Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH UU DAN ETIKA KEFARMASIAN

Pelayanan Pemberian Obat Kepada Pasien

Disusun oleh

Lailatul Khotimah

(1112102000061)

Hasna Romadhoni

(1112102000065)

Program Studi Farmasi


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2014

1 | Page

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makalah ini mengeksplorasi masyarakat india terutama profesi pelayanan kesehatan
tentang masalah pelayanan informasi obat di apotek rumah sakit di India, bagaimana
mereka menyelesaikan masalah tersebut dan bagaimana keterlibatan farmasi klinis
berpengaruh. Metode yang dilakuakan adalah pembagian kuisioner untuk para
professional pekerja maupun masyarakat mengenai pelayanan informasi obat dalam
rumah sakit tersebut. Ditemukan bahwa apoteker di India menemui masalah dalam
pelayanan informasi obat.
Masalah etis yang sering terlibat adalah kurangnya informasi yang disampaikan kepada
masyarakat sehingga masyarakat hanya menerima apa yang tertulis di dalam resep tanpa
mengetahui dengan pasti fungsi dari obat-obatan tersebut,maka beban biaya dibebankan
kepada pasien. Seharusnya, yang membuat kesalahanlah yang seharunya menanggung
beban. Masalah etis yang sering terlibat antara lain masalah hukum dan etika mengenai
kolusi antara dokter dan perusahaan farmasi yang hanya mementingkan kesejahteraan
pada kedua belah pihak dan menyerahkan beban terhadap pasien.
Berdasarkan peraturan pemerintah republik indonesia nomor 51 tahun 2009 pasal 1 ayat
1, pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Apoteker merupakan profesi yang memiliki tanggung jawab yang mendasar dan fungsi
yang unik sebagai penyedia informasi obat. Sesuai definisi SHPA (Society Hospital
Pharmacist Australia), informasi obat merupakan pernyataan tertulis dan / atau lisan
mengenai obat dan terapi obat sebagai respon dalam menanggapi permintaan dari penyedia
layanan kesehatan lainnya, organisasi, komite, pasien atau anggota masyarakat. Hal ini
berhubungan dengan pasien dalam memberikan informasi umum obat dalam penggunaan
obat secara aman dan efektif. Pelayanan informasi obat menggambarkan aktivitas yang
dilakukan seorang apoteker dalam memberikan informasi pengunaan obat yang optimum.
Pelayanan obat tidak hanya sebatas dalam memberikan iformasi mengenai obat. Pelayanan
informasi obat harus berdasarkan referensi yang baik dan terpercaya, evaluasi titik kritis dan
memberian informasi yang up-to-date dalam aspek penggunaan obat.
2 | Page

Sebagai seorang apoteker bertanggung jawab dalam penerimaan dan pelayanan resep,
sehingga sangat penting memberikan informasi obat berbasis apa yang tertulis didalam
resep. keteribatan apoteker berdampak langsung terhadap perawatan pasien, mengurangi
kemungkinan kesalahan pengobatan, dan meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan.
Evaluasi keterampilan dalam memberikan informasi obat merupakan bagian penting
dalam kegiatan farmasi praktis. Calon apoteker kini dihadapi tantangan baru dalam menjaga
dan meningkatkan jumlah obat baru dan meningkatkan jumlah jurnal biomedical dan artikel
yang tersedia dalam MEDLINE. Telah diakui oleh FDA banyak obat yang meningkat secara
dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Kurangnya informasi tertulis mengakibatkan
peningkatan peminatan obat untuk informasi obat lebih jauh.
Di India, hanya ada beberapa pusat informasi obat karena terbatasnya staf terlatih, dana
dan akses literature yang terpercaya . Hal ini sangat jelas membuktikan bahwa dibutuhkannya
evaluasi secara berkala dalam pelayanan informasi obat untuk menilai fungsi dan kualitas
mereka, terutama di Negara-negara berkembang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Masalah etika apa yang di alami farmasi praktis dalam pekerjaan mereka?
2. Bagaimana isu-isu tersebut diselesaikan atau ditangani?
3. Bagaimana pengaruh keterlibatan farmasi klinis dalam pelayanan informasi obat?
1.3 Tujuan
1. Dapat memahami etika dan moral dalam pelayanan obat kepada pasien.
2. Mengetahui etika dan moral dalam pelayanan obat kepada pasien di India.
3. Mengetahui peranan farmasi praktis dalam pengaturan permasalahan pelayanan obat
di rumah sakit.
1.4 Manfaat
1. Mampu memahami cara beretika yang baik dalam pelayanan obat terhadap pasien.
2. Dapat mengetahui pengaruh keterlibatan farmasi praktis dalam pemberian informasi
obat.

3 | Page

BAB II
ISI
2.1 Farmasi
Apoteker adalah spesialis dalam masalah obat dan memahami komposisi, sifat
kimia dan fisik, manufaktur, indikasi, efek samping dan interaksi dengan makanan dan
obat-obatan lain. Apoteker dapat mendidik masyarakat dalam penggunaan obat yang
benar dan pemeliharaan kesehatan. Mereka juga memberikan informasi khusus kepada
dokter, perawat, dan professional kesehatan lainnya mengenai segala aspek tentang obat.
Apoteker terlibat dalam setiap aspek mulai dari persiapan sampai pendistribusian
obat kepada pasien. Apoteker juga bertanggung jawab dalam penelititan dan
pengembangan obat.
Apoteker merupakan penghubung antara dokter dan pasien. Maksudnya, tidak jarang
apoteker adalah orang pertama yang dikonsultasikan oleh pasien apakah harus
mengunjungi dokter atau hanya dengan mengkonsumsi salah satu obat yang tersedia di
atas meja sudah cukup.
Apoteker memberikan obat, menyarankan kepada orang-orang bagagaimana dan
kapan untuk mengkonsumsi obat mereka untuk menghasilkan efek terapetik yang
optimal, bagaimana cara mengurangi efek samping yang ditimbulkan, dan bagaimana
menggunakan perangkat khusus alat-alat kesehatan seperti inhaler atau jarum suntik.
Ada berbagai pilihan karir terbuka bagi apoteker. Apoteker dapat bekerja di komunitas
dan farmasi rumah sakit, industry, pemasaran dan penjualan, instansi pemerintah maupun
luar negri. Hampir setiap apoteker bekerja dengan orang lain. Sehingga penting bagi para
calon apoteker untuk menjadi pendengar yang baik dan mudah dalam berkomunikasi.
Dalam kode etik professional, apoteker berhubungan dengan apoteker lain,
professional kesehatan lain, dan masyarakat, sehingga penting adanya kemampuan untuk
berkomunikasisecara efektif dengan professional kesehatan lain maupun masyarakat.
Seorang apoteker harus memperthankan hubungan khusus kepercayaan dan
kerahasiaan pasien. Seperti dengan orang lain dalam kesehatan, keputusan dan tindakan
seorang apoteker melibatkan kehidupan manusia dan kesejahteraan pasien. Apoteker
harus selalu waspada untuk menghindari kesalahan yang mampu membahayakan
kehidupan pasien atau mengurangi efektivitas pengobatan.
4 | Page

2.2 Farmasi praktis


Farmasi praktis alah farmasi kesehatan masyarakat atau pelayanan kefarmasian kepada
masyarakat .
Pelayanan kefarmasian sebagai bagian integral dari pelayanan kesahatan
mempunyai peran penting dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu
dimana apoteker sebagai tenaga kesehatan memiliki tugas dan tanggung jawab dalam
mewujudkan pelayan kefarmasian yang berkualitas. Tujuan pelayanan kefarmasian
adalah menyediakan dan memberikan sediaan farmasi dan kesehatan serta informasi yang
terkait agar masyarakat mendapatkan manfaat yang terbaik.
Pelayanan kefarmasian yang menyeluruh meliputi aktivitas promotif, preventif,
kualitatif, rehabilisasi kepada masyarakat. Untuk memperoleh manfaat terapi obat yang
maksimal dan mencegah efek yang tidak diinginkan, maka diperlukannya penjaminan
mutu proses penggunaan obat. Hal ini menjadikan apoteker bertanggung jawab bersama
denangan professional kesehatan lainnya dan pasien, untuk tercapainya tujuan terapi
yaiutu penggunaan obat secara rasional.
Farmasi praktis dalam lingkungannya menggabungkan profesionalisme dan
masyarakat. Sementara persyaratan farmasi practice adalah (anonym, 1994) :
1. Perhatian pertama dan utaman farmasis harus pada kesejahteraan pasien
dalam segala aspeknya.
2. Aktivitas pokok kefarmasian adalah suplai (penyediaan) obat-obatan dan
program kesehatan lainnya yang terjamin mutunya (oleh farmasis),
pengelolaan informasi yang tepat dan saran yang handal bagi pasien, serta
pemantauan efek (dan efek samping) obat yang digunakan.
3. Harus sebagai sumbangan partisipasi farmasis yang bersifat integral dalam
pelayanan kesehata, yaitu peningkatan (promotion) peresepan yang rasional
dan ekonomis, serta penggunaan obat yang tepat dan rasional .
4. Tujuan setiap elemen pelayanan kefarmasian harus relevan untuk setiap
individu

pasien

didefenisikan

secara

jelas

dan

terperinci,

serta

dikomunikasikan secara efektif kepada semua pihak terkait.


