Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

UNDANG-UNDANG DAN ETIKA FARMASI


PERSYARATAN DAN PROSES PELAYANAN SWAMEDIKASI

Disusun oleh :

Kelompok 7

Septa Rahmadini 1806282342


Sheila Sabrina 1806282356
Shoffiya Amaliya 1806282362
Theresia Ennindita 1806282375
Tryandika Telaumbanua 1806282381

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
1. Hirarki Peraturan Perundang-undangan Swamedikasi

PP 51/2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian

PMK 919 /1993


PMK 73/2016 Tentang KMK 347/1990
Tentang Kriteria Obat
Standar Pelayanan Tentang Obat Wajib
yang Dapat Diserahkan
Kefarmasian di Apotek Apotek
Tanpa Resep

2. Tujuan Swamedikasi
Menurut PMK Nomor 919 Menkes/Per/X/1993, pelayanan swamedikasi
memiliki tujuan, yaitu :
a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri
guna mengatasi masalah kesehatan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana
yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan
rasional.
b. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat
dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk
pengobatan sendiri yang sekaligus menjamin penggunaan obat secara
tepat, aman dan rasional.

3. Definisi Istilah yang Terkait dengan Swamedikasi


• Swamedikasi (WHO) merupakah penggunaan obat untuk mengatasi
gangguan atau gejala yang didiagnosis sendiri. Obat – obatan biasanya
dipilih sendiri oleh konsumen berdasarkan gejalan yang mereka alami.
• Pelayanan Swamedikasi (PMK 73 tahun 2016) merupakan kegiatan
pemberian edukasi yang dilakukan oleh Apoteker kepada pasien yang
memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan
Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
• Obat Wajib Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
347/MenKes/SK/VlI/1990) obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker
kepada pasien di Apotik tanpa resep dokter.
• Patient Assasment adalah proses komunikasi dua arah yang sistemik antara
apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang
berkaitan dengan obat dan pengobatan
• Rekomendasi adalah saran anjuran yang diberikan oleh petugas apotek
kepada pasien swamedikasi yaitu dapat berupa rujukan ke dokter ataupun
rekomendasi obat.
• Informasi Obat adalah Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat
bebas, dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi
khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi,
teraupetik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan
menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat
fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.
• Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.

4. Tahapan Kegiatan Pelayanan Swamedikasi


Menurut Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2008,
pelayanan swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami.
Lalu pelaksanaannya harus memenuhi kriteria penggunaan obat yang rasional,
antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat, ada tidaknya efek
samping, tidak adanya kontraindikasi, dan tidak adanya interaksi obat. Berikut
ini adalah prosedur tetap (protap) untuk melakukan pelayanan swamedikasi di
apotek.
1. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan swamedikasi
2. Menggali informasi dari pasien meliputi:
a. Tempat timbulnya gejala penyakit
b. Seperti apa rasanya gejala penyakit
c. Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya
d. Sudah berapa lama gejala dirasakan
e. Ada tidaknya gejala penyerta
f. Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan
3. Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi
pasien dengan menggunakan obat bebas, bebas terbatas dan obat wajib
apotek.
4. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien meliputi:
nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan, efek
samping yang mungkin timbul, serta hal-hal lain yang harus dilakukan
maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam menunjang pengobatan.
Bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari hubungi dokter.
5. Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan

Untuk menjamin kualitas pelayanan swamedikasi di apotek, tenaga


kefarmasian perlu melakukan tahapan - tahapan pelayanan swamedikasi yang
meliputi patient assessment, rekomendasi, penyerahan obat disertai informasi
terkait terapi pada pasien.

A) Patient Assessment
Patient assessment merupakan suatu penilaian terhadap keadaan
pasien yang penting dilakukan untuk pertimbangan apoteker dalam
penentuan identifikasi penyakit pasien sebelum membuat sebuah
rekomendasi (Chua et al, 2006). Apoteker harus memiliki kemapuan untuk
mengajukan pertanyaan dalam usaha untuk mengumpulkan informasi
tentang gejala pasien. Metode yang dapat digunakan oleh apoteker dalam
mengumpulkan informasi tentang gejala pasien adalah :
1. Metode WWHAM
W : Who is the patient? (Siapa pasiennya?)
W : What are the symptoms? (Apa gejalanya?)
H : How long have the symptoms? (Berapa lama timbunya gejala?)
A : Action taken? (Tindakan yang sudah dilakukan?)
M : Medication being taken? (Obat yang sedang digunakan?)
2. Metode ASMETHOD
A : Age / appearance (usia pasien)
S : Self or someone else (dirinya sendiri atau orang lain yang sakit)
M : Medication (pengobatan yang sudah dilakukan untuk mengatasi
gejala sakit)
E : Extra medication (regularly taken on preskription or OTC)
(pengobatan yang sedang digunakan baik dengan resep maupun
dengan non resep)
T : Time symptoms (lama gejala)
H : History (riwayat pasien)
O : Other symptoms (gejala yang dialami pasien)
D : Danger symptoms (gejala yang berbahaya)

Terdapat dua metode lainnya yang lebih jarang digunakan yaitu


metode SITDOWNSIR (Site/location, Intensity/severity, Type, Duration,
Onset, With another symptoms, Annoyed by, Spread/radiation, Incidence,
Relieved by) dan metode ENCORE (Explore, No medication, Care,
Observe, Rever, Explain) (Blenkinsopp dan Paxton, 2002).

B) Rekomendasi
Rekomendasi merupakan saran menganjurkan yang diberikan petugas
apotek kepada pasien swamedikasi yaitu dapat berupa rujukan ke dokter
ataupun rekomendasi obat (Blenkinsopp dan Paxton, 2002). Swamedikasi
yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti
keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat
yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Obat-obat
yang termasuk dalam golongan obat bebas dan bebas terbatas merupakan
golongan obat yang relatif aman digunakan untuk swamedikasi. Apoteker
memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada
pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila
dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi (Menkes RI, 2006).

C) Informasi Obat
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak
dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada
profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat (Menkes RI, 2014).
Pemberian informasi obat ditujukan untuk meningkatkan hasil terapi
dengan memaksimalkan penggunaan obat-obatan yang tepat (Rantucci,
2007). Informasi tentang obat dan penggunaannya yang perlu diberikan
kepada pasien swamedikasi lebih ditekankan pada informasi
farmakoterapi yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Adapun
informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam
penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain:
1. Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat
obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau
gangguan kesehatan yang dialami pasien.
2. Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra
indikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika
memiliki kontra indikasi dimaksud.
3. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu
diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta
apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.
4. Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan secara jelas
kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan,
dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain.
5. Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat
menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen
(sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat
menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
6. Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan
dengan jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan
atau saat akan tidur.
7. Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan
kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara
berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang, padahal sudah
memerlukan pertolongan dokter
8. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya
pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam
waktu bersamaan.
9. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat.
10. Cara penyimpanan obat yang baik.
11. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.
12. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak (Menkes RI,
2006).
Selain informasi terkait obat atau terapi, Apoteker dapat
menambahkan informasi non farmakologis. Informasi non farmakologi
merupakan informasi yang diberikan sebagai terapi tambahan tanpa
menggunakan obat guna meningkatkan keberhasilan suatu efek terapi.
Informasi non farmakologi yang diberikan kepada pasien disesuaikan
dengan penyakit atau keluhan yang dirasakan oleh pasien.

5. Jenis, Kriteria/Persyaratan, dan Contoh Obat yang Dipakai dalam


Pelayanan Swamedikasi
A) Jenis Pelayanan Swamedikasi
Berdasarkan naskah publikasi ilmiah “Profil Pelayanan Swamedikasi oleh
Apoteker di 6 Apotek Kota Surakarta” tahun 2018, swamedikasi dibagi
menjadi dua jenis swamedikasi.
1. Swamedikasi inisiatif adalah swamedikasi yang dilakukan pengunjung
dengan meminta obat langsung tanpa menyampaikan keluhan atau
gejala penyakit.
2. Swamedikasi rekomendasi adalah swamedikasi yang dilakukan
pengunjung dengan menyampaikan keluhan penyakit dan meminta
apoteker memilihkan obat.

B) Kriteria/Persyaratan Pelayanan Swamedikasi


Kriteria obat wajib apotek yang dapat diserahkan secara swamedikasi
menurut PMK No. 919/MENKES/PER/X/1993:
 Tidak dikontra indikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak
di bawah usia 2 tahun dan orangtua diatas 65 tahun.
 Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko
pada kelanjutan penyakit.
 Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan
 Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia
 Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

C) Contoh Obat yang Dipakai dalam Pelayanan Swamedikasi


▪ Obat keras tanpa resep dokter : Obat yang tertera pada Daftar Obat
Wajib Apotek yang dikeluarkan pemerintah. Contohnya:
- DOWA No. 1: Mebendazol yang untuk memberantas cacing pada
saluran pencernaan hanya dapat diberikan oleh Apoteker maksimal 6
tablet/1 botol.
Bromheksin untuk sakit kepala disertai ketegangan dapat diberikan
oleh Apoteker maksimal 20 tablet.
- DOWA No. 2: sucralfate hanya dapat diberikan oleh Apoteker
maksimal 20 tablet.
Omeprazole hanya dapat diberikan oleh Apoteker maksimal 7 tablet.
- DOWA No. 3: famotidin untuk antiulkus peptik hanya dapat diberikan
oleh Apoteker maksimal 10 tablet dengan kekuatan 20 mg/40 mg.
Natrium Diklofenak untuk antiinflamasi dan antirematik hanya dapat
diberikan oleh Apoteker maksimal 10 tablet dengan kekuatan 25 mg.

▪ Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi
masih dapat dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda
peringatan contohnya guaifenesin, bromhexin, aminofilin.
P No. 1 Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya, contohnya adalah
tablet CTM antihistamin.
P No. 2 Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan, contohnya
Listerin obat kumur, Betadine Gargle obat kumur.
P No. 3 Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan, contohnya
adalah Salep Sulfonamidum antibakteri lokal.
P No. 4 Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar, contohnya adalah rokok
asthma obat asma.
P No. 5 Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan, contohnya adalah Lysol
antiseptik, Bufacetin untuk infeksi kulit yang disebabkan bakteri gram
positif dan negatif khususnya yang sensitif terhadap kloramfenikol.
P No. 6 Awas! Obat Keras. Obat Wasir, jangan ditelan, contohnya adalah
Ambeven untuk pengobatan wasir interna dan eksterna.

▪ Obat bebas contohnya parasetamol, vitamin, oralit, antasida, attapulgite.


▪ Obat tradisional
▪ Kosmetika

6. Ketentuan Khusus Terkait Apoteker dalam Pelaksanaan Pelayanan


Swamedikasi
Apoteker di Apotek dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi. Pelayanan swamedikasi di Apotek harus menjamin sediaan
farmasi yang aman, bermutu, bermanfaat dan terjangkau. Apoteker harus
memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non resep untuk
penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
Catatan pelayanan swamedikasi dan catatan pengobatan didokumentasikan
oleh Apoteker untuk membantu penelusuran kembali (PMK 73/2016).
Menurut KMK No. 347 tahun 1990, Apoteker di Apotik dalam melayani
pasien yang memerlukan Obat Wajib Apotek wajib:
1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan
dalam Obat Wajib Apotik yang bersangkutan.
2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
3. Memberi informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek
samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
Apoteker dalam melaksanakan pelayanan swamedikasi harus memiliki
keahlian dan kewenangan dengan menerapkan Standar Profesi dan didasarkan
pada Standar Kefarmasian dan Standar Prosedur Operasional fasilitas
kesehatan (PP No. 51 tahun 2009).

Anda mungkin juga menyukai