Anda di halaman 1dari 35

ILMU RESEP

(KASUS 2)

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 3

Hikmah
Muh. Ikhsan idrus
Hasriati
Fingky enggar pratiwi
Dea komala rahim
Linda dwi andriani
Fitri handayani
Hikmahwati
Yusri indah H.muh saleh
Rosnila
Nur aisyah

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES MANDALA WALUYA KENDARI
TAHUN AJARAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya khususnya untuk
ibu Silviana Hasanuddin, S.Farm.,M.Farm.,Apt selaku dosen pengampuh
mtakuliah ilmu resep. Di harapan semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.

                                                                              
DAFTAR ISI
ILMU RESEP...........................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
A. Latar Belakang..................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................................5
C. Tujuan...............................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................6
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................................16
A. Data pasien.....................................................................................................................18
B. Patofisiologi penyakit berdasarkan literatur...................................................................18
C. Terapi penyakit berdasarkan literatur.............................................................................20
D. permasalahan pasien (identifikasi problem terapi pasien, informasi yang ada
dan informasi tambahan lain jika ada berdasarkan analisa SOAP.................................23
E. kategori DRP..................................................................................................................27
F. Tujuan akhir (gool therapy) farmakoterapi untuk pasien...............................................30
G. Penjelasan terapi yang tepat , alternatif, rencana optimal tatalaksana dan
strategi pengobatan serta evaluasi outcome terapinya....................................................30
H. Saran-saran sebagai apoteker untuk edukasi pasien.......................................................30
BAB 1V PENUTUP................................................................................................................31
A. kesimpulan...................................................................................................................31
B. saran.............................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sociate consultant american pharmacist menyebutkan bahwa tujuan
dari terapi obat adalah perbaikan kualitas hidup melalui pengobatan atau
pencegahan penyakit, mengurangi timbulnya gejala atau memperlambat
proses penyakit. Kebutuhan pasien berkaitan dengan terapi obat atau drug
related needs meliputi ketepatan indikasi, keefktifan, keamanan terapi,
kepatuhan pasien, dan indikasi yang belum ditanangani. Apabila kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi maka hal ini dikategorikan drug related problem
(DRP).
DRP merupakan keadaan yang tidak diinginkan pasien terkait dengan
terapi obat serta hal-hal yang menggagu tercapainya hasil akhir yang sesuai
dan dikehendaki untuk pasien. Tujuh penggolongan DRPs menurut cipolle
adalah penggunaan obat yang tidak diperlukan, kebutuhan akan terapi obat
tambahan, obat yang tidak efektif, dosis terapi yang digunakan terlalu rendah,
advers drug reaction, dosis terapi yang terlalu tinggi dan ketidakpatuhan. Hal-
hal yang terkait dengan DRP seharusnya dapat dicegah dikurangi
keberadaannya melalui pengenalan secara awal terhadp adanya DRP oleh
seorang farmasis.
Memngingat pentingannya hal ini maka penyusunan makalah ini
dilakukan, juga untuk memenuhi tugas “ilmu resep” yang diberikan tentang
DRT. Analisis masalah yang akan diselesaikan berupa pasien dengan keluhan
BAB cair, mual, muntah dan nyeri perut sejak 6 jam sebelum masuk rumah
sakit, pasien didiagnosa mengalami gastrorenteritis. Gastrorenteritis masi
menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang menyebabkan
banyak kematian pada bayi dan balita. Dengan terapi yang yang sudah
tersedia maka dilakukakanlah analisis adanya DRT pada resep.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kelengkapan data pasien
2. Bagaimana patofisiologi penyakit berdasarkan literatur ?
3. Apa saja terapi penyakit yang diberikan berdasarkan literatur ?
4. Bagaimana cara menyelesaikan permasalahan pasien dengan (identifikasi
problem terapi pasien, informasi yang ada dan informasi tambahan lain
jika ada berdasarkan analisa SOAP?
5. Bagaimana cara menentukan DRP?
6. Apa saja tujuan akhir (gool therapy) farmakoterapi untuk pasien pada
kasus ini?
7. Apa penjelasan terapi yang tepat, alternatif, rencana optimal tatalaksana
dan strategi pengobatan serta evaluasi outcome terapinya?
8. Apa saja saran-saran (sebagai apoteker) untuk edukasi pasien pada kasus
ini?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui data pasien agar mudah dilakukan analisis DRP
2. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit berdasarkan literatur
3. Untuk terapi penyakit yang diberikan berdasarkan literatur
4. Untuk mengetahui cara menyelesaikan permasalahan pasien dengan
(identifikasi problem terapi pasien, informasi yang ada dan informasi
tambahan lain jika ada berdasarkan analisa SOAP
5. Untuk mengetahui caradan hasil dalam menentukan DRP
6. Untuk mengetahui tujuan akhir (gool therapy) farmakoterapi untuk pasien
pada kasus ini
7. Untuk mengetahui penjelasan terapi yang tepat, alternatif, rencana optimal
tatalaksana dan strategi pengobatan serta evaluasi outcome terapinya
8. Untuk mengetahui apa saja saran-saran (sebagai apoteker) untuk edukasi
pasien pada kasus ini?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DRPs adalah adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi


obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang
diinginkan pasien. Suatu kejadian dapat disebut DRPs apabila terdapat dua
kondisi, yaitu: (a) adanya kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien, kejadian
ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnose penyakit, ketidak mampuan
(disability) yang merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultur
atau ekonomi; dan (b) adanya hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi
obat (Strand, et al., 1990).
Strand, et al., (1990) mengklasifikasikan DRPs menjadi 8 kategori besar:
1. Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi
pasien tidak mendapatkan obatuntuk indikasi tersebut.
2. Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang tidak mempunyai
indikasi medis yang valid.
3. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi mendapatkan obat yang tidak aman,
tidak paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien tersebut.
4. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benartetapi
dosis obat tersebut kurang.
5. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benartetapi
dosis obat tersebut lebih.
6. Pasien mempunyai kondisi medis akibat dari reaksi obat yang merugikan.
7. Pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi obat-obat, obat-makanan,
obat-hasi llaboratorium.
8. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang
diresepkan.
Jenis-jenis DRPs dan penyebab yang mungkin terjadi menurut (Cipolle, et.
al., 2004). 

DRPs Kemungkinan Kasus pada DRPs

Butuh terapi obat 1. Pasen dengan kondisi terbaru membutuhkan obat


tambahan yang terbaru
2. Pasien dengan kondisi kronik membutuhkan
lanjutan terapi obat
3. Pasien dengan kondisi kesehatan yang
membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk
mencapai efek sinergik atau poternsial
4. Pasien dengan resiko pengembangan kondisi
kesehatan baru dapat dicegah dengan
penggunaan obat profilaksis

Terapi obat yang tidak 1. Pasien yang mendapatkan obat yang tidak tepat
perlu indikasi
2. Pasien yang mengalami toksisitas karena obat
atau hasil pengobatan
3. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat
alkohol dan rokok
4. Pasien dalam kondisi pengobatan yang lebih baik
diobati tanpa terapi obat
5. Pasien dengan multipledrugs untuk kondisi hanya
singgledrugs therapy dapat digunakan
6. Pasien dengan terapi obat untuk penyembuhan
dapat menhindari reaksi yang merugikan dengan
pengobatan lainnya

Obat tidak tepat 1. Pasien yang mendapatkan obat tidak efektif


2. Pasien menerima obat yang tidak paling efektif
untuk indikasi pengobatan
3. Pasien dengan faktor resiko kontra indikasi
penggunaan obat
4. Pasien menerima obat yang efektif tetapi ada
obat lain yang lebih murah
5. Pasien menerima obat yang efektif tetapi tidak
aman
6. Pasien yang terkena infeksi, resisten terhadap
obat yang diberikan

Basis terlalu rendah 1. Pasien mendapatkan dosis obat terlalu rendah


sehingga menjadi sulit disembuhkan dengan
terapi obat yang digunakan
2. Dosisi yang digunakan terlalu rendah untuk
menimbulkan respon
3. Konsentrasi obat dalam serum pasien dibawah
range terapeutik yang diharapkan
4. Waktu pre operasi obat dibeikan terlalu lama
menyebabkan dosis obat rendah dalam darah
5. Dosis dan fleksibilitas tidak cocok untuk pasien
6. Terapi obat berubah sebelum terrapetik
percobaan cukup untuk pasien
7. Selang pemberian obat terlalu lama

Reaksi obat merugikan 1. Pasien dengan faktor resiko yang berbahaya bila
obat digunakan
2. Ketersedian dari obat dapat menyebabkan
interaksi dengan obat
3. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi
makanan pasien
4. Efek dari obat dapat diubah oleh enzim inhibitor
atau induktor dari obat lain
5. Efek dari obat diubah dengan pemindahan obat
dari bindingsite oleh obat lain
6. Hasil dari laboratorium dapat diubah karena
penggunaan obat lain

Dosis terlalu tinggi 1. Dosis terlalu tinggi


2. Konsentrasi obat dalam serum pasien diatas
range terapi obat yang diharapkan
3. Dosis obat meningkat terlalu cepat
4. Obat, dosis, rute, dan perubahan formulasi yang
tidak tepat
5. Dosis dan interfal fleksibilty

Ketidak patuhan 1. Pasien tidak menerima aturan pemakaian oabt


pasien yang tepat (penulisan, obat, pemberian, dan
pemakaian)
2. Pasien tidak menuruti rekomendasi obat yang
diberikan untuk pengobatan
3. Pasien tidak mengambil obet yang diresepkan
karena harganya mahal
4. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang
diresepkan karena kurang mengerti
5. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang
diresepkan karena merasa sudah sehat

 
Dalam Analisis DRT sangat perlu mengetahui data penting mengenai
pasien. Data penting pasien digolongkan dalam 3 kategori, sbb :

1. Karakter klinis dari penyakit atau kondisi pasien, meliputi: umur, seks, etnis,
ras, sejarah sosial, status kehamilan, status kekebalan, fungsi ginjal, hati dan
jantung, status nutrisi, serta harapan pasien.
2. Obat lain yang dikonsumsi pasien, berkaitan dengan terapi obat pada saat ini
dan masa lalu, alergi obat, profil toksisitas, adverse drug reaction, rute dan cara
pemberian obat, dan persepsi mengenai pengobatannya.
3. Penyakit, keluhan, gejala pasien meliputi masalah sakitnya pasien, keseriusan,
prognosa, kerusakan, cacat, persepsi pasien mengenai proses penyakitnya.
Data dapat diperoleh dari beberapa sumber misalnya pasien sendiri,
orang yang merawat pasien, keluarga pasien, medical record, profil pasien dari
farmasis, data laboratorium, dokter, perawat dan profesi kesehatan lainnya
(Cipolle et al., 1998). Secara umum perhatian farmasis terhadap Drug Related
Problems sebaiknya diprioritaskan pada pasien geriatri,pasien pediatri, ibu hamil
dan menyusui, serta pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi
sempit(Yunita et al., 2004). Farmasis mempunyai tanggung jawab untuk
mengidentifikasi, mencegah dan memecahkan Drug Related Problems (DRPs),
walaupun hal tersebut tidak selalu mudah dicapai.Faktor kepatuhan pasien ikut
bertanggung jawab atas kesembuhannya (Cipolle et al., 1998).
Gastroenteritis didefinisikan sebagai radang selaput lendir saluran
pencernaan yang ditandai dengan diare atau muntah dengan atau tanpa infeksi.
Ciri-ciri gastroenteritis seperti diare, demam, mual, muntah, sakit kepala dan sakit
pada abdomen yang terjadi selama 2 sampai 5 hari. Gejala lain adalah kehilangan
cairan dan kehilangan keseimbangan elektrolit merupakan bahaya utama terhadap
anak-anak dan orang tua (mary E. Wiskow, 2012).
Anak-anak dan lansia yang menderita gastroenteritis atau penyakit lain
yang menyebabkan muntah, diare atau asupan makanan yang rendah beresiko
mengalami dehidrasi (Vafaee A, Moradi A, 2008).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Data pasien
1. Identitas dan keluhan pasien

Pasien Ny. Tita


Umur 70 tahun
Berat badan 58 kg
Tinggi badan 160 cm
No. CM 00 35 84 62 (P)

Keluhan Utama
BAB cair, muntah sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang


BAB cair 5x/hari, bau busuk, demam nglemeng, darah (-), lender(-), nyeri
perut(+), mual(+), muntah (+) 1x, sesak (-), kaki bengkak(+), lemas(+).

Riwayat Penyakit Dahulu


DM 7 tahun yang lalu

Riwayat Pengobatan
Glimepirid 2 x 2 mg

Riwayat Pribadi
Seorang ibu dengan 6 orang anak, kesulitan ekomoni.

2. Ojektif
a. Hasil pemeriksaan laboratorium

Paramete Nilai normal Tang


r gal
6/11 7/11 8/11 9/11

GDS 74-106 250 270 283


mg/dL
266
293

HbA1C 4,0-6,5 % 7,3

CPK/CK 39-308 U/L 629 914

CKMB 7-25 U/L 34

BUN 7-20 mg/dL 28 31 33,3

Cr 0,6-1,3 1,42 1,49 1,3


mg/dL

Asam urat 2,6-7,2 7,0 7,9 8,4


mg/dL

Cl 98-107 96 97 101 98
mmol/L

K 3,5-5 2,4 2,3 2,3 2,5


mmol/L

Na 136-145 135 138 138 128


mmol/L

b. Tanda vital

Pemeriksaan Satuan Tan


ggal
6/11 7/11 8/11 9/11

TD mmHg 110/60 120/80 125/70 145/70

Nadi x/menit 120 120 100 88

RR x/menit 32 28 20 30

T ˚C 38,5 38,7 36,6 Afebris

c. Terapi pasien

Obat Dosis Rute Indikasi Tang


gal

6/11 7/11 8/11 9/11

RL 20 Iv Rehidrasi 15,40 v V V
tpm

O2 3 lpm v

KAEN3B Iv Terapi cairan 17,00 v V

Ranitidin 1A/12 Iv Antagonis v v V V


jam reseptor H2

Amoxsicillin 3×500 Po Antibiotik v


mg

Novorapid 3×10 Im Antidiabetes v V V


U

Losartan 1×50 Po Antihipertensi v V V


mg

Codein 2×1 Po Antimotilitas v(1×) v(1×) v(2×) v(2×)

Aminodaron 2×200 Po Antiaritmia v(1×) v(2×) v(2×)


mg

Tyarit 1×1/2 Po Antiaritmia v V V


tablet

New diatabs 3×2 Po Antidiare v V

KCl 1 Iv Suplemen K v v V
fl/300
ml
habis
dalam
6 jam

Aspar K 2×1 Po Suplemen K V

B. Patofisiologi Penyakit Berdasarkan Literatur


Gastroenteritis (diare akut) yang biasa dikunal dengan muntaber
dalam masyarakat adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus
halus yang ditandai dengan muntah-muntah dan diare yang berakibat
kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit. (Cecily, Betz; 2002).
Gastroenteritis adalah infeksi saluran pencernaan yang disebabkan
oleh berbagai enterogen termasuk, bakteri, virus dan parasit, tidak toleran
terhadap makanan tertentu atau mencerna toksin yang ditandai dengan
muntah-muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit
yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit.
Gastroenteritis bisa disebabkan oleh 4 hal, yaitu faktor infeksi
(bakteri, virus, parasit), faktor malabsorbsi dan faktor makanan dan faktor
psikologis.
1. Diare karena infeksi seperti bakteri
berawal dari makanan/minuman yang masuk kedalam tubuh
manusia. Bakteri tertelan masuk sampai lambung. Yang kemudian bakteri
dibunuh oleh asam lambung. Namun jumlah bakteri terlalu banyak maka
ada beberapa yang lolos sampai ke duodenum dan berkembang biak. Pada
kebanyakan kasus gastroenteritis, organ tubuh yang sering diserang adalah
usus. Didalam usus tersebut bakteri akan memproduksi enzim yang akan
mencairkan lapisan lendir yang menutupi permukaan usus, sehingga
bakteri mengeluarkan toksin yang merangsang sekresi cairan-cairan usus
dibagian kripta vili dan menghambat absorbsi cairan. Sebagai akibat dari
keadaan ini volume cairan didalam lumen usus meningkat yang
mengakibatkan dinding usus menggembung dan tenaga dan sebagian
dinding usus akan mengadakan kontraksi sehingga terjadi hipermotilitas
untuk mengalirkan cairan diusus besar. Apabila jumlah cairan tersebut
melebihi kapasitas absorbsi usus maka akan terjadi diare (ngastiyah,
2005).
2. Diare yang disebabkan faktor mal absorbsi makanan
menyebabkan makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit keadaan rongga usus. Isi rongga usus
yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga
timbul diare (ngastiyah, 2005).
3. Tertelannya makanan yang beracun
dapat menyebabkan diare karena akan mengganggu motilitas
usus. Iritasi mukosa usus menyebabkan hiperperistaltik sehingga
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltic menurun akan
mengakibatkan bakteri akan tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare
pula (ngastiyah, 2005).
4. Faktor psikologis juga dapat menyebabkan diare.
Karena faktor psikologis (stress, marah, takut) dapat merangsang
kelenjar adrenalan dibawah pengendalian sistem pernafasan simpatis
untuk merangsang pengeluaran hormon yang kerjanya mengatur
metabolisme tubuh. Sehingga bila terjadi stress maka metabolisme akan
terjadi peningkatan, dalam bentuk peningkatan mortalitas usus (ngastiyah,
2005).
Adanya iritasi mukosa usus dan peningkatan volume cairan dirongga
usus menyebabkan klien mengeluh perut terasa sakit. Selain karena 2 hal itu,
nyeri perut / kram timbul karena metabolisme KH oleh bakteri diusus yang
nmenghasilkan gas H2 dan CO2 yang menimbulkan kembung dan flatis
berlebihan. Biasanya pada keadaan ini klien akan merasa mual bahkan
muntah dan nafsu makan menurun. Karena terjadi ketidak seimbangan
asam basa dan elektrolit (subagyo, nurtahjo. 2008)
Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan akan menyebabkan
klien jatuh pada keadaan dehidrasi. Yang ditandai dengan berat badan turun,
turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun bisa menjadi cekung (pada bayi),
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Bila keadaan ini terus
berlanjut dan klien tidak mau makan maka akan menimbulkan gangguan
nutrisi sehingga klien lemas.
Dehidrasi dan reaksi inflamasi pada mukosa usus menyebabkan
peningkatan suhu tubuh klien. Tubuh yang kehilangan cairan dan elektrolit
yang berlebihan membuat cairan ektraseluler dan intraseluler menurun.
Dimana selain itu air tubuh juga kehilangan Na, K dan ion karbohidrat. Bila
keadaan ini berlanjut terus maka volume darah juga berkurang. Tubuh
mengalami gangguan sirkulasi, perfusi jaringan terganggu dan akhirnya dapat
menyebabkan syok hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, klien sangat lemah kesadaran
menurun.
Selain itu akibat lain dari kehilangan cairan ektrasel yang
berlebihan, tubuh akan mengalami asidosis metabolik dimana klien akan
tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan
kussmaul).
C. Terapi Penyakit Berdasarkan Literatur
1. Terapi Rehidrasi

Langkah pertama dalam menterapi diare adalah dengan rehidrasi,


dimana lebih disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan
cairan (dengan penghitungan secara kasar dengan perhitungan berat badan
normal pasien dan berat badan saat pasien diare) harus ditangani pertama.
Selanjutnya, tangani kehilangan cairan dan cairan untuk pemeliharaan. Hal
yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat
dan akurat (Barr, et.al. 2017)
a. Jenis cairan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena
tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih
rendah bila dibandingkan dengan kadar Kalium cairan tinja. Apabila
tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan cairan NaCl isotonik.
Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada
setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam
1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran
cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak
terjadi dehidrasi dengan berbagai akibatnya. Rehidrasi oral (oralit)
harus mengandung garam dan glukosa yang dikombinasikan dengan
air (sudoyo, dkk. 2009)
b. Jumlah Cairan
Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan
dapat dihitung dengan memakai Metode Daldiyono berdasarkan
keadaan klinis dengan skor. Rehidrasi cairan dapat diberikan dalam 1-
2 jam untuk mencapai kondisi rehidrasi (Amin, 2015).

c. Jalur Pemberian Cairan

Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada oral dan
intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang
komposisinya berkisar antara 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na
bikarbonat dan 1,5g KCI setiap liternya. Cairan per oral juga
digunakan untuk memperlahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial
(sudoyo, dkk. 2009)
2. Terapi simpatometik
Pemberian terapi simtomatik haruslah berhati-hati dan setelah
benar-benar dipertimbangkan karena lebih banyak kerugian daripada
keuntungannya. Beberapa golongan antidiare: antimotilitas dan sekresi
usus, turunan opiat, difenoksilat, loperamit, kodein HCl. Antiemetik :
metokloperamid, domperidon.
Hal yang harus sangat diperhatikan pada pemberian antiemetik,
karena Metoklopropamid misalnya dapat memberikan kejang pada anak
dan remaja akibat rangsangan ekstra piramidal. Pada diare akut yang
ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tak ada kontraindikasi dapat
dipertimbangkan pemberian Bismuth subsalisilat maupun loperamid
dalam waktu singkat. Pada diare yang berat obat-obat tersebut dapat
dipertimbang dalam waktu pemberian yang singkat dikombinasi dengan
pemberian obat antimikrobial (Dennies, et.al. 2016)
3. Terapi antibiotik
Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian antibiotik (Amin L, 2015).
Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare
infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi
ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa
pada diare infeksi, diare pada pelancong dan pasien immunocompromised.
Pemberian antibiotic dapat secara empiris, tetapi antibiotic spesifik
diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Amin L, 2015).

Indikasi Pemberian Pilihan Antibiotik


Antibiotik
Demam (suhu oral > 38,5oC), Quinolone 3-5 hari, cotrimoksazole 3-5
feses disertai darah, leukosit, hari
laktoferin, hemoccult,
sindrom disentri
Traveler’s diarrhea Quinolone 1-5 hari
Diare persisten (kemungkinan Metronidazole 3 x 500 mg selama 7 hari

Giardiasis)
Shigellosis Cotrimoksazole selama 3 hari

Quinolone selama 3 hari


Intestinal Salmonellosis Chloramphenicol/cotrimoksazole/quinol
one

selama 7 hari
Campylobacteriosis Erythromycin selama 5 hari
EPEC Terapi sebagai febrile disentry
ETEC Terapi sebagai traveler’s diarrhea

EIEC Terapi sebagai shigellosis


EHEC Peranan antibiotik belum jelas
Vibrio non-kolera Terapi sebagai febrile disentry
Aeromonas diarrhea Terapi sebagai febrile disentry
Yersiniosis Umumnya dapat diterapi sebagai febrile
disentry.
Pada kasus berat: Ceftriaxone IV 1
gram/6 jam
selama 5 hari.
Intestinal Amebiasis Metronidazole 3 x 750 mg 5-10 hari +
pengobatan kista untuk mencegah
relaps. Diiodohydroxyquin 3 x 650 mg
10 hari atau
paromomycin 3 x 500 mg 10 hari atau
diloxanide furoate 3 x 500 mg 10 hari
Cryptosporidiosis Untuk kasus berat atau
immunocompromised:
Paromomycin 3 x 500 mg selama 7 hari
Isosporisosis Cotrimoksazole 2 x 160/800 selama 7
hari

D. permasalahan pasien (identifikasi problem terapi pasien, informasi yang


ada dan informasi tambahan lain jika ada berdasarkan analisa SOAP)
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan utama BAB cair dan
muntah, 6 jam SMRS. Kemudian pasien menyarankan untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium. Penyelesaian masalah berdasarkan SOAP :
1. subjektif
 pasien : ny tita 70 tahun
 diagnosa penyakit : gastroenteritis (muntaber)
 Keluhan utama : BAB cair, muntah sejak 6 jam SMRS
 Riwayat Penyakit Sekarang: BAB cair 5x/hari, bau busuk, demam
nglemeng, darah (-), lender(-), nyeri perut(+), mual(+), muntah (+) 1x,
sesak -, kaki bengkak(+), lemas(+).
 Riwayat Penyakit Dahulu : DM 7 tahun yang lalu
 Riwayat Pengobatan dahulu : Glimepirid 2 x 2 mg
 Riwayat Pribadi : Seorang ibu dengan 6 orang anak, kesulitan ekomoni.
2. Objektif
 BB : 58 kg
 TB : 160 cm
 TD  Tgl 6/11 = 110/60 mmHg, tgl 7/11 = 120/80, tgl 8/11 = 125/70,
tgl 9/11 = 145/70.
 Nadi (x/menit) tgl 6/11 = 120, tgl 7/11 = 120, tgl 8/11 = 100, tgl 9/11
= 88
 RR (x/menit) tgl 6/11 = 32, tgl 7/11 = 28, tgl 8/11 = 20, tgl 9/11 = 20
 T (derajat C)
tgl 6/11 = 38,5, tgl 7/11 = 38,7, tgl 8/11 = 36,6, tgl 9/11 = afebris.
 Pemeriksaan Lab :

Paramete Nilai normal Tanggal


r

6/11 7/11 8/11 9/11

GDS 74-106 250 270 283


mg/dL
266
293

HbA1C 4,0-6,5 % 7,3

CPK/CK 39-308 U/L 629 914

CKMB 7-25 U/L 34

BUN 7-20 mg/dL 28 31 33,3

Cr 0,6-1,3 1,42 1,49 1,3


mg/dL

Asam urat 2,6-7,2 7,0 7,9 8,4


mg/dL

Cl 98-107 96 97 101 98
mmol/L

K 3,5-5 2,4 2,3 2,3 2,5


mmol/L

Na 136-145 135 138 138 128


mmol/L

3. Assesment
Pasien atas nama ny. Tita usia 70 tahun yang merupakan seorang ibu
dengan 6 orang anak dan mengalami kesulitan ekonomi. Datang ke rumah
sakit pada tanggal 6/11 dengan keluhan utama BAB cair dan muntah 6 jam
SMRS. riwayat penyakit sekarang ny. Tita mengalami BAB cair 5x dalam
sehari, bau busuk, demam nglemeng, pada veses tidak terdapat darah dan
lendir, pasien juga merasakan nyeri perut, mual-muntah, disertai lemas,
serta kaki bengkak dan tidak mengalami sesak. Pasien memiliki riwayat
penyakit 7 tahun yang lalu yaitu DM dan oleh dokter sebelumnya diberi
terapi glimepirid 2 x 2 mg. dari keluhan yang dirasakan, pasien didiagnosa
mengalami gastroenteritis atau lebih dikenal dengan istilah muntaber oleh
masyarakat luas.
Dari data pemeriksaan tanda vital, pasien tidak mengalami hipertensi
untuk standar lansia, dan mengalami demam tetapi tidak terlalu tinggi.
Sedangkan untuk hasil pemeriksaan Lab diperoleh data bahwa pasien
memiliki kadar gula darah dan kadar hemoglobin diatas normal, sehingga
dikatakan pasien mengalami DM. pada pemeriksaan CPK, CKMB diatas
batas normal sehingga kemungkinan adanya kerusakan jantung, BUN, Cr
dan asam urat juga diatas batas normal. Selain itu dilakukan pemeriksaan
beberapa elektrolit dalam tubuh untuk mengetahui apakah pasien
mengalami kekurangan elektrolit atau tidak, dengan memeriksa kadar Cl,
K, dan Na, hasil yang di peroleh yaitu pasien mengalami kekurangan
elektrolit terutama kalium.
Analisis kerasionalan obat
a. Dipemeriksaan pertama pada tanggal 6/11, pasien masuk rumah sakit
dengan keluhan utama BAB cair dan muntah dan diberikan terapi
diberikan terapi RL secara intravena untuk mengatasi masalah
rehidrasi, O2, KAEN 3B untuk mengatasi kekurangan cairan, ranitidin
untuk mengatasi sekresi asam lambung berlebihan, amoxicillin sebagai
antibiotik, kodein sebagai antidiare, dan KCl untuk memenuhi
kebutuhan kalium. Obat ini tidak rasional karena RL dan KAEN 3B
merupakan terapi dengan indikasi yang sama, selain itu KAEN 3B
mengandung dextrosa yang dapat menimbulkan efek samping berupa
kenaikan kadar glukosa darah.
b. Dipemeriksaan kedua pada tanggal 7/11, pasien diberikan terapi yang
sama pemeriksaan pertama tetapi pemberian oksigen dan amoxicilin
dihentikan, dan adanya penembahan terapi berupa novorapid sebagai
antidiabetes, losartan untuk hipertensi, amiodaron untuk antiaritmia,
dan newdiatabs untuk antidiare. Pemberian obat tidak rasional, karena
codein dan newdiatbs memiliki indikasi yang sama sebagai antidiare.
Penambahan amiodaron juga tidak rasional karena memiliki indikasi
yang sama dengan tyarid.
c. Dipemeriksaan ketiga pada tanggal 8/11, pasien diberikan terapi yang
sama seperti hari ke 2 tetapi pemberian newdiatbs dihentikan, juga
frekuensi pemberian kodein dan amiodaron menjadi 2 x 1.
Ketidakrasionalan pemberian terapi sama dengan pada hari
sebelumnya
d. Dipemeriksaan keempat pada tanggal 9/11, pasien diberikan terapi
yang sama seperti hari ketiga tetapi pemberian KCl dihentikan dan
diganti dengan aspar K untuk memenuhi kekurangan kaliumnya.
Terapi kurang rasional seperti yang dijelaskan diatas.
4. Plan
a. Tujuan terapi
 Untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
 Untuk mengatasi masalah muntaber pada pasien
 Mengatasi masalah dehidrasi pada pasien
 Mengatasi penyakit pasien yang diketahui dari uji laboratorium
b. Sasaran terapi
 Menyembuhkan muntaber pada pasien beserta keluhan penyertanya
 Menormalkan kadar gula darah
 Menyembuhkan aritmia
 Menormalkan asam urat pasien
E. Analisis Kategori DRP

No Terapi Indikasi DRP Dilanjutkan/ Alasan


dihentikan

1 RL Mengembalikan dilanjutkan Untuk mengatasi


keseimbangan masalah dehidrasi
elektrolit pada yang dialami
dehidrasi, juga pasien
sebagai agen
alkalisator

2 O2 Pasien dihentikan Oksigen


mendapatka diperlukan saat
n obat yang kesulitan bernapas
tidak perlu, atau memiliki
obat tanpa kadar oksigen
indikasi. rendah dalam
DRP darah. Oksigen
kategori 3 dihentikan Karena
berdasarkan
keluhan, pasien
tidak mengalami
sesak napas.

3 KAEN3B Digunakan DRP dihentikan Karena


sebagai larutan kategori 2. mememiliki
intravena untuk Pasien manfaat dan
mensuplai mendap kandungan yang
cairan dan terapi obat hampir sama
elektrolit yang tidak dengan RL. Selain
perlu, itu dalam KEN3B
duplikasi memiliki efek
terapi samping
menimbulkan
hiperglikemik
karena
mengandung
dextrosa
4 Ranitidin Mengobati dilanjutkan Pada
jangka pendek gastroenteritis
tukak terjadi peradangan
duodenum, pada saluran cerna
tukak karena infeksi atau
duodenum aktif, non infeksi.
tukak lambung Ranitidin dapat
aktif, mengatasi tukak
mengurangi duodenum dan
gejala refluks lambung sehingga
esofagitis ranitidin
direkomendasikan.
5 Amoxicilin Mengatasi Pasien Dihentikan Antibiotik
infeksi saluran mendapatka diberikan pada
kemih, saluran n obat yang kasus diare yang
pernapasan, tidak perlu, disertai disentri
saluran cerna, obat tanpa (radang usus yang
telinga, gonore, indikasi. ditandai dgn tinja
kulit dan DRP berlendir dan
jaringan bagian kategori 2 berdarah).
lunak (otot dan Sedangkan pada
sebagainya). pemeriksaan, tinja
pasien negatif
darah dan lendir.
Sehingga
antibiotik tidak
direkomendasikan

6 Novorapid

7 Losartan Golongan Pasien Dihentikan Berdasarkan


ARBs untuk mendapatka pemeriksaan tanda
mengatasi n obat yang vital, TD pasien
tekanan darah tidak perlu, masi diambang
tinggi dan obat tanpa normal untuk
membantu indikasi. lansia.
melindungi DRP
ginjal dari kategori 2
kerusakan
akibat DM.
Selain itu
digunakan
untuk
mencegah
stroke dan
serangan
jantung.

8 Codein Golongan DRP dihentikan Memiliki indikasi


opioid untuk kategori 2. yang sama dengan
meredakan Pasien newdiatabs yaitu
nyeri ringan- mendap untuk mengatasi
sedang, terapi obat diare, selain itu
mengurangi yang tidak kodein
gejala batuk dan perlu,
sebagai Sebagai duplikasi
antimotilitas terapi
untuk diare
akut.

9 Amiodaron Gangguan ritme dilanjutkan Untuk mengatasi


jantung aritmia pada
(perubahan pasien.
fibrilasi atau
flutter),
gangguan ritme
nodal,
mengurangi
paroksismal
atrial
fibrilasi/flutter,
paroksimal
supraventrikular
takokardia,
aritmia
ventrikular

10 Tyarit Aritmia Pasien dilanjutkan Karena memiliki


ventrikular, mendapatka kandungan yang
vibrilasi n obat yang sama dengan
ventrikular tidak perlu. amiodaron, selain
kambuhan, DRP itu dosis tyarit
takikardia Kategori 2 terlalu redah untuk
ventrikular, memberikan efek
hemodinamik terapi.
tidak stabil.

11 Newdiatabs Sebagai dilanjutkan Untuk mengatasi


antidiare untuk diare pasien agar
memperbaiki kualitas veses
kualitas feses lebih baik.
debgan
memperlambat
gerakan usus
besar.

12 KCl Sebagai
suplemen K,
Untuk
mengatasi
hipokalemia
(kekurangan
kadar kalium)

13 Aspar K Sebagai
suplemen K,
Untuk
mengatasi
hipokalemia
(kekurangan
kadar kalium)

Pasien membutuhkan terapi obat tambahan untuk mengatasi asam urat yang
kadarnya melebihi batas normal. Kami merekomendasikan alopurinol sebagai lini
pertama untuk mengatasi asam uratnya. Hal ini termasuk DRP dengan kategori 1,
yaitu pasien membutuhkan terapi obat tambahan.

F. Tujuan akhir (gool therapy) farmakoterapi untuk pasien pada kasus ini
Tujuan terapinya adalah menghilangkan gejala, artinya pasien tidak lagi
mengalami muntaber dan keluhan lainnya seperti nyeri perut, muntah dan
lemas serta mengatasi masalah dehidrasi yang dialami pasien dikarenakan
penyakit muntaber ini. Dehidrasi merupakan masalah paling serius yang perlu
diatasi terutama pada pasien lansia karena akan berakibat fatal hingga
menyebabkan kematian. Strategi terapi dapat menggunakan terapi non
farmakologi dan farmakologi, terapi non farmakologi seperti memakan
makanan dengan tekstur halus dan mudah dicerna, serta perbanyak minum air
putih. Sedangkan terapi farmakologinya berupa pemberian obat-obatan.
Selain mengatasi keluhan utama, juga dilakukan penanganan penyakit
lainnya berdasarkan pemeriksaan laboratorium.
G. penjelasan terapi yang tepat , alternatif, rencana optimal tatalaksana
dan strategi pengobatan serta evaluasi outcome terapinya.
1. Terapi yang tepat diberikan adalah sebagai berikut :

2. Rencana optimal dan strategi pengobatan


 Menghentikan penggunaan KAEN 3B untuk terapi cairannya dan
diganti dengan RL karena memiliki indikasi yang sama dengan KAEN
3B. selain itu KAEN 3B juga memiliki resiko atau efek samping
berupa peningkatan gadar glukosa darah karena mengandung
dextrosa, sementara pasien mengalami hiperglikemik (tinggi kadar
glukosa) sehingga KAEN 3B tidak direkomendasikan.
 Menghentikan pemberian oksigen karena pasien tidak mengalami
sesak pada keluhannya
 Penggunaan ranitidin dilanjutkan, untuk mengatasi masalah radang
usus pasien yang merupakan pasien gastroenteritis dengan keluhan
nyeri abdomen.
 Menghentikan penggunaan antibiotik karena tidak ada gejala adanya
infeksi, seperti darah dan lendir pada tinja.

H. saran-saran anda (sebagai apoteker ) untuk edukasi pasien
DAFTAR PUSTAKA
Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical
Education. 2015;42(7):504-8.
Barr, w. and smith, a. (2017). [online] Available at: http://Acute
Diarrhea in Adults WENDY BARR, MD, MPH, MSCE,
and ANDREW SMITH, MD Lawrence Family Medicine
Residency, Lawrence, Massachusetts [Accessed 5 Mar.
2017].

Cipolle, R., Strand, L.M., Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care. McGraw-
Hill. New York.
Cipolle, R., Strand, L.M., Morley, P.C. 1992. Pharmaceutical Care An
Introduction Current Concept. McGraw-Hill. New York.
Dennis L., Anthony S., Stephen H., Dan L., Larry J., Joseph L. 2016.
Harrison's Gastroenterology and Hepatology. 3rd Edition.
Philadelphia: McGraw Hill.
mary E. Wiskow, M. 2012. Wabah Akut Gastroenteritis Menular Keorang

Ngatisyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta.

Nurs., Nursalam M., dkk. 2005. Asuhan Keperawatan pada Bayi dan Anak. Edisi:
1. Selamba Medika. Jakarta
Strand, MD, Morley, PC, Cipolle, RJ, Ramsey, R, Lamsam, GD 1990, ‘Drug-
Related Problems: Their Structure and function’, DICP the Annals of
Pharmacotherapy, vol. 24, pp. 1094-1096.
Subagyo., nurtahjo. 2008. Diare Akut, Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi
IDAI Edisi 1: 87-121.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II eidsi V. Jakarta: Interna
Publishing; 2009

Vafaee, A. Moradi A. 2008. Case Control Study of Acute Diarrhea in Children. J


Ress Heal. Sci 8, 25-32.
DAFTAR PUSTAKA
v
                                                                           

Anda mungkin juga menyukai