Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Farmakologi adalah istilah yang berasal bahasa Yunani yaitu  Farmakos
yang memiliki arti obat dan Logos  yang artinya ilmu. Jadi secara harfiah,
farmakologi dapat ditafsirkan sebagai suatu ilmu yang mempelajari obat dan cara
kerjanya pada sistem biologis. Terutama tentang obat yang berkaitan dengan
respons bagian-bagian tubuh terhadap sifat obat, pengaruh sifaf fisika terhadap
tubuh, kegunaan obat bagi kesembuhan dan nasib yang dialami obat
dalam tubuh. Artinya farmakologi ini akan menelaah efek-efek dari senyawa
kimia pada jaringan hidup makhluk hidup.
Menurut Tjay dan Rahardja (2017). Obat adalah semua bahan tunggal atau
campuran yang digunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam maupun
bagian luar, guna mencegah, meringankan, maupun menyembuhkan penyakit.
Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam
dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah penyakit berikut
gejalanya.
Salah satu penyakit yang sering dijumpai yaitu diabetes melitus yang dapat
menyerang segala macam kalangan, mulai dari anak-anak sampai orang tua,
bahkan pada orang lansia sekalipun. Diabetes melitus umumnya lebih banyak
diderita oleh kaum wanita terutama bagi mereka yang memiliki masalah pada
berat badannya.

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit metabolik yang


dikarakteristikan dengan kondisi hiperglikemia yang berasal dari sekresi insulin,
aksi insulin, atau kedua. Kondisi hiperglikemia kronik dan diabetes akan berakibat
menjadi kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kecacatan organ terutama pada
mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Bastuki, 2005).
Dalam keadaan normal, kira-kira 50 % glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO dan air 5% diubah menjadi glikogen dan kira-
kira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes melitus semua proses tersebut
terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi terutama di

1
peroleh dari metabolisme protein dan lemak. Insulin adalah hormon yang
mengendalikan gula darah. Tubuh menyerap mayoritas karbohidrat sebagai
glukosa (gula darah). Dengan meningkatnya gula darah setelah makan, pankreas
melepaskan insulin yang membantu membawa gula darah ke dalam sel untuk
digunakan sebagai bahan bakar atau disimpan sebagai lemak apabila kelebihan.
Orang-orang yang punya kelebihan berat badan atau mereka yang tidak
berolahraga seringkali menderita resistensi insulin. Konsekuensinya, tingkat gula
darah meningkat di atas normal.

Pengobatan diabetes dapat dilakukan dengan cara pemberian insulin


ataupun obat-obat hipoglikemik oral seperti golongan sulfonilurea contohnya
glibenclamid dan golongan biguanid seperti metformin. Disamping pengobatan
dengan obat modern diabetes dapat pula diobati dengan obat tradisional yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, maupun mineral. Pengobatan secara
tradisional memiliki efek samping yang kurang dibanding obat modern.

Pada percobaan kali ini akan diamati kegunaan obat-obat antidiabetik


glibenklamid dan metformin dengan melihat efek penurunan kadar gula darah
dengan menggunakan alat ukur gula darah yaitu glukometer serta Na-CMC dan
glukosa sebagai kontrol dengan menggunakan hewan uji mencit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana mekanisme kerja dari obat hopoglikemik ?
2. Bagaimana mekanisme kerja dari obat glibenkalmid?
3. Bagaimana mekanisme kerja dari obat metformin?
1.3 Tujuan Praktikum
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui efek obat hipoglikemik oral yang
diberikan pada mencit.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui mekanisme kerja dari obat
hipoglikemik.
3. Agar mahasiswa dapat mengamati penurunan kadar glukosa darah pada
mencit.

2
1.4 Prinsip Praktikum
Efek obat hipoglikemik oral diamati dengan membandingkan kadar
glukosa darah mencit sebelum pemberian dan setelah pemberian obat
hopglikemik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Diabetes
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya
gangguan pada metabolime glukosa, disebabkan kerusakan proses pengaturan
sekresi insulin dari sel-sel beta. Insulin, yang diahasilkan oleh kelenjar pankreas
sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah. Kadar glukosa
darah normal pada waktu puasa antara 60-120 mg/dl, dan dua jam sesudah makan
dibawah 140 mg/dl. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik secara kualitas
maupun kuantitas, keseimbangan tersebut akan terganggu, dan kadar glukosa
darah cenderung naik (hiperglikemia) (Kee dan Hayes,2016; Tjokroprawiro,
2016).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia dan glukosuria yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang diakibatkan kurangnya insulin
yang diproduksi oleh sel β pulau Langerhans kelenjar Pankreas baik absolut
maupun relatif (Herman, 2017).
Kelainan metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme
karbohidrat. Oleh  karena itu, diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan kadar
glukosa dalam plasma darah (Adam, 2016).
Diabetes melitus merupakan salah satu jenis penyakit yang ditandai
dengan meningkatnya kadar glukosa darah (hiperglikemia) sebagai akibat dari
rendahnya sekresi insulin, gangguan efek insulin, atau keduanya. Diabetes
mellitus bukan merupakan patogen melainkan secara etiologi adalah kerusakan
atau gangguan metabolisme. Gejala umum diabetes adalah hiperglikemia,
poliuria, polidipsia, kekurangan berat badan, pandangan mata kabur, dan
kekurangan insulin sampai pada infeksi. Hiperglikemia akut dapat
menyebabkan sindrom hiperosmolar dan kekurangan insulin dan
ketoasidosis. Hiperglikemia kronik  menyebabkan kerusakan jangka panjang,
disfungsi dan kegagalan metabolisme sel, jaringan dan organ. Komplikasi jangka

4
panjang diabetes adalah macroangiopathy, microangiopathy, neuropathy, katarak,
diabetes kaki dan diabetes jantung (Reinauer et al, 2017).
Pada diabetes melitus semua proses terganggu, glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan
lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila
hebat sekali hingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang
nyata berbahaya ialah gliosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik
osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai
efektrolit. Hal ini yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit
pada penderita diabetes yang tidak diobati. Karena adanya dehidrasi , maka badan
berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Badan kehilangan 4
kalori untuk setiap hari gram glukosa yang diekskresi (Katzung,dkk,2016).
Insulin adalah polipeptida dengan BM kira-kira 6000. Polipeptida ini
terdiri dari 51 asam amino  tersusun dalam dua rantai, rantai A terdiri dari 21
asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Antara rantai A dan B
terdapat 2 jembatan disulfide yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19.
Selain iu masih terdapat jembatan disulfide antara asam amino ke-6 dan ke-11
pada rantai AKarena insulin babi lebih mirip insulin insani maka dengan bahan
insulin babi mudah dibuat insulin insani semisintetik. Disamping itu juga dapat
disintesis insulin manusia dengan teknik rekombinan DNA 
(Ganiswarna,dkk,2017).
Sekresi insulin diatur tidak hanya diatur oleh kadar glukosa darah tetapi
juga hormon lain dan mediator autonomik. Sekresi insulin umumnya dipacu oleh
ambilan glukosa darah yang tinggi dan difosforilasi dalam sel  pankreas. Insulin
umumnya diisolasi dari pankreas sapi dan babi, namun insulin manusia juga dapat
menggantikan hormon hewan untuk terapi. Insulin manusia diproduksi oleh strain
khusus E. Coli yang telah diubah secara genetik. mengandung gen untuk insulin
manusia. Insulin babi paling mendekati struktur insulin manusia, yang dibedakan
hanya oleh satu asam amino. Gejala hipoglikemia merupakan reaksi samping yang
paling umum dan serius dari kelebihan dosis insulin. Reaksi samping lainnya
berupa lipodistropi dan reaksi alergi.Diabetes militus ialah suatu keadaan yang

5
timbul karena defisiensi insulin relatif maupun absolut. Hiperglikemia timbul
karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolismenya
diganggu. Dalam keadaan normal kira-kira 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi
glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak (Siswandono, 2016).
2.2 Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Mellitus
a. Diabetes Mellitus tergantung Insulin (DMTI, tipe 1)
Diabetes mellitus tergantung insulin (DMTI atau IDDM) merupakan
istilah yang digunakan untuk kelompok pasien diabetes mellitus yang tidak dapat
bertahan hidup tanpa pengobatan insulin. Penyebab yang paling umum
dari IDDM ini adalah terjadinya kerusakan otoimun sel-sel beta (β) dari pulau-
pulau Langerhans (Katzung, 2016).
Kebanyakan penderita IDDM berusia masih muda, dan usia puncak
terjadinya serangan adalah 12 tahun. Namun demikian, 10% pasien diabetes diatas
65 tahun merupakan pengidap IDDM (Katzung, 2016).
IDDM dapat juga disebabkan adanya interaksi antara faktor-faktor
lingkungan dengan kecenderungan sebagai pewaris penyakit diabetes mellitus.
Hal ini menunjukkan bahwa IDDM dapat timbul karena adanya hubungan dengan
gen-gen pasien dan dapat pula dipicu oleh faktor lingkungan yang ada, termasuk
bermacam-macam virus (Jones and Gill, 1998; Tunbridge and Home, 2016).
Secara normal hiperglikemisa akan menurunkan sekresi glukogen, tetapi
pada penderita DM tipe 1 ini tidak terjadi, sekresi glukogen tetap tinggi walaupun
dalam keadaan hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah
cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami keterdosis diabetik apabila tidak
mendapatkan terapi insulin. Apabila diberikan tetapi somastotin untuk menekan
sekresi glukogen, maka akan terjadi penekanan terhadap kenaikan gula dan berat
badan keton. Salah satu masalah jangka panjang pada tubuh untuk mensekresi
glukogen sebaai respon terhadap glikemis (Lopulalan, 2017).

6
b. Diabetes mellitus tidak tergantung Insulin (DMTTI ,Tipe II)
Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI atau NIDDM)
merupakan istilah yang digunakan untuk kelompok diabetes mellitus yang tidak
memerlukan pengobatan dengan insulin supaya dapat bertahan hidup, meskipun
hampir 20% pasien menerima insulin dengan tujuan untuk membantu mengontrol
kadar glukosa darah. NIDDM biasanya ditunjukkan oleh adanya kombinasi yang
beragam dari tahanan insulin dan kekurangan insulin (Tunbridge and Home,
2017).
Berbeda dengan DM tipe 1, pada penderita DM tipe 2 terutama yang
berada pada tahap awal umumnya dpat didetekski jumlah insulin yang cukup di
dalam darahnya, di sampiing kadar guula yang juga tinggi. Jadi, awal
potofuidologisnya bahkan bukan disebakan oleh kuangnya sekresi insulin, tetapi
karena sel- sel  sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin pada
penderita DM tipe 2 hsnys bersifat relative, tidak dabsolut. Oleh sebab itu, dalam
penanganannya tidak memerlukan terapi pemberian insulin. Sel- sel beta kalenjar
pancreas non sekresi insulin alam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi
segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi dua fase terjadi di sekitar
20 menit sesudahnya. (Ganiswara, 2016).
c. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes mellitus gestasional adalah kadaan diabetes dan interaksi glukosa
yang terlibat timbul selama masa khamilan,dan biasanya berlangsung hanya
sementara. Sekitar 4- 5 % wanita hamil diketahi menderita GOM dan umunya
terdeteksi pada atau setelah trimester kedua. Diabetes dalam masa kehamilan,
walaupn umumnya kelak dapat pulih kembali sendiri bebrapa saat setelah
melahirkan, namun dapat berakibat buruk pada bayi yang dikandung. Akibat
buruk yang dapat terjadi antara lain nolfarmasi konguinental, peningkatan berat
badan bayi ketika lahir dan meningkatnya resiko mortalitas prenatal (Ganiswaera,
2016).

7
d. Pra diabetes
Pra diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada
diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi daripada normal tetapi tidak
cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam diabetes tipe 2. Penderita pra- diabetes
di perkirakan cukup banyak, kodisi pra- diabetes merupakan factor resiko untuk
diabetes, serangan jantung dan stroke. Apabila tidak dikontrol dengan baik,
kondisi pra- diabetes dapat meningkat menjadi diabetes pada tipe 2 dalam kurun
waktu 5- 10 tahun. Namun pengaturan diet an olahraga yang baik dapat mencegah
atau menunda timbulnya diabetes. Ada 2 tipe mencegah atau menunda timbulnya
diabetes, yaitu;
a. Impaired fasting glucose, yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa
seseorang sekitar 100- 125 mg/dL (kadar normal <100 mg/dL)
b. Impaired glucose tolerance (IGT) yaitu keadaan dimana kadar glukosa
darah seseorang pada ujitoleransi glukosa nberada di atas normal tetapi
tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam kondisi diabetes
(Nurachman, 2016).
a. Mekanisme Terjadinya Diabetes
Penyakit diabetes mellitus ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam
darha atau hiperglikemia. Gejala awal penyakit dibetes mellitus biasanya kan
terjadi poliurea sebagai akibat meningkatnya dieresis yang ditentukan oleh
osmosis, gejala selanjutnya yang timbul adalah glikosuria bila kondisi
hiperglikemia melebihi 180 mg/dL (kadar gula darah normal 80- 100 mg/dL.
Hiperglipidemia terjadi kemudian yang disebabkan oleh mobilisasi cadangan
lemak, khususnya karena konsentrasi asam emak bebas yang meningkat akan
menyebabkan letouriadan asidosis yang parah dan menimbulkan komadiabetik.
Hiperglipidemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta
metabolism terganggu. Pada keadaan normal, kira- kira 50% glukosa yang masuk
ke dalam tubuh mengalamu metabolism sempurna menjadi CO2 dan H2O pada
jaringan adipose melalui proses glikolisis, 15% menjadi glukogen pada jaringan
hepar melaluii proses glikogenesis dan kira- kir 30- 40% diubah menjadi lemak
pada jaringan adipose (Campbell, 2016).

8
Karbohidrat dicerna menjadi glukosa sehingga kadar glukosa darah
meningkat. Insulin beperan dalam menjaga kadar glukosa darah tetap normal
dengan cara mentransfer glukosa darah ke dalam sel- sel yang membentuk
membutuhkan glukosa darah tidak dapat digunakan secara langsung menjadi
energy melaluipross oksidasi (respirasi) (Campbell, 2016).
C6H12O6  + 6CO2  --à 6CO2 + 6H2O + energy
Bentuk gangguan diabetik yang paling berat yaitu diabetikum, terdapat
gangguan proses biokimia glukosa dara dalam tubuh, yaitu terjadinya ketoasidosis
akibat embentukan benda keton dalam jumlah besar. Eliminasi glukosa dalam urin
menyebabkan dieresis osmotiik dengan kehilangan air, dengan demikian cerna
diabetik bergantung pada asidosis (Campbell, 2016).
b. Gejala
Gejala  penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lainnya
tidak selalu sama. Gejala yang disebutkan dibawah ini adalah gejala yang
umumnya timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala
lain. Ada pula penderita diabetes melitus yang tidak menunjukkan gejala apa pun
sampai pada saat tertentu (Tjoktoprawiro, 2016).
a. Pada permulaan, gejala yang ditunjukkan meliputi “tiga P” yaitu:
4 Polifagia (meningkatnya nafsu makan, banyak makan)
5 Polidipsia (meningkatnya rasa haus, banyak minum)
6 Poliuria (meningkatnya keluaran urin, banyak kencing)
Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus
meningkat, bertambah gemuk, mungkin sampai terjadi kegemukan. Pada keadaan
ini jumlah insulin masih dapat mengimbangi kadar glukosa dalam darah
(Tjokroprawiro, 2016).
b. Bila keadaan diatas tidak segera diobati, kemudian akan timbul gejala
yang disebabkan oleh kurangnya insulin, yaitu :
1. Banyak minum
2. Banyak kencing
3. Berat badan menurun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu)

9
4. Mudah lelah
5. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual jika kadar glukosa darah
melebihi 500 mg/dl, bahkan penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan
diri) dan disebut koma diabetik.
Koma diabetik adalah koma pada penderita diabetes melitus akibat kadar
glukosa darah terlalu tinggi, biasanya 600 mg/dl atau lebih. Dalam praktik,  gejala
dan penurunan berat badan inilah yang paling sering menjadi keluhan utama
penderita untuk berobat ke dokter (Tjokroprawiro, 2016).
Kadang-kadang penderita diabetes melitus tidak menunjukkan gejala akut
(mendadak), tetapi penderita tersebut baru menunjukkan gejala setelah beberapa
bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit diabetes melitus. Gejala ini dikenal
dengan gejala kronik atau menahun (Katzung, 2016).
Gejala kronik yang sering timbul pada penderita diabetes adalah seperti
yang disebut dibawah ini :
2 Kesemutan
3 Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarumRasa tebal pada kulit
telapak kaki, sehingga kalau berjalan seperti diatas bantal atau kasur
4 Kram
5 Pegal-pegal
6 Mudah mengantuk
7 Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
8 Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita
9 Gigi mudah goyah dan mudah lepas
10 Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, dan
Para ibu hamil sering mengalami gangguan atau kematian janin dalam
kandungan, atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 3,5 kg.   (Tjokroprawiro,
2016).
2.5 Hormon Insulin dan Glukagon
Glukosa darah berasal dari absorpsi pencernaan makanan dan pembebasan
glukosa dari persediaan glikogen sel. Tingkat glukosa darah akan turun apabila
laju penyerapan oleh jaringan untuk metabolisme atau disimpan lebih tinggi

10
daripada laju penambahan. Penyerapan glukosa oleh sel-sel distimulus oleh
insulin, yang disekresikan oleh sel beta dari pulau-pulau Langerhans. Glukosa
berpindah dari plasma ke sel-sel karena konsentrasi glukosa dalam plasma lebih
tinggi daripada dalam sel. Di dalam sel, glukosa dikonversi menjadi glukosa 6
fosfat yang ditahan dalam sel sebagai hasil daripada pengurangan permeabilitas
membrane oleh pengaruh kelompok fosfat. Insulin meningkatkan masuknya
glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan laju transport terbantu dari glukosa
melintasi membran sel. Begitu glukosa telah masuk sel, segera difosforilasi untuk
menjaganya tanpa control (Soewolo, 2016).
Insulin adalah hormon yang mengendalikan gula darah. Tubuh menyerap
mayoritas karohidrat sebagai glukosa (gula darah). Dengan meningkatnya gula
darah setelah makan, pankreas melepaskan insulin yang membantu membawa
gula darah ke dalam sel untuk digunakan sebagai bahan bakar atau disimpan
sebagai lemak apabila kelebihan. Orang-orang yang punya kelebihan berat badan
atau mereka yang tidak berolahraga seringkali menderita resistensi insulin.
Konsekuensinya, tingkat gula darah meningkat di atas normal (Soewolo, 2016).
Dalam otot rangka insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam sel otot yang juga menstimulasi sintesis glikogen. Dengan demikian
simpanan glikogen dalam sel otot meningkat. Penyerapan asam amino ke dalam
hati, otot dan jaringan adipose juga meningkat setelah makan sebagai respon
adanya insulin (Soewolo, 2016).
Penolakan insulin adalah kondisi pada jumlah normal insulin yang tidak
mencukupi untuk menanggapi respon insulin normal dari lemak, otot dan sel hati.
Penolakan insulin pada sel lemak merupakan akibat dari hidrolisis. Penolakan
insulin pada otot mengurangi pengambilan glukosa, dan penolakan insulin pada
hati mengurangi stok glukosa, dengan akibat pada penyediaan glukosa darah.
Penolakan insulin dapat disebabkan oleh sindrom metabolisme dan diabetes
melitus tipe 2 (Lopulalan, 2016).
Glukagon merupakan hasil dari sel alfa, yang berperan untuk
meningkatkan derajad glukosa darah ketika kadar glukosa darah turun di bawah
normal. Target dari glukagon adalah hati. Glukagon mempercepat perubahan

11
glikogen menjadi glukosa (glikogenesis), mendorong pembentukan glukosa dari
asam laktat dan asam amino tertentu (glukoneogenesis) dan mempertinggi
penglepasan glukosa dalam darah. Sebagai hasilnya derajad glukosa darah naik
(Soewolo, 2016).
Insulin dan glukagon adalah hormon yang bekerja secara antagonis dalam
mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Hal ini merupakan suatu fungsi
bioenergetik dan homeostasis yang sangat penting, karena glukosa merupakan
bahan bakar utama untuk respirasi seluler dan sumber kunci kerangka karbon
untuk sintesis senyawa organik lainnya. Keseimbangan metabolisme bergantung
pada pemeliharaan glukosa darah pada konsentrasi yang dekat dengan titik
pasang, yaitu sekitar 90 mg/ 100 mL pada manusia. Ketika glukosa darah
melebihi kadar tersebut, insulin dilepaskan dan bekerja menurunkan konsentrasi
glukosa. Ketika glukosa turun dibawah titik pasang, glukagon meningkatkan
konsentrasi glukosa. Melalui umpan balik negatif, konsentrasi glukosa darah
menentukan  jumlah relatif insulin dan glukagon (Campbell, 2016).
a. Komplikasi
Diabetes mellitus jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan
timbulnya komplikasi yang pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di
seluruh bagian tubuh (angiopatik diabetik).
1. Komplikasi Akut DM :
a. Hiperglikemia dan ketoasidosis diabetikum
b. Ketidak seimbangan elektrolit
c. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma non ketotik
d. Hipoglikemia (reaksi insulin)
2. Komplikasi kronik DM :
a. Komplikasi Makrovaskuler
Yang termasuk komplikasi makrovaskuler adalah : Coronary anteri disease
(CAD), hypertensi, infeksi, cerebro vaskuler disease dan penyakit vaskuler
perifer. Pneyakit makrovaskuler menunjukkan atheroskleoniosis dengan
pengumpulan lemak di dinding pembuluh darah lapisan dalam.

12
b. Komplikasi Mikrovaskuler
Mikroangipati berhubungan dengan perubahan pada kapiler mata dan
ginjal. Pada mata dapat terjadi retinopati diabetik, pandangan kabur dan katarak.
Pada ginjal dapat terjadi netropati. Neuropati adalah kimplikasi diabetes mellitus
yang paling umum.
c. Komplikasi Kronik pada gangren diabetik :
A. Retino diabetik
B. Netropati diabetik
C. Katarak
D. Penyakit jantung koroner
E. Tuberkolosis paru
2.7 Obat Antidiabetes
1. Terapi insulin
Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel β pulau Langerhans dalam
pankreas. Berbagai stimulus melepaskan insulin dari granula penyimpanan dalam
sel β, tetapi stimulus yang paling kuat adalah peningkatan glukosa plasma
(hiperglikemia). Insulin terikat pada reseptor spesifik dalam membran sel dan
memulai sejumlah aksi, termasuk peningkatan ambilan glukosa oleh hati, otot,
dan jaringan adipose (Katzung, 2016).
Insulin adalah polipeptida yang mengandung 51 asam amino yang tersusun
dalam dua rantai (A dan B) dan dihubungkan oleh ikatan disulfida. Suatu
prekursor, yang disebut proinsulin, dihidrolisis dalam granula penyimpan untuk
membentuk insulin dan peptida C residual. Granula menyimpan insulin sebagai
kristal yang mengandung zink dan insulin (Katzung, 2016).
Glukosa merupakan stimulus paling kuat untuk pelepasan insulin dari sel-
sel β pulau Langerhans. Terdapat sekresi basal yang kontinu dengan lonjakan
pada waktu makan. Sel-sel β memiliki kanal K+ yang diatur oleh adenosin
trifosfat (ATP) intraselular. Saat glukosa darah meningkat, lebih banyak glukosa
memasuki sel β dan metabolismenya menyebabkan peningkatan ATP intraselular
yang menutup kanalATP. Depolarisasi sel Depolarisasi sel β yang diakibatkannya

13
mengawali influks ion Ca 2+ melalui kanal Ca2+ yang sensitif tegangan dan ini
memicu pelepasan insulin (Katzung, 2016).
Reseptor insulin adalah glikoprotein pembentuk membran yang terdiri dari
dua subunit α dan dua subunit β yang terikat secara kovalen oleh ikatan disulfida.
Setelah insulin terikat pada subunit α, kompleks insulin-reseptor memasuki sel,
dimana insulin dihancurkan oleh enzim lisosom. Internalisasi dari kompleks
insulin-reseptor mendasari down-regulation reseptor yang dihasilkan olh kadar
insulin tinggi (misalnya pada pasien obes). Ikatan insulin pada reseptor
mengaktivasi aktivitas tirosin kinase subunit β dan memulai suatu rantai kompleks
reaksi-reaksi yang menyebabkan efek insulin (Neal, 2016).
Berbagai aktivitas yang dapat menghilangkan aktivitas insulin antara lain:
1. Esterifikasi gugus karboksil
2. Oksidasi atau reduksi gugus sulfide
3. Pengrusakan oleh enzim proteolitik, misalnya krimotripsin, pepsin, dan
topain
4. Modifikasi pada gugus amino bebas atau gugus hidroksil alifatik.
Insulin disintesis oleh sel beta pulau langerhans dari proinsulin. Proinsulin
berupa polipeptida yang berbentuk rantai tunggal dengan 86 asam amino. Insulin
merupakan hormone yang penting untuk kehidupan. Hormone ini mempengaruhi
baik metabolism karbohidrat maupun metabolism protein dan lemak (Neal, 2016).
Berikut merupakan kerja insulin:
a. Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel- sel sebagian besar jaringan
b. Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif
c. Menaikkan pembentukkan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan
mencegah penguraian glikogen
d. Menstimuasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa
e. Menaikkan pengambilan ion kalsium ke dalam sel dan menurunkan kerja
f. Metabolik glukokortikoid dan hormone kalenjar tiroid
Mekanisme kerja insuin adalah menurunkan kadar gula dengan
menstimulasi pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa
hepatit. Waktu darah insulin pada orang normal sekitar 5- 6 menit, dan

14
memanjang pada pasien DM yang membentuk antibody terhadap insulin. Hormon
ini dimetabolisme terutama di hato, ginjal dan otot; mengalami diltrasi di ginjal,
kemudian diserap kembali ditubulus ginjal yang juga merupakan tempat
metabolismenya. Gangguan fungsi ginjal yang berat lebih berpengaruh terhadap
kadar insulin di darah dibbandingkan gangguan fungsi hati (Neal, 2016).
Penggolongan insulin:
4. Kerja singkat
5. Kerja sedang (NPH)
6. Kerja sedang mulai kerja singkat
7. Kerja lama
Pemberian insulin merupakan keharusan pada pasien dengan diabetes tipe
1. Selanjutnya insulin juga dibutuhkan pada diabetes tipe 2 jika diet atau
pemberian antidiabetika sebagai tindakan pengobatan tidak cukup (Neal, 2016).
Insulin normal diindikasikan pada koma diabtik dan orakoma diabetik,
keadaan metabolism yang bersifat antidotik, infeksi berat dan juga pemberian
pertama dan baru. Pada koma diabetik disuntikkan insulin normal bersama dengan
larutan glukosa secukupnya atau dan elektrolit terutama kalium. Larutan glukosa
dibutuhkan untuk mencegah koma hperglipidemia yang disebabkan oleh
kelebihan dosis insulin dan untuk mngoksidasi badan keton dengan lebih cepat
(Neal, 2016).
Insulin dengan kerja yang diperlambat digunakan apda diabetes tipe  1
stabil dan diabetes tipe 2 yang stabil dn membutuhkan insulin. Pada diabetes tipe
1 dan tipe 2 yang tidak stabil dan juga pada pasien yang jadar gula darahnya tidak
cukup diminumalkan dengan insulinnya diperlambat, maka dianjurkan
penggunaan kombinasi insulin normal dan insulin dengan kerja di perlabat yang
kerjanya sedang (Neal, 2016).
Di samping bahaya hipoglikemik, insulin juga dapat meneyebabkan reakdi
alergi. Resistensi insulin dengan disebabkan oleh pembentukan antibody melawan
inulin dipisahkan dari reaksi alergi ini (Neal, 2016).

15
2. Antidiabetik Oral
Antidiabetika oral dapat digunakan untuk penderita alergi insulin atau
yang tidak mau menggunakan suntikan insulin. Obat- obat antidiabetika hanya
diindikasi jika:
1. Tidak terdapat diabetes tipe 1
2. Tindakan diet tidak cukup
3. Tidak perlu diberikan insulin sebagai pengganti antidiabetika oral, seperti
pada suatu ketoasidosis (Galacia et.al, 2017).
Perawatan diabetes mellitus diambil dari empat faktor fundamental :
pengajaran pasien tentang penyakit; latihan fisik; diet dan agen-agen
hipoglikemia. Agen-agen yang baru digunakan sebagai kontrol diabetes mellitus
adalah obat-obat dari golongan sulfonilurea, biguanida, turunan thiazolidinedione,
dan insulin (diberikan secara injeksi). Meskipun obat-obat ini telah digunakan
secara intensif karena efek yang baik dalam kontrol hiperglikemia, agen-agen ini
tidak dapat memenuhi kontrol yang baik pada diabetes mellitus, tidak dapat
menekan komplikasi akut maupun kronis (Galacia et.al, 2017).
3. Sekretagok Insulin
Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi
sekresi insulin oleh sel β pankreas. Golongan ini meliputi:
1. Golongan Sulfonilurea
Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang tidak
begitu berat, yang sel-sel β masih bekerja cukup baik. Mekanisme kerja dari
golongan sulfonilurea antara lain:
a. Merangsang fungsi sel-sel β pulau Langerhans pankreas agar dapat
menghasilkan insulin
b. Mencegah (inhibisi) konversi glikogen hati kembali ke glukosa
c. Meningkatkan penggunaan glukosa darah
Sulfonilurea dibagi dalam dua golongan/generasi yaitu generasi pertama
meliputi: Tolbutamide, Acetohexamide, Tolazamide, Chlorpropamide dan
generasi kedua meliputi: Glibenclamide, Gliclazide, Glipizide, Gliquidon,
Glibonuride (Soegondo, 2016).

16
4. Golongan Glinida
Sekretagok insulin baru, yang kerjanya melalui reseptor sulfonilurea dan
mempunyai struktur yang mirip dengan sulfonilurea. Repaglinid dan nateglinid
kedua-duanya diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral. Repaglinid mempunyai masa paruh yang singkat dan dapat menurunkan
kadar glukosa darah puasa. Sedangkan nateglinid mempunyai masa tinggal yang
lebih singkat dan tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa (Soegondo,
2016).
5. Sensitizer Insulin
Golongan obat ini meliputi obat hipoglikemik golongan biguanida dan
thiazolidinedione, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin
secara lebih efektif (Depkes RI, 2016).
4. Golongan Biguanida
Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin.
Mekanisme kerja golongan biguanid (metformin):
d. Meningkatkan glikolisis anaerobik hati
e. Meningkatkan uptake glukosa di jaringan perifer atau
mengurangi glukoneogenesis
f. Menghambat absorpsi glukosa dari usus (Soegondo, 2016)
5. Golongan  Thiazolidinedione atau Glitazon
Golongan obat ini mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan
sensitivitas insulin. Glitazon merupakan agonist peroxisomeproliferator-activated
receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR gamma
terdapat di jaringan target kerja insulin yaitu jaringan adiposa, otot skelet dan hati,
sedang reseptor pada organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid,
diferensiasi adiposit, dan kerja insulin. Glitazon dapat merangsang ekspresi
beberapa protein yang dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki
glikemia, seperti GLUT 1, GLUT 4, p85alphaPI-3K dan uncoupling protein-2
(UCP) (Soegondo, 2016).

17
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979; Dirjen POM, 1995; Rowe, 2009)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol, Isopropil Alkohol
Rumus molekul : C2H5OH
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus Stuktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, tidak berwarna. Bau khas


dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah
menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih
pada suhu 78 . Mudah terbakar.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan
dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat jauh dari nyala api.
Khasiat : Sebagai antimikroba, disinfektan, dan pelarut.
Kegunaan : Pensteril pada alat laboratorium.
2.2.3 Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air suling, Aquadest
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02 g/mol
Rumus Stuktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Pelarut

18
2.2.5 Na-CMC (Dirjen POM; Rowe, 2009)
Nama resmi : CARBOXYMETHYCELLULOSUM NATRICUM
Nama Lain : Karboksimetilselulosa natrium, CMC sodium
Rumus molekul : C6H10O2
Berat molekul : 206,28 g/mol
Rumus Stuktur :

Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem; higroskopik.


Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan
kolodial, tidak larut dalam etanol, dalam eter, dan
dalam pelarut organik lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Agen pensuspensi, agen pelapis, zat penstabil,
disintegran, pengikat.
Kegunaan : Kelompok kontrol negatif

2.3 Uraian Hewan


2.3.1 Klasifikasi Mencit
Menurut Syafri M (2010), klasifikasi mencit
yaitu :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia Gambar 2.2.1 Mencit
Marga : Mus (Mus musculus L.)
Jenis : Mus musculus L.
2.3.2 Morfologi Mencit
Menurut Ifnaini (2019) Mencit membutuhkan makanan setiap harinya
sekitar 3-5 g, diantaranya faktor yang perlu diperhatikan dalam memberikan
makanan kepada mencit yaitu kualitas bahan pangan terutama daya cerna dan

19
palatabilitas. Hal ini dikarenakan kualitas makanan mencit akan berpengaruh
terhadap kondisi mencit secara keseluruhan diantaranya kemampuan untuk
tumbuh, berbiak ataupun perlakuan terhadap pengobatan. Morfologi Mencit (Mus
musculus) dewasa meiliki berat badan sekitar 20-40 g pada hewan jantan,
sedangkan 18-35 g pada hewan betina. Kedewasaan dicapai pada saat usia 35 hari.

20
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu batang pengaduk, dispo,
stopwatch, termometer badan, timbangan, pot salep dan sonde oral

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan diantaranya alkohol 70%, Aqua destilata, sirup
ibuprofen, sirup paracetamol dan Na CMC.
a. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan menggunakan alkohol 70 %
3. Disiapakan mencit yang telah dikelompokkan menjadi 3 kelompok yang
terdiri dari kelompok kontrol, kelompok paracetamol dan kelompok
ibuprofen
4. Dilakukan pengukuran suhu rektal awal sebelum penyuntikan
5. Diberikan pepton 5% 1,0 mL secara subkutan
6. Ditunggu sampai semua hewan uji mengalami peningkatan suhu tubuh
sampai dikatakan demam
7. Diberikan larutan Na CMC dengan volume 1 mL pada kelompok 1 sebagai
kelompok kontrol secara oral
8. Diberikan sirup paracetamol dengan volume 1 mL pada kelompok 2 sebagai
kelompok paracetamol secara oral
9. Diberikan sirup ibuprofen dengan volume 1 mL pada kelompok 3 sebagai
kelompok ibuprofen secara oral
10. Dilakukan pengukuran suhu rektal dari menit ke-20, 40, dan 60. Setelah
diberi bahan uji dengan menggunakan termometer digital.

21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Kadar Glukosa Darah Mencit
Volume
Puasa Kadar gula Mencit
Kelompok Pemberian
20 30 60
diabetik
Kontrol 1 ml 84 211 215 225 220
Glibenklamid 1 ml 98 215 215 175 162
Metformin 1 ml 92 218 200 182 175

4.1 Perhitungan
Perhitungan suhu setiap kelompok perlakuan :

4.4 Pembahasan
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya
gangguan pada metabolime glukosa, disebabkan kerusakan proses pengaturan
sekresi insulin dari sel-sel beta. Insulin, yang diahasilkan oleh kelenjar pankreas
sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah. Kadar glukosa
darah normal pada waktu puasa antara 60-120 mg/dl, dan dua jam sesudah makan
dibawah 140 mg/dl. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik secara kualitas
maupun kuantitas, keseimbangan tersebut akan terganggu, dan kadar glukosa
darah cenderung naik (hiperglikemia) (Kee dan Hayes,2016; Tjokroprawiro,
2016).
Pada praktikum pengujian efek obat hipoglikemik, menggunakan hewan
coba tiga mencit. Tiga mencit dibagi dalam beberapa kelompok perlakuan yaitu
sebagai kelompok kontrol, kelompok glibenklamid, dan dan kelompok metformin.
Sebelum melakukan percobaan alat yang akan di gunakan di bersihkan dengan
alkohol 70%. Hal ini menurut Dirjen POM (1995), tujuan dibersihkan dengan
mengunakan alkohol adalah untuk membebaskan lemak alat kotoran yang
melekat serta membebaskan mikroba dan benda-benda asing lainnya. Kemudian,
masing-masing mencit ditimbang dan dilakukan perhitungan dosis.

22
Mencit yang telah ditimbang dan dilakukan perhitungan dosis terlebih
dahulu dilakukan pengukuran kadar glukosa puasa mencit sebelum diberikan obat
antidiabetes. Pengukuran kadar gula darah dilakukan menggunakan glukometer
yang darahnya diperoleh dari ekor mencit yang sudah memenuhi persyaratan guna
untuk menghitung dosis obat yang akan diberikan pada mencit. Menurut Stevani
(2016) mencit yang baik yang memenuhi syaratan adalah mencit BCS nomor 3.
Setelah kadar gula darah diukur, mencit yang telah dibagi menjadi tiga
kelompok kemudian di induksi dengan aloksan untuk meningkatkan kadar
glukosa didalam tubuh mencit, aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan
untuk menginduksi mencit Mugsita dkk, 2015).
Menurut Campbell, (2016). Hiperglipidemia timbul karena penyerapan
glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolism terganggu. Pada keadaan
normal, kira- kira 50% glukosa yang masuk ke dalam tubuh mengalamu
metabolism sempurna menjadi CO2 dan H2O pada jaringan adipose melalui proses
glikolisis, 15% menjadi glukogen pada jaringan hepar melaluii proses
glikogenesis dan kira- kir 30- 40% diubah menjadi lemak pada jaringan adipose.
Mencit yang telah mengalami penaikkan kadar glukosa darah, kemudian
diberikan perlakuan pada mencit. Kelompok 1 diberi kontrol Na-CMC, kelompok
2 diberi suspensi glibenklamid, kelompok 3 diberi suspensi metformin. Semua
kelompok perlakukan scara oral dengan volume pemberian 1 ml. Karena menurut
Wilhiam dkk, (2017) cairan obat yang diberikan dengan menggunakan alat suntik
atau sonde oral 1 ml ditempelkan pada lngit-langit mulut atas mencit, kemudian
perlahan-lahan dimasukkan keesofagus dan cairan obat di masukkan.
setelah itu diukur kadar gula darah mencit setiap 20,40,60 menit. hal ini
dilakukan hingga menit ke 20,40 dan 60. Sesuai dengan pengamatan, bahwa
setelah diberikan larutan obat kadar glukosa dalam tubuh mencit berangsur-
angsur menurun begitupun pada mencit sebagai kelompok kontrol walaupun
penurunannya tidak begitu signifikan dibandingkan dengan mencit yang diberikan
larutan obat metformin. Hal ini menurut Winarno (1985), Na-cmc tidak
mengandung obat antidiabetik dimana Na-cmc hanya memiliki fungsi dalam
pengemulsi.

23
Penurunan signifikan suhu tubuh mencit ketika selesai diberikan larutan
obat dibandingkan dengan control karena larutan obat glibenklamid dan
metformin memiliki indikasi yang sama yaitu dapat menurunkan kadar glukosa
dalam darah. Menurut Lovell and Ernst (2017) mekanisme kerja glibenklamid
yakni bekerja pada sel B Pangkreas,dimana dapat mestimukus sekresi insulin
melalui eksositori (I Kadek, 2019).
Berdasarkan hasil pengamatan efek obat hipoglikemik oral pada uji mencit
yang dibagi menjadi 3 kelompok yakni kelompok kontrol, kelompok glibenklamid
dan kelompok metformin di dapatkan hasil bahwa glibenklamid efektif dalam
penurunan kadar glukosa darah dilihat dari penurunan yang signifikan pada
kelompok glibenklaid.
Dalam percobaan diatas terdapat beberapa kemungkinan kesalahan
yakni dimana pada mencit yan diberikan Na-CMC mengalami penurunan kadar
glukosa yang tidak terlalu signifikan dimana seharusnya kelompok mencit ini
tidak mengalami penurunan suhu karena Na-CMC tidak memiliki efek diabetes,
kemungkinan kesalahan dapat terjadi akibat faktor alat pengukur glukosa darah
mencit dan kondisi ruangan pada saat praktikum.

24
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum di atas dapat disimpulkan bahwa :
Hasil pengamatan yang diperoleh pada praktikum ini yaitu mencit yang
diberikan larutan NA-CMC pada menit ke 20 kadar glukosa mencit 210
kemudian pada menit ke 40 kadar glukosa mencit 212, dan pada menit ke 60
kadar glukosa mencit menjadi 209. Mencit yang diberikan larutan suspensi
glibenklamid pada menit ke 20 kadar glukosa mencit 170 kemudian pada menit
ke 40 kadar glukosa mencit 165, dan pada menit ke 60 kadar glukosa mencit
menjadi 145. Mencit yang diberikan larutan suspensi metformin pada menit ke
20 kadar glukosa mencit 200 kemudian pada menit ke 40 kadar glukosa mencit
182, dan pada menit ke 60 kadar glukosa mencit menjadi 150.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Jurusan
Sarana dan prasarana laboratorium perlu ditingkatkan agar lebih lengkap
sehingga jalannya praktikum dapat lebih baik dari segi waktu maupun hasilnya.
5.2.2 Saran Untuk laboratorium
Di harapkan agar kedepannya laboratorium farmakologi farmasi dapat
menyediakan alat-alat untuk kebutuhan praktikum, sehingga praktikan tidak
kesulitan dalam melakukan praktikum.
5.2.3 Saran Untuk Asisten
Diharapkan agar asisten senantiasa mendampingi praktikan agar tidak
terjadi kesalahan pada praktikum berlangsung.
5.2.3 Saran Untuk Praktikan
Diharapkan untuk para praktikan agar dapat disiplin pada saat pelaksanaan
praktikum serta berhati-hati dalam menggunakan alat dan bahan yang terdapat di
dalam laboratorium agar praktikum dapat berjalan lancar dan aman.

25
26
27

Anda mungkin juga menyukai