Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ANTIDIABETIKA

Di Susun
Oleh:
FADJRI SEPTIAN
HAIRUL NISA
IKMAL
KHAIRUL IHSAN
MAURIZATUN

Dosen Pengasuh
drg. Zuraida Usman Bany, M.Kes

diajukan guna memenuhi tugas


mata kuliah Farmakologi

DINAS KESEHATAN ACEH


AKADEMI KEPERAWATAN TJOET NYA DHIEN BANDA ACEH
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa
darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tidak terkendali, diabetus mellitus dapat
menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal, misalnya terjadi penyakit jantung koroner, gagal
ginjal, kebutaan dan lain-lain.
Menurut data stastistik tahun 1995 dari WHO terdapat 135 juta penderita diabetes
mellitus di seluruh dunia. Tahun 2005 jumlah diabetes mellitus diperkirakan akan melonjak lagi
mencapai sekitar 230 juta. Angka mengejutkan dilansir oleh beberapa Perhimpunan Diabetes
Internasional memprediksi jumlah penderita diabetes mellitus lebih dari 220 juta penderita di
tahun 2010 dan lebih dari 300 juta di tahun 2025.
Dari data WHO di tahun 2002 diperkirakan terdapat lebih dari 20 juta penderita diabetes
mellitus di tahun 2025. tahun 2030 angkanya bisa melejit mencapai 21 juta penderita. Saat ini
penyakit diabetes mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan WHO menyebutkan,
jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia menduduki ranking empat setelah India, China,
dan Amerika Serikat.
Apoteker, terutama bagi yang bekerja di sektor kefarmasian komunitas, memiliki peran
yang sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Membantu penderita
menyesuaikan pola diet sebagaimana yang disarankan ahli gizi, mencegah dan mengendalikan
komplikasi yang mungkin timbul, mencegah dan mengendalikan efek samping obat, memberikan
rekombinasi penyesuaian rejimen dan dosis obat yang harus dikonsumsi penderita bersama-sama
dengan dokter yang merawat penderita, yang kemungkinan dapat berubah dari waktu ke waktu
sesuai dengan kondisi penderita, merupakan peran yang sangat sesuai dengan kompetensi dan
tugas seorang apoteker. Apoteker dapat juga memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada
penderita tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kondisi dan pengelolaan diabetes.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Pengertian

Antidiabetik adalah sediaan obat yang digunakan untuk mengatasi atau terapi kelainankelainan yang diakibatkan oleh kelebihan kadar glukosa dalam darah atau biasa disebut dengan
diabetes mellitus.
Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme
yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.Insufisiensi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan atau defenisi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Ditjen Bina
Farmasi & ALKES, 2005).
Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak normal, suatu resiko
komplikasi spesifik perkembangan mikrovaskular dan ditandai dengan adanya peningkatan
komplikasi perkembangan makrovaskuler. Secara umum, ketiga elemen diatas telah digunakan
untuk mencoba menemukan diagnosis atau penyembuhan diabetes (Mogensen, 2007).
B.

Penggolongan Jenis Obat

Adapun penggolongan obat-obat antidiabetik adalah sebagai berikut:


1.

Insulin

Insulin adalah peptida dengan BM kira-kira 6000. Peptida ini terdiri dari 51 asam amino
tersusun dalam 2 lantai; rantai A yang terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30
asam amino. Insulin diekstraksi dari pankreas babi atau sapi berupa kristal putih tidak berbau.
Kristalisasi terjadi pengaruh Zn. Kristal ini tidak larut di dalam pH netral tetapi larut di dalam
asam mineral encer atau alkali.
Sejak ditemukannya insulin pada tahun 1921 oleh Banting dan Best, angka kematian DM
dapat ditekan secara mencolok. Meskipun waktu paruh insulin sekitar 7-10 menit, tetapi
pemberiannya secara subkutan, intramuskuler, dan intravena mempunyai tujuan klinik yang
berlainan.
Pada prinsipnya, sekresi insulin dikendalikan oleh tubuh untuk menstabilkan kadar gula
darah. Apabila kadar gula di dalam darah tinggi, sekresi insulin akan meningkat. Sebaliknya,
apabila kadar gula darah rendah, maka sekresi insulin juga akan menurun. Dalam keadaan
normal, kadar gula darah di bawah 80 mg/dl akan menyebabkan sekresi insulin menjadi sangat

rendah. Stimulasi sekresi insulin oleh peningkatan kadar glukosa darah berlangsung secara
bifasik.
Fase 1 akan mencapai puncak setelah 2-4 menit dan masa kerja pendek, sedangkan mula
kerja (onset) fase 2 berlangsung lebih lambat, namun dengan lama kerja (durasi) yang lebih lama
pula.
Beberapa hormon saluran cerna yang merangsang pelepasan insulin antara lain gastrin,
sekretin, kolesistokinin, peptida vasoaktif saluran cerna, peptida yang merangsang pelepasan
gastrin dan enteroglukagon.
Bila terdapat hambatan metabolisme glukosa di dalam sel, perangsangan sekresi insulin
oleh glukosa juga terhambat. Pada keadaan tersebut kadar glukosa yang tinggi dalam darah tidak
mampu merangsang sekresi insulin, dan perangsangan baru terjadi setelah pemberian tolbutamid.
Dalam keadaan stres yaitu saat terjadi perangsangan simpatoadrenal, epinefrin bukan
hanya meninggikan kadar glukosa darah dengan glikogenolisis, tetapi juga menghambat
penggunaan glukosa di otot, jaringan lemak dan sel-sel lain yang penyerapan glukosanya
dipengaruhi insulin. Dengan demikian glukosa lebih banyak tersedia untuk metabolisme otak
yang penyerapannya tidak dipengaruhi oleh insulin.
Insulin meningkatkan ambilan K+ ke dalam sel, efek serupa terjadi pada Mg++, dan diduga
ion-ion tersebut bertindak sebagai second messenger yang memperantarai kerja insulin.
Jadi hipeglikemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan, demikian halnya dengan
sindrom diabetes melitus. Semua keadaan yang menghambat produksi dan sekresi insulin,
terdapatnya zat-zat yang bersifat anti-insulin dalam darah serta keadaan yang menghambat efek
insulin pada reseptornya, semua dapat menyebabkan diabetes melitus.
Insulin berperan penting tidak hanya dalam metabolisme karbohidrat, tetapi juga dalam
transport berbagai zat melalui membran sel, dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Untuk pasien yang tidak bisa mengontrol diabetes dengan diet atau pengobatan oral,
kombinasi insulin dan obat-obatan lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan
sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien dengan DM tipe 2 yang memburuk,
maka penggantian insulin total menjadi suatu kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin
antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam selsel sebagian besar jaringan, menaikkan
penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta
mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.
2.

Antidiabetik Oral

Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi
diabetes. Pemilihan terapi menggunakan antidiabetikoral dapat dilakukan dengan satu jenis obat
atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit diabetes melitus serta kondisi kesehatan pasien
secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 5
golongan, yaitu:
1. Golongan Sulfonilurea
2. Golongan Biguanid
3. Golongan analog Meglitinid
4. Golongan Thiazolidindion
5. Golongan penghambat alphaglukosidase

C.

Mekanisme Kerja

Mekanisme Kerja Insulin


Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme.
Insulin yang disekresikan oleh sel-sel pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati
melalui vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah. Efek kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu transpor glukosa dari
darah ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat
masuk ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh
kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana
seharusnya.
Disamping fungsinya membantu transport glukosa masuk ke dalam sel, insulin
mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baikmetabolisme karbohidrat dan
lipid, maupun metabolisme protein dan mineral.insulin akan meningkatkan lipogenesis, menekan
lipolisis, serta meningkatkan transport asam amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai
peran dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi
insulin dapat menyebabkan pengaruh negatif dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai
organ dan jaringan tubuh.
Diabetes melitus ialah sutu keadaan yang timbul karena defisiensi insulin relatif maupun
absolut. Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta
metabolismenya diganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan

mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kirakira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes melitus semua proses tersebut terganggu,
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme
protein dan lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif idak berbahaya. Kecuali jika hebat
sekali sehingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intra sel. Yang nyata berbahaya ialah
glikosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik sehingga diuresis sangat
meningkat disertai hilangnya berbagai elektrolit. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita diabetes yang tidak diobati. Karena adanya
dehidrasi, maka badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum. Badan kehilangan 4 kalori
untuk setiap gram glukosa yang diekskresi. Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu
makan di hipotalamus oleh kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu.
Pada penyakit diabetes lipoatropik simpanan lemak di bawah kulit sedikit sekali.
Kelainannya mungkin terletak pada lipogenesis yang terganggu, sehingga 30-40% glukosa yang
dalam keadaan normal diubah menjadi lemak tetap dalam bentuk glukosa hingga sesudah makan
selalu terjadi hiperglikemia yang hebat. Penderita diabetes lipoatropik pada umumnya jarang
sekali mengalami ketoasidosis, mungkin karena simpanan lemak yang sangat kurang.
Pada penderita diabetes militus, sering didapati kadar kolesterol yang tinggi dalam darah.
Hal ini berhubungan erat dengan kenyataan bahwa arteriosklerosis lebih cepat timbul pada
pendirita diabetes. Penyebab hiperkolesterolemia tersebut masih belum jelas, karena degradasi
kolesterol yang berkurang dalam hati. Pada diabetes melitus, defisiensi insulin menyebabkan
hambatan transport asam amino ke dalam sel serta hambatan inkorporasi asam amino menjadi
molekul protein.
Defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM Tipe 1, namun pada
penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi penurunan kemampuan sel-sel sasaran
untuk merespons terapi insulin yang diberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat
menjelaskan hal ini, salah satu diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya
asam lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di jaringan
adiposa.
Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme glukosa di jaringanjaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka, dengan perkataan lain akan menurunkan
penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa
gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen
glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu transpor glukosa di
sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adiposa.
Kebutuhan insulin pada penderita diabetes sangat berbeda-beda, karena adanya
perbedaan faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah. Seorang dewasa yang telah
mengalami pankreatektomi, membutuhkan kira-kira 30 unit insulin tiap hari untuk

mempertahankan metabolisme normal. Kebutuhan insulin berkurang bila penderita banyak


melakukan kerja fisisk. Penderita diabetes dengan kerja fisik berat harus mendapat asupan kalori
yang lebih besar dari biasanya serta dosis insulin yang lebih rendah.
Kebutuhan badan akan insulin akan meninggi pada hiperfungsi hormon yang
menyebabkan hiperglikemia. Keadaan lain yang juga menyebabkan kebutuhan insulin bertambah
ialah infeksi, demam, atau adanya zat anti terhadap insulin dalam sirkulasi.
Jadi besarnya dosis insulin pada setiap penderita diabetes sangatlah berbeda-beda,
tergantung dari aktivitas fisik, asupan kalori,serta aktivitas hormonal masing-masing penderita,
dan juga dari ada tidaknya infeksi atau resistensi insulin.
Mekanisme Kerja Obat Antidiabetik Oral
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 5
golongan, yaitu:
1. Golongan Sulfonilurea
Bekerja dengan cara merangsang sekresi insulin di pankreas sehingga hanya efektif bila
sel beta pankreas masih dapat berproduksi. Terdapat beberapa jenis sulfonilurea yang tidak
terlalu berbeda dalam efektivitasnya. Perbedaan terletak pada farmakokinetik dan lama kerja.
Termasuk dalam golongan ini adalah: Klorpropamid, Glikazid, Glibenklamid, Glipizid,
Glikuidon, Glimepirid, Tolazalim dan Tolbutamid.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat golongan ini :
a.

Golongan sulfonil urea cenderung meningkatkan berat badan.

b. Penggunaannya harus hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan fungsi hati dan ginjal.
Klorpropamid dan glibenklamid tidak dianjurkan untuk pasien usia lanjut dan pasien insufisiensi
ginjal. Pada pasien insufisiensi ginjal dapat digunakan glikuidon, gliklazid atau tolbutamid yang
kerjanya singkat.
c. Wanita menyusui, porfiria dan ketoasidosis merupakan kontraindikasi bagi pemberian
sulfonilurea.
d. Insulin kadang-kadang diperlukan bila timbul keadaan patologis tertentu seperti infark
miokard, infeksi, koma dan trauma. Insulin juga diperlukan pada keadaan kehamilan.
e. Efek samping, umumnya ringan dan frekuensinya rendah diantaranya gejala saluran cerna
dan sakit kepala. Gejala hematologik termasuk trombositopenia, agrunolositosis dan anemia
aplastik dapat terjadi tetapi jarang sekali. Hipoglikemi dapat terjadi bila dosis tidak tepat atau
diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati/ginjal atau pada orang usia lanjut.
Hipoglikemia sering ditimbulkan oleh ADO kerja lama.

f. Interaksi, banyak obat yang berinteraksi dengan sulfonilurea sehingga risiko terjadinya
hipoglikemia dapat meningkat.
g. Dosis, sebaiknya dimulai dengan dosis lebih rendah dengan 1 kali pemberian, dosis
dinaikkan sesuai dengan respons terhadap obat.
2. Golongan Biguanid
Bekerja dengan cara menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan
glukosa di jaringan. Termasuk dalam golongan ini adalah Metformin, Fenformin, Buformin. Efek
samping yang sering terjadi (20% dari pemakai obat) adalah gangguan saluran cerna seperti
anoreksia, mual, muntah, rasa tidak enak di abdomen dan diare.
3. Golongan analog Meglitinid
Bekerja dengan cara mengikat reseptor sulfonilurea dan menutup ATP-sensitive
potassium chanel. Yang termasuk dalam golongan ini adalah Repaglinid.
4. Golongan Thiazolidindion
Bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin.
Berikatan dengan PPAR (peroxisome proliferators activated receptor-gamma) di otot, jaringan
lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Golongan ini merupakan golongan baru
dari ADO. Termasuk kedalam golongan ini adalah Pioglitazone, Rosiglitazone.
5. Golongan penghambat Alphaglukosidase
Yang termasuk dalam golongan ini adalah Akarbosa dan Miglitol yang bekerja dengan
cara menghambat alphaglukosidase yang mengubah di/polisakarida menjadi monosakarida,
sehingga memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat.
Terapi obat dengan obat antidiabetik oral terutama ditujukan untuk membantu
penanganan pasien diabetes mellitus tipe II. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat
antidiabetik oral terbagi menjadi 5 golongan. Salah satu terapi obat antidiabetik oral adalah
golongan sulfonilurea.
Farmakologi dan Indikasi
Sulfonilurea adalah turunan sulfanilamid tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri.
Golongan ini bekerja merangsang sekresi insulin di pankreas sehingga hanya efektif bila sel pankreas masih dapat berproduksi. Golongan sulfonilurea dibagi 2, yaitu generasi I
(asetoheksaid, klorpropamid, tolazamid, tolbutaid) dan generasi II (glipizid, gliburid, glimepirid).
Indikasi : diabetes mellitus tipe II.
Farmakokinetik

Semua golongan sulfonilurea diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral. Dapat
diminum bersama makanan kecuali glipizid. Tolbutamid, gliburid, glipizid lebih efektif diminum
30 menit sebelum makan. Generasi I lebih mudah lepas ikatan proteinnya jika digunakan
bersama dengan obat yang terikat pada protein yang sama (warfarin).
Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap sulfonilurea, komplikasi diabetes karena ketoasidosis dengan atau
tanpa koma, komplikasi diabetes karena kehamilan.

D.

Sediaan Obat

Jenis-Jenis Insulin dan Sediaannya

Jenis
Insulin

Kerja
Singkat

Mula
Kerja
(jam)

0,5

Puncak Efek

Lama Kerja

Nama

(jam)

(jam)

Sediaan

1-3

Kekuatan

Actrapid HM
40 Ul/ml

0,5

2-4

6-8

Actrapid HM
Penfill

0,5

4-12

24

Insulatard HM

40 Ul/ml

Insulatard HM

100 Ul/ml

Kerja

100 Ul/ml

Penfill

sedang
2,5

7-15

24

Monotard HM

40 Ul/ml
dan
100 Ul/ml

Kerja
lama

4-6

14-20

24-36

Protamin Zinc
Sulfat

Sediaan

0,5

1,5-8

14-16

Humulin 20/80

40 Ul/ml

Humulin 30/70
campura
n

0,5

1-8

14-15

0,5

1-8

14-15

Humulin 40/60
Mixtard 30/70
Penfill

100 Ul/ml
40 Ul/ml
100 Ul/ml

Respon individual terhadap terapi insulin cukup beragam, oleh sebab itu jenis sediaan
insulin mana yang diberikan kepada seorang penderita dan berapa frekuensi penyuntikannya
ditentukan secara individual, bahkan seringkali memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu.
Umumnya, pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian
ditambahkan insulin dengan kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Insulin
kerja singkat diberikan sebelum makan, sedangkan Insulin kerja sedang umumnya diberikan satu
atau dua kali sehari dalam bentuk suntikan subkutan.
Namun, karena tidak mudah bagi penderita untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia
sediaan campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang (NPH).
Waktu paruh insulin pada orang normal sekitar 5-6 menit, tetapi memanjang pada penderita
diabetes yang membentuk antibodi terhadap insulin. Insulin dimetabolisme terutama di hati,
ginjal dan otot. Gangguan fungsi ginjal yang berat akan mempengaruhi kadar insulin di dalam
darah.
Sediaan Obat Antidiabetik Oral
Sulfonilurea golongan I
Klorpropamid (Diabenese)
Indikasi : NIDDM (non-insulin-dependent diabetes mellitus)
Kontra-indikasi : diabetes juveil, NIDDM berat atau tidak stabil. Ketoasidosis,
pembedahan, infeksi berat, trauma, ggn fungsi hati, ginjal atau tiroid. Hamil.
Bentuk sediaan & dosis : tablet 100 mg ; tablet 250 mg dan pasien paruh baya 250
mg/hari, usia lebih tua 100-125 mg/hari. Aturan pakai 3 x sehari bersama makanan.
Efek samping : ikterus kolestatik, reaksi seperti disulfiram, mual, muntah, diare,
anoreksia.
Resiko khusus : pada penderita gangguan fungsi ginjal dan wanita menyusui.

Sulfonilurea golongan II
Glipizid (Aldiab)
Indikasi : NIDDM
Kontra-indikasi : DM ketoasidosis dengan atau tanpa koma, juvenile DM, ggn fungsi
ginjal, hati yang berat.
Bentuk sediaan & dosis : tab 5 mg dan dosis awal 15-30 mg 1x /hari sebelum makan
pagi, dosis ditambah 2,5-5 mg tergantung kadar gula darah.
Efek samping : ggn GI, hipoglikemik, reaksi alergi kulit eritema, erupsi makulopapular,
urtikaria, pruritus, eksema, porfiria, fotosensitifitas. Reaksi seperti disulfiram. Reaksi
hematologik:agranulositois, leukopenia, trombositopenia, anemia plastesik, anemia hemolitik,
pansetopenia, pusing, mengantuk, sakit kepala. Peningkatan AST, LDH, alkaline phosphatese,
BUN & kreatinin.
Resiko khusus : penderita hati, ginjal dan wanita hamil.

Glimepirid (Amadiab)
Indikasi : DM tipe II (NIDDM)
Kontra-indikasi : DM tipe 1, diabetik ketoasidosis, prekoma atau koma diabetikum,
hipersensitif terhadap glimepirid, hamil, laktasi.
Bentuk sediaan & dosis : kapl 1 mg; 2 mg; 3 mg; 4 mg. Dosis 1 mg 1 x/hari dosis
dinaikkan selama 1-2 minggu.
Efek samping : hipoglikemik, ggn visual sementara, ggn GI, kerusakan hati.
Trombopenia, leukopenia.
Resiko khusus : hipersensitif & ggn fungsi hati.

Glibenclamide ( Prodiabet)
Indikasi : NIDDM
Kontra-indikasi : IDDM, ketoasidosis, infeksi berat, stress, trauma, ggn ginjal, hati atau
tiroid berat, porifia akut.
Bentuk sediaan & dosis : tablet 5 mg. Dosis awal 2,5 mg/hari, ditingkatkan 2,5 mg.

Efek samping : ikterus kolestasis, alergi dermatologi & reaksi hematologi, ggn GI, sakit
kepala, pusing, parestesia.
Resiko khusus : usia lanjut & hipoglikemia.
Terapi Kombinasi Obat Antidiabetik Oral
Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa obat anti diabetik oral
(ODA) atau ODA dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea
dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang
memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua golongan obat
antidiabetik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga kombinasi
keduanya mempunyai efek saling menunjang. Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi
kedua golongan ini dapat efektif pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak
bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.
Terapi Kombinasi Obat Anti Diabetik Oral

DRUG

AVAILABLE DOSAGE
STRENGTH

MAXIMUM
DAILY DOSE

Glipizide/Metformin
(Metaglip, generic)

2.5 mg/250 mg, 2.5


mg/500mg,

20 mg/2000 mg
per day

5 mg/500 mg tablets
Glyburide/ Metformin
(Glucovance, generic)

1.25 mg/250mg,
2.5mg/500mg,

20 mg/2000 mg
per day

5 mg/500 mg tablets
Rosiglitazone/Metformin
(Avandamet)

2 mg/500 mg, 2 mg/1000


mg,

8 mg/2000 mg
per day

4 mg/500 mg, 4 mg/1000


mg tablet
Pioglitazone/Metformin
(ActoPlus Met)

15 mg/500 mg, 15 mg/850


mg tablets

45 mg/2550 mg
per day

Pioglitazone/Glimepiride
(Duetact)

30 mg/2 mg, 30 mg/4 mg


tablets

30 mg/4 mg per
day

Rosiglitazone/Glimepiride
(Avandaryl)

4 mg/1mg, 4 mg/2 mg, 4


mg/4 mg,8 mg/2 mg, 8 mg/4
mg tablets

8 mg/4 mg per
day

Sitagliptin/Metformin
(Janumet)

50 mg/500 mg, 50 mg/1000


mg tablets

Obat
atau senyawasenyawa yang
dapat
meningkatkan
risiko
hipoglikemia
sewaktu
pemberian
obat
antidiabetik
oral golongan
sulfonilurea
antara lain:
insulin,

alkohol, fenformin, sulfonamida, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, dikumarol,


kloramfenikol, senyawa-senyawa penghambat MAO (Mono Amin Oksigenase), guanetidin,
steroida anabolik, fenfluramin, dan klofibrat.
Hormon pertumbuhan, hormon adrenal, tiroksin, estrogen, progestin dan glukagon
bekerja berlawanan dengan efek hipoglikemik insulin. Disamping itu,beberapa jenis obat seperti
guanetidin, kloramfenikol, tetrasiklin, salisilat,fenilbutazon, dan lain-lain juga memiliki interaksi
dengan insulin, sehingga sebaiknya tidak diberikan bersamaan dengan pemberian insulin, paling
tidak perlu diperhatikan dan diatur saat dan dosis pemberiannya apabila terpaksa diberikan pada
periode yang sama.
Pemberian Obat Hipoglikemik Oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi
dengan Obat Hipoglikemik Oral kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
diberikan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral dari kelompok yang berbeda, atau kombinasi
Obat Hipoglikemik Oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi tiga Obat
Hipoglikemik Oral.

BAB III
KESIMPULAN
Diabetes mellitus terjadi karena gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan
meningkatnya atau tingginya kadar glukosa darah, sehingga yang menjadi sasaran terapi yang
paling utama diabetes mellitus adalah upaya pengendalian atau mengendalikan kadar glukosa
darah dengan menjaga kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal.
Terapi diabetes mellitus hendaklah bertujuan untuk mencegah akibat-akibat defisiensi
insulin yang akan segera timbul, yang meliputi hiperglikemia simptomatik (yaitu : polyuria,

polydipsia dan penurunan berat badan), ketoasidosis diabetika (KAD) dan sindroma
hyperosmolar non-ketotic (SHNK) dan mencegahkan atau meminimalkan komplikasikomplikasi penyakit yang berlangsung lama yang timbul akibat diabetes mellitus.
Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi
diabetes. Pemilihan terapi menggunakan antidiabetikoral dapat dilakukan dengan satu jenis obat
atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit diabetes melitus serta kondisi kesehatan pasien
secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.
Untuk pasien yang tidak bisa mengontrol diabetes dengan diet atau pengobatan oral,
kombinasi insulin dan obat-obatan lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan
sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien dengan DM tipe 2 yang memburuk,
maka penggantian insulin total menjadi suatu kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin
antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam selsel sebagian besar jaringan, menaikkan
penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta
mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim., 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus, DepKes RI.
Anonim. 2010. Gula Darah.http://id.wikipedia.org/wiki/Gula_darah#Mekanisme_pengaturan_gu
la_darah.Wikipedia Indonesia. 11 Mei 2011 pukul 16.30 WITA.

Bigworld027. 2009. Pankreas sebagai Pengatur Kadar Gula Darah. http://bigworld027.wordpre


ss.com/2009/02/18/pankreas-sebagai-pengatur-kadar-gula-darah/.WordPress. 11 Mei 2011 pukul
17.00 WIB.
Ganiswarna, Sulistia G, dkk. 2005. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmokologi FK UI.
Jakarta.
Godam64. 2006. Informasi Diabetes Mellitus/ Kencing Manis/ Penyakit Gula
Darah,Pengertian,Definisi,Pencegahan,Perawatan,Petunjuk,dll. http://organisasi.org/informasi_
diabetes_mellitus_kencing_manis_penyakit_gula_darah_pengertian_definisi_pencegahan_peraw
atan_petunjuk_dll. Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia. 11 Mei 2011 pukul 16.00
WITA.
K, Ema. 2009. Pengaturan Gula Darah oleh Sistem Endokrin. http://id.wikipedia.org/wiki/Gula_
darah#Mekanisme_pengaturan_gula_darah. Google. 11Mei2011 pukul 17.00 WITA.
Tjay, T. H., Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya, edisi 5, cetakan ke I, PT. Elex Mania Komputindo Gramedia, Jakarta.
Wilhiam, Skach,MD, dkk., 1996, Penuntun Terapi Medis (Hannd Book Of Medical Treatment),
edisi 18, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai