Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH DASAR – DASAR FARMASI RUMAH SAKIT

(PENERAPAN FARMASI KLINIK DI RS MELIPUTI KONSELING, VISITE, DAN PTO)

Dosen Pengampu : Apt. Andi Ahriansyah, M.Farm,

Di susun Oleh :

1. Algi Ramdoni (17010001)


2. Allif Yatsaridhorahman (17010003)
3. Ari Pertiwi Diah Sulistiyaningrum (17010007)
4. Fitriyani (17010022)
5. May Shifa Rahma (17010034)
6. Milta Riskandawati (17010035)
7. Najib Abdul Syukur (17010040)
8. Nisa Julyanca Permata Gea (17010045)
9. Ozan Putra Siswanto (17010047)
10. Rivaldi Fahmi Pratama (17010054)
11. Siti Khomaerah (17010061)
12. Triska Puji Hartati (17010169)
13. Utari Damayanti (17010067)

PROGRAM SI FARMASI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI BOGOR
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia –
Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah Dasar – Dasar Rumah Sakit dengan lancar dan sesuai
dengan harapan kami.Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada Dosen Pengampu Bapak
Apt.Andi Ahriyansyah, M.Farm, yang telah mengajar mata kuliah Dasar – Dasar Rumah Sakit
sehingga tugas makalah ini dapat kami selesaikan.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu kami,
baik dalam segi waktu maupun motivasi. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah supaya
semua dapat mengetahui Penerapan Farmasi Klinik di Rumah Sakit Yang meliputi Konseling,
Visite, dan PTO. Makalah ini telah kami buat sebenar dan sebaiknya, namun kami menyadari
masih banyak kekurangan dan kesalahan yang ditemukan dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang sifatnya membangun kami harapkan.

Bogor, 1 Januari 2021

2
DAFTAR ISI

Cover………………………………………………………………………….........1

Kata Pengantar……………………………………………………………………..2

Daftar Isi……………………………………………………………………............3

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………............4

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………......4


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………….5
1.3 Tujuan……………………………………………………………………...5

BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………………………………...6

2.1 Definisi Rumah Sakit………………………………………………………6

2.2 Pelayanan Farmasi Klinik………………………………………………….6

2.2.1 Definisi Konseling……………………………………………………..8

2.2.2 Kegiatan Dalam Konseling……………………………………………..10

2.2.3 Faktor – Faktor Yang Di Perhatikan Dalam Konseling Obat………….11

2.2.4 Definisi Visite………………………………………………………….11

2.2.5 Definisi Pemantauan Terapi Obat (PTO)………………………………21

2.2.6 Kegiatan Dalam PTO………………………………………………….21

2.2.7 Tahapan PTO…………………………………………………………..21

BAB 3 PENUTUP………………………………………………………………….22

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

BAB 4 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………................23

BAB 5 LAMPIRAN………………………………………………………………..24

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan
kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial
ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (UU
No.44 tahun 2009). Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien dan
masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan
dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma
baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian
(pharmaceutical care). Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk
merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi
orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Perkembangan tersebut dapat
menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan
kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif dan
simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi klinik. Dalam Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa Rumah Sakit harus
memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan
peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian juga
dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian yang
diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.

4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan konseling, kegiatan apa saja yang terdapat dalam
konseling, serta faktor-faktor yang di perhatikan dalam konseling ?
2. Apakah yang dimaksud dengan visite, kegiatan apa saja yang terdapat dalam visite, serta
faktor-faktor yang di perhatikan dalam visite ?
3. Apakah yang dimaksud dengan PTO, kegiatan apa saja yang terdapat dalam PTO, serta
tahapan dalam PTO ?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana alur penerapan farmasi klinik di rumah sakit yang meliputi
Konseling, Visite, dan PTO ( Pemantauan Terapi Obat).

5
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Rumah Sakit


Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.

2.2 Pelayanan Farmasi Klinik (dapus : permenkes RI No. 30 tahun 2014 tentang
pelayanan kefarmasian dipuskesmas)

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:

1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.

2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan efisiensi
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.

3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang terkait
dalam Pelayanan Kefarmasian.

4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan penggunaan Obat


secara rasional.

Pelayanan farmasi klinik meliputi:

1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat

6
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

3. Konseling

4. Ronde/Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)

5. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Evaluasi Penggunaan Obat

1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat Kegiatan pengkajian
resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan
klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
2. Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
b. Nama, dan paraf dokter.
c. Tanggal resep.
d. Ruangan/unit asal resep.

3. Persyaratan farmasetik meliputi:

a. Bentuk dan kekuatan sediaan.

b. Dosis dan jumlah Obat.

c. Stabilitas dan ketersediaan.

d. Aturan dan cara penggunaan.

e. Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat).

4. Persyaratan klinis meliputi: Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat.

7
2.3 Definisi Konseling (dapus : Luddin Abu Bakar M, Dasar-Dasar Konseling, CV
Citapustaka Media Perintis, Bandung, 2010. Dewa Ketut Sukardi, 1985. Pengantar Teori
Konseling : Suatu Uraian Ringkas. Penerbit Ghalia Indonesia : Jakarta.)
Konseling adalah suatu proses pembelajaran yang seseorang itu belajar tentang dirinya
serta tentang hubungan dalam dirinya lalu menentukan tingkah laku yang dapat memajukan
perkembangan dirinya.

1. Menurut Frank Parson pada tahun 1908, konseling adalah proses pemberian bantuan
yang dilakukan oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu
masalah (disebut konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah
ini pertama kali digunakan saat ia melakukan konseling karir.

2. Sedangkan menurut Carl Rogers konseling adalah proses bantuan oleh konselor kepada
klien yang lebih mengembangkan pendekatan tetapi yang berpusat pada klien (client centered).

3. Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amtidalam buku Dasar-Dasar


Bimbingan Konseling (2004:105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang
mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi klien.

4. Sejalan dengan itu, Winkel mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan


paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan
tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau
masalah khusus.

5. Menurut Alan M Schmuller dan Donald G. Mortenson, Pengertian Konseling adalah


suatu proses hubungan seorang dengan seorang, di mana yang seorang dibantu oleh orang
lainnya untuk meningkatkan pengertian dan kemampuannya dalam menghadapi masalahnya.

6. Menurut Arthur J. Jones dan Buffon Stefflre and Norman R. Stewart, Pengertian
Konseling ialah hubungan profesional antara konseling terlatih dengan klien. Hubungan ini
biasanya antara orang ke orang meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan
dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangannya mengenai ruang
hidupnya sehingga dia dapat mimilih cara untuk membuat pilihan yang bermakna dan informasi
yang tersedia baginya.

7. Pengertian Konseling menurut Herbert M Burks adalah suatu proses yang


berorientasikan belajar, dilaksanakan dalam suatu lingkungan sosial, antara seorang dengan
seorang yang lain, di mana seorang konselor harus memiliki kemampuan profesional dalam
bidang keterampilan dan pengetahuan psikologi. Konselor berusaha membantu klien dengan
metode yang sesuai atau cocok dengan kebutuhan klien tersebut dalam hubungannya dengan
keseluruhan program, agar individu mempelajari secara lebih baik mengenai dirinya sendiri dan

8
belajar bagaimana memanfaatkan pemahaman mengenai dirinya untuk memperoleh tujuan-
tujuan hidup yang lebih realistis, sehingga klien dapat menjadi anggota dari masyarakat yang
berbahagia dan lebih produktif.

8. Menurut Wren, Pengertian Konseling adalah suatu relasi antara pribadi yang dinamis,
antara dua orang yang berusaha untuk memecahkan sebuah masalah dengan
mempertimbangkannya secara bersama-sama, sehingga pada akhirnya orang yang lebih muda
atau orang yang mempunyai kesulitan yang lebih banyak diantara keduanya dibantu oleh yang
lain untuk memecahkan masalahnya berdasarkan penentu diri sendiri.

9. Pengertian Konseling menurut Pepensky adalah suatu proses interaksi yang terjadi
antara dua orang individu yang disebut konselor dan klien, terjadi dalam situasi yang berisifat
pribadi, diciptakan dan dibina sebagai suatu cara untuk memudahkan terjadinya perubahan-
perubahan tingkah laku klien, sehingga ia memperoleh keputusan yang memuaskan
kebutuhannya.

10. Menurut L. R. Wolberg, Pengertian Konseling adalah bentuk wawancara di mana


klien ditolong untuk mengerti lebih jelas dirinya sendiri, untuk memperbaiki kesulitan yang
berkaitan dengan lingkungan atau untuk dapat memperbaiki kesukaran penyesuaian.

11. Menurut F. P. Robinson, Pengertian Konseling ialah hubungan antara dua orang di
mana yang seorang klien merupakan klien, dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara
efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Suasana hubungan di dalam konseling
ini meliputi penggunaan wawancara untuk mendapatkan dan memberikan berbagai informasi,
mengajar dan juga melatih.

Konseling obat adalah penyampaian dan memberitahukan nasehat-nasehat yang berkaitan


dengan obat, yang didalamnya terdapat diskusi timbal balik suatu pendapat atau opini (Siregar,
2004). Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan berdiskusi antara orang yang membutuhkan
(klien) dan orang yang memberikan (konselor) dukungan dan dorongan sedemikian rupa
sehingga klien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam pemecahan masalah (Depkes
RI, 2006).

A. Tujuan konseling
Tujuan dilaksanakanya konseling, yaitu:
1. Meningkatkan keberhasilan terapi yang dijalani.
2. Memaksimalkan efek terapi.
3. Mengurangi resiko efek samping.
4. Meningkatkan cost effectiveness.
5. Menghormati pilihan penderita dalam menjalankan terapinya

B. Yang Perlu Diperhatikan dalam Konseling

9
Dalam melakukan konseling dijumpai beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain
adalah:

1. Manajemen Ruang Konseling


Manajemen ruang dapat didefinisikan sebagai usaha penataan dan pengelolaan ruang agar
setiap orang yang berada dalam suasana yang nyaman, kondusif bagi perwujudan dirinya secara
sehat, sehingga bisa melakukan berbagai tugas secara efektif, efisien, dan produktif. Dalam hal
konseling diperlukan ruang khusus, karena dapat meningkatkan penerimaan pasien terhadap
informasi konseling yang diberikan, sehingga pasien kemungkinan bisa patuh terhadap regimen
obat, dan memberikan kepuasan pada pelayanan ini (Surya, 2003).

2. Efektivitas Konseling
Hal-hal yang mempengaruhi efektivitas konseling antara lain adalah durasi konseling,
tingkat keparahan penyakit yang diderita pasien, motivasi apoteker dan pasien selama konseling
berlangsung, pengetahuan apoteker terhadap materi yang akan diberikan kepada pasien,
kemampuan apoteker dalam menimbulkan rasa nyaman atau suasana yang kondusif selama
proses konseling berlangsung, sehingga pasien bisa dengan mudah memahami materi yang
disampaikan.

3. Kompetensi Apoteker
Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan profesi, kemampuan berkomunikasi.
Kompetensi apoteker mampu memberikan kepercayaan pasien terhadap informasi yang
diberikan, sehingga apoteker dapat memberikan pelayanan konseling secara efektif.

4. Keterbatasan yang Dimiliki Pasien


Keterbatasan pasien dapat dikelompokkan menjadi keterbatasan fungsional dan emosi.
Keterbatasan fungsional mengakibatkan pasien susah untuk menerima dan memahami isi materi
yang disampaikan oleh apoteker. Keterbatasan fungsional dibagi menjadi 3 kategori:

a). Keterbatasan visual dan pendengaran.


b). Keterbatasan bahasa.
c). Kesulitan memahami pada pasien dengan gangguan kejiwaan, atau keterbelakangan
mental.

Kegiatan dalam konseling

Kegiatan dalam konseling obat meliputi :

1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien.

10
2. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan Obatmelalui
Three Prime Questions.
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasienuntuk
mengeksplorasi masalah penggunaan Obat.
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalahpengunaan
Obat.
5. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien dan
Dokumentasi.

Faktor yang perlu juga perlu diperhatikan dalam konseling Obat:

a. Kriteria Pasien-Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu
hamildan menyusui).
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (tb, dm, epilepsi, danlain-lain).
c. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus(penggunaan
kortiksteroid dengan tappering down/off)
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,phenytoin).
e. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).
f. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.

Definisi Visite

Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara
mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara
langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat
kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas
permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan
Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite
Apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien
dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.

Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau kolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi dan kondisi. Keduanya memiliki kelebihan dan
kekurangan masing- masing (lihat tabel) yang perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan
visite dan menetapkan rekomendasi.

Kegiatan visite mandiri :

Kelebihan Kekurangan

11
 Waktu viside disesuaikan  Rekomendasi yang dibuat
dengan jadwal kegiatan lain terkait dengan peresepan tidak
dapat segera diimplementasikan
sebelum bertemu dengan dokter
pelulis resep

 Melakukan konseling,  Pemahaman tentang


monitoring respon pasien patofisiologi penyakit pasien
terhadap pengobatan terbatas

 Dapat dijadikan persiapan


untuk melakukan visite bersama
dengan tenaga kesehatan lain
(visite tim)

Kegiatan visite tim :

Kelebihan Kekurangan

 Dapat memperoleh informasi  Jadwal visite harus disesuaikan


terkini yang comprehensive dengan jadwal tim

 Sebagai fasilitas pembelajaran  Waktu pelaksanaan visite


terbatas segingga diskusi dan
penyampaian informasinya
kurang lengkap

 Dapat langsung
mengkomunikasikan masalah
terkait penggunaan obat dan
mengimplementasikan
rekomendasi yang dibuat

4.1 Visite Mandiri

4.1.1 Memperkenalkan diri kepada pasien

12
Pada kegiatan visite mandiri, apoteker harus memperkenalkan diri kepada pasien dan
keluarganya agar timbul kepercayaan mereka terhadap profesi apoteker sehingga mereka
dapat bersikap terbuka dan kooperatif. Contoh cara memperkenalkan diri, “Selamat pagi Bu
Siti, saya Retno, apoteker di ruang rawat ini. Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Membaik?
Atau ada keluhan lain?”. Pada tahap ini, apoteker dapat menilai adanya hambatan pasien
dalam berkomunikasi dan status klinis pasien (misalnya: kesadaran, kesulitan berbicara,
dll).

4.1.2 Mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasien dan


identifikasi masalah

Setelah memberikan salam, apoteker berkomunikasi efektif secara aktif untuk


menggali permasalahan pasien terkait penggunaan obat (lihat informasi penggunaan obat di
atas). Respon dapat berupa keluhan yang disampaikan oleh pasien, misalnya: rasa nyeri
menetap/bertambah, sulit buang air besar; atau adanya keluhan baru, misalnya: gatal-gatal,
mual, pusing. Apoteker harus melakukan kajian untuk memastikan apakah keluhan tersebut
terkait dengan penggunaan obat yang telah diberitahukan sebelumnya, misalnya urin
berwarna merah karena penggunaan rifampisin; mual karena penggunaan siprofloksasin
atau metformin.

