Anda di halaman 1dari 47

QBL 3

MEDIKAL MENTOSA

Makalah disusun guna memenuhi tugas


mata kuliah Keperawatan Dasar II

Dosen Pengampu: Ns. Santi Herlina, M.Kep., Sp.Kep.MB

Disusun oleh:
Suci Meliyani 1810711008
Nur Fitria Firliani Pardi 1810711035

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya. Selawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi kita,
Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini ditulis bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Dasar II. Di makalah ini, kami membahas Medikamentosa
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa hormat dan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus dan ikhlas telah memberikan
bantuan sehingga penulis dapat menyelasaikan makalah ini dengan baik dan tepat
waktu. Sebagai penulis, kami menyadari bahwa banyak kekurangan dalam makalah
ini. Oleh karena itu, penulis meminta kritik dan saran pembaca terhadap makalah
ini.

Jakarta, April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
A. Latar belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan masalah ........................................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................................. 2
D. Manfaat ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
A. Prinsip-prinsip Pemberian Obat ..................................................................... 3
B. Pertimbangan Khusus Dalam Pemberian Obat Pada Bayi dan Anak, Lansia 4
C. Bentuk dan Rute Pemberian Obat .................................................................. 8
D. Perhitungan Dosis Obat ................................................................................ 16
E. Pemberian Obat Melalui Oral ....................................................................... 18
F. Pengertian Pemberian Obat Secara Parenteral ............................................. 25
G. Pemberian Obat Melalui Intracutan (IC) ...................................................... 26
H. Pemberian Obat Melalui Intravena (IV) ....................................................... 27
I. Pemberian Obat Melalui Intramuskular (IM) ............................................... 31
J. Pemberian Obat Melalui Subcutan (SC) ...................................................... 39
BAB III SIMPULAN ...................................................................................................... 42
A. Simpulan....................................................................................................... 42
B. Saran ............................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 43

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau
kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk
memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk
obat tradisional.
Peran perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang
dengan cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan.
Perawat diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas
perawat tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat melalui
pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian
obat tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek samping
obat sangat penting untuk dimiliki perawat.
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan
pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien membangun
pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap
obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan
keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.
Oleh karena itu kita harus selalu memperhatikan bagaimana obat itu
bekerja, dosis yang harus kita konsumsi, efek dari pemakaian obat tersebut, dan
keadaan dari obat itu sendiri apakah masih dalam keadaan baik atau sudah tidak
layak untuk digunakan. Sehingga kita akan terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan sepertihalnya over dosis, atau malah menimbulkan kekebalan bagi
penyakit yang kita derita atau bahkan dapat menimbulkan kematian bila salah
dalam mengkonsumsi obat.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja prinsip pemberian obat ?
2. Apa saja pertimbangan khusus dalam pemberian obat pada bayi dan anak ?
3. Apa saja bentuk dan rute pemberian obat ?
4. Bagaimana perhitungan dosis obat ?
5. Apa pengertian dan bagaimana cara pemberian obat secara oral ?
6. Apa perngertian pemberian obat secar parenteral ?
7. Apa pengertian pemberian obat secara IC dan bagaimana carnya ?
8. Apa pengertian pemberian obat secara IV dan bagaimana carnya ?
9. Apa pengertian pemberian obat secara IM dan bagaimana carnya ?
10. Apa pengertian pemberian obat secara SC dan bagaimana carnya ?

1
C. Tujuan
Dapat mengetahui prinsip dalam pemberian obat, bentuk dan rute pemberian
obat, serta cara pemberian obat sesuai dengan rutenya.
D. Manfaat
Penulis berharap para pembaca dari makalah ini dapat mengambil manfaat
serta menambah pengetahuannya terhadap perhitungan dosis dan dapat
menerapkannya didunia kerja.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Prinsip-prinsip Pemberian Obat
Memberikan obat kepada pasien adalah tanggung jawab keperawatan yang
penting dalam banyak pengaturan perawatan kesehatan, termasuk perawatan
rawat jalan, rumah sakit, fasilitas perawatan jangka panjang, dan rumah pasien.
Ada 6 persyaratan sebelum pemberian obat yaitu dengan prinsip 6 benar:

1. Benar Obat
Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya, perawat harus
memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan
obat dari tempat penyimpanan, saat obat diprogramkan dan saat
mengembalikan ke tempat penyimpanan. Obat memiliki nama dagang dan
nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang asing atau baru di
dengar, harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk
menanyakan nama generik atau kandungan obat. Sebelum memberi obat
kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali.
1) Saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat
2) Label botol dibandingkan dengan obat yang diminta
3) Saat dikembalikan ke rak obat
Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus
dikembalikan ke bagian farmasi. Jika pasien meragukan obatnya, perawat
harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat, perawat harus ingat untuk apa
obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
2. Benar Dosis
Untuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka penentuan dosis
harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus
dilengkapi alat tetes, gelar ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk
membelah tablet dan lain-lain sehingga perhitungan obat benar untuk
diberikan kepada pasien.

3. Benar Pasien
Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang
diprogramkan dengan cara mengidentifikasi kebenaran obat dengan
mencocokan nama, nomor register, alamat dan program pengobatan pasien.
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di
tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau
keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non
verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak
sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguang mental atau kesadaran,
maka harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan kepada
keluarga pasien. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.

4. Benar Rute

3
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang
menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien,
kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat
kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan melalui oral, parenteral, topikal,
rektal dan inhalasi.

5. Benar Waktu
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang
diprogramkan, karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat
menimbulkan efek terapi dari obat. Ini sangat penting, khusunya bagi obat
yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar
darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk
memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan.
Dalam pemberian antibiotik tidak boleh diberikan bersama susu, karena susu
dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap tubuh. Ada
obat yang harus diminum setelah makan untuk menghindari iritasi yang
berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.

6. Benar Pendokumentasian
Setelah obat diberikan, perawat harus mendokumentasikan dosis, rute,
waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum
obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan
dilaporkan.
Syifa Putri Salsabila 1810711080

B. Pertimbangan Khusus Dalam Pemberian Obat Pada Bayi dan Anak,


Lansia
a. Bayi dan Anak – anak
Anak – anak bervariasi dalam usia, berat, luas permukaan tubuh,
serta kemampuan untuk menyerap, metabolisme, dan mengekskresikan
obat. Dosis obat anak lebih rendah dari dosis dewasa, sehingga obat harus
dipersiapkan dengan hati – hati. Obat jadi untuk anak biasanya tidak tersedia
sehingga persiapan obat dari sediaan yang ada di pasaran harus sangat hati
– hati.
Semua anak memerluka persiapan psikologis sebelum menerima
obat. Orang tua biasanya merupakan orang yang dapat menentukan cara
terbaik untuk memberian obar pada anaknya. Trauma yang dirasakan anak
akan lebih sedikit jika orang tua yang memberikan obat dan perawat hanya
mengawasinya.
Anak dapat menggnakan obatnya sendiri jika diperkirakan anak
tersebut kooperatif. Jelaskan cara penggunaan obat pada anak, gunakan
kalimat yang pendek dan mudah dimengerti. Penjelasan yang terlalu rumit

4
akan menyebabkan anak menjadi khawatir, terutama untuk prosedur yang
menyakitkan seperti penyuntikan. Perawat harus tetap memberikan obat
kepada anak walaupun anak tersebut menolak untuk bekerja sama walaupun
telah diberikan penjelasan dan dukungan. Jika hal ini terjadi berikan obat
dengan cepat dan hati – hati (Hockenberry dan Wilson 2007). Melibatkan
kemauan anak jika memungkinkan biasanya membuahkan hasil yang baik,
sebagai contoh, mengatakan “ini waktunya untuk minum obat apakah kamu
ingin meminumnya dengan air putih atau jus?” membuat anak menentukan
pilihannya. Jangan memberikan pilihan untuk tidak meminum obatnya.
Setelah memberikan obat pujilah anak atau berikan hadiah sederhana seperti
pintang atau kupon. Tips untuk pemberian obat pada anak :
1) Obat oral
 Bentuk cair lebih aman untuk ditelan sehingga risiko aspirasi
berkurang
 Gunakan penates untuk memberikan obat cair pada bayi: sedotan
dapat membantu anak yang lebih besar untuk menelan pil.
 Tawarkan jus, minuman ringan, atau es buah setelah anak menelan
obatnya.
 Minuman berkarbonasi yang dicampur es dapat mengurangi rasa
mual.
 Jika mencampur obat dengan makanan, campurkan makanan sedikit
saja, anak biasanya menolak memakan campuran tersebut jika
terlalu banyak.
 Hindari pencampuran obat dengan makanan atau minuman yang
disukainya karena anak tersebut bisa berubah jadi tidak
menyukainya.
 Spuit adalah alat takar yang paling akurat untuk menyiapkan dosis
obat cair, terutama jika jumlahnya kurang dari 10ml.(
cangkir,sendok the, dan tetes tidak akurat.)
 Saat memberikan obat cair, sendok, cangkir plastic atau spuit oral
tanpa jarum dapat juga digunakan.
2) Injeksi
 Berhati – hatilah saat memilih area penyuntikan intramuscular
karena bayi dan anak kecil memiliki otot yang beym berkembang
sempurna.
 Anak – anak terkadang tidak dapat duperkirakan dan tidak
kooperatif. Pastikan ada seseorang (lebih baik perawat lain) yang
membantu untuk menahan anak jika diperlukan, mintalah orang tua
sebagai pembuju; bukan penahan, jika anak tersebut memang perlu
ditahan.

5
 Selalu bangunkan anak sebelum memberikan injeksi
 Alihkan konsentrasi anak dengan cara memulai pembicaraan,
memberi balon, atau mainan untuk mengurangi persepsi nyeri.
 Berikan suntikan dengan cepat, dan jangan melawan anak.
 Jika ada waktu, gunakan krim anestesi campuran (eutectic mixture
of local anesthetics[EMLA]).
b. Lansia
Klien lanjut usia memiliki masalah – masalah yang khusus,
kebanyakan masalah ini berkaitan dengan perubahan fisiologi, pengalaman
masa lalu, dan sikap yang telah terbentuk terhadap obat. Perubahan fisiologi
pada lansia yang dapat memengaruhi pemberian dan efektivitas obat yaitu :
 Gangguan mental
 Gangguang penglihatan akut
 Penurunan fungsi renal, mengakibatkan pelambatan eliminasi obat dan
peningkatan konsentrasi obat dalam aliran darah untuk periode yang
lebih lama.
 Absorpsi yang kurang lengkap dan lebihh lambat di saluran
gastrointestinal
 Peningkatan proporsi lemak terhadap massa tubuh tanpa lemak yang
memfasilitasi retensi obat larut lemak dan meningkatkan potensi
toksisitas
 Penurunan fungsi hati yang menghambat biotransformasi obat.
 Penurunan sensitivitas organ, yang berarti bahwa respons terhadap
konsentrasi obat yang sama disekitar rgan target berkurang pada
langsia dibandingkan saat muda
Banyak perubahan ini meningkatkan kemungkinan efek akumulasi dan
toksisitas, sebagai contoh, gangguan sirkulasi memperlambat kerja obat
yang diberikan melalui intramuscular atau subkutan. Digitalis, yang sering
digunakan oleh lansia, dapat berakumulasi hingga ke level toksik dan dapat
mematikan. Lansia sering kali mengonsumsi beberapa obat dalam satu hari.
Kemungkinan kesalahan meningka seiring pertambahan jumlah obat yang
dikonsumsi, bai yang diberikan sendiri dirumah atau diberikan di rumah
sakit. Jumlah obat yang lebih banyak juga menimbulkan masalah interaksi
obat. Pedoman umum yang harus diikuti adalah lansia harus mengonsumsi
obat sesedikit mungkin.
Lansia biasanya memerlukan dosis obat yang lebih kecil, terutama
sedative da depresan system saraf pusat lainnya. Reaksi lansia terhadap
obat, terutama sedative tidak dapat dipresikdi dan sering kali aneh. Tidak
jarang terlihat iritabilitas,konfusim disorientasi, gelisah dan inkontinensia

6
akibat pemberian sedative. Oleh karena itu, perawat perlu mengobservasi
klien dengan cermat terhadap reaksi yang tidak diharapkan. Dokter sering
kali mengikuti pedoman pemberian obat yang tak tertulis “mulai dengan
dosis rendah dan lanjutkan perlahan” ketika memprogramkan obat kepada
lansia. Dosis awal yang diberikan sering kali rendah dan kemudian secara
bertahap ditingkatkan dengan pemantauan ketat terhadap kerja dan efek
samping obat.
Sikap klien lansia terhadap perawatan medis dan obat sangat beragam.
Lansia cenderung memercayai kebijaksanaan dokter lebih cepat
dibandingkan orang yang masi muda. Beberapa lansia sering merasa
bingung terhadap resep beberapa obat dan menerima obat secara pasif dari
perawat tetapi tidak memakannya, meludahkan tablet atau kapsul setelah
perawat meninggalkan ruangan. Dengan demikian, perawat dianjurkan
untuk tetap bersama klien hingga mereka menelan obanya. Sedangkan yang
lainnya mungkin bersikap curiga terhadap obat dan secara aktif
menolaknya.
Lansia adalah orang dewasa yang memiliki penalaran. Oleh sebab itu,
perawat perlu menjelaskna alas an dan efek obat. Pendidikan ini dapat
mencegah klien melanjutkan penggunaan obat dalam jangka waktu yang
lama atau menghentikan konsumsi obat terlalu cepat. Sebagai contoh klien
sebaiknya mengetahui bahwa diuretic akan menyebabkan mereka berkemih
lebih sering dan dapat menurunkan edema tungkao. Instruksi tentang obat
perlu dinerikan kepada semua klien. Instruksi ini termasuk kapan obat
diminum, efek yang diharapkan dan bilamana harus berkonsultasi ke dokter.
Karena beberapa klien perlu minum beberapa obat setiap hari dan
karena ketajaman penglihatan dan memori mungkin terganggu, perawat
perlu mengembangkan rencana yang sederhana dan realistic yang akan
diterapkan klien di rumah. Sebaai contoh, mengingat untuk minum obat
mungkin sulit bagi kebanyakan orang terutama lansia. Apabila minm obat
dijadwalkan bersama makanan atau waktu tidur, klien tidak terlalu lupa.
Beberapa klien mungkin meminum obat mereka dan beberapa jam kemudia
lupa apakah mereka sudah minum obat atau belum. Satu solusi yang baik
adalah dengan menggunakan wadah atau gelas khusus obat. Gelas atau
wadah yang kosong menunjukan bahwa individu telah meminum obat.
Gangguang ketajaman penglihatan menimbulkan masalah yang dapat
diatasi dengan menuliskan rencana dengan huruf besar dan tebal yang cukup
dapat dibaca oleh klien. Pada beberapa situasi bantuan pasangan dan anak
dapat dimasukkan.
Lansia sering kali mengalami gangguan keterampilan manual akbiat
artrits atau kekakuan pada tangan dan jari – jari mereka akibat proses
penuaan. Gangguan ini menyebabkan klien kesulitan untuk membuka
wadah obat atau memberikan obat lainnya secara mandiri seperti tetes mata,
tetes telinga, injeksi insulin dan inhalasi. Perawat dapat membantu klien

7
membuat perubahan yang diperlukan atau mengatur bantuan orang lan
untuk membantu mereka menggunakan obat.
Pertimbangan khusus selama pemberian obat :
 Sederhanakan rencana terapi obat jika dimungkinkan
 Berikan instruksi dan sederhana,dan sediakan juga penjelasan secara
tertulisdengan huruf besar
 Lakukan pengkajian status fungsional untuk menentukan apakah klien
perlu dibantu dalam menggunakan obatnya
 Biarkan klien meminm sedikit air sebelum meminum obatnya untuk
memudahkan menelan dan sarankan klien untuk meminum setidaknya
5 – 6 ons cairan setelah menelan obat
 Beberapa klien lansia sangat sensitive terhadap obat, terutama obat yang
bekerja pada system saraf pusat. Untuk itu perhatikan dengan cermat
respons klien terhadap pengobatan dan antisipasi apakah perlu
penyesuaian dosis
 Jika klien memiliki kesulitan menelan kapsul atau tablet :
a) Mintalah dokter untuk mengganti ke obat cair jika memungkinkan
b) Minta klien untuk duduk tegak dan menundukkan dagunya agar
mengurangi risiko aspirasi
c) Beri tahu alternative selain obat, seperti diet yang seimbang daripada
vitamin dan latihan daripada obat laksatif
 Lihat kembali riwayat penggunaan obat, termasuk penggunaan obat
bebas yang sering digunakan.
Maila Faiqoh Tsauroh (1810711085)
Putri Irayani (1810711086)

C. Bentuk dan Rute Pemberian Obat


 Bentuk Obat
1. Obat Tablet
Jenis obat tablet ini adalah
bahan obat yang dipadatkan
tanpa bahan tambahan (murni
bahan obat). Obat berbentuk
tablet ini pemakaiannya adalah
dengan cara dimakan atau

8
diminum. Jenis obat berbentuk tablet ini terbagi lagi menjadi beberapa jenis,
yaitu:

- Tablet Kempa
Jenis obat berbentuk tablet yang paling banyak digunakan oleh
masyarakat. Obat berbentuk tablet ini dibuat sesuai dengan bentuk
cetakannya dan memiliki ukuran yang sangat bervariasi.
- Tablet Hipodermik
Jenis obat tablet hipodermik ini adalah obat tablet yang mudah larut di
dalam air. Proses pelarutannya juga terjadi secara sempurna.
- Tablet Effervescent
Jenis obat tablet effervescent ini memang sengaja dibuat agar mudah
larut di dalam air. Penggunaan jenis tablet ini adalah dengan
melarutkannya dahulu didalam air sebelum diminum. Tablet
Effervescent ini tidak boleh langsung anda telan atau dimakan sebelum
dilarutkan dalam air.
- Tablet Kunyah
Obat berbentuk tablet yang satu ini penggunaan dilakukan dengan cara
dikunyah. Biasanya, jenis obat tablet seperti ini memiliki rasa yang
lebih enak dibandingkan dengan obat – obat yang lainnya, karena
pemakaiannya yang harus langsung dimakan atau dikunyah.

2. Obat Berbentuk Serbuk (Pulvis)


Jenis obat ini adalah obat
berbentuk serbuk yang merupakan
campuran dari bahan kimia atau
obat, yang biasanya digunakan
untuk pemakaian atau pengobatan
luar. Jenis obat yang satu ini
memiliki karakteristik homogen
dan kering, serta homogenisitasnya
dipengaruhi oleh ukuran partikel
dan densitasnya atau berat jenisnya. Obat jenis ini juga memiliki derajat
kehalusan tertentu.
Obat berbentuk serbuk ini memiliki keuntungan / kelebihan seperti :
o Campuran obat dan bahan obat sesuai kebutuhan
o Dosisnya lebih tepat, lebih stabil dari jenis obat larutan

9
o Bersifat disolusi atau cepat larut di dalam tubuh
o Tidak memerlukan banyak bahan tambahan

3. Obat Berbentuk Pil


Jenis obat berbentuk pil ini
adalah bentuk obat yang berbentuk
bundar (bulat) padat kecil yang
mengandung bahan atau zat obat.
Pemakaian obat ini dilakukan dengan
cara dimakan atau diminum. Bobot pil
idealnya adalah berkisar antara 100 –
150 mg, biasanya sih bobot rata –
ratanya adalah 120 mg, namun karena
suatu hal, bobot tersebut sering tidak
terpenuhi.

4. Obat Berbentuk Kapsul


Obat jenis kapsul ini terdiri dari bahan
obat yang dibungkus dengan bahan padat, yang
mudah larut. Bahan pembungkus ini sangat
berguna agar obat mudah ditelan, menghindari
bau dan rasa yang tidak enak dari obat, serta
menghindari kontak langsung dengan sinar
matahari. Obat bentuk kapsul ini umumnya
berbentuk bulat panjang dengan pangkal dan
ujungnya yang tumpul.
Akan tetapi beberapa pabrik membuat obat kapsul dengan bentuk
khusus, misal ujungnya lebih runcing atau rata. Kapsul ini juga dapat
mengandung zat warna yang aman atau zat warna dari berbagai oksida besi,
bahan opak seperti titanium dioksida, bahan pendispersi, bahan pengeras
seperti sukrosa dan pengawet. Biasanya bahan ini mengandung antara 10 –
15 % air.
5. OBAT BERBENTUK KAPLET
Jenis obat kaplet ini
merupakan jenis obat yang
bentuknya penggabungan dari
bentuk tablet dan kapsul.
Kaplet ini tidak memakai
pembungkus sebagaimana

10
halnya obat berbentuk tablet pada umumnya, namun bentuk fisiknya
menyerupai kapsul.
Selain bentuknya yang lebih menarik, bentuk ini juga berfungsi
untuk melindungi obat dari pengaruh kelembapan udara atau untuk
melindungi obat dari keasaman lambung. Kaplet pun merupakan obat padat
yang dibuat secara kempa cetak sehingga bentuknya menjadi oval seperti
kapsul.

6. Obat Berbentuk Larutan


Obat jenis ini adalah obat yang
bentuknya berupa larutan, yang dapat larut
di dalam air, pemakaian obat jenis ini ada
yang diminum dan ada juga untuk obat luar
(seperti obat kulit). Jenis obat berbentuk
larutan ini memiliki keuntungan, seperti:
o Merupakan campuran homogen
o Dosis mudah diubah – ubah dalam pembuatannya.
o Dapat diberikan dalam bentuk larutan yang encer, sedangkan kapsul
dan tablet sulit diencerkan.
o Kerja awal obat lebih cepat karena obat cepat terabsorpsi.
o Mudah diberi pemanis, pengaroma dan warna dan hal ini cocok untuk
pemberian obat pada anak-anak.
o Untuk pemakaian luar bentuk larutan mudah digunakan.
7. Obat Berbentuk Suspensi
Obat berbentuk suspensi ini
pemakaiannya juga dilarutkan di dalam air.
Namun ada bagian yang tidak larut, berupa
butiran – butiran, contoh umumnya adalah
vegeta.

8. Obat Berbentuk Extract


Obat jenis ini dihasilkan dari proses extraksi dari bahan bahan obat
– obatan, baik dari hewan ataupun tumbuhan. Obat berbentuk ekstrak ini
merupakan sediaan pekat, yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari
simplisia nabati atau simplisia hewani dengan menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa

11
atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi
ukuran yang ditetapkan.

9. Obat Berbentuk Salep


Obat ini adalah jenis obat luar,
bentuknya berupa semi padat yang bisa
dioleskan pada kulit atau selaput lendir. Bahan
obat jenis salep ini harus larut dan terdispersi
pada bahan dasar salep.

10. Obat Berbentuk Suppositoria


Obat jenis ini merupakan
sedian padat dalam berbagai bobot
dan bentuk, yang diberikan melalui
rektal, vagina atau uretra.
Padaumumnya jenis obat ini akan
meleleh, melunak atau melarut
pada suhu tubuh.
Penggunaan lokal : memudahkan
defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan inflamasi karena hemoroid.
Penggunaan sistemik : aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin
untuk anti muntah, chloral hydrat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk
analgenik antipiretik.

11. Obat Berbentuk Cair Tetes


Obat ini berbentuk cair dengan
penggunaan meneteskan ke bagian yang
terkena penyakit. Obat ini biasanya
digunakan untuk obat dalam, tetes mulut,
tetes telinga, tetes hidung dan tetes mata.
12. Obat Injeksi (suntik)
Istilah injeksi berarti adalah mendorong sejumlah cairan obat ke
dalam tubuh menggunakan jarum suntik. Cara injeksi yang biasa digunakan
oleh dokter, perawat ataupun bidan adalah IM(otot atau intramuscullar),
IV(pembuluh darah atau intravena), SC(jaringan lemak dibawah kulit atau
subcutan) dan ID(lapisan diantara kulit atau intradermal).

12
Obat jenis ini berbentuk cair
(larutan,emulsi atau suspensi) yang
disuntikkan ke tubuh penderita,
dengan tujuan agar kerja obat lebih
cepat dan untuk mengobati penderita
yang tidak bisa makan obat melalui
mulut.

 Rute Pemberian Obat


Rute pemberian obat terutama ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan
obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat 2 rute
pemberian obat yang utama, enteral dan parenteral.
A. Enteral
1. Oral
Memberikan suatu obat melalui muut adalah cara pemberian
obat yang paling umum tetapi paling bervariasidan memerlukan jalan
yang paling rumit untuk mencapai jaringan. Beberapa obat diabsorbsi
di lambung; namun, duodenum sering merupakan jalan masuk utama
ke sirkulasi sistemik karena permukaan absorbsinya yang lebih besar.
Kebanyakan obat diabsorbsi dari saluran cerna dan masuk ke ahti
sebelum disebarkan ke sirkulasi umum. Metabolisme langakah pertama
oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak obat ketika diminum per
oral.
Minum obat bersamaan dengan makanan dapat mempengaruhi
absorbsi. Keberadaan makanan dalam lambung memperlambat waktu
pengosongan lambung sehingga obat yang tidak tahan asam, misalnya
penisilin menjadi rusak atau tidak diabsorbsi. Oleh karena itu, penisilin
ata obat yang tidak tahan asam lainnya dapat dibuat sebagai salut
enterik yang dapat melindungi obat dari lingkungan asam dan bisa
mencegah iritasi lambung. Hal ini tergantung pada formulasi, pelepasan
obat bisa diperpanjang, sehingga menghasilkan preparat lepas lambat.

2. Sublingual
Penempatan di bawah lidah memungkinkan obat tersebut
berdifusi kedalam anyaman kapiler dan karena itu secara langsung
masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pemberian suatu obat dengan rute
ini mempunyai keuntungan obat melakukan bypass melewati usus dan
hati dan obat tidak diinaktivasi oleh metabolisme.

13
3. Rektal
50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal;
jadi, biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan
rektal mempunyai keuntungan tambahan, yaitu mencegah
penghancuran obat oleh enzim usus atau pH rendah di dalam lambung.
Rute rektal tersebut juga berguna jika obat menginduksi muntah ketika
diberikan secara oral atau jika penderita sering muntah-muntah.

B. Parenteral
Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya
buruk melalui saluran cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak
stabil dalam saluran cerna. Pemberian parenteral juga digunakan untuk
pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam keadaan yang memerlukan
kerja obat yang cepat.
Pemberian parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap
dosis yang sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh.
1. Intravena (IV)
Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yan
sering dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering
tidak ada pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran
cerna dan oleh karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati.
Rute ini memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali
atas kadar obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat
dalam saluran cerna, obat-obat yang disuntukkan tidak dapat diambil
kembali seperti emesis atau pengikatan dengan activated charcoal.
Suntikan intravena beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui
kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena
pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan
jaringan-jaringan. Oleh karena it, kecepatan infus harus dikontrol
dengan hati-hati. Perhatiab yang sama juga harus berlaku untuk obat-
obat yang disuntikkan secara intra-arteri.
2. Intramuskular (IM)
Obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa
larutan dalam air atau preparat depo khusus sering berpa suspensi obat
dalam vehikulum non aqua seperti etilenglikol. Absorbsi obat dalam
larutan cepat sedangkan absorbsi preparat-preparat depo berlangsung
lambat. Setelah vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut
mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-
lahan memberikansuatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang
lebih lama dengan efek terapetik yang panjang.

14
3. Subkutan
Suntikan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan dengan
suntikan intravaskular. Contohnya pada sejumlah kecil epinefrin
kadang-kadang dikombinasikan dengan suatu obat untuk membatasi
area kerjanya. Epinefrin bekerja sebagai vasokonstriktor lokal dan
mengurangi pembuangan obat seperti lidokain, dari tempat pemberian.
Contoh-contoh lain pemberian obat subkutan meliputi bahan-bahan
padat seperti kapsul silastik yang berisikan kontrasepsi levonergestrel
yang diimplantasi unutk jangka yang sangat panjang.
C. Lain-lain
1. Inhalasi
Inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati
permukaan luas dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang
menghasilkan efek hampir sama dengan efek yang dihasilkan oleh
pemberian obat secara intravena. Rute ini efektif dan menyenangkan
penderita-penderita dengan keluhan pernafasan seperti asma atau
penyakit paru obstruktif kronis karena obat diberikan langsung ke
tempat kerja dan efek samping sistemis minimal.
2. IntranasaL
Desmopressin diberikan secara intranasal pada pengobatan
diabetes insipidus; kalsitonin insipidus; kalsitonin salmon, suatu
hormon peptida yang digunakan dalam pengobtana osteoporosis,
tersedia dalam bentuk semprot hidung obat narkotik kokain, biasanya
digunakan dengan cara mengisap.
3. Intratekal/intraventricular
Kadang-kadang perlu untuk memberikan obat-obat secara
langsung ke dalam cairan serebrospinal, seperti metotreksat pada
leukemia limfostik akut.
4. Topikal
Pemberian secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat
diinginkan untuk pengobatan. Misalnya, klortrimazol diberikan dalam
bentuk krem secara langsung pada kulit dalam pengobatan
dermatofitosis dan atropin atropin diteteskan langsung ke dalam mata
untuk mendilatasi pupil dan memudahkan pengukuran kelainan
refraksi.
5. TransdermaL
Rute pemberian ini mencapai efek sistemik dengan pemakaian
obat pada kulit, biasanya melalui suatu “transdermal patch”. Kecepatan

15
absorbsi sangat bervariasi tergantun pada sifat-sifat fisik kulit pada
tempat pemberian. Cara pemberian obat ini paling sering digunakan
untuk pengiriman obat secara lambat, seperti obat antiangina,
nitrogliserin.
Dinda Nur Aini 1810711084

D. Perhitungan Dosis Obat


Pemberian obat yang tepat tergantung pada kemampuan perawat dalam
menghitung dosis obat secara akurat dan mengukur obat dengan benar.
Kesalahan dalam menghitung obat sering menyebabkan kesalahan yang fatal.
Perawat bertanggung jawab untuk memeriksa kembali perhitungan obat
sebelum memberikannya kepada klien.
a. Sistem Metrik
Menggunakan sistem decimal, sistem metric merupakan sistem yang
paling teratur. Tiap unit dasar pengukuran dikelompokkan ke dalam unit 10.
Seperti:
10,0 mg x 10 = 100 mg
10,0 mg : 10 = 1 mg
Pada saat membuat dosis metric, sangat penting untuk selalu mencantumkan
angka 0 seperti 1,0 mg atau 1,0 ml dan selalu mengikuti angka 0 sebelum
angka decimal seperti 0,1 mg agar sesuai dengan petunjuk yang berlaku
( Institute for Safe Medication Practices, 2006A; TJC, 2007).
Unit dasar metric yaitu meter, liter, dan gram.
b. Ukuran Rumah Tangga
Sistem pengukuran ini yang paling banyak diketahui oleh orang, namun
tidak akurat. Dikarenakan alat rumah tangga seperti sendok, sendok teh dan
cangkir sering kali berbeda ukuran disetiap rumah.
c. Larutan
Perawat menggunakan larutan dalam berbagai konsentrasi untuk
suntikan, irigasi, dan cairan infus. Larutan adalah campuran obat berbentuk
padat dalam cairan dengan volume tertentu atau campuran satu cairan
tertentu dengan cairan lain yang masing masing volumenya telah
ditentukan. Jika massa padat dilarutkan dalam cairan, konsentrasi adalah
dalam unit massa per volume (gr/l) ataiu (mg/ml) serta juga bisa dinyatakan
dalam persentase.Sebagai contoh larutan 10% merupakan 10 gram massa
padat yang dilarutkan dalam 100ml cairan.

16
Terdapat banyak rumus yang digunakan untuk menghitung dosis obat.
Gunakan rumus dasar dibawah ini untuk menyiapkan obat dalam bentuk
padat atau cairan :
Dosis yang dibutuhkan x jumlah yang tersedia = jumlah yang akan
diberikan (x)
Dosis yang tersedia
* Dosis yang dibutuhkan adalah jumlah obat yang diresepkan
* Dosis yang tersedia adalah dosis obat yang tersedia dari pabrik
(seperti mg, unit)
* Jumlah yang tersedia adalah unit dasar atau jumlah obat yang
mengandung dosis obat yang tersedia. Untuk obat padat, biasanya
dalam bentuk kapsul kalau cairan biasanya berupa ml atau l,
tergantung pada botol kemasan.
Contoh : heparin sering didistribusikan dalam larutan 10.000 unit per
mililiter dalam vial. Jika diprogramkan untuk 5000 unit, perawat dapat
menggunakan formula sebelumnya.
x = 5000
10.000
= ½ ml
Beberapa rumus dapat digunakan untuk menghitung dosis obat. Salah satu
rumus menggunakan rasio :
Dosis ditangan = dosis yang diinginkan
Jumlah di tangan jumlah yang diinginkan (x)
Contoh : diprogramkan eritromisin 500mg. Preparat yang tersedia dalam
bentuk cair mengandung 250 mg eritormisin dalam 5 ml. Untuk menghitung
dosis, perawat menggunakan rumus
Dosis ditangan (250 mg) = dosis yang diinginkan (500 mg)
Jumlah di tangan (5ml) jumlah yang diinginkan (x)

Kemudian perawat mengali-silangkan :


250x = 5 ml x 500 mg
x = 5 ml x 500 mg

17
250 mg
= 10 ml Jadi dosis yang diberikan adalah 10 ml.
Dosis untuk anak-anak
Meskipun dosis telah ditulis di progrm obat, perawat harus memahami
tentang dosis aman untuk anak-anak. Tidak seperti dosis orang dewasa,
dosis anak-anak tidak selalu standar. Ukuran tubuh secara bermakna
memengaruhi dosis.
Luas permukaan tubuh
Luas permukaan tubuh ditentukan menggunakan nomogram dan tinggi
serta berat badan anak. Metode ini dianggap paling akurat dalam mengitung
dosis anak. Nomogram standar memberikan ukuran luas permukaan tubuh
menurut berat dan tinggi badan. Rumusnya adalah rasio luas permukaan
tubuh anak terhadap area permukaan tubuh rata-rata orang dewasa (1,7
meter kuadrat atau 1,7 ㎡ dikalikan dengan dosis obat dewasa normal :
Dosis anak-anak :

Anak(㎡) x dosis dewasa normal

1,7㎡
Contoh : anak dengan berat badan 10 kg dan tinggi badan 50 cm memiliki
luas permukaan tubuh 0,4 ㎡ . oleh sebab itu, dosis tetrasiklin untuk anak
yang sama dengan 250 mg pada orang dewasa adalah :

Dosis anak= 0,4㎡ x 250 mg

1,7㎡
= 0,23x250 = 58,82 mg
Jihan Almira Dewi 1810711036
Murni 1810711040

E. Pemberian Obat Melalui Oral

1. Teknik Pemberian Obat Secara Oral


a. Definisi
Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai
karena ini merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan
nyaman bagi pasien. Berbagai bentuk obat dapat diberikan secara oral
baik dalam bentuk tablet, sirup, kapsul atau puyer. Untuk membantu

18
absorbsi, maka pemberian obat per oral dapat di sertai dengan
pemberian setengah gelas air atau cairan lain.
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan iritasi lambung dan
menyebabkan muntah (misalnya garam besi dan salisilat). Untuk
mencegah hal tersebut, obat di persiapkan dalam bentuk kapsul yang
diharapkan tetap utuh dalam suasana asam di lambung, tetapi menjadi
hancur pada suasana netral atau basa di usus. Dalam memberikan obat
jenis ini, bungkus kapsul tidak boleh dibuka, obat tidak boleh dikunyah
dan pasien diberitahu untuk tidak minum antasida atau susu sekurang-
kurangnya satu jam setelah minum obat.
Apabila obat dikemas dalam bentuk sirup, maka pemberian harus di
lakukan dengan cara yang paling nyaman khususnya untuk obat yang
pahit atau rasanya tidak enak. Pasien dapat diberi minuman dingin (es)
sebelum minum sirup tersebut. Sesudah minum sirup pasien dapat diberi
minum pencuci mulut atau kembang gula.

b. Jenis-jenis obat per-oral


1. Pil
Yaitu satu atau lebih dari satu obat yang dicampur dengan
bahan kohesif dalam bentuk lonjong, bulat, atau lempengan. Pil
hendaknya di telan secara utuh karena dapat mengandung obat-
obatan yang rasanya sangat tidak enak atau zat besi yang bisa
membuat gigi penderita berwarna hitam.
2. Tablet
Yaitu obat bubuk yang dipadatkan dalam bentuk lonjong
atau lempengan. Tablet dapat dipatahkan untuk mempermudah
dalam menelan.
3. Bubuk
Yaitu obat yang ditumbuk halus. Bubuk ini tidak dapat larut
dalam air dan dapat diberikan kepada penderita dengan cara berikut
:
 Dari kertas pembungkusnya di jatuhkan langsung keatas
lidah penderita.
 Kita campur dalam air atau susu (campuran tersebut harus
terus kita aduk karena bubuk itu tidak larut dalam cairan
tersebut).
 Dipersiapkan dalam pembungkus obat bubuk.
4. Drase
Yaitu obat-obatan yang dibungkus oleh selaput tipis gula.
Harus ditelan secara utuh karena dapat mengandung obat-obatan
yang mempunyai kemampuan untuk mengiritasi selaput lendir
lambung pasien.
5. Kapsul
Yaitu obat dalam bentuk cair, bubuk atau minyak dengan
dibungkus gelatin yang juga harus ditelan secara utuh karena dapat
menyababkan muntah akibat iritasi selaput lendir lambung pasien.

19
Suatu obat dipersiapkan dalam bentuk kapsul dengan harapan agar
tetap utuh dalam suasana asam lambung tetapi menjadi hancur pada
suasana netral atau basa di usus. Dalam pemberian obat jenis kapsul,
bungkus kapsul tidak boleh dibuka, obat tidak boleh dikunyah dan
pasien diberitahu untuk tidak minum susu atau antacid sekurang-
kurangnya satu jam setelah minum obat.
6. Sirup
Disini menggunakan sendok pengukur, gelas pengukur
(yang kecil), atau botol tetesan. Terkadang sirup sebelum diminum
harus dikocok terlebih dahulu. Pemberiannya harus dilakukan
dengan cara yang paling nyaman khususnya untuk obat yang pahit
atau dengan rasa yang tidak enak. Pasien dapat diberi minum dingin
(es) sebelum minum sirup tersebut. Sesudah minum sirup, pasien
dapat diberi minum pencuci mulut atau kembang gula.

c. Keuntungan dan Kerugian Pemberian Obat secara Oral


1. Keuntungan
- Harga relatif lebih murah,
- Bisa dilakukan sendiri oleh pasien,
- Tidak menimbulkan rasa nyeri,
- Bila terjadi keracunan, obat masih bisa dikeluarkan dari tubuh
dengan cara reflek memuntahkan dari faring dan kumbah
lambung asalkan obat diminum belum melebihi 4 jam artinya
obat masih di dalam gaster,
- Tetapi bilamana lebih dari 4 jam tapi belum melebihi 6 jam racun
di dalam intestinum atau belum mengalami absorbsi.
2. Kerugian
- Bereaksi lambat sehingga cara inj tidak dapat dipakai pada
keadaan gawat. Obat yang diberikan per oral biasanya
membutuhkan waktu 30 sampai dengan 45 menit sebelum di
absorbsi dan efek puncaknya dicapai setelah 1 sampai dengan 1
1⁄ jam. Rasa dan bau obat yang tidak enak sering mengganggu
2
pasien.
- Cara per oral tidak dapat dipakai pada pasien yang mengalami
mual-mual, muntah, semi koma, pasien yang akan menjalani
pengisapan cairan lambung, serta pada pasien yang mempunyai
gangguan menelan.

d. Rute pemberian obat secara oral


Sesudah sediaan obat masuk ke dalam lambung, ia akan menuju ke
dalam saluran usus dengan kecepatan yang bergantung dengan
kecepatan pengosongan obat oleh lambung (gastric emptying rate).
Kecepatan jonjot lambung bisa lambat atau cepat tergantung pengaruh
obat, makanan, atau penyakit. Jika kecepatan jonjot lambung lebih cepat
dari normal maka obat yang diminum akan lebih cepat mencapai tempat
absorbsi (usus halus), demikian sebaliknya. Selanjutnya, ketika sediaan

20
obat mencapai saluran lambung usus, ia akan mengalami disenegrasi
(pecah) menjadi agregat-agregat kecil sampai halus sambil melepas
senyawa obat.

e. Prosedur pemberian obat secara oral


1. Persiapkan alat
- Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat
- Obat dan tempatnya
- Air minum dalam tempatnya
2. Persiapan pasien
- Menjelaskan tujuan pemberian obat
- Memnjelaskan tindakan yang akan dilakukan
- Atur posisi pasien senyaman mungkin
3. Persiapan perawat/petugas
- Cuci tangan
- Menggunakan APD bila diperlukan
4. Prosedur kerja
- Baca obat dengan prinsip benar obat, benar pasien, benar waktu,
benar dosis, benar tempat, benar cara pemberian, benar
dokumentasi
- Bantu untuk meminumkannya dengan cara :
a. Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari
botol, maka tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam
botol dan pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat
dengan tangan. Untuk obat berupa kapsul jangan lepaskan
pembungkusnya.
b. Kaji kesulitan menelan bila ada, jadikan tablet dalam bentuk
bubuk dan campurkan dengan minuman.
c. Kaji denyut nadi dan tekanan darah sebelum pemberian obat
yang membutuhkan pengkajian.
- Catat perubahan dan reaksi setelah pemberian obat
- Evaluasi respon terhadap obat dengan mencatat reaksi
pemberian obat
- Cuci tangan

f. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat melalui oral


- Obat diberikan melalui mulut
- Mudah dan aman dalam pemakaiannya, lazim dan praktis dalam
pemberiannya
- Tidak semua obat dapat diberikan per oral (contoh : obat yang
bersifat merangsang seperti emetin, aminofilin atau obat yang
diuraikan oleh getah lambung seperti benzilpenisilin, insulin,
dan oksitoksin)
- Pemberian obat oral ini dapat terjadi inaktivasi oleh hati sebelum
diedarkan ke tempat kerjanya

21
- Dapat juga untuk mencapai efek lokal yang diinginkan dan
dikehendaki (contoh : obat cacing, obat untuk pemeriksaan
diagnostik sebagai pemotretan lambung-usus)
- Baik sekali untuk mengobati infeksi usus
- Bentuk sediaan oral diantaranya, yaitu : tablet, kapsul, obat
hisap, sirup dan tetesan.

2. Teknik Pemberian Obat Secara Sublingual


a. Pengertian pemberian obat secara sublingual
Obat sublingual adalah obat yang cara pemberiannya diletakkan
dibawah lidah. Ini berarti bahwa pil diletakkan dibawah lidah dimana ia
akan larut dan diserap ke aliran darah. Orang tersebut tidak boleh minum
atau makan apapun sampai obat itu hilang/habis.
Meskipun cara ini jarang dilakukan, namun perawat harus mampu
melakukannya. Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih cepat yaitu setelah
hancur dibawah lidah maka obat segera mengalami absorbsi ke dalam
pembuluh darah. Cara ini juga mudah dilakukan dan pasien tidak
mengalami kesakitan. Pasien diberitahu untuk tidak menelan obat
karena bila ditelan obat menjadi tidak efektif oleh adanya proses
kimiawi dengan cairan lambung. Untuk mencegah obat tidak ditelan,
maka pasien diberitahu untuk membiarkan obat tetap dibawah lidah
sampai obat menjadi hancur dan terserap. Obat yang sering diberikan
dengan cara ini adalah nitrogliserin yaitu obat vasodilator yang
mempunyai efek vasodilatasi pembuluh darah. Obat ini banyak
diberikan pada pasien yang mengalami nyeri dada akibat angina
pectoris. Dengan cara sublingual, obat beraksi dalam satu menit dan
pasien dapat merasakan efeknya dalam waktu tiga menit (Rodman and
Smith, 1979).
Kelebihan dari cara pemberian obat dengan sublingual adalah efek
obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan
metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari. Obat sublingual
dirancang supaya, setelah diletakkan dibawah lidah dan kemudian larut,
mudah diabsorbsi.

b. Tujuan pemberian obat secara sublingual


Tujuan pemberian obat secara sublingual adalah agar efek yang
ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh darah dibawah lidah
merupakan pusat dari sakit. Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih cepat
yaitu setelah hancur dibawah lidah maka obat segera mengalami
absorbsi kedalam pembuluh darah. Cara ini juga mudah dilakukan dan
pasien tidak mengalami kesakitan. Selain itu, tujuannya untuk
memperoleh efek local dan sistemik, memperoleh aksi kerja obat yang
lebih cepat dibandingkan secara oral dan menghindari kerusakan obat
oleh hepar.

c. Rute pemberian obat secara sublingual

22
Pada pemilihan rute pemberian obatm bergantung pada kandungan
obat dan efek yang diinginkan serta kondisi dan mental pasien. Perawat
sering terlibat dalam pemilihan rute pemberian obat. Hal itu terjadi
karena perawat terlibat dalam perawatan klien secara konsisten.
Pemberian obat secara sublingual dilakukan dengan cara diletakkan
dibawah lidah, kemudian larut sehingga mudah diabsorbsi. Obat yang
diberikan secara sublingual tidak boleh ditelan, jika obat ditelan maka
efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Contoh obat yang sering
diberikan secara sublingual yaitu gliserin.

d. Prosedur pemberian obat secara sublingual


1. Persiapan alat
- Obat yang sudah ditentukan
- Tongspastel (bila perlu)
- Kasa untuk membungkus tongspatel
2. Persiapan klien
- Cek perencanaan keperawatan klien
- Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
3. Persiapan petugas
- Cuci tangan
- Pakai APD bila diperlukan
4. Prosedur pelaksanaan
- Baca obat dengan prinsip benar obat, benar pasien, benar waktu,
benar dosis, benar tempat, benar cara pemberian, benar
dokumentasi
- Memasang tongspatel (jika klien tidak sadar), jikalau pasien
sadar anjurkan klien untuk mengangkat lidahnya
- Meletakkan obat dibawah lidah
- Memberitahu klien supaya tidak menelan obat
- Cuci tangan kembali setelah melakukan rute tersebut pada
pasien
- Perhatikan dan catat reaksi klien setelah pemberian obat
5. Evaluasi
Perhatikan respon klien setalah dilakukan tindakan
keperawatan. Apakah klien tidak menelan obat? Apakah obat dapat
diabsorbsi seluruhnya?
6. Dokumentasi
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan,
respon klien, hasil tindakan, nama obat dan dosis, nama perawat
yang melakukan serta tanda tangan) pada catatan keperawatan.

e. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat secara


sublingual
- Pemberian obat denga cara diletakkan dibawah lidah
- Tidak melalui hati sehingga tidak diinaktif

23
- Dari selaput dibawah lidah langsung ke dalam aliran darah,
sehingga efek yang dicapai lebih cepat, misal pada pasien
serangan jantung dan juga penyakit asma.

f. Keuntungan dan kekurangan pemberian obat secara sublingual


1. Keuntungan
- Lebih mudah diabsorbsi
2. Kekurangan
- Kurang praktis untuk digunakan secara terus menerus dan
merangsang selaput lendir mulut
- Hanya untuk obat yang bersifat lipofil

3. Teknik Pemberian Obat Secara Bukal


a. Definisi
Adalah pemberian obat melalui rute bukal yaitu dilakukan dengan
menempatkan obat padat didalam membran mukosa pipi sampai obat
larut. Klien dianjurkan untuk tidak menguyah atau menelan obat atau
minum air bersama obat.

b. Tujuan
- Memperoleh efek local dan sistemik
- Untuk memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat
dibandingkan secara oral
- Untuk menghindari kerusakan obat oleh hepar

c. Indikasi
Pada penderita angina pektoris, aritmia, hipertensi, dan infark miokard
d. Kontraindikasi
- Klien yang mengalami perubahan fungsi saluran pencernaan
(misal : mual, muntah), mobilitas menurun (setelah anastesi
umum/inflamasi).
- Klien yang tidak mempu menelan
- Klien yang terpasang penghisap lambung dan akan menjalani
pembedahan
- Klien tidak sadar/bingung
- Klien dengan penyakit paru obstruktif, diabetes mellitus dan
disfungsi jantung.

e. Mekanisme kerja
Obat bukan -> obat diletakkan pada membran mukosa pipi -> mukosa
tervaskularisasi pada rongga mulut dan tenggorokan -> pembuluh darah
banyak, membran tipis baik untuk zat yang tidak terionisasi dan lipofil
-> kerja obat cepat, tidak melewati saluran cerna dan hati.

f. Contoh Obat (merk, isi dan dosis)


- Nama merk obat : Nitrogard

24
- Kandungan : 0,6 Nitrogliserin, laktosa monohidrat
- Dosis : 0,3 – 0,6 dilarutkan di kantong bukal setiap 5 menit
sesuai kebutuhan
Nada Tasya 1810711056
Renasti Pratiwi 1810711061

F. Pengertian Pemberian Obat Secara Parenteral


Pemberian medikasi parenteral adalah prosedur keperawatan yang
umum. Perawat memberikan obat parenteral secara intadermal (ID), subkutan
(SC atau SQ). intramuskular (IM), atau intravena (IV). Karena obat-obat ini
diserap lebih cepat dibandingkan obat oral dan tidak dapat ditarik jika sudah
diinjeksikan, perawat harus mempersiapkan dan memberikan obat-obat tersebut
dengan hati-hati dan cermat. Dalam pemberian obat parenteral, perawat harus
memiliki bekal pengetahuan yang sama sebagaimana dalam pemberian obat oral
atau obat topikal; namun, karena injeksi adalah prosedur invasif, teknik aseptik
harus digunakan untuk meminimalkan risiko infeksi.
1. Injeksi Intradermal (ID)
Injeksi intradermal (ID) adalah pemberian obat kedarah dalam
lapisan dermal kulit tepat di bawah lapisan epidermis. Biasanya hanya
sedikit cairan yang digunakan untuk sebagai contoh 0,1 ml. Metode
pemberian ini sering kali digunakan untuk tes alergi dan skring tuberkulosis
(TB). Area yang umun digunakan untuk injeksi intradermal adalah lengan
bawah bagian dalam, dada atas, dan punggung di bawah skapula. Lengan
kiri umum digunakan untuk skrining TO dan lengan kanan digunakan untuk
semua tes lain.
2. lnjeksi Subkutan (SC atau SQ)
Di antara banyak jenis obat yang diberikan secara sub kutan (tepat
dibawah kulit) adalah vaksin, obat pra bedah, narkotik insulin dan heparin.
Area tubuh yang sering digunakan untuk injeksi subkutan (Soata SO adalah
aspek terluar lengan atas dan aspek antetior paha. Area ini sangat sesuai dan
normalnya memiliki sirkulasi darah yang baik. Area lain yang dapat
digunakan adalah skapula pada punggung atas dan area ventroglueal atas
dan dorsogluteal. Hanya dosis kecil (0.5 sampai 1ml) obat yang diinjeksikan
melalui rute subkutaun. Periksa kembali kebijakan institusi.
3. Injeksi Intramuskular (IM)
Injekst kedalam, jaringan otot atau injeksi intra muskular IM,
diabsorbsi lebih cepat dibandingkan injeksi subkutan karena terdapat lebih
banyak pembuluh darah ke otot tubuh.

25
4. Intravena (IV)
Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yan sering
dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada
pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh
karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini
memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar
obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran
cerna, obat-obat yang disuntukkan tidak dapat diambil kembali seperti
emesis atau pengikatan dengan activated charcoal. Suntikan intravena
beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui kontaminasi,
menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena pemberian terlalu cepat
obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan-jaringan. Oleh karena
it, kecepatan infus harus dikontrol dengan hati-hati. Perhatiab yang sama
juga harus berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri.
Nur Fitria Firliani P 1810711035
Suci Meliyani 1810711008

G. Pemberian Obat Melalui Intracutan (IC)


Injeksi Intracutan (IC) atau juga disebut Injeksi Intradermal (ID) adalah
pemberian obat melalui injeksi ke dalam lapisan dermal kulit tepat di bawah
lapisan epidermis. Obat injeksi bersifat potern, disuntikkan ke kulit di mana
aliran darah tidak banyak sehingga obat diserap perlahan-lahan, biasanya hanya
sedikit cairan yang digunakan seperti 0,1 ml. Injeksi IC diberikan untuk tes kulis
(seperti skrining tuberkulin dan tes alergi). Area yang umum digunakan untuk
injeksi intracutan, yaitu lengan bawah bagian dalam, dada atas, dan punggung
bawah di bawah skapula.

26
Perawat perlu memerhatikan area
kulit klien yang terbebas dari luka atau
perubahan warna kulit untuk
penyuntikan. Beberapa klien
memberika reaksi anafilaktik jika obat
memasuki peredaran darah terlalu
cepat. Tes kulit menggunakan spuit
tuberkulin atau hipodermik kecil dan
sudut penyuntikkan berkisar antara
10–15 derajat.

Saat perawat menyuntikkan


obat, akan muncul bleb (benjolan)
kecil menyerupai gigitan nyamuk
pada permukaan kulit. Jika bleb
tidak muncul atau berdarah saat
injeksi, maka kemungkinan obat
masuk ke dalam jaringan Subcutan
(SC) sehingga hasil tidak valid.
Nur Rohmah 1810711083
Likha Mahabbah S. M. 1810711078

H. Pemberian Obat Melalui Intravena (IV)


Pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh darah
vena dengan menggunakan spuit. Sedangkan pembuluh darah vena adalah
pembuluh darah yang menghantarkan darah ke jantung. ( Joyce, K & Everlyn,
R.H. 1996 ).
Macam-macam pemberian obat melalui intravena :
1. Pemberian Obat melalui intravena (Secara Langsung) diantaranya vena
mediana cubiti / cephalika ( lengan ), vena saphenosus ( tungkai ), vena
jugularis ( leher ), vena frontalis / temporalis ( kepala ), yang bertujuan agar
reaksi cepat dan langsung masuk pada pembuluh darah.

27
2. Pemberian Obat melalui intravena (Secara Tidak Langsung) Merupakan
cara pemberian obat dengan menambahkan atau memasukkan obat kedalam
media (wadah atau selang), yang bertujuan untuk meminimalkan efek
samping dan mempertahankan kadar terapetik dalam darah.
Indikasi pemberian obat melalui intravena :
 Pada seseorang dengan penyakit berat ,pemberian obat melalui intravena
langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah.
 Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat
menelan obat ( ada sumbatan disaluran cerna atas).
 Kesadaran menurun dan beresiko terjadi aspirasi (tersedak-obat masuk ke
pernapasan) sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
 Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan
melalui injeksi bolus(suntikan langsung
pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat
konsentrasi obat dalam darah tercapai.
Lokasi injeksi intravena :
 Pada lengan (vena basilika dan vena
sefalika )
 Pada tungkai ( vena safena )
 Pada leher ( vena jugularis )
 Pada kepala ( vena frontalis atau vena
temporalis)

Alat/perlengkapan :
 Buku catatan pemberian obat atau kartu obat
 Kapas alkohol

28
 Sarung tangan
 Obat yang sesuai
 Spuit 2ml – 5 ml
 Bak spuit
 Baki obat
 Plester
 Perlak pengalas
 Karet pembendung ( tourniquet )
 Kasa steril ( bila perlu )

Prosedur Kerja :
 Cuci tangan
 Siapkan obat dengan prinsip enam benar
 Indentifikasi klien
 Beri tahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
 Atur klien pada posisi yang nyaman
 Pasang perlak pengalas
 Bebaskan lengan klien dari baju atau kemeja
 Letakkankaretpembendung( torniquet)
 Pilih area penusukan yang bebas dari tangda kekakuan, peradangan atau
rasa gatal. Menghindari gangguan absorpsi obat atau cidera dan nyeri yang
berlebihan
 Pakai sarung tangan
 Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol, dengan
gerakan sirkuler dari arah dalam keluar dengan diameter sekitar 5 cm.
Tunggu sampai kering. Metode ini dilakukan untuk membuang sekresi
dari kulit yang mengandung mikroorganisme
 Pegang kapas alkohol dengan jari - jari tengah pada tangan non dominan
 Buka tutup jarum
 Tarik kulit kebawah kurang lebih 2,5 cm di bawah area penusukan dengan
tangan non dominan. Membuat kulit lebih kencang dan vena tidak
bergeser, memudahkan penusukan.
 Pegang jarum pada posisi 30 derajat, sejajar vena yang akan ditusuk secara
perlahan
 Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan jarum ke dalam vena
 Lakukan aspirasi dengan tangan dominan menahan barel dari spuit dan
tangan dominan menarik plunger.
 Observasi adanya darah dalam spuit
 Jika ada darah, lepaskan torniquet dan masukkan obat perlahan – lahan
 Keluarkan jarum dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkkan (30
derajat), sambil melakukan penekanan dengan menggunakan kapas
alkohol pada area penusukan

29
 Tutup area penusukkan dengan menggunakan kassa steril yang diberi
betadin
 Kembalikan posisi klien
 Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan
 Buka sarung tangan
 Cuci tangan
 Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

Adapula pemberian obat melalui Intravena Bolus. Bolus adalah suatu


tindakan memasukkan/menyuntikan obat-obatan melalui intravena (IV)
lewat selang infus.

Alat-alat bolus :
 Obat dalam bentuk vial/ampul sudah di dalam spuit sesuai dengan dosis
yang di resepkan
 Kapas alcohol
 Bengkok
 Tempat obat
 Klem

5. Prosedur Penyuntikan Bolus


 Komunikasi
 Persiapan alat
 Cuci tangan, pakai sarung tangan
 Off-kan tetesan cairan infus
 Klem selang infus
 Pada karet yang ada di selang infus terdapat tanda seperti bulatan yaitu
untuk titik penyuntikan atau ada juga terdapat lubang buka tutup khusus
untuk membolus
 Jika menggunakan lubang buka tutup khusus langsung memisahkan spuit
dengan jarum/nedelnya kemudiah spuit di masukan dan di putar sampai pas
jaka sudah dorong spuit secara perlahan dan sealu kominikasi dengan pasien
agar pasien rilexs, sengusap ngusap pembuluh darah vena pasien agar obat
masuk dengan lancar. Dorong hingga habis
 Jika menggunakan karet yang ada di selang infus maka harus
menencari titik penyuntikan yang sudah di beri tanda dengan lingkaran, jika
sudah ketemu tusukan perlahan jarum dan spuit di karet lalu dorong spuit
secara perlahan dan sealu kominikasi dengan pasien agar pasien rilexs,
sengusap ngusap pembuluh darah vena pasien agar obat masuk dengan
lancar. Dorong hingga habis
 Cabut spuit/jarum bersihkan kembali dengan alcohol

30
 Merapihkan alat.
Rizki Nur Azizah (1810711033)
Mahdina (1810711048)

I. Pemberian Obat Melalui Intramuskular (IM)


Merupakan cara pemberian obat dengan cara injeksi ke dalam otot.
Keuntungan pemberian obat jalur ini adalah dapat diberikan dalam volume yang
lebih besar dibandingkan jalur subkutan, serta obat lebih mudah di absorbsi. Dan
adapun kekurangan pemberian obat rute IM dapat merusak lapisan kulit, dan
dapat menyebabkan ansietas.
Pemberian obat melalui intra muscular lebih cepat di absorbsi karena
terdapat lebih banyak pembuluh darah ke otot tubuh. Otot juga menerima
volume obat cair yang lebih besar tanpa menimbulkan rasa tidak nyaman. Orang
dewasa dengan perkembangan otot yang baik biasanya dapat mentoleransi
dengan aman sampai 4 ml obat di otot gluteus medius dan otot gluteus
meksimus. Volume 1 sampai 2 ml biasanya direkomendasikan untuk orang
dewasa yang perkembangan ototnya kurang. Di otot deltoid volume o,5 sampai
1 ml direkomendasikan.
Biasanya spuit 2 sampai 5 ml sangat di perlukan. Ukuran spuit yang
digunakan bergantung pada jumlah obat yang akan diberikan. Standar jarum
Intramuscular prakemasan adalah 3,75 cm dan ukuran #21 atau #22 gauge.
Beberapa faktor mengindikasikan ukuran dan panjang jarum yang digunakan.
Seperti otot, jenis larutan obat, jumlah jaringan adiposa yang menutupi otot dan
usia klien.
1. Indikasi dan Kontra Indikasi
Indikasi pemberian obat melalui Intramuscular biasanya dilakukan
pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak
memungkinkan diberikan obat secara oral. Kontra indikasi dalam
pemberian obat secara Intramuscular yaitu infeksi, lesi kulit, jaringan parut,
benjolan tulang, otot atau saraf besar di bawahnya.
2. Lokasi Penyuntikan
 Situs Ventrogluteal
Otot ventrogluteal melibatkan gluteus medius dan minimus dan
merupakan tempat injeksi yang aman untuk orang dewasa dan anak-
anak (Hockenberry dan Wilson, 2011; Zimmerman, 2010). Penelitian
telah menunjukkan bahwa nyeri dan cedera saraf dan jaringan

31
berhubungan dengan pemilihan lokasi yang tidak tepat (Hunt, 2008;
Hunter, 2008a; Zimmerman, 2010).
Untuk menemukan otot ventrogluteal, minta pasien berbaring
telentang atau lateral; letakkan tumit tangan Anda di atas trokanter
pinggul pasien yang lebih besar dengan pergelangan tangan yang
hampir tegak lurus dengan tulang paha. Gunakan tangan kanan untuk
pinggul kiri dan tangan kiri untuk pinggul kanan. arahkan ibu jari ke
selangkangan pasien; arahkan jari telunjuk ke tulang iliaka superior
anterior; dan rentangkan jari tengah ke belakang di sepanjang krista
iliaka ke arah bokong.
Jari telunjuk, jari tengah,
dan krista iliaka
membentuk segitiga
berbentuk V. Situs
injeksi adalah pusat dari
segitiga (Gambar, 22-
17, A) (Nicholl dan
Hesby, 2002). Untuk
mengendurkan otot ini,
pasien berbaring miring
atau bersandar, melenturkan lutut dan pinggul (lihat Gambar, 22-17, B).

 Vastus Lateralis Otot


Otot vastus lateralis adalah situs injeksi lain yang digunakan
orang dewasa dan bukan situs yang disukai untuk administrasi biologik
(mis. Imunisasi) untuk bayi, balita, dan anak-anak (Hockenberry dan
Wilson, 2011). Ototnya tebal dan berkembang dengan baik; terletak di
aspek lateral anterior paha. meluas pada orang dewasa dari lebar tangan
di atas lutut ke lebar tangan di bawah trochanter femur yang lebih besar
(Gbr, 22-18, A) (Nicholl dan Hesby, 2002). gunakan sepertiga tengah
otot untuk injeksi. Lebar otot biasanya memanjang dari garis tengah

32
paha ke garis tengah sisi luar paha. Dengan anak-anak kecil atau pasien
cachectic, akan membantu untuk memahami tubuh otot selama injeksi
untuk memastikan bahwa obat disimpan dalam jaringan otot. Untuk
membantu mengendurkan otot, minta pasien berbaring rata dengan
lutut sedikit tertekuk dan kaki diputar secara eksternal atau mengambil
posisi duduk (Gambar, 22-18, B).

 Otot Deltoid

Meskipun situs deltoid mudah diakses, otot tidak berkembang dengan


baik pada banyak orang dewasa. Ada potensi cedera karena saraf aksila,
radial, brakialis, dan ulnaris dan arteri brakialis terletak di lengan atas
di bawah trisep dan di sepanjang humerus. Gunakan situs ini untuk
volume obat kecil (2 mL atau kurang) (Nicholl dan Hesby, 2002). Hati-
hati menilai kondisi otot deltoid; berkonsultasi dengan referensi obat
untuk kesesuaian pengobatan; dan hati-hati menemukan lokasi injeksi
menggunakan landmark anatomi. Gunakan situs ini untuk volume obat
kecil; untuk administrasi imunisasi rutin pada balita, anak-anak yang
lebih tua, dan orang dewasa; atau ketika situs lain tidak dapat diakses
karena perban atau gips.
Temukan otot deltoid dengan memaparkan lengan atas dan bahu pasien
sepenuhnya dan memintanya untuk mengendurkan lengan di samping
atau dengan menopang lengan pasien dan melenturkan sikunya. Jangan
menggulung lengan baju yang ketat. Biarkan pasien duduk, berdiri, atau
berbaring. Palpasi tepi bawah dari proses akromion, yang membentuk
dasar segitiga sejalan dengan titik tengah aspek lateral lengan atas.
Tempat injeksi berada di tengah segitiga, sekitar 3 hingga 5 cm (1
hingga 2 inci) di bawah proses
akromion (Gambar. 22-19, A)
(Nicholl dan Hesby, 2002). Anda
menemukan puncak segitiga dengan
menempatkan empat jari di otot
deltoid dengan jari teratas di
sepanjang proses akromion. Tempat
injeksi memiliki lebar tiga jari di
bawah proses akromion (lihat
Gambar 22-19, B).

3. Prosedur

33
Peralatan
Jarum suntik dan jarum SESIP yang tepat:
1. 2 hingga 3 mL untuk dewasa
2. 0,5 hingga 1 mL untuk bayi dan anak kecil
3. Panjang jarum sesuai dengan sisi injeksi dan usia dan ukuran pasien.
4. Jarum pengukur sering tergantung pada panjang jarum; berikan obat-
obatan biologis dan dalam larutan air dengan jarum pengukur 20 hingga
25.
5. Alcohol swap
6. pad kasa kecil
7. Botol atau ampul obat
8. Sarung tangan bersih
9. Catatan administrasi medikasi (MAR) atau cetakan komputer
10. Wadah anti bocor

Penilaian
LANGKAH RASIONAL
1. Periksa keakuratan dan kelengkapan  Pesanan prescriber adalah sumber
setiap MAR atau cetakan komputer dan catatan hukum yang paling
dengan pesanan obat tertulis dari dapat diandalkan dari obat-obatan
prescriber. Periksa nama pasien, nama pasien. Pastikan pasien menerima
obat dan dosis, rute pemberian, dan obat yang benar.
waktu pemberian. Salin ulang atau cetak  MAR tulisan tangan adalah sumber
ulang ramuan MAR yang sulit dibaca. kesalahan pengobatan (ISMP, 2010;
Jones dan Treiber, 2010).

2. Menilai riwayat medis dan pengobatan Menentukan kebutuhan akan obat atau
pasien. kemungkinan kontraindikasi untuk
pemberian obat.
3. Nilai riwayat alergi pasien; dikenal jenis Jangan menyiapkan obat jika ada alergi
alergi dan reaksi alergi normal. pasien yang diketahui.

4. Tinjau informasi rujukan pengobatan Memungkinkan Anda memberikan obat


untuk tindakan, tujuan, dosis normal, dengan aman dan memantau respons pasien
efek samping, waktu onset puncak, dan terhadap terapi.
implikasi perawatan.
5. Amati respons verbal dan nonverbal Mengantisipasi kecemasan pasien
pasien sebelumnya terhadap injeksi. memungkinkan Anda menggunakan
pengalih perhatian untuk mengurangi
kesadaran akan rasa sakit.
6. Kaji kontraindikasi untuk injeksi IM Otot yang mengalami atrofi menyerap obat
seperti atrofi otot, penurunan aliran dengan buruk. Faktor-faktor yang
darah, atau syok sirkulasi. mengganggu aliran darah ke otot
mengganggu penyerapan obat.

34
7. Kaji gejala pasien sebelum memulai Memberikan informasi kepada perawat
terapi pengobatan. untuk mengevaluasi efek pengobatan yang
diinginkan.
8. Nilai pengetahuan pasien tentang obat Memiliki implikasi untuk pendidikan
yang akan diterima. pasien.

Perencanaan
Hasil yang diharapkan setelah selesainya prosedur:
 Pasien tidak mengalami rasa sakit atau Obat-obatan dapat menyebabkan iritasi
terbakar ringan di tempat suntikan. jaringan ringan.
 Pasien mencapai efek yang diinginkan Obat diberikan tanpa cedera pasien.
dari pengobatan tanpa tanda-tanda
alergi atau efek yang tidak diinginkan.
 Pasien menjelaskan tujuan, dosis, dan Peragakan pembelajaran.
efek obat.

Implementasi
LANGKAH RASIONAL
1. Siapkan obat untuk satu pasien Pastikan obatnya steril. Mencegah gangguan
sekaligus menggunakan teknik mengurangi kesalahan persiapan obat
aseptik. Simpan semua halaman (LePorte et al, 2009; Nguyen et al., 2010). Ini
MARs atau hasil cetakan komputer adalah pemeriksaan pertama dan kedua untuk
untuk satu pasien bersama-sama atau keakuratan dan memastikan bahwa obat yang
lihat hanya satu MAR elektronik satu benar diberikan.
pasien pada satu waktu. Periksa label
obat dengan hati-hati dengan hasil
cetak komputer 2 kali (lihat
keterampilan 22-1 dan Pedoman
Prosedural 22-1) saat menyiapkan
obat.

35
2. Minum obat untuk pasien pada waktu Rumah sakit harus mengadopsi kebijakan dan
yang tepat (lihat kebijakan agensi). prosedur pemberian obat untuk menentukan
Obat-obatan yang memerlukan waktu waktu pemberian obat yang
yang tepat termasuk stat, dosis mempertimbangkan sifat obat yang
pertama atau pemuatan, dan dosis satu diresepkan, aplikasi klinis spesifik, dan
kali. Berikan obat yang dijadwalkan kebutuhan pasien (DHHS, 2011; ISMP,
secara waktu (mis., Antibiotik, 2011). Obat terjadwal yang kritis terhadap
antikoagulan, insulin, antikonvulsan, waktu adalah obat yang dosis administrasi
agen imunosupresif) pada waktu yang pemeliharaannya lebih awal atau tertunda
tepat dipesan (paling lambat 30 menit lebih dari 30 menit sebelum atau setelah dosis
sebelum atau setelah dosis yang yang dijadwalkan dapat menyebabkan
dijadwalkan). Berikan obat terjadwal kerusakan atau mengakibatkan terapi
non-waktu kritis dalam kisaran 1 atau suboptimal atau efek farmakologis yang
2 jam dari dosis yang dijadwalkan substansial. Obat-obatan non-waktu-kritis
(ISMP, 2011). Selama administrasi, adalah obat-obatan yang pemberiannya dini
terapkan enam hak administrasi obat. atau tertunda dalam rentang yang ditentukan
baik 1 atau 2 jam tidak boleh menyebabkan
bahaya atau menghasilkan terapi suboptimal
yang substansial atau efek farmakologis
(ISMP, 2011; DHHS, 2011).
3. Tutup tirai atau pintu kamar. Memberikan privasi.
4. Identifikasi pasien menggunakan dua  Memastikan pasien yang benar.
pengidentifikasi (yaitu, nama dan Memenuhi standar Komisi Gabungan
tanggal lahir atau nama dan nomor dan meningkatkan keselamatan pasien
akun) sesuai dengan kebijakan agensi. (TJC, 2012).
Bandingkan pengidentifikasi di MAR  Beberapa lembaga sekarang
/ rekam medis dengan informasi pada menggunakan sistem kode batang
gelang identifikasi pasien dan / atau untuk membantu identifikasi pasien.
minta pasien untuk menyebutkan
nama.
5. Di sisi tempat tidur pasien lagi
membandingkan MAR atau hasil Ini adalah chack ketiga untuk akurasi dan
komputer dengan nama obat pada memastikan bahwa pasien menerima
label obat dan nama pasien. tanyakan pengobatan yang benar. Mengonfirmasi
pada pasien apakah ia memiliki alergi. riwayat alergi pasien.
6. Diskusikan tujuan masing-masing Pasien memiliki hak untuk diberi tahu, dan
obat, tindakan, dan kemungkinan efek pemahaman pasien tentang setiap obat
samping. Izinkan pasien untuk meningkatkan kepatuhan terhadap terapi obat.
mengajukan pertanyaan. Beri tahu Membantu meminimalkan kecemasan pasien.
pasien bahwa suntikan akan
menyebabkan sedikit rasa terbakar
atau menyengat.

36
7. Lakukan kebersihan tangan dan Mengurangi penularan infeksi. Menghargai
oleskan sarung tangan bersih. martabat pasien saat mengekspos tempat
Letakkan sprei atau gaun yang suntikan.
menutupi bagian-bagian tubuh yang
tidak membutuhkan paparan.
8. Pilih situs yang sesuai. Catat integritas Ventrogluteal lebih disukai sebagai tempat
dan ukuran otot. Palpasi untuk injeksi untuk orang dewasa. situs ini juga
kelembutan atau kekerasan. Hindari disukai untuk anak-anak dari segala usia
area ini. jika pasien sering menerima (Hockenberry dan Wilson, 2011; Hunt, 2008;
suntikan, putar situs. Gunakan Zimmerman, 2010).
ventrogluteal jika memungkinkan.
9. Bantu pasien untuk posisi yang Mengurangi ketegangan pada otot dan
nyaman. Posisikan pasien tergantung meminimalkan ketidaknyamanan injeksi.
pada lokasi yang dipilih (mis., Duduk,
berbaring rata, miring, atau rawan).
10. Pindahkan situs menggunakan Suntikan ke situs anatomi yang benar
landmark anatomi. mencegah cedera pada saraf, tulang, dan
pembuluh darah.
11. Bersihkan situs dengan swab  Tindakan mekanis swab
antiseptik. Usapkan apusan di tengah menghilangkan sekresi yang
situs dan putar ke arah luar dalam arah mengandung mikroorganisme.
melingkar sekitar 5 cm (2 inci).  Kurangi rasa sakit di tempat suntikan.
a. Opsi: Oleskan krim EMLA di situs
injeksi setidaknya 1 jam sebelum
injeksi IM atau gunakan
semprotan vapocoolant (mis., Etil
klorida) sesaat sebelum injeksi.
12. Pegang swab atau kasa di antara jari Usap atau kain kasa tetap mudah diakses
ketiga dan keempat dari tangan yang untuk digunakan saat menarik jarum setelah
tidak dominan. injeksi.
13. Lepaskan vap atau selubung jarum Mencegah jarum menyentuh sisi tutup
dengan menariknya langsung. mencegah kontaminasi.
14. Pegang jarum suntik di antara ibu jari Injeksi yang cepat dan halus membutuhkan
dan telunjuk tangan dominan; tahan manipulasi yang tepat pada bagian jarum
seperti panah, telapak tangan ke suntik.
bawah.

37
15. Berikan injeksi. a. Z-track menciptakan jalur zigzag
a. Posisikan sisi ulnaris tangan melalui jaringan yang menutup jalur
yang tidak dominan tepat di jarum untuk menghindari pelacakan
bawah situs dan tarik kulit obat. Suntikan seperti panah cepat
lateral sekitar 2,5 hingga 3,5 mengurangi rasa tidak nyaman. Injeksi
cm (1 hingga 1 1/2 inci). Z-track dapat digunakan untuk semua
Tahan posisi sampai obat injeksi IM. (Hunter, 2008a; Nicholl
disuntikkan. Dengan jarum dan Hesby, 2002).
suntik tangan dominan dengan b. Pastikan bahwa obat mencapai massa
cepat pada sudut 90 derajat ke otot (CDC, 2011a, Hockenberry dan
dalam otot (lihat Gambar 22- Wilson, 2011).
16, A). c. Manipulasi jarum suntik yang halus
b. Opsi: jika massa otot pasien mengurangi ketidaknyamanan dari
kecil, pegang otot antara ibu gerakan jarum. Kulit tetap ditarik
jari dan jari telunjuk. sampai setelah obat disuntikkan untuk
c. Setelah jarum menembus memastikan pemberian Z-track.
kulit, masih menarik kulit d. Aspirasi darah ke dalam jarum suntik
dengan tangan yang tidak menunjukkan kemungkinan
dominan, pegang ujung bawah penempatan ke dalam pembuluh
tabung jarum suntik dengan darah. Injeksi lambat mengurangi rasa
jari-jari tangan yang tidak sakit dan trauma jaringan. CDC tidak
dominan untuk lagi merekomendasikan aspirasi untuk
menstabilkannya. Pindahkan darah setelah pemberian vaksin (CDC,
tangan dominan ke ujung 2011a).
plunger. Hindari e. Memungkinkan waktu untuk obat
memindahkan jarum suntik. menyerap ke dalam otot sebelum
d. Tarik kembali plunger 5 mengeluarkan jarum suntik. Kasa
hingga 10 detik. Jika tidak ada kering meminimalkan
darah yang muncul, suntikkan ketidaknyamanan yang terkait dengan
obat secara perlahan dengan alkohol pada kulit yang tidak utuh.
kecepatan 10 detik / mL.
(Nichool dan Hesby, 2002).
e. Tunggu 10 detik, tarik jarum
dengan lancar dan mantap,
lepaskan kulit, dan oleskan
kain kasa dengan lembut di
tempat (Nicholl dan Hesby,
2002) (lihat Gambar 22-16,
B).
16. Berikan tekanan lembut ke situs. Pijat merusak jaringan yang mendasarinya.
Jangan memijat situs. Oleskan perban
jika perlu.
17. Membantu pasien dalam posisi yang Memberikan rasa nyaman bagi pasien.
nyaman.

38
18. Buang jarum yang tidak terbuka atau Mencegah cedera pada pasien dan tenaga
jarum yang terlampir dalam pelindung perawatan kesehatan. Rekaman jarum
keselamatan dan jarum suntik yang meningkatkan risiko cedera jarum (OSHA,
terpasang ke dalam tusukan dan anti 2012).
bocor.
19. Lepaskan sarung tangan dan lakukan Mengurangi transmisi mikroorganisme.
kebersihan tangan.
20. Tetap bersama pasien selama Dispnea, mengi, dan kolaps sirkulasi adalah
beberapa menit dan amati adanya tanda-tanda reaksi anafilaksis yang parah.
reaksi alergi.

Evaluation
LANGKAH RASIONAL
1. Kembali ke kamar dalam 15 hingga 30 Ketidaknyamanan yang berkelanjutan dapat
menit dan tanyakan apakah pasien mengindikasikan cedera pada tulang atau
merasakan nyeri akut, terbakar, mati saraf yang mendasarinya.
rasa, atau kesemutan di tempat
suntikan.
2. Periksa situs; catat adanya memar atau Memar atau indurasi mengindikasikan
indurasi. Terapkan kompres hangat ke komplikasi yang terkait dengan injeksi.
situs. Dokumentasikan temuan dan beri tahu
penyedia layanan kesehatan.
3. Amati respons pasien terhadap Obat intramuskular diserap dengan cepat.
pengobatan pada waktu yang Efek buruk dari obat parenteral berkembang
berkorelasi dengan onset, puncak, dan dengan cepat. Mengevaluasi efek pengobatan
durasi pengobatan. berdasarkan onset, puncak, dan durasi
tindakan pengobatan.
4. Minta pasien untuk menjelaskan Mengevaluasi pemahaman pasien tentang
tujuan dan efek dari pengobatan. informasi yang diajarkan.

Cintami Nida Fajriani 1810711041


Anindita Putri Suwarno 1810711042

J. Pemberian Obat Melalui Subcutan (SC)


Pemberian obat subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke area
bawah kulit yaitu pada jaringan konektif atau lemak di bawah dermis
(Aziz,2006).
Pemberian obat yang dilakukan dengan suntikan dibawah kulit dapat
dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha
sebelah luar, daerah dada dan daerah sekitar umbilikus (abdomen). Pemberian

39
obat melalui subkutan ini umumnya dilakukan dalam program pemberian insulin
yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah.
Teknik ini digunakan apabila kita ingin obat yang disuntikanakan diabsorbsi
oleh tubuh dengan pelan dan berdurasi npanjang (slow and sustained
absorption).

 TUJUAN IJEKSI SUBKUTAN


Agar obat dapat menyebar dan diserap secara perlahan-lahan
(contoh: Vaksin, uji tuberculin)

 LOKASI INJEKSI
1. lengan atas sebelah luar
2. paha bagian depan
3. perut
4. area scapula
5. area ventrogluteal
6. area dorsogluteal

 INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI


1. Indikasi : bisa dilkakukan pada pasien yang tidak sadar, tidak mau
bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara
oral, tidak alergi. Lokasinya yang ideal adalah lengan bawah dalam dan
pungguang bagian atas.
2. Kontra Indikasi : luka, berbulu, alergi, infeksi kulit

 ALAT DAN BAHAN


1. Buku catatan pemberian obat
2. Kapas alcohol
3. Sarung tangan sekali pakai
4. Obat yang sesuai
5. Spuit insulin
6. Bak spuit
7. Baki obat
8. Plester
9. Kasa steril
10. Bengkok

 PROSEDUR
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Cuci tangan
3. Siapkan obat sesuai dengan prinsip 5 benar

40
4. Bebaskan daerah yang akan disuntikan, bebaskan daerah suntikan bila
pasien memakai pakaian berlengan
5. Pakai sarung tangan
6. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dengan dosis yang akan diberikan,
kemudian tempatkan pada bak injeksi
7. Desinfeksi dengan kapas alcohol
8. Tegangkan dengan tangan kiri daerah yang akan dilakukan suntikan
subkutan (angkat kulit)
9. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap keatas
membentuk sudut 45º terhadap permukaan kulit
10. Lakukan aspirasi. Bila tidak ada darah , semprotkan obat perlahan
hingga habis
11. Tarik spuit dengan kapas alkohol. Spuit bekas suntikan dimasukan
kedalam bengkok
12. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
13. Catat prosedur pemberian obat dan respon klien

41
BAB III

SIMPULAN
A. Simpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip
pemberian obat adalah benar obat, benar dosis, benar pasien, benar rute, benar
waktu, dan benar dokumentasi. Lalu ada pula pertimbangan khusus obat pada
bayi, balita dan lansia. Bentuk dan rute pemberian obat yaitu bentuk obat ada
tablet, serbuk, pil, kapsul, kaplet, larutan, extract, salep, cair tetes, injeksi dan
lain sebagainya sedangkan rute pemberian obat ada yang berupa: enteral (oral,
Sublingual, rektal) , parenteral (iv, ic, im, Sc), inhalasi, intranasal, intrarektal,
tropical, dan transdermal.
𝐷𝑂𝑆𝐼𝑆 𝑌𝐴𝑁𝐺 𝐷𝐼𝐵𝑈𝑇𝑈𝐻𝐾𝐴𝑁
Rumus dasar perhitungan dosis obat X JUMLAH
𝐷𝑂𝑆𝐼𝑆 𝑌𝐴𝑁𝐺 𝑇𝐸𝑅𝑆𝐸𝐷𝐼𝐴
YANG TERSEDIA = JUMLAH YANG DIBERIKAN. Lalu ada teknik
pemberian obat secara oral, intradermal, subcutan, intramuscular, dan
intravena.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan kepada semua
pembaca agar dapat mengetahui dan memahami medikamentosa serta dapat
memberikan kritik dan saran nya agar makalah ini dapat menjadi lebih baik
dari sebelumnya. Demikian saran yang dapat penulis sampaikan semoga dapat
membawa manfaat bagi semua pembaca.

42
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz.H. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta: Salemba Medika


Priharjo, Robert. 1995. Teknik Dasar Pemberian Obat. Jakarta: EGC
Elly, Nurrachmah. 2001. Nutrisi dalam Keperawatan. Jakarta: CV Sagung Seto
Kozier, Barbara. 2008. fundamental of nursing :concepts, process and practice. 7th
edition. Penerbit buku kedokteran : EGC.
Kozier.B., Erb, G., Berman, A.J.,& Snyder,S.J. (2010). Buku ajar Funda mental
Keperawatan Konsep, proses, dan praktik.Jakarta: EGC. Volum 2, edisi 7
hal.247
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC
Uliyah, Musrifatul dan Alimul, Aziz Hidayat. 2008. Konsep Dasar Praktik Klinik.
Jakarta: Salemba Medika
https://www.google.com/amp/s/muthiaura.wordpress.com/2013/04/23/rute-
pemberian-obat/amp/
http://www.thepanicchannel.com/health/mengenal-jenis-jenis-dan-bentuk-bentuk-
obat/

43
44

Anda mungkin juga menyukai