Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara

dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat


kesehatan

yang

optimal

bagi

masyarakat.

Upaya

kesehatan

diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan


kesehatan

(promotif),

penyembuhan

penyakit

pencegahan

penyakit

(kuratif)

pemulihan

dan

(preventif),
kesehatan

(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan


berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi
pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia
termasuk rumah sakit (Depkes, 2004).
Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang sekaligus
merupakan revenue center utama (Suciati et al, 2006). Pada
dasarnya,

obat

berperan

sangat

penting

dalam

pelayanan

kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak


dapat

dilepaskan

farmakoterapi

dari

(Badan

tindakan
POM,

terapi

2008).

dengan

Pengelolaan

obat
obat

atau
adalah

bagaimana cara mengelola tahap-tahap dari kegiatan tersebut agar


dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat
tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat
yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan
dalam

jumlah

cukup

dan

mutu

terjamin

pelayanan yang bermutu (Anief, 2003).

untuk

mendukung

Profesi apoteker di awal abad ke-20 berperan sebagai


pembuat dan peracik obat. Namun kemudian secara bertahap
peran ini diambil alih oleh industri farmasi, sehingga pada
pertengahan tahun 1960-an muncul suatu praktik baru yang
disebut

farmasi

keterlibatan

klinik.

kepentingan

Kata

klinik

pasien

menunjukkan

(patient

oriented),

adanya
sehingga

seorang apoteker dikatakan menjalankan praktik farmasi klinik jika


ia dalam memberikan pelayanan farmasi mengambil tanggung
jawab dalam upaya tercapainya hasil terapi yang optimal bagi
pasien yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup
pasien. Konsep ini kemudian pada tahun 1990-an dikenal dengan
istilah Pharmaceutical Care.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah farmasi klinik ?
2. Apa yang dimaksud dengan farmasi klinik dan arti pentingnya
?
3. Apa saja ruang lingkup pelayanan farmasi klinik ?
4. Bagaimana pelaksanaan farmasi klinik tersebut?
1.3

Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui tentang sejarah farmasi klinik,

arti penting, ruang lingkup pelayanan serta bagaimana pelaksanaan


farmasi klinik tersebut.

BAB II
PENGANTAR DAN PENDAHULUAN FARMASI KLINIK

2.1.

Sejarah Farmasi Klinik


Istilah farmasi klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di

Amerika, dengan penekanan pada fungsi farmasi yang bekerja


langsung bersentuhan dengan pasien. Saat ini farmasi klinik
merupakan suatu disiplin ilmu dan profesi yang relative baru,
dimana munculnya disiplin ini berawal dari ketidakpuasan atas
norma praktek pelayan kesehatan pada saat itu dan adanya
kebutuhan

yang

meningkat

terhadap

tenaga

kesehatan

professional yang memiliki pengetahuan kompehensif mengenai


pengobatan. Gerakan farmasi klinik dimulai dari Universitay of
Michigan dan University of Kentuchky pada tahun 1960-an (Miller,
1981).
Pada era itu, praktek kefarmasian di Amerika bersifat stagnan.
Pelayannan kesehatan sangat terpusat pada dokter, dimana kontak
apoteker dengan pasien sangat minimal.

Konsep farmasi klinik

muncul dari sebuah konferensi tentang informasi obat pada tahun


1965 yang diselenggarakan di Canahan House, dan didukung oleh
American Society of Hospital Pharmacy (ASHP). Pada saat itu
disajikan projek percontohan yang disebut 9 floor project yang
diselenggaran di Unoversity of California. perkawinan antara
pemberian informasi obat dengan pemantauan terapi pasien oleh
farmasi di RS mengawali kelahira suatu konsep baru dalam
pelayanan farmasi yang oleh pada anggota delegasi konferensi
disebut farmasi klinik (Dipiro, 2002). Hal ini membawa implikasi
terhadap perubahan kurikulum pendidikan farmasi yang memiliki
keahlian klinik.
Perubaha visi pada pelayanan farmasi ini mendapat dukungan
signifikan ketika Hapler dan Strand (Hapler dan Strand, 1990) pada
tahun 1990 memperkenalkan istilah pharmaceutical care. Pada
decade berikutnya, kata itu menjadi semacam kata sakti yang
dipromosikan

oleh

organisasi-organisasi

di

dunia.

pharmaceutical care, yang di Indonesiakan menjadi

Istilah
asuhan

kefarmasian, adalah suatu pelayanan yang berpusat pada pasien


dan berorientasi terhadap outcome pasien. Pada model praktek
pelayanna semacam ini, farmasi menjadi salah satu anggota kunci
pada tim pelayanan kesehatan, dengan tanggung jawab pada
outcome pengobatan.
Perekembangan peran farmasi yang berorientasi pada pasien
semakin di perkuat pada tahun 2000 ketika organisasi profesi
farmasi klinik Amerika American collage of Clinical Pharmaci (ACCP).
Mempublikasikan

sebuah

makalah

berjudul

Vision

of

Pharmacys future roles, responsibilities, and manpower

needs in the united started. Untuk 10 sampai 15 tahun


kemudian, ACCP menetapkan suatu visi bahwa farmasi akan
menjadi penyedia pelayanan kesehatan yang akunteble dalam
terapi obat yang optimal untuk pencegahan dan penyembuhan
penyakit (ACCP, 2008).

Untuk mencapai visi tersebut, harus

dipastikan adanya farmasis klinik yang terlatih dan mendapat


pendidikan memadai.
Dalam system pelayanan kesehatan, farmasis klinik adalah
ahli pengobatan dalam terapi. Mereka bertugas melakukan evaluasi
pengobatan

dan

memberikan

rekomendasi

pengobatan,

baik

kepada pasien maupun tenaga kesehatan yang lain. Farmasis klinik


merupakan sumber utama informasi ilmiah yang dapat dipercaya
tentang obat dan penggunaannya, memberikan informasi terkait
dengan penggunaan obat yang aman, tepat dan cost effective.
Konsep faramasi klinik pun kemudian berkembang di berbagai
Negara di dunia, termasuk Indonesia, dengan penenerapan yang
bervariasi pada tiap Negara berdasarkan kondisi masing-masing.

2.2. Pengertian dan arti penting farmasi klinis


Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan farmasi yang
diberikan sebagai bagian dari perawatan penderita melalui interaksi
dengan profesi kesehatan linnya yang secara langsung terkait
dengan perawatan penderita.
Pelayanan farmasi klinik merupakan suatu pelayanan farmasi
yang memerlukan pendekatan profesional yang

bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat yang


rasional,

efektif,

penerapan

aman

pengetahuan,

dan

terjangkau

keahlian,

oleh

pasien

keterampilan

dan

melalui
perilaku

farmsis serta bekerja sama dengan profesi kesehatan lain.


Pelayanan

farmasi

klinik

adalah

suatu

pelayanan

yang

diberikan oleh farmasi rumah sakit untuk :


a. Menjamin pasien menerima obat yang tepat dengan dosis
optimal pada kondisi kusus dengan pemberiaan sediaan yang
rasional dan cara pemberian yang tepat.
b. Mengidentifikasi dan mengatasi masalah interaksi obat dan
sedapat mungkin memerlukan pencegahannya.
c. Memberi informasi yang di pahami pasien/ keluarga, tenaga
profesi kesehatan dan masyarakat.
2.3 Ruang Lingkup Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang
diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome
terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat,
untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup
pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan
meliputi:
1. Pengkajian dan pelayanan resep;
2. Penelusuran riwayat penggunaan obat;
3. Rekonsiliasi Obat;
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
5. Konseling;
6. Visite;
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
10.Dispensing sediaan steril; dan
11.Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

2.4 Pelayanan Farmasi Klinik


A. Pelayanan Farmasi Klinik
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi,
Alat

Kesehatan,

dan

Bahan

Medis

Habis

Pakai

termasuk

peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian


informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan
upaya

pencegahan

terjadinya

kesalahan

pemberian

obat

(medication error).
Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait
obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan
kepada

dokter

penulis

Resep.

Apoteker

harus

melakukan

pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan


farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap
maupun rawat jalan.

Persyaratan administrasi meliputi:


a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi
badan pasien;
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c. Tanggal Resep; dan d. ruangan/unit asal Resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan;
b. Dosis dan Jumlah Obat
c. Stabilitas
d. Aturan dan cara pengguna
e. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
f. Kontraindikasi
g. Interaksi Obat.

2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses
untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan

Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat


pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat:
- Membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data
rekam
-

medik/pencatatan

penggunaan

Obat

untuk

mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat;


Melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang
diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan

informasi tambahan jika diperlukan;


Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang

Tidak Dikehendaki (ROTD);


Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;
Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam

menggunakan Obat;
Melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan
Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien

terhadap Obat yang digunakan


Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat
Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat
Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan
alat bantu kepatuhan minum Obat (concordance aids); k.
mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri

tanpa sepengetahuan dokter


Mengidentifikasi terapi lain,
pengobatan

alternatif

yang

misalnya
mungkin

suplemen

dan

digunakan

oleh

pasien.
Adapun kegiatan yang dilakukan:
a. Penelusuran
riwayat
penggunaan

Obat

kepada

pasien/keluarganya
b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan
Obat pasien.

Informasi yang harus didapatkan:

a. Nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk


sediaan,

frekuensi

penggunaan,

indikasi

dan

lama

penggunaan Obat.
b. Reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat
alergi.
c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah
Obat yang tersisa).
3. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan
instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien.
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi,
kesalahan

dosis

atau

interaksi

Obat.

Kesalahan

Obat

(medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari


satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan,
serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan
kesehatan primer dan sebaliknya. Adapun tujuan dilakukannya
rekonsiliasi obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang
digunakan pasien.
b. Mengidentifikasi

ketidaksesuaian

akibat

tidak

terdokumentasinya instruksi dokter.


c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya
instruksi dokter.
Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang
dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis,
frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan
dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping
Obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan
efek samping Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang

menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping,


efek yang terjadi, dan tingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan Obat didapatkan

dari

pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada


pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat
yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan
sebelumnya. Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik
Resep

maupun

Obat

bebas

termasuk

herbal

harus

dilakukan proses rekonsiliasi. Obat bebas termasuk herbal


harus dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang
pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau
ketidakcocokan

adalah

ketidakcocokan/perbedaan

bilamana
diantara

ditemukan

data-data

tersebut.

Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang


hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada
penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik
pasien.
Ketidakcocokan
(intentional)

oleh

ini
dokter

dapat
pada

bersifat
saat

disengaja

penulisan

Resep

maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter


tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep.

c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan


ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian,
maka dokter haru dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain
yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
- Menentukan bahwa adanya perbedaan
disengaja atau tidak disengaja;

10

tersebut

Mendokumentasikan

alasan

penundaan, atau pengganti; dan


Memberikan tanda tangan, tanggal,

dilakukannya rekonsilliasi Obat.


d. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan

penghentian,
dan

pasien

waktu

dan/atau

keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi


yang

terjadi.

Apoteker

bertanggung

informasi Obat yang diberikan.

jawab

terhadap

Pedoman teknis mengenai

rekonsiliasi Obat akan diatur lebih lanjut oleh Direktur


Jenderal.
1. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan
penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi Obat
yang

independen,

akurat,

tidak

bias,

terkini

dan

komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada


dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya
serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
PIO bertujuan untuk:
- Menyediakan informasi mengenai Obat kepada
pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan Rumah
-

Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit


Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan
yang berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,

terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi.


Menunjang penggunaan Obat yang rasional.

Kegiatan PIO meliputi:


a. Menjawab pertanyaan.
b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.

11

c. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan


Terapi

sehubungan

dengan

penyusunan

Formularium Rumah Sakit


d. Bersama dengan Tim Penyuluhan
Rumah

Sakit

(PKRS)

Kesehatan

melakukan

kegiatan

penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat


inap.
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga
f.

kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.


Melakukan penelitian.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO:


a. Sumber daya manusia
b. Tempat
c. Perlengkapan.
2. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian
nasihat atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker
(konselor)

kepada

pasien

dan/atau

keluarganya.

Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap


di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas
inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau
keluarganya.

Pemberian

konseling

yang

efektif

memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga


terhadap Apoteker.
Pemberian konseling
mengoptimalkan
reaksi

Obat

hasil

yang

Obat

terapi,

tidak

bertujuan

meminimalkan

dikehendaki

(ROTD),

untuk
risiko
dan

meningkatkan costeffectiveness yang pada akhirnya


meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien
(patient safety).
Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk:

12

Meningkatkan

hubungan

Apoteker dan pasien.


Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap

pasien.
Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa

dengan Obat.
Membantu
pasien
menyesuaikan

kepercayaan

untuk

mengatur

penggunaan

Obat

antara

dan
dengan

penyakitnya.
Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani

pengobatan.
Mencegah atau

Obat.
Meningkatkan

masalahnya dalam hal terapi.


Mengerti
permasalahan
dalam

keputusan.
Membimbing

meminimalkan

kemampuan

dan

masalah

pasien

mendidik

terkait

memecahkan
pengambilan

pasien

dalam

penggunaan Obat sehingga dapat mencapai tujuan


pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan
pasien.
Kegiatan dalam konseling Obat meliputi:
- Membuka komunikasi antara Apoteker

dengan

pasien. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien


tentang penggunaan Obat melalui Three Prime
-

Question.
Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi
kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi

masalah penggunaan Obat.


Memberikan penjelasan kepada

menyelesaikan masalah pengunaan Obat.


Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek

pemahaman pasien.
Dokumentasi.

13

pasien

untuk

Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Obat:


1. Kriteria Pasien:
- Pasien
kondisi
khusus
(pediatri,
geriatri,
-

gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui).


Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit

kronis (TB, DM, epilepsi, dan lain-lain).


Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan
instruksi

khusus

(penggunaan

kortiksteroid

dengan tapering down/off).


Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks

terapi sempit (digoksin, phenytoin).


Pasien yang menggunakan banyak

(polifarmasi).
Pasien yang

mempunyai

riwayat

Obat

kepatuhan

rendah.
2. Sarana dan Peralatan:
a. Ruangan atau tempat konseling.
b. Alat bantu konseling (kartu

pasien/catatan

konseling).
3. Visite
Visite merupakan

kunjungan

kegiatan

ke

pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara


mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk
mengamati kondisi klinis pasien secara langsung,
dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau
terapi

Obat

Dikehendaki,

dan

Reaksi

meningkatkan

Obat
terapi

yang
Obat

Tidak
yang

rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada


dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang
sudah keluar Rumah Sakit baik atas permintaan
pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit

14

yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian


dirumah

(Home

melakukan

Pharmacy

kegiatan

mempersiapkan

Care).

visite

diri

Sebelum

Apoteker

dengan

harus

mengumpulkan

informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa


terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.
4. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses
yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang
aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah
meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi:
- Pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian
Obat,

respons

terapi,

Reaksi

Obat

yang

Tidak

Dikehendaki (ROTD).
Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait

Obat.
Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.

Tahapan PTO:
- Pengumpulan data pasien.
- Identifikasi masalah terkait Obat.
- Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat.
- Pemantauan.
- Tindak lanjut.
Faktor yang harus diperhatikan:
- Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis
terhadap bukti terkini dan terpercaya (Evidence Best
-

Medicine).
Kerahasiaan informasi.
Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan
perawat).

5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

15

Monitoring

Efek

Samping

Obat

(MESO)

merupakan

kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak


dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek
Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang
terkait dengan kerja farmakologi.
MESO bertujuan untuk :
- Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin
-

terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.


Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah

dikenal dan yang baru saja ditemukan.


Mengenal
semua
faktor
yang
mungkin
menimbulkan/mempengaruhi

angka

kejadian

dapat
dan

hebatnya ESO.
Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak

dikehendaki.
Mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak
dikehendaki.

Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:


- Mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak
-

dikehendaki (ESO).
Mengidentifikasi
obat-obatan

mempunyai risiko tinggi mengalami ESO.


Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo.
Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub

Tim Farmasi dan Terapi.


Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat

dan

pasien

yang

Nasional. Faktor yang perlu diperhatikan:


a) Kerjasama dengan Tim Farmasi dan Terapi dan
ruang rawat.
b) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping
Obat.
6. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

16

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program


evaluasi

penggunaan

Obat

yang

terstruktur

dan

berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Adapun


tujuan EPO yaitu:
-

mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola

penggunaan Obat;
membandingkan pola penggunaan Obat pada periode

waktu tertentu;
memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat;

dan
menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.

Kegiatan praktek EPO:


- Mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif.
- Mengevaluasi pengggunaan Obat secara kuantitatif.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
- Indikator peresepan.
- Indikator pelayanan.
- Indikator fasilitas.
7. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin
sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari
paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan
pemberian Obat.
Dispensing sediaan steril bertujuan:
- Menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan
dosis yang dibutuhkan.
- Menjamin sterilitas dan stabilitas produk.
- Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya.
- Menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi
a. Pencampuran Obat Suntik, yaitu melakukan pencampuran
Obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin

17

kompatibilitas dan stabilitas Obat maupun wadah sesuai


dengan dosis yang ditetapkan. Kegiatannya meliputi :
- Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan
-

infuse.
Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk

dengan pelarut yang sesuai.


- Mengemas menjadi sediaan siap pakai.
Faktor yang perlu diperhatikan:
- Ruangan khusus.
- Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet.
- HEPA Filter.
b. Penyiapan

Nutrisi

Parenteral,

merupakan

kegiatan

pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh


tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan
pasien

dengan

menjaga

standar

dan

kepatuhan

stabilitas
terhadap

sediaan,
prosedur

formula
yang

menyertai. Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus:


- Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid,
-

vitamin, mineral untuk kebutuhan perorangan.


Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.

Faktor yang perlu diperhatikan:


-

Tim yang terdiri dari dokter, Apoteker, perawat, ahli

gizi.
Sarana dan peralatan.
Ruangan khusus.
Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet.
Kantong khusus untuk nutrisi parenteral.

c. Penanganan Sediaan Sitostatik


Penanganan
sediaan

sitostatik

merupakan

penanganan Obat kanker secara aseptis dalam kemasan


siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi
yang

terlatih

dengan

pengendalian

pada

keamanan

terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya


dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan

18

alat

pelindung

pencampuran,

diri,

distribusi,

mengamankan
maupun

pada

proses

saat

pemberian

kepada pasien sampai pembuangan limbahnya. Secara


operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus
sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung
diri yang memadai.
Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi:
- Melakukan perhitungan dosis secara akurat.
- Melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut
-

yang sesuai.
Mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan

protokol pengobatan.
Mengemas dalam kemasan tertentu.
Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku.

Faktor yang perlu diperhatikan:


-

Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi

yang sesuai.
Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet.
HEPA filter;
Alat Pelindung Diri (APD).
Sumber daya manusia yang terlatih.
Cara pemberian Obat kanker.

8. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)


Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan
interpretasi

hasil

pemeriksaan

kadar

Obat

tertentu

atas

permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang


sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.
PKOD bertujuan:
a. Mengetahui Kadar Obat dalam Darah.
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.
Kegiatan PKOD meliputi:
a. Melakukan
penilaian
kebutuhan
pasien
yang
membutuhkan

Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah

(PKOD).

19

b. Mendiskusikan
melakukan

kepada

Pemeriksaan

dokter
Kadar

untuk
Obat

persetujuan
dalam

Darah

(PKOD).
c. Menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD) dan memberikan rekomendasi.

B. Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik


Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan
pelayanan farmasi klinik adalah:
1. Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien.
Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien
akan berakibat terhadap kemungkinan kesalahan dalam
terapi. Faktor risiko tersebut adalah umur, gender, etnik, ras,
status kehamilan, status nutrisi, status sistem imun, fungsi
ginjal, fungsi hati.
2. Faktor risiko yang terkait terkait penyakit pasien.
Faktor risiko yang terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor
yaitu: tingkat keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat
keparahan, tingkat cidera yang ditimbulkan oleh keparahan
penyakit.
3. Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien.
Faktor risiko yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien
meliputi: toksisitas, profil reaksi Obat tidak dikehendaki, rute
dan teknik pemberian, persepsi pasien terhadap toksisitas,
rute dan teknik pemberian, dan ketepatan terapi.
Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial
terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik, Apoteker
kemudian harus mampu melakukan:
a. Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif
dan semi kuantitatif.
b. Melakukan evaluasi risiko; dan
c. Mengatasi risiko melalui:
- Melakukan sosialisasi terhadap
Rumah Sakit.

20

kebijakan

pimpinan

Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko.


Menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis).
Menganalisa risiko yang mungkin masih ada.
Mengimplementasikan
rencana
tindakan,
meliputi
menghindari

risiko, mengurangi risiko, memindahkan

risiko, menahan risiko, dan mengendalikan risiko.


Pembinaan dan edukasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang
terlibat dalam setiap tahap manajemen risiko perlu menjadi salah
satu

prioritas

perhatian.

Semakin

besar

risiko

dalam

suatu

pemberian layanan dibutuhkan SDM yang semakin kompeten dan


kerjasama

tim

(baik

antar

tenaga

kefarmasian

dan

tenaga

kesehatan lain/multidisiplin) yang solid. Beberapa unit/area di


Rumah Sakit yang memiliki risiko tinggi, antara lain Intensive Care
Unit (ICU), Unit Gawat Darurat (UGD), dan kamar operasi (OK).

21

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sejarah farmasi klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di
Amerika, Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan farmasi
yang diberikan sebagai bagian dari perawatan penderita
melalui interaksi dengan profesi kesehatan lainnya yang

secara langsung terkait dengan perawatan penderita.


Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
a. Pengkajian dan pelayanan resep.
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat.
c. Rekonsiliasi Obat.
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO).
e. Konseling.
f. Visite.
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO).
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).
j. Dispensing sediaan steril
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Beberapa
risiko
yang
berpotensi
terjadi

dalam

melaksanakanpelayanan farmasi klinik adalah:


- Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik
-

pasien
Faktor risiko yang terkait terkait penyakit pasien

22

- Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien


Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial
terjadi

dalam

melaksanakan

pelayanan

farmasi

klinik,

Apoteker kemudian harus mampu melakukan:


- Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif,
kuantitatif dan semi kuantitatif.
- Melakukan evaluasi risiko; dan
- Mengatasi risiko.
3.2. Saran
Demi sempurnanya makalah ini kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca agar makalah ini
bisa menjadi lebih baik untuk selanjutnya.Serta menyarankan
kepada pembaca agar mengetahui pelayanan-pelayanan yang
diberikan oleh tenaga kefarmasian terutama dibidang farmasi klinik.

23

DAFTAR PUSTAKA

American Collage of Clinical Pharmacy, 2008, The Definition of


Clinical Pharmacy, Pharmacoter, 28 (6): 816-817
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI), Dep
Kesehatan RI, Jakarta.
Dipiro, TJ, 2002, Encyclopedia of Clinical Pharmacy, Dekker, hl 900
Hapler, CD, Stand LM, 1990, Opportunities and Responsibilities in
Pharmaceutical Care, Am J Hops Pharm, 47(3): 533-534
Miller

J, 1981, Histoty of Clinical Pharmacy


Pharmacology, J Clin Pharmacol. 21:195-197.

24

and

Clinical

Anda mungkin juga menyukai