Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH PRATIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI II

UJI OBAT ANTIDIABETES

DISUSUN OLEH :
Bunga L. Manurung 611810003
Monika Turnip 611810030
Renaldy Kristian Y. 611810041
Rifki Laili Yunindian 611810042

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MA CHUNG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan


metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau
defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan
oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. Jika kekurangan produksi insulin atau
terdapat resistensi insulin maka kadar glukosa dalam darah akan meninggi (melebihi nilai
normal).

Insulin adalah suatu zat yang dihasilkan oleh sel beta pankreas. Insulin diperlukan agar
glukosa dapat memasuki sel tubuh, di mana gula tersebut kemudian dipergunakan sebagai
sumber energi. Jika tidak ada insulin, atau jumlah insulin tidak memadai, atau jika insulin
tersebut cacat , maka glukosa tidak dapat memasuki sel dan tetap berada di darah dalam
jumlah besar.

Penyakit diabetes melitus atau kencing manis disebabkan oleh multifaktor, keturunan
merupakan salah satu faktor penyebab. Selain keturunan masih diperlukan faktor-faktor lain
yang disebut faktor pencetus, misalnya adanya infeksi virus tertentu, pola makan yang tidak
sehat, stres,.Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan kadar
glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tidak terkendali, diabetus
mellitus dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal, misalnya terjadi penyakit
jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan dan lain-lain.

Menurut data stastistik tahun 1995 dari WHO terdapat 135 juta penderita diabetes mellitus di
seluruh dunia. Tahun 2005 jumlah diabetes mellitus diperkirakan akan melonjak lagi
mencapai sekitar 230 juta. Angka mengejutkan dilansir oleh beberapa Perhimpunan Diabetes
Internasional memprediksi jumlah penderita diabetes mellitus lebih dari 220 juta penderita di
tahun 2010 dan lebih dari 300 juta di tahun 2025.

Data WHO di tahun 2002 diperkirakan terdapat lebih dari 20 juta penderita diabetes mellitus
di tahun 2025. tahun 2030 angkanya bisa melejit mencapai 21 juta penderita. Saat ini penyakit
diabetes mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan WHO menyebutkan, jumlah
penderita diabetes mellitus di Indonesia menduduki ranking empat setelah India, China, dan
Amerika Serikat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada
metabolime glukosa, disebabkan kerusakan proses pengaturan sekresi insulin dari sel-sel beta.
Insulin, yang diahasilkan oleh kelenjar pankreas sangat penting untuk menjaga keseimbangan
kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah normal pada waktu puasa antara 60-120 mg/dl, dan
dua jam sesudah makan dibawah 140 mg/dl. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik
secara kualitas maupun kuantitas, keseimbangan tersebut akan terganggu, dan kadar glukosa
darah cenderung naik (hiperglikemia) (Kee dan Hayes,1996; Tjokroprawiro, 1998).

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia


dan glukosuria yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang diakibatkan kurangnya insulin yang diproduksi oleh sel β pulau
Langerhans kelenjar Pankreas baik absolut maupun relatif (Herman, 1993; Adam, 2000;
Sukandar, 2008).

Kelainan metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme karbohidrat.


Oleh karena itu, diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan kadar glukosa dalam plasma
darah (Herman, 1993; Adam, 2000).

Diabetes melitus merupakan salah satu jenis penyakit yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah (hiperglikemia) sebagai akibat dari rendahnya sekresi
insulin, gangguan efek insulin, atau keduanya. Diabetes mellitus bukan merupakan patogen
melainkan secara etiologi adalah kerusakan atau gangguan metabolisme. Gejala umum
diabetes adalah hiperglikemia, poliuria, polidipsia, kekurangan berat badan, pandangan mata
kabur, dan kekurangan insulin sampai pada infeksi. Hiperglikemia akut dapat
menyebabkan sindrom hiperosmolar dan kekurangan insulin dan ketoasidosis. Hiperglikemia
kronik menyebabkan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan metabolisme sel,
jaringan dan organ. Komplikasi jangka panjang diabetes adalah macroangiopathy,
microangiopathy, neuropathy, katarak, diabetes kaki dan diabetes jantung (Reinauer et al,
2002).

Pada diabetes melitus semua proses terganggu, glukosa tidak dapat masuk kedalam
sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Sebenarnya
hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat sekali hingga darah menjadi
hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang nyata berbahaya ialah gliosuria yang timbul,
karena glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai
hilangnya berbagai efektrolit. Hal ini yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya
elektrolit pada penderita diabetes yang tidak diobati. Karena adanya dehidrasi , maka badan
berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Badan kehilangan 4 kalori untuk
setiap hari gram glukosa yang diekskresi (Katzung,dkk,2002).
Insulin adalah polipeptida dengan BM kira-kira 6000. Polipeptida ini terdiri dari 51
asam amino tersusun dalam dua rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B
terdiri dari 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 jembatan disulfide yaitu antara
A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19. Selain iu masih terdapat jembatan disulfide antara
asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai AKarena insulin babi lebih mirip insulin insani maka
dengan bahan insulin babi mudah dibuat insulin insani semisintetik. Disamping itu juga dapat
disintesis insulin manusia dengan teknik rekombinan DNA (Ganiswarna,dkk,1995).

Sekresi insulin diatur tidak hanya diatur oleh kadar glukosa darah tetapi juga hormon
lain dan mediator autonomik. Sekresi insulin umumnya dipacu oleh ambilan glukosa darah
yang tinggi dan difosforilasi dalam sel pankreas. Insulin umumnya diisolasi dari pankreas
sapi dan babi, namun insulin manusia juga dapat menggantikan hormon hewan untuk terapi.
Insulin manusia diproduksi oleh strain khusus E. Coli yang telah diubah secara genetik.
mengandung gen untuk insulin manusia. Insulin babi paling mendekati struktur insulin
manusia, yang dibedakan hanya oleh satu asam amino. Gejala hipoglikemia merupakan reaksi
samping yang paling umum dan serius dari kelebihan dosis insulin. Reaksi samping lainnya
berupa lipodistropi dan reaksi alergi.Diabetes militus ialah suatu keadaan yang timbul karena
defisiensi insulin relatif maupun absolut. Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke
dalam sel terhambat serta metabolismenya diganggu. Dalam keadaan normal kira-kira 50%
glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah
menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak (Siswandono, 1995).

Mekanisme Kerja Obat Antidiabetik Oral

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 5


golongan, yaitu:

1. Golongan Sulfonilurea

Bekerja dengan cara merangsang sekresi insulin di pankreas sehingga hanya efektif bila sel
beta pankreas masih dapat berproduksi. Terdapat beberapa jenis sulfonilurea yang tidak
terlalu berbeda dalam efektivitasnya. Perbedaan terletak pada farmakokinetik dan lama kerja.
Termasuk dalam golongan ini adalah: Klorpropamid, Glikazid, Glibenklamid, Glipizid,
Glikuidon, Glimepirid, Tolazalim dan Tolbutamid.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat golongan ini :

a. Golongan sulfonil urea cenderung meningkatkan berat badan.

b. Penggunaannya harus hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan fungsi hati dan ginjal.
Klorpropamid dan glibenklamid tidak dianjurkan untuk pasien usia lanjut dan pasien
insufisiensi ginjal. Pada pasien insufisiensi ginjal dapat digunakan glikuidon, gliklazid atau
tolbutamid yang kerjanya singkat.

c. Wanita menyusui, porfiria dan ketoasidosis merupakan kontraindikasi bagi pemberian


sulfonilurea.
d. Insulin kadang-kadang diperlukan bila timbul keadaan patologis tertentu seperti infark
miokard, infeksi, koma dan trauma. Insulin juga diperlukan pada keadaan kehamilan.

e. Efek samping, umumnya ringan dan frekuensinya rendah diantaranya gejala saluran cerna
dan sakit kepala. Gejala hematologik termasuk trombositopenia, agrunolositosis dan anemia
aplastik dapat terjadi tetapi jarang sekali. Hipoglikemi dapat terjadi bila dosis tidak tepat atau
diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati/ginjal atau pada orang usia lanjut.
Hipoglikemia sering ditimbulkan oleh ADO kerja lama.

f. Interaksi, banyak obat yang berinteraksi dengan sulfonilurea sehingga risiko terjadinya
hipoglikemia dapat meningkat.

g. Dosis, sebaiknya dimulai dengan dosis lebih rendah dengan 1 kali pemberian, dosis
dinaikkan sesuai dengan respons terhadap obat.

2. Golongan Biguanid

Bekerja dengan cara menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di


jaringan. Termasuk dalam golongan ini adalah Metformin, Fenformin, Buformin. Efek
samping yang sering terjadi (20% dari pemakai obat) adalah gangguan saluran cerna seperti
anoreksia, mual, muntah, rasa tidak enak di abdomen dan diare.

3. Golongan analog Meglitinid

Bekerja dengan cara mengikat reseptor sulfonilurea dan menutup ATP-sensitive potassium
chanel. Yang termasuk dalam golongan ini adalah Repaglinid.

4. Golongan Thiazolidindion

Bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin. Berikatan
dengan PPARγ (peroxisome proliferators activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak,
dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Golongan ini merupakan golongan baru dari
ADO. Termasuk kedalam golongan ini adalah Pioglitazone, Rosiglitazone.

5. Golongan penghambat alphaglukosidase

Golongan ini adalah Akarbosa dan Miglitol yang bekerja dengan cara menghambat
alphaglukosidase yang mengubah di/polisakarida menjadi monosakarida, sehingga
memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat.

Obat atau senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu


pemberian obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea antara lain: insulin, alkohol,
fenformin, sulfonamida, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, dikumarol,
kloramfenikol, senyawa-senyawa penghambat MAO (Mono Amin Oksigenase), guanetidin,
steroida anabolik, fenfluramin, dan klofibrat. Hormon pertumbuhan, hormon adrenal, tiroksin,
estrogen, progestin dan glukagon bekerja berlawanan dengan efek hipoglikemik insulin.
Disamping itu,beberapa jenis obat seperti guanetidin, kloramfenikol, tetrasiklin,
salisilat,fenilbutazon, dan lain-lain juga memiliki interaksi dengan insulin, sehingga sebaiknya
tidak diberikan bersamaan dengan pemberian insulin, paling tidak perlu diperhatikan dan
diatur saat dan dosis pemberiannya apabila terpaksa diberikan pada periode yang sama.

Pemberian Obat Hipoglikemik Oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi
dengan Obat Hipoglikemik Oral kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok
yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai,
dapat diberikan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral dari kelompok yang berbeda, atau
kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan
klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi
tiga Obat Hipoglikemik Oral.

Berdasarkan obat yang digunakan pada saat pratikum farmakologi uji diabetes melitus, obat
yang di gunakan yaitu acarbose, metformin, glimepirid. Beberapa indikasi, efek samping,
mekanisme kerja, dosis dan golongannya dalam obat diabetes melitus, sebagai berikut :

1. Acarbose

Nama Paten: Acrios, Acarbose, Capribose, Carbotrap, Ditrium, Glubose, Glucoba.

Indikasi : Acarbose merupakan salah satu di antara banyaknya obat untuk


penderita diabetes tipe 2 yang berfungsi untuk mengontrol kadar gula
darah dengan memperlambat proses pencernaan karbohidrat menjadi
senyawa gula yang lebih sederhana dan membantu menurunkan kadar
gula dalam darah setelah makan. Obat ini dilansir dapat membantu
mencegah kerusakan ginjal, kebutaan, masalah saraf, dan mengurangi
risiko serangan jantung atau stroke

Kontra indikasi : - Tercatat ada riwayat hipersensitivitas (alergi) terhadap acarbosa

- Ketoasidosis diabetikum, sirosis, penyakit usus inflamasi,


ulserasi kolon, sumbatan intestinal parsial atau berisiko
mengalami sumbatan parsial, gangguan penyerapan di saluran
pencernaan

Efek samping : Perut kembung, Sering buang angina, Nyeri lambung, Diare,
Gangguan fungsi hati, Mual dan muntah

Farmakodinamik : Senyawa-senyawa inhibitor alpha-glukosidase bekerja


menghambat enzim alfa glukosidase yang terletak pada dinding usus halus. Enzim-
enzim alpha glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi
untuk menghidrolisis oligosakarida, pada dinding usus halus.Inhibisi kerja enzim ini
secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya,
sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada pasien
diabetes.
Senyawa inhibitor alpha-glukosidase juga menghambat enzim a-amilase pankreas
yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Acarbose tidak
merangsang sekresi insulin oleh sel-sel ß-Langerhans kelenjar pankreas. Oleh sebab
itu tidak menyebabkan hipoglikemia, kecuali diberikan bersama-sama dengan OHO
yang lain atau dengan insulin.Obat ini efektif bagi pasien dengan diet tinggi
karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl.

Pasien yang mendapat terapi acarbose saja umumnya tidak akan meningkat berat
badannya, bahkan akan sedikit menurun.Acarbose dapat diberikan dalam terapi
kombinasi dengan sulfonilurea, metformin, atau insulin

Farmakokinetik:

Bioavailabilitas

Bioavailabilitas senyawa induk sistemik rendah; <2% dari dosis yang diserap sebagai
obat aktif (senyawa induk dan metabolit aktif) konsentrasi plasma puncak dari obat
aktif mencapai sekitar 1 jam. Sekitar 34% dari dosis diserap sebagai banyak metabolit.

Onset

Kontrol memuaskan konsentrasi glukosa darah dicapai dalam beberapa hari setelah
penyesuaian dosis; akan tetapi respon maksimum mungkin tertunda hingga 2 minggu.

Populasi khusus

Pada pasien geriatri, berarti AUC dan konsentrasi darah puncak obatdibandingkan
dengan orang dewasa muda lebih tinggi; perbedaan statistik tidak signifikant Pada
individu dengan gangguan ginjal berat (ClCr <25 mL / menit), konsentrasi obat
plasma puncak dan AUC meningkat dibandingkan dengan nilai-nilai pada individu
dengan fungsi ginjal normal.

METABOLISME

Dimetabolisme secara eksklusif di saluran pencernaan, terutama oleh bakteri usus,


tetapi juga oleh enzim pencernaan ke berbagai metabolit, salah satunya adalah aktif

ELIMINASI

Rute Eliminasi

Diekskresikan terutama di feses (51% dari dosis) sebagai obat tidak diserap dan dalam
urin sebagai metabolit (34% dari dosis) ada akumulasi dengan dosis yang
direkomendasikan

Waktu Paruh

Sekitar 2 jam.
Dosis : Dosis awal acarbose bagi penderita diabetes tipe 2 adalah 50 mg per hari.
Selanjutnya, dosis dapat ditingkatkan menjadi 50 mg, 3 kali sehari. Jika tubuh
penderita merespons pengobatan dengan baik maka dalam rentang waktu minimal 6-8
minggu, dosis bisa ditingkatkan menjadi 100-200 mg, 3 kali sehari.

2. Metformin

Nama Paten : Methergin, Methicol, Methioson, Methovin, Methycobal, Methidrol,


Forbetes

Indikasi :

- Untuk terapi pada pasien diabetes yang tidak tergantung insulin


dan kelebihan berat badan dimana kadar gula tidak bisa
dikontrol dengan diet saja.
- Dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dapat diberikan sebagai
obat kombinasi dengan Sulfonilurea.
- Untuk terapi tambahan pada penderita diabetes dengan
ketergantungan terhadap insulin yang gejalanya sulit dikontrol

Kontra indikasi : Hipersensitif, gagal jantung kronis, diabetes ketoasidosis, asidosis


metabolik, gagal ginjal berat, klirens kreatinin yang tidak normal, infark jantung,
menyusui

Efek samping : Batuk, Demam dan menggigil, Diare, Sakit perut, Mual dan
muntah.

Farmakodinamika : Farmakodinamik metformin berbeda dengan obat antidiabetik


lainnya, yaitu dengan cara menurunkan produksi glukosa hepatik, menurunkan
absorpsi glukosa intestinal, memperbaiki sensitivitas insulin dengan cara
meningkatkan pengambilan dan penggunaan glukosa perifer.
Penggunaan metformin tidak menjadikan pasien diabetik tipe 2 atau orang normal
mengalami hipoglikemia. Kecuali, dalam hal tertentu, yaitu metformin
dikombinasikan pemberiannya bersamaan dengan insulin, atau obat lain yang
memiliki efek hipoglikemia.
Metformin juga tidak menyebabkan hiperinsulinemia. Dengan terapi metformin,
sekresi insulin tidak berubah. Hal ini berkenaan dengan menurunnya kadar insulin
puasa, dan respon insulin plasma harian. Kecil kemungkinan metformin meningkatkan
berat badan. Sebaliknya, berat badan dapat menurun pada terapi dengan metformin.

Farmakokinetika:
Absorbsi
Bioavailabilitas absolut dari metformin hidroklorida tablet 500 mg, diberikan pada
kondisi pasien berpuasa, adalah sekitar 50% ‒ 60%. Makanan menurunkan kecepatan
absorpsi metformin.
Waktu puncak plasma sediaan regular adalah 2-3 jam, sedangkan sediaan extended
release adalah 4-8 jam.
Konsentrasi plasma secara stabil dapat dicapai dalam waktu 24‒48 jam, umumnya <1
µg/mL. Pada uji klinis, pemberian metformin hidroklorida tablet, bahkan pada dosis
maksimum sekalipun, kadar plasma maksimum tidak melebihi 5 mcg/mL Pada dosis
reguler, efek maksimum metformin dapat terjadi dalam dua minggu
Distribusi
Ikatan metformin dengan protein plasma adalah minimal, dan dapat diabaikan.
Volume distribusi: 650 L, pada obat kerja reguler. Metformin dapat terdistribusi
masuk ke dalam eritrosit.
Metabolisme
Metformin tidak melalui efek lintas pertama di hepar.
Eliminasi
Renal clearance berkisar 3,5 kali lebih besar daripada creatinine clearance. Pada
penggunaan tablet metformin kerja reguler, renal clearance sekitar 450‒540
mL/menit.
Ekskresi metformin 90% terjadi di urin, dalam bentuk tidak berubah. Sekitar 90% dari
dosis obat yang diabsorpsi, diekskresikan ke urin dalam waktu 24 jam pertama, setelah
konsumsi metformin per oral.
Waktu paruh plasma sekitar 6,2 jam. Waktu paruh dalam darah adalah sekitar 17,6
jam. Hal ini berkenaan dengan massa eritrosit yang dapat menjadi kompartemen
dalam pendistribusian obat ini.

Dosis :Dosis metformin dibedakan berdasarkan usia, tingkat keparahan, riwayat


kesehatan, dan respons pasien terhadap obat. Berikut adalah takaran penggunaan
metformin:

Dewasa
Dosis awal 500-850 mg, 2-3 kali sehari. Dosis maksimal 3000 mg per hari, dibagi ke
dalam 3 kali minum.

Anak-anak
Dosis awal 500-850 mg, 1 kali sehari. Dosis maksimal 2000 mg per hari, dibagi ke
dalam 2-3 kali minum (10 Tahun ke atas).

3. Glimepiride

Nama Paten :Actaryl, Amadiab, Glimeryl, Glucoryl, Mapryl, Versibet, Velacom.

Indikasi :Mengendalikan kadar gula darah pada penderita diabetes tipe 2

Kontra indikasi : - Adanya hipersensitivitas; alergi sulfa


- Diabetes tipe 1
- Diabetic ketoacidosis (dengan atau tanpa koma)
- Diabetes mellitus gestasional komplikata

Efek samping :Pusing dan sakit kepala, Mual, Muntah, Ruam

Farnakodinamika :Glimepiride dapat dikategorikan sebagai sulfonilurea generasi


kedua ataupun ketiga tergantung dari sumber yang dikutipnya. Sulfonilurea generasi
kedua termasuk gliclazide, glipizide, glibenclamide, dan glimepiride. Semua
sulfonilurea memiliki struktur kimia yang mirip namun pada generasi kedua memiliki
kapasitas binding pada sel beta yang lebih selektif sehngga memiliki potensi yang
lebih tinggi dan dapat diberikan dengan dosis yang lebih rendah dari pada generasi
pertama. Sulfonilurea generasi pertama (contoh: tolbutamide, chlorpropamide) sudah
tidak dipakai lagi.

Farmakokinetika :

Absorpsi

Sulfonilurea diabsorpsi oleh usus setelah pemasukan oral sebanyak 100%.


Hiperglikemia dapat menurunkan absorpsi sulfonilurea karena dapat menurunkan
motilitas, hal yang sama juga terjadi dengan pemasukan makanan. Oleh sebab itu
untuk mengoptimalkan absorpsi, konsumsi sulfonilurea sebaiknya dilakukan sekitar 30
menit sebelum makanan. Studi dengan glimepiride dosis tunggal menunjukkan
absorpsi obat dalam 1 jam setelah administrasi dan pencapaian peak drug level pada
waktu 2 hingga 3 jam. Pada saat obat dikonsumsi dengan makanan, pencapaian peak
drug level menjadi semakin cepat sebanyak 12%, serta jumlah dan area under the
curve (AUC) menurun sedikit sekitar 8% dan 9%. Ada juga studi yang menyatakan
bahwa efek glimepiride 2 mg terhadap glukosa darah selama 2 minggu pada saat
konsumsi sebelum atau sesudah makan pagi tidak begitu berbeda selama periode 0-4
jam.[7,9,10]
Distribusi

Setelah absorpsi, sulfonilurea juga hampir secara keseluruhan terikat oleh protein
plasma (>99.5%), terutama albumin. Distribusi volume obat adalah 113 mL/kg,
dan total body clearance adalah 47.8 mL/menit.
Metabolisme

Hasil metabolisme glimepiride adalah derivat sikloheksil hidroksi metil (M1) dan
derivat karboksil. Sitokrom P450 2C9 berperan dalam transformasi glimepiride
menjadi M1. M1 memiliki sekitar sepertiga dari aktivitas farmakologi glimepiride dan
hingga saat ini masih tidak jelas apakah memiliki dampak yang bermakna pada tingkat
gula darah manusia. M2 bersifat inaktif.
Ekskresi

Waktu paruh glimepiride adalah 5-8 jam dan metabolitnya dapat terus aktif hingga 3-6
jam. Ekskresi terjadi sekitar 80% pada urin. Efek biologis glimepiride seringkali lebih
lama dari waktu paruhnya oleh karena interaksi reseptor dan pembentukan metabolit
aktif (M1). Efeknya pun juga dapat berlangsung lebih lama, terutama pada pasien-
pasien dengan gagal ginjal.

Dosis :

Dosis dewasa diabetes tipe 2

- Dosis awal: 1-2 mg secara oral sekali sehari.

- Dosis perawatan: Dosis dapat ditingkatkan hingga 1-2 mg setiap 1-2 minggu sekali,
bergantung pada respon Anda terhadap perawatan.

- Glimepiride sebaiknya diberikan setelah sarapan atau makan pertama Anda setiap
harinya

- Dosis maksimal yang dianjurkan yaitu 8 mg per hari.

Dosis lansia diabetes tipe 2

- Dosis awal: 1 mg secara oral sekali sehari.

- Dosis perawatan: Dosis dapat ditingkatkan hingga 1-2 mg setiap 1-2 minggu sekali,
bergantung pada respon Anda terhadap perawatan.

Na-CMC/Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari selulosa dan ini
sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi
CMC ada beberapa terpenting, yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk
gel,sebagai pengemulsi, dan dalam beberapa hal dapat merekatkan penyebaran
antibiotik.

Streptozotocin (STZ) merupakan salah satu analog nitrosurea yang termasuk bagian
dari N-methyl-N-nitrousurea (Lenzen, 2008). Penggunaan STZ dapat untuk
menginduksi DM tipe 1 maupun DM tipe 2 pada hewan uji karena efek toksik pada sel
islet beta (Punithavathi et al., 2008 ; Fadillioglu et al., 2008).

STZ dapat menimbulkan efek toksik dengan cara menembus sel β pankreas
melalui tansporter glukosa GLUT 2. Setelah menembus sel pankreas, terjadi alkilasi
DNA melalui peningkatan aktivitas guanilil siklase dan pembentukan cGMP oleh STZ
melalui gugus nitrosourea yang mengakibatkan kerusakan pada sel β pankreas
(Szkudelski, 2001). STZ selain itu mampu mengakibatkan pembentukan oksigen
reaktif yang mempunyai peran tinggi dalam kerusakan sel β pankreas seperti
peningkatan anion superoksida dan aktivitas xantin oksidasi dalam mitokondria. STZ
dalam hal ini akan menghambat siklus Krebs dan menurunkan konsumsi oksigen
mitokondria mengakibatkan produksi ATP yang terbatas dan terjadi pengurangan
secara drastis nukleotida sel β pankreas yang akhirnya akan menghambat sekresi dan
sintesis insulin (Szkudelski, 2001). Banyak penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya untuk mengetahui berapa dosis STZ yang dapat menyebabkan DM. DM
tipe 1 diinduksi menggunakan STZ dengan dosis yang diberikan secara intravena
sebesar 40-60 mg/kg BB, sedangkan dosis STZ yang diberikan melalui intraperitoneal
sebesar 40-45 mg / kg BB. (Zafar et al., 2009 a : Zafar et al., 2009 b).

Induksi STZ pada DM tipe 2 dapat diberikan secara intravena atau


intraperitoneal dengan dosis 45-65 mg/kg BB (Szkudelski, 2012). Pemberian STZ
dosis tinggi dapat menyebabkan penurunan berlebih insulin dalam darah, dan secara
signifikan STZ tidak memberikan pengaruh terhadap sel α dan δ sehingga tidak
membawa dampak pada perubahan glukagon dan somatostatin (Tormo et al., 2006 ;
Jackerott et al., 2006).
BAB III

METODE

1. Hewan uji yang telah diadaptasikan dengan lingkungan selama 10 – 14 hari

2. Hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 12 jam sebelum induksi STZ

3. STZ dilarutkan dalam 0,01M buffer sitrat (pH 4.5) dalam jangka waktu 15 menit sebelum

digunakan. Pembuatan Na sitrat 1.47g dalam 50 mL.

4. STZ diberikan secara intra peritoneal pada hari ke 0 dan 3

5. Pengamatan gula darah dilakukan pada hari ke 5, kemudian dilanjutkan dengan pemberian

intervensi

6. Hewan uji dalam kelompok tersebut dibagi menjadi 4 kelompok yang masing – masing

mendapatkan intervensi yang berbeda

a. Pada kelompok I mencit mendapatkan control larutan CMC Na 1% 0,5ml

b. Pada kelompok II mencit mendapatkan larutan metformin

c. Pada kelompok IV mencit mendapatkan suspense glimepirid

d. Pada kelompok IV mencit mendapatkan suspense acarbose

7. Pemberian intervensi dilakukan selama 2 minggu berturut-turut pada waktu yang sama

8. Dilakukan pengukuran gula darah (post test)

9. Analisis data menggunakan anova


Bagan Kerja
BAB IV

DATA DAN PERHITUNGAN

1. Metformin
Senin (21-10-2019)

a. Pembuatan Na-Sitrat
Na-Sitrat = 0,735
Larut = 25 ml
b. Kondisi Tikus
Sakit = Tikus Ketiga
c. Berat Tikus (x)
1 = 159 gram = 0,159 Kg
2 = 137 gram= 0,137 Kg
3 = 146 gram = 0,146 Kg
4 = 100 gram= 0,1 Kg
5 = 95 gram= 0,095 Kg
∑x = 673 gram
Rata-rata berat tikus = 127,4 gram
d. Konsentrasi

C=WxD/V

! W yang digunakan adalah berat mencit terbesar


0,159 Kg x 15 m/KgBB = 1,2 mg/ml
2 ml
e. Volume pemberian pada tikus

V=WxD/C

Tikus 1 = 0,159 x 15 = 2 ml
1,2
Tikus 2 = 0,137 x 15 = 1,7 ml
1,2
Tikus 3 = 0,146 x 15 = 1,8 ml
1,2
Tikus 4 = 0,1 x 15 = 1,25 ml
1,2
Tikus 5 = 0,095 x 15 = 2 ml
1,2

Jumat (25-10-2019)
f. Kondisi Tikus
Sakit = Tikus Ketiga
g. Berat Tikus (x)
1 = 154 gram = 0,154 Kg
2 = 146 gram= 0,146 Kg
3 = 147 gram = 0,147 Kg
4 = 110 gram= 0,110 Kg
5 = 109 gram= 0,0109 Kg
∑x = 666 gram
Rata-rata berat tikus = 133,2 gram
h. Konsentrasi

! Konsentrasi STZ ditentukan sebanyak 0,5 mg/ml.


C=WxD/V
! Dosis untuk tikus 5 mg/KgBB

i. Volume pemberian pada tikus


Tikus 1 = 0,154 x 5 = 1,54 ml
0.5
Tikus 2 = 0,146 x 5 = 1,46 ml
0.5
Tikus 3 = 0,147 x 5 = 1,47 ml
0.5
Tikus 4 = 0,110 x 5 = 1,10 ml
0,5
Tikus 5 = 0,109 x 5 = 1,09 ml
0,5

Minggu (3-10-2019)
j. Kondisi Tikus
Sakit : Tikus Ketiga
Mati : Tikus Pertama
k. Berat Tikus (x)
2 = 129 gram = 0,129 Kg
3 = 144 gram = 0,144 Kg
4 = 157 gram= 0,157 Kg
5 = 165 gram= 0,165 Kg
∑x = 595 gram
Rata-rata berat tikus = 148,75 gram
l. Konsentrasi

! Konsentrasi ditentukan 40 mg/ml


C=WxD/V
m. Volume pemberian pada tikus

Tikus 2 = 0,129 x 300 = 0.97 ml


40
Tikus 3 = 0,144 x 300 = 1,08 ml
40
Tikus 4 = 0,165 x 300 = 1,24 ml
40
Tikus 5 = 0,157 x 300 = 1,18 ml
40

Senin (4-11-2019)
n. Kondisi Tikus
Sakit : Tikus Ketiga
Mati : Tikus Pertama
o. Berat Tikus (x)
2 = 132 gram = 0,132 Kg
3 = 140 gram = 0,140 Kg
4 = 170 gram= 0,170 Kg
5 = 157 gram= 0,157 Kg
∑x = 599 gram
Rata-rata berat tikus = 149,75 gram
p. Konsentrasi

! Konsentrasi ditentukan 40 mg/ml


q. Volume pemberian pada tikus

Tikus 2 = 0,132 x 300 = 0,99 ml


40
Tikus 3 = 0,140 x 300 = 1,05 ml
40
Tikus 4 = 0,157 x 300 = 1,2 ml
40
Tikus 5 = 0,170 x 300 = 1,3 ml
40

Senin (11-11-2019)
r. Kondisi Tikus
Sakit : Tikus Ketiga
Mati : Tikus Pertama
s. Berat Tikus (x)
2 = 135 gram = 0,135 Kg
3 = 148 gram = 0,148 Kg
4 = 174 gram= 0,174 Kg
5 = 163 gram= 0,163 Kg
∑x = 620 gram
Rata-rata berat tikus = 155 gram
t. Konsentrasi

! Konsentrasi ditentukan 40 mg/ml


! Dosis 500
u. Volume pemberian pada tikus

Tikus 2 = 0,135 x 500 = 1,687 ml


40
Tikus 3 = 0,148 x 500 = 1,85 ml
40
Tikus 4 = 0,174 x 500 = 2,175 ml
40
Tikus 5 = 0,163 x 500 = 2,037 ml
40
v. Hasil Pengecekkan Kadar Glukosa Darah pada Tikus tgl 13-11-2019
Tikus 2 = 76
Tikus 3 = 92
Tikus 4 =111
Tikus 5 = 87

METFORMIN

Perhitungan Konsentrasi

C=

C=

C = 40 mg/ml

28 Oktober 2019 (cek gula darah awal)

Berat

Tikus 1 : 125 g = 0,125 kg

Tikus 2 : 116 g = 0,116 kg

Tikus 3 : 117 g = 0,117 kg

Tikus 4 : 148 g = 0,148 kg


Tikus 5 : 145 g = 0,145 kg

Gula Darah

Tikus 1 : 155 mg/dl

Tikus 2 : 105 mg/dl

Tikus 3 : 107 mg/dl

Tikus 4 : 107 mg/dl

Tikus 5 : 87 mg/dl

31 Oktober 2019 (p.o)

Berat

Tikus 1 : -

Tikus 2 : 120 g = 0,12 kg

Tikus 3 : 120 g = 0,12 kg

Tikus 4 : 151 g = 0,151 kg

Tikus 5 : 149 g = 0,149 kg

Volume pemberian

Tikus 1 : -

Tikus 2 : V = 0.9 ml

Tikus 3 : V = 0.9 ml

Tikus 4 : V = 1.1325 ml

Tikus 5 : V = 1.1175 ml

1 November 2019 (p.o)

Berat

Tikus 1 : -

Tikus 2 : 129 g = 0,129 kg

Tikus 3 : 131 g = 0,131 kg


Tikus 4 : 169 g = 0,169 kg

Tikus 5 : 155 g = 0,155 kg

Volume pemberian

Tikus 1 :

Tikus 2 : V = = 0.9625 ml

Tikus 3 : V = = 0.9825 ml

Tikus 4 : V = = 1.1925 ml

Tikus 5 : V = = 1.1625 ml

6 November 2019 (p.o)

Berat

Tikus 1 : -

Tikus 2 : 132 g = 0,132 kg

Tikus 3 : 148 g = 0,148 kg

Tikus 4 : 172 g = 0,172 kg

Tikus 5 : 161 g = 0,161 kg

Volume pemberian

Tikus 1 : -

Tikus 2 : V = 0.99 ml

Tikus 3 : V = 1.11 ml

Tikus 4 : V = 1.29 ml

Tikus 5 : V = 1.21 ml

9 November 2019 (p.o)

Berat

Tikus 1 : -

Tikus 2 : 135 g = 0,135 kg


Tikus 3 : 151 g = 0,151 kg

Tikus 4 : 171 g = 0,171 kg

Tikus 5 : 161 g = 0,161 kg

Volume pemberian

Tikus 1 :

Tikus 2 : V = 1.0125 ml

Tikus 3 : V = 1.1325 ml

Tikus 4 : V = 1.2825 ml

Tikus 5 : V = 1.2075 ml

2. GLIMEPIRIDE

Tanggal 31/10/19 (B2)

a. Berat :
a. Mencit 1 = gram = 0,16 kg
b. Mencit 2 = gram = 0,1 kg
c. Mencit 3 = gram = 0,124 kg
d. Mencit 4 = gram = 0,126 kg
e. Mencit 5 = gram = 0,161 kg
Penentuan volume obat yang akan diberikan pada mencit

0,16 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 1 = = 2 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,1 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 2 = = 1,25 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,124 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 3 = = 1,55 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,126 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 4 = = 1,575 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,161 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 5 = = 2,0125 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙
Tanggal 1/11/19 (B2)

b. Berat :
a. Mencit 1 = 0,164 kg
b. Mencit 2 = 0,104 kg
c. Mencit 3 = 0,132 kg
d. Mencit 4 = 0,126 kg
e. Mencit 5 = 0,159 kg

Penentuan volume obat yang akan diberikan pada mencit

0,164 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 1 = = 2,05 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,104 𝑘𝑔 𝑥 1𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 2 = = 1,3 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,132𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 3 = = 1,65 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,126 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 4 = = 1,575 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,159 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 5 = = 1,9875 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

Tanggal 6/11/19 (B2)

c. Berat :
a. Mencit 1 = gram = 0,167kg
b. Mencit 2 = gram = 0,115 kg
c. Mencit 3 = gram = 0,134 kg
d. Mencit 4 = gram = 0,130 kg
e. Mencit 5 = gram = 0,163 kg

Penentuan volume obat yang akan diberikan pada mencit

0,167 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 1 = = 2,0875 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,115 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 2 = = 1,4375 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙
0,134 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 3 = = 1,675 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,130𝑘𝑔 𝑥 1𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 4 = = 1,625 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,163 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 5 = = 2,0375 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

Tanggal 9/11/19 (B2)

d. Berat :
a. Mencit 1 = 0,189 kg
b. Mencit 2 = 0,150 kg
c. Mencit 3 = 0,153 kg
d. Mencit 4 = 0,131 kg
e. Mencit 5 = 0,180 kg

Penentuan volume obat yang akan diberikan pada mencit

0,189 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 1 = = 2,3625 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,150 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 2 = = 1,875 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,153 𝑘𝑔 𝑥 1 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 3 = = 1,9125 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,131 𝑘𝑔 𝑥 1𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 4 = = 1,6375 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

0,180 𝑘𝑔 𝑥 1𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
Volume mencit 5 = = 2,25 ml
0,08 𝑚𝑔/𝑚𝑙

INDUKSI

Tanggal 21/10/19 (B1)

Berat :
Tikus 1 = 0,135 mg
Tikus 2 = 0,103 mg
Tikus 3 = 0,079 mg
Tikus 4 = 0,103 mg
Tikus 5 = 0,137 mg
Penentuan volume obat yang akan diberikan pada tikus

Volume tikus 1 = 0, 135 X 151,2= 1,68 ml

Volume tikus 2 = 0,103 X 151,2= 1,28 ml

Volume tikus 3 = 0,079 X 151,2= 1,18 ml

Volume tikus 4 = 0, 103 X 151,2= 1,28 ml

Volume tikus 5 = 0,137 X 151,2=1,712 ml

Tanggal 25/10/19 (B1)

Berat :
Tikus 1 = 0,146 mg
Tikus 2 = 0,106 mg
Tikus 3 = 0,085 mg
Tikus 4 = 0,109 mg
Tikus 5 = 0,148 mg
Penentuan volume obat yang akan diberikan pada tikus

Volume tikus 1 = 0, 146 X 50,5= 1,5 ml

Volume tikus 2 = 0,106 X 50,5= 1,06 ml

Volume tikus 3 = 0,085 X 50,5= 0,85 ml

Volume tikus 4 = 0, 109 X 50,5= 1,09 ml

Volume tikus 5 = 0,148 X 50,5=1,48 ml

ORAL

Tanggal 25/10/19 (B1)

Berat :
Tikus 1 = 0,163 mg
Tikus 2 = 0,128 mg
Tikus 3 = 0,125 mg
Tikus 4 = 0,108 mg
Tikus 5 = 0,162 mg

Penentuan volume obat yang akan diberikan pada tikus

Volume tikus 1 = 0, 163 X 10,08 = 2,0375 ml

Volume tikus 2 = 0,128 X 10,08= 1,6 ml

Volume tikus 3 = 0, 125 X 10,08= 1,56 ml


Volume tikus 4 = 0, 108 X 10,08= 1,35 ml

Volume tikus 5 = 0, 162 X 10,08=2,025 ml

Tanggal 3/11/19 (B1)

Berat :
Tikus 1 = 0,178 mg
Tikus 2 = 0,141 mg
Tikus 3 = 0,174 mg
Tikus 4 = 0,174 mg
Tikus 5 = 0,122 mg

Penentuan volume obat yang akan diberikan pada tikus

Volume tikus 1 = 0, 178 X 10,08= 2,225 ml

Volume tikus 2 = 0,141 X 10,08= 1,7625 ml

Volume tikus 3 = 0,143 X 10,08= 1,7875 ml

Volume tikus 4 = 0, 174 X 10,08= 2,175 ml

Volume tikus 5 = 0,122 X 10,08=1,525 ml

Tanggal 4/11/19 (B1)

Berat :
Tikus 1 = 0,1831 mg
Tikus 2 = 0,146 mg
Tikus 3 = 0,145 mg
Tikus 4 = 0,178 mg
Tikus 5 = 0,127 mg

Penentuan volume obat yang akan diberikan pada tikus

Volume tikus 1 = 0, 1831 X 10,08= 2,2875 ml

Volume tikus 2 = 0, 146 X 10,08= 1,825 ml

Volume tikus 3 = 0, 145 X 10,08= 1,8125 ml

Volume tikus 4 = 0, 178 X 10,08= 2,225 ml

Volume tikus 5 = 0,127 X 10,08=1,5875 ml

Tanggal 10/11/19 (B1)

Berat :
Tikus 1 = 0,192 mg
Tikus 2 = 0,155 mg
Tikus 3 = 0,154 mg
Tikus 4 = 0,190 mg
Tikus 5 = 0,133 mg

Penentuan volume obat yang akan diberikan pada tikus

Volume tikus 1 = 0, 192 X 10,08= 2,4 ml

Volume tikus 2 = 0,155 X 10,08= 1,9375 ml

Volume tikus 3 = 0,154 X 10,08= 1,925 ml

Volume tikus 4 = 0, 190 X 10,08= 2,375 ml

Volume tikus 5 = 0,133 X 10,08=1,6625 ml

3. Acarbose
Minggu, 3 November 2019

0,129/4 x 30 = 0,97 ml

0,132/4 x 30 = 0,99 ml

0,128/4 x 30 = 0,96 ml

Senin, 04 November 2019

0,138/4 x 30 = 1,035 ml

0,141/4 x 30 = 1,06 ml

0,137/4 x 30 = 1,03 ml

Kamis, 7 November 2019

0,147/4 x 30 = 1,1025 ml

0,146/4 x 30 = 1, 095 ml

0,141/4 x 30 = 1,0575 ml
Minggu, 10 November 2019

0,137/4 x 30 = 1,027 ml

0,136/4 x 30 = 1,020 ml

0,133/4 x 30 = 0, 997 ml

Cek gula darah terakhir 13 November 2019

80 mg/dl

67 mg/dl

62 mg/dl

Pemberian acarbose ( pertama)

Bb tikus =

a. Tikus 1 = 108 g
b. Tikus 2 = 122 g
c. Tikus 3 = 121 g
d. Tikus 4 = 120 g
e. Tikus 5 = 125 g

Perhitungan pemberian oral ;


0,108 ×30
a. V1 = = 1,62 ml
2
0,122 ×30
b. V2 = 2
= 1,8 ml
0,121 ×30
c. V3 = 2
= 1,8 ml
0,120 ×30
d. V4 = 2
= 1,8 ml
0,125 ×30
e. V5 = = 1,8 ml
2

Pemberian acarbose (kedua)

Bb tikus =

f. Tikus 1 = 111 g
g. Tikus 2 = 124 g
h. Tikus 3 = 124 g
i. Tikus 4 = 125 g
j. Tikus 5 = 119 g
Perhitungan pemberian oral ;
0,111 ×30
f. V1= 2
= 1,66 ml
0,124 ×30
g. V2 = 2
= 1,8 ml
0,124 ×30
h. V3 = 2
= 1,8 ml
0,125 ×30
i. V4 = 2
= 1,8 ml
0,119 ×30
j. V5 = 2
= 1,7 ml

Pemberian acarbose (ketiga)

a. Tikus 1 = 126 g
b. Tikus 2 = 132 g
c. Tikus 3 = 136 g

Perhitungan pemberian acarbose


0,126 ×30
a. V1 = 4
= 1,89 ml
0,132 ×30
b. V2 = 4
= 1,96 ml
0,136 ×30
c. V3 = = 1,02 ml
4

Pemberian acarbose (keempat)

f. Tikus 1 = 148 g
g. Tikus 2 = 147 g
h. Tikus 3 = 153 g

Perhitungan pemberian acarbose


0,148 ×30
a. V1 = 4
= 1,11 ml
0,147 ×30
b. V2 = 4
= 1,1 ml
0,153 ×30
c. V3 = 4
= 1,14 ml

Pemberian acarbose (kelima)

a. Tikus 1 = 138 g
b. Tikus 2 = 135 g
c. Tikus 3 = 141 g

Perhitungan pemberian acarbose


0,138×30
f. V1 = 4
= 1,03 ml
0,135 ×30
g. V2 = = 1,01 ml
4
0,141 ×30
h. V3 = 4
= 1,05 ml

Pemberian acarbose (keenam)


a. Tikus 1 = 147 g
b. Tikus 2 = 137 g
c. Tikus 3 = 145 g

Perhitungan pemberian acarbose


0,147×30
a. V1 = 4
= 1,1 ml
0,137 ×30
b. V2 = = 1,02 ml
4
0,145 ×30
c. V3 = = 1,08 ml
4

Hasil cek gula darah pertama

Berat :

Mencit 1 = 125 mg/dl

Mencit 2 = 132 mg/dl

Mencit 3 = 74 mg/dl

Mencit 4 = 85 mg/dl

Mencit 5 = 106 mg/dl

Suntik mencit 1

Berat :

Mencit 1 = 103 g

Mencit 2 = 126 g

Mencit 3 = 118 g

Mencit 4 = 121 g

Mencit 5 = 122 g

Penentuan volume obat yang akan diberikan pada mencit

Volume mencit 1 = 1,545 ml


Volume mencit 2 = 1,89 ml

Volume mencit 3 = 1,77 ml

Volume mencit 4 = 1,815 ml

Volume mencit 5 = 1,83ml

Suntik mencit 2

Berat :

Mencit 1 = gram = 114 g

Mencit 2 = gram = 116 g

Mencit 3 = gram = 124 g

Mencit 4 = gram = 124 g

Mencit 5 = mimisan

Penentuan volume obat yang akan diberikan pada mencit

Volume mencit 1 = = 1,71 ml

Volume mencit 2 = = 1,74 ml

Volume mencit 3 = = 1,86 ml

Volume mencit 4 = = 1,86 ml

Suntik mencit 3

Berat :
Mencit 1 = 155 g

Mencit 2 = 145 kg

Mencit 3 = 152 kg

Mencit 4 = -

Mencit 5 = -

Penentuan volume obat yang akan diberikan pada mencit

Volume mencit 1 = = 1,162 ml

Volume mencit 2 = = 1,08 ml

Volume mencit 3 = = 1,14 ml

Suntik mencit 4

Berat :

Mencit 1 = 148 g

Mencit 2 = 140 kg

Mencit 3 = 148 kg

Mencit 4 = -

Mencit 5 = -

Penentuan volume obat yang akan diberikan pada mencit :

Volume mencit 1 = = 1,11 ml

Volume mencit 2 = = 1,05 ml

Volume mencit 3 = = 1,11 ml


BAB V

PEMBAHASAN

Pada praktikum ini akan dilakukan penentuan penurunan kadar glukosa darah dan penentuan
efek obat antidiabetes terhadap Tikus Putih dan obat yang digunakan yaitu metformin,
acarbose, glimepirid dan Na CMC1%. Tujuan dilakukan percobaan ini ialah untuk
menentukan efek farmakologi dari pemberian obat antidiabetes hipoglikemik oral yaitu
metformin, acarbose, glimepirid dan NaCMC sebagai obat pembanding pada hewan coba
Tikus Putih yang sebelumnya diinduksi dengan streptozotocin (STZ).

Tikus yang digunakan sebanyak 20 tikus dan dikelompokkan menjadi 4 golongan,


yaitu tikus yang diinduksi dengan metformin, acarbose, glimepirid dan tikus golongan
kontrol. Pembagian kelompok ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari masing-masing
obat dalam kadar glukosa dan kelompok kontrol utuk mengetahui kadar glukosa saat tahap
diabetes tanpa pemberian induksi obat. Tikus diadaptasikan selama dua minggu dengan tujuan
agar mencit mengenal lingkungannya sehingga tidak menjadi stress.

Sebelum diberi perlakuan pertama yaitu pemberian STZ, mencit ditimbang berat
badan normalnya. Tikus diinduksi STZ bertujuan untuk memicu DM tipe 1 maupun DM tipe
2 pada tikus dengan efek toksik pada sel 𝛽 pankreas. Reaksi STZ terhadap sel-β pankreas disertai
dengan perubahan karakteristik pada insulin darah dan konsentrasi glukosa yang meyebabkan
hiperglikemia dan menurunnya level insulin dalam darah. STZ mempengaruhi oksidasi glukosa dan
menurunkan biosintesis dan sekresi insulin. STZ masuk ke sel-β pankreas melalui transporter glukosa
GLUT2 menyebabkan menurunnya ekspresi dari GLUT2. Hal ini mengakibatkan penurunnya
sensitifitas reseptor insulin perifer sehingga berdampak pada meningkatnya resistensi insulin dan
meningkatkan kadar glukosa darah. STZ mampu mempengaruhi glukosa darah melalui 3 mekanisme
yakni antara lain : 1) Penumpukan atau hilangnya respon insulin tahap pertama, sehingga sekresi
insulin terlambat dan gagal mengembalikan lonjakan gula darah prandial dalam waktu yang normal, 2)
Penurunan sensitifitas insulin sebagai respon terhadap glukosa sedemikian hingga menyebabkan
hiperglikemia, 3) Gagal memberikan stimulasi terhadap respon insulin yang wajar. Pemberian sukrosa
memperbesar gejala diabetes yang dinduksi STZ dengan meningkatkan glukosa darah dan deposit
lemak dan juga berat badan pada tikus. Penambahan glukosa juga diberikan untuk meningkatkan kadar
glukosa pada tikus.

Na-CMC adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industry pangan atau
digunakan dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya retrogradasi. Na-CMC akan terdispersi
dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi
pembengkakan.

Tikus yang telah diinduksi STZ dan diberi larutan glukosa akan bertambah berat badannya dan
menjadi diabetes atau hiperglikemia. Tikus putih ditimbang berat badannya setiap hari dan dicatat.
Tikus putih dicek kadar gula darahnya dengan mensayat pangkal ekor tikus dan akan menjadi data
pretest. Data pretest tikus ini dianalisis dengan menggunakan aplikasi R Studio dan memberikan hasil
tidak terdapat perbedaan signifikan diantara ke 3 golongan obat yang diberikan pada tikus. Hal ini
dikarenakan penginduksi yang digunakan adalah sama yaitu STZ, sehingga hasil yang didapat tidak
jauh berbeda dari hasil kadar glukosa antar kelompok. Berikut hasil pengamatan melalui R studio
dengan plotnya didapatkan.
1. Data dan Hasil Pretest

> Kadarawalkontrol=c(91, 153, 122, 108)


> Kadarawalmetformin=c(155, 105, 107, 107, 87)
> Kadarawalglimepiride=c(107, 107, 107, 155, 94)
> Kadarawalacarbose=c(125, 132, 74, 85, 106)
> shapiro.test(Kadarawalkontrol)

Shapiro-Wilk normality test

data: Kadarawalkontrol
W = 0.97609, p-value = 0.8787

> shapiro.test(Kadarawalmetformin)

Shapiro-Wilk normality test

data: Kadarawalmetformin
W = 0.81098, p-value = 0.09928

> shapiro.test(Kadarawalglimepiride)

Shapiro-Wilk normality test

data: Kadarawalglimepiride
W = 0.73776, p-value = 0.02284

> shapiro.test(Kadarawalacarbose)

Shapiro-Wilk normality test

data: Kadarawalacarbose
W = 0.93346, p-value = 0.6202

> Golongan=c(Kadarawalkontrol, Kadarawalmetformin, Kadarawalglimepiride, Kadarawalacarbose)


> Dataobat=factor(rep(letters[1:4], c(4,5,5,5)), labels = c("Kadarawalkontrol", "Kadarawalmetformin",
"Kadarawalglimepiride", "Kadarawalacarbose"))
> library(dunn.test)
> dunn.test(Golongan,Dataobat)
Kruskal-Wallis rank sum test

data: Golongan and Dataobat


Kruskal-Wallis chi-squared = 1.155, df = 3, p-value = 0.76
Comparison of Golongan by Dataobat
(No adjustment)
Col Mean-|
Row Mean | Kadarawa Kadarawa Kadarawa
---------+---------------------------------
Kadarawa | -0.708999
| 0.2392
|
Kadarawa | -1.016046 -0.347594
| 0.1548 0.3641
|
Kadarawa | -0.368679 0.340319 0.668451
| 0.3562 0.3668 0.2519

alpha = 0.05
Reject Ho if p <= alpha/2
> kesimpulan=aov(Golongan~Dataobat)
> summary(kesimpulan)
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
Dataobat 3 478 159.3 0.255 0.856
Residuals 15 9359 623.9
> TukeyHSD(kesimpulan)
Tukey multiple comparisons of means
95% family-wise confidence level

Fit: aov(formula = Golongan ~ Dataobat)

$Dataobat
diff lwr upr p adj
Kadarawalmetformin-Kadarawalkontrol -6.3 -54.59384 41.99384 0.9811950
Kadarawalglimepiride-Kadarawalkontrol -4.5 -52.79384 43.79384 0.9929336
Kadarawalacarbose-Kadarawalkontrol -14.1 -62.39384 34.19384 0.8339800
Kadarawalglimepiride-Kadarawalmetformin 1.8 -43.73187 47.33187 0.9994459
Kadarawalacarbose-Kadarawalmetformin -7.8 -53.33187 37.73187 0.9592767
Kadarawalacarbose-Kadarawalglimepiride -9.6 -55.13187 35.93187 0.9280569

> boxplot(Golongan~Dataobat,ylab="%golongan")
> plot(TukeyHSD(kesimpulan))
Tikus putih diberikan obat melalui oral lambung dengan dosis yang sesuai dengan
berat badan masing-masing berat badan kelompok obat. Pada saat sebelum diberikan obat,
tikus dipuasakan terlebih dahulu. Kemudian setelah pemberian obat secara oral
selanjutnya mencit diukur kada gula darahnya selama seminggu sekali. Semua mencit
diukur kadar glukosa darahnya lagi agar dapat diketahui kadar glukosa hewan coba tikus
pada saat kadar glukosanya meningkat. Untuk mengukur kadar glukosa dari mencit,
digunakan alat yaitu seperangkat alat ukur yang terdiri dari glukometer dan strip pembaca
glukosa darah yang terpasang pada bagian atas glukometer. Dalam strip terdapat enzim
glukooksigenase yang mana jika sampel darah mengenai strip, maka akan langsung
terbaca oleh glukometer. Alasan penggunaan alat glukometer sebagai alat yang otometik
memudahkan dalam memperoleh hasil glokosa darah, pemeriksaan dengan menggunakan
alat ini memerlukan waktu yang reltif singkat, akurat, waktu tesnya minimal 30 detik.
Kadar gula darah ini kemudian dianalisis untuk melihat keefektifan obat yang diberikan.
Data posttest ini dianalisis menggunakan R studio.

2. Data dan Hasil Posttest

> Kadarakhirkontrol=c(108, 101, 83, 98)


> Kadarakhirmetformin=c(76, 92, 111, 87)
> Kadarakhirglimepiride=c(114, 89, 80, 146, 87)
> Kadarakhiracarbose=c(80, 67, 62)
> shapiro.test(Kadarakhirkontrol)

Shapiro-Wilk normality test

data: Kadarakhirkontrol
W = 0.93875, p-value = 0.6467

> shapiro.test(Kadarakhirmetformin)

Shapiro-Wilk normality test

data: Kadarakhirmetformin
W = 0.96616, p-value = 0.8176

> shapiro.test(Kadarakhirglimepiride)

Shapiro-Wilk normality test

data: Kadarakhirglimepiride
W = 0.86025, p-value = 0.2292

> shapiro.test(Kadarakhiracarbose)
Shapiro-Wilk normality test

data: Kadarakhiracarbose
W = 0.93822, p-value = 0.5203

> Golonganakhir=c(Kadarakhirkontrol, Kadarakhirmetformin, Kadarakhirglimepiride, Kadarakhiracarbose)


> Dataobatakhir=factor(rep(letters[1:4], c(4,4,5,3)), labels = c("Kadarakhirkontrol", "Kadarakhirmetformin",
"Kadarakhirglimepiride", "Kadarakhiracarbose"))
> bartlett.test(Golonganakhir~Dataobatakhir)

Bartlett test of homogeneity of variances

data: Golonganakhir by Dataobatakhir


Bartlett's K-squared = 3.8725, df = 3, p-value = 0.2756

> Data=aov(Golonganakhir~Dataobatakhir)
> summary(Data)
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
Dataobatakhir 3 2240 746.8 2.187 0.142
Residuals 12 4097 341.5
> TukeyHSD(Data)
Tukey multiple comparisons of means
95% family-wise confidence level

Fit: aov(formula = Golonganakhir ~ Dataobatakhir)

$Dataobatakhir
diff lwr upr p adj
Kadarakhirmetformin-Kadarakhirkontrol -6.00000 -44.79251 32.792505 0.9665123
Kadarakhirglimepiride-Kadarakhirkontrol 5.70000 -31.10180 42.501802 0.9663816
Kadarakhiracarbose-Kadarakhirkontrol -27.83333 -69.73403 14.067361 0.2511302
Kadarakhirglimepiride-Kadarakhirmetformin 11.70000 -25.10180 48.501802 0.7824416
Kadarakhiracarbose-Kadarakhirmetformin -21.83333 -63.73403 20.067361 0.4420148
Kadarakhiracarbose-Kadarakhirglimepiride -33.53333 -73.59806 6.531394 0.1132176

> boxplot(Golonganakhir~Dataobatakhir, y="%_OAD")


> plot(TukeyHSD(Data))

>
Pada hasil analisis kadar posttest ini didapatkan kadar yang tidak berbeda signifikan.
Dapat dilihat pada garis plot yang ada pada R studio secara keseluruhan melewati garis 0.
Dari hasil data kadar gula darah pretest kami rata-ratakan dari data 5 tikus mendapat kadar
sebesar 112,2 mg/dL dan kadar posttest setelah tikus diberi obat secara oral, yaitu 91,5
mg/dL (data 4 tikus). Data glimepirid pretest, kadar gula darah dari 5 tikus adalah 114
mg/dL dan setelah diberi obat secara oral mendapat data posttest sebesari 103,2 mg/dL.
Data dari acarbose, kadar pretestnya sebesar 104,4 mg/dL dan hasil kadar posttest nya dari
3 tikus sebesar 69,6 mg/dL. Data tikus kontrol, kadar gula pretest sebesar 118,5 mg/dL
dan posttest sebesar 97,5 mg/dL. Terjadi penurunan gula darah yang cukup signifikan
diantara semua golongan obat. Hal ini dikarenakan metformin, glimepirid dan acarbose
memili efek antidiabetik.

Pada boxplot analisis R studio data post test menunjukan data glimepirid lebih besar
karena memiliki rentang garis kolom dan ekor pada kolom yang lebih panjang diantara
data obat yang lain. Hal ini menunjukkan obat glimepirid lebih baik dari pada obat lainnya
untuk tikus diabetes karena penurunan kadar glukosa yang cukup besar. Hal ini sesuai
dengan teori glimepirid yaitu farmakodinamik glimepiride yang mampu menstimulant
sekresi insulin sehingga meningkatkan kepekaan reseptor insulin. Penurunan terjadi
karena bantuan hormone tiroid, alcohol, gestagen, estrogen yang ada dalam obat
glimepirid yang termasuk golongan obat sulfonilurea. Penurunan gula darah terjadi karena
mekanisme aksi glimepirid yang menstimulasi sel beta pancreas untuk meningkatkan
produksi insulin yang dapat menurunkan kadar gula darah. Glimepiride juga memiliki
waktu kerja yang paling panjang dari obat metformin dan acarbose, yaitu 12-24 jam
sehingga efektif jika diberikan sebanyak sekali dalam sehari. Waktu paruh glimepirid
yaitu sekitar 5-8 jam.

Pada kelompok obat acarbose juga mengalami penurunan kadar gula darah. Namun,
cara pemberiann acarbose ini tidak sesuai dengan aturan pakai, yaitu obat diberikan
bersamaan dengan makan atau saat setelah suapan pertama. Pada uji ini tikus dipuasakan
selama 12 jam. Sehingga hasil yang diberikan tidak optimal. Akarbose bekerja dengan
menghambat enzim alfa glukosidase yang terletak pada dinding usus halus dan
menghambat enzim alfa-amilase pancreas, sehingga secara keseluruhan menghambat
pencernaan dan absorpsi karbohidrat. Akarbose tidak merangsang sekresi insulin oleh sel-
sel beta-Langerhans kelenjar pancreas. Waktu paruh dari acarbose yaitu sekitar 2-5 jam.

Pada kelompok obat metformin, memberikan penurunan kadar yang signifikan.


Metformin dipengaruhi oleh makanan sehingga pemberian obat saat puasa 12 jam sangat
memberi hasil yang optimal. Metformin memiliki waktu paruh 1,5-3 jam dan tidak terikat
pada protein plasma (Katzung,2002). Masa kerja metformin 10-12 jam sehingga harus
diberikan 2 kali sehari.

Adapun penurunan kadar glukosa yang sangat rendah dikarenakan tikus pada saat pre
test, pemberian STZ sebagai pemicu naiknya gula darah tidak bekerja optimal atau
dikarenakan tikus memuntahkannya. Sehingga tikus tidak mengalami hiperglikemi.
Dari literature kadar glukosa puasa normal adalah 70-80 mg/dL. Hiperglikemia dapat
terjadi ketika kadar glukosa darah lebih tinggi dari 110 mg/dL. Kadar gula darah normal
Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya diabsorpsi oleh tubulus
ginjal selama kadar glukosa tidak melebihi 160-180 mg/dL. Glikosuria yaitu jika
konsentrasi tubulus naik melebih kadar tersebut, glukosa tersebut akan keluar bersama
urine.

Adapun faktor kesalahan yang mungkin dapat mempengaruhi data yang diperoleh
yaitu, tertukar nya tikus, tikus yang sakit dari awal praktikum hingga matinya tikus
sehingga untuk memperoleh data menjadi tidak valid dan efisien. Ketidaktelitian praktikan
dalam menyuntik tikus secara oral membuat tikus mati atau sakit. Volume obat yang
diberikan juga berpengaruh pada hasil kadar gula tikus.

Tikus yang mati dapat diperkirakan karena tikus yang sakit, stress atau salah
pemberian oral yang tidak masuk ke lambung namun ke tenggorokan. Sehingga paru-paru
terisi cairan dan tikus tidak dapat bernafas.
BAB VI

KESIMPULAN

Pemberian STZ mampu menaikkan kadar glukosa pada tikus jika diberikan dengan
dosis yang sesuai dengan berat badan tikus. Pemberian gula pada air minum tikus juga
efektif, sehingga berat badan tikus menjadi naik. Gagal naiknya kadar gula darah pada
tikus dikarenakan beberapa tikus gula darahnya tidak mengalami peningkatan atau tidak
mengalami hiperglikemi sehingga pada saat pemberian obat antidiabetik mengakibatkan
tikus mengalami hipoglikemi.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa obat diabetes
mellitus yang paling efektif digunakan untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah
pada hewan coba tikus yaitu obat metformin dan glimepirid karena memiliki efek sebagai
antidiabetes. Glimepirid memiliki waktu kerja yang paling lama yaitu 12-24 jam sehingga
efektif untuk diberikan sebanyak sekali sehari. Metformin memiliki waktu kerja yang
lebih pendek dari glimepirid yaitu 10-12 jam sehingga harus diberikan sebanyak dua kali
sehari. Acarbose juga memili efek antidiabetik namun acarbose lebih efektif apabila
diberikan dengan cara tikus tidak dipuasakan. Ketiga obat ini tidak berbeda signifikan
sehingga efektif sebagai obat antidiabetik. Waktu paruh yang dimiliki oleh metformin
efektif untuk pemberian obat yang membutuhkan penurunan kadar gula dengan cepat.
Waktu paruh yang dimiliki metformin yaitu 1,5-3 jam.
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM.1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV . DEPKES RI : Jakarta.

Gunawan, Sulistia Gan. 2012. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5 . FKUI :Jakarta

Katzung, B.G., 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi III, 693-694, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai