pada masyarakat. Dia harus memiliki ilmu pengetahuan dan rasa percaya diri
dalam berintegrasi dengan profesi lain dan masyarakat. Komunikasi itu dapat
dilakukan secara verbal (langsung) non verbal, mendengarkan dan kemampuan
menulis.
4. Manager
Apoteker harus dapat mengelola sumber daya (SDM, fisik dan keuangan), dan
informasi secara efektif. Mereka juga harus senang dipimpin oleh orang lainnya,
apakah pegawai atau pimpinan tim kesehatan. Lebih-lebih lagi teknologi
informasi akan merupakan tantangan ketika apoteker melaksanakan tanggung
jawab yang lebih besar untuk bertukar informasi tentang obat dan produk yang
berhubungan dengan obat serta kualitasnya.
5. Life Long Leaner
Adalah tak mungkin memperoleh semua ilmu pengetahuan di sekolah farmasi
dan masih dibutuhkan pengalaman seorang apoteker dalam karir yang lama.
Konsep-konsep, prinsip-prinsip, komitmen untuk pembelajaran jangka panjang
harus dimulai disamping yang diperoleh di sekolah dan selama bekerja. Apoteker
harus belajar bagaimana menjaga ilmu pengetahuan dan ketrampilan mereka
tetap up to date.
6. Teacher
Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk membantu pendidikan dan
pelatihan generasi berikutnya dan masyarakat.. Sumbangan sebagai guru tidak
hanya membagi ilmu pengetahuan pada yang lainnya, tapi juga memberi
peluang pada praktisi lainnya untuk memperoleh pengetahuan dan
menyesuaikan ketrampilan yang telah dimilikinya.
7. Leader
Dalam situasi pelayanan multi disiplin atau dalam wilayah dimana pemberi
pelayanan kesehatan lainnya ada dalam jumlah yang sedikit, apoteker diberi
tanggung jawab untuk menjadi pemimpin dalan semua hal yang menyangkut
kesejahteraan pasien dan masyarakat. Kepemimpinan apoteker melibatkan rasa
empati dan kemampuan membuat keputusan , berkomunikasi dan memimpin
secara efektif. Seseorang apoteker yang memegang peranan sebagai pemimpin
harus mempunyai visi dan kemampuan memimpin.
Dengan Perkembangan dunia kefarmasian sekarang, sehingga Inilah saatnya
perubahan mahabesar akan terjadi dalam pelayanan kesehatan dan profesi
farmasi. Tidak ada waktu lagi dan sejarah baru dari profesi farmasi harus
dimunculkan dengan penuh tantangan dan peluang. Sementara itu profesi
farmasi harus diarahkan kepada asuhan kefarmasian sebagai kontribusi besar
yang di persembahkan kepada masyarakat, pendidikan kefarmasian pun perlu
dikembangkan, kompetensi , isi dan proses kurikulum pendidikan perlu disiapkan
untuk mendidik mahasiswa kepada asuhan kefarmasian (pharmaceutical care)
dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan nanti.
Kurangnya pendekatan yang dilakukan apoteker dalam sosialisasi penerapan
asuhan kefarmasian dimasyarakat, sehingga memungkinkan terjadi seperti hal di
atas. Itulah mengapa menurut kami ISFI mencanangkan program TATA P.
BPOM adalah badan resmi di Indonesia yang berhak memberi ijin untuk beredarnya produk
obat, obat herbal,
Makanan dan minuman yang boleh beredar di Indonesia. Namun dalam sebagian besar
pertimbangan untukregulasi dan pemilihan kepalanya yang ada di lembaga tersebut bukanlah
orang farmasi. Pekerjaan tersebutdilakukan oleh menteri kesehatan yang diwakili oleh profesi
kedokteran. Sehingga farmasi Indonesia terasabelum bebas sepenuhnya dan diakui sebagai
profesi yang mampu berkembang walaupun banyak berdiri
pabrik-pabrik besar farmasi di negara ini. Di lain pihak bahwa sebagian besar mental-mental
lulusan farmasi Indonesia masih memikirkan pekerjaanteknis-teknis saja. Belum begitu
peduli terhadap isu-isu yang terjadi dunia kefarmasian, terhadap regulasi yangmengatur
kefarmasian dan bersedia untuk merangkap kerja untuk bekerja di sector publicsebagai
pembuatkonsep regulasi. Oleh karena itulah maka lulusan farmasi yang ada di masa yang
akan datang haruslah beranimembuka diri untuk menerima ilmu-ilmu lain di luar farmasi
untuk mendukung keprofesiannya.
Seperti ilmuhukum untuk mendukung farmasi dari sisi undang-undang. Ilmu
manajemen untuk mendukungfarmasi darisisi kepemimpinan dan manajerial. Sisi psikologi
untuk mendukung farmasi dari sisi kepemimpinan dan interaksi dengan orang lain. Dan
masih banyak ilmu-ilmuyang secara parsial berhubungan dengan duniakefarmasian seperti
ilmu-ilmu medis, bioteknologi, teknologi produksi dan lain-lain. Keterbukaan farmasiuntuk
mau belajar lebih tersebut akan membuat pencitraan farmasi akan dianggap baik dari segala
sisi yangsaling mendukung. Karena pencitraan profesi ini tidaklah berhasil jika hanya ditinjau
dari satu sisi saja.
Namun tidak semua ilmu tersebut harus diberikan kepada mahasiswa dalam kuliah. Hanya
ilmuilmu tertentuaja yang sesuai untuk diberikan kepada mahasiswa yang sudah memilki
focus terhadap bidang pekerjaannyananti. Sehingga spesialisasi farmasi seharusnya juga
menyesuaikan cabang pekerjaan farmasi yang adatersebut. Aktif dalam kegiatan pembahasan
tentang isu-isu yang terjadi di dunia kefarmasian. Seorangapoteker haruslah
mengusahakanpembelajaranseumur hidup untuk mengikuti kemajuan zaman,
ilmupengetahuan dan teknologi. Serta mempertimbangkan aspek nine star of pharmacist yang
diajarkan di fakultasfarmas universitasairlangga bahwa farmasi adalah juga sebagai care
giver, decisionmaker,communicator,leader, manager, life long learner, teacher, researcher dan
pharmapreneur.
FARMASI SEKARANG
Dunia Farmasi telah banyak mengalami perkembangan yang sangat
pesat dengan majunya perkembangan dunia Iptek.Dulu, ketika manusia mulai mengerti dan
mendalami masalah kesehatan,terbentuklah satu profesi yang bertanggung jawab dalam
menanggulangi masalahini yang sering kita sebut dengan dokter. Kemudian, seiring
berjalannya waktu,semakin banyak permasalah kesehatan yang ditemui. sehingga tak
mungkin bagiseorang dokter mendalami semua ilmu terkait bidang kesehatan.
Selanjutnya,banyak terjadi pemekaran bidang ilmu pengetahuan dari bidang kesehatan,
salahsatunya adalah ilmu farmasi.Jika mendengar kata farmasi, maka gambaran yang
terbentuk di masyarakatadalah seorang ahli obat-obatan. "tukang" buat obat- begitulah
sebutan yangsering terdengar.Benar memang, farmasi adalah bagian dari ilmu kesehatan yang
mendalamimasalah terkait obat. Dulu, seorang farmasis berorientasi untuk membuat
sediaan(seperti sirup, tablet, kapsul,dan salep) obat sehingga diharapkan dengan obattersebut,
dapat menyembuhkan penyakit atau paling tidak megurangi rasa sakitatau menghambat
progresifitas penyakit. Ahli farmasi berlomba-lomba dalammenemukan obat baru atau
memodifikasi obat sehingga dapat memberikan efekpenyembuhan yang lebih baik dari obat
lain.Namun ternyata, dilapangan ditemukan banyaknya masalah terkait penggunaanobat.
Seorang pasien menjadi "lebih sakit" akibat menggunakan obat-obatantersebut.
Kenapa?Banyak hal yang menyebabkan hal itu. Cipolle, 1998- meerangkan dalam
bukunyabahwa ada 7 kategor masalah terkait obat, yaitu membutuhkan tambahan terapi obat,
terapi obat yang tidak perlu, terapi salah obat, dosis terlalu rendah, dosistererlalu tinggi,
reaksi obat yang merugikan, dan kepatuhan.Hal ini kemudian menjadi permasalahan yang
cukup menarik perhatian di duniakesehatan. Berangkat dari kejadian-kejadian di lapangan
seperti di atas, makasekitar tahun 80-an, konsentrasi farmasi di Indonesia mulai
melakukanpengembangan ke arah patient oriented atau pelayanan yang berorientasi
padapasien yang ditekuni oleh ahli-ahli bidang farmasi klinis. Sebenarnya di USA,farmasi
klinis telah menjadi perhatian sejak sekitar tahun 60-an. Namun, diIndonesia farmasi klinis
baru memperlihatkan perkembangan di tahun 2000-andengan tercetusnya PP 51 yang
memuat peraturan standar pelayanankefarmasian.Lalu, apa yang dikerjakan oleh farmasis
klinis di lapangan? Ini juga menjadipertanyaan pertama saya ketika mendengar istilah farmasi
klinis.
Contoh terdekatnya, selama ini ketika kita "singgah" ke apotek, kita tak pernah
tau siapa apoteker yang bertugas di apotek tersebut. Sehingga banyak masyarakat.
Foto: Ist
DALAM upaya mengembangkan sebuah usaha bisnis, pengelolaan Sumber Daya Manusia
(SDM) menjadi salah satu kunci penting. Begitu pula dalam dunia farmasi.
Jika kita berbicara mengenai tenaga kefarmasian, cakupannya cukup luas. SDM kefarmasian
bukan saja tenaga yang bekerja di apotek maupun rumah sakit, namun tenaga di bidang
farmasi termasuk sumber daya manusia yang juga bekerja di dalam pengembangan riset
farmasi, industri distribusi farmasi, industri produksi dan sebagainya.
Meski memiliki posisi dan peran yang berbeda, tenaga kefarmasian ini memiliki tujuan akhir
yang sama, yakni pelayanan kesehatan untuk masyarakat melalui penyediaan obat yang
memiliki kualitas. Setiap posisi, tugas dan peran boleh jadi lain, tetapi idealisme melayani
masyarakat tetaplah menjadi hal yang terpenting.
Keberhasilan seorang apoteker -baik yang berada di rumah sakit maupun di korporasi farmasi
lain- bisa dilihat dari hasil pelayanan yang diberikannya. Ini merupakan sebuah dampak dari
tuntutan terhadap pelayanan kesehatan yang semakin meningkat oleh masyarakat.
Peningkatan ini juga merupakan dampak dari meningkatnya pengetahuan dan ekonomi
masyarakat. Pada akhirnya, peningkatan pelayanan kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan kefarmasian pun menjadi titik perhatian bersama.
Sebuah Perubahan Paradigma Kefarmasian
Sudah lebih dari 4 dekade telah terjadi perubahan paradigma kefarmasian di dunia bisnis
farmasi. Yang bermula dari pembuatan obat serta penyaluran obat-obatan, kini beralih pada
kepedulian terhadap pasien. Peran apoteker pun lambat laun berubah, dari hanya peracik obat
serta pemasok produk farmasi menuju ke arah pemberi pelayanan dan informasi penuh pada
pasien. Dan akhirnya berujung pada nilai kepedulian pada pasien.
Perubahan paradigma dunia farmasi ini, memiliki implikasi perubahan pada setiap pelaku dan
tenaga kefarmasian. Nilai-nilai pelayanan kesehatan yang berkualitas, menjadi poin penting
dalam perubahannya. Diperlukan sebuah didikan khusus, bagi para tenaga farmasi di
Indonesia. Misalnya saja, jika kita ingin membahas peran dan fungsi apoteker sekarang ini.
Sekarang ini, seorang apoteker pun harus bisa memberikan obat yang layak, lebih efektif dan
seaman mungkin serta memuaskan pasien. Dengan demikian, seorang apoteker bisa
memberikan kontribusi yang berdampak pada pengobatan serta kualitas hidup pasien. Obat
yang layak artinya yang sesuai dengan kebutuhan, yang efektif artinya yang memiliki
dampak penyembuhan terbaik bagi pasien.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian di Indonesia, masih
dapat dikatakan lamban. Padahal jika ditekuni, inovasi yang dihasilkan bakal menjadi aset
berharga untuk negeri sendiri. Melihat hal tersebut, sebenarnya bidang industri farmasi perlu
dilibatkan dalam pengembangan iptek di bidang kedokteran. Ini yang disebut sebagai lintas
ilmu pengembangan. Kalau melihat secara kuantitas dan kualitasnya, harusnya Indonesia bisa
bersaing dengan negara lain di Asia dalam pengembangan iptek.
Di antara pengusaha farmasi dan sektor swasta bidang farmasi lainnya, paradigma juga harus
dirubah. Pengembangan teknologi dalam dunia farmasi bukan lagi sebagai nilai pengeluaran,
tetapi menjadi bentuk investasi jangka panjang. Selama ini pun, kontribusi kalangan industri
farmasi dalam penelitian dan pengembangan iptek di Indonesia masih kecil. Karena memang
diakui bahwa penelitian untuk menemukan obat paten menelan dana yang sangat besar.