Anda di halaman 1dari 25

ETIKA DAN STANDAR PELAYANAN

KEFARMASIAN DI APOTEK

DISUSUN OLEH :
Adha Oke

(13040056)

Syifa Nurul Aini

(13040053)

Yuli Yanti

(13040050)

Yuni Widyastuti

(13040051)

Yuyi Puji Lestari

(13040052)

Semester IV

Dosen Pengajar : Meta Safitri, M.Sc., Apt


Matakuliah

: Etika Farmasi

Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang


JL.Raya Penda Tigaraksa No. 13- Tangerang
Telp. (021) 59409211
2015

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Alloh Swt. yang telah melimpahkan
berbagai macam nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Etika dan
Standar Pelayanan Kefarmasian ini dengan baik sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
Makalah etika farmasi tentang Etika dan Standar Pelayanan
Kefarmasian ini telah kami susun sedemikian rupa tentunya dengan
bantuan berbagai macam pihak untuk membantu menyelesaikan
tantangan dan hambatan selama proses pembuatan makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini
sebagai salah satu syarat standar kelulusan nilai bagi matakuliah etika
farmasi.
Namun tidak terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengundang para pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Tangerang, Mei 2015

Penyusun

Daftar Isi
Kata
Pengantar
.................................................................................
......
i
Daftar
Isi
.................................................................................
...............
ii
Bab
I
Pendahuluan
.................................................................................
1
1.1

Latar
Belakang
....................................................................... 1
1.2
Rumusan
Masalah
................................................................ 2
1.3
Tujuan ....
.............................................................................2
Bab
II
Pembahasan
................................................................................
3
2.1
Pengertian
Pelayanan
Kefarmasian............................................
3
2.2
Kode Etik Pelayanan
Kefarmasian.............................................
3
2.3
Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek................................
5
2.4
Penunjang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek..............
7
Bab
III
Penutup
.................................................................................
......
13
3. 1
Kesimpulan ....
............................................................................13
2

3. 2Saran.......................................................................
...................
13
Daftar
Pustaka
.................................................................................
......
iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apotek
kefarmasian,

adalah

suatu

penyaluran

tempat

sediaan

dilakukannya

farmasi,

dan

pekerjaan
perbekalan

kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pengertian ini didasarkan


pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/Menkes/SK/X/2002

tentang

Menteri

No.

Kesehatan

RI

Perubahan

atas

Peraturan

922/Menkes/Per/X/1993

tentang

Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.


Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu
mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban
menyediakan,

menyimpan

dan

menyerahkan

perbekalan

farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apotek


dapat diusahakan oleh lembaga atau instansi pemerintah
dengan

tugas

pelayanan

kesehatan

di

pusat

dan

daerah,

perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan


apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin
dari Suku Dinas Kesehatan setempat.
Pekerjaan kefarmasian menurut UU Kesehatan No. 36
Tahun 2009 yaitu meliputi pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan
yang mempunyai peran penting dalam mewujudkan kesehatan
bermutu, dimana apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan
1

mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan


pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Layanan kefarmasian
selain menjadi tuntutan profesionalisme juga dapat dilihat
sebagai

faktor

yang

menarik

minat

konsumen

pembelian obat di apotek. Pelayanan kefarmasian

terhadap

meliputipenampilanapotek,

keramahan

petugas,

pelayanan

informasi obat, ketersediaan obat, dan kecepatan pelayanan.

1.2Rumusan Masalah
Makalah ini disusun dengan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian dari pelayanan kefarmasian ?
2. Bagaimana cara penerapkan kode etik yang baik dan benar ?
3. Apa saja standar pelayanan kefarmasian di apotek ?
4. Hal-hal apa saja yang menjadi penunjang standar kefarmasian di
apotek ?

1.3

Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain :

1. Mahasiswa diharapkan dapat memahami dengan baik tentang


etika dan standar pelayanan kefarmasian yang baik dan benar.
2. Mahasiswa diharapkan dapat memberikan contoh berupa video
bagaimana etika dan standar pelayanan kefarmasian yang baik
dan benar.
3. Mahasiswa diharapkan dapat menerapkan etika dan standar
pelayanan kefarmasian di kemudian hari.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Pelayanan Kefarmasian


Pekerjaan

kefarmasian

adalah

pembuatan

termasuk

pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,


penyimpanan
pengelolaan

dan

pendistribusi

obat,

pelayanan

atau
obat

penyaluranan
atas

resep

obat,
dokter,

pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan


obat dan obat tradisional.
Pelayanan kefarmasian pada

saat ini telah bergeser

orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada


Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang
semula
komoditi

hanya

berfokus

menjadi

pada

pelayanan

pengelolaan
yang

obat

sebagai

komprehensif

yang

bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.


Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut,
apoteker

dituntut

untuk

meningkatkan

pengetahuan,

ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi


langsung dengan pasien.Bentuk interaksi tersebut antara lain
adalah

melaksanakan

pemberian

informasi,

monitoring

penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai


harapan dan terdokumentasi dengan baik.
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam
proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan
praktek

harus

berkomunikasi

sesuai
dengan

standar.
tenaga

Apoteker
kesehatan

harus
lainnya

mampu
dalam

menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang


rasional.

2.2

Kode Etik Pelayanan Kefarmasian

Kode etik farmasi, apoteker mempunyai kewajiban-kewajiban, baik secara


umum, kepada pasien, teman sejawat, atau petugas kesehatan yang lain.
Kewajiban-kewajiban ini akan terlaksana bila apoteker berada dalam tempat
kerjanya. Peraturan pemerintah yang terbaru, PP 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, pasal 25 ayat 2 juga mendukung keberadaan apoteker
dalam setiap fasilitas kefarmasian, seperti dalam apotek. Walaupunpada

sebagian besar dalam pendirian apotek, apoteker bekerjasama dengan


pemodal,dikatakan bahwa pekerjaan kefarmasian sepenuhnya tetap dipegang
oleh apoteker. Hal ini berarti bahwa izin apotek diberikan kepada apoteker,
bukanlah kepada pemilik modal maka sudah sepantasnya lah pekerjaan
kefarmasian dilakukan dan merupakan tanggung jawab seorang apoteker.
Dalam melakukan penyerahan perbekalan farmasi (obat)
kepada konsumen di apotek diatur oleh 2 macam kaidah yaitu
kaidah etika dan kaidah hukum, sehingga seorang apoteker
dapat mengetahui wewenang dan tanggung jawab apa saja
yang

dapat

dilimpahkan

kepadanya

dalam

pelayanan

kefarmasian kepada masyarakat.


Yang menjadi dasar kode etik pelayanan kefarmasiaan bagi
apoteker dalam melaksanakan fungsinya di apotek dapat
dilihat dari dua sudut yaitu :
1. Batas keilmuan dan wewenang apoteker yaitu hanya sebatas
membuat

mengolah,

meracik,

mengubah

bentuk,

mencampur, menyimpan dan menyerahkan obat atau bahan


obat kepada konsumen.
2. Tugas dan tanggungjawab moral apoteker yaitu :
a. Menghormati hak-hak konsumen seperti :
Wajib melayani permintaan obat dari dokter, dokter
gigi, dokter hewan sesuai dengan peraturan yang

berlaku.
Tidak mengurangi jumlah obat artinya bahwa apoteker
itu dilarang untuk menyerahkan jumlah obat yang
tidak sesuai dengan yang diminta di resep tanpa

adanya persetujuan dari dokter atau konsumennya.


Tidak menyerahkan obat yang sudah rusak atau
melampaui batas kadaluarsa (expired) artinya bahwa
apoteker dilarang untuk menyerahkan obat yang tidak
lagi memenuhi syarat baku yang ditetapkan oleh

Farmakope Indonesia.
Tidak mengganti jenis obat artinya bahwa apoteker
dilarang untuk menyerahkan obat yang tidak sesuai
dengan yang diminta di resep atau mengganti dengan
obat lain yang fungsi dan isinya sama (lain merk)
7

tanpa

adanya

persetujuan

konsumennya.

dokter

atau

dari

Wajib menyimpan resep minimal selama 3 tahun dan


dapat memberikan informasi kembali tentang resep
tersebut,apabila konsumen atau dokter penulis resep

tersebut memerlukannya.
Wajib memberikan informasi tentang cara dan waktu
pakai,

jumlah

menyimpan

pemakaian

obat

di

dalam

rumah,

efek

sehari,

cara

samping

yang

mungkin akan terjadi dan cara mengatasinya.


b. Menghormati hak-hak profesi lain (dokter) yaitu :
Tidak melakukan diagnosis penyakit, pengobatan dan
perawatan

artinya

bahwa

apoteker

dan

petugas

apotek lainnya tidak melakukan suatu diagnosis dan


pengobatan terhadap (gejala) suatu penyakit yang
dialami

konsumen.

Akan

tetapi

apabila

apoteker

memberikan informasi sesuai dengan keilmuan sesuai


tentang fungsi obat dan konsumen menetapkan tidak
membeli obat dan mengobati sendiri penyakitnya (self
medication), maka apoteker dan petugas apotek dapat
menyerahkan obat tersebut sesuai dengan etika dan

peraturan yang berlaku.


Tidak mengganti jenis obat artinya bahwa apoteker
dan petugas apotek lainnya dilarang mengganti obat
yang diminta diresep dengan obat lain yang fungsi dan
isinya sama (lain merk) tanpa adanya persetujuan

dokternya.
Bila dokter menulis dosis obat yang melebihi dosis
maksimal, maka apoteker dan petugas apotek lainnya
harus minta paraf dokter dan tanda seru di belakang
jumlah obatnya sebelum obat tersebut diserahkan

kepada konsumen.
Tidak menangani efek samping yang dialami oleh
konsumen tanpa persetujuan dokter.

2.3

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek


9

Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi :


1. Pelayanan Obat Non Resep
Pelayanan Obat Non Resep merupakan pelayanan kepada pasien
yang ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi.

10

Obat untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa


resep yang meliputi obat wajib apotek (OWA), obat bebas terbatas (OBT)
dan obat bebas (OB). Obat wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral
kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran
nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan
obat kulit topikal (Dirjen POM, 1997).
Apoteker dalam melayani OWA diwajibkan memenuhi ketentuan
dan batasan tiap jenis obat per pasien yang tercantum dalam daftar OWA 1
dan OWA 2. Wajib pula membuat catatan pasien serta obat yang
diserahkan. Apoteker hendaknya memberikan informasi penting tentang
dosis, cara pakai, kontra indikasi, efek samping dan lain-lain yang
perludiperhatikan oleh pasien (Permenkes No.347 tahun 1990; Permenkes
No.924 tahun 1993).
2. Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan
tenaga kesehatan lain, termasuk kepada dokter. Termasuk memberi
informasi tentang obat baru atau tentang produk obat yang sudah ditarik.
Hendaknya aktif mencari masukan tentang keluhan pasien terhadap obatobat yang dikonsumsi. Apoteker mencatat reaksi atau keluhan pasien untuk
dilaporkan ke dokter, dengan cara demikian ikut berpartisipasi dalam
pelaporan efek samping obat (ISFI, 2003). Konseling pasien merupakan
bagian dari KIE. Kriteria pasien yang memerlukan pelayanan konseling
diantaranya

penderita

penyakit

kronis

seperti

asma,

diabetes,

kardiovaskular, penderita yang menerima obat dengan indeks terapi


sempit, pasien lanjut usia, anak-anak, penderita yang sering mengalami
reaksi alergi pada penggunaan obat dan penderita yang tidak patuh dalam
meminum obat. Konseling hendaknya dilakukan di ruangan tersendiri yang
dapat terhindar dari macam interupsi (Rantucci, 1997; ASHP, 1993).
Pelayanan konseling dapat dipermudah dengan menyediakan leaflet atau
booklet yang isinya meliputi patofisiologi penyakit dan mekanisme kerja
obat.
3. Pelayanan Obat Resep
Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker
pengelola apotek. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat yang

11

ditulis dalam resep dengan obat lain. Dalam hal pasien tidak mampu
menebus obat yang ditulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi
dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih terjangkau (Permenkes
No.24 tahun 1993). Pelayanan resep didahului proses skrining resep yang
meliputi pemeriksaan kelengkapan resep, keabsahan dan tinjauan
kerasionalan obat. Resep yang lengkap harus ada nama, alamat dan nomor
ijin praktek dokter, tempat dan tanggal resep, tanda R/ pada bagian kiri
untuk tiap penulisan resep, nama obat dan jumlahnya, kadang-kadang cara
pembuatan atau keterangan lain (iter, prn, cito) yang dibutuhkan, aturan
pakai, nama pasien, serta tanda tangan atau paraf dokter (Dewi, 1985).
Tinjauan kerasionalan obat meliputi pemeriksaan dosis, frekuensi
penberian, adanya medikasi rangkap, interaksi obat, karakteristik penderita
atau kondisi penyakit yang menyebabkan pasien menjadi kontra indikasi
dengan obat yang diberikan (WHO, 1987).
4. Pengelolaan Obat
Kompetensi penting yang harus dimiliki apoteker dalam bidang
pengelolaan obat meliputi kemampuan merancang, membuat, melakukan
pengelolaan obat di apotek yang efektif dan efesien. Penjabaran dari
kompetensi tersebut adalah dengan melakukan seleksi, perencanaan,
penganggaran,

pengadaan,

produksi,

penyimpanan,

pengamanan

persediaan, perancangan dan melakukan dispensing serta evaluasi


penggunaan obat dalam rangka pelayanan kepada pasien yang terintegrasi
dalam asuhan kefarmasian dan jaminan mutu pelayanan (ISFI, 2003).

2.4

Penunjang Standar Pelayanan Kefarmasian

di Apotek

A. Pengelolaan Sumber Daya


1. Pengelolaan sumber daya manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola
oleh seorang apoteker yang :
Profesional,
Memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan

yang baik,
Mengambil keputusan yang tepat,

12

Mampu berkomunikasi antar profesi,


Menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner,
Kemampuan mengelola SDM secara efektif,
Selalu belajar sepanjang karier dan
Membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk

meningkatkan pengetahuan.

