Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA DASAR

ACARA I
KARBOHIDRAT

Disusun oleh :
Kelompok XXXVIII
Muhammad Irfan Yumna Hadaya PT/08022
Akbar Yusuf Riananda PT/08075
Sinatrya Larasati Putri PT/08173
Eva Widilestari PT/08273
Tiara Fitri Srisetiorini PT/08331
Asisten : Embun Radhiatul Mardhiah

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI


BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
ACARA I
KARBOHIDRAT

Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui gugus reduksi pada
karbohidrat, mengetahui adanya gugus reduksi bebas pada karbohidrat,
mengetahui pengaruh asam pada karbohidrat, mengetahui adanya gugus
keton pada karbohidrat sehingga dapat membedakan glukosa dan fruktosa,
identifikasi karbohidrat berdasarkan bentuk fisik, mengetahui hasil hidrolisis
dengan melihat adanya gugus reduksi pada karbohidrat serta mengetahui
tahapan hidrolisis amilum.

Tinjauan Pustaka
Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh
manusia yang berfungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh manusia.
Karbohidrat terdiri atas unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O).
Karbohidrat dibagi menjadi dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana dan
karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana terdiri atas monosakarida
yang merupakan molekul dasar dari karbohidrat, disakarida yang terbentuk
dari dua macam monosa yang dapat saling terikat, dan oligosakarida yaitu
gula rantai pendek yang dibentuk oleh galaktosa, glukosa, dan fruktosa.
Karbohidrat kompleks terdiri atas polisakarida yang terdiri atas lebih dari
dua ikatan monosakarida dan serah yang dinamakan polisakarida nonpati
(Siregar, 2014).
Monosakarida merupakan gula sederhana. Monosakarida terdapat
dalam bentuk ‘rantai terbuka’ dan bentuk cincin. Kedua bentuk ini dengan
mudah saling bertukar bentuk. Monosakarida tidak berwarna merupakan
kristal padat, yang mudah larut dalam air, tetapi tidak larut dalam pelarut
nonpolar. Kebanyakan monosakarida mempunyai rasa yang manis, dengan
rumus empiris (CH2O)n, dimana n=3, atau jumlah yang lebih besar lainnya
(Nelson et al., 2004).
Berdasarkan banyaknya atom karbon (C) di dalam molekulnya,
monosakarida dapat dibedakan menjadi triosa (3 atom C), tetrosa (4 atom
C), pentosa (5 atom C), heksosa (6 atom C), dan heptosa (7 atom C).
Berdasarkan gugus fungsi karbonil fungsionalnya, maka monosakarida
dibedakan menjadi aldosa, jika mengandung gugus aldehid dan ketosa, jika
mengandung gugus keton (Nelson et al., 2004).
Oligosakarida dapat didefinisikan sebagai molekul karbohidrat yang
mengandung 2 sampai 10 unit molekul monosakarida. Oligosakarida yang
paling umum adalah disakarida (Cn(H2O)n-1), yang tersusun dari dua satuan
molekul monosakarida, yang digabungkan oleh ikatan glikosida. Disakarida
yang banyak terdapat di alam adalah sukrosa, laktosa, dan maltosa.
Oligosakarida biasanya bersifat larut dalam air. Oligosakarida dapat
diperoleh dari hasi hidrolisis polisakarida dengan bantuan enzim tertentu
atau hidrolisis dengan asam (Kuchel dan Ralsfon, 2006).
Polisakarida merupakan polimer yang tersusun dari sejumlah besar
monosakarida yang bertautan melalui ikatan glikosidik. Fungsi utamanya
adalah sebagai komponen struktural atau sebagai bentuk penyimpanan
energi. Polisakarida dapat berfungsi sebagai bentuk energi simpanan dan
sebagai fungsi struktur di dalam dinding sel dan jaringan pengikat. Hidrolisis
sempurna terhadap polisakarida oleh asam atau enzim spesifik
menghasikan monosakarida atau turunannya. Polisakarida dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu homopolisakarida dan
heteropolisakarida (Sunarti et al., 2012).
Homopolisakarida mengandung satu unit jenis polisakarida.
Polisakarida yang pada hidrolisis menghasilkan heksosa disebut heksosan,
contohnya glikogen, pati, dan selulosa. Polisakarida yang menghasilkan
pentosa disebut pentosan, contohnya gummi arabikum. Heteropolisakarida
mengandung dua atau lebih jenis monosakarida yang berbeda, misalnya
asam hialuronat pada jaringan pengikat yang mengandung N-asetil
glukosamin dan asam glukoranat (Sunarti et al., 2012).
Pada molekul monosakarida, atom-atom karbon tidak setangkup
atau atom karbon tidak asimetris memungkinkan pembentukan isomer optik
sehingga dapat membentuk dua senyawa yang merupakan bayangan
cermin dari yang lain. Senyawa-senyawa yang memiliki rumus bangun
sama tetapi berbeda dalam konfigurasi keruangan dikenal sebagai
stereoisomer. Contohnya yaitu D-glukosa dan L-glukosa. Gula dengan
konfigurasi D disebut gula D, sedangkan gula dengan konfigurasi L disebut
gula L (Mudgil et al., 2013).

Gambar rantai d-glukosa dan l-glukosa

Monosakarida memiliki sifat-sifat umum seperti reaksi dengan basa


dan asam atau pengaruh asam dan basa, daya pereduksi, pembentuk
glikosida, dan pembentukan osazon. Pada reaksi basa dan asam, glukosa
yang dilarutkan dalam basa encer/basa lemah Ba(OH) 2 atau Ca(OH)2
setelah beberapa jam akan dihasilkan campuran yang terdiri atas fruktosa,
manosa, dan sebagian glukosa semula. Pada daya reduksi, pereduksi gula
disebabkan adanya gugus aldehida atau gugus keton yang bebas sehingga
dapat mereduksi ion-ion logam seperti tembaga (Cu) dan perak (Ag) dalam
suatu larutan basa. Monosakarida dapat bereaksi dengan larutan
fenilhidrazin dalam suasana asam dalm suhu 1000C membentuk osazon.
Glukosa, fruktosa, galaktosa membentuk osazon yang sama, karena C3 dan
C4 kedua gula ini sama (Mudgil et al., 2013).
Prinsip pada uji benedict daya mereduksi adalah gugus reduksi pada
monosakarida mereduksi Cu2+ yang terdapat dalam reagen benedict
menjadi Cu+ yang terlihat dengan terbentuknya endapan merah bata
(Cu2O) (Sulistyono, 2014).
Pada pembuktian uji pengaruh asam, uji yang dilakukan adalah Uji
Molisch dan Uji Seliwanoff. Prinsip kerja dari uji molisch adalah pemanasan
monosakarida dengan asam kuat akan mengalami dehidrasi yang
menghasilkan furfural yang kemudian bereaksi dengan alfa-naftol dalam
alkohol membentuk senyawa berwarna. Prinsip kerja dari uji seliwanoff
adalah mengubah fruktosa menjadi hidroksimetilfurfural yang akan bereaksi
dengan resorsinol membentuk senyawa berwarna merah (Andrawulan et
al., 2011).
Pada pembentukan osazon, uji yang dilakukan adalah uji
fenilhidrazin. Prinsip kerja dari uji fenihidrazin adalah pemanasan
monosakarida dalam keadaan asam dengan suhu 100 0C dengan
penambahan fenilhidrazin berlebih akan bereaksi membentuk fenilosazon
(Anindita et al., 2016).
Pada hasil hidrolisis, uji yang dilakukan adalah Uji Benedict dan Uji
Seliwanoff. Uji benedict dilakukan untuk melihat gugus reduksi pada
karbohidrat sehingga hasil hidrolisis diketahui. Uji seliwanoff dilakukan
untuk mengetahui adanya gugus keton sebagai hasil hidrolisis karbohidrat
dengan melakukan proses pemanasan dengan suasana asam (Gilvery et
al., 1996).
Pada pengujian polisakarida, uji yang dilakukan adalah uji hasil
hidrolisis amilum. Amilum dalam suasana asam bila dipanaskan akan
terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Hasil
hidrolisis dapat diuji dengan iodium dan menghasilkan warna biru sampai
tidak berwarna. Hasil akhir hidrolisis ditegaskan dengan uji benedict
(Gilvery et al., 1996).
Materi dan Metode

Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain tabung
reaksi, pembakar spritus, gelas ukur, stopwatch, sendok kecil, pipet tetes,
druplet, penyaring, corong, dek gelas, objek gelas, dan mikroskop.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain
larutan benedict, glukosa (0,01 M; 0,02 M; dan 0,04 M), fruktosa (0,01 M
dan 0,02 M), laktosa (0,02M dan 0,03M), sakarosa (0,01M; 0,02M; dan 0,03
M), larutan pati 0,7%, larutan luff encer, selulosa 0,01 M, furfural 0,01 M,
naftol 5%, asam sulfat pekat, HCl 5 M, larutan resorsinol 0,5%, sakarida
0,01 M, Na2CO3, arabinose 0,1 M, asam asetat glasial, fenilhidrazina padat,
timol blue, HCl encer, HCl pekat, larutan amilum, larutan iod, dan larutan
Na2CO3 2%.

Metode
Pada uji benedict daya mereduksi, pertama, larutan benedict 3ml
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Lalu ditambahkan 1ml 0,01 M; 0,02 M;
dan 0,04 M glukosa. Larutan lalu dipanaskan selama 10 menit. Perubahan
yang terjadi diamati dan kecepatan perubahan dibandingkan.
Pada uji luff daya mereduksi, pertama, 5 tabung reaksi diisi 2ml 0,02
M fruktosa, 2ml 0,02 M glukosa, 2ml 0,02 M sakarosa, dan 2ml larutan pati
7%. Lalu ditambahkan 1ml larutan luff encer ke dalam masing-masing
tabung dan dicelupkan ke dalam penangas api mendidih selama 15 menit.
Perubahan dan kecepatan perubahan diamati.
Pada uji molisch pengaruh asam, disiapkan 4 tabung reaksi. Tabung
reaksi diisi masing-masing 1ml 0,01M glukosa, 0,01M selulosa, 0,7%
larutan pati, furfural 0,01M. Lalu masing-masing ditambah 2 tetes larutan
5% naftol dalam alkohol (dicampur baik-baik). Kemudian 3ml asam sulfat
ditambahkan melalui dinding tabung sehingga terjadi 2 lapisan. Warna yang
timbul diamati.
Melihat pembentukan osazon dilakukan dengan uji fenilhidrazina.
Pertama, 6 tabung reaksi disiapkan dan diisi masing-masing dengan 5ml
0,01 M glukosa, 0,1 M fruktosa, 0,1 M arabinose, dan 0,1 M xilosa. Kedua,
10 tetes asam asetat ditambahkan dengan sedikit fenilhidrazin padat dan
Na asetat padat (dua kali jumlah fenilhidrazina). Semua padatan lalu larut
dipanaskan. Lalu masing-masing isi disaring ke dalam tabung yang masih
kosong. Ketiga tabung lalu dipanaskan ke dalam penangas air mendidih
selama 30 menit. Kristal yang terbentuk dilihat di bawah mikroskop. Masing-
masing kristal digambar.
Uji benedict pada hasil hidrolisis dengan diambil 5ml larutan
sakarosa lalu dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 1 tetes
timol merah dan 1-2 tetes HCl encer sampai warna biru menjadi merah
muda. Larutan tersebut dibagi ke dalam 2 tabung. Tabung yang satu
dididihkan selama 30 menit. Kedua tabung tersebut lalu dinetralkan dengan
larutan Na2CO3 (warna kembali biru). Kedua tabung tersebut lalu diuji
dengan uji benedict. Dilakukan hal yang sama pada maltosa dan laktosa.
Uji seliwanoff pada hasil hidrolisis diperlukan tabung reaksi yang
berisi 2ml larutan sakarosa ditambah 2ml HCl pekat. Lalu larutan dididihkan
selama 30 menit dan setelahnya didinginkan. Setelah itu, larutan ditambah
0,5ml 0,5% resorsinol. Warna yang muncul diamati. Percobaan ini
dilakukan pada maltosa dan glukosa.
Uji terakhir yang akan dilakukan adalah uji hidrolisis amilum. Larutan
1% amilum sebanyak 10ml dicampur dengan 3ml 3 M larutan HCl. Tabung
yang sudah terisi campuran tersebut ditempatkan di atas penangas air
mendidih. Tiap 3 menit diambil setetes untuk diuji dengan yod. Pengambilan
dihentikan jika uji yod sudah negatif. Waktu dan perubahan tetes dicatat.
Larutan dinetralkan dengan Na2CO3 lalu diuji dengan benedict.
Hasil dan Pembahasan

Daya Mereduksi

Uji Benedict. Tujuan uji benedict yaitu untuk mengetahui adanya


gugus reduksi pada karbohidrat. Prinsip kerja uji benedict adalah gugus
reduksi pada monosakarida mereduksi Cu2+ yang terdapat dalam reagen
benedict menjadi Cu+ yang terlihat dengan terbentuknya endapan merah
bata (Cu2O) (Sulistyono, 2014).

