 1-2
Konsentrasi NaOH (M2) = 0,6 M
Mr NaOH = 40 gr/mol
V ekstrak = 91 ml
𝑀2 𝑥 𝑀𝑟 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑉 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
Ws = 1000
0,6 𝑥 40 𝑥 91
=
1000

= 2,184 g

G. Menentukan efisiensi produk


Reaksinya :

Ca(OH)2 + Na2CO3 2 NaOH + CaCO3


M : 0,07 0,07 - -
B : 0,07 0,07 0,14 0,07
S : - - 0,14 0,07

Mol Na2CO3 = 0,07 mol


Mol Ca(OH)2 = 0,07 mol
Karena mol Ca(OH)2 = mol Na2CO3, maka yang menjadi reaktan
pembatas adalah Ca(OH)2 dan Na2CO3, sehingga:
Mol NaOH = 2 x mol Ca(OH)2
2
= x 0,07 mol
1
= 0.14 mol
Jadi, berat NaOH yang terbentuk dalam reaktor:
Wm = mol NaOH x Mr NaOH
= 0.14 mol x 40 gram/mol
= 5,6 gram

Run 1 :
Efisiensi NaOH dalam reaktor satu:
Ws = 2,1504 g
Wm = 5,6 g
Ws
R = x 100%
Wm
2,1504
= x 100%
5,6

= 38,4 %
Ws = 2,184 g
Wm = 5,6 g
Ws
R = x 100%
Wm
2,184
= x 100%
5,6

= 39 %

Sehingga, efisiensi totalnya yaitu


𝛴 R
 Rtotal = 8
38,4%+39%+41,3%+45%+46,7%+47,3%+47,67%+47,7%
= 8

= 44,15 %
Run 2 :
Efisiensi NaOH dalam reaktor satu:
Ws = 2,5344 g
Wm = 5,6 g
Ws
R = x 100%
Wm
2,5344
= x 100%
5,6

= 45,28 %

Ws = 2,548 g
Wm = 5,6 g
Ws
R = x 100%
Wm
2,548
= x 100%
5,6

= 45,5 %
Sehingga, efisiensi totalnya yaitu:
𝛴 R
 Rtotal = 8
45,26%+45,5%+45,77%+46%+46,3%+47%+47,3%+47,5%
= 8

= 46,35 %

Konsen Berat
Volume Efisiensi
trasi Piknometer Densitas Ekstrak Ws Efisiensi
Run HCl Rata-
NaOH + ekstrak (g/ml) (ml) (g) (%)
(ml) rata (%)
(M) (g)

2,8 0,56 46,85 1,0632 96 2,150 38,4


3 0,6 47,27 1,08 91 2,184 39
3,4 0,68 47,36 1,0836 85 2,312 41,2857
4 0,8 47,45 1,0872 79 2,528 45,1429
1 44,15
4,3 0,86 47,61 1,0936 76 2,614 46,6857
4,6 0,92 47,68 1,0964 72 2,649 47,3143
4,7 0,94 48 1,1092 71 2,669 47,6714
5,3 1,06 48,15 1,1152 63 2,671 47,7
3,3 0,66 46,93 1,0664 96 2,534 45,2571
3,5 0,7 47,25 1,0792 91 2,548 45,5
3,6 0,72 47,35 1,0832 89 2,563 45,7714
3,8 0,76 47,48 1,0884 85 2,584 46,1429
2 46,35
4 0,8 47,55 1,0912 81 2,592 46,2857
4,7 0,94 47,8 1,1012 70 2,632 47
4,8 0,96 48,83 1,1424 69 2,649 47,3143
5,2 1,04 48,93 1,1464 64 2,662 47,5429
H. Berat CaCO3
Run 1-1
Berat kertas saring = 0,72 g
Berat kertas saring + berat CaCO3 = 5,82 g
Berat CaCO3 = (Berat kertas saring + berat CaCO3) – Berat kertas saring
= 5,82– 0,72
= 5,1 g

Run 1-2
Berat kertas saring = 0,72 g
Berat kertas saring + berat CaCO3 = 5,73 g
Berat CaCO3 = (Berat kertas saring + berat CaCO3) – Berat kertas saring
= 5,73 – 0,72
= 5,01 g

Setelah dioven
Run Ke- Berat Kertas saring Berat kertas saring Berat CaCO3
(g) + berat CaCO3 (g) (g)
1 0,72 5,82 5,1
2 0,72 5,73 5,01
1
3 0,71 5,62 4,91
4 0,72 5,59 4,87
1 0,72 5,9 5,18
2 0,71 5,75 5,04
2
3 0,71 5,67 4,96
4 0,7 5,63 4,93
I. Menghitung % yield
Run 1
Berat NaOH yang terbentuk (Wm) = 7,6237 g
Berat Na2CO3 = 7,42 g
Berat Ca(OH)2 = 5,18 g
𝑊𝑠+𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
% yield = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎(𝑂𝐻)2+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑁𝑎2𝐶𝑂3x 100 %
7,6237
= 5,18 + 7,42

= 60,51 %

Run 2
Ws + Berat CaCO3 rata-rata = 7,6615 g
Berat Na2CO3 = 7,42 g
Berat Ca(OH)2 = 5,18 g
𝑊𝑠+𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
% yield = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎(𝑂𝐻)2+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑁𝑎2𝐶𝑂3 x 100 %
7,6615
= 5,18+ 7,42 × 100%

= 60,81 %

Berat CaCO3 Ws + Berat CaCO3


Run Ke- Ws (g) Yield %
(g) (g)
1 2.6144 5.1 7.7144
2 2.6496 5.01 7.6596
1
3 2.6696 4.91 7.5796 60.51
4 2.6712 4.87 7.5412
Rata – Rata 7.6237
Berat CaCO3 Ws+Berat CaCO3
Run Ke- Ws (g) Yield %
(g) (g)
1 2.592 5.18 7.772
2 2.632 5.04 7.672
2
3 2.6496 4.96 7.6096 60.81
4 2.6624 4.93 7.5924
Rata – Rata 7.6615
Neraca massa Run I : volume akuades 100 ml

7,42 g 5,18 g 7,42 g 5,18 g 7,42 g 5,18 g


Na2CO3 Ca(OH)2 Na2CO3 Ca(OH)2 Na2CO3 Ca(OH)2

x4 x3 y2
100 mL R4 R3 R2 5,03 g
air

y4 y3
x2
4,91 g 4,96 g
7,42 g
Na2CO3
x1 R1
5,18 g
Ca(OH)2
y1

5,18 g

R4:
Mass input = mass output
(m akuadest + m Na2CO3 + m Ca(OH)2) = y4 + x4
ρV + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y4 + x4
(1x100) + 7,42 + 5,18 = 4,91 + x4
112,6 = 4,91 + x4
x4 = 107,69 g

R3:
x4 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y3 + x3
107,69 + 7,42 + 5,18 = 4,96 + x3
120,29 = 4,96 + x3
x3 = 115,33 g
R2:
x3 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y2 + x2
115,33 + 7,42 + 5,18 = 5,03 + x2
127,93 = 5,03 + x2
x2 = 122,9 g

R1:
x2 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y1 + x1
122,9 + 7,42 + 5,18 = 5,18 + x1
177,77 = 5,18 + x1
x1 = 130,32 gr

Neraca massa Run 2 : volume akuades 100 ml

7,42 g 5,18 g 7,42 g 5,18 g 7,42 g 5,18 g


Na2CO3 Ca(OH)2 Na2CO3 Ca(OH)2 Na2CO3 Ca(OH)2

x4 x3 y2
150 ml R4 R3 R2 5,02 g
air

y4 y3
x2
4,89 g 4,91 g
7,42 g
Na2CO3
x1 R1
5,18 g
Ca(OH)2
y1

R4: 5,1 g

Mass input = mass output


(m air + m Na2CO3 + m Ca(OH)2) = y4 + x4
ρV + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y4 + x4
(1x100) + 7,42 + 5,18 = 4,89 + x4
112,6 = 4,89 + x4
x4 = 107,71 g
R3:
x4 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y3 + x3
107,71 + 7,42 + 5,18 = 4,91 + x3
120,31 = 4,91 + x3
x3 = 115,4 g

R2:
x3 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y2 + x2
115,4 + 7,42 + 5,18 = 5,02 + x2
128 = 5,02 + x2
x2 = 122,98 g

R1:
x2 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y1 + x1
122,98 + 7,42 + 5,18 = 5,1 + x1
135,58 = 5,1 + x1
x1 = 130,48 g
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI

Gambar B.1 Bahan Ca(OH)2 dan Gambar B.2 Pencampuran Ca(OH)2


Na2CO3 dan Na2CO3

Gambar B.3 Pengadukan Campuran Gambar B.4 Larutan dan Endapan


Ca(OH)2 dan Na2CO3

Gambar B.5 Campuran Larutan Gambar B.6 Penambahan indikator


ke endapan pp ke dalam sampel

Gambar B.7 Titrasi Larutan NaOH Gambar B.8 Penimbangan


Piknometer

Gambar B.9 Penyaringan Endapan Gambar B.10 Endapan Dioven


CaCO3

Gambar B.11 Hasil CaCO3 Gambar B.12 Pengukuran Filtrat

Anda mungkin juga menyukai