Pada bagian penutup diisyaratkan bahwa farmasis harus segera berjuang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya tersebut tanpa harus menunda lebih lama.
Perkembangan farmasi practice dipicu oleh adanya perubahan konsep pola
penyakit dan penatalaksanaannya ke pola hidup sehat dan promosi kesehatan. Dalam
rangka mnyambut dan menyesuaikan perubahan tersebut, farmasi practice juga bergeser
5 | Page

dari konsep bio-pathology ke sociopsycology, yang pada tindakan nyata menunjukkan


pergeseran dari product oriented ke

patient oriented. Perubahan konsep tersebut

berakibat pada konteks kefarmasian, yaitu bergeser dari dispensing and compounding
menuju ke bentuk hubungan client-counsellor yang berarti farmasis berfungsi sebagai
konsultan obat (drug advicer).
Apoteker harus memberikan instruksi yang tepat kepada pasien dan memastikan
bahwa pasien mengerti obat apa yang dikonsumsi dan cara terbaik dalam
menggunakannya. Saran yang diberikan juga mengenai efek samping yang mungkin
timbul dan juga informasi tentang penyimpanan dan tanggal kadaluarsa. Apoteker juga
harus memberikan tindak lanjut layanan untuk memastikan bahwa pasien menerima
manfaat maksimal dari perawatan.
Cara pelayanan kefarmasian yang baik dilaksanakan melalui penataan :
a. System manajemen mutu
b. Sumber daya manusia
c. Sarana dan pasarana
d. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
e. Dokumentasi
f. Standar prosedur operasional
2.3 Etika
Etika merupakan aturan atau peraturan yang mengatur bagaimana kita bertindak. Etika
dan moral tidak dapat dipisahkan. Perbedaan yang dibuat adalah bahwa moralitas
merupan tindakan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain, sementara etika
merupakan nilai dari moral seseorang.

6 | Page

BAB III
PEMBAHASAN
Pelayanan Obat Kepada Pasien
Pada makalah ini, salah satu sumbernya diambil dari jurnal dengan metode penelitian
yang dilakuakan pada sebuah rumah sakit di India Selatan negara bagian Karnataka dengan
meberikan kuesener terhadap pasien. Penelitian dilakukan dengan mengevaluasi dan
penilaian adalah antara Januari 2008 hingga Februari 2009. Penelitian dilakuakan terhadap
informasi obat yang diberikan terhadap pasien mengenai obat dan kemudian ditinjau dan
dievaluasi untuk menentukan kualitas pelayanan yang lebih baik . Kualitas dan efektivitas
pusat informasi obat dinilai dengan menggunakan pedoman dikembangkan di DSE seminar /
WHO.
Berdasarkan peraturan pemerintah republik indonesia nomor 51 tahun 2009 pasal 1 ayat
1, pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional. Bila dilihat dari PP no 51 tahun 2009 tersebut, tugas farmasi
meliputi banyak aspek dalam pelayanan untuk masyarakat.
Dan berdasarkan PP no 51 tahun 2009 pasal 1 ayat 4 yang berisi Pelayanan Kefarmasian
adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Dari aturan tersebut sudah jelas salah satu dari berbagai tugas farmasi adalah
pelayanan obat yang diberikan terhadap pasien.

7 | Page

Dari berbagai sumber hukum yang ada di Indonesia mengenai pelayanan kefarmasian,
bila semua aspek dilakukan sesuai aturan tersebut maka pasien akan mendapatkan haknya
secara utuh. Pelayanan obat terhadap pasien bisa dilakukan di rumah sakit dan juga di apotek.
Segala upaya agar obat sampai kepada masyarakat tidak ada gunanya apabila dalam
pelayanan obat tidak menjamin penyerahan obat yang benar kepada penerima obat yang
disertai dengan informasi yang jelas. Salah satu tujuan utama pengelolaan obat di apotek adalah
bagaimana obat yang sampai ke tangan pasien akan digunakan secara benar dan tepat sehingga
memberikan manfaat sesuai dengan tujuannya. Sesuai dengan keterangan tersebut, kemampuan
berkomunikasi dan penguasaan informasi kefarmasian merupakan salah satu faktor penting
dalam pelaksanaan informasi obat di apotek.
Ada berbagai kasus yang timbul karena kurangnya informasi yang diberikan terhadap
pasien, contohnya pemberian informasi yang asimetris terhadap pasien. Dalam hal pemberian
informasi ilmu kefarmasian seorang farmasis atau apoteker jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan seorang pasien yang bisa saja tidak mengetahui informasi mengenai obat yang
digunakan. Bila informasi yang didapatkan tidak pas atau tidak sempurna, maka bisa muncul
berbagai masalah pada pasien. Contohnya kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum obat
yang diresepkan disebabkan kurangnya informasi mengenai obat yang digunakan, padahal ada
berbagai obat tertentu yang harus digunakan terus menerus atau mungkin dihabiskan agar efek
terapi dari obat bisa tercapai seperti antibiotik. Dan masalah akibat ketidakpatuhan pasien
meminum antibiotik akan menyebabkan pasien resisten terhadap antibiotik tertentu dan bila
sudah resisten obat tertentu maka akan merugikan pasien yang menjalani pengobatan yang
hanya bisa dengan obat antibiotik tersebut yang bisa menyebabkan susahnya penyembuhan dari
pasien.
Di indonesia hal tersebut sering terjadi karena minimnya informasi yang diberikan
kepada pasien. Tidak hanya di indonesia, kasus tersebut banyak dialami oleh pasien di berbagai
belahan dunia. Misalnya saja di India, kurangnya pemberian informasi yang diberikan pada
pasien menyebabkan ketidakpatuhan dalam memimum obat yang menimbulkan masalah pada
tingkat kesembuhan pasien terhadap penyakit yang menurun. Dan bila dilihat dari fungsi awal
tugas kefarmasian berdasarkan PP No 51 tahun 2009 tentang pelayanan obat maka terjadi
pelewengan wewenang yang dilakukan oleh petugas kefarmasian.

8 | Page

BAB IV
KESIMPULAN
Masalah etika yang sering dijumpai dalam farmasi praktis adalah kurangnya pelayanan
pemberian informasi obat kepada pasien, juga kemampuan berkomunikasi yang asimetris kepada
pasien.
Hal ini dapat ditangani dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tersedianya
referensi tentang informasi obat secara luas dan terpercaya, serta membedakan cara penyampaian
informasi obat kepada pasien dan kepada profesionalitas kesehatan lainnya.
Farmasis secara profesional berpeluang besar dalam berpartisipasi aktif dalam pelayanan
kesehatan di rumah sakit dengan jalan memberikan informasi yang akurat dalam terapi tentang
kemungkinan interaksi antar obat, efek samping, penetapan dosis, dan penggunaan obat yang
rasional. Sementara itu kepada pasien dan keluarganya dapat diberikan informasi rinci dibatasi
kode etik tentang obat agar dicapai kepatuhan yang tinggi, sehingga tujuan pengobatan tercapai.
Farmasis praktis dapat berperan lebih luas dan aktif di masyarakat dengan cara penyuluhan
penggunaan dan pemilihan obat yang rasional serta profesional sehingga program pengobatan
sendiri ( self medication) dapat mencapai sasaran dengan efektif dan efisien.
Pengembangan profesionalitas farmasis di apotek lewat peningkatan dispensing interaction
(communication) time sehingga pasien dan keluarganya mendapat informasi rinci tentang
obatnya, dengan demikian, tujuan therapi tercapai karena kepatuhan pasien optimal.

9 | Page

DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/7939688/Good_Pharmacy_Practice_GPP_Cara_Pelayanan_Far
masi_yang_Baik
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/regulasi/pp/PP_No._51_Th_2009.pdf
diakses pada tanggal 26/10/2104 pada jam 19:00
Penggantian resep obat oleh apoteker dan kewenangan dokter / dokter gigi dalam
pelayanan kesehatan (penelitian hukum Normatif terhadap Undang-Undang RI Nomor 29
Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran juncto Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek )
Wiradharma, donny. 2001. Etika profesi medis.Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti

10 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai