Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan kimia yang memisahkan
atau menarik suatu komponen-komponen kimia pada suatu sampel dan umumnya
dapat larut dalam air. Ekstraksi terbagi atas dua jenis yaitu ekstraksi dingin atau
maserasi dan ekstraksi panas contohnya dengan ekstraksi soklet. Perbedaan dari
kedua jenis ekstraksi ini adalah terletak pada tekniknya, dimana untuk ekstraksi
dingin tidak menggunakan proses pemanasan pada sampel melainkan dengan cara
merendam sampel dalam pelarut. Sedangkan ekstraksi panas dilakukan dengan
pemanasan (Sudjadi, 1986).
Proses pemisahan ini dapat dilakukan dengan ekstraksi padat cair.
Ekstraksi padat cair adalah proses ekstraksi suatu konstituen yang dapat larut
(solute) pada suatu campuran solid dengan menggunakan pelarut. Proses
ini sering disebut leaching. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi
komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan
proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke
keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi (Pramudono dkk, 2008).
Ekstraksi dari bahan padatan dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan
dapat larut dalalm solvent pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan
apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan
pada padatan yang larut karena efektivitasnya. Jika suatu komponen dari campuran
merupakan padatan yang sangat larut dalam pelarut tertentu dan komponen yang
lain secara khusus tidak larut, maka proses pemisahan dapat dilakukan dengan
pengadukan sederhana dan pelarut tertentu yang diikuti dengan proses penyaringan
(Armid, 2009).

1.2 Tujuan Percobaan


1. Menentukan efisiensi untuk tahap pemisahan beberapa konfigurasi operasi
seperti co-current, counter current dan cross current.
2. Membuat data kesetimbangan sistem 3 (tiga) komponen untuk ekstraksi
padat cair.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Natrium Karbonat [Na2CO3]


Natrium karbonat (juga dikenal sebagai washing soda atau soda abu),
Na2CO3 adalah garam natrium dari asam karbonat. Bentuk paling umum sebagai
heptahidrat kristal, yang mudah effloresces untuk membentuk bubuk putih,
monohidrat tersebut. Natrium karbonat di dalam negeri, terkenal untuk penggunaan
sehari-hari sebagai pelunak air. Hal ini dapat diekstraksi dari abu macam-macam
tanaman. Hal ini secara sintetis diproduksi dalam jumlah besar dari garam dan
kapur dalam proses yang dikenal sebagai proses solvay. Proses solvay atau proses
ammonia-soda adalah proses pembuatan natrium karbonat (soda abu) yang sering
digunakan dibidang perindustrian (Cullinane, 2004).
Natrium karbonat merupakan komoditas kimia yang sekitar 75% produksi
dunia adalah abu sintetis yang dibuat dari natrium klorida melalui proses solvay
atau proses yang sejenis, sisanya yang 25% di produksi dari natrium karbonat alami.
Dalam dunia perdagangan, Natrium karbonat banyak dimanfaatkan untuk industri
kaca, obat – obatan, bahan makanan water treatment, deterjen, industri pulp dan
kertas, indistri tekstil dan lain – lain (Kirk and Othmer, 1979).
Natrium karbonat (Na2CO3) juga merupakan bahan lunak yang larut dalam
air dingin dan kelarutan dalam air kira-kira 30% berat larutan, dalam industri kimia
di kenal dengan “soda ash”. Di negara eropa dan beberapa kota distrik di USA
istilah soda mengacu pada dekahidrat (Na2CO310H2O) dan monohidrat
(Na2CO3H2O) yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, tapi komoditi
dekahidrat (Na2CO310H2O) dan monohidrat (Na2CO3H2O) jumlahnya relatif kecil
di bandingkan dengan bentuk anhidrat (Kirk and Othmer, 1979).

Gambar 2.1 Senyawa Natrium Karbonat [Na2CO3]


Tabel 2.1 Sifat – sifat fisika dan kimia pada natrium karbonat [Na2CO3]
Sifat Fisika dan Kimia
Bentuk Padat
Warna Putih
Bau Tidak Berbau
pH 11.5 pada 50 g/l, 250oC
Titik Lebur 854oC
Titik Didih / Rentang Didih 16000oC (penguraian)
Densitas 2.53 g/mol pada 200oC
Densitas Curah Ca. 1100 kg/m3
Sumber : Chemistry The Molecular Nature of Matter and Change

2.2 Kalsium Hidroksida [Ca(OH)2]


Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2.
Kalsium hidrokida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk putih. Kalsium
hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Senyawa ini
juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran larutan kalsium
klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH). Dalam bahasa Inggris,
kalsium hidroksida juga dinamakan slaked lime, atau hydrated lime (kapur yang di-
airkan) (Wikipedia, 2018).
Nama mineral Ca(OH)2 adalah portlandite, karena senyawa ini dihasilkan
melalui pencampuran air dengan semen Portland. Suspensi partikel halus kalsium
hidroksida dalam air disebut juga milk of lime. Larutan Ca(OH)2 disebut air kapur
dan merupakan basa dengan kekuatan sedang. Larutan tersebut bereaksi hebat
dengan berbagai asam, dan bereaksi dengan banyak logam dengan adanya air.
Larutan tersebut menjadi keruh bila dilewatkan karbon dioksida, karena
mengendapnya kalsium karbonat. Pada 512°C, kalsium hidroksida terurai menjadi
kalsium oksida dan air (Wikipedia, 2018).
Kalsium hidroksida adalah suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan pH
12-13. Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk putih, juga
dikenal sebagai kapur mati. Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium
oksida (CaO) dengan air. Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan
melalui pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium
hidroksida (NaOH) (Gutmant, 1996).
Sifat bahan yang cukup alkali inilah yang banyak memberikan kontribusi
pada jaringan. Hal ini dapat dikarenakan sifat basa yang terkandung dalam air kapur
Ca(OH)2 dan juga pelepasan ion kalsium akan bereaksi dengan jaringan sehingga
menjadi cukup alkalis. Kegunaan kedua dari air kapur adalah sebagai bahan alkali
untuk menggantikan peran dari natrium hidroksida. Kegunaan dari air kapur ini
adalah sebagai reaktan atau pereaksi kimia. Reaktan atau pereaksi kimia adalah
bahan yang dikonsumsi atau menyebabkan terjadinya suatu reaksi kimia tertentu.
Dalah hal ini, air kapur Ca(OH)2 seperti telah kita ketahui akan bereaksi cukup baik
dengan bahan asam (Gutmant, 1996).

Gambar 2.2 Pembuatan Kalsium Hidroksida [Ca(OH)2]

Tabel 2.2 Sifat – sifat fisika fisika dan kimia pada kalsium hidroksida [Ca(OH)2]
Sifat Fisika dan Kimia
Bentuk Bubuk Putih
Konten 95% - 100.5%
Zat Tidak Terlarut < 0.5%
Batas Berat Logam < 20μg/g
Batas Logam Magnesium dan Alkali < 0.4%

2.3 Kalsium Karbonat [CaCO3]


Batu kapur merupakan bahan alam yang banyak terdapat di Indonesia. Batu
kapur adalah batuan padat yang mengandung banyak kalsium karbonat (Lukman et
al., 2012). Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur
adalah aragonite (CaCO3), yang merupakan mineral metastable karena pada kurun
waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3) (Sucipto et al., 2007).
Kalsium karbonat adalah mineral inorganik yang dikenal tersedia dengan
harga murah secara komersial. Sifat fisis kalsium karbonat seperti, morfologi, fase,
ukuran dan distribusi ukuran harus dimodifikasi menurut bidang
pengaplikasiannya. Bentuk morfologi dan fase kalsium karbonat (CaCO3) terkait
dengan kondisi sintesis seperti, konsentrasi reaktan, suhu, waktu aging dan zat
adiktif alam (Kirboga dan Oner, 2013). Kalsit (CaCO3) merupakan fase yang paling
stabil dan banyak digunakan dalam industri cat, kertas, magnetic recording, industri
tekstil, detergen, plastik, dan kosmetik (Lailiyah et al., 2012).
Seperti yang diketahui bahwa batu kapur mengandung sebagian besar
mineral kalsium karbonat yaitu sekitar 95%. Kandungan kalsium karbonat ini dapat
diubah menjadi kalsium oksida dengan kalsinasi sehingga lebih mudah dimurnikan
untuk mendapatkan kalsiumnya. Dengan cara ini, batu kapur dapat dimanfaatkan
dalam sektor kesehatan, yakni dalam aplikasi klinis untuk penelitian dibidang medis
dan untuk perkembangan dalam pembuatan biomaterial sehingga meningkatkan
nilai ekonomis batu kapur itu sendiri (Gusti, 2008).

Gambar 2.3 Senyawa Kalsium Karbonat [CaCO3]


Tabel 2.3 Sifat – sifat fisika dan kimia pada kalsium karbonat [CaCO3]
Sifat Fisika dan Kimia
Molaritas 100.0869 g/mol
Bau Tidak Berbau
2.711 g/cm3 (calcite)
Massa Jenis
2.83 g/cm3 (aragonite)
1339oC (calcite)
Titik Leleh
825oC (aragonite)
Titik Didih Mendekomposisi
Kelarutan di Air 0.0013 g/100 ml
Ksp 4.8 x 10-9
Indeks Bias 1.59
∆Hf -1207 kJ/mol
Wujud Serbuk Putih
2.4 Natrium Hidroksida [NaOH]
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, soda api,
atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida
terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium
hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia
digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa
dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan
deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam
laboratorium kimia (Kirk and Othmer, 1979).
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk
pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50% yang biasa disebut larutan
Sorensen. Ia bersifat lembap cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari
udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan,
karena pada proses pelarutannya dalam air bereaksi secara eksotermis. Ia juga larut
dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih
kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar
lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan
kertas (Greenwood, 1997).
Menurut Surya (1996), adapun sifat-sifat dari NaOH ini antara lain :
1. Merupakan kristal putih yang mudah mencair atau luntur, dan dapat
menyerap air dan karbon dioksida (CO2) dari udara, larut dalam air, alkohol
dan gliserol.
2. Bersifat korosif untuk jaringan mata, kulit, dan selaput pernafasan. Oleh
karena itu uap kostik soda yang diijinkan pada di udara hanya sebanyak 2
mg tiap meter kubik udara.
3. Pada suhu yang tinggi akan menguap, dan pada suhu yang sangat tinggi
terpisah menjadi logam Na, zat pembakar dan zat cair.
4. Titik didihnya 318ºC, berat jenisnya 2.13, titik bekunya 5ºC - 11ºC, titik
lelehnya 97.8ºC.
5. Tekanan uapnya 1 mmHg, pH larutan basa kuat
Gambar 2.4 Senyawa Natrium Hidroksida [NaOH]
Tabel 2.4 Sifat – sifat fisika dan kimia pada natrium hidroksida [NaOH]
Sifat Fisika dan Kimia

Rumus kimia NaOH

Massa molar 39,9971 g/mol

Penampilan zat padat putih

Densitas 2,1 g/cm³, padat

Titik lebur 318°C (591 K)

Titik didih 1390°C (1663 K)

Kelarutan dalam air 111 g/100 ml (20°C)

Kebasaan (pKb) -2,43

Titik nyala Tidak mudah terbakar

2.5 Asam Klorida [HCl]


Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia
adalah asam kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam lambung. Senyawa
ini juga digunakan secara luas dalam industri. Asam klorida harus ditangani dengan
wewanti keselamatan yang tepat karena merupakan cairan yang sangat korosif.
Asam klorida pernah menjadi zat yang sangat penting dan sering digunakan dalam
awal sejarahnya (William, 1984).
Asam klorida merupakan asam pilihan dalam titrasi untuk menentukan
jumlah basa. Asam yang lebih kuat akan memberikan hasil yang lebih baik oleh
karena titik akhir yang jelas. Asam klorida azeotropik (kira-kira 20,2%) dapat
digunakan sebagai standar primer dalam analisis kuantitatif, walaupun
konsentrasinya bergantung pada tekanan atmosfernya ketika dibuat. Asam klorida
sering digunakan dalam analisis kimia untuk "mencerna" sampel-sampel analisis.
Asam klorida pekat melarutkan banyak jenis logam dan menghasilkan logam
klorida dan gas hidrogen. Ia juga bereaksi dengan senyawa dasar semacam kalsium
karbonat dan tembaga (II) oksida, menghasilkan klorida terlarut yang dapat
dianalisis (Greenwood, 1997).

Gambar 2.5 Senyawa Asam Klorida [HCl]


Tabel 2.5 Sifat – sifat fisika dan kimia pada asam klorida [HCl]
Sifat Fisika dan Kimia

Rumus kimia HCl dalam air (H2O)

Massa molar 36,46 g/mol (HCl)

Penampilan Cairan tak berwarna sampai


dengan kuning pucat

Densitas 1,18 g/cm3 (variable)

Titik lebur −27,32°C (247 K), larutan


38%

Titik didih 110°C (383 K), larutan


20,2%;
48°C (321 K), larutan 38%.

Kelarutan dalam air Tercampur Penuh

log P 0,25

Keasaman (pKa) −6,3

Viskositas 1,9 mPa·s pada 25 °C,


larutan 31,5%

Titik nyala Tak ternyalakan.


2.6 Ekstraksi
Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan
yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat,
menggunakan menstrumyang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari
pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya (Ansel,
1989).
Menurut Svahla (1979), proses ekstraksi dapat berlangsung pada:
1. Ekstraksi parfum, untuk mendapatkan komponen dari bahan yang wangi.
2. Ekstraksi cair-cair atau dikenal juga dengan nama ekstraksi solven.
Ekstraksi jenis ini merupakan proses yang umum digunakan dalam skala
laboratorium maupun skala industri.
3. Leaching, adalah proses pemisahan kimia yang bertujuan untuk
memisahkan suatu senyawa kimia dari matriks padatan ke dalam cairan.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya
denganmenggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika
tercapai kesetimbanganantara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan
konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari
sampel dengan penyaringan. Ekstrak awal sulitdipisahkan melalui teknik
pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena itu, ekstrak
awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran molekul
yang sama (Svehla, 1979).
Ekstraksi pelarut menghasilkan sebuah larutan melalui sebuah proses
pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya. Dengan Hukum
Distribusi dapat diketahui bahwa zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-
pelarut tertentu. Contohnya bila banyaknya iod diubah-ubah, angka banding
konsentrasi-konsentrasi itu selalu konstan dengana syarat temperaturnya konstan
(Svehla, 1979).

2.6.1 Ekstraksi Padat – Cair


Ekstraksi padat – cair atau Leaching adalah transfer difusi komponen
terlarut dalam dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses
yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke
keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat
dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi.
Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam
pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena
efektivitasnya (Lucas, 1949).
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia
ditempatkan dalam selongsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa,
cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dan
dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul – molekul cairan penyari
yang jatuh ke dalam selongsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan
penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu
alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai
bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT atau sirkulasi
telah mencapai 20 – 25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan
(Sudjadi, 1986).
Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses leaching adalah: jumlah
konstituen (solute) dan distribusinya dalam padatan, sifat padatan, dan ukuran
partikel. Mekanisme proses leaching dimulai dari perpindahan solven dari larutan
ke permukaan solid (adsorpsi), diikuti dengan difusi solven ke dalam solid dan
pelarutan solut oleh solven, kemudian difusi ikatan solute - solven ke permukaan
solid, dan desorpsi campuran solut-solven dari permukaan solid kedalam badan
pelarut. Pada umumnya perpindahan solven ke permukaan terjadi sangat cepat di
mana berlangsung pada saat terjadi kontak antara solid dan solvent, sehingga
kecepatan difusi campuran solut-solven ke permukaan solid merupakan tahapan
yang mengontrol keseluruhan proses leaching. Kecepatan difusi ini tergantung pada
beberapa faktor yaitu : temperatur, luas permukaan partikel, pelarut, perbandingan
solut dan solven, kecepatan dan lama pengadukan. Untuk memisahkan minyak dari
pelarutnya, dilakukan dengan cara distilasi (Pramudono dkk, 2008).
Prinsip ekstraksi padat - cair adalah adanya kemampuan senyawa dalam
suatu matriks yang kompleks dari suatu padatan, yang dapat larut oleh suatu pelarut
tertentu. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk tercapainya kondisi optimum
ekstraksi antara lain: senyawa dapat terlarut dalam pelarut dengan waktu yang
singkat, pelarut harus selektif melarutkan senyawa yang dikehendaki, senyawa
analit memiliki konsentrasi yang tinggi untuk memudahkan ekstraksi, serta tersedia
metode memisahkan kembali senyawa analit dari pelarut pengekstraksi (Fajriati
dkk, 2011).

2.7 Metode Operasi Padat – Cair


Menurut Pramudono (1988), metode operasi ekstraksi padat - cair tersebut
dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut :
1. Operasi dengan sistem bertahap tunggal
Operasi sistem bertahap tunggal (Gambar 2.7) dilakukan dengan
pengontakan antara padatan dan pelarut yang dilakukan sekaligus, dan
kemudian disusul dengan pemisahan larutan dari padatan sisa. Cara ini
jarang ditemukan dalam operasi industri karena perolehan solute yang
rendah.

Gambar 2.7 Sistem ekstraksi bertahap tunggal


2. Operasi dengan sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar atau aliran
silang
Operasi ini dimulai dengan pencampuran umpan padatan dan pelarut dalam
tahap pertama; kemudian aliran bawah dari tahap ini dikontakkan dengan
pelarut baru pada tahap berikutnya, dan demikian seterusnya. Larutan yang
diperoleh sebagai aliran atas dapat dikumpulkan menjadi satu seperti yang
terjadi pada sistem dengan aliran sejajar (Gambar 2.8), atau ditampung
secara terpisah, seperti pada sistem dengan aliran silang (Gambar 2.9).

Gambar 2.8 Sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar


Gambar 2.9 Sistem bertahap banyak dengan aliran silang
3. Operasi secara kontinu dengan aliran berlawanan
Dalam sistem ini, aliran bawah dan atas mengalir secara berlawanan.
Operasi dimulai pada tahap pertama dengan mengontakkan larutan pekat
yang merupakan aliran atas tahap kedua, dan padatan baru. Operasi berakhir
pada tahap ke-n (tahap terakhir), dimana terjadi pencampuran antara pelarut
baru dan padatan yang berasal dari tahap ke-n (n-1). Dapat dimengerti
bahwa sistem ini memungkinkan didapatkannya perolehan solute yang
tinggi, sehingga banyak digunakan di dalam industri.

Gambar 2.10 Sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan


4. Operasi secara batch dengan sistem bertahap banyak dengan aliran
berlawanan
Sistem ini terdiri dari beberapa unit pengontak batch yang disusun berderet
atau dalam lingkaran yang dikenal sebagai rangkaian ekstraksi (extraction
battery). Di dalam sistem ini, padatan dibiarkan stationer dalam setiap
tangki dan dikontakkan dengan beberapa larutan yang konsentrasinya makin
menurun. Padatan yang hampir tidak mengandung solute meninggalkan
rangkaian setelah dikontakkan dengan pelarut baru, sedangkan larutan pekat
sebelum keluar dari rangkaian terlebih dahulu dikontakkan dengan padatan
baru di dalam tangki yang lain.

Gambar 2.11 Operasi batch bertahap empat dengan aliran berlawanan

2.7.1 Operasi Secara Kontinu dengan Aliran Berlawanan (Counter Current)


Operasi leaching dilakukan secara kontinu dengan menggunakan simulasi
batch bertahap tiga aliran berlawanan. Langkah operasinya seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.12. Langkah 1 sampai dengan 3 dianggap sebagai
langkah pendahuluan karena pada ketiga langkah pertama ini hasil yang didapat
masih berubah-ubah dan belum steady, sedangkan langkah 4 sampai dengan 6
adalah langkah operasi sesungguhnya, di mana diharapkan mulai langkah ke 4
operasi telah berada dalam keadaan mantap atau steady state. Pada langkah
pertama, biji buah alpukat dan pelarut dimasukkan sebagai umpan ke dalam
ekstraktor, dan selanjutnya dilakukan proses leaching. Setelah proses leaching
selesai, cairan dan padatannya dipisahkan sebagai ekstrak dan rafinat. Pada langkah
kedua pelarut baru (fresh solvent) ditambahkan ke dalam ekstraktor ke- 3 di mana
ekstraktor masih berisi padatan sisa pada langkah pertama. Setelah dilakukan
leaching rafinat dimasukkan ke dalam ekstraktor yang ke-2, kemudian dimasukan
umpan baru. Bila dalam ekstrak terdapat endapan padatan maka sebelum dianalisis
dipisahkan lebih dulu dengan centrifuge. Demikian seterusnya langkah-langkah
percobaan ini dilakukan sesuai dengan gambar 2.12 (Pramudono, 1988).
Gambar 2.12 Operasi ekstraksi kontinyu menggunakan simulasi batch bertahap
tiga dengan aliran lawan arah

2.8 Kesetimbangan Padat - Cair


Secara sederhana ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemindahan
satu atau lebih komponen dari satu fase ke fase yang lainnya. Namun dibalik
definisi sederhana ini tersimpan kerumitan yang cukup besar. Pemisahan
berkebalikan dengan intuisi termodinamik, karena entropi diperoleh melalui
pencampuran, bukan pemisahan; metode ekstraksi dikembangkan berdasarkan
perpindahan menuju kesetimbangan, sehingga kinetika perpindahan massa tidak
dapat diabaikan (Majid dan Nurkholis, 2008).
Untuk kesetimbangan padat – cair, didapatkan melalui :

Gambar 2.13 Rumus kesetimbangan padat – cair (Hiskia, 1992).

Gambar 2.13 Skema Kesetimbangan Padat - Cair


DAFTAR PUSTAKA

Armid. 2009. Petunjuk Praktikum Metode Pemisahan Kimia Analitik. F-MIPA


Unhalu. Kendari.

Castagnola, L dan Orlay, H.G. 1956. A System of Endodontia. London : Pitman


Medical Publishing de Queiroz, A.M., Assed,S., Leonardo, M.R., Filho, P.N.,
da Silva, L.A.B. 2005. MTA and Calcium Hydroxide for Pulp Capping. J.
Appl. Oral Sci. vol.13 no.2 Bauru Apr.

Cullinane J.T, G. T. (2004). Carbon dioxide absorption with aqueous potassium


carbonate promoted by piperazine. Department of Chemical Engineering,
University of Texas, Austin.

Gutmant, Jl. 1996. Obturation of the clenned and shaped root canal system .
pathway pulp. Mosbyc ompany.

Hiskia Achmad. 1992. Wujud Zat dan Kesetimbangan Kimia. Bandung: Citra
Aditya Bakti

Kavitha, R. 2005. Clinical Radiography Evaluation of Pulpectomis using Zinc


Oxide Eugenol with Iodoform, Calcium Hydroxide with Iodoform, Zink Oxide
Eugenol and Calcium Hydroxide with Iodoform (a dissertation). Madras :
Taminadu DR. M.G. K. Medical university.

Kirk-Othmer. 1979. Encyclopedia of Chemical Technology 5th edition. John Wiley


& Sons.

N. N. Greenwood, A. Earnshaw, Chemistry of the Elements, 2nd ed., Butterworth-


Heinemann, Oxford, UK, 1997.

Pramudono B., Widioko, S.A., Rustayawan, W., 2008. Ekstraksi Kontinyu dengan
Simulasi Batch Tiga Tahap Aliran Lawan Arah : Pengambilan Minyak Biji
Alpukat Menggunakan Pelarut n-Hexane dan Iso Propil Alkohol. Reaktor,
Vol. 12 No. 1, 38 : 41.

Sudjadi, Drs. 1986. Metode Pemisahan. UGM Press : Yogyakarta.


Surya Indah. (1996). Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Penguapan pada
Proses Kostisasi terhadap Kualitas Kain Rayon Viskosa. Skripsi: UII
Yogyakarta

William L. Jolly (1984), Modern Inorganic Chemistry, McGraw-Hill, hlm. 177

Yusmardiana., NST. (2002). Bahan semen saluran akar berbasis kalsium


hidroksida pada perawatan sa luran akar. Medan :USU.

Anda mungkin juga menyukai