Fungsi reagen Benedict yaitu untuk mengetahui adanya gugus


reduksi pada karbohidrat dengan terbentuknya endapan merah bata. Pada
uji Benedict diberikan perlakuan perbedaan jumlah konsentasi pada
glukosa. Konsentarsi glukosa yang digunakan yaitu 0,01 M; 0,02 M; dan
0,04 M. Fungsi perlakuan tersebut agar dapat diketahui konsentrasi yang
dapat melakukan reduksi paling tinggi dan paling rendah (Isbeanny et al.,
2013)

Berdasarkan uji Benedict yang telah dilakukan, diperoleh hasil pada


tabung pertama yang berisi glukosa 0,01 M yang ditambahkan reagen
Benedict terdapat sedikit endapan merah bata dan tidak mengalami
perubahan warna pada larutan tersebut. Hal tersebut disebabkan karena
konsentrasi glukosa 0,01 M masih kecil sehingga daya mereduksinya
sedikit. Pada tabung kedua yang berisi larutan glukosa 0,02 M yang
ditambahkan reagen Benedict mengalami perubahan warna dan endapan
yang sedikit lebih banyak daripada glukosa 0,01 M. Hal tersebut dapat
terjadi karena konsentrasi glukosa 0,02 M lebih besar dari pada konsentrasi
0,01 M sehingga, daya reduksi glukosa 0,02 M sedikit lebih tinggi.
Selanjutnya, pada tabung ketiga yang berisi 0,04 M glukosa ditambahkan
reagen Benedict terdapat banyak endapan dan tidak mengalami perubahan
warna. Hal tersebut dapat terjadi karena konsentrasi glukosa 0,04 M paling
tinggi dari larutan glukosa yang lainnya sehingga daya mereduksinya paling
tinggi (Isbeanny et al., 2013)

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil uji Benedict yaitu


konsentrasi pada glukosa. Apabila konsentrasi tinggi, maka daya reduksi
gluksa juga tinggi. Namun, jika konsentrasi rendah, maka daya reduksi juga
semakin rendah. Perbedaan konsentrasi berpengaruh pada hasil endapan,
semakin besar konsentrasi glukosa yang ditambahkan maka semakin
banyak endapan merah bata yang diperoleh

Uji Luff. Tujuan uji Luff yaitu untuk mengetahui adanya gugus
reduksi bebas yang terdapat pada karbohidrat. Prinsip kerja uji Luff adalah
gugus reduksi bebas pada monosakarida mereduksi Cu 2+ yang terdapat
dalam reagen benedict menjadi Cu+ yang terlihat dengan terbentuknya
endapan merah bata (Cu2O) (Sulistyono, 2014).

Fungsi penambahan reagen Luff yaitu untuk mengetahui adanya


gugus reduksi bebas pada fruktosa, glukosa, laktosa, sukrosa, dan pati.
Penambahan reagen Luff dapat membuktikan daya reduksi dengan
terbentukan endapan merah bata apabila bereaksi dengan gugus reduksi
bebas pada monosakrida (Isbeanny et al., 2013)