Setelah bertemu dengan pasien berdasarkan informasi penggunaan yang diperoleh,


apoteker dapat (i) menetapkan status masalah (aktual atau potensial), dan (ii)
mengidentifikasi adanya masalah baru.

4.1.3 Memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait


penggunaan obat

Pada visite mandiri, rekomendasi lebih ditujukan kepada pasien dengan tujuan untuk
meningkatkan kepatuhan penggunaan obat dalam hal aturan pakai, cara pakai, dan hal-hal
yang harus diperhatikan selama menggunakan obat. Rekomendasi kepada pasien yang
dilakukan oleh apoteker dapat berupa konseling, edukasi, dan pendampingan cara
penggunaan obat.

13
Setelah pelaksanaan visite mandiri, apoteker dapat menyampaikan rekomendasi kepada
perawat tentang jadwal dan cara pemberian obat, misalnya: obat diberikan pada waktu yang
telah ditentukan (interval waktu pemberian yang sama), pemberian obat sebelum/sesudah
makan, selang waktu pemberian obat untuk mencegah terjadinya interaksi, kecepatan infus,
jenis pelarut yang digunakan, stabilitas dan ketercampuran obat suntik. Rekomendasi
kepada perawat yang dilakukan oleh apoteker dapat berupa konseling, edukasi, dan
pendampingan cara penyiapan obat.

Rekomendasi yang diberikan harus berdasarkan pada bukti terbaik, terpercaya dan
terkini agar diperoleh hasil terapi yang optimal.

Rekomendasi kepada apoteker lain dapat dilakukan dalam proses penyiapan obat,
misalnya: kalkulasi dan penyesuaian dosis, pengaturan jalur dan laju infus. Rekomendasi
kepada dokter yang merawat yang dilakukan oleh apoteker dapat berupa diskusi
pembahasan masalah dan kesepakatan keputusan terapi.

4.1.4 Melakukan pemantauan implementasi rekomendasi

Apoteker harus memantau pelaksanaan rekomendasi kepada pasien, perawat, atau


dokter. Jika rekomendasi belum dilaksanakan maka apoteker harus menelusuri penyebab
tidak dilaksanakannya rekomendasi dan mengupayakan penyelesaian masalah. Contoh:
pasien minum siprofloksasin bersama dengan antasida karena sudah terbiasa minum semua
obat setelah makan atau minum siprofloksasin bersama dengan susu. Seharusnya
siprofloksasin diminum dengan selang waktu 2 jam sebelum minum antasida/susu. Hal
tersebut dapat diatasi dengan memberi edukasi kepada perawat/ pasien tentang adanya
interaksi antara siprofloksasin dan antasida/susu membentuk kompleks yang menyebabkan
penyerapan siprofloksasin terganggu dan efektivitas siprofloksasin berkurang.

4.1.5 Melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terkait penggunaan obat

Pemantauan efektivitas dan keamanan efek samping dapat dilakukan dengan


menggunakan metode Subject-Object Assessment Plan (SOAP). Subjektif adalah semua
keluhan yang dirasakan pasien. Objektif adalah hasil pemeriksaan yang dapat diukur,
misalnya temperatur, tekanan darah, kadar glukosa darah, kreatinin serum, bersihan
14
kreatinin, jumlah leukosit dalam darah, dll. Assessment adalah penilaian penggunaan obat
pasien (identifikasi masalah terkait obat). Plan adalah rekomendasi yang diberikan
berdasarkan assessment yang dilakukan. Apoteker juga harus memantau hasil rekomendasi
dengan mengamati kondisi klinis pasien baik yang terkait dengan efektivitas terapi maupun
efek samping obat. Contoh: efektivitas antibiotika dapat dinilai dari perbaikan tanda-tanda

infeksi setelah 48-72 jam, misalnya: demam menurun (36,5-37 oC), jumlah leukosit

mendekati nilai normal (5000-10.000x109/L); sedangkan efek samping antibiotika,


misalnya: diare, mual.

4.2 Visite tim

4.2.1 Memperkenalkan diri kepada pasien dan/atau tim

Pada kegiatan visite bersama dengan tenaga kesehatan lain, perkenalan anggota tim
kepada pasien dan keluarganya dilakukan oleh ketua tim visite.

4.2.2 Mengikuti dengan seksama presentasi kasus yang disampaikan


Pada saat mengunjungi pasien, dokter yang merawat akan memaparkan perkembangan
kondisi klinis pasien berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan
wawancara dengan pasien; hal ini dapat dimanfaatkan apoteker untuk memperbarui data
pasien yang telah diperoleh sebelumnya atau mengkaji ulang permasalahan baru yang
timbul karena perubahan terapi. Apoteker harus berpartisipasi aktif dalam menggali latar
belakang permasalahan terkait penggunaan obat. Contoh: keluhan pasien berupa sulit buang
air besar dapat disebabkan oleh imobilitas atau efek samping obat, misalnya codein.

4.2.3 Memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait


penggunaan obat

Sebelum memberikan rekomendasi, apoteker berdiskusi dengan anggota tim secara


aktif untuk saling mengklarifikasi, mengkonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan
obat, Pada visite tim, rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang merawat dengan
tujuan untuk meningkatkan hasil terapi, khususnya dalam pemilihan terapi obat, misalnya
pemilihan jenis dan rejimen antibiotika untuk terapi demam tifoid, waktu penggantian

15
antibiotika injeksi menjadi antibiotika oral, lama penggunaan antibiotika sesuai pedoman
terapi yang berlaku.
Rekomendasi yang diberikan harus berdasarkan informasi dari pasien, pengalaman klinis
(kepakaran) dokter dan bukti terbaik yang dapat diperoleh. Rekomendasi tersebut
merupakan kesepakatan penggunaan obat yang terbaik agar diperoleh hasil terapi yang
optimal. Pemberian rekomendasi kepada dokter yang merawat dikomunikasikan secara
efektif, misalnya: saran tertentu yang bersifat sensitif (dapat menimbulkan kesalahpahaman)
diberikan secara pribadi (tidak di depan pasien/perawat).

4.2.4 Melakukan pemantauan implementasi rekomendasi

Setelah rekomendasi disetujui dokter yang merawat untuk diimplementasikan,


apoteker harus memantau pelaksanaan rekomendasi perubahan terapi pada rekam medik
dan catatan pemberian obat. Jika rekomendasi belum dilaksanakan maka apoteker harus
menelusuri penyebabnya dan mengupayakan penyelesaian masalah. Contoh: jika saran
untuk mengganti antibiotika injeksi menjadi antibiotika oral setelah 2 hari suhu tubuh
pasien normal tidak dilaksanakan (dapat diketahui dari rekam medik/catatan pemberian
obat) maka apoteker harus menelusuri penyebabnya. Contoh penyebabnya: dokter belum
memberikan instruksi, obat tidak tersedia, perawat belum memberikan. Apoteker dapat
mengingatkan dokter tentang penggantian bentuk sediaan antibiotika.

4.2.5 Melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terkait penggunaan obat

Pemantauan efektivitas dan keamanan penggunaan obat berupa keluhan pasien,


manifestasi klinis, dan hasil pemeriksaan penunjang; dapat dilakukan dengan menggunakan
metode SOAP. Contoh: pemberian insulin harus dipantau secara ketat untuk penyesuaian
dosis (target kadar glukosa darah tercapai) dan menghindari terjadinya hipoglikemia; pada
penggunaan Kaptopril, apoteker memperhatikan penurunan tekanan darah pasien sebagai
indikator efektivitas terapi dan menanyakan keluhan batuk kering sebagai indikator ROTD.

4.2.6 Melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terkait penggunaan obat

16
Pemantauan efektivitas dan keamanan penggunaan obat berupa keluhan pasien,
manifestasi klinis, dan hasil pemeriksaan penunjang; dapat dilakukan dengan menggunakan
metode SOAP. Contoh: pemberian insulin harus dipantau secara ketat untuk penyesuaian
dosis (target kadar glukosa darah tercapai) dan menghindari terjadinya hipoglikemia; pada
penggunaan Kaptopril, apoteker memperhatikan penurunan tekanan darah pasien sebagai
indikator efektivitas terapi dan menanyakan keluhan batuk kering sebagai indikator ROTD.

17
4.3 Praktik visite yang dilakukan oleh apoteker bertujuan untuk:
(1) meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien, perkembangan kondisi
klinik, dan rencana terapi secara komprehensif;
(2) memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk sediaan obat,
rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien,
(3) memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal pemilihan
terapi, implementasi dan monitoring terapi;
(4) memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat akibat keputusan
klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya
Sebelum memulai praktik visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu membekali diri
dengan berbagai pengetahuan, minimal: patofisiologi, terminologi medis,
farmakokinetika, farmakologi, farmakoterapi, farmakoekonomi, farmakoepidemiologi,
pengobatan berbasis bukti. Selain itu diperlukan kemampuan interpretasi data laboratorium
dan data penunjang diagnostik lain; berkomunikasi secara efektif dengan pasien, dan tenaga
kesehatan lain. Praktik visite membutuhkan persiapan dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:

4.4 Seleksi pasien

Seharusnya layanan visite diberikan kepada semua pasien yang masuk rumah sakit.
Namun mengingat keterbatasan jumlah apoteker maka layanan visite diprioritaskan untuk
pasien dengan kriteria sebagai berikut:

 Pasien baru (dalam 24 jam pertama) Pasien dalam perawatan intensif


 Pasien yang menerima lebih dari 5 macam obat
 Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama hati dan ginjal
 Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis (critical value),
misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin
 Pasien yang mendapatkan obat yang mempunyai indeks terapetik sempit, berpotensi
menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal. Contoh: pasien
yang mendapatkan terapi obat digoksin, karbamazepin, teofilin, sitostatika;

18
4.5 Pengumpulan informasi penggunaan obat

Informasi penggunaan obat dapat diperoleh dari rekam medik, wawancara dengan
pasien/keluarga, catatan pemberian obat. Informasi tersebut meliputi:

 Data pasien : nama, nomor rekam medis, umur, jenis kelamin, berat badan (BB),
tinggi badan (TB), ruang rawat, nomor tempat tidur, sumber pembiayaan
 Keluhan utama: keluhan/kondisi pasien yang menjadi alasan untuk dirawat
 Riwayat penyakit saat ini (history of present illness) merupakan riwayat keluhan /
keadaan pasien berkenaan dengan penyakit yang dideritanya saat ini
 Riwayat sosial: kondisi sosial (gaya hidup) dan ekonomi pasien yang berhubungan
dengan penyakitnya. Contoh: pola makan, merokok, minuman keras, perilaku seks
bebas, pengguna narkoba, tingkat pendidikan, penghasilan
 Riwayat penyakit terdahulu: riwayat singkat penyakit yang pernah diderita pasien,
tindakan dan perawatan yang pernah diterimanya yang berhubungan dengan
penyakit pasien saat ini
 Riwayat penyakit keluarga: adanya keluarga yang menderita penyakit

yang sama atau berhubungan dengan penyakit yang sedang dialami pasien.
Contoh: hipertensi, diabetes, jantung, kelainan darah, kanker

 Riwayat penggunaan obat: daftar obat yang pernah digunakan pasien sebelum dirawat
(termasuk obat bebas, obat tradisional/ herbal medicine) dan lama penggunaan obat
 Riwayat alergi/ ROTD daftar obat yang pernah menimbulkan reaksi alergi atau
ROTD.

- Pemeriksaan fisik: tanda-tanda vital (temperatur, tekanan darah, nadi, kecepatan


pernapasan), kajian sistem organ (kardiovaskuler, ginjal, hati)

- Pemeriksaan laboratorium: Datahasilpemeriksaanlaboratorium diperlukan dengan


tujuan: (i) menilai apakah diperlukan terapi obat, (ii) penyesuaian dosis, (iii)
menilai efek terapeutik obat, (iv) menilai adanya ROTD, (v) mencegah terjadinya
kesalahan dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya:
akibat sampel sudah rusak, kuantitas sampel tidak cukup, sampel diambil pada
waktu yang tidak tepat, prosedur tidak benar, reagensia yang digunakan tidak

19
tepat, kesalahan teknis oleh petugas, interaksi dengan makanan/obat. Apoteker
harus dapat menilai hasil pemeriksaan pasien dan membandingkannya dengan
nilai normal. (lihat contoh kasus)

- Pemeriksaan diagnostik: foto roentgen, USG, CT Scan. Data hasil pemeriksaan


diagnostik diperlukan dengan tujuan: (i) menunjang penegakan diagnosis, (ii)
menilai hasil terapeutik pengobatan, (iii) menilai adanya risiko pengobatan.

- Masalah medis meliputi gejala dan tanda klinis, diagnosis utama dan penyerta.

- Catatan penggunaan obat saat ini adalah daftar obat yang sedang digunakan oleh
pasien. Catatan perkembangan pasien adalah kondisi klinis pasien yang diamati
dari hari ke hari.
4.6 Pengkajian masalah terkait obat

Pasien yang mendapatkan obat memiliki risiko mengalami masalah terkait


penggunaan obat baik yang bersifat aktual (yang nyata terjadi) maupun potensial
(yang mungkin terjadi). Masalah terkait penggunaan obat antara lain: efektivitas
terapi, efek samping obat, biaya. Penjelasan rinci tentang klasifikasi masalah terkait
obat lihat lampiran 2.

4.7 Fasilitas

Fasilitas praktik visite antara lain:

 Formulir Pemantauan Terapi Obat


 Referensi dapat berupa cetakan atau elektronik, misalnya: Formularium Rumah
Sakit, Pedoman Penggunaan Antibiotika, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Daftar Obat
Askes (DOA), Daftar Plafon Harga Obat (DPHO), British National Formulary
(BNF), Drug Information Handbook (DIH), American Hospital Formulary Services
(AHFS): Drug Information, Pedoman Terapi, dll.
 Kalkulator

20
Definisi PTO

Definisi PTO (Pemantauan Terapi Obat) adalah suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah
meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko ROTD.
Kegiatan yang dilakukan dalam PTO, meliputi:

 pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat dan respon terapi
 pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat,
 pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.

Tahapan yang dilakukan dalam PTO, adalah:

 pengumpulan data pasien,


 identifikasi masalah terkait obat,
 rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat,
 pemantauan, dan
 tindak lanjut.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam PTO adalah:


 kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis bukti terkini dan terpercaya,
 kerahasiaan informasi, dan
 kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).

21
BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pelayanan farmasi klinik meliputi :

1. Pengkajian resep.
2. Penelusuran riwayat peggunaan obat.
3. Pelayanan informasi obat (PIO).
4. Konsling.
5. Visite.
6. Pemantauan terapi obat (PTO).
7. Monitoring efek samping obat (MESO).

3.2 SARAN

Upaya – upaya untuk memberikan peran farmasis klinik dalam meningkatkan outcome
terapi bagi pasien harus terus dilakukan, sehingga akan semakin membuka peluang diterimanya
profesi farmasis di dalam tim pelayanan kesehatan yang langsung berhubungan dengan pasien.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://docplayer.info/58615395-Makalah-standar-pelayanan-kefarmasian-di-rumah-sakit.html

23
LAMPIRAN

24
25
26
27

Anda mungkin juga menyukai