Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

FARMASI KLINIK

PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)

Disusun Oleh;

Kelompok 1

(Absen 1-22)

Dosen Pengampu;

Apt. Wahyu Margi Sidoretno, M. Farm.

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ABDURRAB

PEKANBARU

2022

1
Nama Kelompok;

Anisa Aulia Abas 1948201007

Anjani Awijayanti 1948201008

Annisa Aulia 1948201009

Annisa Fitri Anggraini 1948201010

Annisa Mardhatilah 1948201011

Annissa Maulani 1948201013

Aqila Rifdah Jonang 1948201014

Ari Das Winanda 1948201017

Atika Putri 1948201018

Ayu Rahmawati 1948201021

Chindy Rahayu 1948201024

Cici Adelia 1948201025

Diani Aprilita 1948201033

Dina Annisa 1948201034

Dina Ultari1948201035

Dinda Hidayati S.R 1948201036

Divva Luxmawan 1948201037

Donita Zuliana 1948201038

Elsha Fadhika D.R1948201042

Ermida Diani Hasibuan 1948201043

Fadillatul Khairat 1948201044

Febria Andini 1948201045

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Pemantauan Terapi
Obat" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Farmasi Klinik. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang bagaimana pemantauan terapi
obat bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Apt. Wahyu Margi Sidoretno, M.
Farm. selaku dosen Mata Kuliah Farmasi Klinik. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah
ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 20 Oktober 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR.................................................................................... 3

DAFTAR ISI................................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 5

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 5


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 6
1.3 Tujuan ................................................................................................. 6
1.4 Manfaat ............................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 8

2.1 Seleksi Pasien........................................................................................ 8

2.2 Pengumpulam Data Pasien................................................................. 9

2.3 Identifikasi Masalah Terkait Obat..................................................... 10

2.4 Rekomendasi Terapi............................................................................ 11

2.5 Rencana Pemantauan.......................................................................... 11

2.6 Tindak Lanjut...................................................................................... 14

BAB III PENUTUP......................................................................................... 15

3.1 Kesimpulan........................................................................................... 15

3.2 Saran..................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16

LAMPIRAN.................................................................................................... 17

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit didefinisikan sebagai
pedoman pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan tolok ukur penyelenggaraan
pelayanan kefarmasian di rumah sakit (Kemenkes RI, 2014). Pada pasal 3
Permenkes No. 58 tahun 2014, standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit
meliputi standar pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis
pakai, dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan farmasi klinik yang dimaksud
meliputi: pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat,
rekonsiliasi obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, visite, Pemantauan
Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi
Penggunaan Obat (EPO), dispensing sediaan steril, Pemantauan Kadar Obat
Dalam Darah (PKOD) (Kemenkes RI, 2014). Standar pelayanan kefarmasian di
rumah sakit didefinisikan sebagai pedoman pelayanan kefarmasian di rumah sakit
dan tolok ukur penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah sakit (Kemenkes
RI, 2014). Pada pasal 3 Permenkes No. 58 tahun 2014, standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit meliputi standar pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan
farmasi klinik yang dimaksud meliputi: pengkajian dan pelayanan resep,
penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, Pelayanan Informasi
Obat (PIO), konseling, visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek
Samping Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), dispensing sediaan
steril, Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD) (Kemenkes RI, 2014).
Salah satu kegiatan pelayanan farmasi klinik yang dilakukan adalah
pemantauan terapi obat (PTO). Kegiatan pemantauan terapi obat meliputi
pengkajian pilihan obat, respon terapi, dosis dan rute pemberian obat, reaksi obat
yang tidak dikehendaki (ROTD) serta rekomendasi perubahan atau alternative
terapi. Pemantauan terapi obat harus dilakukan secara berkesinambungan dan
dievaluasi secara berkala agar keberhasilan atau kegagalan terapi obat dapat
diketahui (Depkes, 2016).

5
Pemantauan terapi obat merupakan proses yang menjamin bahwa penderita
mendapatkan pengobatan yang terjangkau, dengan terapi yang paling efektif, yang
dapat memaksimalkan manfaat dan meminimalkan efek samping. Pemantauan
terapi obat atau monitoring dapat mengidentifikasi polifarmasi, reaksi obat yang
merugikan, kesalahan obat, dan ketidak patuhan penderita. Tujuan pemantauan
terapi obat atau monitoring adalah untuk menyesuaikan terapi obat penderita yang
didasarkan pada karakteristik individu, memaksimalkan manfaat dan
meminimalkan resikonya. Disamping itu pemantauan terapi obat dapat dilakukan
untuk memantau kepatuhan penderita terhadap regimen obatnya. Lingkup
pemantauan meliputi ketepatan dosis, ketepatan frekuensi, ketepatan pasien,
ketepatan rute dan metode pemberian, efek samping obat, tingkat kepatuhan
penderita ( seperti pementauan ada atau tidaknya sisa obat) dan interaksi obat.
(Siregar, 2004).
Kondisi pasien yang perlu dilakukan pemantauan terapi obat antara lain.
pasien hamil dan menyusui, pasien yang menerima regimen yang kompleks
(polifarmasi) serta pasien geriatri dan pediatri. Selain itu pasien yang menerima
obat-obatan yang sering menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan seperti obat
NSAID dan kortikosteroid juga perlu dilakukan pemantauan terapi obat
(Binfar,2009).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Seleksi Pasien pada pemantauan terapi obat ?
2. Bagaimana Pengumpulam Data Pasien ?
3. Bagaimana Identifikasi Masalah Terkait Obat ?
4. Bagaimana Rekomendasi Terapi ?
5. Bagaimana Rencana Pemantauan ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Seleksi Pasien pada pemantauan terapi obat
2. Mengetahui Pengumpulam Data Pasien
3. Mengetahui Identifikasi Masalah Terkait Obat
4. Mengetahui Rekomendasi Terapi
5. Mengetahui Rencana Pemantauan

6
1.4 Manfaat
1. Memberikan informasiSeleksi Pasien pada pemantauan terapi obat
2. Memberikan informasi Pengumpulam Data Pasien
3. Memberikan informasi Identifikasi Masalah Terkait Obat
4. Memberikan informasi Rekomendasi Terapi
5. Memberikan informasi Rencana Pemantauan

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seleksi Pasien

Pemantauan terapi obat (PTO) seharusnya dilaksanakan untuk seluruh


pasien. Mengingat terbatasnya jumlah apoteker dibandingkan dengan jumlah
pasien, maka perlu ditentukan prioritas pasien yang akan dipantau. Seleksi dapat
dilakukan berdasarkan:

2.1.1 Kondisi Pasien

 Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit sehingga


menerima polifarmasi.
 Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika.
 Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal.
 Pasien geriatri dan pediatri.
 Pasien hamil dan menyusui.
 Pasien dengan perawatan intensif.
2.1.2 Obat
a. Jenis Obat
Pasien yang menerima obat dengan risiko tinggi sepert;
 Obat dengan indeks terapi sempit (contoh:
digoksin,fenitoin).
 Obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: gentamisin) dan
hepatotoksik (contoh: OAT).
 Sitostatika (contoh: metotreksat).
 Antikoagulan (contoh: warfarin, heparin).
 Obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh:
metoklopramid, AINS).
 Obat kardiovaskular (contoh: nitrogliserin).

8
b. Kompleksitas regimen
 Polifarmasi.
 Variasi rute pemberian.
 Variasi aturan pakai.
 Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi).

2.2 Pengumpulan Data Pasien

Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses PTO. Data
tersebut dapat diperoleh dari:

• Rekam Medik.

• Profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat.

• Wawancara dengan pasien, Anggota keluarga, dan Tenaga kesehatan lain.

Rekam medik merupakan kumpulan data medik seorang pasien mengenai


pemeriksaan, pengobatan dan perawatannya di rumah sakit. Data yang dapat
diperoleh dari rekam medik, antara lain: data demografi pasien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat penggunaan obat,
riwayat keluarga, riwayat sosial, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnostik,
diagnosis dan terapi. (contoh terlampir, lampiran 1).

Data tersebut di pelayanan komunitas dapat diperoleh melalui wawancara


dengan pasien, meskipun data yang diperoleh terbatas. Catatan penggunaan obat
di komunitas dapat dilihat pada lampiran 1.

Profil pengobatan pasien di rumah sakit dapat diperoleh dari catatan


pemberian obat oleh perawat dan kartu/formulir penggunaan obat oleh tenaga
farmasi. Profil tersebut mencakup data penggunaan obat rutin, obat p.r.n (obat jika
perlu), obat dengan instruksi khusus (contoh: insulin).

Semua data yang sudah diterima, dikumpulkan dan kemudian dikaji. Data
yang berhubungan dengan PTO diringkas dan diorganisasikan ke dalam suatu
format yang sesuai (contoh pada lampiran 1) .

9
Sering kali data yang diperoleh dari rekam medis dan profil pengobatan
pasien belum cukup untuk melakukan PTO, oleh karena itu perlu dilengkapi
dengan data yang diperoleh dari wawancara pasien, anggota keluarga, dan tenaga
kesehatan lain.

2.3 Identifikasi Masalah Terkait Obat

Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya


masalah terkait obat. Masalah terkait obat menurut Hepler dan Strand dapat
dikategorikan sebagai berikut;

i. Ada indikasi tetapi tidak di terapi


Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan dan membutuhkan terapi
obat tetapi tidak diresepkan. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua
keluhan/gejala klinik harus diterapi dengan obat.
ii. Pemberian obat tanpa indikasi
Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.
iii. Pemilihan obat yang tidak tepat
Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk
kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama, obat yang tidak cost
effective, kontra indikasi.
iv. Dosis terlalu tinggi
v. Dosis terlalu rendah
vi. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
vii. Interaksi obat
viii. Pasien tidak menggunakan obat karena suatu sebab
Beberapa penyebab pasien tidak menggunakan obat antara lain:
masalah ekonomi, obat tidak tersedia, ketidakpatuhan pasien, kelalaian
petugas.
Apoteker perlu membuat prioritas masalah sesuai dengan kondisi pasien,
dan menentukan masalah tersebut sudah terjadi atau berpotensi akan terjadi.
Masalah yang perlu penyelesaian segera harus diprioritaskan.

10
2.4 Rekomendasi Terapi

Tujuan utama pemberian terapi obat adalah peningkatan kualitas hidup


pasien, yang dapat dijabarkan sebagai berikut;

• Menyembuhkan penyakit (contoh: infeksi)

• Menghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien (contoh: nyeri)

• Menghambat progresivitas penyakit (contoh: gangguan fungsi ginjal)

• Mencegah kondisi yang tidak diinginkan (contoh: stroke).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penetapan tujuan terapi antara


lain: derajat keparahan penyakit dan sifat penyakit (akut atau kronis).

Pilihan terapi dari berbagai alternatif yang ada ditetapkan berdasarkan:


efikasi, keamanan, biaya, regimen yang mudah dipatuhi.

2.5 Rencana Pemantauan

Setelah ditetapkan pilihan terapi maka selanjutnya perlu dilakukan


perencanaan pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. Apoteker dalam membuat rencana
pemantauan perlu menetapkan langkah-langkah:
2.5.1 Menetapkan parameter farmakoterapi
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih parameter
pemantauan, antara lain;
1. Karakteristik obat.
Contoh: sifat nefrotoksik dari allopurinol, aminoglikosida. Obat
dengan indeks terapi sempit yang harus diukur kadarnya dalam darah
(contoh: digoksin)
2. Efikasi terapi dan efek merugikan dari regimen
3. Perubahan fisiologik pasien
Contoh: penurunan fungsi ginjal pada pasien geriatri mencapai 40%
4. Efisiensi pemeriksaan laboratorium
 Kepraktisan pemantauan (contoh: pemeriksaan kadar kalium

11
dalam darah untuk penggunaan furosemide dan digoxin secara
bersamaan)
 Ketersediaan (pilih parameter pemeriksaan yang tersedia)
 Biaya pemantauan
2.5.2 Menetapkan sasaran terapi (end point)
Penetapan sasaran akhir didasarkan pada nilai/gambaran normal atau
yang disesuaikan dengan pedoman terapi. Apabila menentukan sasaran
terapi yang diinginkan, apoteker harus mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Faktor khusus pasien seperti umur dan penyakit yang bersamaan
diderita pasien (contoh: perbedaan kadar teofilin pada pasien
Penyakit Paru Obstruksi Kronis/PPOK dan asma)
2. Karakteristik obat Bentuk sediaan, rute pemberian, dan cara
pemberian akan mempengaruhi sasaran terapi yang diinginkan
(contoh: perbedaan penurunan kadar gula darah pada pemberian
insulin dan anti diabetes oral).
3. Efikasi dan toksisitas
2.5.3 Menetapkan frekuensi pemantauan
Frekuensi pemantauan tergantung pada tingkat keparahan penyakit
dan risiko yang berkaitan dengan terapi obat. Sebagai contoh pasien yang
menerima obat kanker harus dipantau lebih sering dan berkala dibanding
pasien yang menerima aspirin. Pasien dengan kondisi relatif stabil tidak
memerlukan pemantauan yang sering. Berbagai faktor yang mempengaruhi
frekuensi pemantauan antara lain:
1. Kebutuhan khusus dari pasien
Contoh: penggunaan obat nefrotoksik pada pasien gangguan fungsi
ginjal.
2. Karakteristik obat pasien.
Contoh: pasien yang menerima warfarin
3. Biaya dan kepraktisan pemantauan
4. Permintaan tenaga kesehatan lain

12
Data pasien yang lengkap mutlak dibutuhkan dalam PTO, tetapi pada
kenyataannya data penting terukur sering tidak ditemukan sehingga PTO
tidak dapat dilakukan dengan baik. Hal tersebut menyebabkan penggunaan
data subyektif sebagai dasar PTO. Jika parameter pemantauan tidak dapat
digantikan dengan data subyektif maka harus diupayakan adanya data
tambahan.
Proses selanjutnya adalah menilai keberhasilan atau kegagalan
mencapai sasaran terapi. Keberhasilan dicapai ketika hasil pengukuran
parameter klinis sesuai dengan sasaran terapi yang telah ditetapkan. Apabila
hal tersebut tidak tercapai, maka dapat dikatakan mengalami kegagalan
mencapai sasaran terapi. Penyebab kegagalan tersebut antara lain: kegagalan
menerima terapi, perubahanfisiologis/kondisi pasien, perubahan terapi
pasien, dan gagal terapi.
Salah satu metode sistematis yang dapat digunakan dalam PTO adalah
Subjective, Objective, Assessment, Planning (SOAP).
S : Subjective
Data subyektif adalah gejala yang dikeluhkan oleh pasien. Contoh :
pusing, mual, nyeri, sesak nafas.
O : Objective
Data obyektif adalah tanda/gejala yang terukur oleh tenaga kesehatan.
Tanda-tanda obyektif mencakup tanda vital (tekanan darah, suhu tubuh,
denyut nadi, kecepatan pernafasan), hasil pemeriksaan laboratorium dan
diagnostik.
A : Assessment
Berdasarkan data subyektif dan obyektif dilakukan analisis untuk
menilai keberhasilan terapi, meminimalkan efek yang tidak dikehendaki dan
kemungkinan adanya masalah baru terkait obat.
P : Plans
Setelah dilakukan SOA maka langkah berikutnya adalah menyusun
rencana yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Rekomendasi
yang dapat diberikan:
• Memberikan alternatif terapi, menghentikan pemberian obat,

13
memodifikasi dosis atau interval pemberian, merubah rute pemberian.
• Mengedukasi pasien.
• Pemeriksaan laboratorium.
• Perubahan pola makan atau penggunaan nutrisi parenteral/enteral.
• Pemeriksaan parameter klinis lebih sering.
2.6 Tindak Lanjut

Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat
oleh apoteker harus dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan terkait. Kerjasama
dengan tenaga kesehatan lain diperlukan untuk mengoptimalkan pencapaian
tujuan terapi. Informasi dari dokter tentang kondisi pasien yang menyeluruh
diperlukan untuk menetapkan target terapi yang optimal. Komunikasi yang efektif
dengan tenaga kesehatan lain harus selalu dilakukan untuk mencegah
kemungkinan timbulnya masalah baru.

Kegagalan terapi dapat disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dan


kurangnya informasi obat. Sebagai tindak lanjut pasien harus mendapatkan
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) secara tepat. Informasi yang tepat
sebaiknya:

1. Tidak bertentangan/berbeda dengan informasi dari tenaga kesehatan lain,


2. Tidak menimbulkan keraguan pasien dalam menggunakan obat,
3. Dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Seleksi pasien dapat dilakukan berdasarkan kondisi pasien dan obat.


2. Pengumpulan data pasien dapat diperoleh dari rekam medik, profil
pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat, wawancara dengan
pasien,anggota keluarga dan tenaga kesehatan lain.
3. Identifikasi masalah terkait obat dapat dikategorikan sebagai; Ada indikasi
tetapi tidak di terapi, Pemberian obat tanpa indikasi, Pemilihan obat yang
tidak tepat, Dosis terlalu tinggi, Dosis terlalu rendah, Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki (ROTD), Interaksi obat, Pasien tidak menggunakan
obat karena suatu sebab.
4. Rekomendasi terapi tujuan utamanya adalah menyembuhkan penyakit
(contoh: infeksi), Menghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien
(contoh: nyeri), Menghambat progresivitas penyakit (contoh: gangguan
fungsi ginjal), Mencegah kondisi yang tidak diinginkan (contoh: stroke).
5. Rencana Pemantauan Apoteker perlu menetapkan parameter
farmakoterapi, sasaran terapi (end point), dan frekuensi pemantauan.
6. Tindak lanjut pada kegagalan terapi dapat disebabkan karena
ketidakpatuhan pasien dan kurangnya informasi obat. Sebagai tindak
lanjut pasien harus mendapatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) secara tepat. Informasi yang tepat sebaiknya:
• Tidak bertentangan/berbeda dengan informasi dari tenaga
kesehatan lain,
• Tidak menimbulkan keraguan pasien dalam menggunakan obat,
• Dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat
3.2 Saran

Berdasarkan dari penulisan makalah yang berjudul Pemantauan Terapi


Obatini masih terdapat kekurangan dan diharapkan kepada setiap pembaca
memberikan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA
Arsyanti,L Identifikasi masalah terkait obat pada pasien geriatri diruang rawat
penyakit dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,Thesis Program
Magister Ilmu Kefarmasian Universitas Indonesia,Jakarta, 2005).

Jason Lazarou et al, Inciden of drug reactions in Hospitalizedpatients,JAMA,


Volume 279 No 15 April 1998 dan J.Simon Bell, et aldrug related
problems in the community setting, download from www.medscpe.com
24/05/2009 dan

Pierrick Bedouch, assessment of clinical pharmacists’ interventionsin French


Hospitals: Result of a multicenter Study download
fromwww.theannals.com, 24/05/2009).

Strand LM, Morley PC, Cipolle RJ, Pharmaceutical Care Practice,New York, Mc
Graw Hill Company, 1998.

16
LAMPIRAN

Lampiran 1

17
Lampiran 2

18
19
20
Pembahasan;

1. Pasien tersebut mengalami gangguan fungsi ginjal yang dapat terjadi


sebagai komplikasi diabetes mellitus dan hipertensi yang telah diderita
sebelumnya.
2. Perlu dilakukan perhitungan fungsi ginjal untuk melakukan penyesuaian
dosis obat-obat yang diberikan.
3. Rumus yang digunakan untuk menghitung adalah Cockroff and Gault.
Data berat badan dan tinggi badan diperlukan dalam rumus tersebut.
Kedua data tersebut tidak terdapat pada data rekam medis pasien sehingga
perlu dilakukan wawancara dengan pasien atau keluarga pasien.
4. Hasil wawancara dengan pasien diketahui berat badan pasien: 50kg, dan
tinggi badan: 170cm.
5. Dengan data tersebut dapat dilakukan perhitungan GFR pasien:
6. Rumus Cockroff and Gault:

(140 – usia ) x BB

72 X scr

7. Berat badan yang digunakan dalam perhitungan tersebut adalah berat


badan ideal (BBI) yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
o Pria dengan tinggi badan >152,5 cm, BBI=50+[(T-152,4)x0,89]
o Pria dengan tinggi badan <152,5 cm, BBI=50-[(152,4-T)x0,89]
o Wanita dengan tinggi badan >152,4cm, BBI=45,4+[(T-152,4)x0,89]
o Wanita dengan tinggi badan <152,4cm, BBI=45,4+[( 152,4-T)x0,89]

21

Anda mungkin juga menyukai