Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN
I.

1 LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan yang optimal. Pemerintah melakukan upaya-upaya pelayanan
terhadap masyarakat sebagai wujud dari penyelenggaraan kepentingan umum. Hal
itu merupakan tugas pemerintah yang tercermin dalam alinea 4 pembukaan
Undang-undang Dasar 1945.
Pengertian kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik
Indonesia No. 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Kebutuhan kesehatan merupakan unsur yang harus
terpenuhi karena merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang
mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dalam suatu kehidupan berbangsa
dan bernegara.Pemerintah melakukan banyak perubahan di bidang pelayanan
kesehatan menjadi lebih komprehensif sehingga masyarakat yang membutuhkan
pelayanan kesehatan secara optimal dapat lebih mudah untuk menjangkaunya.
Farmasi Klinis merupakan praktek kefarmasian yang berorientasi kepada
pasien lebih dari orientasi kepada produk. Istilah farmasi klinik mulai muncul
pada tahun 1960-an di Amerika, yaitu suatu disiplin ilmu farmasi yang
menekankan

fungsi

farmasis

untuk

memberikan

asuhan

kefarmasian

(pharmaceutical care) kepada pasien, bertujuan untuk meningkatkan outcome


pengobatan.
Dapat juga didefinisikan sebagai suatu keahlian profesional dalam bidang
kesehatan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan keamanan, kerasionalan
dan ketepatan penggunaan terapi obat oleh penderita melalui penerapan
pengetahuan dan fungsi terspesialisasi dari apoteker dalam pelayanan penderita.
Farmasi klinik ini memerlukan pengumpulan data dan interpretasi data penderita
serta keterlibatan penderita dan interaksi langsung antarprofesional. Sesuai dengan
karakteristik dan defenisi pelayanan farmasi klinik ada tiga komponen utama yang
mendasari peranan klinik dalam pelayanan farmasi di rumah sakit yaitu
komunikasi, konseling dan konsultas.

Tujuan utama pelayanan farmasi klinik adalah meningkatkan keuntungan


terapi obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan
obat. Oleh karena itu misi farmasi klinik adalah meningkatkan dan memastikan
kerasionalan kemanfaatan dan keamanan terapi obat. Praktisi profesional
kesehatan lainpun berbagi fungsi dalam melaksanakan misi ini, namun hal ini
bukan merupakan satu-satunya perhatian intensif mereka.
Pelayanan farmasi klinik terdiri atas beberapa golongan sesuai
karakteristik pelayanan seperti di bawah ini:
1. Golongan pelayanan farmasi klinik yang merupakan program rumah
sakit menyeluruh. Pelayanan ini tidak terfokus pada penderita tertentu, tetapi
ditanamkan dalam program rumah sakit secara menyeluruh yang pada
pokoknya mempengaruhi hasil positif dari terapi obat. Pelayanan ini
ditekankan pada seleksi terapi obat, pemantauan terapi obat dan edukasi
tentang obat.
2. Golongan pelayanan farmasi klinik yang didasarkan pada komunikasi
langsung pada penderita. Dalam proses penggunaan obat, apoteker wajib
berinteraksi dengan dokter dan perawat yang menangani langsung penderita,
dan dengan penderita itu sendiri.
3. Golongan pelayanan farmasi klinik formal dan terstruktur. Pelayanan ini
difokuskan pada kelompok penderita atau golongan obat, bertujuan untuk
peningkatan terapi dengan memberi edukasi bagi dokter penulis resep/order
atau penderita.
4. Golongan pelayanan farmasi klinik subspesialistik. Pelayanan klinik dalam
kategori ini merupakan jenis yang paling terspesialisasi. Praktisi dalam bidang
ini sangat terlatih dalam suatu bidang tertentu. Persiapan untuk pengadaan
pelayanan ini memerlukan pengetahuan dan pengertian yang mendalam
tentang patofisiologi dan farmakoterapi dari status penyakit.
Pelayanan kefarmasian telah bergeser orientasinya dari pelayanan obat
(drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented) dengan mengacu
kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan yang semula hanya berfokus
pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang
komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Namun

pelayanan kefarmasian di apotek saat ini masih belum optimal dikarenakan pada
setiap jam buka apotek lebih sering tidak dijumpainya apoteker, melainkan tenaga
teknis kefarmasian dan pemilik modal apotek (Febrianti, 2008). Segala aktivitas
apotek lebih dikendalikan oleh pemilik modal apotek, akibatnya profil dan
performa apotek tidak lebih dari tempat transaksi jual beli obat yang dikendalikan
sepenuhnya pemilik modal apotek yang sering tidak memiliki latar belakang
kefarmasian (Rubiyanto,2010). Apotek telah berubah menjadi semacam Toko
yang berisi semua golongan obat baik obat bebas, obat keras, psikotropika dan
narkotika dengan pelayanan yang tidak mengacu pada kaidah-kaidah profesi,
karena tidak dilakukan oleh Apoteker tapi oleh siapa saja yang ada di apotek
(Ahaditomo, 2002).
Terbitnya Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian membawa beberapa ketentuan baru yang menimbulkan empat
konsekuensi bagi apotek, meliputi pengembalian fungsi apotek sesuai peraturan,
peningkatan peran apoteker, penambahan beban biaya dan penambahan beban
II.

kerja yang cendrung memberatkan apotek.


2. TUJUAN PBL FARMAKOTERAPI
a. Untuk manambah wawasan dan pengalaman kerja didunia kesehatan
b. Untuk mengaplikasikan teori yang telah didapatkan dibangku kuliah
c. Sebagai proses pembelajaran sebelum terjun langsung kedunia kesehatan yang
sesungguhnya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 KONSEP PHARMACEUTICAL CARE
Pharmaceutical care adalah konsep dasar dalam pekerjaan kefarmasian
yang timbul pertengahan tahun 1970-an. Dia mengisyaratkan bahwa semua
praktisi kesehatan harus memberikan tanggung jawab atas dampak pemberian

obat pada pasien.Hal ini meliputi bermacam-macam pelayanan dan fungsi,


beberapa masih baru sebagian sudah lama.
Konsep pharmaceutical care juga termasuk komitmen emosional pada
kesejahteraan pasien sebagai individu, yang memerlukan dan patut mendapat
petunjuk

/jasa,

keterlibatan

dan

perlindungan

dari

seorang

apoteker.Pharmaceutical care dapat ditawarkan pada individual atau masyarakat.


Pharmaceutical care yang berbasiskan masyarakat menggunakan data
demografi dan epidemiologi untuk mengembangkan formula atau daftar obat,
memonitor kebijakan apotik, mengembangkan dan mengelola jaringan farmasi
(apotik) menyiapkan serta menganalisa laporan penggunaan obat, biaya obat,
peninjauan penggunaan obat dan mendidik provider tentang prosedur dan
kebijaksanaan obat.. Tanpa pharmaceutical care, tidak ada sistem yang mengelola
dan memonitor kesakitan karena obat secara efektif.Sakit karena obat bisa terjadi
berasal dari formularium atau daftar obat-obatan, atau sejak obat diresepkan,
diserahkan atau obat yang sudah tidak layak digunakan.Karena itu pasien butuh
pelayanan apoteker pada waktu menerima obat.Keberhasilan farmakoterapi
merupakan sesuatu yang spesifik untuk masing-masing pasien.Untuk pelayanan
pengobatan pasien secara individual, apoteker perlu mengembangkan pelayanan
bersama dengan pasien.
Pharmaceutical care tidak dalam isolasi pelayanan kesehatan lain. Dia
harus di dukung dalam kolaborasi dengan pasien, dokter , para medis dan tenaga
pemberi pelayanan lainnya.
Tahun 1998 Pharmaceutical care di adopsi oleh FIP dan merupakan penuntun
(guidance) bagi organisasi apoteker untuk mengimplementasikan pelayanan
kefarmasian di negaranya tapi disesuaikan lagi menurut kebutuhan negara masingmasing.
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa tujuan akhir
dari Pharmaceutical Care adalah meningkatkan kualitas hidup pasien melalui
pencapaian hasil terapi yang diinginkan secara optimal. Hasil terapi yang
diinginkan dapat berupa :
a. sembuh dari penyakit

b. hilangnya gejala penyakit


c. diperlambatnya proses penyakit
d. pencegahan terhadap suatu penyakit.
Pasien yang mendapatkan obat mempunyai risiko untuk mengalami
kejadian yang tidak diinginkan baik yang potensial maupun secara nyata dapat
mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan, oleh sebab itu peran utama apoteker
dalamPharmaceutical Care adalah :
1. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (DRP =
Drug Related Problem) baik yang potensial maupun nyata.
2. Mengatasi DRP yang nyata
3. Mencegah DRP yang potensial
Adapun masalah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dapat
digolongkan sebagai berikut:1
1. Indikasi
1. Pasien mempunyai gangguan kesehatan yang memerlukan obat, tetapi
2.
3.
4.
5.

pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi tersebut.


Pemilihan obat tidak tepat
Dosis terlalu rendah
Dosis terlalu tinggi
Pasien tidak mendapatkan obat karena suatu sebab (psikososial,

ekonomi, human error)


6. Efek samping obat
7. Interaksi obat-obat , obat-makanan atau obat-uji laboratorium
8. Obat belum terbukti secara ilmiah efektif
II. 2 PENYAKIT
A. Hematemesis Melena
1. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit
saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per
rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan
usus proksimal (Grace & Borley, 2007).
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim
dan asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.

Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran
nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran
pencernaan atas yang signifikan.Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan
hitam seperti aspal, dengan bau yang khas, yang lengket dan menunjukkan
perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernanya darah pada usus halus
(Davey, 2005).
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut; darah dapat
berasal dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis,
hemoptisis, ekstraksi gigi, tonsilektomi).Tergantung pada lamanya kontak dengan
asam lambung, darah dapat berwarna merah, coklat atau hitam.Biasanya
tercampur sisa makanan dan bereaksi asam. Melena adalah feses berwarna
hitamseperti ter karena bercampur darah; umumnya terjadi akibat perdarahan
saluran cerna bagian atas yang lebih dari 50-100 ml dan biasanya disertai
hematemesis ( Purwadianto& Sampurna, 2000).
Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan
memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami
muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna
hitam.Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran
cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering
dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia.Pendarahan
dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus
peptikum. Delapan puluh enam persen dari angka kematian akibat pendarahan
SCBA di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(FKUI)/ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) berasal dari pecahnya
varises esofagus akibat penyakit sirosis hati dan hepatoma Di Indonesia sebagian
besar (70-85%) hemetemesis disebabkan oleh pecahnya varises esofagus yang
terjadi pada pasien sirosis hati sehingga prognosisnya tergantung dari penyakit

yang mendasarinya. Perdarahan akibat sirosis hati disebabkan oleh gangguan


fungsi hati penderita, alkohol, obat-obatan, virus hepatitis dan penyakit bilier.
2. Patofisiologi
Gejala perdarahan intestinal ini menunjukkan bahwa sumber perdarahan
terletak di bagian proksimal. Warna darah yang dimuntahkan tergantung pada
konsentrasi asam hidroklorida didalam lambung dan campurannya dengan darah.
Jika vomitus terjadi segera setelah terjadinya perdarahan, muntahan akan tampak
berwarna merah gelap, coklat, atau hitam. Bekuan darah yang mengendap pada
muntahan akan tampak seperti ampas kopi yang khas. Hematemesis biasanya
menunjukkan perdarahan disebelah proksimal ligamentum Treitz, karena darah
yang memasuki traktus gastrointestinal dibawah doudenum jarang masuk kedalam
lambung.
Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis
biasanya akan mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena
menderita hematemesis. Istilah Melena biasanya menggambarkan perdarahan dari
esofagus, lambung atau doudenum, tetapi lesi didalam jejunum, ileum dan bahkan
kolonascendens dapat menyebabkan melena asalkan waktu perjalanan melalui
traktus gastrointestinal cukup panjang. Kurang lebih 60mL darah cukup untuk
menimbulkan satu kali buang air besar dengan tinja yang berwarna hitam.
Kehilangan darah akut yang lebih besar dari jumlah ini dapat
menimbulkan melena lebih dari 7 hari. Setelah warna tinja kembali normal , hasil
tes untuk adanya darah samar dapat tetap positif selama lebih dari satu minggu.
Warna melena yang hitam terjadi akibat kontak darah dengan asam hidroklorida
sehingga terbentuk hematin. Tinja tersebut akan terbentuk seperti ter (lengket) dan
menimbulkan bau yang khas. Konsistensi seperti ini berbeda dengan tinja yang
berwarna hitam atau gelap setelah seseorang mengkonsumsi zat besi, bismut atau
licorice.
Demikian pula tinja yang merah dapat terjadi akibat mengkonsumsi bit
atau

setelah

menyuntikan

sulfobromoftalein

intravena.

Perdarahan

gastrointestinal, sekalipun hanya terdeteksi dengan tes yang positif untuk darah
samar, menunjukkan darah yang potensial serius dan harus diselidiki lebih lanjut.
3. Gejala

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Muntah Darah (hematemesis)


Menegluarkan tinja yang kehitaman (melena)
Mengeluarkan darah rectum (hematoskezia)
Denyut nadi yang cepat, TD rendah
Akral teraba dingin dan basah
Nyeri perut
Nafsu makan menurun
Jika terjadi pendarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadi

anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan perut


4. Terapi dan Algoritma
a. Pengawasan dan pengobatan umum
Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek
sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis
selama belum tersedia darah.
Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila
perlu dipasang CVP monitor.
Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
(simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian
antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi

usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan


produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan
ensefalopati hepatik.
b. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan.
Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal
sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan
demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan
berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna
jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan
endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
c. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises
dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos
sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan
pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik.Karena
itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan
adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
d. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini
dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya
varises esofagus.Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan
ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.

e. Pemakaian bahan sklerotik


Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali.Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
f. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan
dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .
Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi
esofagus, pintasan porto-kaval.
Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari
membaik.
5. Monitoring

B. Kanker Payudara
1. Definisi
Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel
yang tumbuh secara terus-menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan
jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis.Kanker terjadi karena timbul dan
berkembangbiaknya

jaringan

sekitarnya

(infiltratif)

sambil

merusaknya

(dekstrutif), dapat menyebar kebagian lain tubuh, dan umumnya fatal jika
dibiarkan. Pertumbuhan sel-sel kanker akan menyebabkan jaringan menjadi besar
dan disebut sebagai tumor. Tumor merupakan istilah yang dipakai untuk semua
bentuk pembengkakan atau benjolan dalam tubuh.Sel-sel kanker yang tumbuh

cepat dan menyebar melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening.
Penjalarannya kejaringan lain disebut sebagai metastasis. Kanker mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda.Ada yang tumbuh secara cepat, ada yang tumbuh
tidak terlalu cepat, seperti kanker payudara (Schwartz, S I. 2005).
Kanker payudara adalah tumor ganas yang meyerang jaringan payudara,
jaringan payudara terdiri dari kelenjar susu (kelenjar pembuat air susu) saluran
kelenjar (saluran air susu) dan jaringan penunjang payudara. Kanker payudara
merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada wanita,kanker
payudara terjadi karena adanya kerusakan pada gen yang mengatur pertumbuhan
dan diferensiasi sehingga sel itu tumbuh dan berkembang biak tanpa dapat
dikendalikan. Sel-sel kanker payudara ini dapat menyebar melalui aliran darah ke
seluruh tubuh.
Untuk menentukan lokasi tumor, payudara dibagi menjadi 4 kwadran,
yaitukwadran lateral (pinggir) atas, lateral bawah, medial (tengah) atas, dan
medial bawah.Bagian terbesar kanker payudara terletak pada kwadran lateral atas
dengan perjalanannyake arah ketiak.
Gambar Kwadran letak kanker payudara dan anatomi payudara:

Keterangan :

I Lateral atas (daerah paling banyak terserang kanker)


II Lateral bawah
III Medial atas
IV Medial bawah
2. Etiologi
Penyebab kanker payudara tidak diketahui, tetapi payudara merupakan alat
seks sekunder yang selalu menerima rangsangan hormonal setiap siklus menstruasi,
pada saat hamil, dan laktasi (menyusui).Sel-sel yang sensitif terhadap rangsangan
hormonal mungkin mengalami perubahan degenerasi jinak atau menjadi ganas
(Manuaba, 2010).
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa faktor
resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara, yaitu :
a) Jenis Kelamin
Hanya 1% dari seluruh kejadian kanker payudara yang terdapat pada
laki-laki.
b) Usia
Insidens menurut usia naik seiring bertambahnya usia. Kejadian kanker
payudara meningkat pada usia di atas 35 tahun.
c) Genetik
Dua tumor suppressor gene, BRCA1 dan BRCA2 berperan dalam risiko
munculnya kanker payudara pada wanita.Mutasi pada BRCA1 berhubungan
dengan risiko terjadinya kanker payudara mencapai 50%-85% pada
wanita.Laki-laki dengan mutasi BRCA1 tidak mengalami peningkatan risiko
kanker payudara, tetapi terjadi peningkatan risiko kanker prostat dan kanker
kolon. Wanita yang mengalami mutasi pada BRCA2 memiliki risiko yang
sama dengan mutasi BRCA1 untuk terjadinya kanker payudara.
d) Reproduksi dan Hormonal
Menarke yang cepat dan menopause yang lambat ternyata disertai
dengan peninggian risiko. Usia menarke yang lebih dini yakni di bawah 12
tahun meningkatkan resiko kanker payudara sebanyak 3 kali, sedangkan usia

menopause yang lambat yaitu diatas usia 55 tahun meningkatkan resiko


sebanyak 2 kali lipat. Risiko terhadap karsinoma mammae lebih rendah
pada wanita yang melahirkan anak pertama pada usia lebih muda. Laktasi
tidak mempengaruhi risiko. Kemungkinan risiko meninggi terhadap adanya
kanker payudara pada wanita yang menelan pil KB dapat disangkal
berdasarkan penelitian yang dilakukan selama puluhan tahun.
e) Diet.
Diet lemak hewani seperti makanan cepat saji dan makanan yang
digoreng meningkatkan resiko kanker payudara dua kali lipat.
f) Virus.
Pada air susu ibu ditemukan (partikel) virus yang sama dengan yang
terdapat pada air susu tikus yang menderita karsinoma mammae. Akan
tetapi, peranannya sebagai faktor penyabab pada manusia tidak dapat
dipastikan.
g) Sinar ionisasi,
Pada hewan coba terbukti adanya peranan sinar ionisasi sebagai faktor
penyebab kanker payudara.Dari hasil penelitian epidemiologi setelah
ledakan bom atom atau penelitian pada setelah pajanan sinar rontgen,
peranan sinar ionisasi sebagai faktor penyebab pada manusia lebih jelas.
h) Riwayat pernah menderita kanker payudara atau ovarium
Riwayat pernah menderita kanker payudara kontralateral meningkatkan
resiko 3-9 kali lipat, sedangkan riwayat pernah menderita kanker ovarium
meningkatkan resiko 3-4 kali lipat (Schwartz, S I. 2005).
3.

Patofisiologi
Beberapa jenis kanker payudara sering menunjukkan disregulasi hormon

HGF dan onkogen Met, serta ekspresi berlebihan enzim PTK-6.


a) Transformasi
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang
disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.
b) Fase Inisiasi

Pada tahap inisiasi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas.Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan
oleh suatu agen yang disebut karsinogen.
c) Fase promosi
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh
oleh promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan.
d) Fase metastasis
Metastasis menuju ke tulang merupakan hal yang kerap terjadi pada
kanker payudara.Beberapa diantaranya disertai dengan komplikasi lain (Anonim,
2012).
4. Gejala
Tanda awal dari kanker payudara adalah ditemukannya benjolan yang
terasa berbeda pada payudara.Jika ditekan, benjolan ini tidak terasa nyeri.
Awalnya benjolan ini berukuran kecil, tapi lama kelamaan membesar dan
akhirnya melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara
atau puting susu. Berikut merupakan gejala kanker payudara, yaitu:
a) Benjolan pada payudara yang berubah bentuk atau ukuran.
b) Kulit payudara berubah warna (dari merah muda menjadi coklat
hingga seperti kulit jeruk).
c) Puting susu masuk ke dalam (retraksi). Bila tumor sudah besar, salah
d)
e)
f)
g)

satu puting susu tiba-tiba lepas atau hilang.


Bila tumor sudah besar, muncul rasa sakit yang hilang timbul.
Kulit payudara terasa seperti terbakar.
Payudara mengeluarkan darah atau cairan yang lain, tanpa menyusui.
Adanya borok (ulkus). Ulkus akan semakin membesar dan mendalam

sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara.


h) Payudara sering berbau dan mudah berdarah (Sjamsuhidayat, R. 2010).
5. Klasifikasi

Ada 2 macam klasifikasi kanker payudara, yakni klasifikasi patologik dan


klasifikasi klinik.
a. Klasifikasi Patologik
1) Kanker puting payudara (Pagets disease)
Pagets disease adalah bentuk kanker yang dalam taraf permulaan
manifestasinya sebagai eksema menahun puting susu, yang biasanya merah
dan menebal.
2) Kanker duktus laktiferus: papillary, comedo, adeno carcinoma dengan banyak
fibrosis (scirrhus), medullary carcinoma dengan infiltrasi kelenjar.
3) Kanker dari lobulus.
Ini yang timbul sering sebagai carcinoma in situ denga lobulus yang membesar.
b. Klasifikasi Klinik
Kanker payudara, di samping klasifikasi patologik, juga mempunyai
klasifikasi klinik.Sebelum 1968, di klinik bedah sering dipakai klasifikasi
Steinthal.
a.

Steinthal I

: Kanker payudara sampai 2 cm besarnya dantidak


mempunyai anak sebar.

b.

Steinthal II

: Kanker payudara 2 cm atau lebih dengan


mempunyai anak sebar di kelenjar ketiak.

c.

Steinthal III

: Kanker payudara 2 cm atau lebih dengan anak


sebar di kelenjar ketiak, infra dan supraklavikular;
atau infiltrasi ke fasia pektolaris atau ke kulit; atau
kanker payudara yang apert (memecah ke kulit).

d.

Steinthal IV

: Kanker payudara dengan metastasis jauh,


misalnya ke tengkorak, atau tulang punggung, atau
paru-paru, atau hati dan panggul (Prawirohardjo,
2008).

6. Pencegahan
a. Pencegahan Primordial

Upaya ini dimaksudkan dengan memberi kondisi pada masyarakat


yangmemungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dasar dari kebiasaan,
gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Upaya pencegahan ini sangat kompleks dan
tidak hanya merupakan upaya dari pihak kesehatan saja, misalnya menciptakan
prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa rokok itu suatu kebiasaan yang
kurang baik, dan mempromosikan program berolahraga secara teratur serta
melakukan salah satu bentuk promosi kesehatan yang ditujukan pada orang yang
sehat melalui upaya pola hidup sehat.

b. Pencegahan Primer
Pencegahan primer pada kanker payudara dilakukan pada orang yang
memilikiresiko untuk terkena kanker payudara melalui upaya menghindarkan diri
dariketerpaparan pada berbagai faktor resiko.
Beberapa cara yang dilakukan adalah :
1) Perbanyak makan buah dan sayuran berwarna kuning atau hijau karena
banyak mengandung vitamin, seperti beta karoten, vitamin c, mineral,
klorofil, dan fitonutrien lainnya yang dapat melindungi tubuh dari kanker.
2) Kurangi makanan yang mengandung lemak tinggi. Telah banyak bukti
yang menunjukan adanya hubungan makanan tinggi lemak dengan
beberapa jenis kanker, dan yang terbanyak terjadi pada kanker payudara.
3) Konsumsilah makanan yang banyak mengandung serat. Serat akan
menyerap zat-zat yang bersifat karsinogen dan lemak, yang kemudian
membawanya keluar dengan feses.
4) Makanlah produk kedelai seperti tahu dan tempe. Kedelai selain
mengandung flonoidyang berguna untuk mencegah kanker, juga
mengandung

genestein

yang

berfungsisebagai

estrogen

nabati

(fitoestrogen). Estrogen nabati iini akan menempel padareseptor estrogen


sel-sel epitel saluran kelenjar susu, sehingga akan menghalangiestrogen
asli untuk menempel pada saluran susu yang akan merangsang tumbuhnya
sel kanker.

5) Kurangi makan makanan yang diasinkan, dibakar, diasap atau diawetkan


dengan nitrit. Makanan tersebut dapat menghasilkan senyawa kimia yang
dapat berubah menjadi karsinogen aktif.
6) Hindari alkohol dan rokok.
7) Pengontrolan berat badan dengan diet seimbang dan olahraga akan
mengurangi resikoterkena kanker payudara.Upayakan pola hidup yang
seimbang seperti menghindari gaya hidup yang seringmengkonsumsi
makanan tinggi lemak, makanan cepat saji dan usahakan olahraga teratur.
8) Hindari stress.
c. Pencegahan Sekunder
a) Pencegahan sekunder
Berupa usaha untuk mencegah timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat kanker
payudara dengan mengidentifikasi kelompok populasi berisiko tinggiterhadap
kanker payudara, dan deteksi dini pada individu yang tanpa gejala. Deteksi
dinidapat dilakukan dengan :
1) Pemeriksaan Klinis Payudara
2) Mencari benjolan atau kelainan lainnya. Karena organ payudara
dipengaruhi olehfaktor hormonal antara lain estrogen dan progesteron,
maka sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan di saat pengaruh
hormonal ini seminimal mungkin atau setelah menstruasi 1 minggu dari
hari terakhir menstruasi.
3) Penderita diperiksa dengan badan bagian atas terbuka.
4) Posisi tegak (duduk).
5) Penderita duduk dengan tangan jatuh bebas ke samping dan pemeriksa
berdiri didepan dalam posisi yang lebih kurang sama tinggi.
b) Inspeksi (pandangan)
1) Membandingkan ukuran (simetris) atau antara payudara kanan dan kiri.
2) Ada atau tidak kelainan pada puting payudara (papilla mammae), letak
danbentuk, adakah penarikan (retraksi) puting susu, kelainan kulit, tandatandaperadangan,

kelainan

warna

(peau

deorange),

dimpling

(lesung/lekukan), tukak(ulserasi), dan lain-lain.


c) Palpasi
Penderita dibaringkan dan diusahakan agar payudara jatuh tersebar rata
diataslapangan dada, jika perlu bahu/punggung diganjal dengan bantal kecil pada
penderita yang payudaranya besar.

d) Pemeriksaan Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan dengan metode radiologis sinar x
padapayudara dan tingkat adisinya dibuat sekecil mungkin sehingga tidak
menimbulkan efeksamping pada pasien, karena radiasi sinar x yang berebihan
malah akan memicu Pertumbuhan sel kanker. Kehebatan mammografi ialah
kemampuannya mendeteksitumor yang belum teraba sekalipun (radius 0,5 cm)
masih dalam stadium dini.Waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan
mammografi pada wanitaproduktif adalah hari 1-14 dari siklus haid (menstruasi)
atau dua minggu sebelum haidyang akan datang. Pada perempuan usia
nonproduktif dianjurkan untuk dilakukan kapan saja.
e) Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi merupakan alat bantu pemeriksaan yang menggunakan
gelombangsuara dan tidak menggunakan sinar rontgen. Pemeriksaan ini tidak
menimbulkan rasasakit pada pasien.
Ultrasonografi payudara ditujukan sebagai berikut :
1) Untuk memeriksa perempuan berusia dibawah 35 tahun, perempuan hamil,
danperempuan yang menyusui.
2) Untuk membedakan kista dengan tumor yang berisi jaringan padat.
3) Untukmembantu hasil mammografi agar memperoleh nilai akurasi yang
lebih tinggi.
f) Xerografi :
1) Suatu fotoelectric imaging system berdasarkan pengetahuan xerografic.
2) Ketepatan diagnostik cukup tinggi 95,3% dimana dapat terjadi false
positive 5%.
g) Scintimammografi
Adalah teknik pemeriksaan radionuklir dengan menggunakan radioisotop Tc
99msestamibi.Pemerisaan ini mempunyai sensifitas tinggi untuk menilai aktifitas
sel kankerpada payudara selain itu dapat pua mendeteksi lesi multipel dan
keterlibatan KGBregional.
d. Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderitakanker payudara . Penanganan yang tepat penderita kanker payudara

sesuai denganstadiumnya akan dapat mengurangi kecacatan dan memperpanjang


harapan hidup penderita.Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan
kualitas hidup penderitaserta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan
pengobatan.Setelah selesai pengobatan perlu dilakukan rehabilitasi seperti
gerakan-gerakanuntuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk
mengurangi pembengkakan.
7. Penanganan
Pola

pengobatan

tumor.Keberhasilan

kanker

pengobatan

payudara
kanker

tergantung
payudara

pada

bergantung

stadium
pada

stadiumnya.Semakin dini ditemukansemakin mudah disembuhkan.


Terdapat 3 cara pengobatan yang sudah dibakukan yaitu:
a) Operasi
Tindakan pengobatan dapat diakukan dengan Operasi yang dilakukan
denganmengambil sebagian atau seluruh payudara.Cara pengobatan ini
bertujuan untukmembuang sel-sel kanker yang ada di dalam payudara.
Jenis-jenis operasi yang dilakukanuntuk mengobati kanker payudara adalah
sebagai berikut:
Lumpektomi
Lumpektomi merupakan operasi pengangkatan sebagian dari
payudara dimanapengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel
kanker, bukan seluruhpayudara.Operasi ini selalu diikuti dengan
pemberian radioterapi.Biasanyalumpektomi direkomendasikan pada pasien

yang besar tumornya kurang dari 2cm dan letaknya dipinggir payudara.
Mastektomi
Mastektomi merupakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat
seluruhPayudara beserta kankernya, kadang-kadang beserta otot dinding

dada.
Operasi Pengangkatan Kelenjar Getah Bening
Operasi ini biasanya dilakukan jika sudah ada penyebaran kanker

dari payudarake kelenjar getah bening di ketiak.


b) Radioterapi

Radioterapi merupakan pengobatan dengan melakukan penyinaran


kedaerah

yangterserang

kanker,

dengan

tujuan

untuk

merusak

sel-sel

kanker.Pemilihan jenis radioterapiyang digunakan didasarkan pada lokasi kanker,


hasil diagnosis, dan stadium kanker.Radioterapi dapat dilakukan sesudah operasi
ataupun sebelum operasi.
c) Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam
bentuk pilcair, kapsul atau infus yang bertujuan membunuh sel kanker tidak hanya
pada payudaratapi juga seluruh tubuh. Efek dari kemoterapi adalah pasien
mengalami mual dan muntahserta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan
yang diberikan pada saat kemoterapi.Efek samping ini dapat dikontrol dengan
pemberian

obat.Kemoterapi

biasanya

diberikan1-2

minggu

sesudah

operasi.Namun untuk tumor yang terlalu besar, sebaiknya dilakukankemoterapi


praoperasi.
d) Terapi Hormonal
Terapi hormonal adalah bila penyakit telah sistemik berupa metastasis
jauh.Terapi hormonal biasanya diberikan secara paliatif sebelum kemotherapinya
karena efeklebih lama dan efek sampingnya kurang, tetapi tidak semua kanker
peka terhadap terapihormonal.Terapi hormonal merupakan terapi utama pada
stadium IV (Snells R.S., 2006).
C. PPOK
1. Definisi PPOK
Menurut GOLD (Global Inisiative for Chronic Obstructive Lung Disease),
PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah diobati dengan beberapa efek
ekstrapulmonal yang signifikan berkontribusi terhadap tingkat keparahan
penderita.Karakteristik penyakit ini ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel.Hambatan aliran udara
tersebut biasanya bersifat progressif dan berhubungan dengan respon
inflamasi pulmonal terhadap partikel atau gas berbahaya.
2. Epidemiologi
Di seluruh dunia, PPOK menduduki peringkat keenam sebagai penyebab
utama kematian pada tahun 1990.Hal ini diproyeksikan menjadi penyebab

utama keempat kematian di seluruh dunia pada 2030 karena peningkatan


tingkat merokok dan perubahan demografis di banyak negara.PPOK adalah
penyebab utama kematian ketiga di Amerika Serikat dan beban ekonomi
PPOK di AS pada tahun 2007 adalah 426 juta dollar dalam biaya perawatan
kesehatan dan kehilangan produktivitas.4 Di Indonesia tidak ada data yang
akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama.
SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis
kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering
kematian di Indonesia.2
3. Faktor Resiko
Kebiasaan merokok merupakan penyebab kausal yang terpenting. Selain
itu, terdapat faktor-faktor resiko yang lain seperti riwayat terpajan polusi udara
di lingkungan dan tempat kerja, hiperaktivitas bronkus, riwayat infeksi saluran
nafas berulang, dan defisiensi antitripsin alfa-1. Di Indonesia defisiensi
antitripsin alfa-1 sangat jarang terjadi.
Dalam pencatatan perlu diperhatikan riwayat merokok.Termasuk perokok
aktif, perokok pasif, dan bekas perokok.Derajat berat merokok dengan Indeks
Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari
dikalikan lama merokok dalam tahun.Kategori ringan 0-200, sedang 200-600,
dan berat >600.
4. Patofisiologi dan patogensis
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi
akibat fibrosis.Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik
dibedakan tiga jenis emfisema:
- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke
perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan
merokok lama
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata
dan terbanyak pada paru bagian bawah

- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas


distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat
pleura.
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis,
metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan
napas.
5. Manifestasi klinik
Gejala dari PPOK adalah seperti susah bernafas, batuk kronis dan
terbentuknya sputum kronis, episode yang buruk atau eksaserbasi sering
muncul. Salah satu gejala yang paling umum dari PPOK adalah sesak napas
(dyspnea). Orang dengan PPOK umumnya menggambarkan ini sebagai:."Saya
merasa kehabisan napas," atau "Saya tidak bisa mendapatkan cukup udara ".
Orang dengan PPOK biasanya pertama sadar mengalami dyspnea pada
saat melakukan olahraga berat ketika tuntutan pada paru-paru yang
terbesar.Selama bertahun-tahun, dyspnea cenderung untuk bertambah parah
secara bertahap sehingga dapat terjadi pada aktivitas yang lebih ringan,
aktivitas sehari-hari seperti pekerjaan rumah tangga.Pada tahap lanjutan dari
PPOK, dyspnea dapat menjadi begitu buruk yang terjadi selama istirahat dan
selalu muncul.
Orang dengan PPOK kadang-kadang mengalami gagal pernafasan.Ketika
ini terjadi, sianosis, perubahan warna kebiruan pada bibir yang disebabkan
oleh kekurangan oksigen dalam darah, bisa terjadi.Kelebihan karbon dioksida
dalam darah dapat menyebabkan sakit kepala, mengantuk atau kedutan
(asterixis).Salah satu komplikasi dari PPOK parah adalah cor pulmonale,
kejang pada jantung karena pekerjaan tambahan yang diperlukan oleh jantung
untuk memompa darah melalui paru-paru yang terkena dampak.4 Gejala cor
pulmonale adalah edema perifer, dilihat sebagai pembengkakan pada
pergelangan kaki, dan dyspnea.
Uji Faal Paru
Uji faal paru dengan menggunakan spirometri berguna untuk menegakkan
diagnosis,

melihat

perkembangan

penyakit,

dan

menentukan

prognosa.Pemeriksaan ini penting untuk memperlihatkan secara obyektif

adanya obstruksi saluran nafas dalam berbagai tingkat. Spirometri harus


digunakan untuk mengukur volume maksimal udara yang dikeluarkan setelah
inspirasi maksimal, atau disebut Forced vital capacity (FVC). Spirometri juga
harus digunakan untuk mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu
detik pertama pada saat melakukan manuver di atas, atau disebut dengan
Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran
ini juga harus dilakukan (FEV1/FVC). Penderita PPOK secara khas akan
menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC. Adanya nilai FEV1/FVC <
70% disertai dengan hasil tes bronkodilator yang menghasilkan nilai FEV1 <
80% dari nilai prediksi mengkonfirmasi terjadinya pembatasan aliran udara
yang tidak sepenuhnya reversibel.FEV1 merupakan parameter yang paling
umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan
penyakit. FEV1 juga amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, etnis, dan
tinggi penderita, sehingga paling baik dinyatakan berdasarkan sebagai
persentase dari nilai prediksi normal
Uji faal paru juga dapat dilakukan dengan uji bronkodilator.Uji
bronkodilator juga menggunakan spirometri.Teknik pemeriksaan ini adalah
dengan memberikan bonkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, dan 15-20
menit kemudian dilihat perubahan nilai FEV1.Bila perubahan nilai FEV1
kurang dari 20% maka ini menunjukkan pembatasan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel.Uji ini dilakukan saat PPOK dalam keadaan stabil (di
luar eksaserbasi akut).
Dari hasil pemeriksaan spirometri setelah pemberian bronkodilator juga
dapat menentukan klasifikasi penyakit PPOK. Klasifikasi tersebut adalah
1. Stage I : Ringan
Pada stage I, hasil pemeriksaan spirometri setelah pemberian bronkodilator
menunjukan hasil rasio FEV1/FVC < 70% dan nilai FEV1 diperkirakan
80% dari nilai prediksi.
2. Stage II : Sedang
Pada stage II, hasil rasio FEV1/FVC < 70% dengan perkiraan nilai FEV1
diantara 50-80% dari nilai prediksi.
3. Stage III : Berat
Pada stage III, dengan rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai menunjukkan
FEV1 diantara 30-50% dari nilai prediksi

4. Stage IV : Sangat Berat


Pada stage IV, rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan kurang
dari 30% ataupun kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik.
6. Diagnosis
Diagnosis klinis untuk PPOK harus dicurigai jika pasien mengalami
kesulitan bernafas, batuk kronis atau terbentuknya sputum dan riwayat terkena
faktor resiko penyakit ini.Spirometri dibutuhkan untuk diagnosis klinis PPOK;
adanya

postbronchodilator

FEV1/FVC<0.70

mengindikasikan

adanya

keterbatasan aliran udara dan PPOK.


7. Tatalaksana
Penghentian merokok mempunyai pengaruh besar untuk mempengaruhi
riwayat dari PPOK.Kita sebagai dokter harus bisa membuat pasien untuk
berhenti merokok.
Konseling dengan dokter secara signifikan meningkatkan angka berhenti
merokok, konseling selama 3 menit dapat menghasilkan angka berhenti
merokok hingga 5-10%.Terapi penggantian nikotin (permen karet nikotin,
inhaler, patch transdermal, tablet sublingual atau lozenge) dan juga obat
dengan varenicline, bupropion atau nortriptyline dengan baik meningkatkan
penghentian merokok jangka panjang dan pengobatan ini lebih efektif
daripada placebo.
Mendorong kontrol tembakau secara komprehensif dari pemerintah dan
membuat program dengan pesan anti merokok yang jelas, konsisten dan
berulang.Aktivitas fisik sangat berguna untuk penderita PPOK dan pasien
harus didorong untuk tetap aktif.
Melakukan pencegahan primer, dapat dilakukan dengan baik dengan
mengeleminasi atau menghilangkan eksposur pada tempat kerja.Pencegahan
sekunder dapat dilakukan dengan baik dengan deteksi dini.Kita menghindari
atau mengurangi polusi indoor berupa pembakaran bahan bakar biomass dan
pemanasan atau memasak diruangan yang ventilasinya buruk, sarankan pasien
untuk

memperhatikan

pengumuman

publik

tentang

tingkat

polusi

udara.Semua pasien PPOK mendapat keuntungan yang baik dari aktivitas fisik
dan disarankan untuk selalu aktif.
8. Terapi
Terapi Farmakologis untuk PPOK yang stabil

Terapi farmakologis dilakukan untuk mengurangi gejala, mengurangi


keparahan eksaserbasi dan meningkatkan status kesehatan.Setiap pengobatan
harus spesifik terhadap setiap pasien, karena gejala dan keparahan dari
keterbatasan aliran udara dipengaruhi oleh banyak faktor seperti frekuensi
keparahan eksaserbasi, adanya gagal nafas dan status kesehatan secara umum.
Pemberian terapi farmakologis pada PPOK untuk terapi PPOK stabil perlu
disesuaikan dengan keparahan penyakitnya..
Bronkodilator adalah obat pilihan pertama untuk menangani gejala PPOK,
terapi inhalasi lebih dipilih dan bronkodilator diresepkan sebagai pencegahan/
mengurangi gejala yang akan timbul dari PPOK. Bronkodilator inhalasi kerja
lama lebih efektif dalam menangani gejala daripada bronkodilator kerja cepat.
Agonis -2 kerja singkat baik yang dipakai secara reguler maupun saat
diperlukan (as needed) dapat memperbaiki FEV1 dan gejala, walaupun
pemakaian pada PPOK tidak dianjurkan apabila dengan dosis tinggi.Agonis 2 kerja lama, durasi kerja sekitar 12 jam atau lebih.Saat ini yang tersedia
adalah formoterol dan salmeterol.Obat ini dipakai sebagai ganti agonis -2
kerja cepat apabila pemakaiannya memerlukan dosis tinggi atau dipakai dalam
jangka waktu lama. Efek obat ini dapat memperbaiki FEV1 dan volume paru,
mengurangi sesak napas, memperbaiki kualitas hidup dan menurunkan kejadia
eksaserbasi, akan tetapi tidak dapat mempengaruhi mortaliti dan besar
penurunan faal paru. Agonis -2 dengan durasi kerja 24 jam , preparat yang
ada adalah indacaterol.
Kortikosteroid inhalasi dipilih pada pasien PPOK dengan FEV1<60%,
pengobatan reguler dengan kortikosteroid inhalasi dapat mengurangi gejala,
meningkatkan fungsi paru dan kualtias hidup dan menurunkan frekuensi
eksaserbasi.Kortikosteroid

inhalasi

diasosiasikan

dengan

peningkatan

pneumonia.Penghentian tiba-tiba terapi dengan kortikosteroid inhalasi bisa


menyebabkan eksaserbasi di beberapa pasien.Terpai monoterm jangka panjang
dengan kortikosteroid inhalasi tidak direkomendasikan.
Kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan beta2 agonist kerja lama
lebih efektif daripada salah satu antara kortikosteroid dan bronkodilator dalam
peningkatan fungsi paru dan mengurangi eksaserbasi pada pasien dengan

PPOK sedang sampai sangat berat.Pengobatan jangka panjang dengan


kortikosteroid oral tidak direkomendasikan.
Phosphodiesterase-4 inhibitors, pada GOLD 3 dan GOLD 4 pasien dengan
riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronis, phosphodiesterase-4 inhibitor
roflumilast ini mengurangi eksaserbasi pada pasien yang di terapi dengan
kortikosteroid oral.

Algoritma terapi berdasarkan keparahan PPOK


Pengobatan Farmakologis yang lain
Vaksin Influenza bisa mengurangi penyakit serius dan kematian pada
PPOK, virus inaktif pada vaksin di rekomendasikan dan sebaiknya di berikan
sekali setahun.Vaksin pneumococcal polusaccharide direkomendasikan untuk
pasien diatas 65 tahun.Penggunaan antibiotik tidak direkomendasikan kecuali
untuk pengobatan eksaserbasi infeksius dan infeksi bakteri lainnya.
Pengobatan lain
Pasien dari segala tingkat keparahan akan mendapatkan keuntungan dari
kegiatan rehabilitasi. Peningkatan kondisi pasien bisa dilihat setelah
melakukan program rehabilitasi pulmonari. Lama waktu minimum yang
efektif untuk rehabilitasi adalah 6 minggu, semakin lama program semakin
bagus buat pasien.

Terapi oksigen dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat.Pada


PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang
disebabkan pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang terapi oksigen
di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutama pada
waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter.
Terapi
pembedahan
pada
PPOK

memiliki

beberapa

keuntungan.Keuntungan dari LVRS (Lung Ventilation Reduction Surgery) dari


pada terapi medis lainnya adalah lebih signifikan hasilnya pada pasien dengan
empidema pada lobus bawah dan pada pasien dengan kapasitas aktifitas fisik
rendah karena pengobatan.Pada beberapa pasien dengan PPOK sangat parah,
transplatasi paru menunjukkan peningkatan kualitas hidup yang baik.
9. Manajemen Eksaserbasi
Eksaserbasi dari PPOK didefinisikan sebagai kejadian akut dengan
karakteristik perburukan gejala respirasi yang biasanya lebih parah dari gejala
normal dan biasanya akan merubah pengobatan.
Menilai keparahan eksaserbasi secara garis besar ada 3 yang perlu dinilai
yaitu pengukuran gas darah arterial, foto torak berguna untuk mengeleminasi
diagnosis lain, dan pada elektrokardiograpi bisa membantu diagnosis masalah
jantung pada eksaserbasi. Tes spirometrik tidak direkomendasikan selama
eksaserbasi karena sulit dilakukan dan pengukurannya bisa tidak akurat.
Manajemen eksaserbasi pada PPOK diberikan oksigen dengan target
saturasi 88-92%. Beta2-agonist kerja cepat dengan atau tanpa antikolinergik
kerja cepat lebih dipilih untuk pengobatan eksaserbasi.Kortikosteroid sistemik
dapat meningkatkan fungsi paru FEV1 dan menurunkan resiko kekambuhan
awal, kegagalan terapi dan lama dirumah sakit.Dosis sebesar 30-40 mg
prednisolone setiap hari selama 10-14 hari direkomendasikan. Pemberian
antibiotik harus diberikan kepada pasien dengan tiga gejala jantung:
peningkatan dyspnea, peningkatan volume sputum, peningkatan purulence
dari sputum, peningkatan purulence dari sputum dan gejala kardinal lain, dan
membutuhkan ventilasi mekanikal.
Terapi tambahan bergantung pada kondisi klinis dari pasien dan
keseimbangan cairan dengan perhatian spesial pada pelaksanaan diuretik,

antikoagulan, pengobatan komorbiditas, dan aspek nutrisional harus


diperhatikan.

BAB III
STUDI KASUS
III. 1 KASUS
I HEMATEMESIS MELENA
Seorang pasien bernama pak Muh Rizal Nur berumur 48 tahun. Psien
mengeluhkan muntah darah dialami sejak 1 hari muntahnya kurang lebih 3x

sehari berwarna hitam, riwayat penyakit pasien yang sama (+), dema (-), batuk (-),
sesak (-), nyeri perut (-), BAB berwarna hitam. Pasien memiliki rekanan darah
130/90. Untuk data yang diperoleh selanjutnya yaitu pasien muntah darah
berwarna hitam SMRS sebanyak kurang lebih 500 CC, menurut informasi bahwa
pasien pernah mengonnsumsi jamu dan ramuan SMRS, memiliki riwayat penyakit
maag dan tidak brerobat secara teratur
Subyek :
Nama

: Muh. Rizal Nur

No Rem

: 189173

Tgl masuk

: 23/12/14-05/01/2015

Umur

: 48 tahun

Riwayat pengobatan : Injeksi metronidazol, vit K+ adona, cefaoaxime, omz dan


transamin.
Obyek :
Tgl 32/12/2014
Creatinin
SGOT 37C
SGOT 37C
SGPT 37C
ALBUMIN

Normal
L : 0,6-20 mg/dl
P : 0,5-1.2 mg/dl
P: 31 U/L
L: 37 U/L
L : 42 U/L
P : 32 U/L
3,8-4,0 mg/dl

Hasil

Normal
100-140 mg/dl

Hasil
136
1,3

66
68
-

Tgl 24/12/2014

Random
Creatinin
SGOT 37C
SGOT 37C
SGPT 37C
Ureum
ALBUMIN

P: 31 U/L
L: 37 U/L
L : 42 U/L
3,8-4,0 mg/dl

73
40
22
1,5

Tgl 26/12/2014
Normal
100-140 mg/dl

Random
Creatini
SGOT 37C

Hasil
109
1,4
33
2,9

P: 31 U/L
L: 37 U/L
L : 42 U/L

SGPT 37C
Ureum
ALBUMIN

3,8-4,0 mg/dl

Assesment :
Berdasarkan keluhan, pasien mengidap penyakit Hematemesis Melena
Data

Data objektif

subjektif

Asesm

Planning

en

Implemetasi

Evaluasi

tindakan

masala
Osi

Ositampa

k lemah
TTV
TD

140/90
N 90X
S 36,5

mengata
kan
muntah
darah
SMRS

h:
Munta

Observas

i TTV
Anjurkan

untuk
banyak
minum
-

air hangat
Kalabora
si THI

Mengobserv

S:

osi

mengata
asi TTV
Menganjurka
kan tidak
n
banyak
muntah
minum air
O: objek
hangat
masih
THI
tampak
diberikan
lemah
A:
masalah
belum
teratasi
P:
lanjutkan
intervans
i

Planning :

Adapun terapi yang dikonsumsi selama dirumah sakit yaitu :


Albumin infus
Propanolol
Lasix
Ranitidin
Penjelasan Terapi :
1. Albumin infuse digunakan karena albumin memilki efek pengikatan proteindarah, dimana sebagian obat diikat secara reversibel pada protein plasma. Zat
yang bersifat asam terikat pada albumin yang jumlahnya jauh lebih besar (tjay
tan hoan. 2009: 28).
Jika dilihat dari kondisi pasien yang banyak mengeluarkan darah ketika
muntah dan buang air, maka albumin menekan agar darah tetap berada di
dalam tubuh sehingga pasien tidak kekurangan darah.
2. Propanolol kenapa digunakan pada pasien ini sedangkan tekanan darahnya
tidak terlalu tinggi dan yang kita ketahui propanolol itu adalah terapi untuk
penderita hipertensi stage II sedangkan pada pasien tersebut belum sampai
pada hipertensi stage II. Pada ebook Dpiro dikatakan bahwasanya terapi
untuk hipertensi yang baru awal pengobatan diberikan obat diuretic atau ACEI
(captopril) jadi seharusnya tidak diberikan dulu propanolol (ebook Dpiro)
3. Lasix digunakan untuk terapi heprtensinya dimana lasix ini isinya adalah
furosemid dan termasuk obat diuretik jadi ini tidak jadi masalah (ebook
Dpiro)
4. Ranitidine digunakan untuk melindungi mukosa lambung dari obat-obat yang
dapat mengiritasi lambung dan untuk tetap menetralkan cairan lambung di
dalam tubuh pasien apalagi pasien ini sudah terkena maag kronis. Ranitidine
memilki daya menghambat senyawa furan terhada sekresi asam, tidak
merintangi perombakan oksidatif dari obat-obat lain sehingga tidak
mengakibatkan interaksi yang tidak diinginkan (Tjay. 2009: 273)
5. Injeksi metronidazol digunakan sebagai antimikroba dengan aktivitas yang
sangat baik terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Mekanisme kerjanya
dengan cara berinteraksi dengan DNA menyebabkan perubahan struktur heliks
DNA dan putusnya rantai sehingga sintesa protein dihambat dan terjadilah
kematian sel (ISO Farmakoterapi. 2008. 756)

6. Vit k + adona berguna untuk mencegah atau mengatasi pendarahan akibat


defisiensi vitamin K. defisiensi vitamin K dapat terjadi akibat berkurangnya
bakteri yang mensitesis vitamin K darp neggunaan obat antibiotic dan obat
sulfonamide (Farmakologi dan Terapi. 2007. 789)
7. Cefotaxime merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ke-3 dimana
memiliki aktivitas terhadap kuman gram negatif lebih kuat dan lebih luas
(OOP, 2010: 71)
Antibiotik paling menguntungkan untuk PPOK dan sebaiknya dimulai jika
dua dari tiga gejala berikut tampak: peningkatan dispnea, peningkatan vol.
sputum dan peningkatan sputum kandungan nanah (Sukandar, 2009: 475).
8. Omeprazol digunakan sebagai obat maag, dimana mekanisme kerjanya dengan
cara menghambat pompa proton. Merupakan obat pilihan bagi senyawa
esofagitis erosive. Penghambat pompa proton merupakan pengobatan jangka
pendek yang efektif untuk tukak lambung dan duodenum (ISO Farmakoterapi.
2008: 417)
9. Transamin atau asam traneksamat digunakan sebagai penghambat bersaing
dari activator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin berperan
menghancurklan fibrinogen dan faktor pembekuan darah. Pemberian
transamin ini diberikan apabila terjadi fibrinolisis berlebihan. Asam traneks ini
memiliki kerja yang sama dengan asam aminokaproat namun aktifitasnya 10
kali lebah potent dengan efek samping yang lebih ringan (ISO Farmakoterapi.
2008: 818-819).
10. Air hangat
11. SGOT dan SGOPT dikatan bermasalah apabila peningkatannya 3 kali lipat
dari nilai normalnya
2. KANKER PAYUDARA
KASUS MAGANG KANKER
Nama

: Ny Tina

Umur

: 53 tahun

Jenis kelmin : perempuan


Tgl masuk pertama

: 13/10/2014 16/10/2014 (operasi)

Tgl masuk kedua

: 23/12/2014 24/12/2014 (pemeriksaan)

Tgl masuk ketiga

: 05/01/2015 09/01/2015 (kemoterapi)

Ny tina berumur 53 tahun dengan BB 58 kg, TB 140 cm dating kerumah sakit


pada tgl 13/10/2014 dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri selama kurang lebih 1
bulan SBMR, dan kadang merasakan lemas dan sesak pada dada sebelah kiri dan
dia merasakan ada benjolan kecil.pada tgl 14/10/2014 ibu ini melakukan
pemeriksaan photo torax dan USG abdomen dan hasilnya normal. Diagnosa
dokter ca mammae dengan ukuran benjolan 3x4 cm dan tindakan pertama yang
akan diberikan adalah operasi. Setelah operasi sekitar satu bulan ibu ini kembali
datang kerumah sakit pada tgl 23/12/2014 dengan keluhan nyeri pada dada
sebelah kirinya, setelah diperiksa ternyata ada sel-sel ganas yang telah menyebar
luas dan itulah yang membuat nyeri yang hebat yang dirasakan oleh ibu tina
ini.dan pada tgl 24/12/2014 ibu ini minta izin untuk pulang dan kembali pada tgl
05/01/2015
14/10/2014
Jenis pemeriksaan
Ureum
Creatini
SGOT
SGPT

Hasil
24
1,0
27
31

Nilai normal
10-50 mg/dl
L 0.6-2.0 mg/dl P 0,5-1,2 mg/dl
L 37 P 31
L 42 P 32

Hasil
160
24
1.2

Nilai normal
100-140 mg/dl
10-50 mg/dl
L 0.6-2.0 mg/dl P 0,5-1,2 mg/dl
L 37 P 31 U/L
L 42 P 32 U/L

24/12/2014
Jenis pemeriksaan
Glukosa random
Ureum
creatinin
SGOT
SGPT

Profil pengobatan
No

1
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
19
20
21
22
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Nama obat

Rl
Infuse set
Abocet 20
Ranitidine
Spoit 3 cc
Santagesik
Neurofyl
Rl
Spoit 3 cc
Santagesik
Neurofyl
Rl
Cefipim
Aquadets
Abocet 18
Dispo 10 cc
Dispo 5 cc
Transfuse set
Electrode
Abocet 18
Transfuse set
Dispo 10 cc
Dispo 5 cc
Dispo 3 cc
Handscoon
Ranitidine
Rl
Nacl
Ondansetron
Dexa
Ketorolac
Ranitidine
Midazolam
Lidocain
Dropofol

jumlah

2
2
1

Tgl/bulan/ tahun
Oktober 2014
13

14

15

16

Des

Januari 2015

14
24

05

06

07

08

09

28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81

Alprazolam
Ranitidine
Rl
MP 21
Nacl
Cefipim
Tranexid
Ketorolac
Futrolit
Rl
Dispo 10 cc
Dispo 5 cc
Dispo 3 cc
Rl
Cefipim
Tranexid
Rl
Cefipim
Tranexid
Ketorolac
Aquadets
Cefixim 200 mg
As. Mefenamat
Becom . c
Santotaxel
Sandorob
Rl
Nacl
Dexa 5%
Ondansetron
Ranitidine
Dexa
Abocet 22
Infus set
Spoit 10 cc
Spoit 5 cc
Spoit 3 cc
Rl
Rl
Novalgin
Rl
Novalgin
Tramadol
neurobion

2x2
3x1
1x1

1
3
1
2
2
2
3
2
3
2
1
1
2
2
2
1

82
83
84
85
86
87
88

89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
100
101
102
103
104

Tgl

Rl
Rl
Rl
Ondansentron
Santagesik
Neurobion
Rl
Ondansentron
Santagesik
Neurobion
Abocet 22
Infuse set
Ranitidine
Dexa m
Antasida
Rl
Ranitidine
Ondansetron
Dexa m
Levodestrim
As.mefenamat
Ondansetron
Neurobion
Neurodex

Subjektive

1
2
1
2
2
1
1
2
2
1
1
1
2
2
3x1
1
1
1
1
9 2x1
9 3x1
9 3x1
9 3x1
9 2x1

Objektive

Assesment

23/1

Osi menyatakan Osi Nampak nyeri

Pola

nyeri pada dada

tidak efektif

sebelah kiri
TD 110/80

Planning

napas - Memberi

Implementasi
tindakan
posisi Osi menyatakan

yang nyaman
sakit dada sebelah
- Menganjurkan osi
kiri
napas dalam
Osi tampak tidak
memakai O2
Masalah teratasi
Pertahankan
intervensi

Berdasarkan kasus yang dialami oleh Ny.T :


Kanker atau karsinoma (bahasa Yunani carsinos = kepiting) adalah
pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas (maligne). Suatu
kelompok sel dengan mendadak menjadi liar dan memperbanyak diri secara pesat
dan jika terjadi benjolan atau pembengkakan disebut tumor atau neoplasma
(bahasa Latin neo = baru, plasma = bentukan). Sel-sel kanker ini menginfiltrasi
jaringan disekitarnya dan memusnahkannya. Sel-sel ini dapat menyebar melalui
hematogen ke organ-organ yang umumnya berbentuk nodus atau tumor dan
menimbulkan

destruksi

jaringan

atau

gangguan

fungsi

organ

yang

bersangkutan(Thackery, Ellen. 2001. The Gale Encyclopedia of Cancer, Volume


1: 145).

Pada dasarnya kanker merupakan penyakit sel yang ditandai oleh pergeseran
mekanisme kontrol yang menentukan proliferasi dan diferensiasi sel. Sel yang
mengalami transformasi neoplastik biasanya menunjukkan antigen permukaan sel
dari jenis fetal normal. Transformasi sel itu terjadi karena mutasi gen yang
mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel, yaitu proto-onkogen dan atau
supresor gen (anti onkogen)(Thackery, Ellen. 2001. The Gale Encyclopedia of
Cancer, Volume 1: 145)..
Kanker payudara adalah kanker pada jaringan payudara.Kanker payudara
terjadi saat sel-sel payudara mulai tumbuh tanpa kontrol dan dapat menyerang
jaringan sekitarnya atau menyebar ke tubuh. Jaringan payudara pada manusia
terdiri dari connective tissue dan lemak. Pada payudara juga terdapat sistem
pembuluh yang digunakan selama proses menyusui. Jaringan payudara
mempunyai sumber darah yang melimpah dan jaringan limfatik yang
luas.Penyaluran limfatik dari jaringan mammary mengalir ke dalam axillary,
interpectoral, dan internal mammary limph nodes. Hal ini penting karena kanker
payudara pada umumnya menyebar melalui sistem limfatik dan penyebaran
penyakit biasanya seringkali ditemukan pada daerah nodus limfa pada saat
pelaksanaan diagnosis(Lindley,Celeste and Laura Boehnke Michau. Breast Cancer
in Pharmacotherapy, A Patophysiology Approach, 6th edition: 2340-2342).
Pertumbuhan kanker payudara terjadi ketika sel payudara kehilangan kontrol
diferensisi dan proliferasi normal.Proliferasi dari sel yang abnormal ini atau sel
tumor dipengaruhi oleh berbagai jenis hormone, oncogenes, dan faktor-faktor
pertumbuhan.Terdapat bukti kuat untuk menyatakan bahwa estrogen secara
langsung dan tidak langsung menstimulasi pertumbuhan sel tumor.Selanjutnya,
banyak sekali faktor-faktor pertumbuhan yang juga memegang peranan penting
pada pertumbuhan tumor yang disekresi oleh sel kanker payudara itu sendiri.
Kanker payudara merupakan penyakit dari ephitelium glandular(Lindley,Celeste
and Laura Boehnke Michau. Breast Cancer in Pharmacotherapy, A Patophysiology
Approach, 6th edition: 2340-2342).
Berdasarkan kasus pada pasien diatas, setelah Ny.T melakukan operasi
ternayata ada sel-sel ganas yang telah menyebar luas.Oleh karena itu Langkah

selanjutnya adalah kemoterapi, itu sangat penting untuk membunuh sel kanker
tersebut.Kemoterapi adalah pengobatan dengan obat anti-kanker yang dapat
diberikan secara intravena (disuntikkan ke pembuluh darah) atau melalui mulut.
Obat-obatan dimasukkan melalui aliran darah untuk mencapai sel-sel kanker pada
sebagian besar bagian tubuh(Lindley,Celeste and Laura Boehnke Michau. Breast
Cancer in Pharmacotherapy, A Patophysiology Approach, 6th edition: 2340-2342).
Perawatan dengan menggunakan kemo diberikan secara bertahap dengan
masing-masing tahap perawatan diikuti oleh masa pemulihan. Pengobatan dengan
metode ini biasanya dapat berlangsung selama beberapa bulan(Lindley,Celeste
and Laura Boehnke Michau. Breast Cancer in Pharmacotherapy, A Patophysiology
Approach, 6th edition: 2340-2342).
Efek samping dari kemoterapi adalah mual-mual, ada beberapa pasien yg
mengalami muntah2 , rambut rontok, kurang selera makan.
Efek samping diatas juga dipengaruhi oleh ketahanan tubuh masing2 penderita.
Selama pasca kemo dan sesudahnya dapat di kombinasikan dengan pengobatan
herbal untuk mengurangi resiko efek samping dari kemo itu sendiri.

Alasan penggunaan obat :


10. Ranitidin digunakan untuk melindungi mukosa lambung dari obat-obat yang
dapat mengiritasi lambung dan untuk tetap menetralkan cairan lambung di
dalam tubuh pasien apalagi pasien ini sudah terkena maag kronis. Ranitidine
memilki daya menghambat senyawa furan terhada sekresi asam, tidak
merintangi perombakan oksidatif dari obat-obat lain sehingga tidak
mengakibatkan interaksi yang tidak diinginkan (Tjay. 2009: 273)
11. Ondansetron digunakan sebagai antagonis-serotonin selektif (dari reseptor
5HT3) dengan bekerja antiemetis kuat dengan melawan refleks muntah dari
usu halus dan stimulasi CTZ, yang keduanya diakibatkan oleh serotonin (tjay.

2009: 285)OndansentronEfeknya dapat diperkuat dengan pemberian dosis


tunggal dexamethason (20 mg/infus) sebelum kemoterapi.Resorpsi dari usus
agak baik dan t1/2 nya 3-5 jam sebagian besar zat ini dimetabolit di hati dan
metabolitnya diekskresikan lewat tinja dan kemih. Efek samping berupa nyeri
kepala, obstipasi, jarang sekali gangguan ekstrapiramidal dan reaksi
hipersensitivitas.
12. Deksametason digunakan untuk mendukung penggunaan obat ondansentron.
Dan memilki mekanisme kerja menekan adrenal relative kuat. Obat ini sering
digunakan sebagai zat diagnostic untuk menetukan hiperfungsi adrenal (tjay.
2009: 734). Dexamethasone digunakan sebagai anti inflamasi dengan
mencegah pelepasan zat-zat di dalam tubuh yang menyebabkan peradangan
13. Midazolam digunakan sebagai akibat timbulnya sedasi, anksiolyse dan
amnesia anterograde yang menguntungkan. Mulai kerjanya cepat, yaitu dalam
30 menit dan bertahan sampai 5-7 jam (tjay. 2009: 395)
14. Lidokain digunakan untuk anastesi permukaan maupun infiltrasi, khasiatnya
lebih kuat dan lebih cepat kerjanya, juga bertahan lebih lama (plasma-t 1,52 jam, lama kerjanya 60-90 menit). Lidokain digunakan setelah infark jantung
sebagai obat pencegah aritmia ventricular dan pada bedah jantung (tjay. 2009:
411-412)
15. Novalgin (mateamizol, antalgin) digunakan sebagai derivate yang berkhasiat
sebagai alagetik, antipiretik dan antiradang (tjay. 2009: 315)
16. Asam mefenamat digunakan sebagai derivate antranilat dengan khasiat
analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang cukup baik. Obat ini lebih sering
digunakan sebgai obat nyeri dan rema. Dengan dosis 500 mg, lalu 3-4 dd 250
mg p.c (tjay. 2009: 318)
17. Becom-C digunakan sebagai supplement vitamin B kompleks (tjay. 2009:
847)
18. Antasida digunakan untuk mengikat secara kimiawi dan menetralkan asam
lambung. Efeknya adalah peningkatan pH yang mengakibatkan berkurangnya
kerja proteolitis dari pepsin. Obat ini mengurangu rasa nyeri di lambung (tjay.
2009: 267).
19. Neurobion digunakan sebagai obat penambah darah
20. Cefixim berguna sebagai antibiotik berspektrum luas

21. Ketorolac selain digunakan sebagai anti inflamasi juga memiliki efek
anelgesik yang digunakan sebagai pengganti morfin pada keadaan pasca
operasi ringan dan sedang
22. Santagesik digunakan sebagai analgesik
23. Tramadol digunakan sebagai analgesik
24. Futrolit digunakan sebagai perbaikan kebutuhan karbohidrat, cairan &
elektrolit pada tahap pre, intra & pasca operasi, dehidrasi isotonik &
kehilangan cairan extracellular
25. Neurodex digunakan untuk mengatasi Neurotropik (pegal, lelah), serta
mengatasi efek dari obat yang mengganggu penyerapan dan kekurangan vit
B12 B1 B6
26. Alprazolam. Beberapa efek dari Alprazolam adalah anti cemas, hipnotik
(membuat ngantuk), pelemas otot rangka, anti kejang, dan memiliki efek
amnestik (kemampuan membuat orang lupa terhadap sesuatu). Alprazolam
seringkali digunakan untuk mengobati gangguan panik, gangguan cemas
seperti gangguan cemas menyeluruh / generalized anxiety disorder (GAD)
atau gangguan cemas sosial / social anxiety disorder (SAD)
27. Tranexid digunakan sebagai Fibrinolisis pada menoragia, epistaksis, traumatic
hyphaemia, neoplasma tertentu, komplikasi pada persalinan (obstetric
complications) dan berbagai prosedur operasi termasuk operasi kandung
kemih, prostatektomi atau konisasi serviks
28. Neurofyl digunakan untuk neuritis (radang saraf), neuralgia (nyeri saraf),
hiperemesis gravidarum (muntah-muntah selama 3 bulan pertama kehamilan),
kelainan sirkulasi, sindroma bahu-lengan, palsi fasial (hilangnya daya gerak
wajah), herpes zoster, neuritis optis (radang saraf mata), muntah-muntah saat
hamil
29. Propofol merupakan obat sedative-hipnotik yang digunakan dalam induksi dan
pemeliharaan anestesi maupun sedasi. Injeksi secara intravena pada dosis
terapetik memberikan efek hipnotik dengan cepat, biasanya dalam waktu 40
detik dari awal pemberian injeksi
3. KASUS PPOK
Nama
No Rem
Tgl masuk

: Tn. D
: 206883
: 6/2/15-8/2/2015

Umur

: 64 tahun

Seorang pasien bernama Tn. D berumur 64 tahun.Pasien mengeluhkan sesak


nafas dialami sejak 7 bulan lalu dan memberat beberapa hari terakhir.Batuk
(+), lendir (+), darah (-), suara tekak (+), nyeri ulu hati (+), nyeri dada (-),
mual (-), demam (-) nyeri menekan (-) dan perokok berat (+). TD 140/100, N
80. Di diagnose dyspnea PPOK
Untuk data lab yang diperoleh:
Tgl 7/2/2015

Creatinin

Normal
L : 0,6-20

Hasil
1,0

mg/dl
Ureum
SGOT

P: 31 U/L

23

37C
SGOT

L: 37 U/L

37

37C
SGPT

L : 42 U/L

46

P : 32 U/L
3,8-4,0 mg/dl

37C
ALBUMIN
TGL 8/2/015
Pemeriksaan
BTA I
BTA II
BTA III

Hasil
Negatif
Negatif
Negatif

Nilai rujukan
Negatif
Negatif
Negatif

Profil obat yang digunakan :


06/2/015
Infus RL, Injeksi ranitidine, injeksi dexamethasone, injeksi nebulizer ventolin,
vital. (pada pukul 10.00 wita)
Ranitidine, cefotaxime (pada pukul 16.00 wita)
07/2/015
Cefotoxime, ranitidine (pukul 06.00 wita) TD 130/100
Cefotoxime, ranitidine (pukul 18.00 wita)
Catatan pkl 22.00 pasien sesak nafas 02 dinaikkan, + nebulizer ventolin

08/2/015
Cefotoxime, ranitidine (pukul 06.00 wita)
Data

Data objektif

subjektif

Asesme

Planning

Implemetasi

Evaluasi

tindakan

masalah
:
Pasien

Pasien tampak

mengata

sesak, batuk

kan

produktif dan

sesak

tampak

dan

gelisah.

Auskultasi

suara nafas
Kanji

Merasa
nafas
terasa

tanda-

susah

tanda vital
Lakukan

batuk
berlendi
r

Auskultasi

S: pasien
mengataka

suara nafas
Kanji tanda-

tanda vital
Lakukan

Nampak

fisioterapi

sesak,

fisioterapi

dada, berikan

dada,

O2 dan

berikan O2

menganjurkan

produktif
A: masalah

dan

pasien untuk

belum

menganjur

batuk efektif

teratasi
P:

kan pasien

intervansi

batuk

1,2,3,4,5

efektif
Penyelesaian
1. Defenisi
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah suatu penyakit yang
ditandai oleh perlambatan aliran udara yang bersifat irreversible dan
sebagian.

Keterbatasan

batuk

lanjutkan

untuk

reversible

n sesak
O: pasien

aliran

udara

bersifat

progresif

disebabkan oleh respon inflamasi paru terhadap partikel gas seperti polusi
udara, asap rokok dll dalam kurun waktu yang lama dengan gejala sesak
napas/ dyspnea, batuk dan produksi sputum (Gold, 2007).
Menurut The National Heart, Lung and Blood Institute dan WHO
PPOK yaitu penyakit yang ditandai oleh keterbatasan jalan udara yang

progresif yang tidak sepenuhnya dapat pulih kembali. Keterbatasan jalan


udara biasanya dapat progresif dan terisosiasi dengan respon inflamasi
abnormal paru-paru terhadap partikel asing atau gas. Kondisi paling umum
yang menyebabkan PPOK yaitu bronchitis kronik dan emfisema
(Sukandar, dkk. 2009: 469)
2. Patofisiologi
paparan terhadap asap rokok di lingkungan
polusi udara juga merupakan faktor pemicu PPOK, mortalitas
akibat PPOK sangat meningkat pada saat timbulnya polusi udara
-

berat (Obat-Obat Penting, 2010: 642)


proses patofisiologik lainnya termasuk stress oksidatif dan ketidak
seimbangan antara sistem pertahanan agresif dan protektif di paru-

paru
peningkatan oksidator dari asap rokok akan bereaksi dengan
protein dan lipid sehingga dpat menyebabkan kerusakan sel dan
jaringan. Selain itu oksidator juga dapat memudahkan terjadinya
inflamasi

secara

langsung

dan

dapat

memperparah

ketidakseimbangan antara pertahanan agresif dan protektif.


Suatu eksudat inflamasi sering ditemui pada jalan udara yang
menyebabkan suatu peningkatan jumlah dan ukuran sel goblet dan
kelenjar mucus. Sekresi mucus meningkat dan motilitas siliar

mengalami kerusakan (Sukandar, 2009: 469)


3. Manifestasi klinik
batuk kronik dengan produksi sputum
dada sempit
peningkatan kebutuhan bronkodilator
tidak enak badan
lelah
Dari kasus diatas pemeriksaan pada tanggal 7 Februari 2015
menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami kerusakan ginjal dan hati
karena nilai yang dihasilkan setelah pemeriksaan menunjukkan nilai
normal.Sedangkan pada tanggal 8 Februari 2015 diperiksa BTA I- III dan
hasilnya pun negatif ini menandakan bahwa pasien negatif TBC.
Untuk terapi yang diberikan yaitu
Infus RL

Diberikan infuse RL (Ringer Laktat) untuk memenuhi kebutuhan


-

elektrolit atau caira tubuh secara fisiologi.


Inj. ranitidine
Ranitidine merupakan antagonist reseptor H2 yang meghambat
kerja histamine secara kompetetif dan mengurangi sekresi asam
lambung.
Pada pemberian i.m/i.v kadar dalam serum yang diperlukan untuk
menghambat 50 % perangsangan sekresi asam lambung adalah 3694 mg/ ml. Kadar tsb bertahan 6-8 jam.
Ranitidine diindikasikan untuk pasien rawat inap di RS dengan

keadaan hipersekresi patologis atau ulkus 12 jari yang sulit diatasi.


Inj. Dexamethasone
Dexamtehasone merupakan obat golongan kortikosteroid dimana
dexamethasone ini digunakan untuk inflamasi, mekanisme
antiinflamasi dari dexamethasone yaitu memberikan efek untuk
penurunan

permeabilitas

mucus,

inhibisi

pelepasan

enzim

proteolitik dari leukosit dan inhibisi PG.


Hasil pengujian klinis menyarankan kepada pasien dengan PPOK yang
memburuk secara akut untuk menerima Kortikosteroid oral atau i.v dalam
jangka pendek (9-14 hari) (Sukandar, 2009: 473-474)
Dosis untuk dexametasone 0,5 mg setiap hari (OOP, 2010: 655)
Nebulizer Ventolin
isi dari obat ini yaitu salbutamol yang memiliki daya
bronchodilator baik, slabutamol juga sangat efektif untuk
mencegah maupun meniadakan asma (OOP, 2010: 650)
Dosis untuk salbutamol: 3-4 dd 2-4 mg, inhalasi 3-4 dd 2 semprot
dari 100 mcg, pada serangan akut 2 puff yang dapat diulang
sesudah 15 menit. Pada serangan hebat i.m atau subcutan 250-500
-

mcg yang dapat diulang sesudah 4 jam (OOP. 2010: 651).


Cefotaxime
Cefotaxime merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi
ke-3 dimana memiliki aktivitas terhadap kuman gram negatif lebih
kuat dan lebih luas (OOP, 2010: 71)
Antibiotik paling menguntungkan untuk PPOK dan sebaiknya
dimulai jika dua dari tiga gejala berikut tampak: peningkatan

dispnea, peningkatan vol. sputum dan peningkatan sputum


kandungan nanah (Sukandar, 2009: 475).
Dosis untuk Cefotaxime i.m dosis tunggal 1 gr (OOP. 2010: 74)
1-2 gr melalui pembuluh darah (intra vascular), lakukan setiap 8-12
jam.Dosis maksimum: 12 gr/hari.

DAFTAR PUSTAKA
Albar, Z.A., dkk. 2004. Protokol PERABOI 2003. SMF Ilmu Bedah UNPAD,
Bandung.
Davey, Patrick (2005). At a Glance Medicine.Jakarta: Erlangga.
Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta: Media.
Aesculapius.
Mubin (2006).Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: EGC.
Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan Edisi 4.Jakarta : EGC
Schwartz, S I. 2005.Principle of Surgery. The Mac Grow Hill Company, United
States of America.
Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.Edisi
6.Jakarta : EGC
Snells R.S., 2006. Anatomi Klinik, Edisi 6, EGC, Jakarta.
Sjamsuhidayat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong, Edisi 3,
EGC, Jakarta.
Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI. 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Binarupa Aksara, Jakarta.

Tim Penanggulangan & Pelayanan Kanker Payudara Terpadu Paripurna R.S


Kanker Dharmais.2003. Penatalaksanaan Kanker Payudara Terkini, edisi
1, Pustaka Obor, Jakarta.
Sukandar, Elyn. dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI penerbitan
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2010. Obat-Obat Penting. Jakarta: Media
Elex Komputindo.
GOLD Inc. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention.
[diakses

November

2011].

Di

unduh

dari

URL:

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem .asp?l1=2&l2=1&intId=989
Mangunnegoro H, dkk. PPOK, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: 2003. hal 1-56
Mathers CD, Loncar D (November 2006). "Projections of Global Mortality and
Burden

of

Disease

from

2002

to

2030".

PLoS

Med.

(11):

e442:10.1371/journal.pmed.0030442
Elizabeth G. Nabel, M.D 2007 NHLBI Morbidity and Mortality Chart Book"
(PDF).Retrieved 2008-06-06.
Mahler DA (2006). "Mechanisms and measurement of dyspnea in chronic
obstructive pulmonary disease". Proceedings of the American Thoracic Society 3
(3): 2348.doi:10.1513/pats.200509-103SF. PMID 16636091
Buist Sonia, et. All.Global Stategy for the Diagnosis, Management, and
Prevention of COPD.In : NHLBI/WHO Global Initiative for COPD Workshop
Summary : 2006

Hanley ME. Chapter 2.The History & Physical Examination in Pulmonary


Medicine. In: Hanley ME, Welsh CH, eds. CURRENT Diagnosis & Treatment in
Pulmonary

Medicine.

New

York:

McGraw-Hill;

2003.

http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=575132
Elizabeth G. Nabel, M.D 2007 NHLBI Morbidity and Mortality Chart Book"
(PDF).Retrieved 2008-06-06.
Tashkin D P, Cooper C B, The Role of Long-Acting Broncodilators in the
Management of COPD: Chest 2004, Pp 249-259.
Singh J M et al, Corticosteroid Therapy for Patients With Acute Exacerbations of
COPD, Review Article, Arch Intern Med/vol 162: Dec 2002, Pp 2527-2536.

Anda mungkin juga menyukai