Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI II
“EFEK OBAT ANTIDIABETES PADA HEWAN UJI”

Disusun Oleh:
Anjani Awijayanti
1948201008
4B Farmasi

Dosen Pengampu;
Apt. Denia Pratiwi, M. Farm.
&
Apt. Dini Mardhiyani, M. Farm.

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman era globalisasi saat ini ditemukan berbagai macam penyakit yang
mematikan. Salah satu penyakit yang sering dijumpai yaitu diabetes melitus yang
dapat menyerang segala macam kalangan, mulai dari anak-anak sampai orang
tua,bahkan pada orang lansia sekalipun. Diabetes melitus umumnya lebih banyak
diderita oleh kaum wanita terutama bagi mereka yang memiliki masalah pada
berat badannya.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit generatif global dan salah satu
penyebab utama kematian di dunia. Diabetes mellitus adalah penyakit
metabolikyang serius dengan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular
yangmemberikan hasil yang signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas
(Simpson etal.,2003). Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit metabolik
yangdikarakteristikan dengan kondisi hiperglikemia yang berasal dari sekresi
insulin,aksi insulin, atau kedua (Bastuki, 2005). Kondisi hiperglikemia kronik dan
diabetesakan berakibat menjadi kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan
kecacatan organterutama pada mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah
(American Diabetes Association, 2010).
Dalam keadaan normal, kira-kira 50 % glukosa yang dimakan
mengalamimetabolisme sempurna menjadi CO2 dan air 5% diubah menjadi
glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes melitus
semua proses tersebutterganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel,
sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak.
Insulin adalah hormon yang mengendalikan gula darah. Tubuh
menyerapmayoritas karbohidrat sebagai glukosa (gula darah). Dengan
meningkatnya gula darah setelah makan, pankreas melepaskan insulin yang
membantu membawa guladarah ke dalam sel untuk digunakan sebagai bahan
bakar atau disimpan sebagai lemak apabila kelebihan. Orang-orang yang punya
kelebihan berat badan atau mereka yang tidak berolahraga seringkali menderita
resistensi insulin. Konsekuensinya, tingkat gula darah meningkat di atas normal.
Pengobatan diabetes dapat dilakukan dengan cara pemberian insulin ataupun
obat-obat hipoglikemik oral seperti golongan sulfonilurea contohnya glibenclamid
dan golongan biguanid seperti metformin. Disamping pengobatan dengan
obatmodern diabetes dapat pula diobati dengan obat tradisional yang berasal
daritumbuh-tumbuhan, hewan, maupun mineral. Pengobatan secara tradisional
memiliki efek samping yang kurang dibanding obat modern.
Pada percobaan kali ini akan diamati kegunaan obat-obat antidiabetik
glibenklamid dan metformin dengan melihat efek penurunan kadar gula darah
dengan menggunakan alat ukur gula darah yaitu glukometer serta Na-CMC dan
glukosa sebagai kontrol dengan menggunakan hewan uji tikus putih.
1.2 Tujuan dan Prinsip Praktikum

1.2.1 Tujuan Praktikum

Menganalisis efek obat hipoglikemik oral dengan melihat dan mengamati


serta menentukan jumlah penurunana kadar glukosa pada hewan uji mencit (mus
musculus) setelah pemberian obat antihipergliemik oral

1.2.2 Prinsip Percobaan

Efek obat hipoglikemik oral dapat diamati dengan membandingkan kadar


glukosa darah mencit sebelum pemberian dan setelah pemberian obat
hipoglikemik oral.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif. (Syahfudin, 2002, hlm. 32).
Diabetes melitus adalah diabetes yang berkaitan dengan kadar gula
dalamtubuh, juga dikenal dengan nama kencing manis. (Tjahjadi, 2011, hlm. 3).
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagaikelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
komplikasi padamata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. (Nogroho, 2011, hlm.
53).
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena
penggunaan yangtidak efektif dari insulin. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar
glukosa dalamdarah. Penyakit ini membutuhkan perhatian dan perawatan medis
dalam waktulama baik untuk mencegah komplikasi maupun perawatan sakit. DM
ada yangmerupakan penyakit genetik atau disebabkan keturunan disebut DM tipe
1 dan yangdisebabkan gaya hidup disebut DM tipe 2. Gaya hidup yang tidak sehat
menjadipemicu utama meningkatnya prevalensi DM, jika dicermati ternyata
orang-orangyang gemuk mempunyai resiko terkena DM lebih besar dari yang
tidak gemuk .(Tan dan Raharja, 2002).
Menurut klasifikasi klinisnya diabetes melitus dibedakan menjadi :
a. Tipe 1 (DMT1) adalah insufisiensi absolut insulin.
b. Tipe 2 (DMT2) adalah resistensi insulin yang disertai defek sekresi
insulindengan derajat bervariasic.
c. Diabetes kehamilan (gestasional) yang muncul pada saat hamil (Kowalak
&Welsh, 2003, hlm. 519).
d. Gangguan toleransi glukosa (GTG), kadar glukosa antara normal dan
diabetes,dapat menjadi diabetes atau menjadi normal atau tetap tidak
berubah. (Price,1995, hlm. 1259)
2.1.1 Pengaturan Metabolisme Glukosa oleh Insulin
Metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus adalah dua mata rantaiyang
tidak dapat dipisahkan. Keterkaitan antara metabolisme karbohidrat dandiabetes
mellitus dijelaskan oleh keberadaan hormon insulin. Penderita diabetesmellitus
mengalami kerusakan pada produksi maupun sistem kerja insulin,padahal insulin
sangat dibutuhkan tubuh dalam menjalankan fungsi regulasimetabolisme
karbohidrat. Akibatnya, penderita diabetes mellitus akanmengalami gangguan
pada metabolisme karbohidrat.
Insulin merupakan polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel β pancreas yang
terdiri atas dua rantai polipeptida. Struktur insulin manusia dan beberapa spesies
mamalia kini telah diketahui. Insulin manusia terdiri atas 21 residu asam amino
pada rantai A dan 30 residu pada rantai B. Kedua rantai ini dihubungkanoleh
adanya dua buah rantai disulfida (Granner, 2003). Insulin disekresi sebagairespon
atas meningkatnya konsentrasi glukosa dalam plasma darah. Konsentrasi ambang
kadar glukosa untuk sekresi tersebut adalah antara 80-100 mg/dL (padasaat
puasa). Sementara itu, respon maksimal diperoleh pada kadar glukosa
yangberkisar antara 300-500 mg/dL. Insulin yang disekresikan dialirkan
melaluialiran darah ke seluruh tubuh. Umur insulin dalam aliran darah sangat
cepat,waktu paruhnya kurang dari 3-5 menit.
Sel-sel tubuh menangkap insulin pada suatu reseptor glikoprotein
spesifikyang terdapat pada membran sel. Reseptor tersebut berupa heterodimer
yang terdiri atas subunit α dan subunit β dengan konfigurasi α2β2. Subunit α
berada pada permukaan luar membran sel dan berfungsi mengikat insulin. Subunit
β berupa protein transmembran yang melaksanakan fungsi tranduksi sinyal.
Bagian sitoplasma subunit β mempunyai aktivitas tirosin kinase dan tapak
autofosforilasi (King, 2007).
Terikatnya insulin subunit α menyebabkan subunit β mengalami
autofosforilasi pada residu tirosin. Reseptor yang terfosforilasi akan
mengalamiperubahan bentuk, membentuk agregat, internalisasi dan menghasilkan
lebihdari satu sinyal. Kondisi dengan kadar insulin tinggi, misalnya: pada obesitas
ataupun akromegali, jumlah reseptor insulin berkurang dan terjadi resistansi
terhadap insulin. Resistansi ini diakibatkan terjadinya regulasi ke bawah. Reseptor
insulin mengalami endositosis ke dalam vesikel berbalut klatrin.
Insulin mengatur metabolisme glukosa dengan memfosforilasi substrat
reseptor insulin (IRS) melalui aktivitas tirosin kinase subunit β pada reseptor
insulin. IRS terfosforilasi memicu serangkaian reaksi kaskade yang efeknettonya
adalah mengurangi kadar glukosa dalam darah (Granner, 2003).
Metabolisme glukosa oleh insulin diatur melalui berbagai
mekanismekompleks yang efeknya adalah peningkatan kadar glukosa dalam
darah. Olehkarena itu, penderita diabetes mellitus yang jumlah insulinnya tidak
mencukupiatau bekerja tidak efektif akan mengalami hiperglikemia. Ada 3
mekanismeyang terlibat yaitu:
a. Meningkatnya difusi glukosa ke dalam selPengangkutan glukosa ke dalam
sel melalui proses difusi dilakukandengan bantuan protein pembawa.
Protein ini telah diidentifikasi melalui teknikkloning molekular. Ada 5
jenis protein pembawa tersebut yaitu GLUT1,GLUT2, GLUT3, GLUT4
dan GLUT 5. GLUT1 merupakan pengangkut glukosa yang ada pada otak,
ginjal, kolon dan eritrosit. GLUT2 terdapat pada selhati, pankreas, usus
halus dan ginjal. GLUT3 berfungsi pada sel otak, ginjal dan plasenta.
GLUT4 terletak di jaringan adiposa, otot jantung dan otot skeletal.GLUT5
bertanggung jawab terhadap absorpsi glukosa dari usus halus. Insulin
meningkatkan secara signifikan jumlah protein pembawa terutama
GLUT4.Sinyal yang ditransmisikan oleh insulin menarik pengangkut
glukosa ke tempat yang aktif pada membran plasma. Translokasi protein
pengangkut ini bergantung pada suhu dan energi, namun tidak bergantung
pada sintesis protein. Efek ini tidak terjadi pada hati.
b. Peningkatan aktivitas enzim
Kondisi normal, sekitar separuh dari glukosa yang dimakan diubah
menjadi energi lewat glikolisis dan separuh lagi disimpan sebagai lemak
atau glikogen. Glikolisis akan menurun dalam keadaan tanpa insulin dan
prosesglikogenesis ataupun lipogenesis akan terhalang. Hormon insulin
meningkatkan glikolisis sel-sel hati dengan cara meningkatkan aktivitas
enzim-enzim yangberperan, seperti glukokinase, fosfofruktokinase dan
piruvat kinase.Meningkatnya aktivitas glikolisis akan meningkatkan
penggunaan glukosa,dengan demikian secara tidak langsung akan
menurunkan pelepasan glukosa keplasma darah. Insulin juga menurunkan
aktivitas glukosa-6-fosfatase, yaitu:enzim yang ditemukan di hati dan
berfungsi mengubah glukosa menjadi glukosa6-fosfat. Penumpukan
glukosa 6-fosfat dalam sel mengakibatkan retensi glukosayang mengarah
pada diabetes mellitus tipe 2.
Banyak efek metabolik insulin, khususnya yang terjadi dengan
cepatdilakukan dengan mempengaruhi reaksi fosforilasi dan difosforilasi
protein,yang selanjutnya akan mengubah aktivitas enzimatik enzim
tersebut. Kerjainsulin dilaksanakan dengan mengaktifkan protein kinase,
menghambat proteinkinase lain atau meransang aktivitas fosfoprotein
fosfatase. Defosforilasimeningkatkan aktivitas sejumlah enzim penting.
Modifikasi kovalen ini memungkinkan terjadinya perubahan yang hampir
seketika pada aktivitas enzimtersebut. Mekanisme defosforilasi enzim
dilakukan melalui reaksi kaskade yangdipicu oleh fosforilasi substrat
reseptor insulin. Sebagai contoh adalah pengeruhinsulin pada enzim
glikogen sintase dan glikogen fosforilase (King, 2007).
c. Menghambat kerja cAMP
Penghambat atau merangsang kerja suatu enzim, insulin memainkan
peranganda. Selain menghambat secara langsung, insulin juga
mengurangiterbentuknya cAMP yang memiliki sifat antagonis terhadap
insulin. Selain itu,insulin merangsang terbentuknya fosfodiesterase-cAMP.
Dengan demikian insulin mengurangi kadar cAMP dalam darah

2.2 Penggolongan Jenis Obat


Adapun penggolongan obat-obat antidiabetik adalah sebagai berikut:
2.2.1 Insulin
Insulin adalah peptida dengan BM kira-kira 6000. Peptida ini terdiri
dari51 asam amino tersusun dalam 2 lantai; rantai A yang terdiri dari 21
asamamino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin diekstraksi dari
pankreas babi atau sapi berupa kristal putih tidak berbau. Kristalisasi terjadi
pengaruhZn. Kristal ini tidak larut di dalam pH netral tetapi larut di dalam
asam mineralencer atau alkali.

Prinsipnya, sekresi insulin dikendalikan oleh tubuh untuk menstabilkan


kadar gula darah. Apabila kadar gula di dalam darah tinggi, sekresi insulin
akanmeningkat. Sebaliknya, apabila kadar gula darah rendah, maka sekresi
insulin juga akan menurun. Keadaan normal, kadar gula darah di bawah 80
mg/dl akanmenyebabkan sekresi insulin menjadi sangat rendah. Stimulasi
sekresi insulinoleh peningkatan kadar glukosa darah berlangsung secara
bifasik. Fase 1 akanmencapai puncak setelah 2-4 menit dan masa kerja pendek,
sedangkan mulakerja (onset) fase 2 berlangsung lebih lambat, namun dengan
lama kerja (durasi) yang lebih lama pula.Bila terdapat hambatan metabolisme
glukosa di dalam sel, perangsangansekresi insulin oleh glukosa juga terhambat.
Pada keadaan tersebut kadarglukosa yang tinggi dalam darah tidak mampu
merangsang sekresi insulin, danperangsangan baru terjadi setelah pemberian
tolbutamid.
Keadaan stres yaitu saat terjadi perangsangan simpatoadrenal,
epinefrinbukan hanya meninggikan kadar glukosa darah dengan glikogenolisis,
tetapi juga menghambat penggunaan glukosa di otot, jaringan lemak dan sel-sel
lainyang penyerapan glukosanya dipengaruhi insulin. Glukosa lebih
banyaktersedia untuk metabolisme otak yang penyerapannya tidak dipengaruhi
olehinsulin.Insulin meningkatkan ambilan K+ ke dalam sel, efek serupa terjadi
padaMg++, dan diduga ion-ion tersebut bertindak sebagai second messenger
yangmemperantarai kerja insulin. Jadi hipeglikemia dapat disebabkan oleh
berbagaikeadaan, demikian halnya dengan sindrom diabetes melitus. Semua
keadaanyang menghambat produksi dan sekresi insulin, terdapatnya zat-zat
yangbersifat anti-insulin dalam darah serta keadaan yang menghambat efek
insulinpada reseptornya, semua dapat menyebabkan diabetes melitus.
2.2.2 Obat Antidiabetik Oral
Obat antidiabetik oral digunakan untuk pengobatan diabetes melitus tipe
2 (non-insulin dependent diabetes melitus, NIDDM). Obat–obat ini hanya
digunakan jika pasien gagal memberikan respon terhadap setidaknya 3 bulan
diet rendah karbohidrat dan energi disertai aktivitas fisik yang dianjurkan. Obat
tersebut sebaiknya digunakan untuk meningkatkan efek diet dan aktivitas fisik
yang cukup, bukan menggantikannya.
Untuk pasien yang tidak cukup terkontrol dengan diet dan obat
hipoglikemik oral, insulin dapat ditambahkan pada dosis pengobatan atau
sebagai pengganti terapi oral. Jika insulin ditambahkan pada terapi oral, insulin
biasanya diberikan pada waktu akan tidur sebagai insulin isophane; tetapi jika
insulin menggantikan obat oral, biasanya diberikan sebagai injeksi insulin
bifasik dua kali sehari (atau insulin isophane dicampur dengan insulin soluble).
Peningkatan berat badan dan dapat menjadi komplikasi terapi insulin, tetapi
peningkatan berat badan mungkin dapat dikurangi jika insulin diberikan dalam
kombinasi dengan metformin.

2.3 Mekanisme Kerja


2.3.1 Mekanisme Kerja Insulin
Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam
pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas
akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta, yang
kemudianakan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Efek
kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu transpor glukosa dari
darahke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat
atauterhambat masuk ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan meningkat,
dansebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak
dapat memproduksi energi sebagaimana seharusnya.
2.3.2 Mekanisme Kerja Obat Antidiabetik Oral
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat
dibagimenjadi 5 golongan, yaitu
1. Golongan Sulfonilurea
Bekerja dengan cara merangsang sekresi insulin di pankreas
sehinggahanya efektif bila sel beta pankreas masih dapat berproduksi.
Terdapat beberapa jenis sulfonilurea yang tidak terlalu berbeda dalam
efektivitasnya. Perbedaanterletak pada farmakokinetik dan lama kerja.
Termasuk dalam golongan iniadalah: Klorpropamid, Glikazid,
Glibenklamid, Glipizid, Glikuidon, Glimepirid,Tolazalim dan
Tolbutamid.Sulfonilurea dibagi menjadi dua generasi. Generasi pertama
sulfonilureamencakup tolbutamida, asetoheksamida, tolazamida, dan
klorpropamida.Generasi kedua sulfoniluiea mencakup gliburid
(glibenklamid), glipizid, gliklazid dan glimepirid.
a. Mekanisme Kerja
Sulfonilurea menstimulasi pelepasan insulin dari sel B
pankreas.Pemberian sulfonilurea akut ke pasien DM tipe 2
meningkatkan pelepasaninsulin dari pankreas. Pada bulan-bulan
pertama pengobatan sulfonilurea. kadar insulin plasma saar puasa dan
respons insulin terhadap adanya glukosaoral meningkat. Dengan
pemberian kronis, kadar insulin dalam sirkulasiberkulang hingga kadar
sebelum pengobatan; tanpa memperhitungkan hal ini,penurunan kadar
glukosa plasma tetap, kemungkinan karena penurunanglukosa plasma
meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan targernya
danmeningkatkan sekresi insulin yang terganggu akibat hiperglikemia
kronis.Sulfonilurea berikatan dengan subunit SURI dan memblok
kanal K. sensitif-ATP Jadi, obat-obat ini menyerupai senyawa pemicu
sekresi fisiologis(contohnya, glukosa, leusin).
b. Absorbsi, Nasib dan Ekskresi
Sulfonilurea memiliki sejumlah kerja yang mirip;
sehinggafarmakokinetiknya merupakan karakteristik yang paling
berbeda. Semuadiabsorpsi secara efektif dari saluran gastrointestinal,
meskipun makanan danhiperglikemia dapat mengurangi absorpsi.
Sehubungan dengan waktu yangdiperlukan untuk absorpsi,
sulfonilurea dengan waktu paruh pendek dapat lebihefektif ketika
diberikan 30 menit sebelum makan. Sulfonilurea di plasmabanyak
berikatan dengan protein (90-99%), terutama albumin.
Volume distribusi sebagian besar sulfonilurea adalah sekitar
0,2L/kg.Sulfonilurea generasi-pertama memiliki waktuparuh dan
tingkat metabolismeyang sangat berbeda. t ½ asetoheksamida pendek,
tetapi direduksi menjadisenyawa aktif yang t ½ -nya mirip dengan
tolbutamida dan tolazamida (4-7 jam). Obat-obat ini memerlukan dosis
harian yang terbagi. Klorpropamidamemiliki t ½ yang panjang 24-48
jam). Senyawa generasi kedua sekitar 100kali lebih poten daripada
generasi pertama. Meskipun waktu-paruhnya pendek(3-5 jam), efek
hipoglikemiknya bertahan selama 12-24 jam, dan seringdiberikan
sekali sehari. Semua sulfonilurea dimetabolisme di hati, danmetabolit
diekskresikan di urine. Oleh sebab itu, sulfonilurea harus
diberikandengan perhatian pada pasien dengan insufisiensi renal atau
hepatik.
c. Reaksi Merugikan
Efek merugikan sulfonilurea muncul pada sekitar 4% pasien
yangmengonsumsi obat generasi-pertama dan kemungkinan agak
jarang padasenyawa generasi-kedua. Sulfonilurea dapat menyebabkan
reaksi hipoglikemik,termasuk koma, terutama pada pasien manula
dengan gangguan fungsi ginjalatau hati yang mengonsumsi
sulfonilurea kerja-panjang. Sulfonilurea dapatdiurutkan berdasarkan
penurunan risiko dalam menyebabkan hipoglikemia.Pada senyawa
generasi-pertama, sulfonilurea kerja-paryang berakibat padarisiko
hipoglikemia yang lebih besar (klorpropamida >
tolbutamida).Sulfonilurea generasi-kedua memiliki risiko hipoglikemia
yang berbeda,meskipun waktu-paruhnya sama. Oleh sebab itu, gliburid
(glibenklamid)dilaporkan menyebabkan hipoglikemia hingga 20-30%
pengguna, sedangkanglimepirid menyebabkan hipoglikemia hanya
pada 2-4% pengguna. Versi kerja-panjang glipizid juga menyebabkan
frekuensi hipoglikemia yang lebih rendahdaripada gliburid,
kemungkinan karena penghambatan sekresi insulinbergantung-glukosa
selama hipoglikemia terjadi akibat glimepirid, tetapi bukanakibat
gliburid. Hipoglikemia parah pada manula dapat terlihat sebagai
kejadiandarurat neurologis akut yang dapat menyerupai cedera
serebrovaskular. Olehsebab itu, penting untuk mengukur kadar glukosa
plasma dari tiap pasien manulayang memperlihatkan gejala neurologis
akut. Karena beberapa sulfonilureamemiliki t ½ yang panjang,
mungkin diperlukan untuk mengobati pasienmanula hipoglikemik
selama 24-48 jam dengan infus glukosa intravena. Banyakobat lain
dapat memperkuat efek sulfonilurea, terutama senyawa generasi-
pertama, dengan menghambat metabolisme atau ekskresinya. Beberapa
obat juga menggantikan sulfonilurea dari protein yang mengikatnya,
sehingga secarasementara meningkatkan konsentrasi bebasnya. Obat-
obat ini mencakupsulfonamida lain, klofibrat, dan salisilat. Obat lain,
terutama etanol, dapatmeningkatkan kerja sulfonilurea dengan
menyebabkan hipoglikemia. Efek samping sulfonilurea lainnya
mencakup mual dan muntah, ikterus kolestatik,agranulositosis, anemia
aplastik dan hemolitik, reaksi hipersensitivitas umum,dan ruam.
Sekitar 10-15% pasien yang menerima obatobat ini, terutama
klorpropamida, menyebabkan kemerahan (fush) terinduksi-alkohol
yang mirip dengan yang disebabkan oleh disulfram. Sulfonilurea,
terutama klorpropamida,dapat menginduksi hiponatremia dengan
memperkuat efek vasopresin padaduktus pengumpul ginjal, dan efek
pada retensi air ini telah digunakan untuk manfaat terapeutik pada
pasien dengan diabetes insipidus pusat yang ringan.
d. Penggunaan Terapeutik
Sulfonilurea digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia pada
pasien DM tipe 2 yang tidak dapat mencapai kontrol memadai dengan
diet saja. Padasemua pasien, pembatasan makanan secara
berkelanjutan penting untukmemaksimalkan efikasi sulfonilurea.
Kontraindikasi penggunaan obat ini adalahDM tipe 1, kehamilan,
menyusui, dan untuk senyawa generasi-pertama,insufisiensi ginjal atau
hati yang signifikan.
Antara 50% dan 80% pasien yang dipilih dengan tepat pada awalnya
akanmerespons terhadap senyawa hipoglikemik oral. Konsentrasi
glukosa seringmenurun secara memadai untuk meredakan gejala
hiperglikemia, tetapi mungkintidak mencapai kadar normal Sekitar 5-
10% pasien per tahun yang meresponsawalnya terhadap sulfonilurea
menjadi gagal sekunder, seperti yang ditunjukkanoleh kadar
hiperglikemia yang tidak dapat diterima. lni dapat terjadi
akibatperubahan pada metabolisme obat, berkembangnya kegagalan
sel-P, perubahanpada kepatuhan diet, atau kesalahan diagnosr's pasien
DM tipe 1 onset-lambat.Tambahan senyawa oral dapat membeikan
respons yang memuaskan, tetapisebagian besar pasien ini pada
akhirnya akan memerlukan insulin. Pengobatandengan sulfonilurea
harus dipandu oleh respons pasien, yang harus dipantausecara berkala.
Dosis harian awal dan dosis efektif maksimum umumnya
adalahsebagai berikut (awal/maksimum): tolbutamida 500mg/3000
mg; tolazamida100 mg/1000 mg; klorpropamida 250 mg/750 mg;
gliburid 2,5-5 mg/20 mg;glipizid 5 mg/40 mg (dibagi ketika dosis
harian >15 mg); glikazid 40-80 mg/320mg; glimepirid 0,5 mg/B mg.
Kombinasi insulin dan sulfonilurea telahdigunakan pada beberapa
pasien DM tipe 1 dan tipe 2. Pada pasien DM tipe 1,tidak terdapat
bukti bahwa kontrol glukosa meningkat dengan terapi
kombinasi,sedangkan beberapa pasien DM tipe 2 menunjukkan
peningkatan yangsignifikan pada kontrol metabolik. Persyaratan untuk
efek yang menguntungkan dari terapi kombinasi adalah aktivitas sel-B
residual; durasi diabetes yangpendek juga dapat memprediksi respons
yang baik. (Goodman, 2006) .
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat golongan ini :
a. Golongan sulfonil ureacenderung meningkatkan berat badan.
b. Penggunaannya harus hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan
fungsi hatidan ginjal. Klorpropamid dan glibenklamid tidak dianjurkan
untuk pasienusia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal. Pada pasien
insufisiensi ginjaldapat digunakan glikuidon, gliklazid atau tolbutamid
yang kerjanya singkat.
c. Wanita menyusui, porfiria dan ketoasidosis merupakan kontraindikasi
bagipemberian sulfonilurea.
d. Insulin kadang-kadang diperlukan bila timbul keadaan patologis
tertentuseperti infark miokard, infeksi, koma dan trauma. Insulin juga
diperlukanpada keadaan kehamilan.
e. Efek samping, umumnya ringan dan frekuensinya rendah diantaranya
gejalasaluran cerna dan sakit kepala. Gejala hematologik
termasuktrombositopenia, agrunolositosis dan anemia aplastik dapat
terjadi tetapi jarang sekali. Hipoglikemi dapat terjadi bila dosis tidak
tepat atau dietterlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati/ginjal atau
pada orang usia lanjut. Hipoglikemia sering ditimbulkan oleh ADO
kerja lama.
f. Interaksi, banyak obat yang berinteraksi dengan sulfonilurea sehingga
risikoterjadinya hipoglikemia dapat meningkat.
g. Dosis, sebaiknya dimulai dengan dosis lebih rendah dengan 1
kalipemberian, dosis dinaikkan sesuai dengan respons terhadap obat.
2. Golongan Biguanid
Bekerja dengan cara menghambat glukoneogenesis dan
meningkatkanpenggunaan glukosa di jaringan. Termasuk dalam golongan
ini adalahMetformin, Fenformin, Buformin. Efek samping yang sering
terjadi (20% daripemakai obat) adalah gangguan saluran cerna seperti
anoreksia, mual, muntah,rasa tidak enak di abdomen dan diare.
Metformin merupakan antihiperglikemik. Obat ini tidak
menstimulasipelepasan insulin dari pankreas dan biasanya tidak
menyebabkan hipoglikemia,bahkan pada dosis besar. Metformin
menurunkan kadar glukosd terutamadengan menurunkan produksi glukosa
hepatik dan dengan meningkatkan kerjainsulin di otot dan lemak. Kerja ini
diperantarai sebagian oleh aktivasi proteinkinase teraktivasi -AMP (AMP
kinase). Mekanisme metformin mengurangiproduksi glukosa hepatik ini
bersifat kontroversial, tetapi sebagian besar datamendukung efek pada
penurunan gluconeogenesis.
a. Absorbsi, ekskresi dan dosis
Metformin diabsorpsi terutama dari usus halus. Obat ini stabil,
tidakberikatan pada protein plasma, dan diekskresikan dalam
bentuk utuh di urine.Obat ini memiliki t ½ - 2 jam. Dosis harian
maksimum yang direkomendasikanadalah 2,5 g terbagi dalam tiga
dosis bersama makanan.
b. Perhatian dan Efek Merugikan
Pasien dengan gangguan ginjal tidak boleh diberikan
metformin.Kontraindikasi lain meliputi penyakit hepatik, riwayat
asidosis laktat, gagal jantung yang memerlukan terapi obat, atau
penyakit paru hipoksik kronis. Semuakondisi ini memberikan
kecenderungan pada komplikasi asidosis laktat yangberpotensi
fatal. Metformin harus dihentikan sementara sebelum
pemberianmedium kontras secara intravena dan sebelum prosedur
operasi. Obat ini tidakboleh diberikan secara berulang kurang dari
48 jam setelah prosedur-prosedurtersebut dan sebaiknya tidak
digunakan hingga fungsi ginjal kembali normal.
Efek samping akut metformin terjadi hingga 20% pasien dan
mencakupdiare, rasa tidak enak pada perut, mual, rasa logam, dan
anoreksia. Hal-hal iniumumnya dapat diminimalisasi dengan
meningkatkan dosls obaf secara perlahandan dikonsumsi bersama
makanan. Absorpsi intestinal vitamin B, dan folat dapatberkurang
selama terapi metformin kronis. Perlimbangan harus diberikan
untukmenghentikan terapi metformin jika kadar taktat plasma
melebihi 3 mM atau pada kondisi penurunan fungsi ginjal atau
hati, Penghentian penggunaan metformin juga merupakan tindakan
yang bijak jika pasien menjatani puasa dalam jangka waktu lama
atau diobati dengan diet kalori yang sangat rendah.lnfark
miokardium atau septisemia mengharuskan penghentian obat
dengansegera. Metformin menurunkan nilai Hb A, hingga sekitar
2%, suatu efek yangsebanding dengan penggunaan sulfonilurea.
Metformin tidak meningkatkanberat badan dan dapat mengurangi
trigliserida plasma hingga 1520%. Metforminmerupakan satu-
satunya obat yang telah terbukti mengurangi
kejadianmakrovaskular pada DM tipe 2. Metformin dapat
diberikan dalam kombinasidengan sulfonilurea, tiazolizindion,
dan/atau insulin. Kombinasl dosis-fefapmengandung metformin
dan gliburid (ctucovaNcr, lain-lain), glipizid (urraern),rosiglitazon
(wnNomn), dan pioglitazon (acroetusul) telah tersedia.
(Goodman,2006)
3. Golongan analog Meglitinid
Bekerja dengan cara mengikat reseptor sulfonilurea dan menutup
ATP-sensitive potassium chanel. Yang termasuk dalam golongan ini
adalahRepaglinid.
4. Golongan Thiazolidindion
Bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas jaringan perifer
terhadap insulin. Berikatan dengan PPARγ (peroxisome proliferators
activated receptor -gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk
menurunkan resistensi insulin.Golongan ini merupakan golongan baru dari
ADO. Termasuk kedalam golonganini adalah Pioglitazone, Rosiglitazone.
5. Golongan penghambat alphaglukosidase
Golongan ini adalah Akarbosa dan Miglitol yang bekerja dengan cara
menghambat alphaglukosidase yang mengubah di/polisakarida
menjadimonosakarida, sehingga memperlambat dan menghambat
penyerapankarbohidrat.
Obat atau senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan
risikohipoglikemia sewaktu pemberian obat antidiabetik oral golongan
sulfonilureaantara lain: insulin, alkohol, fenformin, sulfonamida, salisilat
dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, dikumarol, kloramfenikol,
senyawa-senyawapenghambat MAO (Mono Amin Oksigenase),
guanetidin, steroida anabolik,fenfluramin, dan klofibrat. Hormon
pertumbuhan, hormon adrenal, tiroksin,estrogen, progestin dan glukagon
bekerja berlawanan dengan efek hipoglikemikinsulin. Disamping
itu,beberapa jenis obat seperti guanetidin, kloramfenikol,tetrasiklin,
salisilat,fenilbutazon, dan lain-lain juga memiliki interaksi denganinsulin,
sehingga sebaiknya tidak diberikan bersamaan dengan pemberianinsulin,
paling tidak perlu diperhatikan dan diatur saat dan dosis pemberiannya
apabila terpaksa diberikan pada periode yang sama.
2.4 Hewan Coba Pada Penelitian Diabetes
Dalam Penelitian obat diabetes mellitus, hewan coba yang sering digunakan
adalah golongan tikus (mencitatautikus). Bahan kimia yang sering digunakan
untuk menyebabkan hewan uji menderita diabetes adalah aloxan, streptozozin,
atau dengan pembebanan glukosa.
2.4.1 Induksi Dengan Bahan Kimia
Induksi kimia pada hewan akan menyebabkan hewan coba me nderita
diabetes tipe satu dimana banyaknya sel beta yang hancur dengan demikian,
jumlah insulin endogen yang diproduksi menjadi sedikit, yang mengarah ke
hiperglikemia dan penurunan berat badan. Diabetes dengan dii nduksi secara
kimia tidak hanya menyediakan model sederhana dan relatif murah tetapi
juga dapat digunakan pada hewan yang lebih tinggi (Dufrane et al, 2006).
Dua senyawa utama yang digunakan untuk menginduksi diabetes adalah
streptozotocin (STZ) atau aloksan. Karena kesamaan mereka dalam struktur
dengan glukosa (Bansal et al, 1980), aloksan dan STZ dapat bersaing dengan
glukosa, sehingga hewan yang sedang puasa cenderung lebih rentan terhadap
kedua bahan tersebut. Salah satu kelemahan induksi diabetes tipe 1 dengan
bahan kimia adalah bahan tersebut dapat menjadi racun pada organ tubuh
yang lain. Perlu juga dicatat bahwa terjadi perubahan pada isoenzim P450
dihati, ginjal, paru-paru, usus, tesis dan otak setelah pemberian STZ atau
aloksan, dan dengan demikian, hal ini harus dipertimbangkan ketika obat
sedang diuji dengan cara ini (Lee et al,2010).

2.4.2 Dengan Induksi Glukosa


Pada cara ini mencit yang digunakan adalah mencit normal yang
dibebani sukrosa tanpa merusak pankreasnya, karena berdasarkan teori bahwa
dengan pembebanan sukrosa akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa
darah (hiperglikemik) secara cepat. Sukrosa di dalam tubuh dapat terurai men
jadi glukosa dan fruktosa. Kadar glukosa yang tinggi dalam darah dapat
diturunkan oleh zat-zat berefek antihiperglikemik.
2.5 MetodePegukuran Kadar Glukosa
 Dengan Spektrofotometer
 Dengan Glukometer
Terdiri dari alat glucometer dan strip glukosa Glucometer yang sesuai dengan
nomor pada alat. Alat ini secara otomatis akan hidup ketika glucose. Tes Strip
dimasukkan dan akan mati setelah glucose tes strip dicabut. Masukkan strip
kedalam glucometer, sehingga glucometer ini akan hidup secara otomatis,
kemudian dicocokkan kode nomor yang muncul pada layar dengan yang ada pada
vial. Check glucose tes strip. Tes strip yang dimasukkan pada glucometer bagian
layar yang tertera angka yang harus sesuai dengan kode vial check glucose tes
strip, kemudian pada layar monitor glucometer muncul tanda siap untuk
diteteskan darah. Sentuhan tetesan darah yang keluar langsung darah pembuluh
darah tetes strip dan ditarik sendirinya melalui aksikapiler. Ketika wadah terisi
penuh oleh darah, alat mulai mengukur kadardarah glukosadarah. Hasil
pengukuran diperoleh selama 10 detik.
BAB III
METODE KERJA
3.1 Tempat dan Waktu Praktikum
Tempat : Laboratorium Farmakologi Universitas Abdurrab Pekanbaru
Tanggal : Senin, 14 Juni 2021
Waktu : 13.00 – 16.00 WIB

3.2 Alat

- Batang pengaduk

- Beaker

- Gelas ukur

- Gunting

- Hot plate

- Mixer

- Spuit 1 cc

- Spuit oral

- Timbangan berat

3.3 Bahan

- Alkohol 70%

- Aqua destilat

- Kapas

- Natrium CMC

- Tablet akarbose

- Tablet glibenklamid
- Tablet metformin.

3.4 Hewan Uji yang digunakan

Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, dengan berat badan 20 g - 30 g


berumur antara 6 - 8 minggu.
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Pembuatan Na. CMC 1%
- Panaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih
- Timbang Na. CMC sebanyak 1 gram
- Masukkan Na. CMC kedalam beaker glass 300 ml lalu
tambahkan 50 ml air panas
- Aduk campuran tersebut dengan mixer hingga homogen,
ditandai dengan tidak nampaknya lagi serbuk berwarna putih
dan campuran berupa seperti gel.
- Tambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga
volume larutan tersebut menjadi 100 ml, dinginkan.
3.5.2 Pembuatan Glukosa 5% b/v
- Timbang glukosa sebanyak 5 gram
- Masukan kedalam labu ukur 100 ml lalu tambahkan 50 ml air
suling
- Aduk campuran hingga larut
- Lalu cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan air suling
3.5.3 Pembuatan Suspensi Glibenklamid
- Ti mbang 130 mg Glibenklamid
- Masukan kedalam labu ukur 50 ml tambahkan 25 ml air suling
- Aduk campuran hingga larut
- Lalu cukupkan volumenya hingga 50 ml dengan air suling
3.5.4 Pelaksanaan
Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 kelompok (@3 ekor).
Setiap kelompok dipisahkan dalam kandang yang berbeda.Sebelum penelitian
dilakukan mencit diakliatisasi selama 7 hari untuk membiasakan pada
lingkungan percobaan, dipelihara dalam ruangan dengan suhu kamar, siklu
scahaya terang :gelap (14:10) pemberian makan dipuasakan selama 10 jam
tetapi tetap diberikan air minum dan diberimakanan standart. Hewan
dianggap sehat apabila perubahan berat badan tidak lebih dari 10% serta
memperlihatkan prilaku normal.
3.5.5 Pembebanan Glukosa (Toleransi Glukosa)
- Gunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor
- Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat
- Mencit kemudian dikelompokkan secara rawu kedalam 4
kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 ekor, dimana kelompok 1
sebagai control, diberikan larutan Na.CMC 1%, Kelompok II
diberi suspense glibenclamide, Kelompok III diberi suspense
acarbose, dan Kelompok IV diberisuspensi Metformin HCL.
- Sebelum melakukan perlakuan mencit diambil darahnya melalui
pembuluh darah yang ada divena ekor dengan cara dipotong ekor
mencit tersebut ± 0,5 cm dari ujung ekor dengan menggunakan
gunting yang telah diusap dengan alcohol 70 %
- Darah yang keluar diteteskan pada strip glucometer yang terpasang
pada alat. Kadar glukosa darah yang muncul pada alat kemudian
dicatat sebagai kadar glukosa puasa
- Setelah penentuan kadar glukosa puasa pada mencit, kemudian
semua mencit diberikan larutan glukosa 5% dengan dosis 1-
2,5g/kg BB Mencit secara oral
- Mencit kemudian diukur kadar glukosa darahnya sebagai kadar
glukosa setelah pembebanan,.
- Pada menit ke 10 (atau 5 menit setelah kadar glukosa diukur)
setiap mencit diberikan perlakuan, kelompok 1 diberilarutan Na
CMC 1%, kelompok II diberi suspense glibenclamide, kelompok
III diberi suspense acarbose dan kelompok IV diberisuspensi
Metformin HCL, semua perlakukan secaara oral dengan volume
pemberian adalah 0,2 ml/30 g BB mencit
- Mencit kemudian dibiarkan dan diukur kadar gula darahnya tiap 20
menit selama 60 menit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan

MENCIT Glukosa Volume Setelah loading


KELOMPOK puasa Pemberian glukosa (menit)
(awal) (ml) 20 40
Kontrol 1 174 155 - -

(CMC Na) (21,84 gr) mg/dL mg/dL


Gliben 1 191 162 118 mg/dL 124 mg/dL

klamid (18,9 gr) mg/dL mg/dL


2 196 287 123 mg/dL 148 mg/dL

(21,15 gr) mg/dL mg/dL

4.2 Perhitungan
Faktor konversi
- Dosis dewasa glibenklamid 5 mg
- Faktor konversi manusia ke mencit 5 mg x 0,0026 = 0,013 mg
(untuk 20 gr mencit)
Larutan stok
- 100 ml : 0,2 ml x 0,013 mg = 6,5 mg
- Berat 2 tablet glibenklamid = 0,400 gr (400 mg)
- 6,5: 10 mg x 400 mg = 260 mg add Na. CMC 1%
Jika
- 50 ml : 0,2 ml x 0,013 mg = 3,25 mg
- 3,25 mg:10 x 400 mg = 130 mg add 50 ml
4.3 Pembahasan
Praktikum kali ini merupakan praktikum yang bertujuan untuk memahami
mekanisme kerja obat antidiabetes yaitu glibenklamid dari berbagai kelompok,
sehingga dapat memperoleh gambaran cara evaluasi efek antidiabetes. Pada
praktikum ini menggunakan 3 ekor mencit pada tiap kelompok kelas B. Serta
digunakan glucose meter untuk mengukur kadar gula yang diujikan pada tiap
kelompok.
Diabetes adalah gangguan kronis yang khususnya menyangkut
metabolismeglukosa dalam tubuh. Glukosa yang diserap di jaringan otot ditimbun
sebagaiglikogen atau dirombak menjadi asam laktat sedangan jaringan lemak
jugamenggunakan glukosa sebagai sumber energi dan substrat sintesis
trigliserida.Penyebab diabetes adalah kekurangan hormon insulin yang
berfungsimemanfaatkan glukosa sebagai sumber energi. Akibatnya, glukosa
menjadibertumpuk dalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya diekskresikan
melalui urintanpa digunakan (glikosuria). Hal ini menyebabkan produksi kemih
pasien sangatmeningkat, merasa sangat haus, dan berat badan menurun. Untuk
memperingangangguan-gangguan yang ditimbulkan akibat diabetes, maka
dibutuhkan obat-obathipoglikemia yang bekerja meningkatkan sekresi insulin.
Pada praktikum ini menggunakan obat glibenklamid sebagai obat
antidiabetes. Glibenclamide memiliki nama lain gliburide, Diabeta,
Glynase,Micronase, Glibenclamidum. Glibenklamid merupakan Obat
Hipoglikemik Oral (OHO) golongan sulfonylurea generasi kedua yang hanya
digunakan untuk mengobati individu dengan diabetes melitus tipe II untuk
menurunkan konsentrasi gula darah. Merupakan obat antidiabet golongan sulfonil
urea generasi kedua.
Mekanisme Kerja Glibenklamide yaitu menstimulasi pankreas untuk
memproduksi insulin dan meningkatkan sensitivitas sel beta terhadap
glukosa.Sulfonilurea dapat menormalkan produksi glukosa di hati dan secara
parsialmembalikkan resistensi insulin pada pasien diabetes melitus tipe II.
Glibenklamidehanya bermanfaat pada penderita diabetes dewasa yang
pankreasnya masih mampumemproduksi insulin dengan baik. Pada penggunaan
per oral glibenklamiddiabsorpsi sebagian secara cepat dan tersebar keseluruh
cairan ekstrasel, sebagianbesarterikat dengan protein plasma. (Dipirodkk., 2008).
Pemberian glibenklamid secara oral akan diabsorbsi melalui saluran
cernadengan cukup efektif dan memiliki waktu paruh sekitar 4 jam. Dosis awal
untukdiabetes melitus tipe 2 adalah 2,5 mg-5 mg, dilanjutkan dosis pemeliharan 5
mg10 mg.Setelah absorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam
plasmasebagian besar terikat pada protein plasma terutama albumin (70%-90%).
Untuk mencapai kadar optimal glibenklamid akan lebih efektif jika diminum 30
menitsebelum makan. Mula kerja (onset) glibenklamid: kadar insulin serum
mulaimeningkat 15-60 menit setelah pemberian dosis tunggal. Kadar puncak
dalam darahtercapai setelah 2-4 jam. Setelah itu kadar mulai menurun, 24 jam
setelah pemberiankadar dalam plasma hanya tinggal sekitar 5%. Masa kerja
sekitar 15 sampai 24 jam.
Metabolisme glibenklamid sebagian besar berlangsung dengan jalan
hidroksilasi gugus sikloheksil pada glibenklamid, menghasilkan satu
metabolitdengan aktivitas sedang dan beberapa metabolit inaktif. Metabolit utama
(M1)merupakan hasil hidroksilasi pada posisi 4-trans, Metabolit kedua (M2)
merupakanhasil hidroksilasi 3-cis, sedangkan metabolit lainnya belum
teridentifikasi.Semua metabolit tidak ada yang diakumulasi.Hanya 25-50 %
metabolit diekskresi melaluiginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu dan
dikeluarkan bersamatinja.Waktu paruh eliminasi sekitar 15-16 jam, dapat
bertambah panjang apabilaterdapat kerusakan hati atau ginjal. Bila pemberian
dihentikan, obat akan bersihkeluar dari serum setelah 36 jam. Glibenklamid tidak
diakumulasi di dalam tubuh,walaupun dalam pemberian berulang.
Secara prosedural akan dibahas tahapan-tahapan yang dilakukan untuk
mengevaluasi penyakit diabetes pada hewan percobaan. Sebelum
dilakukanpercobaan, hewan yang akan diuji dipuasakan dengan cara tidak diberi
makan. Halini bertujuan untuk menormalkan kadar glukosa dalam darah hewan
uji dan agarglukosa darah yang nantinya terukur tidak dipengaruhi oleh glukosa
yang berasaldari makanan hewan uji. Jika hewan uji (tikus) diberi makan, kadar
glukosa dalamdarahnya menjadi tidak stabil (berubah-ubah).
Selanjutnya tikus ditimbang dan diberi tanda pada bagian pangkal
ekornya.Pada tikus kelompok 1 beratnya sebesar 21,8 gram, kelompok 2 beratnya
sebesar 18,9 gram dan kelompok 3 beratnya sebesar 21,15 gram. Pada praktikum
ini menggunakan kontrol negatif (Na CMC) yaitu kelompok 1. Untuk kelompok 2
dan 3 menggunakan obat glibenklamid dengan kadar 5 mg/60 kgBB.
Selanjutnya tikus yang menjadi kontrol negatif diberikan Na CMC 1% secara
peroral sebanyak 2 ml; tikus yang akan diberikan obat glibenklamid dengan kadar
5 mg/60 kgBB secara peroral sebanyak 1,05 ml.
Setelah 20 menit dan 40 menit, semua tikus diambil darahnya. Pengambilan
darah dilakukan dengan memotong bagian ujung ekor tikus dan mengeluarkan
sedikitdarahnya. Pemilihan bagian ekor untuk mengambil darahnya di karenakan
pada bagian ini terdapat banyak pembuluh darah yaitu pembuluh darah vena.
Selain itu metode ini digunakan untuk mempermudah pengambilan darah tikus.
Pada praktikum ini menggunakan glucose meter untuk mengukur kadar
glukosa darah hewan uji. Cara menggunakan alat ini adalah pertama, pasang strip
ke slot. Kedua, cek nomor kalibrasi, kalibrasi glucose meter bertujuan agar data
yang terbaca lebih akurat. Ketiga, lakukan sampling darah.Keempat, sentuhkan
sampel darah ke salah satu sisi strip. Kelima, baca hasil setelahkurang lebih 5
detik, data yang terbaca pada glucose meter dicatat sebagai t = 30.
Hasil dari setiap uji yang dilakukan memberikan hasil yang bervariasi, hal ini
tergantung pada kondisi fisiologi dari tikus, kadar obat yang diberikan dan waktu
dilakukan ujinya. Hasil yang diperoleh dari glucose meter ini dapat
digunakanuntuk mengontrol diabetes pasien dan menetapkan tahap penyembuhan
selanjutnyabagi pasien. Untuk mendapat hasil uji yang akurat, perlu diperhatikan
beberapa hal seperti menjaga kebersihan glucose meter menempatkan sampel
darah sesuai batas glucose test strips dan tidak menggunakan glucose test strips
yang sudah kadaluarsa.
Pada praktikum kali ini, digunakan pemberian glukosa 50%
untukmeningkatkan kadar gula darah pada tikus sebelum diberikan obat
antidiabetik yangdapat menurunkan kadar gula darahnya. Pemberian glukosa 50%
1g/kgBB diberikan berdasarkan hasil perhitungan HED dan VAO untuk hewan uji
(tikus).
Dari data percobaan yang dilakukan, digunakan Na CMC sebagai kontrol
negatif didapatkan kadar glukosa sebesar 155 mg/dL. Kadar glukosa yang tinggi
pada kontrol negatif Na CMC disebabkan karena Na CMC tidak memiliki efek
antidiabetik dan Na CMC merupakan selulosa yang tergolong polisakarida
sehingga dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah.
Pemakaian kadar obat tiap kelompok selain kelompok kontrol negatif
mempengaruhi hasil yang dihasilkan. Pemberian obat dengan dosis yang terlalu
rendah mengakibatkan ketidakefektifan dalam mencapai efek terapi yang
diinginkan. Sedangkan pemberian obat dengan dosis yang terlalu tinggi juga dapat
menyebabkan peningkatan risiko efek toksik. Pada praktikum tidak menggunakan
dosis obat yang terlalu rendah dan terlalu tinggi. Untuk glibenklamid dosis untuk
diabetes melitustipe 2 adalah 2,5 mg-5 mg.
Pada pemberian glibenklamid, hasil yang didapatkan dari kelompok 2 pada
kadar 5mg/60 kgBB sebesar 118 mg/dL yang diukur 20 menit setelah pemberian
obat dan 124 mg/dL yang diukur 40 menit setelah pemberian obat. Sedangkan
pada kelompok 3 hasil yang di dapat pada menit 20 menit setelah pemberian obat
adalah 123 mg/dL dan pada menit ke 40 setelah pemberian obat adalah 148
mg/dL.
Faktor kesalahan yang mungkin dapat mempengaruhi data ialah waktu
pengecekan kadar glukosa darah pada setiap kelompok yang tidak seragam,
penimbangan tikus yang tidak akurat, keadaan fisiologis yang dapat
mempengaruhi kerja obat, serta perhitungan dosis yang salah.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Diabetes adalah gangguan kronis yang khususnya menyangkut
metabolisme glukosa dalam tubuh.
- Terjadi Penurunan kadar glukosa pada mencit setelah 20 menit
pemberian obat Glibenklamide.
- Mekanisme Kerja Glibenklamide yaitu menstimulasi pankreas untuk
memproduksi insulin dan meningkatkan sensitivitas sel beta terhadap
glukosa.
- Semakin tinggi dosis obat yang diberikan, semakin rendah kadar gula
yang dihasilkan, karena obat antidiabetik bertujuan untuk menurunkan
kadar gula dalam darah.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical Care
untukPenyakit Diabetes Mellitus. Jakarta : Dirktorat Bina Farmasi
Komunitasdan Klinik.
Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, wells BG, Posey LM.
2008.Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 7thed. New
York:McGraw Hill.
Ganiswarna, S.1995.Farmakologi danTerapi. FK-UI : Jakarta.
Gunawan, Sulistia Gan. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. FKUI : Jakarta.
Katzung, G. Bertram. 2002. Farmakologi : Dasar dan Klinik. Buku 2.
Jakarta :Penerbit Salemba Medika.
Lacy, F Charles., Lora, Armstrong., Morton, P, Goldman., Loenard L,L.,
2009.,Drug Information Handbook., American Pharmacist Association
Slamet S. 2008. Diet Pada Diabetes dalam Noer dkk. Buku Ajar Ilmu
PenyakitDalam ed. III. Jakarta: Balai Penerbit FK-ill.
Sukarta Brunton LL, Lazo JS, dan Parker KL. 2006. Goodman and Gilman's
ThePharmacological Basis of Therapeutics 11th ed., California: McGraw-
Hill.
Suryono, 2004. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus. Jakarta : Balai
PenerbitFakultas Kedokteran
Suryono, S., 2006. Diabetes Mellitus di Indonesia. Jakarta : Pusat
PenerbitanDepartemen Ilmu Penyakit Dalam FKU.
Tjokroprawiro Askandar, 2001. Diabetes Mellitus : Klasifikasi Diagnosis
danTerapi. Jakarta : Gramedia.
Ukandar, E. Y., J. I. Sigit, I. K. Adnyana, A. A. P. Setiadi, Kusnandar. 2008.
ISOFarmakoterapi. Penerbit PT. ISFI Penerbitan. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai