Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERAN KOLABORATIF PERAWAT DALAM PEMBERIAN


OBAT JANTUNG DAN KARDIOVASKULER

Disusun oleh :
1. Zellyn Thania (2026010008)
2. Tendri Sakna (2026010002)
3. Nabila Parameswari (2026010036)

Dosen Pengampu :
Ns.Gita Mayasari,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat – Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Terima kasih kepada teman – teman sekelompok atas kontribusi yang diberikan.
Terima kasih kepada Ibu Gita Mayasari selaku dosen Farmakologi Keperawatan yang telah memberi
masukan atas apa yang kami presentasikan.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Karena
keterbatasan pengetahuandan pengalaman kami semoga pembaca dapat memberikan kritik dan saran
untuk memperbaiki makalah ini.

Bengkulu, Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................................... i

Kata Pengantar ................................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan .................................................................................................. 1

D. Manfaat Penulisan………………………………………………………………………………………….….1

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................2

A. Peran Perawat Dalam Pemberian Obat................................................................2

B. Obat Kardiovaskuler.............................................................................................5

BAB III PENUTUP……..........................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perawat mempunyai peran dan fungsi yang penting dalam dunia kesehatan karena ia merupakan
perantara dokter yang berhubungan langsung dengan pasien dan membantu atau melayani berbagai
kebutuhan pasien, salah satunya adalah dalam terapi medis dan cara pemberian obat kepada pasien.
Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien. Dia yang lebih
mengetahui tentang keadaan pasien sampai pada keluhan-keluhan pasien.

Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong
klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Pengobatan atau medikasi adalah obat yang
diberikan untuk tujuan terapeutik atau menyembuhkan. Obat dapat diklasifikasikan melalui beberapa
cara, antara lain berdasarkan bahan kimia penyusunnya, efek yang ditimbulkan oleh tubuh manusia.

Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi tugas
perawat yang paling penting. Tidak semua pasien tahu tentang obat dan cara kerja obat, ini disebabkan
adanya beberapa factor diantaranya gangguan visual, pendengaran, intelektual, atau motorik yang
mungkin membuat pasien sukar untuk minum obat. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab bahwa
obat itu benar diminum atau tidak. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien
dalam terapi medis dan cara pemberian obat yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

· Seperti apa peran perawat dalam pengobatan itu ?

· Seperti apa fungsi perawat dalam pengobatan itu ?

· Seperti apa peran perawat dalam pemberian obat itu ?

1.3 Tujuan

· Untuk memenuhi tugas ilmu dasar keperawatan 5 (Farmakologi).

· Memahami peran perawat dalam pengobatan.

· Memahami fungsi perawat dalam pengobatan.

· Memahami peran perawat dalam pemberian obat.

1.4 Manfaat

Makalah ini di buat oleh kami agar kami memahami dan dapat mengaplikasikan langsung di lapangan
tentang peran perawat dalam pengobatan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran Perawat dalam Pemberian Obat

Perawat harus terampil dan tepat saat memberikan obat, tidak sekedar memberikan pil untuk diminum
(oral) atau injeksi obat melalui pembuluh darah (parenteral), namun juga mengobservasi respon klien
terhadap pemberian obat tersebut. Pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat
penting dimiliki oleh perawat. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih proaktif jika membutuhkan
pengobatan. Perawat berusaha membantu klien dalam membangun pengertian yang benar dan jelas
tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan dan turut serta bertanggungjawab
dalam pengambilan keputusa tentang pengobatan bersama dengan tenaga kesehatan lain. Perawat
dalam memberikan obat juga harus memperhatikan resep obat yang diberikan harus tepat.

a. Prinsip Pemberian Obat

1. Pasien yang Benar Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di
tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien
tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk.
Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara
identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi
dari gelang identitasnya.

2. Obat yang Benar Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang
yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi
apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada
pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan
obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta,
ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus
dikembalikan ke bagian farmasi. Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat
memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat
dan kerjanya.

3. Dosis yang Benar Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat
harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien.
Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul
maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya.

4. Cara/Rute Pemberian yang Benar Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor
yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon
yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan
peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.

2
a. Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling
nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti
tablet ISDN

b. Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi
parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).

c. Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray,
tetes mata.

d. Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada
suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp),
hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki
efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua
obat disediakan dalam bentuk supositoria

e. Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk
absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada
salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan
darurat misalnya terapi oksigen.

5. Waktu yang Benar Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk
mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan,
untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam
pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian
besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari
iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.

6. Dokumentasi yang Benar Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan
oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat
diminum, harus dicatat.

b. Cara Penyimpanan Obat

1. Suhu Suhu adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak atau
berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang berbeda-
beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh beku), vaksin tifoid
antara 2 – 10°C, vaksin cacar air harus < 5°C.

2. Posisi Pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci.

3. Kedaluwarsa, Dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan dibelakang, yang
lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh) pada tablet menjadi
basah / bentuknya rusak.

3
c. Hak Klien yang Berhubungan dengan Pemberian Obat

1. Hak klien untuk mengetahui alasan pemberian obat. Hak ini adalah prinsip dari pemberian
persetujuan setelah mendapatkan informasi (informed consent) yang berdasarkan pengetahuan individu
yang diperlukan untuk membuat keputusan.

2. Hak klien untuk menolak pengobatan. Klien dapat menolak untuk menerima suatu pengobatan.
Adalah tanggung jawab perawat untuk menentukan, jika memungkinkan, alasan penolakan dan
mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengusahakan agar klien mau menerima pengobatan.
Jika tetap menolak, perawat wajib mendokumentasikan pada catatan perawatan dan melapor kepada
dokter yang menginstruksikan.

d. Kesalahan dalam Pemberian Obat

Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang mengubah
terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi obat, memberi obat dua sekaligus sebagai
kompensasi, memberi obat yang benar pada waktu yang salah, atau memberi obat yang benar pada rute
yang salah. Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat yang bersangkutan harus segera
menghubungi dokternya atau kepala perawat atau perawat yang senior segera setelah kesalahan itu
diketahuinya.

e. Pendidikan Kesehatan Secara Moral

Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga. Pendidikan
kesehatan yang perlu diberikan mencakup informasi tentang penyakit kemajuan pasien, obat, cara
merawat pasien. Pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan peberian obat yaitu informasi tentang
obat efek samping cara minum obat waktu dan dosis.

f. Peran dalam Mendukung Keefektifitasan Obat

Dengan memiliki pengetahuan yang memadai tentang daya kerja dan efek terapeutik obat, perawat
harus mampu melakukan observasi untuk mengevaluasi efek obat dan harus melakukan upaya untuk
meningkatkan keefektifitasan obat. Pemberian obat tidak boleh dipandang sebagai pengganti
perawatan, karena upaya kesehatan tidak dapat terlaksana dengan pemberian obat saja. Pemberian
obat harus dikaitkan dengan tindakan perawatan. Ada berbagai pendekatan yang dapat dipakai dalam
mengevaluasi keefektifitasan obat yang diberikan kepada pasien. Namun, laporan langsung yang
disampaikan oleh pasien dapat digunakan pada berbagai keadaan. Sehingga, perawat penting untuk
bertanya langsung kepada pasien tentang keefektifitasan obat yang diberikan.

g. Peran dalam Mengobservasi Efek Samping dan Alergi Obat

Perawat mempunyai peran yang penting dalam mengobservasi pasien terhadap kemungkinan
terjadinya efek samping obat.untuk melakukan hal ini, perawat harus mengetahui obat yang diberikan

4
pada pasien serta kemungkinan efek samping yang dapat terjadi. Beberapa efek samping obat
khususnya yang menimbulkan keracunan memerlukan tindakan segera misalnya dengan memberikan
obat-obatan emergensi, menghentikan obat yang diberikan dan secepatnya memberitahu dokter.
Perawat harus memberitahu pasien yang memakai/ minum obat di rumah mengenai tanda-tanda atau
gejala efek samping obat yang harus dilaporkan pada dokter atau perawat. Setiap pasien mempunyai
ketahanan yang berbeda terhadap obat. Beberapa pasien dapat mengalami alergi terhadap obat-obat
tertentu. Perawat mempunyai peran penting untuk mencegah terjadinya alergi pada pasien akibat
pemberian obat. Data tentang alergi harus diperoleh sewaktu perawat melakukan pengumpulan data
riwayat kesehatan.

h. Trend Issue Pengobatan

Pemanfaatan potensi keanekaragaman hayati tanaman untuk pengobatan herbal secara alami
berdasarkan praktik empiris di Indonesia semakin meningkat. Pengobatan dengan bahan alami
digunakan berdasarkan praktis empiris seperti pencegahan penyakit, meningkatkan kesehatan,
penyembuhan penyakit dan sebagai kosmetik. Brotowali, Kumis Kucing, Buah Merah, dan Temulawak
merupakan sedikit dari beragam jenis tumbuhan asli Indonesia yang diketahui dapat menyembuhkan
berbagai macam penyakit seperti diare, darah tinggi, diabetes, hiperkolesterorl, hepatitis, asam urat,
asma, batu ginjal, reumatik, batu empedu, keputihan, hingga obesitas. Pemanfaatan tanaman asli
Indonesia sebagai bahan pengobatan modern merupakan usaha yang terus harus dilanjutkan untuk
menjadikan Indonesia tuan rumah dari pengobatan herbal, Pemanfaatan bahan alami yang dapat
digunakan sebagai bahan untuk obat pun sudah diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) tentang pengawasan pemasukan bahan baku obat tradisional.

B. Obat kardiovaskuler

1. Obat kardiovaskuler

a. Glikosida Jantung

Glikosida jantung meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan menurunkan konduktivitas di


atrioventricular (AV) node. Digoksin adalah glikosida jantung yang paling banyak digunakan.Glikosida
jantung bermanfaat untuk pengobatan takikardi supraventrikel, terutama untuk mengontrol respon
ventrikular pada fibrilasi atrium yang menetap. Digoksin memiliki peran yang terbatas dalam mengatasi
gagal jantung kronik pada anak. Pada tata laksana fibrilasi atrium, dosis penunjang glikosida jantung
biasanya ditentukan berdasarkan kecepatan ventrikel pada saat istirahat yang seharusnya tidak boleh
turun di bawah 60 denyut per menit kecuali dalam keadaan khusus, misalnya pada pemberian bersama
beta-bloker. Digoksin dapat diberikan secara intravena, munculnya respons tetap memerlukan waktu
beberapa jam, gejala takikardi yang menetap bukan merupakan suatu indikasi untuk pemberian dosis
melebihi yang dianjurkan. Tidak dianjurkan pemberian secara intra-muskular. Pada pasien dengan gagal
jantung ringan, dosis muatan (loading dose) tidak diperlukan, dan kadar digoksin dalam plasma yang
diharapkan dapat dicapai dalam waktu sekitar satu minggu dengan dosis sebesar 125 – 250 mcg dua kali
sehari, yang kemudian dapat diturunkan.

5
Efek yang tidak diinginkan bergantung pada kadar glikosida jantung dalam plasma dan bergantung juga
pada sensitivitas dari sistem konduksi atau miokardium, yang sering meningkat pada penyakit jantung.
Kadang-kadang sulit untuk membedakan antara efek toksik obat atau perburukan kondisi klinis karena
gejalanya mirip. Selain itu, kadar plasma saja tidak dapat menandakan adanya toksisitas namun hampir
dapat dipastikan terjadi peningkatan risiko toksisitas jika kadar digoksin dalam plasma mencapai 1,53
mcg/L. Glikosida jantung harus digunakan dengan sangat hati-hati pada lansia karena meningkatnya
risiko terjadi toksisitas digitalis pada kelompok pasien tersebut.

1. DIGOKSIN Indikasin : Gagal jantung, aritmia supraventrikular (terutama fibrilasi atrium) Peringatan:
Infark jantung baru; sindrom penyakit sinus; penyakit tiroid; kurangi dosis pada usia lanjut (lihat
lampiran 1); hindari hipokalemia dan pemberian intravena yang sangat cepat (nausea dan risiko aritmia);
gangguan fungsi ginjal; kehamilan (lihat lampiran 2). Interaksi: Digoksin dapat diadsorpsi bila diberikan
bersama kolestiramin, kolestipol, kaolin/pektin atau karbo-adsorbens. Karena itu pemberian digoksin
harus berjarak paling sedikit 2 jam sebelum atau sesudah pemberian obat-obat di atas. Pemberian
bersama kinidin menaikkan kadar digoksin plasma sampai sekitar 70-100%. Hal tersebut diperkirakan
karena kinidin mengurangi klirens ginjal dan volume distribusi digoksin (terjadi perpindahan digoksin
dari otot skelet). Dengan demikian dosis digoksin harus dikurangi sampai 50% dan dilakukan
pemantauan kadar digoksin plasma. Verapamil, suatu antagonis kalsium menunjukkan interaksi yang
sama dengan kinidin. Obat antiaritmia yang lain seperti prokainamid, disopiramid, dan meksiletin tidak
menunjukkan interaksi seperti kinidin, lihat lampiran 1 (Glikosida jantung). Kontraindikas i: Blok jantung
komplit yang intermiten; blok AV derajat II; aritmia supraventrikular karena sindrom Wolf-Parkinson-
White; takikardi atau fibrilasi ventrikular; kardiomiopati obstruktif hipertrofik.

Efek Samping:

Biasanya karena dosis yang berlebihan, termasuk anoreksia, mual muntah, diare, nyeri abdomen,
gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capai, mengantuk, bingung, pusing; depresi; delirium,
halusinasi; aritmia, blok jantung; rash yang jarang; iskemi usus; ginekomastia pada pemakaian jangka
panjang; trombositopenia. Dosis: oral, untuk digitalisasi cepat: 1-1,5 mg/24 jam dalam dosis terbagi; bila
tidak diperlukan cepat: 250 - 500 mcg sehari (dosis lebih tinggi harus dibagi). Dosis penunjang, 62,5–500
mcg sehari tergantung pada fungsi ginjal, dan pada fibrilasi atrial, pada respon denyut jantung. Dosis
penunjang biasanya berkisar 125–250 mcg/hari (pada usia lanjut 125 mcg/hari). Pada keadaan gawat
darurat/akut, dosis muatan diberikan secara infus intravena, 250–500 mcg dalam 15–20 menit, diikuti
dengan sisanya dalam dosis terbagi tiap 4-8 jam (tergantung dari respon jantung) sampai total dosis
muatan 0,5–1 mg tercapai. Bila memungkinkan dilakukan monitoring kadar plasma digoksin, sampel
darah diambil paling sedikit 6 jam setelah suatu dosis diberikan.

2. DIGITOKSIN Indikasi: gagal jantung, aritmia supraventrikular, terutama fibrilasi atrium Peringatan:

lihat pada digoksin Interaksi:

lihat pada digoksin Kontraindikasi:

lihat pada digoksin Efek Samping:

lihat pada digoksin

6
Dosis :

Penunjang, 100 mcg sehari atau 2 hari sekali; bila perlu dapat dinaikkan sampai 200 mcg sehari
Keterangan:

Alkaloid lain dari digitalis yang mempunyai khasiat sama dengan digoksin, bedanya digitoksin lebih larut
dalam lemak dibanding dengan digoksin. Bioavailabilitas oral digitoksin mendekati 100%, waktu
paruhnya 4-7 hari, dan volume distribusinya 0,6 liter/kg. Indikasi, efek samping, dan interaksinya tidak
jauh berbeda dengan digoksin.

b. Penghambat Fosfodiesterase

Obat-obat dalam golongan ini (milrinon dan enoksimon) merupakan penghambat enzim fosfodiesterase
yang selektif bekerja pada jantung. Manfaat yang terlihat setelah pemberian adalah kondisi
hemodinamik yang stabil, namun tidak terbukti memberikan manfaat terhadap kemampuan bertahan
hidup. Obat ini memiliki kerja inotropik positif dan vasodilatasi dan bermanfaat bagi bayi atau anak-anak
dengan curah jantung rendah terutama setelah operasi jantung. Penghambat fosfodiesterase harus
dibatasi hanya untuk penggunaan jangka pendek karena pemberian jangka panjang menyebabkan
peningkatan mortalitas pada orang dewasa dengan gagal jantung kongestif.

1. MILRINON Indikasi: gagal jantung akut, setelah bedah jantung; pengobatan jangka pendek gagal
jantung berat yang tidak responsif terhadap pengobatan konvensional (tidak segera setelah infark
miokard). Peringatan: gagal jantung karena kardiomiopati hipertrofik, katup jantung stenotik atau
obstruktif atau keadaan obstruksi lainnya; perlu pemantauan tekanan darah, frekuensi jantung, EKG,
tekanan vena sentral, status cairan dan elekrolit , jumlah trombosit, fungsi hati dan ginjal; koreksi
hipokalemia; kurangi dosis pada gangguan fungsi ginjal; hindari terjadinya ekstravasasi; kehamilan dan
menyusui.

Efek Samping :

denyut ektopik, takikardi ventrikular atau aritmia supraventrikular (lebih mudah pada pasien aritmia);
hipotensi; nyeri dada; sakit kepala; insomnia, mual dan muntah; diare; kadang-kadang menggigil,
oliguria, demam, retensi urin, nyeri di lengan dan tungkai, nyeri dada, tremor, bronkhospasme,
anafilaksis dan rash.

Dosis :

injeksi intravena lambat (selama 10 menit), diencerkan terlebih dahulu, 50 mcg/kg bb diikuti dengan
infus intravena 0,37-0,75 mcg/kg bb/menit biasanya sampai 12 jam setelah bedah jantung atau selama
48-72 jam pada gagal jantung kongestif, dosis maksimal sehari 1,13 mg/kg bb.

2. AMRINON Keterangan: Tidak dibahas di sini karena selektivitasnya lebih rendah, dan efek sampingnya
lebih banyak dibanding milrinon, juga potensinya 1/10 kali milrinon dan menyebabkan trombositopenia
pada 10% pasien (pada milrinon jarang terjadi)

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana
telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk
menjalankan tugas dan tanggung keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional.

Perawat harus terampil dan tepat saat memberikan obat, tidak sekedar memberikan pil untuk diminum
(oral) atau injeksi obat melalui pembuluh darah (parenteral), namun juga mengobservasi respon klien
terhadap pemberian obat tersebut. Pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat
penting dimiliki oleh perawat. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih proaktif jika membutuhkan
pengobatan.

3.2 Saran

Sebagai mahasiswa keperawatan sudah seharusnya kita memahami dan mengaplikasikan langsung pada
saat proses keperawatan mengenai peran perawat dalam pengobatan agar terciptanya keperawatan
professional.

DAFTAR PUSTAKA
8
Buku ajaran FARMAKOLOGI KEPERAWATAN edisi 2 pengarang Amy M.karch penerbit buku kedokteran .
o http://pionas.pom.go.id/ioni/pedoman-umum o http://vintamedia.com pengelolaan obat di rumah
sakit o https://id.wikipedia.org/wiki/Vaksin o
http://www.academia.edu/12333089/Pengenalan_Obat_Autakoid_Anti _Parasit_Vitamin

Anda mungkin juga menyukai