Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dinamika Proses


Dinamika proses adalah suatu hal yang terjadi di dalam suatu sistem,
dengan adanya process variable yang cepat berubah dengan berubahnya
manipulated variable (bukaan control valve), ada pula yang lambat berubah.
Ada proses yang sifatnya lamban, ada yang reaktif, ada yang mudah stabil,
dan ada pula yang mudah menjadi tidak stabil. Sehingga, pengendalian
proses akan berbeda-beda (Rizqiah, 2015).
Dalam dinamika proses sering dikaitkan dengan unsur kapasitas
(capacity) dan kelambatan (lag). Dalam bahasa ilmu sistem pengendalian,
dikatakan kapasitas proses tergantung pada sumber energi yang bekerja pada
proses. Jika sumber energi kecil dan kapasitas prosesnya besar, proses akan
menjadi lambat. Jika sumber energinya besar dan kapasitas prosesnya kecil,
proses akan menjadi cepat. Kata kapasitas dan kelambatan itulah yang
kemudian dipakai sebagai standar (ukuran) untuk menyatakan dinamika
proses secara kualitatif. Dalam bentuk kualitatif, proses dibedakan menjadi
proses cepat dan proses lambat, atau kapasitas besar dan kapasitas kecil
(Felani, 2015).
Dinamika proses menunjukkan unjuk kerja proses yang profilnya selalu
berubah terhadap waktu. Dinamika proses selalu terjadi selama sistem proses
belum mencapai kondisi tunak. Keadaan tidak tunak terjadi karena adanya
gangguan terhadap kondisi proses yang tunak. Agar proses selalu stabil,
karakteristik dinamika sistem proses dan sistem pemroses harus diidentifikasi.
Jika dinamika peralatan dan perlengkapan operasi sudah dipahami, akan mudah
dilakukan pengendalian, pencegahan kerusakan, dan pemonitoran tempat terjadi
kerusakan apabila unjuk kerja perlatan berkurang dan peralatan bekerja tidak
sesuai dengan spesifikasi operasinya. Pembelajaran tentang dinamika proses
penting untuk meramalkan kelakuan proses dalam suatu kondisi tertentu (Rizqiah,
2015).
2.2 Pengendalian Level
Menurut Heriyanto (2010), satu fungsi dasar yang sangat umum dan sering
menjadi masalah dalam proses adalah tinggi permukaan cairan (level) dalam
tangki. Meskipun terdapat beberapa alasan untuk mengendalikan tinggi
permukaan, dalam kaitan dengan operasi dan dinamika proses beberapa hal
berikut menjadi dasar pertimbangan.
a. Sejumlah volume cairan perlu dijaga tetap yang berfungsi sebagai penyangga
(buffer) atau penampung sementara untuk mencegah penghentian (shutdown)
proses kontinyu akibat kegagalan di bagian hulu atau hilir proses. Dalam hal
ini tidak diperlukan pengendalian yang teliti. Meskipun demikian hendaknya
dicatat, bahwa menjaga tinggi permukaan cairan terlalu rendah akan
memberikan cadangan cairan terlalu sedikit bagi proses bagian hilir.
Sebaliknya jika permukaan terlalu tinggi akan memberikan cadangan cairan
terlalu sedikit bagi proses bagian hulu.
b. Banyak fungsi unit proses berjalan baik jika volume cairan tetap. Sebagai
contoh adalah bagian bawah kolom distilasi, volume padatan dalam gilingan
bola (ball mill), tinggi permukaan cairan dalam tangki pencampur, reaktor
tumpak (batch), dan lain-lain. Proses-proses ini biasanya memerlukan tinggi
permukaan cairan secara ketat, hanya boleh menyimpang beberapa persen dari
setpoint.
c. Pengendalian tinggi cairan dapat dipakai untuk memperhalus fluktuasi aliran
dalam sistem bertingkat, jika aliran keluar dari satu unit menjadi masukan unit
berikutnya. Sebagai contoh adalah umpan ke kolom distilasi. Agar operasi
berjalan baik, umpan tidak boleh berubah-ubah. Meskipun demikian, umpan
biasanya merupakan produk dari kolom distilasi atau proses lain sebelumnya.
Jika dilengkapi dengan pengendalian tinggi permukaan yang sangat peka, akan
menghasilkan variasi laju alir terlalu besar bagi unit sesudahnya. Di sini
dibutuhkan tangki stabilisator (surgetank) yang dilengkapi pengendali level
yang ditala dengan benar hingga meredam fluktuasi laju alir. Hasilnya akan
dapat memperbaiki operasi kolom bagian hilir.
Pengendali level pada umumnya mengendalikan proses integrator. Ini
disebabkan karena cairan yang terakumulasi adalah jumlah (integral) dari
perbedaan antara aliran masuk dan keluar.

2.3 Sistem Orde Satu


Sistem orde satu berisi gabungan satu elemen resistansi dengan satu
kapasitansi. Oleh adanya komponen tersebut, keadaan sistem (energi atau massa
yang tersimpan) hanya dapat berubah secara berangsur, baik saat pengisian
maupun pengeluaran. Akibatnya terdapat kelambatan respon variabel keluaran.
Kecepatan respon variabel keluaran selama periode transisi, sebelum
tercapai steady state, tergantung pada besar kapasitas dan hambatan aliran yang
memasuki komponen penyimpan. Sistem orde satu hanya memiliki satu
komponen penyimpan energi atau massa. Persamaan model sistem orde satu
adalah,
𝑑𝑦
τp 𝑑𝑡 + y = Kp f (t) (2.1)

f (t) = masukan sistem


y = keluaran sistem
τp = konstanta waktu sistem, dan
Kp = steady state gain
Fungsi transfer (Gp) sistem orde satu dapat dibuat dengan mengganti operator
diferensial (d/dt) dengan (s) atau dengan transformasi Laplace. Maka dapat
diperoleh fungsi transfer sistem orde satu sebagai
𝑌 (𝑠) 𝐾𝑝
Gp = 𝐹 (𝑠) = τ (2.2)
𝑝 𝑠+1
(Heriyanto, 2010)

2.4 Proses Orde Satu Self-Regulation


Di dalam ilmu sistem pengendalian, dikenal sebuah elemen proses yang
mampu mengendalikan dirinya sendiri, walaupun padanya tidak dipasang
instrumentasi pengendalian otomatis. Elemen proses yang mempunyai sifat
seperti itu disebut elemen proses self regulation. Contoh elemen proses self
regulation dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Proses orde satu self regulation

Input proses adalah flow tangki (Fi) dan output proses adalah level (h)
pada tangki, yang dapat dibaca sebagai sinyal output dari LT (level
transmitter). Pada keadaan awal, diandaikan level di 50% tangki dan Fi serta
Fo juga sama 50% skala flow. Pada Keadaan awal itu semua parameter
seimbang, sehingga level tetap di 50% sampai terjadi perubahan pada Fi
sebesar fi (Felani, 2015).
Andaikan keadaan seimbang terganggu karena Fi naik secara mendadak
sebesar fi 10%. Dengan bertambahnya Fi, level (h) juga akan berubah dan
cenderung naik. Namun, kenaikan level sebesar h akan secara alami diikuti
oleh kenaikan Fo sebesar fo sehingga akan dicapai keseimbangan yang baru
dimana Fi sama dengan Fo. Level akan terhenti dikesetimbangan yang baru itu
selama tidak terjadi perubahan Fi maupun Fo. Keseimbangan baru ini pasti
ada diatas 50%, dan Fi maupun Fo juga ada di atas 50% skala flow. keadaan
mencapai keseimbangan sendiri inilah yang disebut self regulation (Felani,
2015).

Gambar 2.2 Respon system orde satu


Gambar 3.4 memperlihatkan respon sistem orde satu, yang juga disebut
respon eksponensial. Karakteristik penting respon ini adalah reaksi cepat pada saat
awal, kemudian kemiringannya mengecil dan akhirnya nol, sehingga tercapai
kondisi steady state baru. Sebagai contoh, pemanasan air dalam ketel. Ketika
pemanas dinyalakan, energi panas masuk ke air hingga tercapai suhu tertentu yang
menghasilkan respon sistem orde satu. Respon sistem tidak berubah seketika
akibat adanya kapasitansi termal ketel dan air. Suhu akan tetap ketika energi panas
masuk sama dengan energi panas keluar (Heriyanto, 2010).

2.5 Proses Orde Dua Interacting Capacities


Salah satu cara untuk menyatakan hubungan input-output suatu proses
adalah dengan menjabarkannya dalam bentuk matematik, yang disebut transfer
function. Bentuk transfer function elemen proses, hampir selalu ada dalam bentuk
persamaan differensial. Bila persamaan differensial itu berpangkat satu, prosesnya
disebut proses orde satu. Apabila persamaan differensial itu berpangkat dua,
prosesnya disebut proses orde dua. Apabila berpangkat banyak prosesnya disebut
proses orde banyak (Rizqiah, 2015).
Proses orde dua merupakan gabungan dua proses orde satu. Di dalam
konfigurasi input-output, keempat tangki itu dirangkaikan dalam dua konfigurasi
yang berbeda yaitu konfigurasi interacting-capacities dan konfigurasi non-
interacting capacities. Pada proses orde dua interacting-capacities ketinggian
level dikedua tangki akan mempengaruhi besarnya flow yang keluar dari tangki
pertama sedangkan pada proses orde dua non-interacting capacities ketinggian
level dikedua tangki jelas tidak saling mempengaruhi (Rizqiah, 2015).
Gambar 2.3 Proses orde dua konfigurasi non-interacting

Gambar 2.4 Proses orde dua konfigurasi interacting

Pada proses orde dua non-interacting, flow yang keluar dari tangki pertama
tidak berpengaruh pada tingginya level di tangki kedua (h2). Sedangkan pada
proses orde dua interacting-capacities, flow yang keluar dari tangki pertama akan
berpengaruh pada tinggi level di tangki kedua (h2). Hal ini disebabkan flow yang
awalnya mengalir karena beda tekanan h2 dengan atmosfir, sekarang mengalir
karena beda tekanan h2 dikurangi h1. Karena keadaan saling mempengaruhi itulah,
proses itu disebut proses orde dua interacting-capacities (Rizqiah, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Teknik Kimia ITB. 2008. Panduan Pelaksanaan Laboratorium


Instruksional I/II. ITB. Bandung.
Felani, H. 2015. Uji Alat Dinamika Proses Orde Satu Self Regulation Bukaan
Valve 1/4 (25%), 1/8 (12,5%), 1/16 (6,25%). Universitas Diponegoro.
Semarang.
Heriyanto 2010. Pengendalian Proses. Politeknik Negeri Bandung. Bandung.
Rizqiah, R. 2015. Uji Alat Dinamika Proses Orde Dua Interacting Capacities
Bukaan Valve 1/2 (50%), 2/5 (40%), 3/10 (30%). Universitas Diponegoro,
Semarang.
Stephanopoulos, G. 1985. Chemical Process Control: An Introduction to Theory
and Practice, PTR. Prentice-Hall, Inc., A Simon and Shuster Company. New
Jersey.

Daftar Gambar

Gambar 2.1 Proses orde satu self regulation


Gambar 2.2 Respon system orde satu
Gambar 2.3 Proses orde dua konfigurasi non-interacting
Gambar 2.4 Proses orde dua konfigurasi interacting

Anda mungkin juga menyukai