Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BAHASA INDONESIA

Dosen Pengampuh : Rusdiyana Magulili, S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh :
Aulia Savira Van Gobel 230301051

PROGRAM STUDI D3 FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Pharmaceutical Care.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak
Rusdiyana Mangulili, S.Pd.,M.Pd, selaku pembimbing dan semua pihak yang telah
membantu penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran karena dalam makalah ini masih
terdapat kekurangan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.

Manado,17 April 2012

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3 Batasan Masalah ................................................................................................ 2
1.4 Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
1.5 Metode Penulisan ............................................................................................... 2
BAB II. ISI
2.1 Pengertian Pharmaceutical Care ..................................................................... 3
2.2 Tujuan dan Fungsi Pharmaceutical Care ....................................................... 3
2.3 Peran Apoteker dalam Pharmaceutical Care ................................................ 3
2.4 Penerapan Pharmaceutical Care ..................................................................... 4
2.5 Contoh Penerapan Pharmaceutical Care .......................................................5
2.6 Landasan Hukum Pharmaceutical Care ........................................................ 8
BAB III . PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 10
3.2 Saran .................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Profesi apoteker di awal abad ke-20 berperan sebagai pembuat dan
peracik obat. Namun kemudian secara bertahap peran ini diambil alih oleh
industri farmasi, sehingga pada pertengahan tahun 1960-an muncul suatu
praktik baru yang disebut farmasi klinik. Kata “klinik”menunjukkan adanya
keterlibatan kepentingan pasien (patient oriented), sehingga seorang apoteker
dikatakan menjalankan praktik farmasi klinik jika ia dalam memberikan
pelayanan farmasi mengambil tanggung jawab dalam upaya tercapainya hasil
terapi yang optimal bagi pasien yang pada akhirnya akan meningkatkan
kualitas hidup pasien. Konsep ini kemudian pada tahun 1990-an dikenal
dengan istilah Pharmaceutical Care.
Pharmaceutical Care tidak hanya berlaku untuk apoteker yang
bekerja di rumah sakit saja tetapi juga bagi apoteker yang bekerja di tempat
lain, seperti: apotek, industri farmasi dan institusi lain. Dalam konteks
farmasi rumah sakit, pharmaceutical care ditandai dengan kepedulian akan
keamanan dan efektifitas obat yang diberikan kepada pasien serta biaya
pengobatan yang ekonomis melalui keterlibatan apoteker secara langsung
dalam perawatan pasien dari hari ke hari bekerja sama dengan tenaga
kesehatan lain di rumah sakit. Sedangkan di farmasi komunitas,
pharmaceutical care diterapkan melalui interaksi langsung apoteker dengan
pasien dan keluarga saat mereka berkunjung ke apotek untuk mendapatkan
obat. Namun sayangnya, masih banyak para tenaga farmasis (khususnya di
apotek) yang belum menyadari akan pentingnya konsep pharmaceutical care
ini. Dosen saya sering berkata bahwa sudah saatnya kita merubah pola pikir
dunia kefarmasian saat ini khusunya di Indonesia dari product oriented
menjadi patient oriented.

1.2 Rumusan masalah


1. Pengertian Pharmaceutical Care
2. Tujuan dan Fungsi Pharmaceutical Care
3. Peran Apoteker dalam Pharmaceutical Care
4. Penerapan Pharmaceutical Care
5. Contoh Penerapan Pharmaceutical Care
6. Landasan Hukum Pharmaceutical Care

1.3 Batasan Masalah


Pembahasan dibatasi pada contoh penerapan pharmaceutical care dan
dasar hukum penerapan pharmaceutical care pda bidang kefarmasian.

1.4 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk lebih mengetahui
penerapan dan tujuan adanya phramaceutical care.

1.5 Metode Penulisan


Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan metode literatur
untuk mengumpulkan bahan pembahasan. Metode literatur merupakan
metode penulisan dengan mengumpulkan informasi dari beberapa situs
internet.
BAB II
ISI

2.1. Pengertian Pharmaceutical Care


Pharmaceutical care adalah paradigma baru pelayanan kefarmasian
yang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan (health care) dan
bertujuan untuk meningkatkan penggunaan obat yang rasional, aman, dan
efisien demi mencapai peningkatan kualitas hidup manusia. Konsep
pharmaceutical care juga termasuk komitmen emosional pada kesejahteraan
pasien sebagai individu, yang memerlukan dan patut mendapat petunjuk
/jasa, keterlibatan dan perlindungan dari seorang apoteker. Pharmaceutical
care dapat ditawarkan pada individual atau masyarakat (Anonim 1, 2010).

2.2. Tujuan dan Fungsi Pharmaceutical Care


Tujuan adanya pharmaceutical care adalah untuk menyembuhkan
penyakit, mengurangi gejala penyakit, menahan penyebaran/memperlambat
proses penyakit, mencegah penyakit/penyebab penyakit dan Dispensing
pharmacy. Tanpa pharmaceutical care, tidak ada sistem yang mengelola
dan memonitor kesakitan karena obat secara efektif. Sakit karena obat bisa
terjadi berasal dari formularium atau daftar obat-obatan, atau sejak obat
diresepkan, diserahkan atau obat yang sudah tidak layak digunakan. Karena
itu pasien butuh pelayanan apoteker pada waktu menerima obat (Anonim 1,
2010).

2.3. Peran Apoteker dalam Pharmaceutical Care


Sebagai seorang yang ahli dalam hal obat-obatan karena
pendidikannya , apoteker harus selalu dikenal dan dapat dihubungi sebagai
sumber nasehat yang benar tentang obat-obatan dan masalah pengobatan.
Saat ini kontribusi apoteker pada perawatan kesehatan ( health care ) sedang
berkembang dalam bentuk baru untuk mendukung pasien dalam
penggunaan obat dan sebagai bagian dari pembuat keputusan klinis bersama
spesialis yang lain (Anonim 1, 2012).
Asuhan kefarmasian berdampak pada keadaan kesehatan pasien,
meningkatkan kualitas dan ketepatan biaya ( cost efective) dalam sistem
kesehatan. Peningkatan ini memberi faedah pada kesehatan individual
sehingga mereka akan menikmati kesehatan lebih baik dan akhirnya
bermanfaat pada sebagian besar penduduk. Pelayanan apoteker dan
keterlibatannya dalam pelayanan yang berfokuskan pada pasien telah
memberikan dampak kesehatan dan ekonomi serta mengurangi angka
kesakitan (morbidity) dan angka kematian ( mortality ) (Anonim2, 2009).
Menurut Anonim1, Pasien yang mendapatkan obat mempunyai risiko
untuk mengalami kejadian yang tidak diinginkan baik yang potensial
maupun secara nyata dapat mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan, oleh
sebab itu peran utama apoteker dalam Pharmaceutical Care adalah :
1. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
(DRP = Drug Related Problem) baik yang potensial maupun nyata
2. Mengatasi DRP yang nyata
3. Mencegah DRP yang potensial

2.4. Penerapan Pharmaceutical Care


Dalam praktik sehari-hari, ada banyak cara untuk
mengimplementasikan Pharmaceutical Care, yaitu melalui bentuk
pelayanan farmasi klinik yang secara garis besar dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
A. Pelayanan farmasi klinik yang bersifat umum :
1. Pengambilan sejarah pengobatan pasien ( Medication History-taking)
2. Konsultasi penggunaan obat yang rasional bagi tenaga kesehatan lain
maupun pasien
3. Pemantauan penggunaan obat
4. Partisipasi aktif dalam program monitoring efek samping obat, KFT,
infeksi nosokomial, dan lain-lain.
B. Pelayanan farmasi klinik yang bersifat khusus :
1. Informasi Obat
2. Konseling
3. Nutrisi Parenteral Total (TPN = Total Parenteral Nutrition)
4. Pencampuran obat suntik (IV admixture)
5. Penanganan obat sitotoksik
6. Pemantauan kadar obat dalam darah (TDM = Therapeutic Drug
Monitoring)
C. Pelayanan farmasi klinik yang bersifat spesialistik farmakoterapi :
Penyakit Dalam, Bedah, Pediatri, Geriatri, Kardiovaskuler, dan lain-lain.
(Trisna, 2009).

2.5. Contoh Penerapan Pharmaceutical Care


Pasien usia lanjut memiliki karakteristik yang berbeda dengan pasien
usia dewasa yang lebih muda. Umumnya pasien usia lanjut mempunyai
banyak masalah kesehatan yang bersifat kronik dan mendapat banyak jenis
obat. Survei yang pernah dilakukan di Klinik Geriatri RS Dr. Cipto
Mangunkusumo pada tahun 2004 menunjukkan bahwa rata-rata pasien usia
lanjut menderita 4 macam penyakit dan mendapatkan 6 jenis obat.
Penggunaan obat pada pasien usia lanjut memerlukan perhatian
khusus karena adanya perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat
terkait proses penuaan. Risiko terjadinya reaksi yang tidak diharapkan
(adverse drug reactions) dan interaksi obat juga akan meningkat seiring
bertambahnya jumlah obat yang dikonsumsi. Banyaknya jenis obat dan
rumitnya rejimen pengobatan membuat pasien usia lanjut, yang kemampuan
kognitif dan fisiknya sudah mengalami penurunan, menjadi tidak patuh
terhadap rejimen pengobatan yang telah ditetapkan. Selain itu, kondisi
psikososial pasien usia lanjut sangat potensial untuk memperburuk status
kesehatannya.
Pharmaceutical care untuk pasien usia lanjut pada dasarnya sama
dengan yang untuk pasien golongan usia lain. Namun demikian,
pengetahuan farmakoterapi pada pasien usia lanjut dan keterampilan
berkomunikasi efektif dengan pasien dan keluarganya perlu dikuasai dengan
baik oleh apoteker yang akan memberikan pelayanan untuk pasien usia
lanjut. Adapun kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan meliputi:
1. Telaah rejimen obat (medication review)
Telaah rejimen obat dimaksudkan untuk memastikan bahwa
rejimen obat diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya, efek obat yang
merugikan dapat dicegah/diminimalkan dan kepatuhan pasien dapat
dievaluasi. Kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam telaah rejimen
obat adalah melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat pasien.
Dari kegiatan ini dapat diketahui obat-obat (obat resep, obat bebas, obat
tradisional/jamu, suplemen) yang pernah dan sedang digunakan pasien
sebelum dirawat di rumah sakit, kemungkinan adanya interaksi obat,
bagaimana tingkat kepatuhan pasien, efek terapi yang dihasilkan dan efek
samping obat yang dialami pasien.
2. Penyiapan obat (dispensing)
Pasien harus dijamin mendapatkan obat yang tepat dengan mutu
baik, serta dengan dosis, waktu dan durasi yang tepat. Harus dipastikan
bahwa produk obat berasal dari sumber yang dapat dipercaya, mutu
sediaan baik secara organoleptis, dan tentunya belum kadaluarsa. Dalam
menyiapkan dan meracik obat, perlu diperhatikan kondisi pasien, sebagai
contoh ukuran kapsul juga harus disesuaikan dengan kemampuan pasien
dalam menelan. Pasien usia lanjut sering kesulitan membuka wadah obat,
sehingga diupayakan untuk menggunakan wadah yang mudah untuk
dibuka.
3. Pemberian informasi dan edukasi
Tujuan dari pemberian informasi dan edukasi adalah agar
pasien/keluarga memahami penjelasan yang diberikan tentang
pentingnya mengikuti rejimen pengobatan yang telah ditetapkan sehingga
dapat meningkatkan motivasi mereka untuk berperan aktif dalam
menjalankan terapi obat dan dapat menggunakan obat dengan benar.
Waktu pelaksanaannya bisa pada saat pasien sedang dirawat, akan
pulang, atau ketika datang kembali untuk berobat. Apoteker dituntut
untuk memiliki rasa empati dan keterampilan berkomunikasi secara
efektif dengan memahami penurunan fungsi indra dan kognitif pasien,
serta latar belakang pendidikan, ekonomi dan sosial budaya
pasien/keluarga.
Informasi yang dapat disampaikan kepada pasien/keluarga adalah:
nama obat, kegunaan obat, aturan pakai, apa yang harus dilakukan jika
terlupa minum obat, teknik penggunaan obat tertentu (contoh: inhaler,
obat tetes), cara penyimpanan, berapa lama obat harus digunakan dan
kapan obat harus ditebus lagi, kemungkinan timbulnya efek samping dan
bagaimana cara mencegah atau meminimalkannya, meminta
pasien/keluarga untuk melaporkan ke dokter atau apoteker jika ada
keluhan yang dirasakan pasien selama menggunakan obat. Cakupan dan
kedalaman informasi, serta bagaimana cara menyampaikannya harus
disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman pasien/
keluarga, serta jenis masalah yang dihadapi. Untuk hal-hal tertentu,
informasi lisan sebaiknya juga ditunjang oleh informasi tertulis (misalnya
brosur) atau peragaan (contoh: bagaimana cara menggunakan inhaler).
4. Pemantauan penggunaan obat
Pasien yang mendapatkan obat mempunyai risiko mengalami
efek merugikan yang dapat menghalangi tercapainya hasil terapi yang
diharapkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemantauan agar efek terapi
obat dapat optimal dan efek merugikan akibat penggunaan obat dapat
dicegah atau diminimalkan. Untuk melakukan kegiatan ini, apoteker
harus membekali dirinya dengan pengetahuan tentang patofisiologi dan
farmakoterapi (khususnya pada pasien geriatri), cara menafsirkan hasil
pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan diagnostik yang berkaitan dengan
penggunaan obat, serta keterampilan berkomunikasi efektif dengan
tenaga kesehatan lain dan pasien/keluarga.
(Trisna, 2009)
Apoteker harus diberi akses data yang cukup tentang pasien
untuk bisa mengidentifikasi masalah-masalah yang terkait dengan
penggunaan obat. Selain melalui rekam medik, data/informasi mengenai
pasien juga bisa didapatkan melalui komunikasi dengan tenaga kesehatan
lain (dokter, perawat) atau wawancara dengan pasien/ keluarga. Jenis
data pasien yang diperlukan oleh seorang apoteker dalam melakukan
pemantauan adalah: 1. Data demografi, 2. Data penyakit, 3. Data terapi
(terutama farmakoterapinya) (Trisna, 2009).
Setelah mendapatkan data yang diperlukan, masalah-masalah
yang terkait dengan penggunaan obat ( drug-related problems= DRPs)
diidentifikasi. Selanjutnya apoteker memberikan rekomendasi kepada
dokter/perawat/pasien mengenai penyelesaian masalah. Manfaat dari
adanya dokumentasi yang lengkap dan akurat adalah sebagai bahan
evaluasi kegiatan pelayanan farmasi dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan dan sebagai bukti kinerja apoteker dalam melaksanakan
asuhan kefarmasian. Dokumentasi sebaiknya menggunakan formulir
yang dirancang khusus. Dokumen dapat disimpan dalam rekam medik
bersama-sama dengan catatan medis yang ditulis oleh dokter dan perawat
(Trisna, 2009).

2.6. Landasan Hukum Pharmaceutical Care


Menurut UU RI Nomor 36 Tahun 2009 :
(1) Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan
perbekalan kesehatan, terutama obat esensial.
(2) Dalam menjamin ketersediaan obat keadaan darurat, Pemerintah dapat
melakukan kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan
bahan yang berkhasiat obat.
Terdapat poin-poin hasil dari Undang-undang no 36 Tahun 2009:
1. Hak dan Kewajiban
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan. Juga memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
2. Tanggung jawab Pemerintah
Pemerintah bertanggungjawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masayarakat.
3. Dilarang Menolak Pasien
Fasilitas pelayanan kesehatan terdiri atas pelayanan kesehatan
perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.fasilitas pelayanan
kesehatan meliputi pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan
kesehatan tingkat kedua, dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
4. Harga Obat
Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan
perbekalan kesehatan, terutama obat esensial. Dalam menjamin
ketersediaan obat dalam keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan
kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan
yang berkhasiat obat.
5. Perlindungan Pasien
Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh
tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima
dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
Hak menerima atau menolak tidak berlaku pada penderita penyakit yang
penyakitnya dapat secara cepat menular ke masyarakat yang lebih luas.
Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara / petugas kesehatan.
6. Pencegahan Penyakit
Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit merupakan segala
bentuk upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat untuk mengoptimalkan kesehatan dan menghindari
atau mengurangi resiko, masalah, dan dampak buruk akibat penyakit.
7. Pengamanan Zat Adiktif
Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan
agar tidak mengganggu an membahayakan kesehatan perseorangan,
keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
8. Pembiayaan Kesehatan
Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, dan swasta dan sumber lain. Besar anggaran
pemerintah dialokasikan minimal lima persen dari anggaran pendapatan
belanja negara diluar gaji. Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah
propinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal sepuluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah diluar gaji
(Suyatno, 2010).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah
1. Pharmaceutical care adalah pelayanan kefarmasian yang merupakan
bagian dari pelayanan kesehatan (health care) dan bertujuan untuk
meningkatkan penggunaan obat yang rasional, aman, dan efisien demi
mencapai peningkatan kualitas hidup manusia.
2. Tujuan adanya pharmaceutical care adalah untuk menyembuhkan
penyakit, mengurangi gejala penyakit, menahan penyebaran atau
memperlambat proses penyakit, mencegah penyakit/penyebab penyakit
dan Dispensing pharmacy.
3. Penerapan Pharmaceutical Care di golongkan menjadi Pelayanan
farmasi klinik yang bersifat umum, bersifat khusus dan yang bersifat
spesialistik farmakoterapi.
4. Tahapan dalam pharmaceutical care adalah telaah rejimen obat
(medication review), penyiapan obat (dispensing), pemberian informasi
dan edukasi, serta pemantauan penggunaan obat

3.2 Saran
Agar mahasiswa dapat lebih memahami pentingnya pharmaceutical care
dan dapat menerapkannya nanti dalam kehidupan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai