OLEH:
KELOMPOK : II
FALKULTAS FARMASI
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Farmasi klinik merupakan ilmu kefarmasian yang relatif baru berkembang di Indonesia.
Istilah farmasi klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, yaitu suatu disiplin ilmu
farmasi yang menekankan fungsi farmasis untuk memberikan asuhan kefarmasian
(Pharmaceutical care) kepada pasien. Bertujuan untuk meningkatkan outcome pengobatan.
Secara filosofis, tujuan farmasi klinik adalah untuk memaksimalkan efek terapi,
meminimalkan resiko, meminimalkan biaya pengobatan, serta menghormati pilihan pasien.
Saat ini disiplin ilmu tersebut semakin dibutuhkan dengan adanya paradigma baru tentang
layanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Tenaga farmasi yang bekerja di rumah
sakit dan komunitas (apotek, puskesmas, klinik, balai pengobatan dan dimanapun terjadi
peresepan ataupun penggunaan obat), harus memiliki kompetensi yang dapat mendukung
pelayanan farmasi klinik yang berkualitas.
Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya
kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan
Rumah sakit mempunyai peranan yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Di Indonesia rumah sakit merupakan rujukan pelayanan kesehatan untuk
puskesmas terutama upaya penyembuhan dan pemulihan. Mutu pelayanan di rumah sakit
sangat dipengaruhui oleh kualitas dan jumlah tenaga kesehatan yang dimiliki rumah sakit
tersebut.
Apoteker harus mengelola apotek secara tertib, teratur dan berorientasi bisnis. Tertib
artinya disiplin dalam mentaati peraturan perundangan dalam pelayanan obat, membuat
laporan narkotika, tidak membeli maupun menjual obat-obat yang tidak terdaftar,
memberikan informasi obat kepada pasien dan sebagainya. Teratur artinya pemasukan dan
pengeluaran uang dan obat dicatat dengan baik untuk evaluasi dan pembuatan laporan
keuangan. Berorientasi bisnis artinya tidak lepas dari usaha dagang, yaitu harus mendapatkan
keuntungan supaya usaha apotek bisa terus berkembang.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui kegiatan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit.
2. Untuk mengetahui kualitas pelayanan farmasi berdasarkan waktu penyelesaian resep
di rumah sakit.
3. Untuk mengetahui cara pelayanan informasi obat (PIO) yang efektif di pelayanan
farmasi klinik di rumahh sakit.
1.3 Manfaat
1. Memahami dan mengetahui kegiatan pelayanan farmasi klinik di rumah sakit
2. Mengimplementasikan kegiatan waktu penyelesaian resep di rumah sakit.
3. Memberi informasi tentang pelayanan informasi obat (PIO) dalam pelayanan farmasi
klinik di rumahh sakit.
4. Menghasilkan sistem farmasi klinik di rumah sakit dengan tepat.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit dinyatakan bahwa
rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu, bermanfaat, aman, dan
terjangkau. Selanjutnya dinyatakan bahwa pelayanan sediaan farmasi di rumah sakit harus
mengikuti standar pelayanan kefarmasian yang selanjutnya diamanahkan untuk diatur dengan
peraturan menteri kesehatan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian juga
dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian, apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian yang diamanahkan
untuk diatur dengan peraturan menteri kesehatan. Berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tersebut dan perkembangan konsep pelayanan kefarmasian, perlu
ditetapkan suatu standar pelayanan kefarmasian dengan peraturan menteri kesehatan,
sekaligus meninjau kembali Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004
tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit.
Persyaratan administrasi meliputi nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi
badan pasien, nama, nomor izin, alamat dan paraf dokter, tanggal resep, dan ruangan/unit asal
resep. Persyaratan farmasetik meliputi nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan
jumlah obat, stabilitas, dan aturan dan cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi
ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi dan
Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki (ROTD), kontraindikasi, dan interaksi obat.
3. Rekonsiliasi obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat
yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau
interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari
satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar
dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Tahapan proses rekonsiliasi
obat yaitu pengumpulan data obat yang sedang dan akan digunakan pasien; membandingkan
data obat yang pernah, sedang, dan akan digunakan; dan melakukan konfirmasi kepada
dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi.
6. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker
secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien
secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi
obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan
informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit baik atas
permintaan pasien maupun sesuai dengan program rumah sakit yang biasa disebut dengan
pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan
visite apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi
pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medik atau sumber lain.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat
yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan obat yang
terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan EPO yaitu
mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat, membandingkan pola
penggunaan obat pada periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan
penggunaan obat, dan menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit dengan
teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi
petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan
pemberian obat. Dispensing sediaan steril bertujuan menjamin agar pasien menerima obat
sesuai dengan dosis yang dibutuhkan; menjamin sterilitas dan stabilitas produk,
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya, dan menghindari terjadinya kesalahan
pemberian obat. Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi pencampuran obat suntuk,
penyiapan nutrisi parenteral, dan penanganan sediaan sitostatik.
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan
kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang
sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter. PKOD bertujuan untuk mengetahui
kadar obat dalam darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.
Kegiatan PKOD meliputi:
a) Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan Pemeriksaan Kadar Obat
dalam Darah (PKOD).
b) Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan Pemeriksaan Kadar Obat
dalam Darah (PKOD).
c) Menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) dan memberikan
rekomendasi (Depkes RI. 2016).
BAB III
Hasil dan Pembahasan
Pelayanan farmasi klinik di RS terdiri dari pengkajian dan pelayanan resep, pada
awalnya resep diterima oleh petugas ruangan masing-masing, kemudian dibaca dan dilakukan
pengkajian. Jika, obat yang diberikan lebih dari lima jenis obat maka dilakukan pengecekan
interaksi obat oleh apoteker. Setelah itu obat dikemas dan disiapkan. Obat dikemas
menggunakan plastik klip warna-warni. Setiap warna menunjukan waktu minum obat yang
berbeda. Diantaranya warna merah untuk diminum pagi hari, warna hijau untuk siang, warna
putih untuk siang dibawah pukul 18.00 wib sebelum makan dan setelah makan, lalu yang
terakhir warna biru untuk diminum di atas pukul 18.00 wib.
Resep juga harus ditulis ulang sebagai dokumentasi, tagihan, dan pengecekan apakah
ada obat yang harus ditambah dan diberhentikan sesuai perintah dokter. Jika, ditemukan resep
yang tidak lengkap dan tidak jelas maka akan dilakukan konfirmasi kembali kepada dokter
yang menuliskan resep. Setelah selesai disiapkan dan diperiksa oleh apoteker, obat kemudian
diberikan kepada pasien. Pada proses penyerahan obat dilakukan pula penjelasan terkait
dosis, penggunaan obat, indikasi, dan kontraindikasi oleh apoteker kepada pasien atau kepada
keluarga pasien yang mendampingi. Apoteker juga akan menanyakan dan mencatat jika ada
alergi obat atau reaksi dari efek samping obat kemudian mencocokan data penggunaan obat
yang sedang dan akan digunakan, jika ada ketidakcocokan maka akan dikonfirmasikan ke
dokter terlebih dahulu. Apoteker juga melakukan konseling obat yang merupakan aktivitas
pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat kepada pasien.
Kegiatan visite atau kunjungan ke pasien rawat inap juga dilakukan oleh apoteker
mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan lain karena apoteker juga mempunyai tanggung
jawab untuk memeriksa kondisi terapi obat setiap pasien diruangan. Apoteker juga memantau
terapi obat untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien.
Biasanya apoteker akan melihat riwayat atau catatan terapi obat pasien dan resep yang
diberikan dokter, dan memberikan pemantauan khusus pada pasien yang diberi obat lima
jenis atau lebih. Jika pada saat pemantauan terapi obat ditemukan adanya interaksi obat yang
berbahaya maka apoteker akan menghubungi dokter untuk melakukan tindakan berupa terapi
diberhentikan, terapi ditunda, atau dosis dikurangi.
Kegiatan monitoring efek samping obat juga dilakukan oleh apoteker untuk
mengidentifikasi apakah ada efek samping yang tidak diinginkan dari terapi, jika ada maka
apoteker akan mengkomunikasikan pada dokter untuk melakukan tindakan yaitu penghentian
permanen atau penghentian sementara terapi obat yang diberikan, dan sebagai laporan rutin
kepada badan pengawasan obat dan makanan (BPOM) jika ditemukan efek samping yang
berbahaya. Untuk dispensing sediaan steril dilakukan di ruangan khusus dan dengan teknik
aseptik. Apoteker juga harus melakukan pemantauan kadar obat didalam darah pasien.
Pemenuhan kebutuhan pasien akan obat dan informasi serta memberikan pelayanan
yang memuaskan pada pasien rawat jalan adalah orientasi utama dalam pelayanan
kefarmasian. Faktor penting untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi pasien rawat
jalan adalah pendistribusian obat. Tujuan utama distribusi obat adalah tersedianya perbekalan
farmasi di unit-unit pelayanan tepat waktu, tepat jenis dan tepat jumlah (Permenkes, 2014).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan no 129 tahun 2008, standar minimal pelayanan rumah
sakit memiliki indikator waktu tunggu pelayanan farmasi untuk obat jadi yaitu ≤ 30 menit
dan pelayanan farmasi untuk obat racik yaitu ≤ 60 menit (Kepmenkes, 2008).
Dalam melakukan pelayanan, unit farmasi disetiap rumah sakit memiliki perencanaan,
pengadaan, pendistribusian dan evaluasi yang tentunya dilakukan guna meningkatkan mutu
dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit, memberikan pelayanan farmasi
yang dapat menjamin efektifitas, keamanan dan efisiensi penggunaan obat, meningkatkan
kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait dalam pelayanan farmasi,
serta melaksanakan kebijakan obat dirumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan
obat secara rasional. Diera masyarakat sekarang kecepatan pelayanan sangat penting, proses
yang terlalu lama dan terbelit-belit akan membuat konsumen menjadi tidak betah dan tidak
puas.
WHO telah menetapkan 12 hal inti yang dapat mendukung penggunaan obat yang
rasional, diantaranya adalah mengembangkan pedoman klinis, memiliki komite obat dan
terapi di kabupaten dan rumah sakit, serta mendukung informasi obat-obatan yang dapat
dicari secara independen. Penyediaan informasi obat independen adalah PIO yang juga
dikenal sebagai pusat informasi obat atau layanan informasi obat. WHO mendukung layanan
informasi obat sebagai alat untuk menyebarkan PIO yang tidak bias sehingga dapat
mendukung penggunaan obat-obat yang rasional
PIO merupakan salah satu standart yang harus diterapkan guna meningkatkan
pelayanan kefarmasian yang terbaik. Pio mencakup beragam kegiatan, diantaranya menjawab
pertanyaan pasien atau tenaga kesehatan lain dengan cara menerbitkan bulletin, leaflet,
poster, ataupun newsletter, menyediakan informasi untuk tim farmasi dan terapi terkait
penyusunan formularium RS, melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan
rawat inap, melakukan pendidikan berkelanjutan untuk tenaga kefarmasian serta tenaga
kesehatan lainnya dan melakukan penelitian.
PIO yang dapat pula diterapkan di Indonesia guna memudahkan dokter, apoteker,
tenaga kesehatan lainnya dalam pencarian evidence-based medicine diantaranya dapat berupa
e-mail berupa informasi terbaru terkait penggunaan obat obatan dari Kemenkes RI atau badan
lainnya; up date terbaru dari Kemenkes RI atau Badan lainnya terkait obat yang dapat
dicantumkan di website; pengembangan software yang dapat memudahkan pencarian
informasi obat; jurnal-jurnal saintifik ataupun hasil pertanyaan dan jawaban PIO yang bisa
diakses dengan mudah; serta leaflet ataupun buletin yang secara rutin diterbitkan agar
memberikan PIO yang lebih mudah diakses oleh pasien ataupun konsumen.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
2. Waktu penyelesaian resep dokter pada pasien rawat jalan yang paling
memberikan jaminan kepuasan adalah kurang dari 13 menit berdasarkan variabel
Assurance dan didukung dengan hasil kuesioner yang dinyatakan dalam skor
tertinggi yang setuju bahwa waktu tunggu obat tidak lama pada variabel
Responsiveness. Semakin lama waktu menyelesaikan resep dokter akan menurunkan
tingkat kepuasan pasien. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu penambahan
jumlah tenaga apoteker dan perluasan ruangan Instalasi Farmasi agar kepuasan
pasien semakin meningkat.
3. PIO merupakan salah satu standar yang harus diterapkan guna meningkatkan
pelayanan kefarmasian yang terbaik memudahkan dokter, apoteker, tenaga
kesehatan lainnya dalam pencarian evidence-based medicine. PIO mencakup
beragam kegiatan, diantaranya menjawab pertanyaan pasien atau tenaga kesehatan
lain; menerbitkan buletin, leaflet, poster, ataupun newsletter; menyediakan informasi
untuk Tim farmasi dan Terapi terkait penyusunan Formularium RS.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, Susi dan Sunarto. 2009. “Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan dengan
Kepuasan Pasien Rawat Inap di Badan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Magelang”. JurnalKesehatan. Vol. 2, No 1. Hal 71-79
Amaranggana larasati, 2017. Pelayanan Informasi Obat yang Efektif dari Beberapa Negara
untuk Meningkatkan Pelayanan Farmasi Klinik, Jurnal UNPAD Vol 15 No. 1
Hal. 20- 26
Herjunianto, dkk. 2014. Faktor yang Mempengaruhi Cakupan Layanan Farmasi di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol 28, No. 1. Hal 8-13
Republik Indonesia, “Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2016 Tetang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit,” PhD Propos., vol. 1, p. 24,
2016.
Rusdiana nita. 2015. kualitas pelayanan farmasi berdasarkan waktu penyelesaian resep di
rumah sakit. Jurnal Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah tigaraksa, Tangerang.