Berdasarkan uji Luff yang telah dilakukan diperoleh hasil pada


tabung pertama yang berisi 2 ml fruktosa 0,02 M ditambahkan dengan
reagen Luff dan telah dididihkan mengalami perubahan warna menjadi
coklat dan terdapat sedikit endapan. Terdapat endapan merah bata
disebabkan karena ketosa yang terkandung di dalam fruktosa mempunyai
gugus reduksi bebas yang dapat mereduksi Cu 2+ menjadi Cu+ membentuk
Cu2O. Pada tabung kedua yang berisi 2 ml glukosa 0,02 M ditambahkan
dengan reagen Luff dan telah dididihkan mengalami perubahan warna
coklat dan terdapat endapan merah bata. Terdapat endapan merah bata
pada tabung kedua disebabkan aldosa yang terkandung di dalam glukosa
mempunyai gugus reduksi bebas yang dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+
membentuk Cu2O. Selanjutnya pada tabung ketiga yang berisi laktosa 0,02
M yang ditambahkan dengan reagen Luff dan telah dididihkan mengalami
perubahan warna menjadi coklat tua dan terdapat endapan merah bata.
Penyebabnya adalah laktosa merupakan disakarida yang terdiri dari
glukosa dan galaktosa dengan ikatan (1-4)-α-glikosidik, laktosa masih
memiliki gugus reduksi bebas (aldehid) yang dapat mereduksi Cu2+ menjadi
Cu+ membentuk Cu2O. Pada tabung keempat yang berisi sukrosa 0,02 M
yang ditambahkan reagen Luff dan telah dididihkan mengalami perubahan
warna menjadi coklat tua serta terdapat banyak endapan merah bata. Hal
tersebut disebabkan karena sukrosa merupakan disakarida sehingga masih
memiliki gugus reduksi bebas. Kemudian, pada tabung kelima yang diisi
dengan 2 ml larutan amilum 1 % ditambah dengan reagen Luff dan telah
dididihkan tidak mengalami perubahan warna (tetap berwarna biru) dan
tidak terdapat endapan. Hal tersebut disebabkan karena amilum
merupakan polisakarida, sehingga tidak memiliki gugus reduksi bebas yang
dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+ membentuk Cu2O (Isbeanny et al.,
2013).

Faktor yang mempengaruhi hasil uji Luff adalah perbedaan jenis


monosakarida yang digunakan. Pemanasan yang terlalu lama akan
membuat sakarosa sedikit mengalami hidrolisis. Sukrosa memiliki
monomer glukosa dan fruktosa dengan ikatan (1-2)-α-glikosidik sehingga
tidak ada gugus reduksi bebasnya.

Pengaruh asam

Uji Molisch. Tujuan uji Molisch adalah untuk mengetahui adanya


pengaruh asam pada karbohidrat (identifikasi umum karbohidrat). Prinsip
kerja uji Molisch adalah pemanasan monosakarida dengan asam kuat akan
mengalami dehidrasi yang menghasilkan furfural yang kemudian bereaksi
dengan alfa-naftol dalam alkohol membentuk senyawa berwarna.
Fungsi reagen Molisch adalah untuk menguji adanya pengaruh
asam pada karbohidrat yang akan terbentuknya cincin senyawa kompleks
berwarna ungu. Fungsi penambahan H2SO4 yaitu untuk menghidroksida
karbohidrat menjadi monosakarida dan monosakarida akan mengalami
dehidrasi yang membentuk furfural atau hidroksimetilfurfural (Isbeanny et
al.,

Berdasarkan uji Molisch yang telah dilakukan diperoleh hasil pada


tabung pertama yang diisi dengan 1 ml glukosa 0,02 M ditambahkan
reagen Molisch dan 3 ml H2SO4 pekat hasilnya terbentuk cincin ungu yang
lebih sedikit daripada fulfural. Hal tersebut disebabkan karena glukosa
merupakan monosakrida yang harus mengalami dehidrasi untuk
membentuk furfural. Selanjutnya, pada tabung kedua yang diisi dengan 1
ml selulosa 0,02 M ditambahkan reagen Molisch dan 3 ml H2SO4 pekat
hasilnya memiliki cintin ungu paling sedikit. Hal tersebut disebabkan karena
selulosa merupakan polisakarida yang harus dipecah terlebih dahulu
menjadi monosakarida (glukosa) baru menjadi furfural. Kemudian, pada
tabung ketiga yang diisi dengan 1 ml amilum 1% ditambahkan dengan
reagen Molisch dan 3 ml H2SO4 pekat hasilnya memiliki cincin ungu paling
sedikit. Hal tersebut disebabkan karena amilum merupakan polisakarida
yang harus dipecah terlebih dahulu menjadi monosakarida (glukosa) baru
menjadi furfural. Pada tabung keempat yang telah diisi dengan 1 ml furfural
ditambahkan reagen Molisch dan 3 ml H2SO4 pekat hasilnya memiliki
cincin ungu paling banyak. Hal tersebut disebabkan karena sudah dalam
bentuk furfural sehingga tinggal bereaksi dengan timol membentuk
senyawa berwarna (Isbeanny et al., 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi uji Molisch adalah penambahan


H2SO4, apabila penambahan H2SO4 terlalu banyak maka sampel yang
digunakan akan berwarna ungu semua. Serta H2SO4 bersifat mudah
bereaksi dengan udara.
Uji Seliwanoff. Tujuan uji Seliwanoff adalah mengetahui adanya
gugus keton yang terdapat pada karbohidrat, sehingga dapat digunakan
dalam membedakan glukosa dan fruktosa. Prinsip kerja uji Seliwanoff yaitu
fruktosa akan diubah menjadi hidroksimetilfurfural yang akan bereaksi
dengan resorsinol membentuk senyawa yang berwarna merah (Isbeanny et
al., 2013).

Reagen Seliwanoff yang digunakan yaitu larutan resorsinol dalam


alkohol. Fungsi reagen Seliwanoff yaitu untuk membedakan aldosa dan
ketosa. Gula aldosa memiliki gugus aldehid, sedangkan ketosa memiliki
gugus keton. Ketosa akan lebih cepat mengalami dehidrasi jika
dibandingkan dengan aldosa pada saat dipanaskan. Penambahan HCl
pekat akan mendehidrasi gula menjadi furfural yang akan bereaksi dengan
resorsinol membentuk senyawa berwarna merah. Perlakuan yang
dilakukan adalah pemanasan yang berfungsi untuk mempercepat reaksi
yang terjadi (Isbeanny et al., 2013)

Berdasarkan uji Seliwanoff yang telah dilakukan diperoleh hasil pada


tabung pertama yang diisi dengan 2 ml glukosa 0,01 M ditambahkan 2 ml
HCl pekat dan dididihkan lalu ditambah reagen Seliwanoff hasilnya
mengalami perubahan warna menjadi agak kemerahan. Hal tersebut
disebabkan karena glukasa tidak memiliki gugus keton tetapi gugus aldehid.
Kemudian, pada tabung kedua yang diisi dengan 2 ml fruktosa 0,02 M
ditambahkan 2 ml HCl pekat dan didihkan lalu ditambah reagen Seliwanoff
hasilnya mengalami perubahan warna menjadi merah. Hal tersebut
disebabkan karena fruktosa memiliki gugus keton dengan reaksi Seliwanoff
membentuk hidroksimetilfurfural yang ditunjukan dengan warna merah.
Pendidihan yang terjadi menghasilkan warna merah sesuai dengan uji yang
dilakukan (Isbenanny et al., 2013).

Terbentuknya warna disebabkan karena pemanasan yang terlalu


lama sehingga ikatan antara gugus aldehid dan polimernya menjadi lepas.
Selain itu, pemanasan juga berfungsi untuk mempercepat reaksi yang
terjadi.
Daftar Pustaka

Anandita Faradisa, Bahari Syaiful, dan Hardi Jaya. 2016. Ekstrasi dan
karakterisasi glukoman dari tepung biji salak. Jurnal Kimia. 2(2):
2-4.
Andarwulan, N., Kushandar, F. dan Herawati, D. 2011. Analisis Pangan.
Dian Rakyat. Jakarta. Hal 20-21.
Gilver, M. dan Giddstein. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan dan
Fungsional. Airlangga University Press. Surabaya. Hal 2
Kuchel, P. and Ralston, G. 2006. Schaum’s Easy Outlines: Biochemistry.
McGraw-Hill Company. New York. Page 2-4.
Mudgil, D and Barak, S. 2013. Composition, properties and health benefits
of indigestible carbohydrate polymers as dietary fiber. International
Journal of Biological Macromolecules. 6(1): 1-3.
Nelson, D. and Cox, M. 2004. Lehninger Principles of Biochemistry Fouth
Edition. W. H. Freeman Company. New York. Page 10-13.
Siregar, N. 2014. Karbohidrat. Jurnal Ilmu Olahraga. 13(2): 38-40.
Sulistyono, A. 2014. Penentuan jenis karbohidrat dengan uji kualitatif
menggunakan reagen pada sampel mie instan. Jurnal Biologi. 2(3):
1-4.
Sunarti, C., Santoso, D., Santi, A. dan Trikari, A. 2012. Komposisi Kimia
dan Profil Polisakarida Rumput Laut Hijau. Jurnal Akuatik. 3(2):
105-108.

Anda mungkin juga menyukai