Anda di halaman 1dari 6

PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI

Nida Nurmiladia Rahmah, Dita Khoerunnisa, Eka Yuli Kartika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ABSTRACT Koefisien distribusi adalah koefisien yang berkaitan dengan proses agihan (distribusi); dalam hal zat terlarut berada dalam dua fase yang tak campur, koefisien ini mencerminkan perbandingan konsentrasi. Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tak-dapat-campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk tiap spesi molekul terdapat angkabanding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angkabanding distribusi ini tak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Ekstraksi memegang peranan penting baik di laboratorium maupun industri. Hukum distribusi Nernst ini terutama digunakan pada proses ekstraksi. Namun perlu dicatat bahwa hukum ini berlaku bagi spesi molekul yang sama di kedua larutan. Jika larutan terasosiasi menjadi ion-ionnya atau molekul yang lebih sederhana atau jika terasosiasi membentuk molekul yang lebih kompleks, maka hukum distribusi tidak dapat diterapkan pada konsentrasi totalnya di kedua fasa melainkan hanya pada konsentrasi spesi yang sama yang ada dalam kedua fasa. Kata kunci: koefisien distribusi, hukum distribusi, ekstraksi, hukum nernst

INTRODUCTION Koefisien distribusi adalah koefisien yang berkaitan dengan proses agihan (distribusi); dalam hal zat terlarut berada dalam dua fase yang tak campur, koefisien ini mencerminkan perbandingan konsentrasi. (Hadyana, 2002) Cukup diketahui bahwa zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarutpelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida daripada dalam air. Lagipula, bila cairancairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, dan juga eter dan air, dikocok bersama-sama dalam suatu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan semacam itu dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida dan air) atau setengahcampur (eter dan air), bergantung pada apakah satu ke dalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah dapat larut. Jika ioddikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air serta kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut itu. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air. Ternyata bila banyaknya iod diubah-ubah, angkabanding konsentrasikonsentrasi itu selalu konstan asal temperaturnya konstan. Yakni:
[ ] [ ]

dapat-campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk tiap spesi molekul terdapat angkabanding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angkabanding distribusi ini tak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angkabanding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur. (Shevla, 1985: 140) Untuk dua pelarut yang tidak saling melarutkan, seperti air dan karbontetraklorida, ketika dicampurkan akan terbentuk dua fasa yang terpisah. Jika ke dalamnya ditambahkan zat terlarut yang dapat larut di kedua fasa tersebut, seperti iodium yang dapat larut dalam air dan CCl4, maka zat terlarut akan terdistribusi di kedua pelarut (yang berbeda fasa) tersebut, sampai tercapai keadaan kesetimbangan. Pada saat tersebut potensial kimia zat terlarut di fasa 1 sama dengan potensial kimianya di fasa 2, 1=2.(Sri: 23) Jika kedua larutan encer ideal, maka i= io + RT ln xi, sehingga saat kesetimbangan: 1o + RT ln x1 = 2 + RT ln x2 dan: RT ln 2 = 1o - 2o. Karena 1o
1

dan 2 tidak bergantung pada komposisi, maka pada T tetap, 2 = k. (Sri: 23)
1

= 2 = Kd
1

(Shevla, 1985: 139) Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tak-

Dengan k koefisien distribusi atau koefisien partisi, yang harganya tidak bergantung pada konsentrasi zat terlarut pada T yang sama. Persamaan tersebut pertama kali dikemukakan oleh Nernst sehingga persamaan tersebut dikenal dengan hukum distribusi Nernst. Perlu dicatat bahwa hukum ini berlaku bagi spesi molekul yang sama di kedua larutan. Jika

larutan terasosiasi menjadi ion-ionnya atau molekul yang lebih sederhana atau jika terasosiasi membentuk molekul yang lebih kompleks, maka hukum distribusi tidak dapat diterapkan pada konsentrasi totalnya di kedua fasa melainkan hanya pada konsentrasi spesi yang sama yang ada dalam kedua fasa. Hukum distribusi Nernst ini terutama digunakan pada proses ekstraksi. Ekstraksi memegang peranan penting baik di laboratorium maupun industri. Di laboratorium ekstraksi seringkali dilakukan untuk menghilangkan atau memisahkan zat terlarut dalam larutan dengan pelarut air yang diekstraksi dengan pelarut lain seperti eter, kloroform, karbondisulfida atau benzen. (Sri: 23) Koefisien distribusi atau koefisien partisi (partition coefficient), K didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi berat solute dalam fase ekstrak, (xC)E dibagi dengan fraksi berat solute dalam fase rafinat, (xC)R pada keadaan kesetimbangan. K= (x ) (x )

Dimana: xo, yo masing-masing adaah fraksi mol solut dalam fase rafinat dan fase ekstrak.(Mega, 2010) Mengambil suatu zat terlarutdari dalam larutan air oleh suatu pelarut yang takdapat-campur dengan air disebut ekstraksi (dengan) pelarut. Teknik ini seringkali diterapkan untuk pemisahan. (Shevla, 1985: 140) Parameter penting dalam ekstraksi caircair meliputi: koefisien distribusi, selektivitas solven, dan perbandingan solven/umpan. Ekstraksi menggunakan solven konvensional seperti alkohol, eter, dan keton adalah tidak efisien apabila diterapkan pada larutan yang kadar asam karboksilatnya rendah (seperti asam sitrat dan oksalat) karena memberikan koefisien distribusi yang kecil. Disamping itu solven tersebut (terutama alkohol) mempunyai kelarutan yang cukup besar dalam air sehingga kurang cocok bila dipakai sebagai ekstraktan dalam pengolahan limbah cair. Senyawa amine terutama amine tertier lebih cocok dipakai sebagai extracting power untuk pengikat asam-asam karboksilat karena dapat membentuk formasi asam-amin kompleks sehingga dapat meningkatkan harga koefisien distribusi. (Mega, 2010)

Koefisien distribusi dapat juga dinyatakan dalam fraksi mole =

MATERIAL AND METHODS Alat dan bahan yang digunaka dalam percobaan kali ini adalah labu erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, pipet ukur, gelas ukur 25 ml, gelas ukur 100 ml, buret 50 ml, corong biasa, statif dan klem, batang pengaduk, corong pisah, larutan Na2S2O3 0,1 M, larutan jenuh I2 dalam CHCl3, indikator amilum, dan akuades.

Cara Kerja Pertama-tama ukur larutan jenuh I2 dalam CHCl3 sebanyak 25 ml, masukkan ke dalam corong pisah. Tambahkan 200 ml akuades ke dalam corong pisah, kocok larutan tersebut selama 60 menit dengan sesekali membuka kran untuk mengurangi tekanan di dalam corong pisah.Fungsi pengocokan yaitu mempercepat terjadinya distribusi yang disebabkan karena tumbukan-tumbukan antar partikel

campuran yang juga cepat. Pengocokan dilakukan selama satu jam agar I2 dapat terdistribusi secara maksimal.Kemudian diamkan larutan tersebut hingga terbentuk 2 lapisan. Pisahkan kedua lapisan tersebut melalui corong pisah, ambil 5 ml larutan tiap lapisan mengguanakan pipet. Titrasi masing-masing larutan tersebut dengan Na2S2O3 0,1 M hingga analit bening dengan menggunakan indikator amilum. Catat volume titran yang digunakan.

RESULT AND DISCUSSION Volume rata-rata titrasi lapisan atas V=


1,1+2,2 2

= 1,67 ml

Volume rata-rata titrasi lapisan bawah V = 14,6 ml [Na2S2O4] = 0,1 M [H2O] = =

0,1 /

1,65 0,1 / 5 10 3

= 0,033 M [CHCl3] = =
. 0,1 /

14,6 0,1 / 5 10 3

= 0,29 M

Kd =

0,033 0,29

= 0,11

Sistem redoks iodin (triiodida), 1 -3 + 2e 3I- mempunyai potensial standar sebesar +0,54 V. Karena itu iodin adalah sebuah agen pengoksidasi yang jauh lebih lemah daripada kalium permanganat, senyawa serium (IV), dan kalium dikromat. Di lain pihak, ion iodida adalah agen pereduksi yang termasuk kuat, lebih kuat, sebagai contoh, daripada ion Fe(II). Dalam prosesproses analitis, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen pereduksi (iodometri). Dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin. Karena itu jumlah dari penentuanpenentuan iodometrik adalah sedikit. Namun demikian, banyak agen pengoksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi secara lengkap dengan ion iodida, dan aplikasi dari proses iodometrik cakup banyak. Kelebihan dari ion iodida ditambahkan ke dalam agen pengoksidasi yang sedang ditentukan, membebaskan iodin, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodin dengan tiosulfat berlangsung

sempurna. (Day dan Underwood, 2001: 296) Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134 mol/liter pada 25 oC) namun larut cukup banyak dalam larutan-larutan yang mengandung ion iodida. Iodin membentuk kompleks triiodida dengan iodida, I2 + I I-3.(Day dan Underwood, 2001: 296) Warna dari sebuah larutan iodin 0,1N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform, dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi-titrasi. Namun demikian, suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji

bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin. Mekanisme pembentukan kompleks yang berwarna ini tidak diketahui, namun ada pemikiran bahwa molekul-molekul iodin tertahan di permukaan -amylose, suatu konstituen dari kanji. (Day dan Underwood, 2001: 297) Natrium tiosulfat umumnya dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3.5H2O, dan larutan-larutannya distandardisasi terhadap sebuah standar primer. Larutan-larutan tersebut tidak stabil padajangka waktu yang lama, sehingga boraks atau natrium karbonat seringkali ditambahkan sebagai bahan pengawet. Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat: I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-. (Day dan Underwood, 2001: 298)

CONCLUSION Untuk dua pelarut yang tidak saling melarutkan, seperti air dan karbontetraklorida, ketika dicampurkan akan terbentuk dua fasa yang terpisah. Jika ke dalamnya ditambahkan zat terlarut yang dapat larut di kedua fasa tersebut, seperti iodium yang dapat larut dalam air dan CCl4, maka zat terlarut akan terdistribusi di kedua pelarut (yang berbeda fasa) tersebut, sampai tercapai keadaan kesetimbangan.berdasarkan perhitungan, koefisien distribusinya ialah sebesar 0,11

REFERENCES Kasmiyatun, Mega. 2010. Ekstraksi Asam Sitrat Dan Asam Oksalat : Pengaruh Konsentrasi Solut Terhadap Koefisien Distribusi. http://www.google.comurlsa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uac t=8&ved=0CCgQFjAA&url=http%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id%2F27990%2F1% 2FC-08.pdf&ei=BV5GUfKH4rsrAeA8YEg&usg=AFQjCNErGRVKKdsXnaf0DitfaxwGQrSNiw&sig2=tTxt WL Day, R. A. dan Underwood, A.L. 2001. Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: Erlangga. Mulyani, Sri dan Hendrawan. Common Textbook (Edisi Revisi) Kimia Fisika II. Bandung: UPI. Pudjaatmaka, A. Hadyana. 2002. Kamus Kimia. Jakrta: Balai Pustaka. Shevla, G. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.

Anda mungkin juga menyukai