Oleh :
PPDH Periode I Tahun 2019/2020
Latar Belakang
Farmasi klinik merupakan perluasan peran profesi petugas farmasi yang tidak
hanya berorientasi kepada obat namun juga kepada pasien dan bertujuan untuk
meningkatkan kualitas terapi obat. Aktifitas farmasi klinik terpusat kepada pasien,
bekerjasama dan berkolaborasi antar profesi dengan dokter dan perawat dalam tim
pelayanan kesehatan (Restriyani dan Mazziyah 2016).
Farmasi klinik merupakan penerapan pengetahuan obat untuk kepentingan
pasien dengan memperhatikan kondisi penyakit pasien dan kebutuhannya untuk
mengerti terapi obat. Penerapan farmasi klinik dikenal sejak tahun 1960 karena adanya
penekanan fungsi farmasi untuk dapat bekerja secara langsung bersentuhan dengan
pasien. Munculnya istilah farmasi klinik karena adanya suatu kejadian berupa
ketidakpuasan pasien pada norma praktik pelayanan kesehatan pada saat itu, sehingga
memungkinkan keharusan adanya kebutuhkan yang meningkat terhadap tenaga
kesehatan professional yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai pengobatan.
Farmasi klinik bertujuan mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan
masalah terkait obat. Tuntutan masyarakat terkait pelayanan kefarmasian di Rumah
Sakit mengharuskan adanya perluasan dari paradigma baru yang berorientasi pada
pasien dengan filosofi pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) (Aslam 2003).
Pelayanan farmasi klinik terbukti efektif dalam menangani terapi pada pasien. Selain
itu, pelayanan tersebut juga efektif untuk mengurangi biaya pelayanan kesehatan dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Hal tersebut didukung dengan melakukan
pemantauan resep dan pelaporan efek samping obat. Pelayanan ini terbukti menurunkan
angka kematian di rumah sakit secara signifikan (Ikawati 2010).
Penerapan standar pelayanan kefarmasian aspek farmasi klinik yang minimal
meliputi pelayanan dan pengkajian resep, pelayanan informasi obat dan pemberian
konseling terhadap pasien yang optimal dapat memberikan jaminan bahwa obat yang di
berikan rasional, bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau. Pelayanan dan pengkajian
resep dapat menurunkan kemungkinan terjadinya alergi, interaksi obat, reaksi obat yang
tidak dikehendaki dan efek samping obat. Selain itu dengan pemberian informasi obat
dan konseling dapat meningkatkan kepatuhan pasien serta meminimalkan masalah
terkait obat.
Tujuan
Farmasi
Farmasi klinik adalah suatu disiplin ilmu yang fokus terhadap aplikasi keahlian
farmasi dalam membantu memaksimalkan khasiat obat dan meminimalkan toksisitas
obat pada pasien. Peran farmasi klinik menyediakan pelayanan kefarmasian kepada
pasien. Hal ini dapat didefinisikan sebagai terapi obat yang bertanggungjawab untuk
tujuan tercapainya hasil yang jelas yakni meningkatkan kualitas hidup pasien. Hasil ini
dapat berupa penyembuhan penyakit, penghilangan gejala, memperlambat proses
penyakit atau pencegahan penyakit. Dalam pencapaian hasil ini, apoteker secara
profesional, etis dan legal bertanggungjawab langsung kepada pasien terhadap kualitas
pelayanan. Pelayanan farmasi klinik diberikan secara langsung sebagai bagian dari
pelayanan terhadap pasien dan atau profesional kesehatan lain yang terlibat dalam
perawatan pasien. Pelayanan farmasi umumnya memiliki tujuan dalam bidang
kefarmasian yaitu:
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa
maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun
fasilitas yang tersedia.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan kode etik profesi.
3. Meberikan pelayanan informasi dan konseling mengenai obat.
4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi
pelayanan.
6. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode
PEMBAHASAN
Berikut gambaran profil pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit Amal
Usaha Milik Muhammadiyah berdasarkan item kegiatan farmasi klinik :
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian dan pelayanan resep merupakan pelaksanaan pelayanan
farmasi klinik yang paling banyak dilakukan di Rumah Sakit Swasta Amal
Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan
persentase pelaksanaan adalah 100%. Umumnya pengkajian dan pelayanan
resep adalah hal yang paling pertama yang harus dilakukan oleh apoteker dalam
melakukan penerimaan resep dari dokter. Pengkajian dan pelayanan resep
dilakukan untuk mencegah terjadinya kelalaian pencantuman informasi,
penulisan resep yang buruk dan penulisan resep yang tidak baik (Arhayani
2007).
c. Rekonsiliasi Obat
Pelaksanaan rekonsiliasi obat di beberapa rumah sakit hampir sama
dengan pelaksanaan penelusuran riwayat penggunaan obat. Tujuan dari
rekonsiliasi obat adalah memastikan informasi yang akurat tentang obat,
mengidentifikasi ketidaksesuaian informasi obat dari dokter (Yusuf 2015).
Berdasarkan Permenkes RI No.58 tahun 2014 rekonsiliasi obat dilakukan
dengan cara pengumpulan data, komparasi dan konfirmasi informasi dari dokter.
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta melakukan rekonsiliasi obat
telah sesuai dengan teori yang ada, yaitu dengan cara menanyakan kepada
pasien, apakah pasien membawa obat dari rumah kemudian membandingkan
dengan pengobatan di rumah sakit. Jika pasien membawa obat dari rumah, maka
obat-obatan tersebut diperiksa kelayakannya, apakah telah sesuai dengan
penyakit yang diderita pasien. Jika terjadi ketidaksesuaian maka apoteker akan
menghubungi dokter yang menangani pasien tersebut.
e. Konseling
Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas
pelayanan, tetapi dipengaruhi pula oleh perilaku pasien (Muliawan 2008). Salah
satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien adalah dengan cara konseling
(Depkes RI 2008). Pada Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta
konseling dilakukan dengan cara apoteker memberikan penjelasan bagaimana
cara penggunaan obat. Apoteker memberikan konsultasi kepada pasien dan
didokumentasikan pada buku konsultasi obat, tanpa blanko tertulis dari pasien.
Hasil konseling sebaiknya didokumentasikan pada buku konsultasi obat agar
tidak terjadi kesalahan pada pengobatan berikutnya (Permenkes RI 2014).
Konseling di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Nanggulan belum
dilakukan secara baik, konseling yang dilakukan hanya memberikan informasi
singkat mengenai cara penggunaan obat, efek samping obat dan fungsi dari obat
itu sendiri. Permintaan konseling secara tertulis belum dilakukan di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Nanggulan, dikarenakan jumlah dari tenaga kerja di
rumah sakit ini masih kurang.
f. Visite
Visite adalah kegiatan farmasi klinik yang sangat jarang dilakukan,
dikarenakan kurangnya tenaga kerja yang berkompeten untuk melakukan
kegiatan ini di rumah sakit. Visite dapat dilakukan secara mandiri oleh apoteker
atau dilakukan secara tim dengan tenaga kesehatan lain. Visite di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta hanya dilakukan di beberapa bangsal saja,
belum semua bangsal. Kegiatan visite masih sebatas pemantauan terapi obat,
sampai dengan menentukan obat yang sesuai untuk pasien, dan hanya sekedar
memberikan saran kepada pasien mengenai obat yang sesuai untuk kondisi
pasien.
Pelayanan kefarmasian sebagai salah satu unsur dari pelayanan utama di rumah
sakit, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan di rumah
sakit. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan sarana bagi masyarakat dalam
memperoleh sediaan obat. Pada saat ini telah terjadi perkembangan pada pelayanan
kefarmasian, dimana pelayanan yang tadinya berorientasi pada produk menjadi
memberikan pelayanan termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau kepada
pasien dalam memperoleh dan menggunakan obat dengan tepat (Depkes RI 2004).
Praktek kefarmasian merupakan kegiatan terpadu, dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan obat
dan kesehatan. Hal tersebut berlaku juga pada pelayanan farmasi di bidang veteriner.
Pelayanan farmasi di bidang veteriner sangat dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan
terapi obat pada klinik atau rumah sakit hewan. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2014 tentang “Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit”, aspek pelayanan farmasi klinik yang seharusmya juga
dilakukan pada klinik dan rumah sakit hewan meliputi:
3. Rekonsiliasi Obat
Kegiatan ini perlu dilakukan di klinik atau rumah sakit hewan agar tidak
terjadi kesalahan informasi penggunaan dan dosis obat pada pasien dan sangat
penting untuk memastikan bahwa owner mengerti tentang pengobatan yang
dilakukan pada hewannya.
5. Pemberian Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan owner untuk
memberikan informasi tentang obat-obat yang sedang digunakan. Konseling daam
praktiknya di bidang veteriner masih belum berjalan dengan lancar dan jarang yang
melakukannya. Pada praktiknya, dokter hewan yang memberikan informasi tentang
terapi pengobatan dan semua informasi tentang obat-obatan yang sedang
digunakan.
6. Visite
Visite pada pelayanan klinik atau rumah sakit hewan juga masih sangat jarang
dilakukan optimal. Apoteker menyiapkan terapi obat-obatan untuk pasien rawat
inap namun yang memberikan terapi tetap dokter hewan atau paramedik, sehingga
untuk visite apoteker jarang dilakukan. Kegiatan visite sebaiknya dilakukan juga
oleh apoteker bersamaan dengan visite yang dilakukan oleh dokter agar mengetahui
secara jelas jika ada keluhan owner mengenai penggunaan sediaan obat-obatan.
10. Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi,
interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat
dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi.
Dokter hewan dapat melakukan dispensing, sehingga pasien terkadang tidak perlu
membeli obat ke apotek, disamping memang masih jarang sekali apotek khusus
untuk obat hewan. Pada pelayanan farmasi di klinik hewan hampir kebanyakan
dokter hewan melakukan dispensing sehingga dapat membantu klien untuk
mendapatkan obat yang sesuai untuk hewannya.
Arhayani. 2007. Perencanaan dan penyiapan pelayanan konseling obat serta pengkajian
resep bagi pasien rawat jalan di rumah sakit imanuel bandung [tesis]. Bandung
(ID): Institut Teknologi Bandung.
Aslam M, Chik KT, dan Adji P. 2003. Farmasi Klinik. Jakarta (ID): PT. Elex
Komputindo.
Aslam M., Tan CK, Prayitno A. 2003. Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) Menuju
Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta (ID): Elex Media
Komputindo.
Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
58 Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta
(ID): Depkes RI.
Gennaro AR. 1990. Remington’s Pharmaceutical Sciences. Pennsylvania : Mack
Publishing
Ikawati Z. 2010. Farmasi klinis terbkti tingkatkan hasil terapi pada pasien. [internet].
[diunduh pada 2019 Aug 20]. Terdapat pada:http//www.ugm.ac.id/berita/2133-
farmasi.klinis.terbukti.efektif.tingkatkan.hasil.terapi.pada.pasien.
Indah WN, dan Utami P. 2016.Profil penerapan farmasi klinik di rumah sakit amal
usaha milik muhammadiyah di daerah istimewa Yogyakarta. Yogyakarta (ID):
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
[Kemenkes RI] kementrian kesehatan RI. 2014. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit.[internet]. [diunduh pada 2019 Agustus 18]. Terdapat pada
http:////75_1203407607_STANDAR_PELAYANAN_FARMASI_DI.pdf
Muliawan BT. 2008. Pelayanan Konseling Akan Meningkatkan Kepatuhan Pasien pada
Terapi Obat. [Diunduh 9 Juni 2011]. Tersedia pada
http://www.binfar.depkes.go.id/def_menu.php.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta (ID): Depkes RI
Restriyani M dan Mazziyah N. 2016. Persepsi Dokter dan Perawat Tentang Peran
Apoteker dalam Pelayanan Farmasi klinik di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Yogyakarta (ID): UMY
Siregar CJP. 2004. Farmasi Rumah Sakit dan Penerapan. Jakarta (ID): EGC.
Usman E. 2007. Pemakaian obat dengan margin of safety yang sempit seharusnya
memerlukan therapy drug monitoring [tesis]. Padang (ID): Universitas Andalas.
Yusuf H. 2015. Pengaruh rekonsiliasi obat terhadap rendahnya kejadian medication
error di rumah sakit [skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas.