Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
RINGKASAN ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian............................................................................ 3
D. Luaran Penelitian............................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5
A. Tanaman Jeruk Nipis...................................................................... 5
B. Proses Ekstraksi Metabolit Sekunder.............................................. 9
C. Standarisasi..................................................................................... 10
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 14
A. Jenis Penelitian ............................................................................... 14
B. Variabel Penelitian ......................................................................... 14
C. Definisi Operasional ....................................................................... 15
D. Populasi Dan Sampel ..................................................................... 16
E. Tempat Dan Waktu Penelitian ....................................................... 16
F. Instrumen Penelitian ....................................................................... 17
G. Jalannya Penelitian.......................................................................... 17
H. Metode Pengolahan......................................................................... 25
BAB IV BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN ........................................ 27
A. Angaran Biaya ............................................................................... 27
B. Jadwal Penelitian ............................................................................ 32
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 26
A. Hasil Penelitian............................................................................... 26
B. Pembahasan .................................................................................... 29
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 38
A. Kesimpulan .................................................................................... 38
B. Saran ............................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 39

iii
RINGKASAN

Pelayanan Informasi Obat (PIO) pada saat ini bukan sekedar


menyerahkan obat tetapi obat harus diinformasikan secara jelas kepada pasien
agar pasien tidak salah dalam menggunakan obat yang diterima. Suatu pelayanan
dinilai baik apabila sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pelayanan
informasi yang dilakukan Apoteker di Apotek Kecamatan Tulung Kabupaten
Klaten. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan total sampling.
Sampel dalam dalam penelitian ini sebanyak 3 Apoteker.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian standar Pelayanan
Informasi Obat (PIO) di Apotek Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten yang
paling dilakukan yaitu menjelaskan waktu penggunaan obat 100% selalu
dilakukan dan menjelaskan jumlah obat yang diminum saat sekali minum pada
pasien 100% selalu dilakukan sedangkan menjelaskan efek samping obat dari obat
yang diberikan pada pasien 100% jarang dilakukan.

Kata Kunci : Kesesuaian, Standar Pelayanan, Pelayanan Informasi Obat.

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan farmasi di apotek merupakan bagian dari pelayanan

kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien. Hal

tersebut diperjelas dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 73 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

yang menyebutkan bahwa pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan

dan tanggung jawab langsung profesi farmasi dalam pekerjaan kefarmasian

untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Saat ini telah bergeser

orientasinya dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien

(patient oriented) dengan mengacu kepada pharmaceutical care. Kegiatan

pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat

sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komperhensif yang bertujuan

untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Anonim, 2016).

Pelayanan apotek yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat

memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan sesuai dengan tingkat kepuasan

pasien atau konsumen, serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan

standar pelayanan yang telah ditetapkan, karena 25% kesembuhan pasien

diharapkan diperoleh dari kenyamanan serta baiknya pelayanan apotek,

sedangkan 75% berasal


1 dari obat yang digunakan pasien (Manurung, 2010).
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,

dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek

penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien, atau masyarakat.

Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas, dan herbal

(Anonim, 2016).

Informasi adalah pesan yang disampaikan sesorang komunikator

kepada komunikan. Obat adalah produk khusus yang memerlukan

pengamanan bagi pemakainnya, sehingga pasien sebagai pemakai perlu

dibekali informasi yang memadai untuk mengkonsumsi suatu obat (Siregar,

dan Amalia, 2006).

Apotek di Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten belum pernah

dilakukan penelitian sebelumnya maka dari itu peneliti tertarik melakukan

penelitian berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 73 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

Penelitian dilaksanakan untuk mengetahui gambaran penerapan standar

pelayanan kefarmasian Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek

Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten, Penelitian ini adalah penelitian

deskriptif. Sampel dari penelitian ini adalah seluruh Apoteker di Kecamatan

Tulung Kabupaten Klaten.

Pentingnya pelayanan informasi obat kepada pasien adalah untuk

mencapai hasil pengobatan


2 yang optimal sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup pasien. Dampak dari tidak adanya pelayanan informasi obat
salah satu contohnya adalah jika pasien yang memiliki resep lebih dari satu

obat, kemungkinan terdapat adanya interaksi obat maupun efek samping obat

meningkat. Sampai saat ini perlu dilakukan tolak ukur seberapa jauh

penerapan dari standar pelayanan kefarmasian dalam hal pelayanan informasi

obat ini dilakukan di tiap-tiap apotek khususnya di Kecamatan Tulung

Kabupaten Klaten.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek yang berada di

Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kesesuaian standar Pelayanan Informasi Obat (PIO)

setiap Apotek yang berada di Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten

sudah memenuhi standar atau belum.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan standar Pelayanan Informasi Obat (PIO)

setiap Apotek yang berada di Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten.