2. Sarana dan Prasarana

Apotek sebaiknya :
Berlokasi strategis.
Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata

apotek.
Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.
Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari
aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk
menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko

kesalahan penyerahan.
Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker

untuk memperoleh informasi dan konseling.


Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari

hewan pengerat, serangga.


Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari
pendingin.

Apotek harus memiliki:

Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.


Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan

brosur/materi informasi.
Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan

meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
Ruang racikan.
Tempat pencucian alat.

13


Disamping itu perabotan apotek harus tertata rapi,

lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang


tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang
berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang
telah ditetapkan.

3. Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan lainnya

Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan


kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku
meliputi:
a. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi


perludiperhatikan adalah pola penyakit, kemampuan masyarakat,
budaya masyarakat.
b. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka


pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan
perundangundangan yang berlaku.
c. Penyimpanan
Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.

Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi


dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru, wadah sekurangkurangnya memuat nama obat, nomor batch

dan tanggal kadaluarsa.


Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak
dan menjamin kestabilan bahan.

4. Administrasi

Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di

apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi:


a. Administrasi Umum : Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika,
psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Administrasi Pelayanan : Pengarsipan resep, pengarsipan catatan
pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat

14


B. Pelayanan

Standar kefarmasian dalam pelayanan mencakup : pelayanan resep,


edukasi dan promosi, serta dan pelayanan residensial (Home Care).
1. Pelayanan Resep

Mencakup Skrining resep dan Penyiapan obat.


Skrining resep meliputi Persyaratan administratif, kesesuaian
farmasetik, dan pertimbangan klinis. Sedangkan penyiapan resep
meliputi Peracikan, pemberian etiket, penyerahan, pemberian
informasi obat, konseling dan monitoring penggunaan obat.
a. Skrining Resep
Apoteke rmelakukan skrining resep meliputi :

1) PersyaratanAdministratif :
o Nama, SIP dan alamat dokter
o Tanggal penulisan resep
o Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
o Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan
pasien
o Cara pemakaian yang jelas
o Informasi lainnya
2) Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
3) Pertimbangan klinis :

Adanya alergi, efeksamping, interaksi ,kesesuaian

(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan


terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan
alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan
setelah pemberitahuan.

15


b. Penyiapan obat
1) Peracikan

Merupakan

kegiatan

menyiapkan

menimbang,

mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada


wadah.Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat
suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis
dan jumlah obat.
2) PemberianEtiket

Penulisan etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat


hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang
cocok sehingga terjaga kualitasnya.
3) Penyerahan Obat

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus


dilakukan pemeriksaan akhir terhadap

kesesuaian antara

obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker


disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada
pasien.
4) Informasi Obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar,


jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,
bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurangkurangnya meliputicara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan,aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari selama terapi.
5) Konseling

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai


sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan
lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien
atau

yangbersangkutan

terhindar

dari

bahaya

penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah.Untuk


penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes,
TBC,asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus
memberikan konseling secara berkelanjutan.

16


6) Monitoring Penggunaan Obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker


harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama
untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC,
asma, dan penyakit kronis lainnya.
2. Promosi dan Edukasi

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker


harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri
sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan
obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif
dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet /brosur, poster,
penyuluhan, dan lain lainnya.
3. Pelayanan Residensial (Home Care)

Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat


melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah,
khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan
penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus
membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

17

BAB III
PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

Sebagai profesional yang memiliki kode etik keprofesian

yang berperan sebagai ujung tombak dalam rantai pelayanan kesehatan khususnya
obat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, maka sudah
seharusnya farmasis berada di apotek untuk melakukan pekerjaan kefarmasiannya.
Bila kompetensi apoteker digunakan sungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya dalam menjalankan pekerjaankefarmasiaan maka berarti
apoteker telah berperilaku sesuai kode etiknya, yang pada akhirnya kualitas hidup
pasienlah yang akan meningkat.

3. 2 Saran

Dalam

melaksanakan

tugas

kefarmasian

seorang farmasis hendaklahmengutamakan kepentingan masyarakat dan


menghormati hak asazi penderita dan melindungi makhluk hidup insani serta
menjaga keselamatan hidup pasien (patient safety). Serta bersungguh-sungguh
dalam menerapkan kode etik dengan menganggap seorang pasien merupkan
bagian dari anggota keluarga kita.

18

DAFTAR PUSTAKA

http://hfarmacy.blogspot.com/
https://sisicia.wordpress.com/tag/etika-farmasi/
KeputusanMenteriKesehatanNomor
1027/Menkes/SK/IX/2004

Anda mungkin juga menyukai