Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epilepsi berasal dari perkataan Yunani yang berarti serangan atau
penyakit yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum
terjadi dan penting di masyarakat. Permasalahan epilepsy tidak hanya dari segi
medic tetapi juga social dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarga.
Dalam kehidupan sehari-hari epilepsy merupakan stigma bagi masyarakat.
Mereka cenderung untuk menjauhi penderita epilepsy. Akibatnya banyak yang
menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tidak
tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan baik
bagi penderita maupun keluarganya.
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan
fungsi otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi
berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik,
psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodik.Defisit memori adalah
masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita epilepsy.
Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang
memiliki otak dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau
kurang tahan terhadap munculnya bangkitan. Selain itu penyebab epilepsy cukup
beragam; cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak.
Epilepsy dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja, dan
ras apa saja. Jumlah penderita epilepsy meliputi 1-2% dari populasi. Secara umum
diperoleh gambaran bahwa insidensi epilepsy menunjukkan pola bimodal: puncak
insidensi terdapat pada golongan anak dan usia lanjut.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsy.
Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna
narkotik mungkin mendapat serangan pertama karena menggunakan narkotik,
tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat serangan walaupun sudah lepas

dari narkotik. Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua
bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi
dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur
hidup. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di
seluruh dunia mengidap epilepsy.
1.2 Rumusan Makalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit epilepsi?
2. Apa penyebab penyakit epilepsi?
3. Bagaimana pronosis dan tatalaksana terapi epilepsi?
4. Bagaimana penjelasan penyelesaian kasus epilepsi?
1.3 Tujuan Makalah
1. Dapat memahami epilepsi beserta penyebab penyakitnya
2. Dapat mengetahui prognosis dan tata laksana terapi
3. Dapat mengerti tentang penyelesaian kasus mengenai epilepsi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi
o Suatu serangan berulang secara periodik dengan dan tanpa kejang.
Serangan tersebut disebabkan kelebihan neuron kortikal dan ditandai
dengan perubahan aktivitas listrik seperti yang diukur dengan elektro
enselofogram (EEG). Kejang menyatakan keparahan kontraksi otot polos
yang tidak terkendali (Dipiro, 2009).
2.2 Epidemiologi
Saat ini insidensi epilepsi di dunia diperkirakan 33 198 tiap 100.000
penduduk setiap tahunnya. Insidensi ini tinggi pada negara-negara berkembang
karena tingginya faktor resiko untuk terkena kondisi maupun penyakit yang akan
mengarahkan pada cedera otak seperti stroke (WHO 2006).
Di indonesia saat ini sekitar 1,1 juta hingga 1,3 juta penduduk mengidap
penyakit epilepsi. Prevalensi epilepsi di indonesia berkisar sekitar 0,5 2%, yang
berarti jauh lebih tinggi dari angka insidensi epilepsi dunia.
Ditafsir bahwa 0,1 0,4% dari masyarakat umum menderita epilepsi dan
77% dari semua epilepsi adalah idiopatik. Idiopatik biasanya dimulai dari usia 10
20 tahun. Permulaan yang timbul sebelum dan sesudah usia ini sering
merupakan epilepsi simtomatik dan diperlukan pemeriksaan seksama.
Dari pemeriksaaan elektroensefalogram di ketahui bahwa 5 10% orang
nornal menunjukkan kelainan pada EEG seperti pada epilepsi. Diperkirakan
bahwa orang-orang ini mempunyai faktor predisposisi untuk epilepsi.
Di riau, belum ada penelitian yang spesifik mengenai angka kejadian
epilepsi namun, pada jurnal jhon taruna mengatakan adanya hubungan yang
signifikan antara riwayat demam tinggin terhadap kejadian epilepsi pada anak.
Dimana populasi pada penelitian ini adalah anak yang berobat di Rumah Sakit
Umum Arifin Ahmad Pekanbaru.
2.3 Gejala Berdasarkan Klasifikasi Seizure Epilepsi

Serangan Parsial
Partial / Focal seizures dimulai dari salah satu sisi di otak dan akan
mengakibatkan aktivasi motorik secara asimetrik, sehingga manifestasi
dari partial seizures adalah perubahan fungsi motorik, sensorik,
somatosensorik, dan automatisme. Kejadian partial seizures yang disertai
dengan hilangnya kesadaran disebut juga sebagai CP (Complex Partial).
Pada saat bermanifestasi, pasien yang mengalami CP dapat mengalami
automatisme , hilangnya memori waktu kejadian, dan perubahan
perilaku. Seizure CP juga dapat berlanjut menjadi Seizure GTC.

Serangan parsial terbagi lagi menjadi tiga jenis yaitu:

Serangan Parsial Sederhana (PS)


Gejala klinis (motorik,sensorik,otonom,psikik) tanpa perubahan
kesadaran, dapat berkembang menjadi Parsial Komplek atau SGS.

Gejala Parsial Sederhana (PS ) yang mendahului PK/SGS disebut

aura.
Serangan Parsial Kompleks (PK)
Ada peruahan kesadaran, dapat didahului aura, dapat disertai
otomatisme, dan dapat berkembang menjadi SGS.Otomatisme
sendiri adalah gerak involunter yang tidak disadari yang merupakan
bagian serangan.

Serangan Umum
Serangan Umum diklasifikasikan lagi menjadi :
Absence
Absence dibagi menjadi dua jenis,yaitu typical absence dan atypical
absence. Typical absence biasanya dialami oleh orang yang berusia
antara 4-20 tahun.Kejadiannya muncul dan selesai tiba-tiba dengan
durasi 10-20 detik. Cirinya penderita terdiam,bengong, tidak sadar
(terjadi beberapa kali dalam sehari), tanpa aura, biasanya disertai
gerak

klonik

kelopak

mata.

Penyebabnya

biasanya

berupa

idiopati/genetik. Sedangkan Atypical absence mirip seperti Typical


absence namun dengan serangan lebih lama dan dengan gejala
otomatisme lebih menonjol. Terjadi pada semua usia, terdapat pada

epilepsi simptomatik/ ada defisit neurologis.


Serangan Tonik-Klonik
o Tiba-tiba kesadaran hilang,terjatuh
o Kejang tonik/kaku (dapat bersuara melalui pita suara yang
tertutup,kulit dan mukosa kebiruan)
o Kejang konik,sering lidah tergigit, gejala otonom muncul (nadi
cepat,tensi naik,pupil lebar,ludah banyak) akhirnya penderita
mengalami koma, terbangun dalam keadaan bingung, tertidur
kembali, terbangun lagi dalam keadaan pusing dan tak
mengingat kejadian sebelumnya.

Serangan tonik
Ditandai dengan :
o Badan kaku
o Tangan naik ke daerah kepala
o Raut muka seperti ditarik sesuatu
o Kehilangan keseimbangan
o Setelah kejadian, penderita akan merasa sangat lelah
Serangan mioklonik
Kontraksi otot yang tiba-tiba,involunter,singkat. Penderita dapat
jatuh.Seizure ini berawal pada masa kanak-kanak. Sering seizure ini
merupakan bagian dari satu pola epilepsi yang juga melibatkan tipe

seizure lain.
Serangan atonik
Atonic seizure ditandai dengan:
o Hilangnya tonus otot secara mendadak
o Turunnya posisi kepala
o Badan tiba-tiba lemas

Serangan Tidak Terklasifikasi


o Infantile SpasiKontraksi mendadak diikuti dengan kekakuan
o Posisi tangan terlempar
o Posisi Badan cenderung ke depan
o Biasanya berlangsung selama 1-2 detik, tapi berkali kali
Status epileptikus
o Kejang selama 5 menit atau lebih atau kejang sebanyak 2 kali atau
lebih disertai kehilangan kesadaran

o Kondisi darurat yang memerlukan penanganan atau pengobatan


yang tepat untuk mencegah kerusakan neurologic permanen
maupun kematian
2.4 Etiologi

aktivitas saraf abnormal akibat proses patologis yang mempengaruhi

otak
gangguan biokimia atau metabolik dan lesi mikroskopik di otak akibat

trauma otak pada saat lahir atau cedera lain


pada bayi penyebab paling sering adalah asfiksi atau hipoksia waktu
lahir, trauma intrakranial waktu lahir, gangguan metabolik, malformasi

congenital pada otak, atau infeksi


pada anak-anak dan remaja mayoritas adalah epilepsy idiopatik, pada

umur 5-6 tahun disebabkan karena febril


pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi idiopatik, karena birth
trauma, cedera kepala, tumor

2.5 Prognosis

Prognosis baik umumnya, 70-80% pasien yang mengalami epilepsi akan

sembuh, dan kurang lebih setengah dari pasien akan bisa lepas obat.
20-30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis, maka
pengobatan menjadi lebih sulit, 5% diantaranya akan tergantung pada

orang lain dalam kehidupan sehari-hari.


Pasien dengan lebih dari 1 jenis epilepsi, mengalami retardasi mental, dan
gangguan psikiatri dan neurologic, maka prognosis menjadi buruk.

2.6 Patofisiologi

Dasar serangan epilepsy ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan


transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai
kegitiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial
membrane neurone bergantung pada permiabelitas selektif membrane neuron,
yakni, membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstra seluller ke
intraseluler dan mengalami kekurangan ion Ca, Na, dan Cl, sehingga di dalam sel
terdapat konsentrasi tinggi ion K dan konsentrasi rendah ini Ca, Na, dan Cl,
sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan
konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membrane.
Ujung terminal neuron-neuoron berhubungan dengan dendrit-dendrite dan
badan-badan neuron yang lain. Membentuk sinaps dan merubah polarisasi
membrane

neuron

berikutnya.

Ada

dua

jenis

neurotransmitter,

yakni

neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik


dan neurotransmitter yang menimbukan hiperpolarusasi sehingga sel neuron lebih
stabil

dan

tidak

mudah

melepaskan

listrik,

Diantara

neurotransmitter-

neurotransmitter tersebut adalah glutamate, aspartate dan asetilkolin sedangkan


neurotransmitter inhibisi terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan
glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi
impuls atau rangsang.Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologi apabila
potensial aksi tiba di neuron.Dalam keadaan istirahat, membrane neuron

mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi
potensial akan memcetuskan depolarisasi membrane neuron dan seluruh sel akan
melepas muatan listrik,
Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membrane neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh
ion Ca Na dari ruangan ekstra ke intraseluler. Influk Ca akan mencetuskan letupan
depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan
terkendali Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara
sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas serangan
berhenti akibat pengaruh inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuronneuron sekitar epileptic.Selain itu juga system-sistem inhibisi pra dan pasca
synaptic yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan
memegang peranan. Keadaan yang menyebabkan suatu serangan epilepsy terhenti
ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat penting untuk fungsi otak.

2.7 Diagnosis
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :

Langkah pertama : Memastikan apakah kejadian yang bersifat

paroksisimal merupakan bangkitan epilepsi.


Langkah kedua : Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka

tentukanlah bangkitan tersebut termasuk tipe bangkitan yang mana.


Langkah ketiga : tentukan sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan
oleh bangkitan tadi, atau penyakit epilepsi apa yang diderita oleh
pasien dan tentukan etiologinya.

Untuk menentukan jenisnya, selain dari melihat gejala , diperlukan alat


diagnosti, seperti : EEG, CT-Scan, MRI, dan lain-lain.
a. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang

sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis

(auto dan

aloanamnesis), meliputi :
1) Gejala sebelum, selama dan paska kejang
a) Keadaan penyandang saat bangkitan : duduk / berdiri /berbaring / tidur /
berkemih.
b) Gejala awitan (aura, gerakan / sensasi awal / speecharrest).
c) Apa yang tampak selama bangkitan (Pola / bentuk bangkitan) : gerakan
tonik / klonik, vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit,
pucat,berkeringat, maupun deviasi mata.
d) Keadaan setelah kejang : bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh
gelisah, atau Todds paresis.
e) Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan, atau terdapat perubahan
pola bangkitan.
2) Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang, maupun riwayat penyakit
neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik yang
mungkin menjadi penyebab.
3) Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, dan interval terpanjang antar
bangkitan.
4) Riwayat bangkitan neonatal / kejang demam.

b. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis


Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien anak,
pemeriksa

harus

memperhatikan

adanya

keterlambatan

perkembangan,

organomegali, dan perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan


awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.
c. Pemeriksaan penunjang
1)

Pemeriksaan laboratorium

Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin,


dan ureum dalam darah. Keadaan seperti Hiponatremia , hipoglikemia,
hipomagnesia, uremia, dan hepatik ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya
serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukose,
kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan test fungsi hepar
mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna.
2)

Elektro ensefalografi (EEG)


Elektroensefalograf ialah alat yang dapat merekam aktifitas listrik di otak

melalui elektroda yang ditempatkan dikulit kepala. Kelainan EEG yang sering
dijumpai pada penderita epilepsi disebut epileptiform discharge atau
epileptiform activity. Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien
epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan
untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya
kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik
atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal ditentukan atas dasar
adanya:
a) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
b) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
c) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan
gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
3)

Rekaman video EEG


Pemeriksaan video-EEG ini berhasil membedakan apakah serangan kejang

oleh karena epilepsi atau bukan dan biasanya selama perekaman dilakukan secara
terus-menerus dalam waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari hasil rekaman dapat
menunjukkan gambaran serangan kejang epilepsi.

4)

Pemeriksaan Radiologis
Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic

Resonance Imaging) kepala merupakan Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah


neuroimaging yang bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan
struktural di otak dan melengkapi data EEG.
Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus,
disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter
yang sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan. MRI bermanfaat untuk
membandingkan hipokampus kanan dan kiri.
5)

Pemeriksaan neuropsikologi
Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan

pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya


memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga
dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang
bukan epilepsi.
2.8 Tatalaksana Terapi
I.

Terapi non farmakologi

Diet
makan makanan yang seimbang (kadar gula darah yang rendah dan
konsumsi vitamin yang tidak mencukupi dapat menyebabkan
terjadinya serangan epilepsi).

Pembedahan
merupakan terapi non farmakologi yang paling banyak digunakan dan
paling banyak manfaatnya. Namun pembedahan ini memiliki resiko
mengurangi intelegensi dan juga hilangnya sebagian memori.Pasien

yang telah menjalani pemedahan ini masih tetap harus mengonsumsi


obat AED untuk mencegah terjadinya kekambuhan.

vagal nerve stimulation (VNS)


implantasi
generator

perangsang saraf vagal. Alat tersebut berupa pulse


yang

diimplantasi

di

daerah

subkutan

infraclavicular.Penggunaan VNS relatif aman, efek samping yang


umum

ditimbulkan antara lain dispnea,dispepsia,faringitis,dan

peningkatan frekuensi batuk. Sedangkan efek samping yang serius


diantaranya paralisis otot,infeksi, dan hyesthesia.

istrirahat yang cukup


Hal ini karena kelelahan yang berlebihan dapat mencetuskan serangan
epilepsi .belajar mengendalikan stress dengan menggunakan latihan
tarik nafas panjang dan teknik relaksasi lainnya.

II.

Terapi Farmoterapi
Untuk optimalisasi terapi farmakologi epilepsi, dibutuhkan individualisasi
pengobatan, artinya tidak setiap orang mendapatkan obat anti-epilepsi
yang sama. Contohnya, pemberian obat untuk anak anak berbeda dengan
obat untuk wanita hamil dan orang tua, hal ini berhubungan erat dengan
efek samping obat yang mungkin tidak dapat ditoleransi oleh masing
masing grup (anak, wanita,orang tua) tersebut.
Pemilihan obat utama untuk epilepsi bergantung pada tipe epilepsi yang
diderita, efek samping yang mungkin terjadi, dan pilihan pasien itu sendiri.
Maka dari itu, untuk memilih obat anti-epilepsi yang tepat, kita tidak
hanya harus mengerti mekanisme kerja obat dan spektrum kerjanya, akan
tetapi kita juga harus mengetahui aktivitas farmakokinetiknya dan efek
samping yang mungkin muncul dari penggunaan obat tersebut.
Pada umumnya, mekanisme kerja obat antiepilepsi dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1. Mempengaruhi ion channel

Obat anti epilepsi jenis ini diduga bekerja dengan cara mempengaruhi
ion channel Ca dan Na yang memegang peranan penting dalam
transmisi sinyal sistem saraf.
2. Meningkatkan konsentrasi inhibitor neurotransmitter
Obat tipe ini umumnya mengamplifikasi kadar GABA yang dikenal
sebagai inhibitor neurotransmitter di dalan sistem saraf pusat.
3. Modulasi / mengatur pengeluaran neurotransmitter pengeksitasi
Obat jenis ini bekerja dengan cara mengganggu atau mengantagonis
neurotansmitter pengeksitasi seperti aspartat dan glutamat.
Obat obatan antiepilepsi yang efektif terhadap seizure GTC dan parsial
umumnya mengurangi aktivasi repetitif potensial aksi dengan cara
memperlambat proses aktivasi ion channel Na. Sementara itu obat obatan
yang mereduksi ion channel kalsium tipe T umumnya efektif terhadap
Generalized Absence Seizure. Myoklonik Seizure umumnya efektif diobati
dengan obat yang mengamplifikasi reseptor GABAa.
Banyak dari obat obatan anti-epilepsi memiliki aktivitas menginduksi atau
menginhibisi enzim CYP450 di hati, maka dari itu perlu perhatian khusus
jika obat obatan antiepilepsi dibarengi dengan sesamanya atau obat lain
yang juga berinteraksi dengan enzim CYP450 ini

Berikut algoritma terapi untuk penyakit epilepsi :

Berikut anjuran terapi untuk masing masing tipe epilepsi

Berikut uraian singkat mengenai masing masing obat anti-epilepsi :

Carbamazepine
MK : Belum diketahui pasti, diperkirakan menginhibisi ion
channel Natrium
Dosis 400mg/hari, max 2400mg/hari
ES : Gangguan saraf sensorik (pusing, mual, pandangan terganggu,
sakit kepala,gangguan keseimbangan), Leukopenia
Untuk terapi first line terhadap pasien yang baru didiagnosis
mengalami partial seizure dan untuk pasien primary generalized
seizure yang tidak dalam keadaan darurat

Ethosuximide
MK : inhibisi Channel ion Ca tipe T
Dosis : 500mg / hari max 2000 mg

ES : Mual, Pusing, Muntah


Untuk first line therapy Absence seizures

Felbamate
MK : Blokade respons eksitasi dari n-metil-D-Aspartat dan
memodulasi reseptor GABAa
Dosis : 1200 mg / hari
ES : anoreksia, turun berat badan, insomnia, mual, sakit kepala,
anemia aplastik, kerusakan hati
Hanya untuk pasien yang tidak merespon obat obatan antiepilepsi
lainnya (karena ES anemia dan kerusakan hati)

Gabapentin
MK : inhibisi ion channel Ca dan meningkatkan konsentrasi
GABA pada otak.
Dosis : hari 1: 300mg, hari 2 :600 mg / hari, hari 3 dst : 900mg /
hari
ES : Mual, Psuing, Lelah
Untuk pengobatan second-line untuk pasien partial seizures yang
gagal disembuhkan dengan obat-obatan first line

Lamotrigine
MK : Blokade ion channel Na dan Ca
Dosis : 25 mg jika dipakai bersama VPA ; 25-50 mg jika tidak
dipakai bersama VP
ES : mengantuk, ataksia, diplopia, sakit kepala, ruam (terutama
pada pasien yg mengonsumsi VPA)
Untuk terapi adjunktif dan monoterapi pada pasien yang
mengalami partial seizure

Levetiracetam
MK : tidak jelas, diduga efek obat ini adalah ikatannya dengan
protein vesikel SV2A
Dosis : PO 2 x 500mg / hari

ES : kantuk, gangguan kognitif, lelah (jarang)


Sebagai terapi adjunktif pada pasien partial seizure yang telah
gagal dalam terapi pertama

Oxcarbazepine
MK: blokade ion channel Na, modulasi ion channel Ca
Dosis : 300-600mg / hari
ES : pusing, mual muntah, diare, dispepsia, kantuk
Untuk monoterapi atau terapi adjunktiv pada pasein Partial Seizure
dewasa dan anak (min 4 thn), juga untuk first line terapi untuk
pasien generalize convulsive seizure
Penggunaan bersamaan dengan ethynil estradiol dan levonorgestrel
(obat KB) akan mengurangi efektivitas kedua obat tersebut!

Phenobarbital
MK : blokade high-voltage activated Channel ion Ca, interaksi
dengan reseptor GABA
Dosis : 1-3 mg / kg / hari
ES : depresi, lelah, kantuk
Obat pilihan untuk Seizure neonatal dan obat cadangan jika semua
AED tidak efektif lagi.

Phenytoin
MK : diperkirakan memberikan efek antiepilepsi dengan cara
menginhibisi voltage-dependent ion channel Na
Dosis :PO 35mg/kg (200400 mg),max 500-600mg
ES : umumnya depresi sistem saraf pusat (gangguan kognitif,
pandangan rabun, mengantuk)
Untuk terapi first line terhadap primary generalized convulsion dan
partial seizures

Topiramate
MK : mempengaruhi Channel ion Na, Ca, dan reseptor GABA
Dosis : 25-50 mg / hari

ES : gangguan konsentrasi, ataksia, pusing, gangguan mengingat


Untuk pengobatan pertama pada pasien Partial Seizures dan
Primary generalized epilepsy.

Valproic acid
MK : Potensiasi respons post-sinaptik GABA, diduga juga
memiliki efek stabilisasi membran dan mempengaruhi channel ion
K
Dosis : 15mg / kg, max 60mg/kg
ES : gangguan GI, kenaikan berat badan, kantuk, tremor, ataksia
First

line

therapy

untuk

generalized

seizures

(absence,

atonic,myoclonic), juga untuk terapi adjunktif partial seizure

Zonisamide
MK: inhibisi voltage dependent ion channel Na, Ca tipe T, dan
pengeluaran glutamat
Dosis : 100 200 mg/hari
ES : pusing, anoreksia, mual, sakit kepala, turunnya iritabilita
Untuk terapi adjunktif partial seizure, tapi juga efektif untuk
beberapa jenis primary generalized seizure

Pertimbangan terapi
Untuk pasien wanita, terutama yang sedang menjalani kontrasepsi, perlu
diketahui bahwa obat obatan anti epilepsi tertentu semisal topiramate dan
oxcarbazepin dapat menggagalkan efek obat kontrasepsi oral yang dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan.
Senyawa obat anti epilepsi seperti barbiturat dan fenitoin dapat
menyebabkan terjadinya malformasi jantung dan bibir sumbing pada janin,
sementara itu VPA dan carbamazepin dapat menyebabkan spina bifida dan
hipospadia, selain itu, tercatat juga efek teratogenik lain seperti keterbelakangan
mental, gangguan pertumbuhan, gangguan psikomotorik. Untungnya beberapa
efek buruk ini dapat ditanggulangi dengan konsumsi suplemen asam folat

sebanyak 0,4-5 mg / hari dan administrasi atau pemberian vitamin K sebanyak


10mg/hari juga terbukti dapat mengurangi resiko hemorrhagik neonatal pada
janin.

Anda mungkin juga menyukai