3
D. Luaran Penelitian
No Jenis Luaran Indikator Capaian
Publikasi Ilmiah a. Journal Internasional a. Draf.
bereputasi.
1 b. Journal nasional b. Submitted.
terakreditasi.

Pemakalah dalam a. Internasional. a. Terdaftar.


2 temu ilmiah b. Nasional. b. Sudah
dilaksanakan.

4
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Teori

1. Definisi Apotek

Apotek menurut Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun

2009, tanggal 1 September 2009 tentang pekerjaan kefarmasian yang

dimaksud dengan Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat

dilakukan pratek kefarmasian oleh Apoteker.

Apotek sebagai tempat pengabdian profesi apoteker merupakan

salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang turut berperan

serta dalam mensukseskan pembangunan kesehatan. Apotek

menyediakan dan menyalurkan obat serta perbekalan farmasi lainnya

kepada masyarakat, disamping itu apotek berperan sebagai lembaga

informasi obat yang menyediakan layanan komunikasi, informasi, dan

edukasi di bidang farmasi kepada masyarakat yang membutuhkannya

(Anonim, 2009).

2. Definisi Pasien

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis menjelaskan definisi

pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah

kesehatannya untuk
5 memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan
baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter

gigi (Anonim, 2008).

3. Perkerjaan Kefarmasian

Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian

sediaan mutu farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan

pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat

atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,

bahan obat, dan obat tradisional. Jika jumlah tenaga teknis kefarmasian

lebih dari satu maka pelayanan kefarmasian dapat berjalan sebagaimana

mestinya karena pembagian waktu kerja lebih seimbang dan pelayanan

kefarmasian dapat berjalan sesuai ketentuan. Jumlah tenaga non

kefarmasian di apotek tidak diatur dalam undang-undang jadi setiap

apotek tidak memiliki batasan jumlah sehingga tiap-tiap apotek memiliki

jumlah yang berbeda-beda sesuai dengan yang dibutuhkan masing-

masing apotek (Anonim, 2009).

Menurut Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 51

tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian pada pasal 14 ayat 1

menyebutkan bahwa setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan

farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker. Dengan adanya

apoteker lebih dari satu maka kegiatan pelayanan kefarmasian selalu

dalam pengawasan apoteker dan apoteker dapat berperan langsung dalam

pelayanan kefarmasian.
6
4. Definisi Standar Pelayanan Kefarmasian

Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang

dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam

menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian

adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien

yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil

yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Anonim, 2016).

Standar pelayanan kefarmasian diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016.

5. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak

memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala

aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien, atau

masyarakat (Anonim, 2016).

Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas, dan

herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute

dan metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik, dan

alternative, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui,

efek samping, interaksi, stabilititas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau

kimia dari obat dan lain-lain (Anonim, 2016).

Kegiatan pelayanan
7 informasi obat meliputi :

a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.


b. Membuat dan menyebarkan bulletin/brosur/leafet, pemberdayaan

masyarakat (penyuluhan).

c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.

d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa

farmasi yang sedang pratik profesi.

e. Melakukan penelitian penggunaan obat.

f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah.

g. Melakukan program jaminan mutu (Anonim, 2016).

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu

penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat. Hal-hal yang

harus diperhatikan dalam dokumentasi Pelayanan Informasi Obat (PIO)

meliputi :

a. Topik pertanyaan

b. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan

c. Metode pelayanan informasi obat (lisan, tertulis, lewat telepon)

d. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti

riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data

laboratorium)

e. Uraian pertanyaan

f. Jawaban pertanyaan

g. Referensi

8
h. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data

Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO)

(Anonim, 2016).

6. Kesesuaian

Kesesuaian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

kesesuaian/ke·se·su·ai·an/n perihal sesuai; keselarasan (tentang

pendapat, paham, nada, kombinasi warna, dan sebagainya); kecocokan.

Dalam hal ini yang dimaksud kesesuaian pelayanan informasi obat

adalah penerapan dalam pelayanan yang dilakukan selaras dengan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016.

Kesesuaian pelayanan informasi obat dipengaruhi beberapa faktor

diantara sebagai berikut :

a. Tingkat Pendidikan

b. Umur

c. Jenis Kelamin

d. Pekerjaan

9
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu penelitian yang

dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deksirptif tentang

satu yang objektif. Pengambilan data dengan menggunakan pendekatan cross

sectionals survey. Rancangan cross sectionals survey ialah suatu penelitian

untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek,

dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada

satu saat (Notoatmodjo, 2012).

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner

tertutup (close end). Penelitian dilakukan dengan membagikan kuisioner

kepada Apoteker di Apotek Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten. Penelitian

ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian standar pelayanan yang dilakukan

dalam penyampaian informasi obat.

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri,sifat, atau ukuran

yang dimiliki atau didapat oleh suatu oenelitian tentang suatu konsep

pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2012). Variabel dalam penelitian ini adalah

kegiatan pelayanan informasi


10 obat di Apotek menurut Permenkes No.73

Tahun 2016.
C. Definisi Operasional

1. Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan

praktik kefarmasian oleh Apoteker. Apotek yang menjadi objek penelitian

disini adalah Apotek yang berada di Kecamatan Tulung Kabupaten

Klaten.

2. Apoteker

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker

dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apoteker yang menjadi

responden adalah Apoteker maupun petugas apotek yang bertanggung

jawab memberikan pelayanan informasi obat di Apotek yang berada di

Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten.

3. Standar pelayanan

Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang

dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam

menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Standar pelayanan

kefarmasian di Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016.

4. Informasi obat

Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara

pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,

aktivitas serta makanan


11 dan minuman yang harus dihindari selama terapi

pengobatan.
5. Kesesuain

Kesesuaian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kesesuaian

/ke·se·su·ai·an/n perihal sesuai; keselarasan (tentang pendapat, paham,

nada, kombinasi warna, dan sebagainya); kecocokan. Dalam hal ini yang

dimaksud kesesuaian pelayanan informasi obat adalah penerapan dalam

pelayanan yang dilakukan selaras dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016.

Dikategorikan tidak dilakukan, jarang dilakukan, sering dilakukan,

dan selalu dilakukan dengan hasil presentase 90%-100% amat baik, 80%-

90% baik, 70%-80% sedang, 60-70% kurang baik, <60% buruk

(Harianti, 2009).

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Apotek

yang ada di Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten. Sedangkan populasi

sasaran dari penelitian ini adalah Apoteker atau petugas Apotek (non

apoteker) diseluruh apotek yang berada di kecamatan tersebut. Dimana

Apotek di Kecamatan
12 Tulung Kabupaten Klaten sebanyak 3 Apotek.
2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti

(Arikunto, 2010). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan total sampling adalah teknik untuk menentukan sampel

penelitian secara keseluruhan dengan pertimbangan tertentu yang

bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif

(Sugiyono, 2014).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Klaten sampai bulan Mei 2019 didapat jumlah apotek di Kecamatan

Tulung Kabupaten Klaten sebanyak 3 apotek dengan 3 apoteker.

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Apotek Cokro Tulung pada Bulan

Februari-Juni 2019.

F. Instrumen dan Metode Pengumpulan Data

1. Instrumen penelitian

Alat yang digunakan antara lain yaitu, buku tulis digunakan untuk

mencatat semua hasil-hasil yang didapat dari penelitian yang dilakukan.

Pena digunakan untuk menulis data-data yang diperoleh saat penelitian

dilaksanakan. Kalkulator
13 merupakan media atau alat untuk menghitung

presentase data-data hasil yang didapat saat penelitian.


2. Metode pengumpulan data

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah

lembar kuisioner dimana skor datanya berupa data ordinal. Kuisioner ini

diperoleh dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Ahmad Apriansyah

dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Pelayanan Informasi Obat Di

Apotek Wilayah Kota Tangerang Selatan Tahun 2017”.

G. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dapat dihitung skornya kemudian dianalisis univariat

kemudian dideskripsikan untuk mengetahui presentasi standar Pelayanan

Informasi Obat (PIO) di Apotek Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten telah

dilaksanakan sesuai standar atau adanya penyimpangan dalam standar

pelayanan yang dilakukan serta dapat menyimpulkan standar yang dilakukan.

14
BAB IV

BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

A. Anggaran Biaya
Anggaran biaya peneltian disusun dalam tabel 4.1, berikut:
Tabel 4.1 Ringkasan Anggaran Biaya Penelitian
No Jenis Pengeluaran Biaya
1 Anggaran Rp 480.000
2 Peralatan Penunjang Rp 240.000
3 Bahan Habis Pakai Rp 1.680.000
4 Lain-lain Rp100.000

B. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian dapat dijelaskan seperti dalam tabel dibawah ini.
Tabel 4.2 Jadwal Penelitian
Bulan ke...
No Jenis Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Persiapan
Penelitian
Membuat
Proposal
2 Pelaksanaan
Penelitian
3 Penyusunan
Laporan
4 Desiminasi Hasil
5 Punlikasi Jurnal

15
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Penelitian ini dilakukan di Apotek Kecamatan Tulung Kabupaten

Klaten pada bulan Mei-Juni 2019. Penelitian tersebut mengambil 3 Apotek

yang masing-masing Apotek memiliki seorang Apoteker.

Responden mengisi kuisioner tentang Pelayanan Informasi Obat (PIO).

Kuisioner berisi tentang identitas Apoteker dan 11 item pernyataan tentang

Pelayanan Informasi Obat (PIO).

1. Gambaran Karakteristik Apoteker

Tabel 5.1 Gambaran Karakteristik Apoteker di Apotek Kecamatan

Tulun Kabupaten Klaten, Apoteker yang hadir pada saat penelitian 100%

perempuan. Dua diantaranya sebagai apoteker pendamping dan satu

diantara sebagai apoteker penanggungjawab. Dari segi pendidikan

terakhir Apoteker, saat penelitian 100% S1. Untuk status kepemilikkan

Apotek sebagai tempat kerja 50% dan milik sendiri 50%. Pengalaman

mengikut pelatihan mengenai Pelayanan Informasi Obat (PIO) 100%

pernah mengikuti. Pengetahuan mengenai Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek 100% mengetahui.


Tabel 5.1 Gambaran Tingkat Kehadiran Apoteker di Apotek Kecamatan Tulung

Jumlah, Persentase Rata-


Variabel
n=3 (%) Rata
Apoteker yang hadir saat
penelitian
a) Frekuensi Kehadiran saat kerja
Setiap hari kerja 1 (33,33)
3
Tidak setiap hari
2 (66,66)
kerja
b) Waktu kehadiran
Pagi 3 (100)
3
Sore -
Pagi dan Sore -
Apoteker yang ada di Kecamatan
3 (100) 3
Tulung Kabupaten Klaten
Apoteker
penanggung 1 (33,33)
Status Apoteker yang hadir saat
jawab Apotek 3
penelitian
Apoteker
2 (66,66)
Pendamping

Dari tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa Apoteker yang ada di

Apotek Kecamatan Tulung adalah perempuan dengan usia 25-30 tahun

disertai pengalaman kerja 1-10 tahun, memeliki pengetahuan tentang

standar pelayanan kefarmasian dan pernah mengikuti pelatihan.

2. Gambaran Kehadiran Apoteker

Tabel 5.2 Gambaran Kehadiran Apoteker yang berada di Apotek

Kecamatan Tulung frekuensi kehadiran sebanyak 100% hadir pada saat

jam kerja. Waktu kehadiran 100% hadir saat pagi. Dalam penelitian

Kwando (2014) dijelaskan bahwa frekuensi kehadiran Apoteker di

Apotek maka akan semakin meningkatkan kualitas pelayanan

kefarmasian di Apotek tersebut. Hal ini akan menyebabkan peningkatan

daya saing Apotek terutama dalam ketertarikkan pelanggan. Dalam

penelitian Aurelia (2013) mendukung argument tersebut dimana


konsumen akan berlangganan dengan Apotek bila Apotek tersebut dapat

member kepuasan konsumen dalam segi kualitas pelayanan kefarmasian.

Jika semakin banyak konsumen berlangganan dengan Apotek maka akan

menybabkan peningkatan gaji/upah Apoteker. Hal tersebut dijelaskan

dalam penelitian Darmasaputra (2014) yang menjelaskan salah satu

alasan utama ketidak hadiran Apoter di Apotek adalah masalah gaji/upah

Apoteker.

Tabel 5.2 Karakteristik Apoteker di Apotek Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten

Jumlah, Persentase Rata-


Variabel
n=3 (%) rata
< 25 tahun -
25 – 30 tahun -
Umur Apoteker 3
31 – 35 tahun 1 (33,33)
>35 tahun 2 (66,66)
Laki – laki -
Jenis Kelamin Apoteker 3
Perempuan 3 (100)
S-1 3 (100)
Pendidikan Terakhir Apoteker S-2 - 3
S-3 -
Milik Sendiri 1 (33,33)
Kepemilikan
Status Kepemilikan Apotek 3
bersama dengan -
Pemodal
Milik Pemodal 2 (66,66)
<1 tahun -
Pengalaman menjadi Apoteker 1 – 10 tahun 3 (100)
3
pengelola Apotek 11 – 20 tahun -
>20 tahun -
Pengalaman mengikuti pelatihan Pernah 3 (100)
mengenai pelayanan informasi 3
obat Tidak Pernah -
Pengetahuan mengenai Standar Tahu 3 (100)
Pelayanan Kefarmasian di 3
Apotek Tidak Tahu -
Sumber : Data Primer, 2019
Berdasarakan tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa Apoteker di

Apotek Tulung mayoritas sebagai Apoteker pendamping. Apoteker hadir

pada pagi hari dan tidak setiap hari kerja.

3. Gambaran Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Berdasarkan hasil penelitian Pelayanan Informasi Obat (PIO) yang

dilakukan kepada pasien yaitu tujuan pengobatan, waktu penggunaan

obat (pagi/siang/malam), waktu penggunaan (sebelum/sesaat/setelah

makan), frekuensi penggunaan obat, jumlah obat yang diminum, nama

obat yang diberikan, indikasi dari obat yang diberikan, interaksi antara

obat yang diberikan, pencegahan interaksi obat yang diberikan, efek

samping dari obat yang diberikan, dan cara penggunaan obat. Hasil

kuisioner dapat dilihat pada tabel 5.3.


Tabel 5.3 Gambaran pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek
Kecamatan Tulung

Kesesuaian
No Variabel Rata-rata
TD JD SD SLD
Menjelaskankan tujuan pengobatan
1. - - 2 1 3
kepada pasien
Menjelaskan waktu penggunaan obat
2. - - - 3 3
(pagi/siang/malam) kepada pasien
Menjelaskan waktu penggunaan obat
3. (sebelum/saat/setelah makan) kepada - - 2 1 3
pasien
Menjelaskan frekuensi penggunaan
4. - - 1 2 3
obat kepada pasien
Menjelaskan jumlah obat yang
5. diminum pasien saat sekali minum - - - 3 3
pada pasien
Menyebutkan nama obat yang
6. - 2 1 - 3
diberikan kepada pasien
Menjelaskan indikasi dari obat yang
7. - 1 1 1 3
diberikan kepada pasien
Menjelaskan jika ada interaksi dari
8. - 2 1 - 3
obat yang diebrikan kepada pasien
Menjelaskan pencegahan interaksi dari
9. - 1 2 - 3
obat yang diberikan kepada pasien
Menjelaskan efek samping obat dari
10. - 3 - - 3
obat yang diberikan kepada pasien

Menjelaskan cara penyimpanan obat


11. - - 2 1 3
yang diberikan kepada pasien

Jumlah - 9 12 12 33

Persentasi (%) - 27,27 36,36 36,36 100

Sumber : Data Primer, 2019

Keterangan : TD : Tidak Dilakukan SD : Sering Dilakukan

JD : Jarang Dilakukan SLD : Selalu Dilakukan

Dari tabel diatas dapat disimpulakan bahwa hanya ada beberapa

item poin yang selalu dilakukan Apoteker pada saat pelayanan informasi

obat (PIO) sedang item poin yang lain jarang dilakukan.


B. Pembahasan

Pelayanan kesehatan yang baik berperan strategis dalam perbaikan

kesehatan masyarakat. Kualitas layanan farmasi dan pelayanan kefarmasian

yang lebih baik dan berorientasi pada konsumen (pasien) harus terus

dikembangakan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang senantiasa

berubah dan meningkat disamping dapat mengurangi resiko pengobatan.

Dalam Permenkes No.73 Tahun 2016 mengenai Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek dalam hal dispending obat setelah penyiapan obat,

Apoteker wajib menyerahkan obat disertai dengan memberikan informasi

cara penggunaan obat dan hal-hal terkait dengan obat. Hal ini seharusnya

menjadi hal yang selalu dilakukan Apoteker setiap Apotek.

Hasil penelitian terhadap standar Pelayanan Informasi Obat (PIO) di

Apotek Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten jumlah capaian 100% pada

penyampaian waktu penggunaan obat dan jumlah obat yang diminum saat

sekali pakai, selebihnya jumlah capaian tidak lebih dari 50%, bahkan untuk

item poin penyampaian efek samping dari obat yang diberikan jarang

dilakukan, hal tersebut dimungkinkan terjadi karena keterbatasan waktu dan

sumber daya manusia.

Semua obat yang digunakan untuk mengobati semua jenis kondisi

kesehatan dapat menyebabkan efek samping, namun tak semua obat akan

menimbulkan efek samping tersebut. Faktanya kebanyakan orang yang

minum beberapa obat tertentu tidak mengalami efek samping atau mungkin

hanya mengalami efek ringan saja. Perlunya disampaikan efek samping obat
untuk mencegah pasien membeli obat lain untuk mengobati efek samping

yang terjadi. Efek samping yang terjadi akan hilang dengan sendirinya ketika

pemberhentian minum obat dilakukan.

Sesuai atau tidaknya pelayanan yang diberikan terhadap standar yang

ditetapkan berpengaruh pada kepuasan konsumen (pasien). Kepuasan

konsumen adalah tingkat perasaan konsumen setelah membandingkan antara

apa yang diterima dan harapannya (Umar, 2005). Seorang pelanggan jika

merasa puas dengan pelayanan yang diberikan sangat besar kemungkinannya

untuk datang kembali dan menjadi pelanggan.

Umur mencerminkan kondisi fisik seseorang, semakin tua umur

seseorang ingatannnya semakin menurun sehingga lebih sulit untuk

menyampaikan informasi. Sedangkan dengan umur yang masih muda akan

mudah memberikan infromasi (Notoatmodjo, 2012). Umur digunakan sebagai

ukuran mutlak atau indikator fisiologis yang berbeda dalam menerima

maupun menyampaikan segala informasi obat yang akan menimbulkan

kesesuaian dalam penyampaian informasi obat. Dari hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa sebagaian besar Apoteker yang ada di Kecamatan

Tulung Kabupaten Klaten berumur 31-38 tahun.

Hal lain yang mempengaruhi adalah pendidikan, responden dalam

penelitian ini sudah menempuh pendidikan formal. Hasil ini menunjukkkan

bahwa semakin tinggi pendidikan responden makan akan semakin mudah dan

banyak wawasan dalam menyampaikan informasi obat. Hal ini didukung teori

(Notoatmodjo, 2012), menjelaskan bahwa pendidikan turut menentukan


mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang

diperoleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang akan

mempermudah seseorang tersebut dalam menerima dan menyampaikan

informasi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden

berpendidikan S1.

Jenis kelamin pada penelitian ini menunjukkan bahwa responden

berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 responden dengan presentase 100%.

Informasi merupakan bagian dari komunikasi, dimana komuniksi adalah

suatu proses penyampaian informasi dan pemberian pengertian dari seseorang

kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan manfaat informasi itu sendiri bahwa

informasi dapat memberikan pengertian-pengertian kepada pasien yang

menerima informasi tersebut (Jogiyanto, 1995).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 3 responden dengan

presentase sebesar 36,36% Apoteker di Apotek Kecamatan Tulung

Kabupaten Klaten melakukan Pelayanan Informasi Obat sesuai standar.

Pasien akan merasa sangat puas jika memperoleh pelayanan yang baik atau

sesuai dengan yang diharapkan, maka dalam penyampaian informasi obat

kepada pasien harus disampaikan dengan baik agar pasien tidak ragu

mengkonsumsi obat yang diberikan petugas sehingga dapat meningkatkan

kesesuaian standar pelayanan informasi obat.

Penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang melakukan

pelayanan informasi obat belum sesuai standar mengingat beberapa item poin

masih jarang dilakukan, maka dapat diartikan bahawa pelayanan informasi


obat belum memenuhi standar. Keterbatasan dalam melakukan penelitian

dengan menggunakan kuisioner yaitu terkadang jawaban yang diberikan

responden tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, dan penelitian ini

hanya terdiri dari satu variabel yaitu kesesuaian standar pelayanan informasi

obat di Apotek Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten berdasarkan Permenkes

RI No 73 tahun 2016, sedangkan masih banyak faktor lain yang

mempengaruhi responden dalam mengisi kuisioner.

Menyampaikan informasi obat kepada pasien harus disampaikan

dengan baik dan benar agar pasien tidak ragu dalam mengkonsumsi obat yang

telah diberikan petugas apotek sehingga dapat meningkatkan kesesuain

standar pelayanan informasi obat.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesesuaian standar pelayanan

informasi obat di Apotek Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten dalam

menjelaskan waktu penggunaan obat 100% selalu dilakukan dan

menjelaskan jumlah obat yang diminum saat sekali minum pada pasien

100% selalu dilakukan sedangkan menjelaskan efek samping obat dari

obat yang diberikan pada pasien 100% jarang dilakukan.

2. Pelaksanaan standar Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek

Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten belum sesuai dengan standar yang

sudah ditetapkan karena masih ada beberapa aspek yang belum

terpenuhi, hal ini perlu dijadikan evaluasi sehingga kedepannya dapat

lebih baik lagi.

B. Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut pada tempat penelitian yang berbeda, karena

setiap instalasi Farmasi memiliki cara melakukan Pelayanan Informasi

Obat (PIO) yang berbeda.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Apriansyah. 2017. Kajian Pelayanan Informasi Obat Di Apotek Wilayah


Kota Tangerang Selatan. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
Anonim. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Anonim. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Anonim. 2009. Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta
Anonim. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73
Tentang Standart Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT Rineka
Cipta. Jakarta
Darmasaputra Erik, 2014. Pemetaan Peran Apoteker Dalam Pelayanan
Kefarmasian Terkait Frekuensi Kehadiran Apoteker di Surabaya Barat.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa. Universitas Surabaya. Vol.3 No.1
Elmiawati Latifah, Prasojo Pribadi, Yuliastuti Fitriana. 2016. Penerapan Standart
Kefarmasian Di Apotek Kota Magelang. Jurnal Farmasi Sains dan
Praktis. Vol. II. 12-13
Erlin Aurelia, 2013. Harapan dan Kepercayaan Konsumen Apotek Terhadap
Peran Apoteker yang Berada di Wilayah Surabaya Barat. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol.2 No.1
Hartini Sri Yustina. 2009. Relevansi Peraturan Dalam Mendukung Praktek
Profesi Apoteker Di Apotek. Majalah Kefarmasian. Yogyakarta
Jogiyanto. 1995. Analisis Dan Desain System Informasi. Andi offset. Yogyakarta
Manurung, L.P. 2010. Analisis Hubungan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan
Terhadap Pelayanan Instalasi Farmasi Dengan Minat Pasien
Menembus Kembali Resep Obat Di Instalasi Farmasi RSUD Budhi
Asing. Universitas Indonesia. Jakarta
Munir. 1991. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Gramedia. Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta
Pratama, Danu. 2014. Gambaran Standar Pelayanan Resep Di Apotek Kecamatan
Klaten Selatan. Karya Tulis Ilmiah. STIKES Muhammadiyah. Klaten
Rendy Kwando R, 2014. Pemetaan Peran Apoteker Dalam Pelayanan
Kefarmasian Terkait Frekuensi Kehadiran Apoteker di Surabaya
Timur. Jurnal Ilmiah Mahasiswa. Universitas Surabaya. Vol.3 No.1
Siregar, C.J.P dan Amalia L. 2006. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan.
Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta
Siwi, Yowanda. 2018. Tingkat Kepuasan Pasien Berdasarkan Pelayanan
Informasi Obat di Apotek Mulia Klaten. Karya Tulis Ilmiah. STIKES
Muhammadiyah. Klaten
Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Bandung
Sukandi Primasari Dyani, 2015. Analisis Distribusi Apotek Dengan Sistem
Informasi Geografis. Jurnal Management dan Pelayanan Farmasi.
Yogyakarta
Supardi Sudibyo, Sasanti Rini Handayani, Raharni, M.I Herman, Leny Andi
Susyanty. 2011. Pelaksanaan Standart Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek dan Kebutuhan Pelatihan Bagi Apotekernya. Buletin Penelitian
Kesehatan. Vol. 39, No. 3. 138-140
Umar, Husein. 2005. Study Kelayakan Bisnis. Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai