Anda di halaman 1dari 22

PENJELASAN KETENTUAN

LARANGAN / PEMBATASAN IMPOR


A.

DASAR HUKUM LARANGAN DAN PEMBATASAN


Pasal 53 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 jo Undang-undang Nomor 17 Tahun
2006
Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
161/PMK.04/2007 tentang PengawasanTerhadap Impor dan Ekspor Barang Larangan
dan/atau Pembatasan.

B.

BAGAIMANA MENCARI INFORMASI TENTANG KETENTUAN LARTAS


IMPOR?
DATABASE LARTAS IMPOR STATUS TERKINI TELAH DIPUBLIKASIKAN
MELALUI WEBSITE INSW : www.insw.go.id

C.

DATABASE LARTAS IMPOR


Merupakan database yang memuat komoditi yang terkena ketentuan larangan/pembatasan
impor beserta keterangan yang meliputi antara lain : jenis perijinan, instansi penerbit ijin,
nomor skep ketentuan lartas, jenis komoditi dan penjelasan atas setiap jenis komoditi
Updating database dilakukan berdasarkan review atas ketentuan lartas yang berlaku
sekarang yang dilakukan bersama dengan masing-masing instansi penerbit ijin sesuai
dengan perubahan peraturan / ketentuan yang mengatur larangan/pembatasan impor
Komoditi yang terkena lartas dalam satu nomor hs:
1.
seluruh komoditi;
2.
sebagian komoditi/hanya komoditi tertentu saja

D.

KETENTUAN BARANG LARANGAN DAN PEMBATASAN UNTUK


KEPENTINGAN PERLINDUNGAN BIDANG KESEHATAN

1.

Obat dan Bahan Baku Obat


q Dasar hukum:
Peraturan Kepala BPOM Nomor: HK.00.05.3.1950 jo HK.00.05.1.3459 tentang
Pengawasan Obat Impor
Peraturan Kepala BPOM Nomor: HK.00.05.1.3460 tentang Pengawasan Pemasukan
Bahan Baku Obat.
q Ketentuan Impor:

Obat hanya dapat diimpor oleh Industri Farmasi atau Pedagang Besar
Farmasi yang telah memiliki Izin Edar atas Obat Impor dari BPOM

Bahan Baku Obat hanya dapat diimpor oleh Industri Farmasi atauPedagang
Besar Farmasi.

Pemasukan Obat dan bahan baku obat Impor oleh Industri Farmasi atau Pedagang
Besar Farmasi harus mendapat persetujuan pemasukan obat impor dari Kepala Badan
Pengawas Obatdan Makanan.

2.

Pangan Dan Suplemen Makanan


q Dasar Hukum:

PP. No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan

Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.23.1455 tentang Pengawasan


Pemasukan Pangan Olahan
q Ketentuan Impor:

setiap impor pangan olahan wajib mendapat persetujuan pemasukan dari


Kepala BPOM.

Ketentuan ini berlaku pula untuk pemasukan bahan baku, bahan tambahan
pangan, bahan penolong, ingredien pangan, dan bahan lain terkait pangan.

Impor pangan segar tidak wajib mendapat persetujuan pemasukan dari


Kepala BPOM, akan tetapi merupakan domain pengawasan KARANTINA

KATEGORI PANGAN :
Dasar hukum: Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.40.40
Produk-produk susu dan analognya.
Lemak, minyak, dan emulsi minyak.
Es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet).
Buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, danlidah
buaya), rumput laut, biji-bijian.
Kembang gula / permen dan cokelat.
Serealia dan produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar
dan umbi, kacang dan empulur (bagian dalam batang tanaman).
Produk bakeri.
Daging dan produk daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan.
Ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustase, ekinodermata, sertaamfibi
dan reptil.
Telur dan produk-produk telur.
Pemanis, termasuk madu.
Garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein.
Produk pangan untuk keperluan gizi khusus.
Minuman, tidak termasuk produk susu.
Makanan ringan siap santap.


3.

Pangan campuran (komposit)


Kosmetik Dan Bahan Baku Kosmetik
q Dasar Hukum:
Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik
q Pengertian:

Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada
bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar)
atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh
pada kondisi baik.

Bahan baku kosmetik adalah bahan yang berasal dari alam atau sintetik yang
digunakan untuk memproduksi kosmetik
q Ketentuan Impor :
Setiap importasi Kosmetik dan/atau bahan baku kosmetik wajib mendapatkan persetujuan
pemasukan dari Kepala Badan POM
HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN :
Komoditi Kosmetik telah didefinisikan ke dalam HS sbb:
3303 : Parfum dan cairan pewangi.
3304 : Preparat kecantikan atau rias dan preparat untuk perawatan kulit
3305 : Preparat digunakan untuk rambut
3306 : Preparat kesehatan mulut atau gigi
3401 : Sabun; produk dan preparat surfactan organik yang digunakan sebagai sabun
Importasi komoditi dimaksud wajib mendapat persetujuan pemasukan berupa Surat
Keterangan Impor (SKI) dari Badan POM untuk setiap kali impor.

4.

Obat Tradisional & Bahan Baku Obat Tradisional


q Dasar hukum:
Keputusan Kepala Badan POM Nomor : HK.00.05.41.1384 tentang KRITERIA
DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT HERBAL
TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA
q Pengertian :
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut,
yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman,
termasuk jamu merupakan obat tradisional.
q Ketentuan
Setiap importasi Obat Tradisional dan/atau bahan baku obat tradisional wajib
mendapatkan persetujuan pemasukan berupa Surat Keterangan Impor (SKI) dari Kepala
Badan POM

E.

KETENTUAN BARANG LARANGAN DAN PEMBATASAN UNTUK


KEPENTINGAN PERLINDUNGAN BIDANG KARANTINA

1)

Karantina Ikan
q pengertian

Media pembawa hama penyakit hewan karantina yang selanjutnya disebut media
pembawa adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan atau benda lain
yang dapat membawa hama penyakit hewan karantina.

Hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang dipelihara maupun
yang hidup secara liar.

Bahan asal hewan adalah bahan yang berasal dari hewan yang dapat diolah lebih
lanjut.

Hasil bahan asal hewan adalah bahan asal hewan yang telah diolah.

Benda lain adalah media pembawa yang bukan tergolong hewan, bahan asal
hewan dan hasil bahan asal hewan yang mempunyai potensi penyebaran penyakit hama
dan penyakit hewan karantina.

q perijinan
KH-5 adalah Persetujuan Bongkar/Approval of disembarkation;
Dibuat oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyatakan
bahwa media pembawa berupa hewan/produk hewan/benda lain disetujui
dibongkar/diturunkan dari alat angkut untuk dilakukan tindakan karantina lebih lanjut.

KH-7 adalah Perintah Masuk Karantina Hewan/Order to Take Into The Animal
Quarantine Installation Dibuat oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil
pemeriksaan yang menyatakan bahwa media pembawa berupa hewan/produk
hewan/benda lain disetujui untuk dibongkar namun dengan ketentuan harus dimasukkan
ke Instalasi Karantina Hewan yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina
Pertanian untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

KH-12 adalah Sertifikat Pelepasan Karantina/Certificate of Release Dibuat oleh


Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen dan kesehatan/sanitasi
yang menyatakan bahwa media pembawa berupa hewan/produk hewan/benda lain
tersebut telah memenuhi kelengkapan dokumen karantina hewan yang dipersyaratkan dan
dinyatakan sehat, sanitasi yang baik, dan bebas dari ektoparasit.

q CATATAN PENTING

Kelompok Media Pembawa Bahan Asal Hewan seperti daging, susu, telur, &
madu yang belum mengalami pengolahan merupakan domain Karantina.

Kelompok Media Pembawa Hasil Bahan Asal Hewan seperti bakso, abon, sosis,
keju, yoghurt, telur asin, tepung telur dsb. Selain merupakan domain pengawasan
Karantina juga merupakan domain pengawasan BPOM (Pangan Olahan).

Pemasukan obat hewan dalam bentuk sediaan farmasetik dan premiks


sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat
Hewan tidak dikenakan tindakan karantina, karena tidak termasuk sebagai media
pembawa (Permentan No.62/Permentan/OT.140/12/2006)

Sediaan farmasetik meliputi antara lain vitamin, hormon, antibiotika dan


kemoterapetika lainnya, obat antihistaminika, antipiretika, anestetika yang dipakai
berdasarkan daya kerja farmakologi

Premiks meliputi imbuhan makanan hewan dan pelengkap makanan hewan yang
dicampurkan pada makanan hewan atau minuman hewan

2)

Karantina Tumbuhan
q PENGERTIAN:

Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan yang selanjutnya disebut


Media Pembawa adalah tumbuhan dan bagian-bagiannya dan/atau benda lain yang dapat
membawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina;

Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati dalam keadaan hidup atau
mati, baik belum diolah maupun telah diolah;

Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina adalah semua Organisme


Penganggu Tumbuhan yang ditetapkan oleh Menteri untuk dicegah masuknya ke dalam
dan tersebarnya di dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
q DASAR HUKUM:
PP 14 Tahun 2002 Tentang Karantina Tumbuhan
q PERIJINAN :

KT-1 adalah Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Luar Negeri

KT-19 adalah Surat Keterangan Masuk Karantina (Surat Persetujuan Pelaksanaan


Tindakan Karantina Tumbuhan Di Luar Tempat Pemasukan/Pengeluaran;

KT-36 adalah Surat Izin Membongkar Muatan Alat Angkut

3)

Karantina Ikan

q PENGERTIAN:

Media Pembawa Hama dan Penyakit Ikan Karantina yang selanjutnya disebut
Media Pembawa adalah ikan dan/atau Benda Lain yang dapat membawa Hama dan
Penyakit Ikan Karantina;

Ikan adalah semua biota perairan yang sebagian atau seluruh daur hidupnya
berada di dalam air, dalam keadaan hidup atau mati, termasuk bagian-bagiannya;

Benda Lain adalah Media Pembawa selain ikan yang mempunyai potensi
penyebaran Hama dan Penyakit Ikan Karantina;

q DASAR HUKUM:
PP 15 Tahun 2002 Tentang Karantina Ikan
q PERIJINAN :
Sertifikat Pelepasan Karantina Ikan (KI-D3)
Surat Persetujuan Pengeluaran Media Pembawa dari Tempat Pemasukan (KI-D15)

F.

KETENTUAN BARANG LARANGAN DAN PEMBATASAN UNTUK


KEPENTINGAN PERLINDUNGAN DEPARTEMEN PERDAGANGAN

1.

BAHAN BAKU PLASTIK


q Latar Belakang
Untuk melindungi industri pengguna bahan baku plastik dalam negeri sekaligus
memenuhi kebutuhan industri dalam negeri seperti industri barang dari plastik
dan kemasan dari plastik, mainan anak-anak, dan pipa plastik.
q Dasar Hukum
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tanggal
4 Juli 1997 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga Impornya.

q Pokok-pokok pengaturan
1) Impor dapat dilakukan oIeh Importir Produsen (IP) yang ditetapkan olehDepartemen
Perdagangan;
2) Importasi dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan impor dari Departemen
Perdagangan.
q Pelaksana Impor
bahan baku plastik diatur tata niaga impornya melalui Importir Produsen (IP). Jenis bahan
baku plastik yang diatur tata niaga impornya adalah :
Etilina (Pos Tarif 2711.14.10.00 dan 2901.21.00.00),
Sedangkan untuk kopolimer dari propolina(Pos Tarif 3902.30.90.10, 3902.30.90.90).

2.

GARAM
q PENGERTIAN:
Garam adalah senyawa kimia yang komponen utamanya mengandung natrium klorida
dan mengandung senyawa air, magnesium, kalsium, sulfat dan bahan tambahan iodium,
anticaking atau free-flowing maupun tidak, yaitu :
HS. 2501.00.10.00 :garam meja garam lainnya yang mengandung natrium klorida paling
sedikit 94,7% dihitung dari basis kering;
HS. 2501.00.41.00 :dalam kemasan dengan berat bersih kurang dari 45 kg;
HS. 2501.00.49.00 :lain-lain (dalam kemasan dengan berat bersih lebih dari 45 kg);
HS. 2501.00.50.00 :air Laut
HS. 2501.00.90.00 :lain-lain
q DASAR HUKUM:
Per.Men. Perdagangan No. 0020/M-Dag/Per/9/2005 jo. Per.Men. Perdagangan No.
0044/M-DAG/PER/200
q PERIJINAN:
Pengakuan Sebagai Importir Produsen Garam Non Iodisasi atau Garam Iodisasi dari
Departemen Perdagangan.
Penunjukan sebagai Importir Terdaftar Garam Iodisasi atau garam Non Iodisasi dari
DEPDAG disertai Surat Persetujuan Impor untuk setiap Importasi;
Laporan Surveyor dari negara asal sebagai bukti telah dilakukan verifikasi di negara asal.
q KETENTUAN KHUSUS

Impor garam tambang pada periode 1 bulan sebelum, pada masa panen raya dan 2
bulan setelah masa panen raya garam rakyat dilarang, penentuan masa panen oleh
Menteri Perindustrian

Kewajiban verifikasi dikecualikan untuk importasi garam yang merupakan :


1) Barang keperluan penelitian dan pengembangan teknologi;
2) Barang contoh;
3) Barang pribadi penumpang atau awak sarana pengangkut atau pelintas batas;
4) Barang promosi; dan atau barang kiriman melalui jasa kurir dengan menggunakan jasa
pesawat udara.
3.

PREKURSOR
q Pengertian
Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia tertentu yang dapat digunakan
sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri dan apabila
disimpangkan dapat digunakan dalam memproses pembuatan narkotika dan/atau
psikotropika
Prekursor untuk keperluan farmasi hanya dapat diimpor untuk dipakai setelah mendapat
ijin dari Departemen Kesehatan, sedangkan Prekursor untuk keperluan non farmasi hanya
dapat diimpor untuk dipakai setelah mendapat ijin dari Departemen Perdagangan.

q Dasar Hukum
Kep.Men. Perindag No. 0647/MPP/Kep/10/2004
PerMen Kesehatan No 0168/Menkes/Per/II/2005
q PERIJINAN:

IP Prekursor Non Farmasi/Farmasi

IT Prekursor Non Farmasi/Farmasi Dan Surat Persetujuan Impor

Laporan Surveyor Dari Negara Asal


4.

BAHAN PERUSAK LAPISAN OZON


q Pengertian :
Bahan Perusak lapisan Ozon, selanjutnya disebut BPO, adalah senyawa kimia yang
berpotensi dapat bereaksi dengan molekul ozon di lapisan stratosfir.
q Asar Hukum :
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 24/M-DAG/PER/6/2006 jo
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor :51/M-DAG/PER/12/2007
q Perijinan:
Pengakuan Sebagai Importir Produsen BPO; atau
Penunjukan sebagai Importir Terdaftar BPO disertai Surat Persetujuan Impor untuk setiap
kali importasi.
q Ketentuan Impor

BPO yang dilarang diimpor adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I dan
II Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 24/M-DAG/PER/6/2006, dengan pengecualian
untuk Metil Bromida (No. HS 2903.39.00.00 dan No. CAS 74-83-9) yang hanya dapat
diimpor untuk keperluan fumigasi dalam rangka perlakuan karantina dan pra pengapalan.

BPO yang dapat diimpor setelah tanggal 31 Dessember 2007 adalah sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran III Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 24/MDAG/PER/6/2006 (kelompok Hidro Cloro Fluoro Carbon /HCFC)

Impor BPO hanya dapat dilakukan melalui pelabuhan-pelabuhan sebagai berikut :

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pelabuhan Belawan Medan


Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta
Pelabuhan Merak Cilegon
Pelabuhan Tanjung Mas Semarang
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar

5.

TEKSTIL & PRODUK TEKSTIL


q Dasar Hukum:

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 15/M-DAG/PER/5/2008


q Perijinan:
a. NPIK TEKSTIL; dan/atau
b. IP TEKSTIL; dan/atau
c. LAPORAN SURVEYOR
q HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN:

Kewajiban menyerahkan pengakuan IP Tekstil hanya terhadap impor


komoditi bahan baku tekstil sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I
Permendag 15/M-DAG/PER/5/2008, nomor urut 1 s.d. 12 (HS 5208 s.d.5211,
5212, 5311, 5407, 5408, 5512 s.d. 5514, 5515, 5516, 5602, 5801, 5802, 5804,
5810, 5811, 6001 dan 6002)

Pengecualian kewajiban menyerahkan Pengakuan IP Tekstil (de minimis import) :


a)
Yang dimasukkan ke dalam:
Kawasan Berikat atau Gudang Berikat yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan; atau
Kawasan Perdagangan Bebas Sabang;
b)
Yang merupakan:
barang keperluan Pemerintah dan Lembaga Negara lainnya;
barang keperluan penelitian dan pengembangan teknologi;
barang bantuan teknik dan bantuan proyek berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 1955 tentang Peraturan Pembebasan Dari Bea Masuk Dan Bea Keluar Golongan
Pejabat Dan Ahli Bangsa Asing Tertentu;
barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
barang untuk keperluan badan Internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
barang pindahan;
barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
barang promosi;
keperluan pemberian hadiah untuk tujuan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan dan/atau
untuk kepentingan bencana alam;
barang milik pribadi penumpang atau awak sarana pengangkut atau pelintas batas;
barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang
dimasukan kembali ke Indonesia;
barang ekspor yang ditolak oleh pembeli luar negeri kemudian diimpor kembali dalam
kuantitas yang sama dengan kuantitas pada saat diekspor; atau
barang kiriman yang bernilai paling tinggi sebesar FOB US$ 1,000.00 (seribu dolar
Amerika) melalui dan/atau tanpa jasa kurir dengan menggunakan pesawat udara.
6.

CAKRAM OPTIK
q Dasar Hukum:

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 0005/M-Dag/PER/4/2005

q Perijinan:
Penunjukan cakram optik
Surat persetujuan impor untuk setiap importasi
Laporan surveyor yang ditunjuk negara asal

q Yang diatur dalam kelompok komoditi ini adalah :


Mesin dan Peralatan Mesin yang dipergunakan dalam proses produksi Cakram Optik
Kosong dan/atau Cakram Optic Isi (Mesin dan peralatan mesin untuk mastering)
Bahan Baku yang dapat dipergunakan dalam proses produksi cakram optik kosong
dan/atau cakram optik isi (Bahan Baku Poly Carbonate Optical Grade )
Cakram Optik , YAITU segala macam media rekam berbentuk cakram yang dapat diisi
atau berisi data dan atau informasi berupa suara, musik, film, atau data dan/atau informasi
lainnya yang dapat dibaca dengan mekanisme teknologi pemindaian (scanning) secara
optik menggunakan sumber sinar yang intensitasnya tinggi seperti laser (CD, VCD,
DVD, LD, dsb)

7.

BAHAN BERBAHAYA (B2)


q Pengertian
Bahan Berbahaya disingkat B2 adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk
tunggal maupun campuran yang dapat membayakan kesehatan dan lingkungan hidup
secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik,
teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi.
q Dasar Hukum:
B2 yang diatur tata niaga impornya sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 254/MPP/Kep/7/2000
q Perijinan Impor:
Penunjukan Importir Produsen (IP) B2 oleh Depertemen Perdagangan; atau
Penunjukan Sebagai Importir Terdaftar (IT) B2 oleh Departemen Perdagangan
disertai Surat Persetujuan Impor untuk setiap kali impor.

8.

NITRO CELLULOSE (NC)


q Pengertian:
Nitro Cellulose atau juga dikenal dengan cellulose nitrate, atau flash paperadalah bahan
yang mempuntai sifat sangat mudah terbakar, yang terbentuk dari proses nitrasi cellulose

dengan nitric acid atau dengan agen penitrat kuat lainnya dengan proses sebagai berikut :
2HNO3+ C6H10O5 C6H8(NO2)2O5 + 2H2O.
q Dasar Hukum
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 418/MPP/Kep/6/2003 tentang
Ketentuan Impor Nitro Cellulose (NC) jo . Nomor: 662/MPP/Kep/10/2003
q Perijinan:
Pengakuan Sebagai Importir Produsen Nitro Cellulose;
Penunjukan Sebagai Importir Terdaftar Nitro Cellulose dan Surat Persetujuan Impor Nitro
Cellulose untuk setiap kali impor;
Laporan Surveyor di negara asal

9.

GULA
q Pengertian:

Gula adalah Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugar), Gula Kristal Rafinasi
(Refined Sugar), dan Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar)

Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugary adalah Gula yang dipergunakan
sebagai bahan baku proses produksi, dengan ICUMSA minimal 1200 IU

Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar) adalah Gula yang dipergunakan sebagai
bahan baku proses produksi, dan memiliki bilangan ICUMSA maksimal 45 lU.

Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar) adalah Gula yang dapat dikonsumsi
langsung tanpa proses lebih lanjut, dan harus memiliki bilangan ICUMSA antara 70 IU
sampai 200 IU
q Dasar Hukum
Kep.Men. Perindag No. 527/MPP/Kep/9/2004 Jo. Per.Men Perdagangan No. 18/MDAG/PER/4/2007
q Perijinan:
1.
NPIK GULA
2.
Pengakuan sebagai IP Gula
3.
Penunjukan sebagai IT Gula dan Surat Persetujuan Impor untuk setiap kali impor
4.
Laporan Surveyor di negara asal
q Pelaksanaan Impor
Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugar) dan Gula Kristal Rafinasi (Refined
Sugar) hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai
Importer Gula (IP) Gula.

Impor Gula Putih (Plantation White Sugar) hanya dapat dilaksanakan oleh
perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai Importir Terdaftar Gula (IT Gula).
Dengan ketentuan sbb:

Di luar Masa :
1 (satu) bulan sebelum musim giling tebu rakyat, musim giling tebu rakyat.
2 (dua) bulan setelah musim giling tebu rakyat.
Apabila harga Gula Kristal Putih (Plantation White sugar) di tingkat petani
mencapai di atas Rp.5.000,/kg (lima ribu atus rupiah per kilogram)
Apabila produksi dan atau persediaan Gula Kristal Putih (Plantation White sugar)
didalam negeri tidak mencukupi kebutuhan.
Musim giling tebu rakyat ditentukan oleh Menteri Pertanian.
q Kewajiban verifikasi atau penelusuran teknis tidak berlaku terhadap importasi gula
yang merupakan :
barang penelitian dan pengembangan teknologi;
barang contoh;
barang pribadi penumpang atau awak sarana pengangkut atau pelintas batas;
barang promosi;
barang kiriman melalui jasa kurir dengan menggunakan jasa pesawat udara.

10. BAHAN PELEDAK


q Dasar Hukum:
Kep.Men. Perindag No. 0230/MPP/Kep/7/1997 jo.Kep.Men. Perindag No.
0662/MPP/Kep/10/2003 Jo. 418/MPP/Kep/6/2003.
q Perijinan
Importir Terdaftar Bahan Peledak dan Surat Persetujuan Impor untuk tiap kali impor.
q Ketentuan Impor

Impor hanya dapat dilakukan oleh Importir Terdaftar (IT) Importasi dan dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan impor dari Dirjen DAGLU setelah mendapat
rekomendasi dari POLRI dan DEPHAN.

Khusus untuk keperluan militer ditetapkan sendiri oleh Menteri Pertahanan.

11. MESIN MULTIFUNGSI BERWARNA


q Pengertian:

Mesin Multifungsi Berwarna adalah mesin yang dapat menjalankan dua fungsi
atau lebih untuk mencetak, menggandakan atau transmisi faksimili, memiliki kemampuan
untuk berhubungan dengan mesin pengolah data otomatis atau jaringan yang dapat
memproduksi barang cetakan berwarna lebih dari satu warna;

Mesin Fotokopi Berwarna adalah mesin fotokopi yang dapat memproduksi barang
cetakan berwarna lebih dari satu warna;

Mesin Printer Berwarna adalah unit keluaran dari mesin pengolah data otomatis
yang dapat memproduksi barang cetakan berwarna lebih dari satu warna

q Dasar Hukum:
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/3/2007
q Perijinan:

Importir Terdaftar Mesin Multifungsi Berwarna,

Surat Persetujuan Impor Untuk Setiap Kali Impor

Laporan Surveyor Di Negara Asal

12. CENGKEH
q Pengertian:
Yang dimaksud dengan cengkeh adalah cengkeh dalam keadaan buah utuh (pos tarif
0907.00.00.10) dan bunga dan tangkai (pos tarif 0907.00.00.20)
q Dasar Hukum :
Kep. Menperindag No. 528/MPP/Kep/7/2002
q Pokok-pokok pengaturan

Impor cengkeh hanya dapat dilakukan oleh importer cengkeh.

persetujuan impor dapat diberikan apabila stok cengkeh petani sudahterserap.

13. LIMBAH NON-B3


q Pengertian:
Limbah Non-B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang tidak mengandung
bahan berbahaya dan/atau beracun
q Dasar Hukum :
Kep.Men. Perindag No. 0231/MPP/Kep/7/1997
q Perijinan:

IP Limbah

IU Limbah

Laporan Surveyor
14. KOMODITI WAJIB SNI
q Pengertian:
Standar Nasional Indonesia, yang selanjutnya disebut SNI, adalah standar yang
ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional
q Dasar Hukum:
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 14/M-DAG/PER/3/2007
q Perijinan:

Dokumen Final yang dilampirkan pada PIB adalah SPB (Surat Pendaftaran Barang)
Surat Pendaftaran Barang (SPB), adalah dokumen impor yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Republik Indonesia cq.
Direktur Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang, yang digunakan sebagai salah satu
dokumen yang wajib dilampirkan pada saat pengajuan Pemberitahuan Impor Barang
(PIB) (14/M-DAG/PER/3/2007)

15. ALAT TELEKOMUNIKASI


q Dasar Hukum:

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA :


No. 29 /PER/M.KOMINFO/ 09/2008

Keputusan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi Nomor:


102/DIRJEN/2008
q Pengertian :
Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi, yaitu setiap kegiatan pemancaran, pengiriman, dan atau
penerimaan dari setiap informasi, dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,
gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik lainnya
q Ketentuan :

Setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan


untuk diperdagangkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia
wajib melalui sertifikasi.

Sertifikat alat dan perangkat telekomunikasi yang diterbitkan terdiri dari :


a. Sertifikat A, untuk pabrikan atau distributor;
b. Sertifikat B, untuk importir atau institusi.
q Kelompok Alat Telekomunikasi
a. kelompok jaringan network;
b. kelompok akses;
c. kelompok alat pelanggan (Customer Premises Equipment/CPE);
d. kelompok alat dan perangkat pendukung telekomunikasi.

q Pengecualian Sertifikasi :

Alat dan perangkat telekomunikasi untuk keperluan penelitian (riset), uji coba (field trial)
dan atau penanganan bencana alam dengan ketentuansebagai berikut:
1)
tidak untuk diperdagangkan.
2)
dalam hal perangkat menggunakan spektrum frekuensi radio harusmemiliki Izin
Stasiun Radio (ISR) sementara;
3)
waktu penggunaan perangkat paling lama 1 (satu) tahun.
4)
setelah waktu penggunaan sebagaimana dimaksud pada butir 3) berakhir, alat
dan perangkat telekomunikasi wajib direekspor ke negara asal atau dapat
dipergunakan kembali setelah melalui sertifikasi;
1.
alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan untuk keperluanpertahanan
dan keamanan setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri Pertahanan Republik
Indonesia atau Kepala Kepolisian RepublikIndonesia;
1.
alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan untuk pengukuransarana
telekomunikasi.
q Ketentuan Sertifikasi
Masa berlaku sertifikat adalah 3 (tiga) tahun
Sertifikat wajib diperbaharui setelah masa berlakunya berakhir, kecuali jika alat
dan perangkat telekomunikasi tidak lagi dibuat, dirakit dan ataudimasukkan untuk
diperdagangkan di wilayah Republik Indonesia
Penggantian sertifikat wajib dilakukan dalam hal :
1.
pemindahtanganan sertifikat kepada pihak lain;
2.
perubahan nama badan usaha;
3.
perubahan alamat badan usaha;
4.
sertifikat hilang;
5.
sertifikat rusak.
http://lartasimpor.blogspot.com/
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun, dan
jenis macam B3. Dalam kehidupan sehari-hari, disadari atau tidak, kita sering
bersinggungan dengan berbagai bahan berbahaya dan beracun. Tanpa kita mengenal
pengertian, jenis dan cara pengelolaannya dengan benar, akan memberikan dampak yang
berkepanjangan dan beruntun terhadap manusia dan lingkungan.
Pengertian B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun menurut OSHA (Occupational Safety
and Health of the United State Government) adalah bahan yang karena sifat kimia
maupun kondisi fisiknya berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia,
kerusakan properti dan atau lingkungan.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan


Bahan Berbahaya dan Beracun, B3 didefinisikan sebagai bahan yang karena sifat dan
atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

Mengingat penting dan dampaknya Bahan Berbahaya dan Beracun bagi manusia,
lingkungan, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya,
pemerintah melakukan pengaturan ketat. Pengaturan pengelolaan B3 ini meliputi
pembuatan, pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, hingga pembuangan limbah B3.

Simbol Bahan Berbahaya dan


Beracun

Jenis dan Penggolongan


Bahan
Berbahaya
dan Beracun
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan beberapa peraturan terkait pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun. Peraturan-peraturan tersebut berisikan bagaimana pengelolaan
B3 dan tentunya jenis-jenis dan pengelompokkan (penggolongan) Bahan Berbahaya dan
Beracun.
Salah satu peraturan yang mengatur pengelolaan B3 adalah Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Dalam PP ini, B3
diklasifikasikan menjadi :
1. Mudah meledak (explosive), yaitu bahan yang pada suhu dan tekanan standar (25 0C, 760
mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas
dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di
sekitarnya.
2. Pengoksidasi (oxidizing), yaitu bahan yang memiliki waktu pembakaran sama atau lebih
pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.

3. Mangat mudah sekali menyala (extremely flammable), yaitu B3 padatan dan cairan yang
memiliki titik nyala di bawah 0 derajat C dan titik didih lebih rendah atau sama dengan
35 0C.
4. Sangat mudah menyala (highly flammable), yaitu bahan yang memiliki titik nyala 0210C.
5. Mudah menyala (flammable).
6. Amat sangat beracun (extremely toxic);
7. Sangat beracun (highly toxic);
8. Beracun (moderately toxic), yaitu bahan yang bersifat racun bagi manusia dan akan
menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui
pernafasan, kulit atau mulut.
9. Berbahaya (harmful), yaitu bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika
terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap
kesehatan sampai tingkat tertentu.
10. Korosif (corrosive), yaitu bahan yang menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan
proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju korosi lebih besar dari 6,35
mm/tahun, atau mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan sama
atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.
11. Bersifat iritasi (irritant), yaitu bahan padat atau cair yang jika terjadi kontak secara
langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir
dapat menyebabkan peradangan.
12. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment), yaitu bahaya yang
ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di
lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.
13. Karsinogenik (carcinogenic), yaitu bahan yang dapat menyebabkan sel kanker.
14. Teratogenik (teratogenic), yaitu bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan embrio.
15. Mutagenik (mutagenic), yaitu bahan yang menyebabkan perubahan kromosom (merubah
genetika).
Jenis dan klasifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun juga diuraikan dalam Keputusan
Menteri Kesehatan No. 453/Menkes/Per/XI/1983. Dalam Kepmenkes ini B3
dikelompokkan dalam 4 klasifikasi yaitu :
1. Klasifikasi I, meliputi :

A. Bahan kimia atau sesuatu yang telah terbukti atau diduga keras dapat menimbulkan
bahaya yang fatal dan luas, secara langsung atau tidak langsung, karena sangat sulit
penanganan dan pengamanannya;
B. Bahan kimia atau sesuatu yang baru yang belum dikenal dan patut diduga menimbulkan
bahaya.
1. Klasifikasi II, meliputi :
A. Bahan radiasi;
B. Bahan yang mudah meledak karena gangguan mekanik;
C. Bahan beracun atau bahan lainnya yang mudah menguap dengan LD50 (rat) kurang dari
500 mg/kg atau yang setara, mudah diabsorpsi kulit atau selaput lendir;
D. Bahan etilogik/biomedik;
E. Gas atau cairan beracun atau mudah menyala yang dimampatkan;
F. Gas atau cairan atau campurannya yang bertitik nyala kurang dari 350C;
G. Bahan padat yang mempunyai sifat dapat menyala sendiri.
2. Klasifikasi III, meliputi :
A. Bahan yang dapat meledak karena sebab-sebab lain, tetapi tidak mudah meledak karena
sebab-sebab seperti bahan klasifikasi II;
B. Bahan beracun dengan LD50 (rat) kurang dari 500 mg/kg atau setara tetapi tidak
mempunyai sifat seperti bahan beracun klasifikasi II;
C. Bahan atau uapnya yang dapat menimbulkan iritasi atau sensitisasi, luka dan nyeri;
D. Gas atau cairan atau campurannya dengan bahan padat yang bertitik nyala 350Csampai
600C;
E. Bahan pengoksidasi organik;
F. Bahan pengoksidasi kuat;
G. Bahan atau uapnya yang bersifat karsinogenik, tetratogenik dan mutagenik;
H. Alat atau barang-barang elektronika yang menimbulkan radiasi atau bahaya lainnya.
1. Klasifikasi IV, yaitu :
A. Bahan beracun dengan LD50 (rat) diatas 500 mg/kg atau yang setara;
B. Bahan pengoksid sedang;
C. Bahan korosif sedang dan lemah;
D. Bahan yang mudah terbakar.
Selain itu penggolongan bahan berbahaya dan beracun dapat dilihat juga pada SK
Menteri Perindustrian No. 148/M/SK/4/1985 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.
187/1999.

Untuk mengenali masing-masing jenis Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut biasanya
disertakan gambar atau logo pada kemasannya. Pemberian simbol Bahan Berbahaya dan
Beracun ini, yang terbaru, diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun
2013 tentang Simbol dan Label Limbah B3. Simbol atau lambang B3 yang digunakan
adalah sebagaimana gambar ilustrasi di atas.

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun, dan
jenis macam B3. Dalam kehidupan sehari-hari, disadari atau tidak, kita sering
bersinggungan dengan berbagai bahan berbahaya dan beracun. Tanpa kita mengenal
pengertian, jenis dan cara pengelolaannya dengan benar, akan memberikan dampak yang
berkepanjangan dan beruntun terhadap manusia dan lingkungan.
Pengertian B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun menurut OSHA (Occupational Safety
and Health of the United State Government) adalah bahan yang karena sifat kimia
maupun kondisi fisiknya berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia,
kerusakan properti dan atau lingkungan.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun, B3 didefinisikan sebagai bahan yang karena sifat dan
atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

Mengingat penting dan dampaknya Bahan Berbahaya dan Beracun bagi manusia,
lingkungan, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya,
pemerintah melakukan pengaturan ketat. Pengaturan pengelolaan B3 ini meliputi
pembuatan, pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, hingga pembuangan limbah B3.

Simbol Bahan Berbahaya dan


Beracun

Jenis dan Penggolongan Bahan Berbahaya dan Beracun


Pemerintah Indonesia telah menerbitkan beberapa peraturan terkait pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun. Peraturan-peraturan tersebut berisikan bagaimana pengelolaan
B3 dan tentunya jenis-jenis dan pengelompokkan (penggolongan) Bahan Berbahaya dan
Beracun.
Salah satu peraturan yang mengatur pengelolaan B3 adalah Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Dalam PP ini, B3
diklasifikasikan menjadi :
1. Mudah meledak (explosive), yaitu bahan yang pada suhu dan tekanan standar (25 0C, 760
mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas
dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di
sekitarnya.
2. Pengoksidasi (oxidizing), yaitu bahan yang memiliki waktu pembakaran sama atau lebih
pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.
3. Mangat mudah sekali menyala (extremely flammable), yaitu B3 padatan dan cairan yang
memiliki titik nyala di bawah 0 derajat C dan titik didih lebih rendah atau sama dengan
35 0C.
4. Sangat mudah menyala (highly flammable), yaitu bahan yang memiliki titik nyala 0210C.
5. Mudah menyala (flammable).
6. Amat sangat beracun (extremely toxic);
7. Sangat beracun (highly toxic);
8. Beracun (moderately toxic), yaitu bahan yang bersifat racun bagi manusia dan akan
menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui
pernafasan, kulit atau mulut.
9. Berbahaya (harmful), yaitu bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika
terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap
kesehatan sampai tingkat tertentu.
10. Korosif (corrosive), yaitu bahan yang menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan
proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju korosi lebih besar dari 6,35
mm/tahun, atau mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan sama
atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

11. Bersifat iritasi (irritant), yaitu bahan padat atau cair yang jika terjadi kontak secara
langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir
dapat menyebabkan peradangan.
12. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment), yaitu bahaya yang
ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di
lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.
13. Karsinogenik (carcinogenic), yaitu bahan yang dapat menyebabkan sel kanker.
14. Teratogenik (teratogenic), yaitu bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan embrio.
15. Mutagenik (mutagenic), yaitu bahan yang menyebabkan perubahan kromosom (merubah
genetika).
Jenis dan klasifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun juga diuraikan dalam Keputusan
Menteri Kesehatan No. 453/Menkes/Per/XI/1983. Dalam Kepmenkes ini B3
dikelompokkan dalam 4 klasifikasi yaitu :
1. Klasifikasi I, meliputi :
A. Bahan kimia atau sesuatu yang telah terbukti atau diduga keras dapat menimbulkan
bahaya yang fatal dan luas, secara langsung atau tidak langsung, karena sangat sulit
penanganan dan pengamanannya;
B. Bahan kimia atau sesuatu yang baru yang belum dikenal dan patut diduga menimbulkan
bahaya.
1. Klasifikasi II, meliputi :
A. Bahan radiasi;
B. Bahan yang mudah meledak karena gangguan mekanik;
C. Bahan beracun atau bahan lainnya yang mudah menguap dengan LD50 (rat) kurang dari
500 mg/kg atau yang setara, mudah diabsorpsi kulit atau selaput lendir;
D. Bahan etilogik/biomedik;
E. Gas atau cairan beracun atau mudah menyala yang dimampatkan;
F. Gas atau cairan atau campurannya yang bertitik nyala kurang dari 350C;
G. Bahan padat yang mempunyai sifat dapat menyala sendiri.
2. Klasifikasi III, meliputi :
A. Bahan yang dapat meledak karena sebab-sebab lain, tetapi tidak mudah meledak karena
sebab-sebab seperti bahan klasifikasi II;
B. Bahan beracun dengan LD50 (rat) kurang dari 500 mg/kg atau setara tetapi tidak
mempunyai sifat seperti bahan beracun klasifikasi II;

C. Bahan atau uapnya yang dapat menimbulkan iritasi atau sensitisasi, luka dan nyeri;
D. Gas atau cairan atau campurannya dengan bahan padat yang bertitik nyala 350Csampai
600C;
E. Bahan pengoksidasi organik;
F. Bahan pengoksidasi kuat;
G. Bahan atau uapnya yang bersifat karsinogenik, tetratogenik dan mutagenik;
H. Alat atau barang-barang elektronika yang menimbulkan radiasi atau bahaya lainnya.
1. Klasifikasi IV, yaitu :
A. Bahan beracun dengan LD50 (rat) diatas 500 mg/kg atau yang setara;
B. Bahan pengoksid sedang;
C. Bahan korosif sedang dan lemah;
D. Bahan yang mudah terbakar.
Selain itu penggolongan bahan berbahaya dan beracun dapat dilihat juga pada SK
Menteri Perindustrian No. 148/M/SK/4/1985 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.
187/1999.
Untuk mengenali masing-masing jenis Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut biasanya
disertakan gambar atau logo pada kemasannya. Pemberian simbol Bahan Berbahaya dan
Beracun ini, yang terbaru, diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun
2013 tentang Simbol dan Label Limbah B3. Simbol atau lambang B3 yang digunakan
adalah sebagaimana gambar ilustrasi di atas.

Anda mungkin juga menyukai