Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

GAGASAN REKONSILIASI OBAT DI RUMAH SAKIT

DISUSUN OLEH :

NI LUH GEDE FISKA ARISTIANTI (171200181)


NI LUH GEDE INDRA DEWI S. (171200182)
NI LUH MANIK HERTALANI W (171200183)
NI MADE DUWIK CAHYANI (171200184)
NI MADE JAYANTINI LAKSANI (171200185)
NI MADE SINTYA DEWI (171200186)
NI MADE WIDYA ARIASANTI (171200187)

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2019
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis haturkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa (Ida
Hyang Widhi Wasa), karena atas rahmat dan karunia-Nya penulisan makalah yang
berjudul “Gagasan Rekonsiliasi Obat Di Rumah Sakit” dapat diselsaikan dengan baik.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Farmasi Rumah yang
diampu oleh Ibu Ni Putu Aryati Suryaningsih, S.Farm.,M.Farm(Klin).,Apt Adapun
tujuan penyusunan makalah ini untuk menyusun suatu gagasan terkait permasalahan
yang terjadi dalam pelayanan farmasi klinik di rumah sakit.

Dalam penyusunan makalah ini cukup banyak hambatan yang dialami namun
berkat kerja keras dan adanya bantuan dari berbagai pihak hambatan dan kesulitan
tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu melalui pengantar ini penulis menyampaikan
ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Ibu Ni Putu Aryati Suryaningsih, S.Farm.,M.Farm(Klin).,Apt sebagai


dosen pembimbing mata kuliah Farmasi Rumah Sakit
2. Teman-teman Mahasiswa Universitas Bali Internasional tahun ajaran
2017

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari yang sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca sangat diharapkan.
Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini ada manfaatnya.

Denpasar, 21 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Manfaat..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Rekonsiliasi Obat..............................................................................................3
2.2 Gagasan Rekonsiliasi Obat................................................................................4
2.3 Pelaksanaan Gagasan .......................................................................................6
2.4 Strategi Implementasi........................................................................................8
BAB III PENUTUP.........................................................................................................10
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................10
3.2 Saran.................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam menangani
permasalahan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk masyarakat,
termasuk peningkatan pelayanan kefarmasian. Dalam pelaksanaannya pelayanan
kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada pasien dapat menimbulkan
kesalahan dalam pengobatan (medication error), salah satunya ketika pasien baru
masuk rumah sakit, perpindahan kamar atau rujukan dari rumah sakit lain. Hal
tersebut dapat terjadi karena kesalahan dalam komunikasi atau tidak adanya
informasi penting terkait obat atau hal lainnya tentang pasien. Salah satu upaya
untuk meminimalkan medication error tersebut yaitu dengan dilakukannya
rekonsiliasi obat oleh tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit.
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication
error) namun belakangan ini pelaksanaannya tidak mampu berjalan optimal. Salah
satunya adalah formulir rekonsiliasi yang belum diisi oleh para tenaga kesehatan
yang melakukan pelayanan pertama pada pasien, kesalahan pengisiian formulir serta
duplikasi yang terjadi dalam pemilihan terapi kepada pasien, penggunaan formulir
pada rekonsiliasi obat juga tidak menutup kemungkinan bahwa formulir tersebut
dapat hilang kapan saja, sehingga dalam pelayanan untuk perpindahan kamar atau
rujukan dari rumah sakit lain akan sulit untuk di data kembali. Kesalahan-kesalahan
pelaksanaan dalam rekonsiliasi obat sangat rentan terjadi pada pemindahan pasien
dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada
pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya
(Vander Schrieck-de Loos, 2011)
Selain kesalahan dalam pelaksanaan dalam pelayanan farmasi klinik di rumah
sakit yang berorientasi pada pelayanan pasien yang bertujuan mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan masyarakat terkait
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi
paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) (Prayitno, 2003).
Permasalahan dalam melakukan pelayanan rekonsiliasi obat masih menjadi
masalah yang menetap sehingga rekonsiliasi obat tidak dapat berjalan baik dengan
sepenuhnya. Berdasarkan atas permasalahan tersebut kemudian mendorong kami
membentuk suatu gagasan untuk menangani masalah terkait pelayanan rekonsiliasi
obat, pada makalah ini akan dibahas gagasan kami mengenai penanganan dari kasus
rekonsiliasi obat yang telah terjadi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut
1. Apa yang dimaksud dengan rekonsiliasi obat ?
2. Apa gagasan yang telah disusun untuk menangani permasalahan rekonsiliasi
obat?
3. Bagaimana pelaksanaan gagasan yang telah disusun ?
4. Bagaimana strategi untuk mengimplementasikan gagasan tersebut ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan rekonsiliasi obat serta permasalahn yang
terjadi
2. Memberikan suatu gagasan untuk menangani permasalahan yang terjadi terkait
dengan rekonsiliasi obat
3. Mengetahui bentuk gagasan serta strategi untuk mengimplementasikannya
sehingga dapat terealisir.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Rekonsiliasi Obat
Pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
kepada pasien dapat menimbulkan kesalahan dalam pengobatan (medication
error). Medication error dapat terjadi di berbagai tahap pelayanan
kesehatan, salah satunya ketika pasien baru masuk rumah sakit, perpindahan
kamar atau rujukan dari rumah sakit lain (Setiwan, 2015). Hal tersebut dapat
terjadi karena kesalahan dalam komunikasi atau tidak adanya informasi penting
terkait obat atau hal lainnya tentang pasien. Salah satu upaya
meminimalkan medication error tersebut yaitu dengan dilakukannya
rekonsiliasi obat oleh tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit.
Berdasarkan PMK No.72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi
Rumah Sakit, pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang
diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi
dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of
life) terjamin. Apoteker memiliki peranan penting dalam implementasi
rekonsiliasi obat. Sebagai bagian dari tenaga kesehatan professional yang berada
dalam garda depan pemberian layanan kesehatan. Pemberian layanan kesehatan
oleh apoteker semakin kuat dengan diterbitkannya beberapa dokumen legalitas
oleh pemerintah (Dewan Perwakilan Rakyat, 2009). Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 menyatakan bahwa salah
satu peran dan fungsi apoteker adalah melakukan rekonsiliasi obat.
Rekonsiliasi obat merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Rekonsiliasi obat adalah kegiatan
membandingkan instruksi penggunaan obat dengan obat yang diperoleh pasien.
Proses ini dapat menjadi salah satu tahap untuk mencegah adanya medication
error seperti adanya obat yang tidak diberikan, dosis obat yang tidak sesuai,
duplikasi obat, interaksi antar obat ataupun kontraindikasi obat. Rekonsiliasi
dapat dilakukan setiap adanya perpindahan pelayanan kesehatan, seperti :

3
1. Saat pasien masuk rumah sakit
2. Pasien mengalami perpindahan bangsal atau unit layanan
lain dalam suatu instansi rumah sakit yang sama (contoh:
dari bangsal rawat inap menuju ke Intensive Care Unit;
dari UGD menuju bangsal rawat inap)
3. Perpindahan dari rumah sakit menuju rumah atau rumah
sakit lain
(Toronto,
2012)

2.2 Gagasan Rekonsiliasi Obat


Rekonsiliasi obat merupakan salah satu upaya dalam pelayanan
kefarmasian yang didalamnya terdapat proses membandingkan intruksi
pengobatan yang didapat pasien sebelumnya, rekonsiliasi obat merupakan
sebuah strategi penting untuk mengurangi angka kejadian medication errors
khususnya interaksi obat dan potensi yang berbahaya untuk pasien. Sebuah studi
yang dilakukan (Kwan, 2013), menunjukkan bahwa kombinasi intervensi antara
farmasis dan dokter dalam kolaborasi proses rekonsiliasi obat mempunyai
potensi yang tinggi untuk mengurangi angka kejadian interaksi obat.
Ketika berpikir tentang gagasan pada sistem kesehatan, hampir selalu
dihubungkan dengan teknologi medis (obat, peralatan medis, penemuan
diagnostik dan bedah), sedangkan inovasi di bidang teknologi informasi
kesehatan agak tertinggal. Di negara maju, seperti Amerika, lembaga pemerintah
berupaya mempromosikan sistem teknologi informasi kesehatan secara aktif
yang memicu munculnya ratusan perusahaan jasa di bidang teknologi informasi
kesehatan. Dukungan teknologi tersebut perlu dikembangkan untuk memberikan
proses yang paling efektif bagi pasien dan penyedia layanan untuk
meningkatkan kualitas layanan dan keselamatan pasien serta berdampak pada
efisiensi, akurasi, penghematan biaya belanja obat yang akhirnya berdampak
pada peningkatan manfaat bagi pasien (Spiro, 2012).
Gagasan terkait dengan pelayanan rekonsiliasi obat di suatu rumah sakit
muncul dikarenakan beberapa masalah yang sering terjadi dalam pelaksanaan

4
rekonsiliasi obat seperti kesalahan pengisian formulir serta duplikasi yang terjadi
dalam pemilihan terapi kepada pasien, selain itu adanya tuntutan dari
masyarakat mendorong terbentuknya gagasan ini. Gagasan terkait rekonsiliasi
obat dirancangan dengan penggunaan teknologi informasi yang disebut dengan
E-Rekon (Elektronic rekonsiliasi obat).
E-rekon atau rekonsiliasi obat elektronik adalah teknologi elektronik yang
memungkinkan dokter atau apoteker serta tenaga teknsis kefarmasian untuk
mengisi formulir rekonsilasi obat secara online (e-rekon) dan mengirimkannya
ke pada komputer instalasi farmasi yang dikehendaki yang tergabung dalam
jaringan e-rekon, langsung dari tempat praktik dokter/tempat perawatan. Dokter
atau apoteker serta tenaga teknsis kefarmasian tidak perlu menulis obat pada
form dengan tulisan tangan di atas kertas, melainkan langsung menuliskannya di
komputer.
Pada e-rekon, formulir online akan dikirim melalui sistem jaringan internet
tertutup (intranet) yang aman. Dengan demikian, setiap pengguna akses yang
akan memasuki sistem tersebut harus melakukan autentikasi terlebih dahulu
yang memerlukan nama pengguna dan kata kunci atau SecureID yang lain. E-
rekon merupakan suatu terobosan baru yang membuat proses rekonsiliasi obat di
rumah sakit sehingga menjadi lebih cepat, lebih mudah, dan meminimalisir
kesalahan yang sering terjadi dalam rekonsiliasi.
Potensi dan manfaat/keuntungan implementasi penggunaan E-rekon
meliputi :
1. Peningkatan efisiensi instalasi farmasi rumah sakit. Pengiriman form
rekonsiliasi elektronik menghilangkan kemungkinan salah penafsiran
dari tulisan tangan formulir oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya
dan mempersingkat waktu dalam pembacaan formulir sehingga
memungkinkan apoteker dapat menyesuaikan terapi dengan tepat
2. Promosi kepatuhan terhadap formularium rekonsiliasi obat.
3. Peningkatan perbaikan kesalahan formulir rekonsiliasi obat yang
dibuat oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Software yang
dibuat dapat memeriksa obat yang tepat yang diresepkan pada dosis

5
tepat dalam banyak kasus sehingga kesalahan pengobatan dapat
diminimalkan.
4. Pengurangan reaksi obat yang berpotensi merugikan pasien, yang
biasanya terjadi karena kelalaian dari tenaga kesehatan dalam hal ini
juga formulir rekonsiliasi obat online mencantumkan data/riwayat
alergi pasien, dan teridentifikasi potensi interaksi antar obat.
5. Data rekonsiliasi obat pasien tersimpan dengan baik sehingga
meminimalkan kemungkinan untuk hilangnya data pasien, selain itu
ketika terjadi perpindahan ke suatu rumah sakit lain data pasien dapat
di identifikasi dengan mudah.

2.3 Pelaksanaan Gagasan Rekonsiliasi


Secara keseluruhan, pelaksanaan e-rekon dan perubahan sistem teknologi
manajemen instalasi farmasi rumah sakit meningkatkan efisiensi operasional
rumah sakit. Para profesional juga menyadari kebutuhan langkah reformasi
teknologi tersebut mengingat ke depan obat baru dalam jumlah besar akan
ditambahkan ke dalam formularium rumah sakit. Adapun rancangan
pelaksanaan gagasan E-Rekon adalah sebagai berikut

Pengumpulan data mencari informasi yang akurat lewat


rekam medik atau memverifikasi secara langsung kepada
pasien

Riwayat Penyakit Dahulu

Alergi (obat, makanan, suhu)

Riwayat Penggunaan Obat

Setelah semua data informasi pasien diperoleh kemudian dicantumkan dalam formulirAlergi
rekonsilasi obat online

Apoteker melakukan Komparasi dengan membandingkan data obat yang pernah,


sedang dan akan digunakan. Bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara
data-data tersebut dengan obat yang diresepkan dokter, maka dilakukan konfirmasi
kepada dokter
6

Setelah dilakukan konfirmasi kemudian data diunggah dalam website


Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat
mengenai perubahan terapi yang terjadi serta petunjuk teknis e-rekon

Monitoring

1. Pengumpulan data
Mengetik data obat yang sedang dan akan digunakan pasien, meliputi
nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan
dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang pernah
terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping Obat, dicatat tanggal
kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping,
efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Semua data tersebut dituliskan oleh
apoteker atau petugas kesehatan lainnya melalui form online dalam E-rekon
yang berbasis elektronik sangat mudah untuk pengisian data yang telah
dikumpulkan.
2. Komparasi
Setelah semua data terkumpul dalam form tahap selanjutnya data dikirim
menuju komputer IFRS, kemudian petugas kesehatan membandingkan data
Obat yang pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau
ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan
diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat
yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang
didokumentasikan pada rekam medik pasien. Melakukan konfirmasi kepada
dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi (Bila ada
ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam)
3. Pengunggahan Data

7
Kemudian data yang sudah sesuai di unggah ke website melalui jaringan
internet menggunakan user yang telah dibentuk sebelumnya untuk setiap
pasien, sebelum mengunggah data akan di verifikasi terlebih dahulu pada
penulis formulir untuk dapat melanjutkan ke step berikutnya. Setiap data
yang akan diunggah memerlukan approval dari penulis formulir rekonsiliasi
obat.
4. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau
perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi serta memberikan petunjuk
teknis pada pasien apabila pasien ingin mengakses data tersebut melalui user
dan pin yang dimiliki pasien untuk masuk ke website. Apabila pasien hendak
mencetaknya pasien dapat mengunduhnya untuk keperluan pemindahan
rumah sakit atau ruang rawat inap, dimana form yang tercetak akan berisikan
barcode.
5. Monitoring
Monitoring dilakukan untuk memastikan kesesuain system. Tahapan
monitoring data menjadi lebih cepat, mudah dan simpel karena Aplikasi e-
rekon yang dilengkapi dengan fitur-fitur yang mendukung analisa dan telaah
laporan interaksi obat serta duplikasi.

2.4 Strategi Implementasi E-Rekon


Strategi implementasi yang tepat untuk e-rekon meliputi pengembangan
perangkat lunak yang user-friendly dari provider yang bersertifikat, pelatihan
khusus untuk staf klinis, dan dukungan kerjasama dari apotek/depo farmasi yang
bekerja sama dalam pelaksanaan e-rekon, serta sistem kontrol yang dilakukan
oleh lembaga pemerintah (BPOM) secara teratur untuk penggunaan obat.
Akses internet dan tingkat kenyamanan dengan perubahan perilaku di
lingkungan pekerjaan yang menggunakan protokol dan teknologi canggih juga
merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan e-rekon. Lebih jauh, kebijakan untuk
mendorong e-rekon dapat memfasilitasi perubahan sikap positif terhadap
implementasi rekam medis elektronik. Implementasi teknologi informasi
kesehatan akan menjadi lebih sukses apabila didukung oleh perangkat lunak

8
yang user-friendly. Sistem pendukung tersebut harus disesuaikan untuk masing-
masing instansi rumah sakit.
E-rekon merupakan sistem perangkat lunak yang mampu mengelola
database pasien. Profil pasien di data yang tersimpan dapat digunakan untuk
menganalisis peresepan yang tidak tepat atau peresepan berlebihan, pemantauan
efek samping obat dan atau mencegah interaksi obat yang membahayakan
pasien. Melalui implementasi e-rekon yang merupakan bagian dari kelengkapan
rekam medis elektronik diharapkan akan meningkatkan mutu layanan, serta
mengurangi kesalahan. Efisiensi dan service management untuk menunjang
implementasi tersebut, perlu diantisipasi hal-hal yang tidak diharapkan sebagai
akibat penerapan e-rekon, seperti sistem informasi error, sistem informasi yang
mendadak mati, dan sebagainya. Untuk menjamin keberlangsungan
pelaksanaannya, perlu diperhatikan sumber daya manusia, keahlian dalam
teknologi informasi dan keterbatasan anggaran rumah sakit.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat
(medication error) namun belakangan ini pelaksanaannya tidak mampu berjalan
optimal. Gagasan terkait dengan pelayanan rekonsiliasi obat di suatu rumah sakit
muncul dikarenakan beberapa masalah yang sering terjadi dalam pelaksanaan
rekonsiliasi obat. Gagasan terkait rekonsiliasi obat dirancangan dengan
penggunaan teknologi informasi yang disebut dengan E-Rekon (Elektronic
rekonsiliasi obat). Dalam pelaksanaannya terdiri dari beberapa tahap mulai dari
pengumpulan data, komparasi, pengunggahan data serta komunikasi dan
monitoring. Untuk mengimplementasikannya ada beberapa strategi yang
diperlukan untuk mencapai terwujudnya e-rekon meliputi pengembangan
perangkat lunak yang user-friendly dari provider yang bersertifikat, pelatihan
khusus untuk staf klinis, dan dukungan kerjasama dari apotek/depo farmasi yang
bekerja sama dalam pelaksanaan e-rekon, serta sistem kontrol yang dilakukan
oleh lembaga pemerintah (BPOM) secara teratur untuk penggunaan obat.

3.2 Saran
Proses rekonsiliasi obat elektronik menjadi sarana yang tepat untuk dapat
diterapkan difasilitas pelayanan kesehatan karena bertujuan untuk meminimalisir
kesalahan pemberian obat. Namun perlu adanya fasilitas dan SDM professional
yang mendukung dilakukannya proses rekonsiliasi obat pada penyedia
pelayanan kesehatan di Indonesia.

10
DAFTAR PUSTAKA

Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang


Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.

Kwan, J. L., Lo, L., Sampson, M., & Shojania, K. G. 2013. Medication Reconciliation
During Transitions Of Care As A Patient Safety Strategy: A Systematic
Review. Annals of internal medicine, 158, 397-403.

Prayitno, A. 2003. Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy), Menuju Pengobatan Rasional


dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Meteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
di Apotek.. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016, Peraturan Meteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Setiawan, Eko. 2015. Persepsi dan Kecenderungan Keterlibatan Apoteker di Apotek


pada Proses Rekonsiliasi Obat. Jurnal Sains Dan Farmasi Klinik 2(1), 91-98

Spiro R. The impact of electronic health records on pharmacy practice. Drug Topics.
2012;4:46-54.

Toronto. 2012. Potential medication reconciliation indicators for public reporting in


Ontario : Institute for Safe Medication Practices Canada.

Vander Schrieck-de Loos, E., van Groenestijn, A., 2011. High 5’s medication
reconciliation SOP: international standard operating procedure for

11
medication reconciliation in the Netherland. KIZ Journal for Quality and
Safety in Healtcare. 21, 26-29

12

Anda mungkin juga menyukai