Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi netralisasi dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi larutan asam
atau basa. Caranya dengan menambahkan setetes demi tetes basa kepada larutan
asam. Setiap basa yang diteteskan bereaksi dengan asam, dan penetesan
dihentikan pada saat jumlah mol H + setara dengan mol OH-. Pada saat itu larutan
bersifat netral dan disebut titik ekivalen. Cara seperti ini disebut titrasi, yaitu
analisis dengan mengukur jumlah larutan yang diperlukan untuk bereaksi tepat
sama dengan larutan lain disebut titrasi. Analisis ini disebut juga analisis
volumetri, karena yang diukur adalah volume larutan basa yang terpakai dengan
volume tertentu larutan asam (Syukuri, 1999).
Titrasi asam basa sangat berguna dalam dunia kefarmasian terutama untuk
reaksi-reaksi dalam pembuatan obat. Oleh karena itu asidi alkalimetri sangat
perlu untuk dipelajari.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan Asidi-Alkalimetri adalah:
1.

Bagaimana cara menstandarisasi larutan?

2.

Bagaimana cara menentukan kadar asam asetat?

3.

Bagaimana tahapan titrasi yang terjadi dalam proses titrasi lautan?

1.3 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.

Untuk mengetahui cara menstandarisasi larutan.

2.

Untuk mengetahui cara menentukan kadar asam asetat.

3.

Untuk mengetahui tahapan titrasi yang terjadi dalam proses titrasi larutan.

1.4 Manfaat Percobaan


Manfaat yang diperoleh dari percobaan ini adalah:
1.

Praktikan mengetahui cara menstandarisasi larutan.

2.

Praktikan mengetahui cara menentukan kadar asam asetat

3.

Praktikan mengetahui tahapan titrasi yang terjadi dalam proses titrasi

larutan.
1.5 Ruang Lingkup Percobaan
Pelaksanaan percobaan modul Analisis Volumetri: Asidi-Alkalimetri ini
dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa Departemen Teknik Kimia Univeritas
Sumatera Utara. Kondisi ruangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Suhu Ruangan

: 30 oC

Tekanan Udara

: 760 mmHg

Dalam percobaan ini bahan yang digunakan adalah natrium hidroksida


(NaOH) 0,3 N, asam fosfat (H3PO4) 0,4 N, asam cuka Heinz White Vinegar
Distilled (CH3COOH), phenolphthalein (C20H14O4), dan aquadest (H2O),
sedangkan alat yamg digunakan adalah beaker glass, pipet tetes, buret, labu
erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk, corong, statif dan klem.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asidi-Alkalimetri
Asidi-alkalimetri termasuk kedalam reaksi penetralan, yakni reaksi hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral.
H+

OH- H2O

Pereaksi atau larutan yang selalu dijumpai di laboratorium dimana


pembakuannya dapat ditetapkan berdasarkan pada prinsip netralisasi asam-basa
(asidi/alkalimetri) diantaranya adalah :
1.

asam-asam seperti HCl, H2SO4, CH3COOH, H2C2O4; dan

2.

basa-basa seperti NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2, NH4OH.


Asam atau basa tersebut memiliki sifat sifat yang menyebabkan

konsentrasi larutannya sukar bahkan tidak mungkin dipastikan langsung dari


proses hasil pembuatan/ pengenceran (HAM, 2006).
2.2 Teori Asam-Basa
Sifat asam dan basa suatu larutan dipelajari oleh beberapa ahli. Pada
mulanya teori asam dan basa dikemukakan oleh Arrhenius, kemudian BronstedLowry dan selanjutnya Lewis. Ketiga teori ini tidak bertentangan satu sama lain,
teori itu berkembang makin luas penggunaannya, teori Arrhenius hanya terbatas
dalam larutan air, teori Bronsted-Lowry berlaku untuk semua pelarut, sedang
teori Lewis lebih luas lagi. Walaupun tanpa pelarut, teori ini dapat berlaku.
2.2.1

Teori Asam-Basa Arrhenius


Arrhenius menyatakan bahwa asam adalah zat yang dalam air
melepaskan ion hidrogen, H+ sedang basa adalah zat yang dalam air
melepaskan ion hidroksida, OH-.
Contoh :

HCl(g) + air HCl(aq)


HCl(aq) H+(aq) + Cl-(aq)
NaOH(s) + air NaOH(aq)
NaOH(aq) Na+(aq) + OH-(aq)

2.2.2

Teori Asam Basa Bronsted Lowry

Asam adalah zat atau ion yang mampu mendonorkan


protonnya. Sedang basa adalah zat atau ion yang dapat menerima
proton atau proton akseptor. Perhatikan persamaan yang ditulis oleh
beliau.
NH3(g) + H2O(l) NH4+(aq) + OH-(aq)
NH3 dinyatakan basa karena bertindak sebagai proton akseptor,
menerima

proton, H+ dari H2O. Sehingga H2O sebagai asam

karena menjadi proton donor. Proton, H + didonorkannya kepada


NH3. Tampak bahwa kedua teori itu tidak bertentangan, namun
terjadi perkembangan konsep pada Bronsted-Lowry, yaitu reaksi ini
berupa reaksi kesetimbangan. NH3 proton akseptor, menjadi NH4+.
Namun kedua hasil reaksi juga mengadakan tumbukan dan NH 4+
menjadi proton donor, sehingga dapat berubah kembali menjadi
NH3. Dikatakan NH3 dan NH4+ adalah basa dan asam pasangan, atau
asam basa konjugasi. Mereka berdua, asam dan basa saling
terkonjugasi satu sama lain. Teori Bronsted-Lowry ini dapat berlaku
pada pelarut apa saja, sedang Arrhenius hanya pelarut air.
2.2.3

Teori Asam Basa Lewis


NH3 menurut beliau basa, menurut kedua teori yang lain juga
basa. Jadi tidak bertentangan. Namun teori Lewis lebih luas lagi,
dapat digunakan walaupun zat-zat yang bersangkutan tidak
dilarutkan dalam air maupun pelarut lain. Maksudnya, dalam bentuk
padat, cair, maupun gas tetap teori asam basa ini dapat berlaku. Hal
ini disebabkan oleh dasar dari teori ini adalah donor dan akseptor
pasangan elektron. Jadi tinjauannya hanya pada pasangan elektron
ikatan itu milik siapa. Perhatikan persamaan berikut,
NH3 + H2O NH4OH
Jika menuulis dengan struktur Lewis, maka pasangan elektron
bebas dari NH3 menarik H+ dari air, sehingga terjadi ion NH 4+ dan
OH-. Sebagai akibatnya, NH4OH memiliki 3 jenis ikatan, yaitu 3
ikatan kovalen polar N-H dari NH 3, satu ikatan koordinasi dari NH 3 dan

H+, dan ikatan ion antara NH4+ dan OH- (Utami, 2011).

2.3 Titrasi Asam-Basa


Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa
panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum
dan sesudah titrasi. Larutan asam yang akan dititrasi dimasukkan ke erlenmeyer,
dengan mengukur terlebuh dahulu volumenya. Untuk mengamati titik ekuivalen
dipakai indikator yang perubahan warnanya dititk ekuivalen. Saat terjadi
perubahan warna itu disebut titik akhir.
Dalam reaksi penetralan, terdapat beberapa macam reaksi asam dengan basa,
sebagai berikut
1. Titrasi asam kuat dan basa kuat
2. Titrasi asam lemah dan basa kuat
3. Titrasi asam kuat dan basa lemah
(Syukuri, 1999)
2.4 Prinsip Titrasi Asam-Basa
Dalam titrasi, suatu larutan yang harus dinetralkan, misalnya asam,
dimasukkan kedalam wadah atau tabung. Larutan lain, yaitu basa, dimasukkan ke
dalam buret lalu dimasukkan ke dalam asam, mula-mula cepat, kemudian tetes
demi tetes, sampai titik setara dari titrasi tersebut tercapai. Salah satu usaha
untuk mencari titik setara adalah melalui perubahan warna dari indikator asambasa. Titrasi pada titrasi dimana indikator berubah warna dinamakan titik akhir
(end point) dari indikator. Yang diperlukan adalah memadankan titik akhir
indikator dengan titik setara penetralan. Ini dapat tercapai jika kita dapat
menemukan indikator yang berubah warnanya terjadi dalam selang pH yang
meliputi pH sesuai dengan titik setara (Petrucci, 1992).
2.5 Indikator Titrasi
Ada satu kelompok senyawa yang memiliki sifat khas, yaitu warnanya dapat
berubah oleh perubahan pH larutannya. Sifat inilah yang barangkali mendorong
penamaan kelompok zat tersebut sebagai indikator. Umumnya kelompok
senyawa tersebut tergolong senyawa organik.
Suatu indikator memiliki kepekaan terhadap perubahan pH larutan, ada juga
kelompok indikator yang peka terhadap konsentrasi ion-ion logam tertentu
seperti ion Mg2+, Ca2+, dan ion Cu2+.

Analis mendapat keuntungan dari perubahan pH yang besar yang terjadi


dalam titrasi untuk menentukan saat kapan titik ekivalen tercapai. Indikator
phenolphthalein yang sudah dikenal merupakan asam diprotik dan tidak
berwarna. Indikator ini

terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan

kemudian, dengan hilangnya proton kedua, menjadi ion dengan sistem


terkonjugat, menghasilkan warna merah.
Macam macam indikator dari segi fungsinya, dikenal beberapa macam:
a. Indikator Asam-basa
Contoh: Lakmus, Phenolftalien, Fenol merah, Metal jingga, Metal
b.

merah, Brom-timol biru.


Indikator redoks
Contoh: Metilen biru, Difenil-amin, Difenil karbazida, Feroin,

Nitroferoin, 5-metilferoin.
Indikator kulometrik
(berupa elektroda pembanding)
d. Indikator kelometrik
Contoh: Erichrome black-T, Kalmagit, Difenil karbazida
e. Indikator pengendapan
Contoh: Eosin, Fluoresin, Diklorofluoresin, Ortokrom
(HAM, 2006)
c.

2.6 Aplikasi Asidi-Alkalimetri Indikator Titrasi Asam-Basa Dari Ekstrak


Bunga Sepatu (Hibiscus rosa sinensis L)
Tanaman bunga sepatu (Hibiscus rosa sinensis L), mudah dibudidayakan di
daerah beriklim tropis dengan stek batang, mulai berbunga umur 3-4 bulan (Rauf
dan Nuryanti, 2004). Kelopak bunganya dikenal sebagai refrigerantdan
demulcent, daunya digunakan untuk obat pencahar, sedangkan akarnya
dimanfaatkan sebagai obat batuk. Studi fitokimia mengungkapkan terdapat
bahan-bahan kimia diantaranya flavonoid, flavonoid glikosida, hibiscetine, asam
sitrat, asam tartrat, siklopropenoid dan pigmen antosianin. Antosianin yang
terdapat pada bunga sepatu adalah jenis pelargonidin.
Antosianin dari berbagai tanaman semakin banyak digunakan dalam industri
makanan dan obat-obatan karena warnanya menarik dan aman bagi kesehatan.
Warna antosianin sangat dipengaruhi oleh struktur antosianin serta derajat
keasaman (pH) (Jacman dkk.,1987). Antosianin cenderung tidak berwarna di
daerah pH netral, di dalam larutan yang pHnya sangat asam (pH< 3) memberikan
warna merah yang maksium, sedangkan di dalam larutan alkali (pH 10,5) pigmen

antosianin mengalami perubahan warna menjadi biru. Berdasarkan perubahan


warna pada ring pH tersebut, mungkinkah bahan alam khususnya bunga yang
mengandung antosianin dapat digunakan sebagai indikator titrasi asam-basa.
Tujuan penelitian ini yang utama adalah bagaimanan membuat ekstrak
bunga sepatu sebagai indikator titrasi asam basa. Selain itu bertujuan untuk
mengetahui apakah indikator dari ekstrak mahkota bunga sepatu dapat digunakan
sebagai pengganti indikator sintetis.
Hasil indikator dari ekstrak mahkota bunga sepatu yang diperoleh,
menunjukkan perubahan warna yaitu dalam larutan asam berwarna merah dan
dalam basa bewarna hijau. Perubahan warna ekstrak mahkota bunga sepatu
dalam larutan asam dan basa disebabkan adanya antosianin, larutan ekstrak
mahkota bunga sepatu dalam asam tidak berwarna dalam basa berwarna violet
(Bhagat dkk., 2008). Antosianin dalam strukturnya mengandung kation
flavilium, dapat terjadi perubahan warna karena terjadinya perubahan bentuk
struktur yang disebabkan oleh pengaruh pH. Hasil analisis ekstrak mahkota
bunga sepatu, dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, kondisi larutan
pada pH 8 muncul serapan pada daerah panjang gelombang ( maks) 601 nm,
warna larutan dalam pH tersebut hijau kebiruan.
Ekstrak mahkota bunga sepatu sebagai indikator karena mengandung
antosianin, yang dapat mengalami kesetimbangan dengan membentuk senyawa
anhidrobase. Hasil yang diperoleh pada titrasi basa kuat dengan asam kuat
menunjukkan pH di atas 9,60 berwarna hijau, perubahan warna tersebut
menunjukkan jangkauan pH indikator fenolftalein yaitu 8,0-9,6. Hasil titrasi basa
lemah dengan asam kuat, menggunakan indikator ekstrak mahkota bunga sepatu
yang diperoleh menunjukkan pH di atas 4,29 berwarna hijau, diantara pH 4,293,09 terjadi perubahan warna sedikit demi sedikit dari hijau menjadi merah, dan
pH di bawah 3,09 larutan berwarna merah. Hasil titrasi asam lemah dengan basa
kuat dengan menggunakan indikator ekstrak mahkota bunga sepatu yang
diperoleh menunjukkan pH di bawah 5,80 berwarna merah, diantara pH 5,809,55 terjadi perubahan warna sedikit demi sedikit dari merah menjadi hijau, dan
pH di di atas 9,55 larutan berwarna hijau (Nuryanti, dkk., 2010).
2.6.1

Flowchart Preparasi Ekstrak Mahkota Bunga Sepatu

Mulai

Masukan 5 gram buah jeruk yang sudah digerus


kedalam Erlenmeyer
Dicuci dengan aquades sampai bersih

Dipotong kecil-kecil

Ditambah pelarut n-heksana sebanyak 500 mL


Dimaserasi selama 20 jam

Disaring

Residu kemudian diekstraksi kembali


dengan metanol-asam asetat
sebanyak 500 mL selama 20 jam

Hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan


penyaring kain kasa

Disaring kembali dengan kertas saring

Filtrat hasil penyaringan kemudian dievaporasi


sampai volume menjadi setengahnya

Selesai
Gambar 2.1 Preparasi Ekstrak Mahkota Bunga Sepatu
(Nuryanti,dkk., 2010)

2.6.2

Uji Coba Ekstrak Mahkota Bunga Sepatu Sebagai Indikator


2.6.2.1 Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat
Mulai
Diukur sebanyak 45 mL larutan NaOH yang sudah
distandarisasi

Dimasukkan dalam erlenmeyer


Tambah beberapa tetes indikator ekstrak mahkota bunga
sepatu sampai larutan berwarna hijau muda
berwarna hijau muda

Dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai


terjadi perubahan warna

Ulangi titrasi sampai 3 kali

Catat volume larutan HCl 0,1 N yang diperlukan untuk


titrasi
Catat volume larutan HCl 0,1 N yang diperlukan untuk
titrasi

Tidak
Apakah sudah
mengganti indikator
dengan
phenolphthalein
sebagai pembanding?
Ya
Selesai
Gambar 2.2 Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat
(Nuryanti,dkk., 2010)
2.6.2.2 Titrasi Basa Lemah dan Asam Kuat
Mulai
Diukur sebanyak 45 mL larutan NaHCO3 yang sudah
distandarisasi

Dimasukkan dalam erlenmeyer


Tambah beberapa tetes indikator ekstrak mahkota bunga
sepatu sampai larutan berwarna hijau muda
berwarna hijau muda

Dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai


terjadi perubahan warna

Ulangi titrasi sampai 3 kali

Catat volume larutan HCl 0,1 N yang diperlukan untuk


titrasi
Catat volume larutan HCl 0,1 N yang diperlukan untuk
titrasi

Apakah sudah
mengganti indikator
dengan
phenolphthalein
sebagai pembanding?
Ya
Selesai
Gambar 2.3 Titrasi Basa Lemah dan Asam Kuat
(Nuryanti,dkk., 2010)
2.6.2.3 Titrasi Asam Lemah dan Basa Kuat
Mulai
Diukur sebanyak 45 mL larutan CH3COOH yang
sudah distandarisasi

Tidak

Dimasukkan dalam erlenmeyer


Tambah beberapa tetes indikator ekstrak mahkota bunga
sepatu sampai larutan berwarna hijau muda
berwarna hijau muda

Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N


sampai terjadi perubahan warna

Ulangi titrasi sampai 3 kali

Catat volume larutan NaOH 0,1 N yang diperlukan untuk


titrasi
Catat volume larutan NaOH 0,1 N yang diperlukan untuk
titrasi

Apakah sudah
mengganti indikator
dengan
phenolphthalein
sebagai pembanding?
Ya
Selesai
Gambar 2.4 Titrasi Basa Kuat dan Asam Lemah
(Nuryanti, dkk., 2010)

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bahan

Tidak

3.1.1

Asam asetat (CH3COOH)


Fungsi: sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asamnya.
A. Sifat Fisika :
1.

Densitas

: 1.049 g/ml

2.

Titik didih

: 118.1C (244.6F)

3.

Titik beku

: 16.6C (61.9F)

4.

Tekanan

: 1.5 kPa

5.

Berat molekul

: 60.05 g/mole

B. Sifat Kimia :
1.

Berwujud cair dalam suhu kamar

2.

Mudah larut dalam air panas dan air dingin

3.

Tidak mudah terbakar

4.

Tidak berwarna

5.

Korosif

(ScienceLab, 2013a)
3.1.2

Asam fosfat (H3PO4)


Fungsi: sebagai larutan untuk menstandarisasi larutan NaOH.
A. Sifat Fisika :
1.

Densitas

: 1.685 g/ml

2.

Titik didih

: 158C (316.4F)

3.

Titik beku

: 21C (69.8F)

4.

Tekanan

: 0.3 kPa (@ 20C)

5.

Warna

: Tidak berwarna

B. Sifat Kimia :
1.

Tidak mudah terbakar

2.

Tidak berbau

3.

Cair dalam suhu ruang

4.

Mudah larut dalam air hangat dapat pula larut dalam air dingin

5.

Mudah meledak bila dicampur nitrometana

(ScienceLab, 2013b)
3.1.3

Aquadest (H2O)
Fungsi : sebagai pelarut.
A. Sifat Fisika:
1. Berat Molekul

: 18,02 g/mol

2.

PH

:7

3.

Titik didih

: 100 oC

4.

Titik lebur

: 0 C

5.

Densitas

: 1 g/cm3

B. Sifat Kimia :
1.

Pelarut yang kuat.

2.

Pelarut universal.

3.

Bersifat polar.

4.

Memiliki sejumlah momen dipol.

5.

Sifat adhesi yang tinggi.

(ScienceLab, 2013c).
3.1.4

Natrium hidroksida (NaOH)


Fungsi: sebagai larutan standar untuk mentritrasi asam cuka (titran).
A. Sifat Fisika :
1.

Berat molekul

: 40 g/mole

2.

Densitas dan fase

: 2,100 g cm3, cairan

3.

Titik lebur

: 318 C

4.

Titik didih

: 1390 C

5.

Penampilan

: Cairan higroskopis tak berwarna.

B. Sifat Kimia :
1.

NaOH sangat mudah menyerap gas CO2.

2.

Senyawa ini sangat mudah larut dalam air.

3.

Merupakan larutan basa kuat.

4.

Sangat korosif terhadap jaringan Organik.

5.

Dapat bereaksi dengan asam karboksilat.

(ScienceLab, 2013d)
3.1.5

Phenolphthalein (C20H14O4)
Fungsi: sebagai indikator yang menunjukkan titik akhir titrasi (titik
ekivalen).
A. Sifat Fisika :
1.

Massa jenis

: 1,227 g/cm3 pada 32oC

2.

Titik Lebur

: 262,5C

3.

Titik didih

: 79.58C (175.2F)

4.

Massa molar

: 318 g/mol

5.

Tekanan

: 5.7 kPa

B. Sifat Kimia :
1. Trayek pH 8,2 10.
2.

Merupakan indikator dalam analisa kimia.

3. Tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya


sebagai indikator.
4.

Larut dalam 95% etil alkohol.

5.

Pada larutan basa berwarna pink.

(ScienceLab, 2013e)
3.2 Peralatan
1. Gelas ukur
Fungsi : untuk mengukur volume bahan yang akan digunakan dalam
percobaan.
2. Pipet tetes
Fungsi : untuk mengambil indikator (phenolphtalein) dalam botol dan
meneteskannya ke erlenmeyer.
3. Buret
Fungsi : untuk wadah pentiter (NaOH).
4. Erlenmeyer
Fungsi : untuk wadah larutan yang akan di titrasi.
5. Statif dan klem
Fungsi : untuk menyangga buret agar tetap dapat berdiri.

6. Corong
Fungsi : untuk memasukkan NaOH ke dalam buret.
7. Batang pengaduk
Fungsi : untuk mengaduk dua zat yang dicampur agar terjadi larutan
homogen.
8. Beaker glass
Fungsi : wadah penyiapan larutan
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1

Penyiapan Larutan NaOH 0,3 N


1. Dicuci dan dibilas beaker glass 500 ml
2. Ditimbang natrium hidroksida (NaOH) 6,0 gram dan dilarutkan ke
dalam beaker glass 500 ml yang berisi aquades.
3.

3.3.2

Diaduk larutan tersebut sampai larut.

Standarisasi Larutan NaOH


1.

Larutkan sejumlah tertentu asam fosfat 85% pada 100 ml aquades

2.

Pipet larutan diatas sebanyak 25 ml, masukkan kedalam erlenmayer


lalu tambahkan 2 tetes phenolphthalein.

3.

Titrasi dengan larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna


indikator menjadi pink (merah muda) yang stabil. Catat volume
NaOH yang terpakai.

4.
3.3.3

Lakukan titrasi duplo hingga diperoleh konsentrasi NaOH

Penentuan Kadar Asam Asetat dalam Cuka


1.

Pipet sampel sebanyak 25 ml, masukkan kedalam erlenmayer dan


tambahkan 2 tetes indikator phenolphthalein.

2.

Titarsi dengan larutan NaOH 0,3 N sampai terjadi perubahan warna


indikator menjadi pink (merah muda) yang stabil. Catat volume
NaOH yang digunakan.

3.

Lakukan titrasi diatas secara duplo lalu hitung kadar asam asetat
yang diperoleh.

3.4 Flowchart Percobaan


3.4.1

Penyiapan Larutan NaOH 0,3 N


Mulai

6 gram kristal NaOH dimasukkan ke dalam


beaker glass

Ditambahkan aquadest hingga


volume larutan 500 ml
Diaduk sampai larut

Selesai
Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Larutan NaOH 0,3 N

3.4.2

Standarisasi NaOH

Mulai

Larutan NaOH dimasukkan ke buret

Dimasukkan 25 ml larutan H3PO4 0.4N


ke dalam erlemeyer

Ditambahkan 2 tetes
phenolpthalein
Dititrasi dengan larutan
NaOH
Tidak
Apakah terjadi perubahan
warna dari bening menjadi
merah rosa yang stabil?
Ya
Ya
Dicatat volume NaOH yang terpakai
Tidak
Apakah percobaan sudah
dilakukan titrasi duplo?
?

Ditentukan konsentrasi NaOH

Selesai
Gambar 3.2 Flowchart standarisasi NaOH 0,3 N

3.4.3

Penentuan Kadar Asam Asetat dalam Cuka Beras Heinz White


Vinegar Distilled
Mulai
Sebanyak 25 ml sampel dimasukkan ke
dalam erlenmeyer

Titrasi dengan larutan


NaOH 0,3 N

Tidak
Apakah larutan
berubah warna
menjadi rosa ?

Tidak
Ya

Dihentikan titrasi dan tutup keran buret


Dicatat volume NaOH yang terpakai

Apakah percobaan
sudah dilakukan 2
kali ?

Ya

Dihiitung molaritas asam cuka


Selesai
Gambar 3.3 Flowchart Penentuan Kadar Asam Asetat dalam Cuka Beras Heinz
White Destiled

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
4.1.1

Penyiapan Larutan Standar NaOH 0,3 N


Tabel 4.1 Hasil Penyiapan Larutan Standar NaOH 0,3 N
Berat NaOH

Volume Pelarut

Konsentrasi NaOH

6 gram

500 ml

0,3 M

4.1.2

Standarisasi Larutan NaOH


Tabel 4.2 Hasil Standarisasi Larutan NaOH

No

Volume larutan
H3PO4
25 ml
25 ml
25 ml

1.
2.
Rata-rata
4.1.3

Volume NaOH

N NaOH teori

N NaOH praktek

18,2 ml
18,8 ml
18,5 ml

0,3 N

0,18 N

Penentuan Kadar Asam Asetat dalam Cuka Heinz White Vinegar


Distilled
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Kadar Asam Asetat dalam Cuka Heinz
White Vinegar Distilled

No
1
2
Rata-rata

Volume
Sampel
25 ml
25 ml
25 ml

Volume NaOH
69,4 ml
69,2 ml
69,3 ml

Konsentrasi

Konsenrasi

CH3COOH

CH3COOH

teori

praktek

0,875 N

0,83 N

4.2 Pembahasan
Grafik Penambahan Volume NaOH pada Sampel Asam Cuka Beras

Grafik 5.1 kenaikan pH asam cuka

Dari grafik kenaikan pH diatas, dapat dilihat bahwa setiap pentitrasian


NaOH 0,3 N sebanyak 25 ml pada sampel cuka Heinz White Destiled dengan
kadar 5 %, pH larutan tersebut akan naik secara konstan, sampai pada
penambahan NaOH 0,3 N sebanyak 68,3 ml. Pada penambahan 68,3 ml NaOH
0,3 N, CH3COOH habis bereaksi, atau melewati titik ekivalennya, sehingga pH
larutan naik dengan drastis.
Pada mulanya sebelum ditambahkan NaOH ke dalam larutan, larutan memilki
pH 2,42, dari penambahan volume NaOH pada 20 ml pH larutan naik menjadi
4,354 dari penambahan volume NaOH pada 40 ml pH larutan naik menjadi 4,88,
dan dari penambahan volume NaOH pada 68,3 ml pH larutan naik menjadi 11,68
dan mencapai titik akhir titrasi.
Pada percobaan, dari hasil titrasi diperoleh konsentrasi asam asetat dalam
cuka adalah 0,83 N, dengan kadar asam cuka adalah 5 % dan persen ralat
penentuan kadar asam asetat 4,69 %. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu:
1. Kurangnya teliti dalam melakukan proses titrasi.
2. Kurang tepat pada saat pembuatan larutan NaOH, misalnya dalam
3.

penimbangannya.
Kurang teliti dalam memperhatikan perubahan warna indikator.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Dari hasil percobaan standarisasi larutan NaOH, diperoleh konsentrasi NaOH
0,18N
2. Dari hasil percobaan penentuan kadar asam asetat (CH 3COOH) pada sampel
asam cuka beras "Heinz White Destiled diperoleh konsentrasi asam asetat
0,83 M
3. Dari hasil percobaan standarisasi larutan NaOH diperoleh % ralat sebesar
39,93%
4. Dari hasil percobaan penentuan kadar asam asetat dalam cuka beras Heinz

White Destiled diperoleh % ralat sebesar 4,96%


5. Dari hasil percobaan, pH meningkat seiring dengan penambahan larutan
NaOH. Semakin meningkatnya pH sampai melebihi batas netral, maka
konsentrasi ion hidroksida semakin meningkat, dan konsentrasi ion
hydronium semakin berkurang yang mengakibatkan larutan menjadi semakin
basa
.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diambil dari percobaan yang telah dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Dalam melakukan percobaan dapat digunakan asam kuat-basa kuat atau asam
kuat-basa lemah agar praktikan lebih dapat memahami titrasi asam-basa.
2. Disarankan volume sampel pada penentuan kadar divariasikan.
3. Saat pentiteran, praktikan harus memperhatikan tetesan larutan baku yang
diteteskan agar tidak mengenai dinding erlenmeyer.
4. Praktikan sebaiknya memilih peralatan yang baik. Sebelum percobaan,
periksa kondisi buret. Buret yang bocor memungkinkan persen ralat yang
begitu besar.
5. Diharapkan praktikan dapat melakukan titrasi balik dengan menganti NaOH
menjadi H2SO4

DAFTAR PUSTAKA
HAM, Mulyono. 2005. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Bumi
Aksara
Nuryanti, dkk. 2010. Indikator Titrasi Asam-Basa Dari Ekstrak Bunga Sepatu.
Yogyakatya: Universitas Gadjah Mada
Petrucci, Ralph. 1992. Kimia Dasar : Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:
Erlangga
Syukuri. 1999. Kimia Dasar. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Sciencelab. 2013. Material Safety Data Sheet Sodium hydroxide MSDS.
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924998. Diakeses 9 Maret
2015 pukul 22.34
.

2013.

Material

Safety

Data

Sheet

Acetic

acid

MSDS.

http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9922769. Diakses 9 Maret

2015 pukul 23.43


. 2013. Material Safety Data Sheet Phosphoric acid, 85% MSDS.
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927393. Diakses 9 Maret
2015 pukul 23.46
. 2013. Material Safety Data Sheet Phenolphthalein TS MSDS.
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9926477. Diakses 9 Maret
2015 pukul 22.45
.

2013.

Material

Safety

Data

Sheet

Water

MSDS.

http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927321. Diakses 9 Maret


2015 pukul 22.56
Utami, Sri. 2011. Teori Asam Basa. Surabaya: Universitas Airlangga

LAMPIRAN A
DATA PERCOBAAN
LA.1

Hasil Percobaan
Tabel LA.1 Hasil Penyiapan Larutan Standar NaOH 0,3 N
Berat NaOH

LA.2

Volume Pelarut

Konsentrasi NaOH

6 gram
500 ml
Standarisasi Larutan NaOH 0,3 N

0,3 M

Tabel LA.2 Hasil Standarisasi Larutan NaOH


No
1.
2.
Rata-rata

Volume larutan
H3PO4
25 ml
25 ml
25 ml

Volume NaOH

N NaOH teori

N NaOH praktek

18,2 ml
18,8 ml
18,5 ml

0,3 N

0,18 N

LA.3

Penentuan Kadar Asam Asetat dalam Cuka Heinz White Vinegar


Distilled
Tabel LA.3 Hasil Perhitungan Kadar Asam Asetat dalam Cuka Heinz
White Vinegar Distilled

No

Volume NaOH

Volume
Sampel

1
2
Rata-rata

25 ml
25 ml
25 ml

Konsentrasi

Konsenrasi

CH3COOH

CH3COOH

teori

praktek

0,875 N

0,83 N

69,4 ml
69,2 ml
69,3 ml

LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
LB.1

Penyiapan Larutan NaOH 0,3 N


N

=exM

=1x

0,3 N = x
0,3x 40 x 500

= 1000 W

6000

= 1000 W
W

= 6,0 gram

Sebanyak 6 gram kristal NaOH di larutkan dengan aquadest hingga 500 ml


ke dalam beaker glass
LB.2

Standarisasi Larutan NaOH 0,3 N


V rata-rata NaOH

: 18,5 mL

V H3PO4

: 25 mL

M1 = 0,13 N
V1 x M1

= V2 x M2

V H3PO4 x N H3PO4

= V NaOH x N NaOH

25 mL x 0,13 N

= 18,5 mL x N NaOH

N NaOH

= 0,18 N
0,3 0,18
0,3

LB.3

% Ralat =
=

x 100 %
39,93%

Penentuan Kadar AsamAsetat


Penentuan Kadar Asam Asetat dalam Cuka Secara Praktek
Volume asetat

: 25 mL

Volume NaOH I: 69,4 mL


Volume NaOH II

: 69,2 mL

M asetat x Vasetat = M NaOH x V NaOH


M asetat x 25 mL = 0,3 x 69,3 mL
Masetat

= 0,83 M

Penentuan Kadar Asam Asetat dalam Cuka Secara Teori


Masetat

% 10
Mr

Masetat

5 1,049 10
60

Masetat =

=
=

0,875 M

Penentuan Ralat Kadar Asam Asetat


= 4,96 %
L.B.4

Perhitungan pH Larutan untuk reaksi 25 ml CH3COOH dengan larutan


NaOH
A. Pada penambahan 0 mL NaOH
H+

M Ka
0.83 1.8 10 5
pH 1.494 10 5
B.

3.8 10 3
nasetat

= - log [3,8 x 10-3]


= 2,42
Pada penambahan 20 mL NaOH
= Masetat x Vasetat
= 0.83 M x 25 mL

= 20,75 mmol
nNaOH

= MNaOH x VNaOH
= 0,3 M x 20 mL
= 6 mmol

NaOH + CH3COOH
CH3COONa + H2O
M: 6
20,75
B: 6
6
6
S: 0
14,75
6

C.

H+ = Ka x
= 1,8 x 10-5 x
= 1,8 x 10-5 x 2,425
= 4,425 x 10-5
pH = - log [H+]
= - log [4,425 x 10-5]
= 5 log 4,425
= 5 (0,646) = 4,354
Pada penambahan 40 mL NaOH
nasetat = Masetat x Vasetat
= 0.83 M x 25 mL
= 20,75 mmol
nNaOH

= MNaOH x VNaOH

= 0,3 M x 40 mL
= 12 mmol
NaOH + CH3COOH

CH3COONa + H2O

M:

12

20,75

B:

12

12

S:

8,75

12
12

H+ = Ka x
= 1,8 x 10-5 x
= 1,8 x 10-5 x 0,729
= 1,313 x 10-5
pH = - log [H+]
= - log [1,313 x 10-5]
= 5 log 1,313
= 5 (0,118) = 4,88
D.

Pada penambahan 69,3 mL NaOH

nasetat = Masetat x Vasetat


= 0,83 M x 25 mL
= 20,75 mmol
nNaOH

= MNaOH x VNaOH

= 0,3 M x 69,3 mL
= 20,79 mmol
NaOH + CH3COOH
CH3COONa + H2O
M:
20,79 20,75
B:
20,75 20,75
20,75
S:
20,75
M CH3COOH = 0,83 M
pOH = - log
pOH = - log
pOH = 3 - log 0,68
pOH = 2,32
pH = 14 pOH = 14 2,32 = 11,68

LAMPIRAN C
FOTO HASIL PERCOBAAN
C.1 Sampel
C.1.1

Standarisasi NaOH

Gambar C.1 Foto Standarisasi NaOH


C.1.2

Sampel Asam Cuka beras Heinz White Destiled

Gambar C.2 Foto Sampel Asam Cuka Beras Heinz White Destiled Sebelum
Titrasi

C.2 Rangkaian Alat

Gambar C.3 Rangkaian Peralatan

C.3 Hasil Titrasi


C.3.1

Standarisasi NaOH

Gambar C.4 Foto Standarisasi NaOH Sesudah Titrasi

C.3.2 Sampel Asam Cuka Beras Heinz White Destiled

Gambar C.5 Foto Sampel Asam Cuka Beras Heinz White Destiled
Sesudah Titrasi

Anda mungkin juga menyukai