Anda di halaman 1dari 188

LAPORAN PRAKTIK KOMPREHENSIF PELAYANAN KEFARMASIAN

PROBLEM BASED LEARNING PERTEMUAN 1-8

DISUSUN OLEH:
KELAS 2
KELOMPOK A

I Dewa Ayu Yuliandari 1708612011


A.A. Istri Sri Hartani Dewandari 1708612012
Komang Ayu Trisna Puteri 1708612013
Agung Aryk Parta Febryana 1708612014
Agus Febriana Putra 1708612015

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Apotek adalah salah satu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran perbekalan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarakat. Sebagai wujud dalam memajukan kesejahteraan umum yang berarti
mewujudkan suatu tingkat kehidupan secara optimal khususnya dalam bidang
kesehatan, maka didirikanlah Apotek yang diberi nama Apotek Royal Farma.
Apotek Royal Farma ini berlokasi di daerah Tanjung Benoa, Badung tepatnya di
Jalan Pratama No 17, Tanjung Benoa, Badung yang diharapkan dapat
menyebarkan obat secara merata sehingga akan memudahkan masyarakat untuk
mendapatkan obat yang bermutu dengan harga yang terjangkau. Daerah Tanjung
Benoa merupakan lokasi yang sangat strategis untuk didirikan suatu apotek
mengingat nusa dua merupakan daerah yang heterogen yang padat penduduk baik
dari daerah lokal maupun mancanegara. Keberadaaan Apotek Royal Farma ini
bertujuan untuk ikut serta sebagai unit penyedia dan penyalur perbekalan farmasi
atau kesehatan lainnya yang legal, berkualitas dan berbasis pelayanan oleh
Apoteker.
Keberadaan apoteker sebagai penanggungjawab di apotek merupakan hal
yang penting dan tidak tergantikan oleh profesi lain atau tenaga teknis, karena
apoteker merupakan satu-satunya profesi yang berwenang menjalankan praktik
kefarmasian di Apotek. Berdasarkan Permenkes No. 73 Tahun 2016 pasal 3 ayat 1
menyatakan bahwa standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan pelayanan
farmasi klinik. Pelayanan kefarmasian yang sebelumnya berorientasi pada
pelayanan obat (drug oriented), sekarang telah berorientasi menjadi pelayanan
pasien (patient oriented). Maka dari itu, selain dilakukan pengelolaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan, diterapkan pula pelayanan farmasi klinik yang
meliputi pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat (PIO), konseling,
pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care), pemantauan terapi obat
(PTO) serta monitoring terhadap efek samping obat (MESO) (Pasal 3 ayat 3).
Pelaksanaan pelayanan kefarmasian diupayakan agar terhindar dari suatu
medication error akibat penggunaan obat yang tidak rasional. Sehingga untuk
menghindari terjadinya medication error dilakukan berbagai upaya meliputi
melakukan skrining resep pada fase prescribing, melakukan analisis ketepatan
dalam pemilihan obat, indikasi, dosis, kondisi pasien dan resiko efek samping
serta monitoring. Penegakan penggunaan obat yang rasional dapat dilakukan
analisis melalui metode SOAP, Drug Related Problem dan metode lainnya.
Setelah analisis potensi medication error akibat penggunaan yang tidak rasional,
fase penting selanjutnya yaitu peracikan dan penyerahan obat (compounding and
dispensing). Kegiatan peracikan dapat dilakukan oleh asisten apoteker, namun
kegiatan penyerahan obat kepada konsumen yang datang ke apotek hanya dapat
dilakukan oleh Apoteker. Hal ini berkaitan dengan pemberian informasi oleh
Apoteker mengenai obat, konseling ataupun edukasi kepada pasien terkait
penyakit dan obat yang akan digunakan. Tujuannya adalah untuk memastikan dan
mendukung pengobatan yang optimal kepada pasien. Terlebih lagi apabila pasien
termasuk dalam kategori populasi spesial (pediatri, geriatri atau dengan penyakit
khusus) peran apoteker dalam memberikan KIE sangatlah penting.
Apoteker saat ini menyadari bahwa praktik apotek telah berkembang
selama bertahun-tahun sehingga tidak hanya mencakup penyiapan, peracikan, dan
penyerahan obat kepada pasien, tetapi juga interaksi dengan pasien dan penyedia
layanan kesehatan lain di seluruh penyediaan asuhan kefarmasian. Pelayanan
kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien mengacu pada
pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayan kefarmasian
yang semula berfokus pada pegelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan
yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari
pasien. Untuk mejamin mutu pelayanan farmasi kepada masyarakat, telah
dikeluarkan standar pelayanan farmasi 2 komunitas (apotek) yang meliputi antara
lain sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pelayanan resep, konseling,
monitoring, penggunaan obat, edukasi, promosi kesehatan, dan evaluasi terhadap
pengobatan. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat
melaksanakan interaksi langsung kepada pasien. Bentuk interaksi tersebut antara
lain melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan
mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik.
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan.
Oleh sebab itu, apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai standar
yang ada untuk menghindari terjadinya hal tersebut. Apoteker harus mampu
berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk
mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam rangka pemberdayaan
masyarakat, apoteker harus berpartisipasi dalam promosi dan edukasi. Edukasi
pasien bukan saja suatu tanggung jawab etika, melainkan juga suatu tanggung
jawab hukum medis (medical-legal). Apoteker yang gagal mendiskusikan
kontraindikasi dan reaksi merugikan obat tertentu, dapat dituntut secara hukum
jika suatu reaksi yang signifikan terjadi. Terdapat data yang menyatakan bahwa
ketidakpatuhan terjadi pada 30% sampai 50% dari pasien yang menerima obat.
Penyebab kegagalan pengobatan demikian adalah multifokus dan dapat berkisar
dari kurangnya 3 edukasi, terkait dengan terapi sampai pada hambatan financial
yang menghalangi pengadaan obat. Studi tambahan sudah menunjukkan bahwa
intervensi oleh apoteker, menggunakan konseling lisan dan tertulis pada
permulaan terapi obat, menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam kepatuhan
pasien. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya konseling dan edukasi terhadap
pasien (Kurniawan dan Chabib, 2010).
Pelayanan kesehatan tidak saat ini tidak hanya dapat dilakukan di apotek
maupun rumah sakit, melainkan dapat dilakukan di rumah pasien yang mana hal
ini dikenal dengan istilah home care. Home care atau perawatan kesehatan di
rumah merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada individu dan
keluarga di tempat tinggal mereka. Tujuan dari pelayanan home care adalah untuk
meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau
memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan komplikasi akibat dari
penyakit serta memenuhi kebutuhan dasar pasien dan keluarga. Lingkungan di
rumah dirasa lebih nyaman bagi sebagian pasien dibandingkan dengan perawatan
di rumah sakit. Hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan pasien yang
cenderung akan lebih cepat masa penyembuhannya jika mereka merasa nyaman
dan bahagia. Selain alasan diatas, home care juga membantu masyarakat yang
mengalami keterbatasan membiayai pelayanan kesehatan khususnya pada kasus –
kasus penyakit degeneratif yang memerlukan perawatan yang relatif lama.
Perkembangan ilmu teknologi membuat masyarakat saat ini mulai
mengenali obat-obat yang beredar di pasaran serta kegunaannya sehingga lebih
memilih untuk melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi) tanpa melakukan
pemeriksaan ke dokter apabila mengalami suatu keluhan. Selain itu keterbatasan
biaya dan jarak yang ditempuh untuk ke dokter dapat juga menjadi alasan pasien
lebih memilih swamedikasi. Dalam hal ini apoteker harus mampu memberikan
pilihan terapi yang tepat kepada pasien sesuai dengan kondisi klinis yang dialami
dan dengan berlandaskan batasan swamedikasi. Selain swamedikasi, perkembagan
ilmu teknologi juga telah berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat salah
satunya tentang kesehatan. Informasi yang didapatkan dari media sosial belum
tentu sepenuhnya berasal dari sumber yang valid sehingga seringkali masyarakat
salah dalam memahami informasi yang diterima. Sehingga perlu dilakukan suatu
promosi kesehatan masyarakat yang mana dalam hal ini selain bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat melainkan juga meluruskan informasi
yang seringkali berkembang di masyarakat.
Upaya pelayanan kesehatan tidak hanya dilakukan secara kuratif yaitu
mengobati penyakit setelah penyakit tersebut menjangkit tubuh dan timbul tanda
serta gejala sakit, namun bagian lainnya yang tidak terlepas dari pelayanan
kesehatan yaitu upaya preventif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya
Apoteker. Dalam hal ini Apotek Royal Farma rutin melaksanakan upaya preventif
tersebut melalui promosi kesehatan yang direalisasikan dalam bentuk penyuluhan
kepada masyarakat, pemberian leaflet atau booklet tentang pencegahan penyakit
atau pengobatan. Hal ini dilakukan selain dapat memberikan upaya preventif
terhadap penyebaran penyakit, juga sebagai media promosi terkait keberadaan dan
eksistensi Apotek Royal Farma sehingga segala upaya tersebut dilakukan secara
terintegrasi dan komprehensif agar Apotek Royal Farma dapat sebagai unit
penyadia pelayanan kefarmasian yang selalu berkualitas, nyaman, dan bersahabat
pada setiap pasiennya.
1.2. Tujuan
Laporan akhir ini disusun sebagai hasil dari pelaksanaan praktik pelayanan
kefarmasian di Apotek, yang bertujuan sebagai berikut:
1.2.1 Untuk mengetahui cara merancang pendirian suatu Apotek baru dan
merancang prosedur pelayanan kefarmasian di Apotek
1.2.2 Untuk mengetahui cara melaksanakan skrining resep dan patient
asseassment
1.2.3 Untuk mengetahui cara analisis penggunaan obat yang rasional (POR)
1.2.4 Untuk mengetahui cara compounding and dispensing
1.2.5 Untuk mengetahui cara penyerahan obat dan melaksanakan KIE
1.2.6 Untuk mengetahui cara pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Rumah
(Home Pharmacy Care)
1.2.7 Untuk mengetahui cara pelayanan swamedikasi yang baik dan benar
Untuk mengetahui cara promosi kesehatan yang baik dan benar.
1.3. Manfaat
Melalui pelaksanaan praktik pelayanan komprehensif pelayanan
kefarmasian di Apotek ini, manfaat yang dapat dirasakan, yaitu:
1.3.1 Untuk mengetahui cara merancang pendirian suatu Apotek baru dan
merancang prosedur pelayanan kefarmasian di Apotek.
1.3.2 Untuk mengetahui cara melaksanakan skrining resep dan patient
asseassment.
1.3.3 Untuk mengetahui cara analisis penggunaan obat yang rasional
1.3.4 Untuk mengetahui cara compounding and dispensing
1.3.5 Untuk mengetahui cara penyerahan obat dan melaksanakan KIE
1.3.6 Untuk mengetahui cara pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Rumah
(Home Pharmacy Care)
1.3.7 Untuk mengetahui cara pelayanan swamedikasi yang baik dan benar
Untuk mengetahui cara promosi kesehatan yang baik dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002, Apotek adalah suatu tempat dilakukannya
pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat. Menurut PP 51 Tahun 2009, Apotek merupakan suatu
tempat atau terminal distribusi obat perbekalan farmasi yang dikelola oleh
apoteker sesuai standar dan etika kefarmasian. Secara lengkap apotek merupakan
salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Berdasarkan Permenkes No. 35
Tahun 2014, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktik kefarmasian oleh Apoteker. suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Adapun
pekerjaan Pekerjaan kefarmasian di Apotek meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional.
2.2 Pendirian Apotek
Seorang Apoteker harus mengetahui secara lengkap dan jelas segala aspek
legalitas yang berkaitan dengan apotek, cara pengajuan izin pendirian apotek,
pekerjaan kefarmasiaan di apotek, dan lain sebagainya. Sehingga pada bagian ini
dipaparkan terlebih dahulu mengenai aspek legalitas atau dasar hukum dari apotek
itu sendiri. Berikut adalah beberapa dasar hukum apotek dan pekerjaan
kefarmasian di apotek:
- Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
- Peraturan Menteri kesehatan No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek
- Permenkes RI No. 9 tahun 2017 tentang Apotek
- Surat Keputusan Pengurus Ikatan Apoteker Indonesia Nomor: PO.
005/PP.IAI/1418/VII/2014 tentang Papan Nama Praktik Apoteker
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 919/Menkes/Per/X/1993 tentang
Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep
- Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang
Obat Wajib Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
- Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 2
- Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 3
2.3 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
a. Dasar Hukum
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang digunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian. Standar Pelayanan Kefarmasian ini diatur dalam Peraturan Menteri
kesehatan No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
b. Ruang Lingkup Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di Apotek bersifat langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Ruang lingkup pelayanan kefarmasian di apotek meliputi:
- Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
- Pelayanan Farmasi Klinik
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang dimaksud, antara lain: perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, serta pencatatan dan pelaporan.
Sedangkan pelayanan farmasi klinik meliputi: pengkajian resep, dispensing,
pelayanan informasi obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah
(home pharmacy care), pemantauan terapi obat (PTO) dan monitoring efek
samping obat (MESO) (Permenkes RI, 2016).
Dalam menyelenggarakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus
didukung oleh sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada keselamatan
pasien, sumber daya tersebut meliputi sumber daya manusia dan sarana-prasarana.
Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Apotek, harus dilakukan
evaluasi mutu Pelayananan Kefarmasian (Permenkes RI, 2016).
2.4 Prosedur Kerja Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Standar operasional prosedur (SOP) merupakan pedoman atau acuan dlaam
melakukan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kerja
berdasarkan indicator teknis, administratif, dan prosedural sesuai tata kerja,
prosedur kerja, dan sistem kerja unit yang bersangkutan. Tujuan dari pembuatan
SOP adalah untuk menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan satu unit
kerja (Razak, 2015).
Penyusunan prosedur kerja pelayanan kefarmasian mengikuti unsur-unsur
pekerjaan kefarmasian yang berhubungan dengan pelayanan terhadap pasien
(sesuai dengan Permenkes No 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek. Standar pelayanan kefarmasian di Apotek diatur dengan
tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian; menjamin kepastian
hukum bagi tenaga kefarmasian dan melindungi pasien dan masyarakat dari
penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien.
Prosedur tetap pekerjaan kefarmasian di apotek terdiri dari beberapa hal
yaitu: prosedur tetap penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan;
prosedur tetap pelayanan resep yang meliputi skinning resep, penyiapan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan, penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan; prosedur tetap pelayanan resep narkotik, prosedur tetap produksi skala
kecil, prosedur tetap pemusnahan resep, prosedur tetap pelayanan informasi obat,
prosedur tetap swamedikasi, prosedur tetap konseling, prosedur tetap home care,
prosedur tetap pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan (Menkes
RI, 2008).
2.4.1 Prosedur tetap pelayanan resep
A. Skrining resep
1. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama
dokter, nomor ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda
tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin dan
berat badan pasien.
2. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan,
dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian obat.
3. Mengkaji aspek klinis yaitu : adanya alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya).
Membuatkan kartu pengobatan pasien (medication record).
4. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila
diperlukan
B. Penyiapan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
1. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan
permintaan pada resep
2. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum.
3. Mengambil obat dengan menggunakan sarung tangan / alat / spatula /
sendok
4. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan
mengembalikan ke tempat semula.
5. Meracik obat (timbang, campur, kemas)
6. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak
minum
7. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk
obat luar, dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan
cair)
8. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan
permintaan dalam resep.
C. Penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
1. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan
(kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep)
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
apoteker
6. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan
2.4.2 Prosedur tetap pelayanan resep narkotik
A. Skrining resep
1. Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi
2. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmaseutik yaitu : bentuk
sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian
3. Mengkaji pertimbangan klinis yaitu : adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
4. Narkotik hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit,
puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep
narkotika dalam tulisan “iter” tidak boleh dilayani sama sekali.
5. Salinan resep narkotik yang baru dilayani sebagian atau yang belum
dilayani sama sekali hanya boleh dilayani oleh apotek yang
menyimpan resep asli.
6. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila
diperlukan
B. Penyiapan resep
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep
2. Untuk obat racikan apoteker menyiapkan obat jadi yang mengandung
narkotika atau menimbang bahan baku narkotika.
3. Menutup dan mengembalikan wadah obat pada tempatnya.
4. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan
permintaan dalam resep.
5. Obat diberi wadah yang sesuai dan diperiksa kembali jenis dan jumlah
obat sesuai permintaan dalam resep.
C. Penyerahan obat
1. Melakukan pemeriksaan akhir kesesuaian antara penulisan etiket
dengan resep sebelum dilakukan penyerahan
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
3. Mengecek identitas dan alamat pasien yang berhak menerima
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5. Menanyakan dan menuliskan alamat / nomor telepon pasien dibalik
resep
6. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikannya.
2.4.3 Prosedur tetap produksi skala kecil
1. Menghitung kesesuaian sediaan yang akan dibuat dengan resep standar
(formularium nasional,dll).
2. Mengambil obat dan bahan pembawanya dengan menggunakan sarung
tangan/alat/spatula/sendok.
3. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan
ketempat semula.
4. Meracik obat (timbang, campur, kemas).
5. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk obat
luar, dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan cair)
2.4.4 Prosedur Pelayanan Informasi Obat
1. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu
pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan pasien
baik lisan maupun tertulis.
2. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis untuk
memberikan informasi.
3. Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak
bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis.
4. Mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk informasi
pasien.
5. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat
2.4.5 Prosedur Tetap Swamedikasi
1. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan
swamedikasi.
2. Menggali informasi dari pasien meliputi:
a) Tempat timbulnya gejala penyakit
b) Seperti apa rasanya gejala penyakit
c) Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya
d) Sudah berapa lama gejala dirasakan
e) Ada tidaknya gejala penyerta
f) Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan
3. Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi
pasien dengan menggunakan obat bebas, bebas terbatas dan obat wajib
apotek.
4. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien
meliputi: nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan,
efek samping yang mungkin timbul, serta hal-hal lain yang harus
dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam menunjang
pengobatan. Bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari hubungi dokter.
5. Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan
2.4.6 Prosedur Tetap Konseling
1. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien
2. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien / keluarga pasien
3. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode open-ended question :
a. Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini
b. Cara pemakaian, bagaimanan dokter menerangkan cara pemakaian
c. Apa yang diharapkan dalam pengobatan ini
4. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat tertentu
(inhaler, supositoria, dll)
5. Melakukan verifikasi akhir meliputi:
a. Mengecek pemahaman pasien
b. Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi
6. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan
2.4.7 Prosedur Tetap Home Care
1. Menyeleksi pasien melalui kartu pengobatan
2. Menawarkan pelayanan residensial
3. Mempelajari riwayat pengobatan pasien
4. Menyepakati jadwal kunjungan
5. Melakukan kunjungan ke rumah pasien
6. Melakukan tindak lanjut dengan memanfaatkan sarana komunikasi yang
ada atau kunjungan berikutnya, secara berkesinambungan
7. Melakukan pencatatan dan evaluasi pengobatan.
2.5 Skrining Resep dan Patient Asessment
2.5.1. Resep
Berdasarkankan Permenkes, resep dapat didefinisikan sebagai permintaan
tertulis dari dokter, dokter gigi dan dokter hewan kepada apoteker pengelola
apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/
2004).
Penulisan resep dapat diartikan sebagai bentuk aplikasi pengetahuan dokter
dalam memberikan obat kepada pasien melalui kertas resep menurut kaidah dan
peraturan yang berlaku, diajukan secara tertulis kepada apoteker di apotek. Pihak
Apoteker sebagai pihak penerima resep berkewajiban melayani secra cermat,
member informasi terutama menyangkut dengan penggunaan obat dan
mengoreksi jika terjadi kesalahan dalam penulisan. Dengan demikian pemberian
obat dapat lebih rasional (Jas, 2009).

2.5.2. Penulisan Resep


Berdasarkan Permenkes No.26/Menkes /Per/I/I/1981 menyebutkan bahwa
resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Aturan dasar mengenai penulisan
resep telah disebutkan pada Kepmenkes No.280/Menkes/SK/V/1981 yang
menyatakan bahwa resep harus memuat:
a. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan
b. Tanggal penulisan resep.
c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.
d. Setelah tanda R/ harus ditulis nama setiap obat atau komposisi obat.
e. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
f. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang
jumlahnya melebihi dosis maksimal.
g. Nama pasien, umur dan alamat pasien.
h. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan.
i. Untuk penderita yang memerlukan pengobatan segera, dokter dapat memberi
tanda “segera”, “cito”, “statim” atau “urgent” pada bagian atas kanan resep.
j. Pada resep yang tidak dapat diulang, resep asli diberi tanda “n.i”, “ne iteratur”
atau “tidak boleh diulang”.
Dalam penulisan, resep biasanya terdiri dari 6 bagian, yaitu:
a. Inscriptio: Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/HP/kota/tempat, tanggal
penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi.
Sebagai identitas dokter penulis resep. Format inscriptio suatu resep dari
rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.
b. Invocatio: permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe”
artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan
apoteker di apotek.
c. Prescriptio/ Ordonatio: nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang
diinginkan.
d. Signatura: yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval
waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan
keberhasilan terapi.
e. Subscrioptio: yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai
legalitas dan keabsahan resep tersebut.
f. Pro (diperuntukkan): dicantumkan nama dan umur pasien. Teristimewa untuk
obat narkotika juga harus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke
Dinkes setempat) (Jas, 2009).
2.6 Penggunaan Obat Rasional
Penggunaan Obat secara Rasional (POR) atau Rational Use of Medicine
(RUM) merupakan suatu kampanye yang disebarkan ke seluruh dunia, juga di
Indonesia. Dalam situsnya, WHO menjelaskan bahwa definisi Penggunaan Obat
Rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan
klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang
sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat.
Dengan empat kata kunci yaitu kebutuhan klinis, dosis, waktu, dan biaya yang
sesuai, POR merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif.
Kampanye POR oleh WHO dilatarbelakangi oleh dua kondisi yang bertolak
belakang. Kondisi pertama menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 50% obat-
obatan di dunia diresepkan dan diberikan secara tidak tepat, tidak efektif, dan tidak
efisien. Bertolak belakang dengan kondisi kedua yaitu kenyataan bahwa sepertiga
dari jumlah penduduk dunia ternyata kesulitan mendapatkan akses memperoleh
obat esensial (Depkes RI, 2011; WHO, 2012)
Penggunaan obat dapat diidentifikasi rasionalitasnya dengan menggunakan
indikator 8 T dan 1 W. Indikator 8 T dan 1 W tersebut adalah Tepat diagnosis,
Tepat Pemilihan Obat, Tepat Indikasi, Tepat Pasien, Tepat Dosis, Tepat cara dan
lama pemberian, Tepat harga, Tepat Informasi dan Waspada terhadap Efek
Samping Obat. Beberapa pustaka lain merumuskannya dalam bentuk 7 T tetapi
penjabarannya tetap sama. Melalui prinsip tersebut, tenaga kesehatan dapat
menganalisis secara sistematis proses penggunaan obat yang sedang berlangsung.
Penggunaan obat yang dapat dianalisis adalah penggunaan obat melalui bantuan
tenaga kesehatan maupun swamedikasi oleh pasien. Berikut ini adalah penjabaran
dari Indikator Rasionalisasi Obat yaitu 8 T dan 1 W:
1. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat.
Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan
karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis
penyakit pasien. Pada pengobatan oleh tenaga kesehatan, diagnosis
merupakan wilayah kerja dokter. Sedangkan pada swamedikasi oleh pasien,
Apoteker mempunyai peran sebagai second opinion untuk pasien yang telah
memiliki self-diagnosis.
2. Tepat pemilihan obat
Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang
tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi
dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, Obat juga harus
terbukti manfaat dan keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang
paling mudah didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan pasien juga
seharusnya jumlahnya seminimal mungkin.
3. Tepat indikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter.
Misalnya Antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang terbukti terkena
penyakit akibat bakteri.
4. Tepat pasien
Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi individu
yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan
ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi,
balita, dan lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat.
5. Tepat dosis
Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat
mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan
mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga
harus disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun
kelainan tertentu.
6. Tepat cara dan lama pemberian
Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan mempertimbangkan
keamanan dan kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk
sediaan dan saat pemberian obat.
7. Tepat harga
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang sama
sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat
membebani pasien, termasuk peresepan obat yang mahal.
8. Tepat informasi
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien
akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan.
9. Waspada efek samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi.
Prinsip 8 Tepat dan 1 Waspada diharapkan dapat menjadi indikator untuk
menganalisis rasionalitas dalam penggunaan Obat. Kampanye POR
diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat dan
mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga
terjangkau. POR juga dapat mencegah dampak penggunaan obat yang tidak
tepat sehingga menjaga keselamatan pasien. Pada akhirnya, POR akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan
kesehatan (Depkes RI, 2011).

2.7 Compounding dan Dispensing


Compounding berasal dari kata “compound” yang berarti melibatkan aspek
pembuatan, peracikan, pencampuran, pemasangan, pembungkusan dan pemberian
label dari obat atau alat yang sesuai dengan resep dokter yang berlisensi atas
inisiatif yang didasarkan atas hubungan dokter/pasien/farmasis/dalam praktek
profesional (USP, 2009). Selanjutnya dispensing berasal dari kata “dispense”
yang dapat berarti menyiapkan, menyerahkan dan mendistribusikan obat.
Dispensing bertujuan untuk memastikan bahwa sediaan farmasi yang efektif,
bermutu/berkualitas, aman dari obat yang tepat ditujukan kepada pasien yang
tepat, dalam dosis yang tepat dan kuantitas yang tepat sesuai dengan instruksi,
dalam kemasan yang sesuai, aturan penyimpanan yang tepat dan penyerahan yang
disertai dengan konseling, informasi dan edukasi obat (Depkes RI, 2014).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, setelah
melakukan pengkajian resep dilakukan compounding and dispensing sebagai
berikut:
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep:
- menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep,
- mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
- memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.
2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
- warna putih untuk obat dalam/oral;
- warna biru untuk obat luar dan suntik;
- menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau
emulsi.
4. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang
berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan obat dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan
nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian
antara penulisan etiket dengan resep) sebelum diserahkan keada pasien.
Selanjutnya obat diserahkan kepada pasien yang disertai pemberian informasi
obat. Informasi yang diberikan terkait cara penggunaan obat dan hal-hal yang
terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus
dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain.
Kemudian memastikan kembali yang menerima obat adalah pasien atau
keluarganya serta membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
apoteker (apabila diperlukan). Selain itu apoteker di apotek juga dapat melayani
obat non resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi
kepada pasien yang memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan
memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai (Depkes RI, 2014).

2.8 Komunikasi Informasi dan Edukasi


Komunikasi adalah penyampaian pesan secara langsung ataupun tidak
langsung melalui saluran komunikasi kepada penerima pesan, untuk mendapatkan
suatu efek (DepKes RI, 1984). Menurut Effendy (1990), komunikasi adalah
pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling
mengerti dan saling percaya, demi terwujudnya hubungan yang baik antara
seseorang dengan orang lain. Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis
untuk mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan
menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi atar pribadi maupun
komunikasi massa (Notoadmodjo, 2003).
Informasi adalah keterangan, gagasan, maupun kenyataan-kenyataan yang
perlu diketahui oleh masyarakat (BKKBN, 1993). Sedangkan menurut DepKes RI
(1990), informasi adalah pesan yang disampaikan. Edukasi adalah proses
perubahan perilaku kearah yang positif (DepKes RI, 1990).
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) merupakan bentuk kegiatan
komunikasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga,
masyarakat dan penduduk, lebih jauh daripada itu, diharapkan dengan pemahaman
masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri (Wowiling
dkk., 2015). Materi KIE, kegiatan KIE, bahkan media yang digunakan dalam KIE
harus disesuaikan dengan latar belakang masyarakat yang ada tanpa mengurangi
makna isi pesan yang sesungguhnya (Wowiling dkk., 2015).
Kegiatan konseling memerlukan beberapa tahapan yang meliputi:
1. Pembukaan, hubungan yang baik antara apoteker dan pasien akan menimbulkan
pembicaraan yang menyenangkan. Apoteker memulai dengan memperkenalkan
diri dan mengetahui identitas pasien. Apoteker juga harus menjelaskan kepada
pasien tentang tujuan dan lama konseling.
2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah tentang
masalah yang potensial terjadi saat pengobatan.
3. Diskusi untuk mencegah dan memecahkan masalah, sebaiknya pasien
dilibatkan untuk mempelajari keadaan yang dapat menimbulkan masalah
potensial dalam pengobatan, sehingga masalah dapat diminimalisasi.
4. Memastikan pasien telah memahami informasi yang diperoleh. Bertujuan juga
untuk mengoreksi kesalahan penerimaan informasi.
5. Menutup diskusi, sebelum ditutup sebaiknya apoteker bertanya kepada pasien
hal-hal yang masih ingin ditanyakan, mengulang pertanyaan dan
mempertegasnya.
6. Follow up diskusi bertujuan untuk memantau keberhasilan terapi, sehingga
diperlukan dokumentasi kegiatan konseling agar perkembangan pasien dapat
dipantau (Depkes RI, 2006).
Berdasarkan Pedoman Konseling Pelayanan dan Kefarmasian di Sarana
Kesehatan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2006, aspek yang harus disampaikan
dalam melaksanakan konseling antara lain:
1. Deskripsi dan kekuatan obat, apoteker harus memberikan informasi kepada
pasien mengenai bentuk sediaan dan cara pemakaian, nama dan zat aktif obat,
kekuatan obat.
2. Jadwal dan cara penggunaan, penekanan dilakukan untuk obat dengan instruksi
khusus seperti waktu minum sebelum atau sesudah makan, pantangan obat
dengan makanan.
3. Mekanisme kerja obat, banyaknya obat yang multi indikasi mengharuskan
apoteker dapat memilih mekanisme mana yang harus dijelaskan sesuai dengan
indikasi obat dan penyakit/gejala yang sedang diobati.
4. Dampak gaya hidup, apoteker harus menanamkan kepercayaan pada pasien
mengenai perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
5. Penyimpanan, cara penyimpanan obat harus diberitahukan kepada pasien
terutama obat-obat yang harus disimpan pada temperatur kamar, adanya cahaya
dan lainnya.
6. Efek potensial yang tidak diinginkan, apoteker sebaiknya menjelaskan
mekanisme atau alasan terjadinya efek samping sederhana. Penjelasan
dilakukan terutama untuk obat yang menyebabkan perubahan warna urin,
kekeringan mukosa mulut dan lainnya. Pasien juga diberitahukan tentang tanda
dan gejala keracunan (Depkes RI, 2006).
Dalam melaksanakan KIE, Apoteker harus memiliki bekal teknik-teknik
komunikasi profesional. Menurut Wilson dan Kneist (1992) dan Stuart dan
Sundeen (1998) dalam Damaiyanti (2010), teknik komunikasi profesional
meliputi unsur :
1. Mendengarkan secara aktif dan pasif dengan penuh perhatian
2. Menunjukkan penerimaan dan sikap asertif
3.Memberikan kesempatan untuk memulai komunikasi dan menguraikan
persepsinya
4. Menempatkan kejadian-kejadian secara berurutan
5. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan dan pertanyaan terbuka.
6. Memahami, merefleksikan dan menerjemahkan maksud ucapan klien.
7. Melakukan konfirmasi, klarifikasi maupun feedback / umpan balik komunikasi.
8. Memfokuskan terhadap masalah dan penanganan masalah
9. Menawarkan informasi
10. Memelihara ketenangan dan privasi
11. Meringkas dan menarik kesimpulan
12. Memberikan penghargaan terhadap klien
Informasi tentang suatu obat dan promosi yang dilakukan sangat
mempengaruhi penggunaan obat tersebut dan tinggi rendahnya pemahaman
konsumen mengenai produk tergantung pada tingkat kebenaran informasi yang
disampaikan apoteker serta daya tangkap konsumen yang bersangkutan (Siregar,
1994). Dalam penyerahan obat kepada pasien, hendaklah dilakukan dengan cara
yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak
stabil (PerMenKes, 2014)
Alasan pasien perlu dilakukannya pemberian informasi obat antara lain:
1. Interpretasi pasien beragam terhadap etiket/label obat (signa) 

2. Tingkat pemahaman pasien beragam 

3. Tingkat kepatuhan pasien beragam 


2.9 Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Care)


Pelayanan kefarmasian di rumah oleh apoteker adalah pendampingan pasien
oleh apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah dengan persetujuan pasien
atau keluarganya.
Pelayanan kefarmasian di rumah terutama untuk pasien yang tidak atau
belum dapat menggunakan obat dan atau alat kesehatan secara mandiri, yaitu
pasien yang memiliki kemungkinan mendapatkan risiko masalah terkait obat
misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik obat,
kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan obat, kebingungan atau
kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan obat
dan atau alat kesehatan agar tercapai efek yang terbaik (Depkes RI, 2008).
Prinsip-prinsip pelayanan Kefarmasian di rumah adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan pelayanan kefarmasian di rumah dilaksanakan oleh apoteker
yang kompeten
b. Mengaplikasikan peran sebagai pengambil keputusan profesional dalam
pelayanan kefarmasian sesuai kewenangan
c. Memberikan pelayanan kefarmasian di rumah dalam rangka meningkatkan
kesembuhan dan kesehatan serta pencegahan komplikasi
d. Menjunjung tinggi kerahasiaan dan persetujuan pasien (confidential and
inform consent)
e. Memberikan rekomendasi dalam rangka keberhasilan pengobatan
f. Melakukan telaah (review) atas penatalaksanaan pengobatan
g. Menyusun rencana pelayanan kefarmasian berdasarkan pada diagnosa dan
informasi yang diperoleh dari tenaga kesehatan dan pasien/keluarga
h. Membuat catatan penggunaan obat pasien (Patient Medication Record)
secara sistematis dan kontiniu, akurat dan komprehensif
i. Melakukan monitoring penggunaan obat pasien secara terus menerus
j. Bertanggung jawab kepada pasien dan keluarganya terhadap pelayanan yang
bermutu melalui pendidikan, konseling dan koordinasi dengan tenaga
kesehatan lain
k. Memelihara hubungan diantara anggota tim kesehatan untuk menjamin agar
kegiatan yang dilakukan anggota tim saling mendukung dan tidak tumpang
tindih
l. Berpartisipasi dalam aktivitas penelitian untuk mengembangkan
pengetahuan pelayanan kefarmasian di rumah.
(Depkes RI, 2008).
Jenis pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker,
meliputi sebagai berikut.
a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan
pengobatan
b. Identifikasi kepatuhan dan kesepahaman terapeutik
c. Penyediaan obat dan/atau alat kesehatan
d. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misal
cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin, dll
e. Evaluasi penggunaan alat bantu pengobatan dan penyelesaian masalah
sehingga obat dapat dimasukkan ke dalam tubuh secara optimal
f. Pendampingan pasien dalam penggunaan obat melalui infus/obat khusus
g. Konsultasi masalah obat
h. Konsultasi kesehatan secara umum
i. Dispensing khusus (misal : obat khusus, unit dose)
j. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat
termasuk alat kesehatan pendukung pengobatan
k. Pelayanan farmasi klinik lain yang diperlukan pasien
l. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah

(Depkes RI, 2008).


2.10 Swamedikasi
Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan sendiri. Seiring
dengan kemajuan teknologi dan perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung
kurang memperhatikan kesehatan, maka berkembangnya penyakit di masyarakat
tidak dapat dielakkan lagi. Berkembangnya penyakit ini mendorong masyarakat
untuk mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien
dalam hal biaya. Berkenaan dengan hal tersebut, swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil oleh masyarakat (Depkes RI, 2007).
Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhankeluhan dan
penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing,
batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain.
Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi
sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan
pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya. Dalam hal ini Apoteker
dituntut untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat
sehingga masyarakat dapat terhindar dari penyalahgunaan obat (drug abuse) dan
penggunasalahan obat (drug misuse). Masyarakat cenderung hanya tahu merk
dagang obat tanpa tahu zat berkhasiatnya (Depkes RI, 2007).

2.10.1. Faktor Penyebab Swamedikasi


a. Faktor Sosial Ekonomi
Seiring dengan meningkatnya pemberdayaan masyarakat, yang berdampak
pada semakin meningkatnya tingkat pendidikan, sekaligus semakin mudahnya
akses untuk memperoleh informasi, maka semakin tinggi pula tingkat ketertarikan
masyarakat terhadap kesehatan. Sehingga hal itu kemudian mengakibatkan
terjadinya peningkatan dalam upaya untuk berpartisipasi langsung terhadap
pengambilan keputusan kesehatan oleh masing-masing individu tersebut.
b. Gaya Hidup
Kesadaran tentang adanya dampak beberapa gaya hidup yang bisa
berpengaruh terhadap kesehatan, mengakibatkan banyak orang memiliki
kepedulian lebih untuk senantiasa menjaga kesehatannya daripada harus
mengobati ketika sedang mengalami sakit pada waktu-waktu mendatang.
c. Kemudahan Memperoleh Produk Obat
Saat ini, tidak sedikit dari pasien atau pengguna obat lebih memilih
kenyamanan untuk membeli obat dimana saja bisa diperoleh dibandingkan dengan
harus mengantri lama di Rumah Sakit maupun klinik.
d. Faktor Kesehatan Lingkungan
Dengan adanya praktik sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang benar
sekaligus lingkungan perumahan yang sehat, berdampak pada semakin
meningkatnya kemampuan masyarakat untuk senantiasa menjaga dan
mempertahankan kesehatannya sekaligus mencegah terkena penyakit.
e. Ketersediaan Produk Baru
Semakin meningkatnya produk baru yang sesuai dengan pengobatan sendiri
dan terdapat pula produk lama yang keberadaannya juga sudah cukup populer dan
semenjak lama sudah memiliki indeks keamanan yang baik. Hal tersebut langsung
membuat pilihan produk obat untuk pengobatan sendiri semakin banyak tersedia.
(Zeenot, 2013).
2.10.2. Obat dan Penggolannya Dalam Swamedikasi
Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Depkes RI, 2007). Golongan obat yang
dapat digunakan pada pengobatan sendiri adalah golongan obat bebas dan obat
bebas terbatas dan obat wajib apotek.
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

b. Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras
tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai
dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat
bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.

c. Obat Wajib Apotek (OWA)


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan NO. 347/ MENKES/SK/VII/1990
Tentang Obat Wajib Apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh
apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter.

Sesuai Permenkes NO. 919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang


dapat diserahkan tanpa resep adalah:
- Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak
di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
- Pengobatan sendiri dengan obat wajib apotek (OWA) tidak
memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
- Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus
melibatkan tenaga kesehatan, semisal dokter atau perawat.
- Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi
di Indonesia.
- Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri
2.11 Promosi Kesehatan
Menurut Green (Notoatmodjo, 2007), promosi kesehatan adalah segala
bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan
ekonomi, politik, dan organisasi, yang direncanakan untuk memudahkan perilaku
dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Green juga mengemukakan bahwa
perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposising factors), yang meliputi pengetahuan dan
sikap seseorang.
2. Faktor pemungkin (enabling factors), yang meliputi sarana, prasarana, dan
fasilitas yang mendukung terjadinya perubahan perilaku.
3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang
untuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang, peraturan-
peraturan dan surat keputusan.
Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan
dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi yang
dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang baik bagi
kesehatan. Pada dasarnya tujuan utama promosi kesehatan adalah untuk mencapai
3 hal, yaitu:
1) Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat
2) Peningkatan perilaku masyarakat
3) Peningkatan status kesehatan masyarakat
Dalam buku Promosi Kesehatan Notoatmodjo (2007) tujuan promosi
kesehatan terdiri dari 3 tingkatan, yaitu:
1) Tujuan Program
Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam periode waktu
tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
2) Tujuan Pendidikan
Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai untuk mengatasi masalah
kesehatan yang ada.
3) Tujuan Perilaku
Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus tercapai (perilaku yang
diinginkan). Oleh sebab itu tujuan perilaku berhubungan dengan pengetahuan
dan sikap.
a. Strategi Promosi Kesehatan
Berdasarkan rumusan dalam Notoatmodjo (2007), strategi promosi
kesehatan secara global terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Advokasi (advocacy)
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain
tersebut membantu atau mendukung terhadap tujuan yang akan dicapai.
Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para
pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai
tingkat, sehingga para pejabat tersebut dapat mendukung program kesehatan
yang kita inginkan.
2) Dukungan sosial (social support)
Strategi dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan
sosial melalui tokoh-tokoh formal maupun informal. Tujuan utama kegiatan
ini adalah agar tokoh masyarakat sebagai penghubung antara sektor kesehatan
sebagai pelaksana program kesehatan dengan masyarakat penerima program
kesehatan. Bentuk kegiatan dukungan sosial antara lain pelatihan-pelatihan
para tokoh masyarakat, seminar, lokakarya, bimbingan kepada tokoh
masyarakat dan sebagainya.
3) Pemberdayaan masyarakat (empowerment)
Pemberdayaan merupakan strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada
masyarakat langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
untuk diri mereka sendiri. Bentuk kegiatan ini antara lain penyuluhan
kesehatan, keorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam bentuk
koperasi, pelatihan-pelatihan untuk kemampuan peningkatan pendapatan
keluarga (Notoatmodjo, 2007).
b. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan
menurut Notoatmodjo (2007), meliputi:
a) Promosi kesehatan pada tingkat promotif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat pelayanan promotif adalah pada
kelompok orang sehat, dengan tujuan agar mereka mampu meningkatkan
kesehatannya.
b) Promosi kesehatan pada tingkat preventif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini selain pada orang yang sehat juga
bagi kelompok yang beresiko. Misalnya, ibu hamil, para perokok, para
pekerja seks, keturunan diabetes dan sebagainya. Tujuan utama dari promosi
kesehatan pada tingkat ini adalah untuk mencegah kelompok-kelompok
tersebut agar tidak jatuh sakit (primary prevention).
c) Promosi kesehatan pada tingkat kuratif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para penderita penyakit,
terutama yang menderita penyakit kronis seperti asma, diabetes mellitus,
tuberculosis, hipertensi dan sebagainya. Tujuan dari promosi kesehatan pada
tingkat ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak
menjadi lebih parah (secondary prevention).
d) Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif.
Sasaran pokok pada promosi kesehatan tingkat ini adalah pada kelompok
penderita atau pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit. Tujuan utama
promosi kesehatan pada tingkat ini adalah mengurangi kecacatan seminimal
mungkin. Dengan kata lain, promosi kesehatan pada tahap ini adalah
pemulihan dan mencegah kecacatan akibat dari suatu penyakit (tertiary
prevention) (Notoatmodjo, 2007).
c. Media Promosi Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2007) dalam bukunya promosi kesehatan dan ilmu
perilaku promosi kesehatan, terdapat beberapa media promosi kesehatan yang
biasa digunakan antara lain:
1. Media Leaflet
Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-kalimat
yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sederhana.
Ada beberapa yang disajikan secara berlipat. Leaflet digunakan untuk
memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah, misalnya deskripsi
pengolahan air di tingkat rumah tangga, gambaran tentang diare dan
penecegahannya, dan lain-lain. Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada
saat pertemuan-pertemuan dilakukan seperti pertemuan posyandu, kunjungan
rumah, dan lain-lain. Leaflet dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan
sederhana di tempat cetak seperti di photo-copy. Leaflet merupakan media
penyampaian informasi atau pesan melalui lembaran yang dilipat dengan
ukuran relatif kecil. Penyebarannya dilakukan dengan cara dibagi‐bagikan.
Kegunaan dan keunggulan dari media leaflet adalah:
1. Pembaca dapat mempelajari informasi yang diberikan secara mandiri.
2. Pembaca dapat melihat isinya pada saat santai.
3. Informasi dapat dibagikan kepada keluarga dan teman.
4. Dapat memberikan detail yang tidak memungkinkan disampaikan secara
lisan.
5. Sederhana dan dapat sangat murah
6. Pembaca dan pendidik dapat menggunakanya bersama-sama untuk
mempelajari informasi yang rumit.
Penggunaan leaflet juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:
1. Leaflet profesional sangat mahal
2. Leaflet tidak tahan lama dan mudah hilang.
3. Materi yang diproduksi massal dirancang untuk sasaran yang bersifat
umum, sehingga kemungkinan tidak cocok untuk semua orang.
4. Dapat diabaikan jika tidak didukung dengan keaktifan dari pendidik untuk
melibatkan responden dalam membaca dan menggunakan materi dari leaflet,
dalam memilih media mencakup 4 syarat, yaitu: kemudahan memperolehnya,
kemudahan dalam menggunakan, dapat digunakan berulang kali dan dalam situasi
yang berlainan, fleksibel.
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN KASUS
3.1. Problem Based Learning 1
3.1.1 Pemaparan Kasus
Anda adalah seorang Apoteker yang membuka usaha Apotek sendiri di
daerah Tanjung Benoa. Tanjung Benoa adalah daerah yang heterogen, padat
penduduk dan banyak wisatawan mancanegara yang menggunakan Bahasa
Asing/Inggris, banyak terdapat ibu hamil/ibu menyusui di sekitar Apotek
Anda.
Rancang lah :
1. Anda adalah Apoteker yang memiliki hak dan kewajiban melakukan praktek
profesi. Rancanglah papan apotek Anda, dan papan praktek Apoteker.
2. Standar Prosedur Operasional di apotek Anda, meliputi
₋ Pelayanan kefarmasian dengan resep
₋ Pelayanan kefarmasian dengan pengobatan sendiri / swamedikasi
₋ Pelayanan KIE
3.1.2 Penyelesaian Kasus
Rancangan pendirian usaha Apotek di daerah Tanjung Benoa meliputi
daftar kepegawaian, rancangan papan apotek, rancangan papan praktik apoteker,
dan standar prosedur operasional pekerjaan kefarmasian di Apotek. Nama Apotek
yang hendak dibangun yaitu Apotek Royal Farma. Apotek ini berlokasi di Jalan
Pratama No17, Tanjung Benoa, Badung.
A. Daftar Kepegawaian dari Apotek Royal Farma
1. Pemilik Sarana Apotek : I Dewa Ayu Yuliandari, S. Farm., M. Sc. Apt.
2. Apoteker Penanggung Jawab: A.A Istri Sri Hartani Dewandari, S. Farm.,Apt.
3. Apoteker Pendamping I : Komang Ayu Trisna Puteri, S. Farm., Apt.
4. Asisten Apoteker I : Agung Aryk Parta Febryana, S. Farm.
5. Asisten Apoteker II : Agus Febriana Putra, S. Farm.

B. Rancangan Papan Apotek dan Papan Praktik Apoteker


Berdasarkan peraturan Permenkes No. 9 tahun 2017 tentang Apotek,
rancangan papan nama apotek memuat paling sedikit informasi mengenai nama
apotek, nomor SIA, dan alamat Apotek. Peraturan ini juga mengatur mengenai
papan nama praktik apoteker yaitu paling sedikit memuat informai mengenai
nama Apoteker, nomor SIPA, dan Jadwal Praktik Apoteker. Rancangan papan
nama praktik Apoteker dari Apotek Royal Farma berdasarkan pada surat
keputusan pengurus pusat Ikatan Apoteker Indonesia No.
PO.005/PP.IAI.1418/VII/2014 dan diselarasakan dengan peraturan terbaru yaitu
SE. HK. 02.02/MENKES/24/2017 mengenai isi dari papan nama praktik
Apoteker. Desain papan praktek apoteker menurut surat keputusan pengurus
Ikatan Apoteker Indonesia Nomor: PO. 005/PP.IAI/1418/VII/2014) yaitu:
1. Apoteker yang menyelenggarakan praktik kefarmasian di Apotek wajib
memasang papan nama praktik.
2. Papan nama praktik berukuranpanjang 80 cm dan lebar 60 cm
3. Bahan material pembuatan Papan nama dapat berupa:
₋ kayu atau sejenis
₋ Kanvas
₋ Sticker Vinyl
₋ Flexi Outdoor
4. Papan nama praktik sebagaimana dimaksud harus memuat :
₋ Logo Ikatan Apoteker Indonesia
₋ Nama dan atau sebutan professional sesuai Surat Ijin Praktik Apoteker
(SIPA)
₋ Nomor Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA)
₋ Nomor Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
₋ Hari dan jam praktik.
₋ Nama, alamat dan nomor telepon Apotek
5. Selain Logo IAI dan tulisan sebagaimana poin (4), tidak dibenarkan
menambahkan tulisan lain atau gambar
6. Papan nama praktik memiliki dasar putih, tulisan hitam dan apabila
diperlukan, papan nama tersebut boleh diberi penerangan yang tidak bersifat
iklan
7. Papan nama praktik dipasang pada bangunan apotek (dinding atau kaca)
yang dapat terlihat dengan jelas dari luar apotek.

Desain papan praktek apoteker juga diselaraskan dengan peraturan terbaru


yaitu SE. HK.02.02/MENKES/24/2017 yaitu setiap apoteker yang menjalankan
pekerjaan kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian wajib memasang papan
nama praktik yang mencantumkan: Nama Apoteker, SIPA/SIA dan Waktu praktik
(hari/jam).
Berdasarkan ketentuan tersebut, dibuat rancangan Papan Apotek yang dapat
dilihat pada gambar 3.1 dan Papan Praktik Apoteker yang dapat dilihat pada
gambar 3.2, dan gambar 3.3.

Gambar 3.1 Rancangan Papan Nama Apotek Royal Farma


Gambar 3.2 Rancangan Papan Praktik Apoteker Penanggung Jawab di
Apotek Royal Farma

Gambar 3.3 Rancangan Papan Praktik Apoteker Pendamping di Apotek


Royal Farma
C. Rancangan Standar Prosedur Operasional
1. Dasar Perancangan SPO
Standar Prosedur Operasional dibuat berdasarkan perundang-undangan dan
peraturan yang mengatur pekerjaan kefarmasian yang meliputi;
a. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
Pasal 1: (1) Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian
mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional.
Pasal 21: (2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter
dilaksanakan oleh Apoteker.
b. Peraturan Menteri kesehatan no 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek.
Pasal 2: Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi
tenaga kefarmasian, dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan
obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
Pasal 3: Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi: Pengkajian Resep; Dispensing; Pelayanan Informasi Obat;
Konseling; Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Dispensing: Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau
pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien
yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan
Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 919/Menkes/Per/X/1993 Tentang
Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep.
Obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria:
₋ Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun
₋ Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit.
₋ Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
₋ Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia
₋ Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
d. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/Menkes/Per/VI/2000,
yang dimaksud dengan obat bebas dan obat bebas terbatas yaitu:
₋ Obat Bebas (obat OTC: Over The Counter) merupakan obat yang ditandai
dengan lingkaran berwarna hijau dengan tepi lingkaran berwarna hitam.
Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat gosok,
beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat golongan ini
dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat dan warung.
₋ Obat Bebas Terbatas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran
berwarna biru dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat ini juga dapat
diperoleh tanpa resep dokter di Apotek dan toko obat. Obat-obat yang
umumnya masuk dalam golongan ini antara lain obat batuk, obat
influenza, obat-obat antiseptik dan tetes mata untuk iritasi ringan. Pada
kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang bertanda kotak
kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan
tulisan sebagai berikut:
P.No. 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya.
P.No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.
P.No. 3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
P.No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
P.No. 5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan
Penggunaan Obat bebas dan Obat bebas terbatas lebih terperinci dijelaskan
dalam Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas yang disusun oleh
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan
Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI 2007.
e. Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum dalam:
₋ Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang
Obat Wajib Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
₋ Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 2
₋ Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 3
2. Standar Prosedur Operasional
Terlampir.
3.2. Problem Based Learning 2
3.2.1 Pemaparan Kasus
Apotek Anda sudah berdiri dan sudah dilakukan acara “Grand Opening”.
Saat ini Anda siap bertugas sebagai Apoteker di Apotek tersebut. Hari ini Anda
didatangi oleh seorang pasien yang membawa resep asli, yaitu :

DARMA, 20 TAHUN
DENPASAR

Case Study
Seorang pasien laki-laki, 20 tahun, BB 60 kg, datang ke RS dengan keluhan
hidung tersumbat (+), meler (+) lendir hidung berwarna bening, sakit kepala (+),
terasa sakit pada kerongkongan (+). Awalnya pasien merasa sulit menelan 2 hari
yang lalu, kemudian hari ini mulai terasa hidung tersumbat. Hasil pemeriksaan
area epiglottis memerah. Pasien tidak mengalami mual, tidak muntah, merasa
lemas dan kurang enak badan. Pasien tidak mengalami demam. Riwayat penyakit
tidak ada. Riwayat penggunaan obat tidak diketahui.

3.2.2 Penyelesaian Kasus


Berdasarkan pada Standar Prosedur Operasional Pelayanan Resep di Apotek

PENERIMAAN SKRINNING

Administrasi Farmasetis Klinis

Jika ada
Penetapan Komunikasi dengan
ada/tidaknya DRP dokter,

a. Diperiksa kebenaran pasien yang tertera pada resep meliputi nama, umur
dan alamat pasien. Jika terdapat ketidaksesuaian, dilakukan konfirmasi pada
dokter penulis resep atau resep ditolak.
b. Diperiksa kelengkapan resep sesuai dengan daftar tilik skrining resep dan
apabila meragukan segera hubungi dokter.
c. Dilakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu bentuk sediaan, dosis,
frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
obat.
d. Dilakukan kajian aspek klinis dengan cara melakukan patient assessment
yaitu adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi,
jumlah obat, dan kondisi khusus lainnya), keluhan pasien dan hal lain yang
terkait dengan kajian aspek klinis.
e. Ditetapkan ada tidaknya permasalah terkait obat atau Drug Related
Problem.
Berikut adalah hasil skrining resep dan patient assessment yang dilakukan.
A. Pembacaan Resep
Adapun hasil pembacaan resep oleh Apoteker adalah sebagai berikut:

RUMAH SAKIT MATA BALI MANDARA


Jl. Maruti No. 10 Telp. 0361-416082
Jl. Angsoka No. 8 Telp. 0361-243350
Denpasar
Tgl. 07 / 05 / 16 .

R/ Zibramax 500 mg No. III


S. 1.d.d.1

R/ Lapifed No. X
S. 3.d.d. 1

R/ Lameson 4 mg No. X
S. 3.d.d. 1

Nama : Darma
Umur : 20 tahun
Alamat : Denpasar

Dari hasil pembacaan resep diperoleh, pasien Darma (laki-laki) usia 20


tahun diresepkan tiga jenis sediaan pada tanggal 7 Mei 2016 oleh dr. spesialis
THT pada Rumah Sakit Mata Bali Mandara. Adapun obat yang diresepkan
adalah:
a. Zibramax 500mg sebanyak 3 tablet
b. Lapifed sebanyak 10 tablet
c. Lameson 4 mg sebanyak 10 tablet
Selanjutnya dilakukan proses skrining resep berdasarkan pada daftar tilik
skrining resep.
B. Skrining Resep
DAFTAR TILIK SKRINING RESEP (DTSR)
NAMA APOTEK : Apotek Royal Farma
ALAMAT APOTEK : Jalan Pratama No. 17, Tanjung Benoa, Badung
APOTEKER : A.A Istri Sri Hartani Dewandari, S.Farm., Apt

Nomor Kode : 001 Tanggal : 7-05-2016.


Resep/Skrining

Skrining 1 (Asal-usul Resep) Fakta


1. Dari Dokter : Dokter Spesialis √ Valid Invalid Meragukan
THT
RS Mata Bali
Mandara
2. Alamat dokter : Jl. Maruti No. 10 √ Valid, clear Invalid Meragukan
Denpasar
3. SIP Dokter : Tidak Ada Valid Invalid √ Meragukan

Masih berlaku Kadaluwarsa


4. Td tgn/Paraf dokter : Ada √ Valid Invalid Meragukan

5. Tanggal penulisan Ada √ Valid Invalid Meragukan

Keputusan Apoteker √ Lolos Tolak

Skrining 2 (Asal-usul Pasien) Fakta


6. Nama Pasien : Darma √ Valid Invalid Meragukan

7. Umur Pasien : 20 tahun √ Valid Invalid Meragukan

8. Jenis kelamin : Laki-laki / √ OKE


Perempuan
9. Berat Badan : - Valid √ Invalid Meragukan
(tuliskan)
10. Tinggi Badan : - Valid √ Invalid Meragukan
(tuliskan)
11. Alamat Jelas : Denpasar √
(tuliskan)
Keputusan Apoteker √ Lolos Tolak
Skrining 3 (Obat-obat yang diminta)
12. Nama Btk. Jumlah
Nama Generik Kekuatan Dosis Dosis Terapi (pustaka)
dagang Sediaan (tablet(
Zibramax Azitromycin Tablet 500 mg 500 mg 3 1 x sehari 1 tablet selama
3 hari
Lapifed Triprolidine HCl Tablet - Triprolidine 10 3 x sehari 1 tablet
Pseudoefedrin HCl HCl 2,5 mg
Pseudoefedrin
HCl 60 mg
Lameson Methyprednisolon Tablet 4 mg 4 mg 10 4 mg – 48 mg sehari

Skrining 4 (Spesifikasi Permintaan) Fakta Permintaan


13. Permintaan Cara Pakai Obat Per oral atau diminum
14. Permintaan Aturan Pakai Obat Zibramax diminum 1 x sehari 1 tablet, Lapifed diminum 3 x sehari
1 tablet, dan Lameson diminum 3 x sehari 1 tablet
15. Permintaan Cara penyiapan Obat Disiapkan zibramax sebanyak 3 tablet, lapifed sebanyak 10 tablet,
dan lameson sebanyak 10 tablet
16. Informasi √ Tidak Ada Ada, sebutkan
khusus/lainnya

Skrining 5 (Analisis Kesesuaian Farmasetis)  Sesuaikan dengan Skrining 4


17. Kesesuaian bentuk sediaan dan stabilitas obat √ Sesuai Tidak sesuai
18. Kesesuaian antara potensi dan dosis √ Sesuai Tidak sesuai
19. Inkompatibilitas √ Kompatibel Inkompatibel
20. Cara Pakai Obat √ Benar Tidak benar
21. Aturan Pakai Obat dan Lama Pemberian √ Benar Tidak benar
Sikap Apoteker Hasil komunikasi
22. Konfirmasi ke dokter Ya, Perlu
23. Komunikasi ke pasien Ya, perlu
Keputusan Apoteker √ Lanjut Ditunda Ditolak

Skrining 6 (Analisis Pertimbangan Klinis)  Sandingkan dengan PMR Pasien pada kunjungan2 sebelumnya
24. Adanya riwayat alergi pada pasien Ada √ Tidak ada
25. Reaksi atas efek samping penggunaan Ada / Pernah √ Tdk Ada / Tdk
Pernah
26. Interaksi antar komponen obat Ada masalah √ Tdk ada masalah
27. Kesesuaian dosis dengan kondisi pasien √ Sesuai Tidak sesuai
28. Hal-hal khusus terhadap pasien √ Tidak ada Ada, sebutkan
Sikap Apoteker Hasil komunikasi
29. Konfirmasi ke dokter Ya, Perlu
30. Komunikasi ke pasien √ Ya, perlu Gejala sakit kepala yang dirasakan pasien, apakah mengganggu.
Keputusan Apoteker √ Lanjut Ditunda Ditolak

Catatan Tambahan Apoteker menanyakan informasi terkait berat badan dan tinggi badan pasien
DAFTAR TILIK SKRINING RESEP (DTSR)

Nama pasien : Darma (20 Tahun)


Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Denpasar

Skrining Masalah Tindakan


Administratif 1. Asal-usul resep: 1. Asal-usul resep:
Nama dokter dan SIP Resep tetap diterima
dokter tidak tertera pada karena sudah dijelaskan
resep. bahwa resep berasal dari
poli THT Rumah Sakit
2. Asal-usul pasien: Mata Bali Mandara. Bila
Tidak tertera data berat perlu melakukan
badan dan tinggi badan konfirmasi kepada rumah
pasien sakit terkait ada/tidaknya
dokter spesialis THT.

2. Asal-usul pasien:
Melakukan penggalian
informasi kepada pasien
atau keluarga pasien
terkait berat badan dan
tinggi badan pasien yang
akan berpengaruh pada
perhitungan dosis obat
yang diterima pasien.
Farmasetis 1. Informasi sediaan 1. Sediaan yang diminta
yang diberikan pada resep sudah jelas,
yaitu Zibramax, Lapifed
dan Lameson
2.Kesesuaian kekuatan 2 . Kekuatan dan dosis
masing-masing sediaan
dan dosis yang diberikan telah
sesuai

Klinis Anamnesa kefarmasian Dijelaskan di sub


untuk mengetahui bahasan skrining klinis
presumtif diagnosis
pasien sehingga dapat
dilakukan analisa POR

2.3 Skrining Klinis


Jenis Obat Indikasi Penggunaan
Terkait Kasus

Zibramax 500 mg Mengobati berbagai Pengobatan infeksi,


macam infeksi akibat dimana tanda infeksi
bakteri, seperti infeksi berupa: epiglottis
telinga, kelamin, kulit. memerah.

Lapifed Meringankan gejala- Pengobatan gejala


gejala yg menyertai selesma yang diderita
selesma (batuk pilek), pasien.
sinusitis & kondisi alergi.
Lameson 4 mg Meringankan peradangan, Meringankan
alergi dan reaksi imunitas peradangan, alergi.
yang merugikan, seperti
pada radang sendi dan
rematik, urtikaria
(biduran), rinitis alergi,
asma, eksim dan penyakit
kulit.

C. Patient Assessment
Setelah dilakukan proses skrining terhadap resep yang dibawa oleh pasien,
apoteker selanjutnya melakukan patient assessment terhadap pasien yaitu dengan
melakukan penggalian informasi kesehatan (anamnesa) pasien. Patient
Asssessment (History talking) merupakan tahapan pelayanan kefarmasian yang
dilakukan oleh apoteker untuk menggali informasi kesehatan (anamnesa) kepada
pasien. Apoteker dapat menggali informasi terkait dengan resep yang dibawa oleh
pasien dengan menanyakan keluhan-keluhan yang dirasakan pasien. Keluhan-
keluhan yang dirasakan pasien selanjutnya akan dicocokkan dengan terapi yang
diberikan oleh dokter penulis resep. Dalam kasus ini, assesment yang dilakukan
dapat berupa percakapan sebagai berikut: (A) Apoteker; (P) Pasien
A : “Selamat siang Pak, selamat datang di apotek Royal Farma. Perkenalkan
saya Gung Sri apoteker yang bertugas di apotek ini. Apakah ada yang bisa
saya bantu pak?”

P : “Siang Bu. Saya hendak menebus resep ini Bu”

A : “Apakah boleh saya lihat resepnya terlebih dahulu pak?”

P : “Iya bu silahkan”

A : “Apakah resep ini diperuntukkan untuk bapak sendiri? Atas nama


Darma ya pak?”

P : “Ya betul Bu, resep ini untuk saya sendiri”

A : “Jika saya boleh tahu, kapan bapak diberikan resep ini oleh dokter?”

P : “Tadi pagi saya periksa diri ke dokter bu, karena saya tidak memiliki
cukup waktu untuk mengantri menebus resep di rumah sakit jadi saya baru
menebus resep ini sekarang”

A : “Keluhan apa yang bapak rasakan saat periksa ke dokter tadi?”

P : “2 hari yang lalu saya merasa sulit menelan, kemudian mulai terasa
hidung tersumbat, meler, ada lendirnya berwarna bening, kerongkongan
juga terasa sakit dan sakit kepala sampai sekarang”

A : “Baik pak, lalu pada saat itu apakah dokter melakukan pemeriksaan lain
terhadap kondisi bapak?”

P : “Saat itu saya diminta untuk membuka mulut, dan dokter bilang ada
kemerahan di kerongkongan saya”

A : “Baik bapak. Selain itu apakah saat ini bapak merasa mual atau bahkan
merasa ingin muntah?”
P : “Tidak bu. Hanya saja saya merasa lemas dan kurang enak badan”

A :“Apakah bapak sudah pernah mengalami keluhan seperti ini


sebelumnya?”

P : “Tidak Bu”

A : “Apakah saat ini bapak sedang mengkonsumsi obat tertentu atau vitamin
pak?”

P : “Tidak ada Bu”

A : “Apakah bapak memiliki riwayat alergi obat? Misalnya setelah


mengkonsumsi obat tertentu bapak mengalami kemerahan disertai gatal-
gatal?”

P : “Tidak ada bu”

A : “Baik pak. Jika boleh saya tahu berapa tinggi badan dan berat badan
bapak sekarang?”

P : “Tinggi saya 165 cm, kebetulan 2 hari yang lalu saya sempat menimbang,
berat saya 60 kg Bu”

A : “Jika boleh tahu apa pekerjaan atau kesibukan bapak sehari-hari saat
ini?”

P : “Saya sibuk kuliah Bu, akhir-akhir ini saya memang sedang banyak
kegiatan dikampus, saya berpikir karena itu mungkin saya mengalami ini”

A : “Begitu ya pak, baik bapak, terimakasih informasinya. Obatnya akan


saya siapkan terlebih dahulu, ini nomor antriannya ya pak, mohon
ditunggu sebentar pak”

P : “Oke terimakasih”
D. Kesimpulan Skrining Resep dan Patient Asessment
Berdasarkan hasil skrining resep (meliputi skrining administratif, farmasetis
dan klinis) serta patient assessment yang dilakukan kepada pasien, terdapat
beberapa masalah, yaitu:
1. Tidak terdapat nama dan SIP dokter, namun dicantumkan bahwa resep
berasal dari seorang dokter spesialis THT pada sebuah rumah sakit.
2. Tidak terdapat tinggi dan berat badan pasien.
Berdasarkan konfirmasi yang dilakukan kepada dokter dan pasien yang
bersangkutan, dapat disimpulkan bahwa resep dinyatakan valid dan dapat dilayani
oleh Apoteker.

3.3. Problem Based Learning 3


3.3.1 Pemaparan Kasus
Sebagai seorang Apoteker, Anda telah melakukan tahapan skrining resep
dan patient assessment terhadap resep yang dibawa oleh pasien Anda. Sebelum
melakukan tahapan compounding dan dispensing sediaan obat, Anda melakukan
langkah identifikasi masalah terkait obat dan melakukan penyelesaian masalah
terkait obat pada resep tersebut, dimana hal tersebut merupakan bagian dari
pelayanan kefarmasian yang Anda lakukan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien (quality of patient’s life)
1. Jelaskan managemen terapi pada pasien berdasarkan diagnosis yang ada
dan acuan Guideline yang Anda temukan.
2. Lakukan identifikasi masalah terkait obat pada resep tersebut
3. Jelaskan penyelesaian atas identifikasi masalah terkait obat yang
tersedia.
4. Rancanglah rekomendasi terapi penyelesaian masalah terkait obat.
5. Jelaskan unsur-unsur penggunaan obat rasional pada pasien tersebut.
3.3.2 Penyelesaian Kasus
A. Manajemen Terapi Pada Pasien Berdasarkan Diagnosis dan Acuan
Guideline
I. Guideline Terapi
Epiglotis merupakan tulang rawan yang tipis, fleksibel, berbentuk daun
dan fibroelastik. Tulang rawan ini berfungsi sebagai katup pada pita suara (laring)
dan tabung udara (trakea) yang akan menutup selama proses menelan
berlangsung. Epiglotitis adalah kondsi inflamasi pada area epiglotis dan struktur
sekitarnya termasuk lipatan-lipatan aryepiglotis dan jaringan lunak arytenoids.
Pada 75%-90% kasus epiglotitis pada anak disebabkan oleh Haemophilus
influenza type B (Hib). Patogen lain yang dapat mnyebabkan epiglotitis adalah
Streptococcus group A, B dan C, Streptococcus pneumoniae, Klebsiella
pneumoniae, Candida albicans, Staphylococcus aureus, Haemophilus
parainfluenzae, Neisseria Meningitidis dan Varicella zoster. Pada orang dewasa
epiglotitis banyak disebabkan oleh Streptococcus. Epiglotitis menggambarkan
suatu infeksi yang sangat cepat dan progresif yang menyebabkan peradangan pada
area jaringan epiglotis dan sekitarnya yang dapat menyebabkan penyumbatan
mendadak dari saluran pernafasan bahkan dapat menyebabkan kematian
(Abdallah, 2012).
Banyak tanda dan gejala yang dapat terjadi pada epiglotitis dan gejalanya
dapat berekembang pesat. Gejala klinis epiglotitis yang paling umum adalah sakit
tenggorokan ringan, sulit menelan atau infeksi saluran pernafasan atas. Hal ini
disebabkan karena infeksi bermula di saluran pernafasan atas kemudian infeksi
bergerak ke bawah yaitu ke area epiglotis. Berdasarkan assement terhadap pasien,
pasien mengalami infeksi pada area epiglotitis. Gejala epiglotitis yang dialami
pasien yaitu infeksi saluran pernafasan atas dengan tanda dan gejala seperti rinore
(ingus bening, encer dan banyak), hidung tersumbat (menetap/berganti-ganti);
radang tenngorokan; sulit menelan dan area epiglotis memerah. Penyakit penyerta
seperti sakit kepala berhubungan dengan tekanan hidung dan sinus akibat
sumbatan yang berat, kelelahan dan gejala radang tenggorokan (Rawati, dkk.,
2001).
Tujuan utama penatalaksanaan epiglotitis adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup pasien dengan mencegah penyakit berkembang
secara cepat (Depkes RI, 2009). Tujuan secara khusus penatalaksanaan epiglotitis
adalah:
- Mencegah infeksi berkembang menjadi kondisi semakin parah dan
menyebabkan penyumbatan jalan nafas
₋ Perbaikan kualitas hidup penderita sehingga dapat menjalankan aktifitas
sehari-hari.
₋ Mengurangi efek samping pengobatan.
₋ Edukasi penderita untuk meningkatkan ketaatan berobat dan kewaspadaan
terhadap penyakitnya. Termasuk dalam hal ini mengubah gaya hidup
seperti mengatur pola asupan makanan yang bergizi, olahraga dan
menghindari stres.

Gambar 3.4. Algoritma terapi Epiglotitis (Gauri et al, 2009).


Berdasarkan algoritma terapi diatas, tatalaksana terapi pada epiglotitis yaitu:
1. Tentukan kondisi pasien yang dicurigai epiglotitis
2. a. Apabila pasien memenuhi kriteria kuat tergolong epiglotitis, lanjutkan
dengan pemeriksaan laringoskopi dengan atau tanpa dilakukan intubasi.
Segera ambil kultur dari epiglotis dan darah. Berikan pengobatan.
b. Apabila pasien tidak memenuhi kriteria kuat tergolong epiglotitis, lakukan
radograf pada leher dan pemeriksaan patologi lainnya. Apabila hasil evaluasi
menunjukkan epiglotitis, berikan pengobatan.
3. Pengobatan dapat diberikan berupa antibiotik dan steroid. Obati pula penyakit
yang mendasari kondisi ini. Tetap lakukan intubasi kepada pasien (bila perlu)
hingga kondisi pasien membaik.
4. Apabila kondisi pasien membaik, lanjutkan pemberian steroid dan pemberian
antibiotik selama 10-14 hari.
5. Apabila kondisi pasien tidak membaik, segera pertimbangkan kemungkinan
munculnya komplikasi infeksi atau diagnosis lain terkait kondisi pasien.

B. Terapi dan Monitoring


I. Terapi Farmakologi
Obat- obat yang digunakan pengobatan epiglotitis adalah sebagai berikut:
A. Infeksi Epiglotis
Pemberian antibiotik empiris untuk kelompok epiglotitis yang disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae grup A, Staphylococcus pyogenes, dan
Haemophilus influenzae dapat diberikan golongan sefalosporin generasi
ketiga atau asam amoksisilin / klavulanat karena meningkatnya resistensi
terhadap ampisilin.
1. Ceftriaxone
Ceftriaxone merupakan antibiotik pilihan utama untuk epiglotitis. Obat ini
berasal dari golongan sefalosporin generasi ketiga dengan aktivitas spektrum
luas terhadap bakteri gram negatif dan/atau positif. Mekanisme kerjanya
adalah dengan menghambat sintesis dinding bakteri sehingga pertumbuhan
bakteri terganggu.
2. Ampisilin dan Sulbaktam
Ampisilin dengan sulbaktam adalah kombinasi obat penghambat beta-
laktamase dengan ampisilin. Kombinasi ini bekerja dengan mengganggu
sintesis dinding sel bakteri selama proses replikasi aktif sehingga
menyebabkan aktivitas bakterisida terhadap organisme menjadi rentan.
3. Kloramfenikol
Jenis golongan antibiotik ini digunakan apabila pasien alergi terhadap
golongan penicillin dan sefalosporin. Agen ini berikatan dengan subunit
bakteri-ribosom 50S dan menghambat pertumbuhan bakteri dengan
menghambat sintesis protein. Kloramfenikol efektif melawan bakteri gram
negatif dan gram positif.
4. Cefuroxime
Cefuroxime adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi kedua
dengan aktivitas melawan bakteri gram positif dan beberapa bakteri gram
negatif, termasuk Haemophilus influenzae. Cefuroxime berikatan dengan
protein penicillin-binding dari bakteri dan menghambat langkah
transpeptidation akhir dari sintesis peptidoglikan, yang mengakibatkan
kematian dinding sel dari bakteri.
5. Clindamycin
Clindamycin adalah antibiotik semisintetik yang dihasilkan oleh 7 (S) -
chloro-substitusi dari 7 (R) -hidroksil kelompok dari senyawa induk
lincomycin. Agen ini menghambat pertumbuhan bakteri, mungkin dengan
menghalangi disosiasi peptidyl tRNA dari ribosom, menyebabkan sintesis
protein RNA bergantung pada penangkapan. Klindamisin didistribusikan
secara luas di dalam tubuh, tanpa penetrasi sistem saraf pusat. Agen ini terikat
dengan protein dan dikeluarkan oleh hati dan ginjal.
(Medscape, 2018).
B. Pengobatan gelaja simptomatis
1. Antihistamin
Antihistamin merupakan pilihan pertama untuk pengobatan rhinitis Secara
garis besar dibedakan atas antihistamin H1 klasik dan antihistamin H1
golongan baru. Antihistamin H1 klasik seperti Diphenhydramine, Tripolidine,
Chlorpheniramine dan lain-lain. Sedangkan antihistamine generasi baru
seperti Terfenadine, Loratadine, Desloratadine dan lain-lain. Desloratadine
memiliki efektifitas yang sama dengan Montelukast dalam mengurangi gejala
rhinitis yang disertai dengan asma. Levocetirizine yang diberikan selama 6
bulan terbukti mengurangi gejala rinitis alergi persisten dan meningkatkan
kualitas hidup pasien rinitis alergi dengan asma.
2. Aspirin
Aspirin merupakan obat untuk mengatasi demam dan merdakan nyeri
ringan sampai sedang dari kondisi seperti nyeri otot, sakit gigi, pilek dan sakit
kepala. Obat ini bekerja dengan menghambat zat alami tertentu di dalam
tubuh untuk mengurangi nyeri dan bengkak.
3. Dekongestan hidung
Obat-obatan dekongestan hidung menyebabkan vasokonstriksi karena
efeknya pada reseptor reseptor α-adrenergik. Efek vasokonstriksi terjadi
dalam 10 menit, berlangsung selama 1 sampai 12 jam. Pemakaian topikal
sangat efektif menghilangkan sumbatan hidung, tetapi tidak efektif untuk
keluhan bersin dan rinore. Pemakaiannya terbatas selama 10 hari. Kombinasi
antihistamin dan dekongestan oral dimaksud untuk mengatasi obstruksi
hidung yang tidak dipengaruhi oleh antihistamin.
4. Kostikosteroid
Pemakaian sistemik kadang diberikan peroral atau suntikan sebagai depo
steroid intramuskuler. Data ilmiah yang mendukung relatif sedikit dan tidak
ada penelitian komparatif mengenai cara mana yang lebih baik dan
hubungannya dengan dose response. Kortikosteroid oral sangat efektif dalam
mengurangi gejala rhinitis alergi terutama dalam kondisi akut. Efek samping
sistemik dari pemakaian jangka panjang kortikosteroid sistemik baik peroral
atau parenteral dapat berupa osteoporosis, hipertensi, memperberat diabetes,
supresi dari hypothalamic-pituitary-adrenal axis, obesitas, katarak, glukoma,
cutaneous striae. Efek samping lain yang jarang terjadi adalah sindrom
Churg-Strauss. Pemberian kortikosteroid sistemik dengan pengawasan
diberikan pada kasus asma yang disertai tuberkulosis, infeksi parasit, depresi
yang berat dan ulkus peptikus. Pemakaian kortikosteroid topikal (intranasal)
untuk rinitis alergi seperti Beclomethason dipropionat, Budesonide,
Flunisonide acetate fluticasone dan Triamcinolone acetonide dinilai lebih
baik karena mempunyai efek antiinflamasi yang kuat dan mempunyai afinitas
yang tinggi pada reseptornya, serta memiliki efek samping sistemik yang
lebih kecil. Tapi pemakaian dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan mukosa hidung menjadi atropi dan dapat memicu tumbuhnya
jamur.
6. Antikolinergik
Perangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan sekresi
kelenjar. Antikolinergik menghambat aksi asetilkolin pada reseptor
muskarinik sehingga mengurangi volume sekresi kelenjar dan vasodilatasi.
Ipratropium bromida, yang merupakan turunan atropin secara topikal dapat
mengurangi hidung tersumbat atau bersin.
(Depkes RI, 2005).
II. Terapi Non-Farmakologi
Perawatan radang tenggorokan yang dapat dilakukan dirumah adalah
dengan cara alami misalnya berkumur dengan air garam (garam dapur dicampur
dengan air hangat dan digunakan untuk berkumur). Minum banyak cairan
merupakan salah satu hal penting karena kondisi sulit ketika menelan dapat
menyebabkan penurunan asupan cairan. Pilh cairan berkualitas tinggi seperti sup
kaldu (menggantikan kehilangan baik garam atau air) dan cairan gula (membantu
tubuh menyerap cairan lebih cepat). Hindari konsumsi kafein karena dapat
memperburuk hilangnya cairan tubuh. Rasa lemas dapat diatasi dengan
beristirahat yang cukup dan menambah waktu tidur (Ikawati, 2011).

III. Monitoring
Monitoring terhadap pasien bertujuan untuk memantau efektifitas terapi
yang disarankan dan efek samping yang mungkin muncul (Adverse Drug
Reaction). Monitoring dan evaluasi perlu dilakukan untuk melihat dan
meningkatkan keberhasilan terapi. Pelaksanakan kegiatan ini memerlukan
pencatatan data pengobatan pasien (medication record). Monitoring akan
membantu untuk melakukan penanganan lebih lanjut kepada pasien dan
meningkatkan kualitas kesehatan pasien.
a. Efektivitas Terapi
Monitoring efektivitas terapi dapat dilakukan dengan melihat kondisi dari
gejala penyakit pasien apakah sudah membaik, ataukah dengan menanyakan
masih atau tidaknya demam, batuk, pilek, nyeri saat menelan dan lemas yang
dialami oleh pasien.
Monitoring juga dilakukan terhadap kepatuhan pasien mengkonsumsi obat
terutama obat yang tergolong antibiotik, karena kepatuhan pasien akan
berpengaruh terhadap efektifitas terapi. Merupakan tanggung jawab apoteker
dalam memastikan penggunaan antibiotika secara rasional. Prioritas diberikan
untuk menyusun kebijakan tentang penggunaan antibiotika yang akan
berdampak pada outcome terapi yang optimal di samping meminimalkan
penyebaran strain mikroorganisme yang resisten (Depkes RI, 2005).
Apoteker menghubungi pasien kembali pada hari ke 2, dimana pada hari ke
3 pasien harus melakukan kontrol kembali ke dokter untuk memastikan infeksi
yang dialami pasien.Apoteker menanyakan mengenai keadaan pasien, apakah
keluhan hidung gatal, bersin-bersin, lendir encer dan hidung tersumbat yang
dialami sudah hilang atau masih dirasakan. Bila pasien masih merasakan
keluhanya, maka apoteker dapat menganjurkan pasien untuk kembali periksa ke
dokter.
b. Efek Samping Obat
Monitoring efek samping terapi dapat dilakukan dengan menanyakan ada
atau tidaknya gejala-gejala yang membuat pasien tidak nyaman yang timbul
setelah mengkonsumsi obat zibramax, lapifed dan lameson, seperti diare,
kembung, mual, muntah, dan gelisah.

C. Unsur-Unsur Penggunaan Obat Rasional


Penggunaan obat yang rasional adalah bila pasien menerima obat yang
sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga
terjangkau untuk pasien dan masyarakat. Salah satu penilaian untuk penggunaan
obat yang rasional dapat dinilai dengan metode SOAP.
I. Metode SOAP
A. Subjektif
Nama Pasien : Darma
Umur : 20 tahun
Keluhan : Hidung tersumbat, meler, lendir hidung, sakit kepala, terasa sakit
kerongkongan
B. Objektif
Hasil pemeriksaan oleh dokter ditemukan area epiglottis pasien memerah.
C. Assesment
Tahap selanjutnya adalah assessment. Pada tahap ini, Apoteker dapat
melakukan penilaian terhadap kondisi klinis yang dialami pasien (anamnesa) yang
disesuaikan dengan analisis 4T1W dan identifikasi Drug Related Problem untuk
menganalisa penggunaan obat yang rasional pada kondisi pasien yaitu hidung
tersumbat, meler, lendir hidung berwarna bening, sakit kepala, terasa sakit pada
kerongkongan dan epiglottis memerah.
II. Penilaian Obat yang Rasional
A. Tepat Indikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnose dokter.
Indikasi yang digunakan adalah indikasi yang sesuai dengan kategori farmakologi
dari masing-masing obat. Penilaian kesesuaian kondisi klinis yang dialami pasien
(anamnesa) dan obat yang diresepkan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1. Hasil Anamnesa Kefarmasian Apoteker.
Indikasi / Use yang Analisa
Anamnesa Kefarmasian
Jenis Obat DimungkinkanTer Subjektif dan
Sementara
kait Kasus Objektif
Pengobatan infeksi, Subjektif: Zibramax merupakan
Zibramax
dimana tanda infeksi Pasien merasakan golongan antibiotik makrolida
berupa: epiglottis sakit pada yang dapat digunakan untuk
memerah. tenggorokan mengobati berbagai macam
infeksi akibat bakteri, seperti
Objektif: infeksi telinga, kelamin dan
Hasil pemeriksaan kulit. Namun pada kasus ini
dokter ditemukan pasien mengalami sedikit
area epiglottis tanda-tanda infeksi seperti
pasien memerah. epiglottis memerah sehingga
pemberian zibramax tepat
indikasi.

Pengobatan gejala Subjektif : Pasien Meringankan gejala-gejala yg


Lapifed
selesma yang mengeluh hidung menyertai selesma (batuk
diderita pasien. tersumbat, meler, pilek), sinusitis, & kondisi
lendir hidung alergi. Pemberian lapifed
berwarna bening, tepat indikasi.
sakit kepala.
Lameson Meringankan Subjektif: Lameson merupakan obat yang
peradangan dan alergi Hidung berair digunakan untuk meringankan
seperti ), rinitis alergi, (ingus bening, peradangan, alergi dan reaksi
asma. encer dan imunitas yang merugikan seperti
banyak), hidung rinitis alergi dan asma.
tersumbat, sakit Pemberian lameson tepat
kepala, radang indikasi.
tenggorokan
Objektif:
Hasil
pemeriksaan
dokter ditemukan
area epiglottis
pasien memerah.

B. Tepat Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis
ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang
memiliki efek terapi sesuai dengan jenis penyakit. Untuk menilai ketepatan
pemilihan obat, maka didasarkan pada algoritma terapi, yang didasarkan pada
keluhan yang disampaikan oleh pasien.
C. Tepat Dosis
Tepat dosis adalah jumlah obat atau dosis yang diresepkan kepada pasien
sesuai dengan kebutuhan individual dari pasien dan dosis yang diberikan berada
dalam rentang terapi. Berikut adalah perbandingan kesesuaian dosis resep dengan
dosis pustaka.
Tabel 3.2.Perbandingan Dosis Pustaka dan Dosis Resep.
No Nama Zat Aktif Dosis Lazim Ket.
Resep Pustaka
500 mg sekali Dosis sudah
sehari selama 3 berada pada
1 hari rentang terapi
Azitromisin 500mg

Untuk dewasa Dosis sudah


-Triprolidine 2,5 diminum 1 tablet berada pada
mg 3 x sehari. rentang terapi
2 Triprolidine,
pseudoephedrine -Pseudoephedrine
60 mg
4-48 mg/hr, Dosis sudah
diturunkan berada pada
bertahap s/d dosis rentang terapi
3 Methylprednisolone 4mg efektif terendah
untuk
pemeliharaan

D. Tepat Pasien
Obat yang diresepkan harus mempertimbangkan kondisi individu yang
bersangkutan dan semaksimal mungkin tidak kontraindikasi dengan kondisi
pasien yang menerima resep dan sebaiknya tidak menimbulkan efek samping atau
apanila muncul efek samping, efek samping yang ditimbulkan adalah yang paling
minimal. Pada resep, sediaan yang diberikan kepada pasien dengan cara oral

E. Waspada Efek Samping


Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Efek samping
yang dapat muncul pada penggunaan obat adalah:
Tabel 3.3.Efek Samping dari Obat yang digunakan.
Obat Komposisi Efek samping
Mual, muntah, diare, kembung,
Zibramax Azitromisin 500 mg flatulensi, palpitasi, nyeri dada,
dispepsia, dan nyeri pada perut dan
tibul reaksi hipersensitivitas
Mengantuk, gangguan tidur, ruam
Per tab Triprolidine HCl 2.5 mg, kulit, kekeringan pada hidung,
Lapifed
pseudoephedrine HCl 60 mg mulut & tenggorokan. Retensi
urin.
Efek samping lameson
(methylprednisolone) pada
penggunaan jangka pendek
misalnya retensi cairan dan
natrium, hiperglikemia dan
intoleransi glukosa, hipokalemia,

6α- methylprednisolone. gangguan pada saluran


Lameson
pencernaan dan ulserasi, depresi
reversibel dari hypothalamic-
pituitary-adrenal (HPA) axis, dan
perubahan suasana hati seperti
euforia ringan, gugup, gelisah,
depresi, delusi, halusinasi, dan
perilaku kekerasan.
III. Problem Medik dan DRP Pasien
Problem Subyektif dan
Terapi DRP
Medik Obyektif
Subyektif - Zibramax 1. Need Additional Drug
- Keluhan utama: 1 x 500mg Therapy
Pasien mengeluh - Lapifed Pada kasus ini ada
hidung tersumbat, 3 x 1 tablet keluhan pasien yang
meler lendir hidung - Lameson belum diatasi yaitu
berwarna bening, 3 x 4 mg gejala pusing atau sakit
Rinitis Alergi sakit kepala, terasa kepala yang dialami
sakit pada pasien
kerongkongan
- Keluhan tambahan:
lemas dan kurang
enak badan
Obyektif
- Area epiglottis
memerah

IV. Pertimbangan Pengatasan DRP


1. Pengatasan DRP 1:
Pasien dapat diberikan terapi tambahan analgesik seperti paracetamol 500
mg 3 x sehari 1 tablet untuk meredakan gejala sakit kepala yang dialami pasien.
V. Rancangan Rekomendasi Terapi
1. Care Plan
a. Pada Tingkat Penulisan Resep
Mendiskusikan kepada dokter dan pasien jika diperlukan adanya obat
tambahan untuk mengatasi sakit kepala yang dialami pasien. Dimana dengan
pemberian obat analgesik seperti paracetamol, gejala tersebut dapat teratasi.
b. Pada Tingkat Obat
Dilakukan monitoring efektivitas terapi dan efek samping obat.
2. Implementasi care plan
a. Melakukan pendekatan kepada pasien atau patient assessment terkait gejala
pusing yang dialami pasien, jika pasien merasa pusing atau sakit kepala yang
tidak tertahankan dan mengganggu aktivitas pasien dapat dianjurkan kepada
pasien untuk mengkonsumsi parasetamol 500 mg 3 x sehari 1 tablet.
b. Monitoring efektivitas dan efek samping terapi obat.
3. Monitoring
a. Efektivitas Terapi
Monitoring efektivitas terapi dapat dilakukan dengan melihat kondisi terkait
gejala penyakit pasien apakah sudah membaik, ataukah dengan menanyakan
masih atau tidaknya demam, batuk, pilek, nyeri saat menelan dan lemas yang
dialami oleh pasien.
Monitoring juga dilakukan terhadap kepatuhan pasien mengkonsumsi obat
terutama obat yang tergolong antibiotik, karena kepatuhan pasien akan
berpengaruh terhadap efektifitas terapi. Apoteker menghubungi pasien kembali
pada hari ke 2, dimana pada hari ke 3 pasien harus melakukan kontrol kembali
ke dokter untuk memastikan infeksi yang dialami pasien. Apoteker
menanyakan mengenai keadaan pasien, apakah keluhan hidung gatal, bersin-
bersin, rinore encer dan hidung tersumbat yang dialami sudah hilang atau
masih dirasakan. Bila pasien masih merasakan keluhanya, maka apoteker dapat
menganjurkan pasien untuk kembali periksa ke dokter.
b. Efek Samping Obat
Monitoring efek samping terapi dapat dilakukan dengan menanyakan ada atau
tidaknya gejala-gejala yang membuat tidak nyaman yang timbul setelah
mengkonsumsi obat zibramax, lapifed dan lameson, seperti rekasi
hipersensitivitas, mengantuk dan peningkatan asam lambung atau moon face.
D. Kesimpulan
Berdasarkan analisis 4T+1W, obat yang diberikan pada resep dapat
dikatakan rasional karena obat yang diterima pasien sesuai dengan indikasi yang
dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan analisis DRP ditemukan DRP dimana
dibutuhkan terapi tambahan yaitu pemberian paracetamol karena pasien
mengeluhkan mengalami sakit kepala, namun perlu dipastikan terlebih dahulu
apakah sakitkepala yang dialami pasien sudah mengganggu aktifitas sehar-hari
pasien atau tidak.
3.4. Problem Based Learning 4
3.4.1 Pemaparan Kasus
Sebagai seorang Apoteker, Anda telah menyusun identifikasi masalah
terkait obat dan melakukan penyelesaian masalah terkait obat yang ada pada resep
dan pengobatan pasien. Pada saat ini, Anda akan melakukan tahap penyiapan dan
peracikan sediaan farmasi.
Sebagai seorang Apoteker:
1. Rancanglah tahapan compounding terhadap resep tersebut, jenis dan
jumlah alat/bahan yang dibutuhkan
2. Rancanglah tahapan dispensing terhadap resep tersebut, jenis dan jumlah
alat/bahan yang dibutuhkan
3. Buatlah salinan resep, etiket dan label atau catatan terhadap obat yang
akan diserahkan.
Rancanglah Patient Medication Record pada pasien tersebut
3.4.2 Penyelesaian Kasus
A. Tahapan Compounding
I. Penyiapan obat
Resep yang telah diskrining selanjutnya disiapkan untuk diserahkan kepada
pasien. Sediaan yang akan diserahkan harus sesuai dengan permintaan pada resep
atau apabila perlu perubahan harus disetujui dokter dan pasien penerima resep.
Obat yang disiapkan setelah dilakukan anamnesa kefarmasian dan pengecekan
ketepatan dosis adalah Zibramax 500 mg, Lapifed, Lameson 4 mg dan
Paracetamol 500mg. Zibramax 500 mg, Lapifed, Lameson 4 mg dan Paracetamol
500mg diambil dari rak penyimpanan obat dengan jumlah yang tepat yaitu
Zibramax 500 mg sebanyak 3 tablet, Lapifed sebanyak 10 tablet, Lameson 4 mg
sebanyak 10 tablet dan Paracetamol 500 mg sebanyak 10 tablet, lalu ditulis
pengeluaran obat pada masing masing kartu stok obat tersebut. Zibramax 500 mg,
Lapifed, Lameson 4 mg dan Paracetamol 500mg masing-masing dibuatkan etiket
berwarna putih. Pada etiket harus tertera nama apotek, alamat, nomor telepon,
nama apoteker, SIA dan SIPA apoteker tersebut, serta diberikan keterangan
meliputi tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama pasien, aturan penggunaan,
waktu penggunaan, dan tempat penyimpanan serta penulisan tanggal kadaluwarsa
setelah kemasan dibuka (BUD) (KemenKes RI dan IAI, 2011).
1. Pelabelan
Di siapkan etiket warna putih untuk sediaan Zibramax 500 mg, Lapifed,
Lameson 4 mg dan Paracetamol 500mg.
2. Skema Tahapan Compounding

Sediaan Zibramax 500 mg, Lapifed, Lameson 4 mg dan Paracetamol


500mg diambil dari rak penyimpanan.

Jenis, jumlah dan kekuatan sediaan yang diambil harus sesuai dengan
resep yaitu Zibramax 500 mg (3 tablet), Lapifed (10 tablet), Lameson
4 mg (10 tablet) dan Paracetamol 500 mg (10 Tablet)


Dicatat pengambilan sediaan Zibramax 500 mg, Lapifed, Lameson 4
mg dan Paracetamol 500mg pada kartu stok masing-masing sediaan
(lampiran 1).

Ditulis etiket untuk masing-masing sediaan setelah semua sediaan
pada resep disiapkan.

Untuk Sediaan Zibramax 500 mg, Lapifed, Lameson 4 mg dan
Paracetamol 500mg yang digunakan peroral, etiket yang digunakan
adalah etiket berwarna putih

Penulisan etiket harus jelas dan mudah dipahami oleh pasien.


Penulisan etiket meliputi tanggal pembuatan resep, nomor resep,
nama pasien, aturan penggunaan, dan waktu penggunaan.

Pada saat pemberian etiket juga dilakukan pengecekan ulang terkait
nama, jumlah, jenis, dan kekuatan sediaan Zibramax 500 mg,
Lapifed, Lameson 4 mg dan Paracetamol 500mg.


Kemudian etiket yang sudah dituliskan aturan pakai ditempelkan
sesuai dengan sediaan.

B. Tahapan Dispensing
Obat yang telah disiapkan diperiksa kembali secara teliti oleh Apoteker
sebelum obat diserahkan kepada pembawa resep (pasien atau pengantar pasien)
untuk memastikan bahwa obat yang telah disiapkan sesuai dengan permintaan
dokter dan memastikan bahwa etiket telah ditempel pada klip obat yang sesuai.
Selanjutnya, Apoteker memanggil nama atau nomor tunggu pasien, lalu
memeriksa dan memverifikasi identitas pasien serta meminta nomor telepon
pasien agar mudah dihubungi terkait pemantauan pengobatan. Selanjutnya obat
diserahkan kepada pasien dengan pemberian informasi, dan edukasi pasien.
Apabila pasien telah mengerti, maka pasien diminta untuk mengulangi informasi
yang diberikan terkait penggunaan obat untuk memastikan bahwa pasien akan
meminum obatnya dengan tepat. Setelah pasien meninggalkan apotek, resep
disimpan di Apotek pada tempatnya dan mencatat tindakan yang dilakukan
terhadap pasien terkait pengobatannya dalam PMR (Patients Medication Record)
(KemenKes RI dan IAI, 2011).
Skema Tahapan Dispensing

Apoteker mengecek kesesuaian sediaan Zibramax 500 mg, Lapifed,


Lameson 4 mg dan Paracetamol 500mg yang sudah dimasukan ke klip
obat dan diberi etiket dengan yang tertera pada resep

Apoteker memanggil nomor tunggu dan nama pasien sesuai dengan yang
tertulis pada resep

Meminta nomor antrean yang diberikan diawal penerimaan resep.

Mencocokkan nomor antrean dengan nomor resep, setelah nomor antrean


dan nomor resep cocok sediaan Zibramax 500 mg sebanyak 3 tablet,
Lapifed sebanyak 10 tablet, Lameson 4 mg sebanyak mg sebanyak 10 tablet
dan Paracetamol sebanyak 10 tablet diserahkan pada pasien.

Menyerahkan sediaan Zibramax 500 mg, Lapifed, Lameson 4 mg dan


Paracetamol 500mg pada pasien dengan pemberian informasi tentang cara
pemakaian, aturan pakai dan waktu penggunaan dan cara penyimpanan
(KIE)

Apoteker dapat membuatkan jadwal waktu pemberian obat dan memberikan


pasien form jadwal waktu pemakaian obat Zibramax 500 mg, Lapifed,
Lameson 4 mg dan Paracetamol 500mg untuk meningkatkan kepatuhan
pasien

Pastikan bahwa sediaan Zibramax 500 mg, Lapifed, Lameson 4 mg dan


Paracetamol 500mg yang diterima oleh pasien digunakan secara benar,
Informasi yang diberikan oleh Apoteker dipahami oleh pasien, jika terlihat
ragu-ragu, ulangi penjelasan pada pasien (asuhan kefarmasian)

Apoteker melakukan pengisian form PMR berdasarkan resep yang diterima


sehingga memudahkan apoteker dalam melakukan monitoring pengobatan

(IAI, 2013)
b. Salinan Resep, Etiket, Patient Medication Record
Rancangan salinan resep tertera pada lampiran 2, etiket tertera pada
lampiran 3 dan Patient Medication Record (PMR) tertera pada lampiran 4 yang
mengacu pada contoh PMR dalam CPFB (terlampir).

3.5. Problem Based Learning 5


3.5.1 Pemaparan Kasus
Anda sudah melakukan tahap compounding dan dispensing terhadap obat
dalam resep. Anda akan Susunlah lembar konseling, informasi dan edukasi yang
akan Anda berikan kepada pasien yang memuat terkait: terapi farmakologi dan
non farmakologi dan hal-hal yang Anda anggap perlu sampaikan dalam KIE.
Tugas Peserta Didik:
1. Susunlah jadwal dan cara penggunaan obat kepada pasien dalam bentuk
tabel maupun gambar.
2. Lakukanlah simulasi KIE kepada pasien/keluarga pasien dengan
menggunakan (sesuai dengan instruksi dosen, dapat dipilih salah satu):
a. Bahasa Indonesia
b. Bahasa Asing (Inggris)
3.5.2 Penyelesaian Kasus
A. Penyerahan Obat dan KIE
Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) merupakan suatu pelayanan yang
diberikan oleh apoteker kepada pasien dalam melaksanakan praktek pelayanan
kefarmasian. Pemberian KIE kepada pasien bertujuan untuk meningkatkan
kepatuhan penggunaan obat yang optimal. KIE dapat berupa pelayanan informasi
obat dan konseling. Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker
dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan pasien sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat
dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien (BINFAR, 2009). Pasien dalam
kasus ini menerima obat berdasarkan permintaan pada resep yaitu berupa
Zibramax, Lapifed dan Lameson. Sebelumnya apoteker telah melakukan tahapan
compounding dan dispensing terhadap resep yang diperoleh pasien. Tahapan
berikutnya yang harus dilakukan oleh seorang apoteker yaitu melakukan
penyerahan obat dan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) kepada pasien.
Tahapan KIE yang dapat dilakukan oleh Apoteker kepada pasien atau keluarga
pasien adalah sebagai berikut:
No. Poin KIE yang dilakukan Apoteker
1 Memberikan salam “selamat pagi/siang/sore” dan sekaligus
memperkenalkan diri serta memohon izin meminta waktu untuk
memberikan KIE terkait terapi yang dapat dilakukan dalam menunjang
kesembuhan pasien
2 Menjelaskan kepada pasien tujuan apoteker memberikan KIE terkait obat
yang akan diterima pasien
3 Apoteker memberikan informasi terkait obat yang dapat diketahui pasien.
(Pemilihan kosa kata yang digunakan hendaklah dengan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti oleh pasien)
4 Apoteker melakukan verifikasi kepada pasien/keluarga bahwa mereka telah
memahami materi informasi dan edukasi yang diberikan
5 Apoteker medemontrasikan terkait dengan KIE yang diberikan
6 Apoteker memberikan kesempatan pasien untuk mendemontrasikan
kembali KIE yang telah diberikan
7 Apoteker menanyakan kepada pasien apakah ada yang kurang jelas dalam
pemaparan informasi yang diberikan oleh apoteker atau apakah masih ada
hal yang bisa dibantu kembali
8 Ucapkan terimakasih kepada pasien atas kerjasamanya dan semoga lekas
sembuh
9 Apoteker merencanakan tindak lanjut, rencana monitoring dan evaluasi
pada pasien
10 Apoteker mendokumentasikan KIE yang telah dilakukan
B. Jadwal dan cara penggunaan obat
Adapun susunan jadwal dan cara penggunaan obat yang diterima pasien
adalah sebagai berikut:
1. Kartu Jadwal Minum Obat Zibramax®

APOTEK ROYAL FARMA


Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880
KARTU MINUM OBAT
Nama Pasien : Darma (20 tahun)
Nama Obat : Zibramax®

Jadwal Waktu Tanggal


Minum Minum 07/05/16 08/05/16 09/05/16 10/05/16
Obat (WITA)
PAGI 06.00 √ √ √
SIANG 14.00
MALAM 22.00

2. Kartu Jadwal Minum Obat Lapifed®

APOTEK ROYAL FARMA


Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880
KARTU MINUM OBAT
Nama Pasien : Darma (20 tahun)
Nama Obat : Lapifed®

Jadwal Waktu Tanggal


Minum Minum 07/05/16 08/05/16 09/05/16 10/05/16
Obat (WITA)
PAGI 06.00 √ √ √ √
SIANG 14.00 √ √ √
MALAM 22.00 √ √ √
3. Kartu Jadwal Minum Obat Lameson®
APOTEK ROYAL FARMA
Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880
KARTU MINUM OBAT
Nama Pasien : Darma (20 tahun)
Nama Obat : Lameson®

Jadwal Waktu Tanggal


Minum Minum 07/05/16 08/05/16 09/05/16 10/05/16
Obat (WITA)
PAGI 06.00 √ √ √ √
SIANG 14.00 √ √ √
MALAM 22.00 √ √ √

4. Kartu Jadwal Minum Obat Parasetamol


APOTEK ROYAL FARMA
Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880
KARTU MINUM OBAT
Nama Pasien : Darma (20 tahun)
Nama Obat : Parasetamol

Jadwal Waktu Tanggal


Minum Minum 07/05/16 08/05/16 09/05/16 10/05/16
Obat (WITA)
PAGI 06.00 √ √
PAGI 10.00 √ √
SIANG 14.00 √ √
SORE 18.00 √ √
MALAM 22.00 √
MALAM 02.00 √
1. Nama obat
Pada kasus ini pasien diresepkan menerima obat dengan nama Zibramax®
yang mengandung Azithromycin 500 mg, Lapifed® yang mengandung
Triprolidin/Triprolidine HCl 2,5 mg dan Pseudoefedrin/pseudoephedrine HCl 60
mg serta pasien mendapatkan Lameson® yang mengandung Metilpredisolon 4
mg, namun setelah dilakukan assessment patient dan konfirmasi ke dokter pasien,
perlu adanya pemberian terapi tambahan paracetamol 500 mg.
2. Indikasi obat dan jumlah obat yang diterima
a. Zibramax® digunakan untuk pengobatan infeksi yang dialami pasien
dimana tanda infeksi berupa: epiglottis memerah dan kesulitan menelan.
Pasien mendapatkan obat sebanyak 3 tablet.
b. Lapifed® diindikasikan pengobatan gejala selesma yang diderita pasien
seperti hidung tersumbat, meler, lendir hidung berwarna bening. Pasien
mendapatkan obat sebanyak 10 tablet.
c. Lameson® diindikasikan untuk meringankan peradangan dan alergi seperti
rinitis alergi dan asma. Pasien mendapatkan obat sebanyak 10 tablet.
d. Paracetamol diindikasikan untuk meringankan nyeri atau sakit kepala yang
dikeluhkan pasien. Pasien mendapatkan obat sebanyak 10 tablet.
3. Aturan dan cara penggunaan obat
a. Zibramax®
Aturan pakai antibiotik Zibramax® diminum sebanyak 1 kali sehari 1 tablet
15-30 menit setelah makan dan diminum dengan air mineral.
b. Lapifed®
Aturan pakai Lapifed® diminum sebanyak 3 kali sehari 1 tablet 15-30 menit
setelah makan, obat diminum dengan air putih. Jika pasien mulai minum
Lapifed® pada jam 6 pagi, maka pasien minum obat selanjutnya pada jam 2
siang dan terakhir pada 10 malam.
c. Lameson®
Aturan pakai Lameson® diminum sebanyak 3 kali sehari 1 tablet 15-30 menit
setelah makan, obat diminum dengan air putih. Jika pasien mulai minum
Lameson® pada jam 6 pagi, maka pasien minum obat selanjutnya pada jam 2
siang dan terakhir pada 10 malam.
d. Paracetamol
Aturan pakai Paracetamol diminum maksimal 6 kali sehari 1 tablet 15-30
menit setelah makan, obat diminum dengan air putih. Obat diminum setiap 4
jam.
4. Frekuensi, durasi dan lama pengobatan
a. Antibiotik Zibramax® yang diperoleh pasien sebanyak 3 tablet dengan
aturan pakai 1 kali sehari 1 tablet, sehingga obat tersebut digunakan selama
3 hari. Hal yang perlu ditekankan pada penggunaan antibiotik yaitu waktu
pemakaiannya diusahakan sama untuk tiap harinya dan antibiotik tersebut
harus diminum sampai habis karena dapat berpengaruh pada resistensi
antibiotik dan efektivitas terapi pada pasien.
b. Lapifed® yang diperoleh pasien sebanyak 10 tablet dengan aturan pakai 3
kali sehari 1 tablet, sehingga obat tersebut digunakan selama 3 hari dan
tersisa 1 tablet diminum pada pada hari berikutnya.
c. Lameson® yang diperoleh pasien sebanyak 10 tablet dengan aturan pakai 3
kali sehari 1 tablet, sehingga obat tersebut digunakan selama 3 hari dan
tersisa 1 tablet diminum pada pada hari berikutnya.
d. Paracetamol yang diperoleh pasien sebanyak 10 tablet dengan aturan pakai
maksimal 6 kali sehari 1 tablet, sehingga obat tersebut digunakan selama 2
hari.
5. Aturan penyimpanan obat
Obat Zibramax®, Lapifed®, Lameson® dan Paracetamol disimpan pada
tempat yang sejuk dan kering (suhu 15°C-30°C) dan terlindung dari cahaya
matahari.
6. Efek Samping Obat
a. Lapifed® dapat menyebabkan efek samping berupa rasa kantuk (PIO Nas,
2015).
7. Terapi non farmakologi yang disarankan
Terapi non farmakologi yang dapat disarankan kepada pasien yaitu:
1. Pasien disarankan untuk istirahat dengan cukup.
2. Pasien disarankan untuk mengosumsi air mineral atau mengkosumsi air
hangat secukupnya
3. Menghindari atau membatasi makanan dan minuman yang mengandung gula
dan pemanis buatan yang terlalu banyak dan makanan yang keras. Sebagai
gantinya dapat dikonsumsi perasa manis alami seperti buah-buahan.
4. Pasien disarankan untuk menjaga asupan makannnya sehat tidak berminyak.
5. Pasien disarankan untuk menjaga sanitasi diri dan lingkungan
8. Informasi Tambahan
Apabila dalam masa pengobatan pasien tidak menunjukkan tanda-tanda
perbaikan dari gejala yang dialami, maka dianjurkan untuk menghubungi dokter.
Pasien disarankan untuk tidak berkendara setelah mengkonsumsi Lapifed karena
efek samping Lapifed adalah mengantuk.
C. Formulir yang dibutuhkan pada saat melakukan KIE
I. Catatan Pengobatan Pasien
Catatan Pengobatan Pasien
Nama Pasein : Darma
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 20 tahun
Alamat : Denpasar
No. Telepon : 081558271231

No Tanggal Nama Dokter Nama Catatan Pelayanan Apoteker


Obat/Dosis/Cara
Pemberian
1 7 Mei 2016 Poliklinik THT a. Zibramax®/ 1 kali a. Zibramax merupakan
Rumah Sakit sehari 1 tablet 500 antibiotik yang harus
Mata Bali mg/ per oral diminum sampai habis.
Mandara b. Lapifed®/ 3 kali b.Lapifed iminum untuk
sehari 1 tablet 500 meringankan gejala-gejala yg
mg/ per oral menyertai selesma (batuk
c. Lameson®/ 3 kali pilek), sinusitis, & kondisi
sehari 1 tablet 4 mg/ alergi.
per oral c.Lameson merupakan obat
d. Parasetamol/ yang digunakan untuk
maksimal 6 kali meringankan peradangan,
sehari 1 tablet 500 alergi, dan reaksi imunitas
mg per oral yang merugikan.
d. Parasetamol digunakan
untuk meringankan nyeri
atau sakit kepala yang
dikeluhkan pasien.
II. Dokumentasi Konseling

Nama Pasien : Darma


Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : -Alamat : Denpasar
Tanggal Konseling : 07 Mei 2016
Nama dokter : -Diagnosa : Rinitis
Nama obat, dosis dan cara pemakaian : Zibramax/ 1 kali sehari 1 tablet 500 mg/ per oral; Lapifed/
3 kali sehari 1 tablet 500 mg/ per oral; Lameson/ 3 kali sehari 1 tablet 4 mg/ per oral; Parasetamol/
maksimal 6 kali sehari 1 tablet 500 mg per oral
Riwayat alergi : -
Keluhan : Hidung tersumbat, meler, lendir hidung berwarna bening, sakit kepala, terasa sakit pada
kerongkongan
Pasien pernah datang konseling sebelumnya: -
Tindak Lanjut : Pemantauan terapi obat
Pasien Apoteker

Darma A.A Istri Sri Hartani Dewandari, S. Farm., Apt.

C. Percakapan KIE Yang Dilakukan Apoteker Dengan Pasien

Berikut ini merupakan cuplikan percakapan antara Apoteker dengan pasien Darma
dalam melakukan proses KIE.
Apoteker : “Nomor antrian satu, atas nama pasien Darma yang beralamat di
Denpasar”?
(Queue number one, patient with the name Darma in Denpasar?)
Darma : “Iya saya mbak”
(“Yes I am”)
Apoteker : “Selamat siang dik, perkenalkan saya Gung Sri Apoteker di Apotek
Royal Pharma, apakah benar dengan Darma umur 20 tahun?”
(Apoteker tersenyum)
(Good afternoon Mr., I am Gung Sri pharmacist in Pharmacy
Royal Pharma, is it true this Mr. Darma aged 20 years? ")
Darma : “Iya benar mbak saya Darma”.
(“Yes I am”)
Apoteker : “Baik dik, ini obat yang adik Darma butuhkan” (Sambil
memegang klip obat yang sudah siap diserahkan)
(Yes Mr., this is the medicine that you need”)
Darma : “Terima kasih mbak, berapa saya harus membayar obat ini mbak?
(“Thank you Mrs. Gung Sri, how much should I pay for this
medicine?”)
Apoteker : “Baik dik, mohon maaf sebelum proses pembayaran apakah boleh
saya meminta waktu adik sebentar? saya ingin menyampaikan
beberapa informasi mengenai obat yang adik terima ini”
(Yes Mr., I am sorry before the payment process may I ask for your
time? I would like to convey some information about the medicines
that you take ")
Darma : “Boleh mbak tapi sebentar saja ya, kalau boleh tau untuk apa ya
mbak?”
(“Yes of course Mrs., but maybe you can convey it briefly, can I
ask you what is the information that you want me to know?”)
Apoteker : “Terimakasih atas kesempatannya, saya ingin memberikan
konseling untuk memastikan bahwa adik akan menggunakan obat
dengan baik dan benar sehingga bisa lekas sembuh”
(“Thank you for you’re your permission, I want to do some
counseling for guarantee that you will use the medicine properly
and correctly so you can recover soon”)
Darma : “O begitu ya mbak baik mbak silahkan”
(“Yes Mrs., sure I am ready to listen it”)
Apoteker : “Berdasarkan resep yang saya terima, adik mendapatkan obat
dengan nama Zibramax, Lafiped, Lameson serta Parasetamol“
(Sambil menunjukkan obat yang dimaksud satu persatu) mohon
maaf sebelumnya apakah adik sudah pernah mengosumsi obat ini
sebelumnya?”
(“Based on your prescription you get some medicine that consisting
of Zibramax, Lapifed, Lameson dan Parasetamol”. “Sorry for
asking you, have you ever consumed this medicine before?”)
Darma : “Oh tidak pernah mbak, saya baru pertama kali mendapatkan obat
itu, sebenarnya itu obat apa ya mbak?”
(I’ve never consumed this medicine before, this is my first time take
this medicine”. What is the purpose of this medicine Mrs?”)
Apoteker : “Jadi begini, adik mendapatkan obat Zibramax® yang digunakan
untuk mengatasi infeksi bakteri atau sebagai antibiotic, artinya obat
ini digunakan untuk membunuh bakteri penyebab penyakitnya. Obat
ini digunakan dengan cara minum 1 kali sehari 1 tablet 15-30 m3nit
setelah makan ya dik. Obat ini harus diminum sampai habis ya,
walaupun keluhan dari adik sudah hilang tetapi apabila obat ini
masih maka harus dihabiskan, obat ini disimpan pada suhu ruang,
diletakkan saja di kamar, tetapi pada tempat kering dan tidak terkena
cahaya matahari secara langsung”
(Mr. this is Zibramax for treat your symptomps because the infection
of bacteria or for antibiotic. You have to consume this medicine once
a day, 15-30 minute after you eat. You must consume this medicine
until it’s runs out although the symptomps is disappeared. Stored at
room temperature, or at your bed room but at dry place and not
exposed to direct sunlight.”
Darma : “Ooh kotak obat saya taruh di dinding dekat dengan lemari
dikamar tamu sehingga mudah untuk mengambilnya.”
(Aah yea, I put the stored box in the wall near my cabinets, in the
living room, so I can easy to take it”)
Apoteker : “Wah sudah benar sekali adik”
(“Yes, that is really good and right”)
Darma : “Ohh ya mbak yang ini untuk obat apa mbak”?
(What is the indication of this medicine Mrs?”)
Apoteker : “Nah obat ini namanya obat Lapifed®, ini kegunaanya
meredakan keluhan hidung tersumbat yang adik dialami, obat ini
diminum 3 kali 1 sehari , diminum sekitar 15-30 menit setelah
makan, obat dapat dikonsumsi setiap 8 jam. Penyimpanan obat ini
sama seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, adik bisa
menyimpannya di kotak obat”
(“Yeah, this medicine is Lapifed®, this use for defuse the
symptomps (nasal congestion) that you feels, you have to consume
this three times a day, 15-30 minute after you eat. This medicine
consumed in the span of 8 hours a day. You can store this at your
store box like I said before”)
Darma : “ohh iya mbak, untuk minum obatnya apakah harus setiap 8 jam
mbak? karena jika saya sakit biasaya obat saya kosumsi pada pagi,
siang dan sore hari,, saya tidak pernah mempertimbangkan rentang
waktu tersebut..?”
(Yes Mrs., I have to consume this every 8 hours? Because when I
feels sick usually I consumes the medicine every morning,
afternoon and before evening, I am not consider about the span of
the time…?”)
Apoteker : “jadi begini mas, untuk waktu pmberian obat yang efektif pada
umumnya adalah setiap 8 jam, dengan rentang waktu tersebut
diharapkan obat dapat bekerja secara efektif, sehingga pengobatan
menjadi lebih cepat, jika boleh saya sarankan agar adik mengubah
kebiasaaan mengosumsi obat dengan mengosumsi obat berdasarkan
waktu yang disarakan dan pada umumnya yaitu setiap 8 jam”
(Yes Mr., so I will explain it, for the time to give the medicine for
effectiveness usually every 8 hours, with the span like that we hope
the medicine can effective and the recovery will happen soon. May
I ask you to change your habit for consume the medicine based on
the time that we suggestion that is usually every 8 hours.”)
Darma : “Wah terima kasih sekali mbak,, mulai sekarang saya akan
melakukan hal tersebut”
(Thank you Mrs, I will do it”)
Apoteker :“Nah yang terahir adik mendapatkan obat Lameson® dan
Parasetamol. Obat Lameson® digunakan sebagai antiradang,
artinya untuk mengobati keluhan yang anda alami seperti meler,
hidung tersumbat dan sakit tenggorokan, berarti ada suatu radang
atau infeksi dalam tubuh anda. Obat ini dapat diminum bersamaan
dengan obat Lapifed®, dimana obat ini dikosumsi 3 kali 1 sehari,
sekitar 15-30 menit setelah makan dan untuk penyimpanan sama
dengan yang saya jelaskan sebelumnya.” Kemudian Parasetamol
diminum jika sakit kepala yang anda alami menggangu aktivitas
anda sehari-hari, diminum maksimal 6 kali sehari setelah makan.”
(The last medicine is Lameson® and Paracetamol. Lameson® for
treat your symptomps like slimy nose, nasal congestion dan sore
throat, so there is an infection in your body. You can consume this
medicine three times a day, 15-30 minute after you eat.
Parasetamol for your headache when you feel like your headache
is really disturb your daily activity, consume max 6 times a day
after you eat. Stored this medicine same like what I said before.”)
Darma : “Wah terima kasih banyak, mbak atas informasinya,, akan saya
lakukan apa yang mbak informasikan tadi”
(Thank you so much for your information Mrs., I will do all of your
suggestion”)
Apoteker : “Baik adik sama-sama, saya juga senang sakali bisa membantu,
semoga cepat sembuh dan dapat kembali beraktivitas sepeti biasa.
Apakah ada suatu hal kurang jelas dan ingin adik tanyakan lagi?”
(You are welcome Mr., I’m really happy to help you, I hope you will
get better soon and you can do your daily activity like usually.
Mr. Darma are do you want to ask me for the other information or
maybe you do not understand what I said before?”)
Darma : “Tidak mbak sudah jelas sekali informasinya” (Pasien tersenyum)
(No Mrs. You give me the information so clearly.”)
Apoteker : “Adik obat ini telah saya berikan petunjuk, ketika adik lupa waktu
konsumsi obatnya, dapat dilihat disini, ini sudah memuat tentang
nama obat, berapa kali anda harus minum obat dan bagaimana
penyimpananya (Sambil menunjukkan etiket ke pasien) disini juga
tercantum nomer telepon apotek ini, sehingga jika ada suatu hal yang
ingin tanyakan perihal obat bisa menelpon ke apotek ini (Apoteker
tersenyum kepada pasien )”
(Mr. Darma I have given the instruction, when you forget to
consume your medicine you can look at this. This etiket consisting
of name of the medicine, when you have to consume and how to
stored it. So when you want tou ask about the information of the
medicine you can call this pharmacy store.”)
Darma : “Wah terima kasih banyak mbak,,saya juga senang sekali telah
mendapatkan banyak informasi tentang obat ini” (Pasien tersenyum)
oo ya mbak berapa kiranya saya harus mebayar obat ini?”
(Thank you so much Mrs., I’m happy to get all the information from
you. how much should I pay for this medicine?”)
Apoteker : “Setelah saya menghitung harga obat semuanya adalah Rp 150.000
dik” mohon maaf apabila harganya cukup mahal, karena memang
harga obat-obatan ini mahal (Apoteker tersenyum)
(After I’m count the total price you have to pay is Rp. 150.000, I’m
sorry the prices is too expensive, because from the industry the
prices is expensive.”)
Darma : “Ya mbak, tidak masalah yang penting saya sembuh bagi saya harga
tidak masalah mbak” (Pasien tersenyum )
(It’s okay Mrs, the important thing is I want to recovery soon soon the
prices is doesn’t matter for me.
Apoteker : “Baik adik terima kasih” (sambil menyerahkan obat)
Oh ya dik saya juga ingin menginformasikan bahwa ketika ada gejala
efek samping yang timbul misalnya sakit kepala, mual, muntah atau
apabila sakit tidak kunjung membaik, mohon segera menghubungi
dokter ya, dan tolong agar beristirahat dengan cukup, mengkosumsi
makanan yang sehat dan bergizi”
(Thank you Mr. Darma, I have to tell you something important, if you
feels side effects of the medicines like headache, nausea and vomiting
you can call the doctor. Take a good rest and healty food.”)
Darma : ”Baik mbak terima kasih, ini uangnya mbak” (Sambil menyerahkan
uang ke apoteker)
(Thank you Mrs. Here is the money.”)
Apoteker :“Baik adik, terimakasih banyak, oh iya, ini ada surat keterangan bahwa
telah melakukan KIE, yang perlu adik tandatangani sebagai bukti
bahwa saya telah melakukan KIE di Apotek Royal Farma, jika
berkenan adik dapat membubuhkan tanda tangan pada bagian
ini”(Apoteker menunjukkan tempat untuk tanda tangan).
(Yes Mr. here is the form for counseling and education that you have
to sign in for evidence I was given you counseling and education.”)
Darma :“Baik mbak saya akan tanda tangan” ( pasien melakukan tanda
tangan)
(Okay Mrs. I will sign it.”)
Apoteker : “Saya ucapkan terima kasih banyak dik dan terima kasih telah
berkujung ke apotek kami, semoga lekas sembuh” (Apoteker
mencakupkan tangan sambil mengucapkan terima kasih).
(Thank you Mr. Darma vor visiting our pharmacy store, hope you
wil get better soon.”)
Drarma : “Baik mbak, makasi mbak ya, mari mbak saya pulang”
(You are welcome Mrs. Okay I have to go now”)
Apoteker : “Hati-hati dijalan ya dik” (Apoteker tersenyum dan melanjutkan
melakukan pengisian dokumentasi pemberian KIE
(“Of course Mr.Darma, take care of your self”)
3.6. Problem Based Learning 6
3.6.1 Pemaparan Kasus
Anda telah melakukan KIE kepada pasien. Setelah melakukan KIE, sebagai
seorang Apoteker Anda wajib mendokumentasikan kegiatan pelayanan
kefarmasien Anda ke dalam dokumentasi. 2 hari kemudian, keluarga pasien
menelpon Apotek Anda, dan menyampaikan bahwa : Pasien merasa sudah rutin
minum obat, namun terkadang masih mengalami keluhan yang diderita (sesuai
case study pada kasus).
Sebagai seorang apoteker:
1.Rancanglah evaluasi terhadap penggunaan obat atau efek samping obat dan
parameter data klinik / data laboratorium yang diamati / dilakukan
pemeriksaan ulang.
2.Keputusan melaksanakan evaluasi melalui homecare / telp merupakan
tanggungjawab dan kewenangan farmasis. Apabila akan dilakukan
kunjungan ke rumah pasien/melalui telpon, maka :
- Rancanglah tahapan pelayanan kefarmasian homecare yang Anda
lakukan.
- Rancanglah informed consent / persetujuan pelaksanaan homecare.
- Rancanglah informasi yang anda berikan sebagai apoteker saat
pelaksanaan homecare.
3.6.2 Penyelesaian Kasus
A. Evaluasi Penggunaan Obat yang diambil
Melakukan Evaluasi penggunaan obat Zibramax, yang diberikan pada pasien
evaluasi penggunaan zibramax karena merupakan antibiotik maka pasien harus
meminum obat ini sampai habis, atau dipantau tingkat kepatuhan pasien dalam
mengosumsi obat ini, dimana tingkat kepatuhan ini dapat dilihat dari
perkembangan kesehatan pasien: (memburuk/membaik/sembuh). Evaluasi ini di
dokumentasikan dalam Form Patient Medication Record (terlampir).
Melakukan evaluasi Efek Samping Obat dari penggunaan zibramax,
lameson, lapifed dan parasetamol. Adapun efek samping dari penggunaan
Zibramax dan Lapifed yang dijadikan acuan oleh Apoteker adalah: kemungkinan
terjadi reaksi hypersensitivitas dan terjadi efek samping mengantuk. Evaluasi ini
di dokumentasikan dalam Form Monitoring Efek Samping Obat (terlampir).
B. Pelaksanaan Home Care
I. Tahap Persiapan
Menurut Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek dan Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah
(Home Pharmacy Care) (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik,
Depkes RI, 2008), sebelum melakukan pelayanan home care terlebih dahulu
dilakukan beberapa tahap yaitu sebagai berikut:
II. Tahap Identifikasi Jenis Pasien
a. Pasien yang menderita penyakit kronis dan memerlukan perhatian khusus
tentang penggunaan obat, interaksi obat dan efek samping obat
b. Pasien dengan terapi jangka panjang (misal : TB, HIV/AIDS, DM, dll)
c. Pasien dengan resiko (pasien dengan usia 65 tahun atau lebih dengan salah
satu kriteria atau lebih regimen obat (Pasien minum obat 6 macam atau
lebih setiap hari, Pasien minum obat 12 dosis atau lebih setiap hari, Pasien
minum salah satu dari 20 macam obat yang telah diidentifikasi tidak sesuai
untuk pasien geriatric, Pasien dengan 6 macam diagnose atau lebih.
III. Penentuan Jenis Layanan
Home care dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a) Dengan kunjungan langsung ke rumah pasien.
b) Dengan melalui telepon.
IV. Menyiapkan lembar persetujuan (informed consent) dan meminta
pasien untuk memberikan tanda tangan, apabila pasien menyetujui
pelayanan tersebut (Informed consent).

C. Tahap Pelaksanaan
I. Penentuan Jenis Layanan Home Care
Pelayanan kefarmasian di rumah oleh apoteker atau home care adalah
pendampingan pasien oleh apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah
dengan persetujuan pasien atau keluarganya. Pelayanan kefarmasian di rumah
terutama untuk pasien yang tidak atau belum dapat menggunakan obat dan atau
alat kesehatan secara mandiri, yaitu pasien yang memiliki kemungkinan
mendapatkan risiko masalah terkait obat misalnya komorbiditas, lanjut usia,
lingkungan sosial, karateristik obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas
penggunaan obat, kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan
tentang bagaimana menggunakan obat dan atau alat kesehatan agar tercapai efek
yang terbaik (Direktorat Binfar, 2008)
Berdasarkan kasus yang diperoleh, apotek kami akan melakukan home
care melalui telepon kepada pasien, layanan ini bertujuan agar dapat memberikan
pelayanan yang maksimal atas keluhan yang disampaikan oleh pasien, dimana
pasien mengeluh gejala yang dialami belum kunjung berkurang meskipun telah
meminum obat yang diresepkan oleh dokter. Home care yang diterapkan oleh
apotek kami dipilih dengan menghubungi pasien melalui telepon, cara ini
dilakukan karena dinilai sesuai dengan kondisi pasien yang merupakan mahasiswa
berumur 20 tahun, dimana pada usia ini dianggap bahwa pasien lebih tanggap dan
mudah mengerti informasi yang diberikan meskipun melalui telepon. Selain itu,
dilihat pula jenis obat-obatan yang diterima pasien merupakan sediaan oral tablet,
artinya bahwa tidak perlu pengawasan khusus yang harus dilakukan untuk
memantau cara penggunaan obat pasien.
II. Prosedur Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)

1. Apoteker melakukan penilaian awal terhadap pasien untuk


mengidentifikasi adanya masalah kefarmasian yang perlu ditindaklanjuti
dengan pelayanan kefarmasin di rumah

2. Apoteker menjelaskan permasalahan kefarmasian kepada pasien dan


manfaat pelayanan kefarmasian di rumah bagi pasien

3. Apoteker menawarkan pelayanan kefarmasian di rumah kepada pasien

4. Apoteker menyiapkan lembar persetujuan (informed consent) dan meminta


pasien untuk memberikan tanda tangan, apabila pasien menyetujui
pelayanan tersebut

5. Apoteker mengkomunikasikan layanan tersebut pada tenaga kesehatan


lain yang terkait, apabila diperlukan. Pelayanan kefarmasian di rumah juga
dapat berasal dari rujukan dokter kepada apoteker di apotek yang dipilih
oleh pasien.

6. Apoteker membuat rencana pelayanan kefarmasian di rumah dan


menyampaikan kepada pasien dengan mendiskusikan waktu dan jadwal
yang cocok dengan pasien dan keluarganya. Rencana ini diberikan dan
didiskusikan dengan dokter yang mengobati (bila rujukan)

7. Melakukan pelayanan sesuai dengan jadwal dan rencana yang telah


disepakati.

didiskusikan dengan dokter yang mengobati (bila rujukan)

8. Mengkoordinasikan pelayanan kefarmasian kepada dokter (bila rujukan)

9. Apotekerdengan
didiskusikan mendokumentasikan semua (bila
dokter yang mengobati tindakan profesi tersebut pada
rujukan)
Catatan Penggunaan Obat Pasien.

didiskusikan dengan dokter yang mengobati (bila rujukan)


III. Prosedur Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)
Apotek Royal Farma

Apoteker menghubungi pasien melalui telepon dan mengucapkan salam


pembuka saat memulai pembicaraan

Apoteker menanyakan terkait kondisi pasien dalam penggunaan obat selama


2 hari ini.

Apoteker menanyakan mengenai bagaimana waktu minum obat pasien,


kemudian Apoteker menanyakan hal tambahan berupa apakah pasien sering
mengkonsumsi makanan-makanan dengan pemanis buatan dan makanan
berminyak yang dapat memicu memburuknya kondisi pasien. Dalam
penggalian informasi ini Apoteker dapat digunakan alat bantu berupa form
PIO dan KIE yang merupakan arsip apotek saat pasien menebus resep

Apoteker menanyakan apa saja keluhan yang masih dirasakan pasien saat ini?
Adakah keluhan tambahan lain selain hidung tersumbat, sakit kepala,
tenggorokan sakit dan susah menelan?

Apabila terdapat keluhan tambahan seperti yang disebutkan tersebut dan


diakibatkan oleh gaya hidup pasien yang kurang sehat, maka diberikan
informasi mengenai hal-hal apa saja yang harus dihindari pasien agar kondisi
pasien segera membaik

Apabila tidak terdapat keluhan tambahan dan pasien telah meminum obat
sesuai dengan anjuran yang diinformasikan pada saat KIE, maka Apoteker
memberikan informasi agar pasien melanjutkan pengobatan terlebih dahulu
sampai obat yang diresepkan tersebut habis dan melakukan istirahat dengan
cukup serta menghindari gaya hidup kurang sehat, dan jika kondisi tidak
membaik, maka Apoteker menganjurkan pasien untuk memeriksakan diri
kembali ke dokter.

Setelah dirasa pasien paham dengan informasi yang diberikan oleh Apoteker,
maka Apoteker dapat menutup pembicaraan dan memberi salam “semoga
lekas sembuh”

Apoteker mendokumentasikan semua tindakan profesi tersebut pada Catatan


Obat Pasien
IV. Informed Consent / Persetujuan Pelaksanaan Home care (Apabila
Pelaksanaan Home Care Dilakukan Ke Rumah Pasien)
PERSETUJUAN ( Informed Consent) PELAYANAN KEFARMASIAN
DI RUMAH (HOME PHARMACY CARE) APOTIK ROYAL FARMA

Yang bertanda tangan di bawah ini


Nama Pasien : Darma
Tempat/Tanggal Lahir : -
Alamat : Denpasar
No. Telp :-
Penanggung jawab ( Keluarga)
Nama :-
Alamat :-
No. Telepon :-
Hubungan dengan pasien :-

Setelah mendapat penjelasan tentang permasalahan yang terkait obat...............


yang memerlukan pelayanan kefarmasian di rumah melalui*) :
a. Pengkajian masalah yang berhubungan dengan penggunaan obat
b. Pengawasan kepatuhan dan kesepahaman terapeutik
c. Penyediaan obat dan/atau alat kesehatan
d. Pendampingan pengelolaan obat dan atau alat kesehatan di rumah
e. Evaluasi penggunaan alat bantu pengobatan
f. Konseling
g. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat
h. ............................................................................................................
i. . ............................................................................................................

Maka bersama ini menyatakan persetujuan menerima pelayanan kefarmasian di


rumah oleh apoteker / tim pelayanan kefarmasian di rumah.

Hak Pasien
d. Ikut menentukan rencana pelayanan kefarmasian di rumah
e. Menerima pelayanan yang sesuai dengan standar/pedoman yang berlaku
f. Memperoleh informasi yang berkaitan dengan pelayanan yang sedang
dilakukan
g. Memperoleh perlindungan hukum atas tindakan yang menyimpang dari
standar prosedur
Kewajiban Pasien/ Keluarga
1. Bekerjasama dan membantu apoteker untuk mendukung tercapainya
tujuan pelayanan kefarmasian di rumah.
2. Mematuhi rencana pelayanan kefarmasian yang telah dibuat berdasarkan
kesepakatan dengan apoteker
3. Membayar pelayanan yang diterima sesuai dengan tarif yang berlaku
4. Memperlakukan apoteker sesuai dengan norma yang berlaku berdasarkan
etika, norma agama dan sosial budaya tanpa diskriminasi berdasarkan ras,
warna kulit, agama, jenis kelamin, usia atau asal-usul kebangsaan.

Hak Apoteker
i. Menerima jasa pelayanan sesuai tarif yang berlaku
ii. Memperoleh informasi yang sebenarnya dari pasien/keluarga pasien
tentang keadaan pasien yang terkait dengan pelayanan kefarmasian yang
diberikan
iii. Memperoleh perlakukan yang sesuai dengan norma yang berlaku

Kewajiban Apoteker
1. Memberikan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan standar/pedoman
yang berlaku
2. Mematuhi rencana pelayanan kefarmasian yang telah dibuat berdasarkan
kesepakatan dengan pasien/keluarga
3. Memberikan informasi kepada pasien yang berkaitan dengan pelayanan
yang sedang dilakukan

Saya memahami bahwa pelayanan kefarmasian di rumah merupakan salah satu


upaya meningkatkan keberhasilan pengobatan yang sedang saya jalani. Saya
percaya bahwa apoteker yang memberikan pelayanan kefarmasian di rumah akan
menjaga hak-hak saya dan kerahasiaan pribadi saya sebagai pasien, sesuai dengan
peraturan yang berlaku
.
Badung, 23 Mei 2016
Penanggung Jawab, Pasien,

( I Dewa Ayu Yuliandari, S.Farm., M.Sc. Apt.) (Darma)

Apoteker,

(A.A. Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt.)


Keterangan : *) dilingkari jenis pelayanan yang diberikan
V. Kartu Kunjungan Home Care (Apabila Pelaksanaan Home Care
Dilakukan Ke Rumah Pasien)

Kartu Kunjungan
KARTU KUNJUNGAN PASIEN APOTIK ROYAL FARMA

Nama Pasien : ................................................................


Alamat : ................................................................
Nama Apoteker : ................................................................
No. Telp / Hp : ................................................................

TGL & JAM CATATAN APOTEKER KET


KUNJUNGAN
D. Informasi Yang Diberikan Saat Melaksanakan Home Care
Beberapa hal yang harus dikonfirmasi dan diinformasikan kepada pasien
terkait dengan pelaksanaan home care adalah sebagai berikut:
1. Penyampaian informasi terkait tujuan dilaksanakannya Home Care.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah adalah suatu pelayanan yang
mengijinkan pemeriksaan secara seksama terkait semua penggunaan obat yang
digunakan pasien oleh seorang apoteker, atau atas permintaan dokter, dan dengan
persetujuan pasien. Pada kasus ini pasien mendapatkan pelayanan home care
karena pasien baru pertama mengosumsi obat ini, kemudian pasien mendapatkan
terapi antibiotik, kortikosteroid, antihistamin dan analgesik, dimana obat ini akan
mempunyai efek samping yang bisa menganggu aktivitas pasien sehingga
menurut apotek kami perlu dilakukan home care, dan dilakukan monitoring efek
samping obat. Home care dilakukan juga dikarenakan untuk menjalin hubungan
baik dengan pasien, sehingga pasien akan merasa diperhatikan. Pelayanan
Kefarmasian di rumah dapat membantu pasien lebih mengerti baik tentang obat
maupun bagaimana meminumnya. Peningkatan pemahaman ini dapat menolong
untuk mengurangi risiko terhadap masalah terkait obat dan dapat
menyempurnakan kesehatan pasien secara menyeluruh. Selama home care
berlangsung, dianjurkan kepada pasien untuk menjawab dengan sejujurnya terkait
apapun yang ditanyakan oleh apoteker. Hasil dari pelaksanaan home care akan
didiskusikan lebih lanjut dengan dokter penulis resep sehingga akan muncuk pada
suatu keputusan tindak lanjut terkait dengan permasalahan yang dialami pasien.
2. Konfirmasi terkait dengan keluhan yang masih dialami oleh pasien
setelah penggunaan obat.
Konfirmasi yang dilakukan berupa pemberian pertanyaan sebagai berikut:
a. Obat apakah yang sudah digunakan setelah memperoleh obat dari apotek
sebelumnya, apakah ada obat-obat tertentu yang dapat berinteraksi dengan
obat yang diperoleh saat ini?
b. Adakah perubahan kondisi pasien sebelum pengobatan dan setelah
penggunaan obat? Apa perubahan yang paling signifikan?
c. Bagaimana cara penggunaan obat yang telah dilakukan sebelumnya? (terkait
dengan aturan pakai, waktu minum obat, alat bantu penggunaan obat, kondisi
saat minum obat).
d. Apa saja keluhan yang masih dirasakan saat ini? Adakah keluhan tambahan
lain selain hidung tersumbat, sakit kepala, tenggorokan sakit dan susah
menelan?
e. Sejak kapan keluhan tersebut dirasakan?
f. Bagaimana frekuensi keluhan tersebut setiap harinya (sering, jarang atau
kadang-kadang)? Berapa lama keluhan tersebut dirasakan?
g. Adakah pengobatan lain yang dilakukan selain obat yang diterima dari apotek
tersebut selama beberapa hari belakangan ini, seperti obat tradisional dan obat
untuk menghilangkan keluhan lain?
3. Pemberian KIE Terapi Non Farmakologi
Selain terapi farmakologi, maka pasien juga diberikan informasi terkait
terapi non farmakologi yang meliputi:
₋ Memberitahu pasien untuk menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
makanan bergizi dan berolahraga.
₋ Selama sakit tenggorokan dan nyeri, pasien dianjurkan memperbanyak
meminum air putih, karena tenggorokan yang kering akan memicu
peradangan menjadi semakin parah.
₋ Selain itu pasien diberitahu untuk mengurangi makanan berminyak dan
mengandung pemanis buatan. Karena jenis makanan tersebut mampu
mengiritasi sehinnga sakit tenggorokan menjadi lebih parah.
₋ Memberitahu pasien untuk selalu menjaga kebersihan mulut.
₋ Menyarankan pasien untuk beristirahat dengan cukup
4. Tindak Lanjut Apoteker
Membuat catatan penggunaan obat pasien beserta keluhan yang masih
dirasakan oleh pasien. Menghubungi dokter dan melakukan diskusi lebih lanjut
mengenai kondisi pasien (bila home care dilakukan bersama dengan dokter),
apakah perlu dilakukan pemeriksaan kembali, pemeriksaan laboratorium atau
diberikan tambahan terapi farmakologi. Hasil diskusi dengan dokter akan
disampaikan kepada pasien lebih lanjut. Selama diskusi berlangsung (bila dokter
berada ditempat terpisah, hanya apoteker yang melakukan home care), apoteker
dapat membuat keputusan professional untuk menentukan apakah pasien dapat
menunggu hasil konfirmasi dengan dokter atau pasien harus segara dilakukan
rujuk langsung ke RS untuk mendapat penanganan langsung dari dokter.
E. Evaluasi
1. Evaluasi Penggunaan Obat dan Efek Samping Obat
Evaluasi penggunaan dan efek samping obat dilakukan oleh apoteker melalui
telepon, atau secara langsung dengan berkunjung ke rumah pasien (home care).
a. Evaluasi Zibramax Saat Home Care
Pada penggunan obat ini dipantau dengan baik, karena merupakan
antibiotik, Apteker perlu menanyakan apakah setelah penggunaan zibramax sakit
pada tenggorokan berkurang? Kalau tidak terasa sakit maka diajurkan untuk
meminum antibiotik tersebut sampai habis. Selanjutnya dicatat hasil evaluasi pada
lembar monitoring pasien. Setiap kali dilakukan monitoring dan setiap kegiatan
tindak lanjut terhadap kondisi yang dikeluhkan atau pertanyaan pasien harus
dicatat dengan jelas dan lengkap pada lembar monitoring.
b. Evaluasi lapifed Saat Home Care
Apoteker perlu menanyakan pada pasien, “Apakah setelah pengobatan
lapifed keluhan hidung tersumbat yang dialami pasien masih terasa? Jika masih,
tanyakan apakah obat ini diminum secara rutin sesuai dengan dosis yang
dianjurkan pada saat KIE? Dan dari pertanyaan diatas dapat ditarik kesimpulan
tentang penanganan yang harus dilakukan. Untuk evaluasi efek samping obat,
tanyakan pada keluarga pasien jika obat digunakan, “Apakah pasien merasa
mengantuk?” Jika iya hal ini menandakan adanya reaksi efek samping dari lapifed
yang digunakan. Jika obat lapifed tidak digunakan, tanyakan bagaimana keluarga
menyimpannya untuk memastikan bahwa obat tersimpan dengan baik sehingga
kualitasnya terjaga. Selanjutnya dicatat hasil evaluasi pada lembar monitoring
pasien.
c. Evaluasi Lameson Saat Home Care
Penggunaan lameson digunakan sebagai antiradang, maka apoteker perlu
menanyakan kepada pasien, apakah sakit tenggorokan (dengan tanda tenggorokan
memerah) pada pasien masih dialami, jika masih tanyakan apakah obat ini
diminum secara rutin dan sesuai dengan dosis atau tidak. Apabila tenggorokan
sudah tidak menandakan adanya radang maka obat ini dapat dihentikan. Untuk
evaluasi efek samping obat, tanyakan kepada pasien jika obat ini digunakan
apakah pasien mengalami gejala efek samping seperti moon face atau sakit kepala.
Jika obat ini tidak digunakan, tanyakan bagaimana keluarga menyimpannya untuk
memastikan bahwa obat tersimpan dengan baik sehingga kualitasnya terjaga.
Selanjutnya dicatat hasil evaluasi pada lembar monitoring pasien.
d. Evaluasi Parasetamol Saat Home Care
Penggunaan parasetamol digunakan untuk mengatasi gejala sakit kepala,
maka apoteker perlu menanyakan kepada pasien, apakah sakit sakit kepala pada
pasien masih dialami, jika masih tanyakan apakah obat ini diminum secara rutin
dan sesuai dengan dosis atau tidak. Apabila sakit kepala sudah tidak dirasakan
oleh pasien maka pemakaian obat ini dapat dihentikan. Jika obat ini tidak
digunakan, tanyakan bagaimana keluarga menyimpannya untuk memastikan
bahwa obat tersimpan dengan baik sehingga kualitasnya terjaga. Selanjutnya
dicatat hasil evaluasi pada lembar monitoring pasien.
2. Parameter Data Klinik/ Lab Yang Diamati
Apoteker dapat melakukan evaluasi dengan mengamati beberapa
parameter data klinik atau memberikan anjuran untuk melakukan pengamatan
laboratorium kepada pasien jika diperlukan. Parameter data klinik yang dapat
diamati saat melakukan home care adalah:
a. Gejala yang dikeluhkan pasien meliputi sakit tenggorokan dan nyeri saat
menelan
b. Pemeriksaan pada palatum molle tidak ada kemerahan, tampakan lidah
tidak berwarna keputihan
c. Tidak terjadi kemerahan pada tonsil
d. Hasil kultur bakteri penyebab sakit tengorokan
F. Waktu Untuk Pemeriksaan Ulang
Jika keluhan yang dialami pasien masih dirasakan lebih dari 3 hari setelah
pemakaian obat maka disarankan pasien untuk memeriksakan kondisinya kepada
dokter untuk menangani keluhan yang masih dirasakan.
3.7. Problem Based Learning 7
3.8.1 Pemaparan Kasus
Seorang perempuan usia 22 tahun, BB 45 kg, diantar ke apotek bersama
suaminya. Pasien sedang hamil 4 minggu dan merupakan kehamilan pertama.
Pasien mengeluh tidak nafsu makan, tidak bersemangat, lemas, lesu, dan pegal-
pegal. Pasien mengeluh mual-mual dan muntah-muntah pada pagi hari dan
dirasakan sangat menganggu. Keluhan umumnya berkurang dengan istirahat. Pada
malam hari, pasien mengeluh sulit tidur dan hanya tidur 4-5 jam / hari. Pasien
sudah pernah memeriksakan kehamilannya ke dokter dan mendapatkan terapi
suplemen besi dan asam folat 1 dd 1 tablet. Suami pasien mencemaskan kondisi
istrinya.
Sebagai seorang apoteker, lakukanlah :
1. Rancanglah pelayanan kefarmasian swamedikasi (tanpa resep dokter) yang
Anda lakukan.
2. Langkah patient assessment dan penentuan subjektif dan objective pasien,
dengan melakukan komunikasi pada pasien. Tugas patient assessment
dilakukan secara mandiri. Setiap mahasiswa mendapatkan kesempatan
untuk mampu melakukan assessment / history talking.
3. Merekomendasikan suatu terapi farmakologi / non farmakologi kepada
pasien disertai KIE
4. Jelaskan kesimpulan yang telah anda peroleh.
3.8.2 Penyelesaian Kasus
A. Rancangan Pelayanan Kefarmasian Swamedikasi (Tanpa Resep Dokter)
di Apotek Royal Farma

Gambar 3.5 Skema Alur Rancangan Pelayanan Kefarmasian Swamedikasi


(Tanpa Resep Dokter) di Apotek Royal Farma

9
Rancangan alur pelayanan kefarmasian swamedikasi (tanpa resep) ini
dibuat berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SOP) untuk pelayanan
swamedikasi yang dimiliki Apotek Royal Farma. Adapun tahapan- tahapan yang
penting adalah pada saat menggali informasi dari pasien meliputi kepada siapa
obat diberikan (keadaan pasien, usia pasien, kondisi pasien misalnya dalam
keadaan hamil dan menyusui atau kondisi tertentu yang dialami pasien). Kemudian
tempat timbulnya gejala keluhan, seperti apa rasanya gejala keluhan, kapan mulai
timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya. Lalu pertanyaan terkait sudah
berapa lama gejala dirasakan, ada tidaknya gejala penyerta, pengobatan yang
sebelumnya telah dilakukan, obat lain yang dikonsumsi untuk pengobatan penyakit
lainnya.

B. Patient Asessment dan Analisis Kasus berdasarkan Metode SOAP


1. Patient Asessment
Hal-hal utama yang harus digali dalam patient assessment pada kasus ini
yaitu sebagai berikut :
1. Menanyakan usia pasien
2. Menanyakan gejala lain yang dialami oleh pasien.
3. Menanyakan riwayat penyakit pasien, apakah pertama kali atau tidak.
4. Menanyakan riwayat penggunaan obat (obat yang dikonsumsi dari awal
kehamilan hingga saat ke apotek) dan mengidentifikasi tingkat kepatuhan
pasien terhadap obat yang diberikan dokter sebelumnya.
5. Menanyakan riwayat pasien seperti aktivitas dalam bekerja
6. Menanyakan asupan makan pasien.
7. Menanyakan pola hidup pasien setiap harinya semenjak kehamilan (olahraga
yang dilakukan pasien ataupun aktivitas di rumah)
8. Menanyakan gangguan yang dialami pasien akibat keluhan yang dirasakan.
9. Menanyakan apa yang dokter katakana terkait keluhan pasien, pengobatan
yang diterima pasien, dan harapan dokter terhadap membaiknya kondisi pasien.
2. Analisis Kasus

a. Identitas Pasien

Nama Pasien Ny. Y


Umur,BB 22 tahun, BB 45 kg
Jenis Kelamin Perempuan
Diagnosa Mual muntah pada kehamilan

b. Subjektif
Keluhan utama : Pasien tidak nafsu makan, tidak bersemangat, lemas,
lesu, dan pegal-pegal. Pasien mengeluh mual-
mual dan muntah-muntah pada pagi hari dan
dirasakan sangat mengganggu, Pasien merasa
mual (+), lemas (+), tidak nafsu makan.
Keluhan tambahan : Susah tidur.
c. Objektif
Riwayat penyakit :-
Kondisi pasien : Pasien sedang hamil 4 minggu dan merupakan
kehamilan pertama.
Riwayat penggunaan obat : Terapi suplemen besi dan asam folat.
d. Assessment
Berikut adalah tatalaksana terapi morning sickness pada wanita hamil:

Gambar 3.6 Tata Laksana Terapi Morning Sickness Pada Wanita Hamil (Niebly,
2010)

The American College of Obestetricans and Gynecologists (ACOG)


merekomendasikan kombinasi pyridoxin hidroklorid (vitamin B6) dan doxylamine
suksinat untuk lini pertama NVP (Nausea Vomiting of Preganancy) jika
monoterapi vitamin B6 tidak adekuat. (Course dan Approach 2013; Clark dkk..
2012). Panduan terapi NVP menurut APEC (Albama Perinatal Excellence
Collaborative) yang diambil dari ACOG pilihan pertama adalah vitamin B6 jika
gejala tidak reda maka diganti dengan doxylamin untuk pilihan keduanya. pilihan
ketiga promethazine atau dimenhidrinat jika doxylamin tidak adekuat.
Metoklorpamid atau promethazine atau trimethobenzamid merupakan pilihan ke
empat jika ibu tidak mengalami dehidrasi, jika ibu mengalami dehidrasi intervensi
cairan NaCl atau Dekstrosa dan NaCl bisa ditambahkan dimenhidritate atau
metokropamid atau promethazine dan jika tidak ada pengurangan gejala diberikan
ondansentron (Einarson, dkk., 2007; Quinla and Hill, 2003).

Perbandingan Penggunaan metoklopramid dan ondansentron untuk ibu


hamil dapat dilihat pada tabel 3.4 dibawah.
Tabel 3.4. Perbandingan Pengaruh Penggunaan Obat pada Masa Kehamilan.

Katagori Pengaruh pada Masa Kehamilan


Nama Obat
FDA Ibu Janin/Bayi
Penelitian pada hewan Tidak ada bukti terjadi
menunjukkan peningkatan cacat bawaan atau efek
Metoklopramid FDA: B
denyut jantung ibu. samping lain pada fetus
atau bayi baru lahir.
Tidak ada bukti efek
samping pada fetus
atau kesuburan tikus
Ondansentron FDA: B
dan kelinci dengan
dosis iv sampai
4mg/kg/hari.
Penggunaan ondansentron lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan
dari metoklopramid. Dimana dari 30 orang pasien, penderita mual muntah pada
kelompok yang diberikan metoklopramid ada 14 orang sedangkan dari kelompok
ondansentron hanya ada 2 orang (Damay Putri, 2010).
5. Anjuran Penggunaan Obat pada Masa Kehamilan
Menurut Niebly (2010), anjuran penggunaan obat pada masa kehamilan
adalah sebagai berikut.
1. Obat hanya diberikan atau diresepkan pada ibu hamil bila manfaat yang

diperoleh ibu diharapkan lebih besar dibandingkan dengan resiko pada


janin.
2. Sedapat mungkin segala jenis obat dihindari pemakaiannya selama trimester

pertama kehamilan.
3. Apabila diperlukan, lebih baik obat-obatan yang telah dipakai secara luas

pada kehamilan dan biasanya tampak aman diberikan daripada obat baru
atau obat yang belum pernah dicoba secara klinis.
4. Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu

sesingkat mungkin.
5. Penggunaan banyak obat tidak boleh diberikan sekaligus (polifarmasi)

6. Perlu adanya penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan.

7. Pemakaian obat-obat bebas dan resep perlu diperhatikan sepanjang


kehamilan sampai nifas. Perubahan fisiologik pada ibu yang terjadi selama
masa kehamilan akan mempengaruhi kerja obat dan pemakaiannya.
6. Problem Medik dan Drug Related Problem (DRP)
Tabel 3.5 Drug Related Problem
No Problem Medik Subyektif dan Obyektif DRP
1 Mual muntah pada Subyektif: Condition for which no drug is
kehamilan. ₋ Pasien tidak nafsu prescribed
makan Kondisi mual muntah saat
₋ tidak bersemangat kehamilan memang lumrah
₋ lemas, lesu dan pegal- terjadi pada ibu hamil, pada
pegal kasus ini apoteker memberikan
₋ mual dan muntah- obat untuk mengatasai mual dan
muntah pada pagi hari muntah yang dialami, dimana
dan dirasakan sangat obat yang diberikan sesuai
mengganggu dengan algoritma terapi awal
Obyektif: yaitu dengan vitamin B6
Pasien hamil 4 minggu (pyridoxine).
dan mendapatkan terapi
suplemen besi dan asam
folat.
7. Pertimbangan Pengatasan DRP
1. Keluhan pertama yang dialami pasien adalah tidak nafsu makan, tidak
bersemangat, lemas, lesu dan pegal-pegal namun seharusnya keluhan ini
sudah teratasi karena pasien telah mendapatkan terapi suplemen besi dan
asam folat dari dokter. Maka pertama, perlu dilakukan pendekatan kepada
pasien jika tingkat kepatuhan pasien memang rendah untuk mengkonsumsi
vitamin masa kehamilan yang diberikan dokter.
2. Keluhan pasien terkait mual dan muntah perlu dilakukan pendekatan kepada
pasien terkait waktu mengkonsumsi suplemen besi, dimana suplemen besi
memiliki efek samping mual dan muntah pada ibu hamil, sehingga pasien
disarankan untuk mengkonsumsi suplemen besi pada malam hari sebelum
tidur (Medscape, 2018)
3. Jika pasien mengkonsumsi suplemen zat besi pada pagi hari maka perlu
dilakukan perubahan waktu minum suplemen besi menjadi malam hari
sebelum tidur untuk mengatasi keluhan mual dan muntah
4. Jika pasien telah mengkonsumsi suplemen besi dengan benar maka untuk
mengatasi mual dan muntah yang dialami pasien, sesuai dengan algoritma
terapi morning sickness pada pasien ibu hamil sebaiknya diberikan vitamin
B6, 3 kali sehari 10 mg.
5. Untuk meminimalisasi rasa mual dan muntah, ada beberapa terapi non-
farmakologi yang dapat digunakan antara lain istirahat yang cukup, makan
makanan yang bergizi, mengkonumsi susu untuk ibu hamil, tidak terburu-
buru bangun dari tempat tidur, perbanyak minum air putih dan jus, serta
mempersering ke dokter untuk berkonsultasi.
8. Plan
a. Implementasi Care Plan
Apoteker merekomendasikan penggunaan terapi vitamin B6 3 kali sehari
10 mg untuk mengatasi keluhan mual pasien. Apoteker juga menyarankan pasien
untuk mengikuti kelas pernafasan atau relaksasi, seperti latihan pernafasan dan
pendinginan, latihan nafas dada, latihan nafas diafragma. Dimana secara
fisiologis, latihan relaksasi ini akan menimbulkan efek relaks yang melibatkan
syarat parasimpatis dalam sistem syaraf pusat. Dimana salah satu fungsi syaraf
parasimpatis ini adalah menurunkan produksi hormon adrenalin (hormon stres)
dan meningkatkan sekresi hormon noradrenalin (hormon relaks) sehingga terjadi
penuruna kecemasan serta ketegangan yang terjadi pada ibu hamil. Dengan
demikian pula ibu hamil dapat tidur dengan mudah dan nyaman. Terapi non-
farmakologi lainnya yang dianjurkan pada ibu hamil untuk meringankan gejala
susah tidur yang dialami adalah dengan menggunakan aroma buah apel, dimana
sensasi aroma buah apel ini akan memberikan sedikit ketenangan dan rasanya
nyaman pada ibu, sehingga ibu dapat beristirahat. Selain itu untuk mengatasi
gejala mual dan muntah yang pasien alami, dapat dikonsumsi juga jahe yang
sering kali diminum untuk meringankan rasa mual.
9. Monitoring
a. Monitoring Efektivitas Terapi
Menyarakan pasien apabila keluhan yang dirasakan mulai sangat
mengganggu dan tidak kunjung usai setelah digunakan terapi farmakologi ataupun
nonfarmakologi yang disarankan apoteker, sebaiknya pasien kembali check-up ke
dokter untuk diidentifikasi lebih lanjut akibat dari keluhan pasien.
10. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Kepada Pasien Berdasarkan Kasus
KIE yang diberikan pada pasien kasus ini meliputi informasi obat seperti
nama obat, indikasi penggunaan obat yang disarankan, cara penggunaan dan
aturan pakai, cara penyimpanan, terapi non-farmakologi berupa pasien dapat
mengikuti kelas senam hamil, batasan dan rujukan apabila terjadi perburukan
kondisi. Setelah memaparkan informasi tersebut pasien diminta dengan sopan
mengulangi informasi yang telah disampaikan untuk memastikan bahwa pasien
telah memahami garis besar dan penting informasi yang telah disampaikan, serta
secara terbuka menerima pertanyaan dari pasien. Berikut adalah penjelasan dari
masing-masing poin tersebut :
Informasi Uraian
Nama Obat Vitamin B6 (Liconam® 10 mg)
Indikasi Untuk mengatasi mual dan muntah
Aturan Pakai 3 x sehari 1 tablet (bila mual)
Cara Penggunaan Obat digunakan dengan cara diminum
Penyimpanan Obat Pada suhu kamar
Efek Samping Sakit kepala, gangguan pencernaan dan
mengantuk

Selain melakukan KIE terkait obat yang diberikan kepada pasien, juga
dapat dilakukan KIE terkait terapi non farmakologi yang dapat dilakukan pasien.
Berikut adalah terapi non farmakologi yang dapat dianjurkan pada pasien. berikut
adalah terapi non-farmakologi yang disarankan ke pasien :
1. Konsumsi Gizi Seimbang
Makanan yang baik untuk ibu hamil adalah yang tinggi karbohidrat dan
protein. Buah dan sayuran juga harus teratur dikonsumsi. Lebih baik
mengatur makan dalam porsi sedikit namun lebih sering frekuensinya agar
perut tidak kosong dan kadar gula darah stabil.
2. Bergerak Perlahan
Jangan terburu-buru dalam melakukan gerakan, misalnya dari bangun
pagi, lebih baik duduk dahulu sebelum berdiri.
3. Hindari Pemicu Mual
Setiap ibu hamil memiliki hal-hal tertentu yang dapat memicu mual,
seperti parfum atau makanan berbau tajam, sehingga perlu dihindari bau- bau
yang memicu mual sang ibu.
4. Konsumsi Jahe
Untuk pengobatan tradisional, jahe adalah pilihan yang tepat, bisa berupa
minuman atau dikunyah. Hal ini dapat membantu mengurangi rasa mual.
5. Menggunakan Aroma Buah Apel
Beberapa orang sering kali menggunakan aroma buah apel untuk
meringankan rasa mual yang ingin muntah yang dialaminya, ini juga dapat
diterapkan pada ibu hamil.
6. Mengkonsumsi Susu Ibu Hamil
Pasien dapat disarankan untuk mengkonsumsi susu ibu hamil, dimana
tujuan dari mengkonsumsi susu tersebut adalah mencegah terjadinya
dehidrasi akibat morning sickness dan juga sebagai suplai nutrisi bila ibu
hamil tidak nafsu makan.
7. Mengkonsumsi Makanan yang Cukup
Pasien disarankan untuk mengkomsumsi makanan yang bisa dimakan dan
tidak menyebabkan mual muntah, dimana ibu hamil harus mendapatkan
asupan nutrisi yang cukup agar tidak terjadi dehidrasi yang dapat
memperparah kondisi pasien.
C. Kesimpulan yang Diperoleh

Berdasarkan dari pada proses assessment yang telah dilakukan ke pasien,


Apoteker menyarankan penggunaan obat tambahan yaitu Vitamin B6 3 kali sehari
1 tablet yang diminum hanya bila mual. Disamping itu untuk mengatasi keluhan
sulit tidur yang dialami pasien, apoteker menyarankan pasien untuk menggunakan
aroma buah apel untuk memberikan sensasi tenang dan nyaman pada pasien serta
dapat meringankan rasa mual dan ingin muntah yang dialami pasien. Disamping
itu tingkat kepatuhan pasien dalam pengobatan yang diberikan dokter juga perlu
dijaga, sehingga hal ini diberitahukan kepada suami pasien untuk mengingatkan
pasien mengkonsumsi suplemen besi dan asam folat yang diberikan dokter.
3.8. Problem Based Learning 8
3.8.1 Pemaparan Kasus
Sebagai Apoteker, Anda akan melaksanakan kegiatan promosi kesehatan di
lingkungan sekitar Apotek Anda. Kondisi wilayah dan kondisi penduduk
disesuaikan dengan case study pada pertemuan pertama.
Rancanglah:
1. Tema dan topik media informasi yang mengandung unsur promosi dan
preventif kesehatan.
2. Deskripsikan tema tersebut dalam media informasi berupa Leaflet / booklet /
poster, blog yang mengandung unsur promosi dan preventif kesehatan.
3. Simulasikan penyuluhan mini menggunakan media informasi yang sudah
dibuat menggunakan Bahasa Indonesia/Bahasa Inggris/Bahasa Lokal.

3.8.2 Penyelesaian Kasus


1. Tema promosi dan preventif kesehatan yang diambil yaitu gout arthritis
2. Tema promosi dan preventif kesehatan dideskripsikan dalam bentuk leaflet.
3. Penyuluhan mini dibuat dalam Bahasa Indonesia. Simulasi dibuat dengan
memberikan penyuluhan mengenai gout arthritis.
RANCANGAN SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
PROMOSI KESEHATAN
BAB I

1.1 Tujuan dan Target Promosi Kesehatan bagi Apotek


Tujuan dari promosi kesehatan yang dilaksanakan adalah untuk
memperkenalkan pada masyarakat tentang adanya Apotek Royal Farma di
lingkungan Jalan Pratama No17 Tanjung Benoa Badung, yaitu melalui kegiatan
penyuluhan dan pengecekan asam urat gratis. Target yang ingin dicapai dari
kegiatan ini adalah agar masyarakat di sekitar apotek yang menderita asam urat
dan yang mengikuti kegiatan promosi kesehatan serta pengecekan asam urat gratis
datang ke apotek untuk bertanya informasi terkait penyakit.

1.2 Sasaran Audience


Masyarakat yang ada di sekitar desa tempat berdirinya apotek, di mana
menurut data yang diperoleh pada penduduk daerah Badung berdasarkan data
RISKESDAS pada tahun 2013 masyarakat dewasa yang mengalami asam urat
sebesar 15,3%, sedangkan pada geriatri yaitu 29,4%. Target peserta penyuluhan
adalah 50 orang masyarakat yang memiliki penyakit asam urat.

1.3 Rancangan Proses Pengenalan Apotek Pada Masyarakat (Plan)


1.3.1 Kegiatan
Sosialisasi tentang informasi tentang penyakit asam urat (Gout artritis),
pentingnya menjaga kadar asam urat, dan pengecekan gratis kadar asam urat
gratis untuk masyarakat di sekitar Apotek Royal Farma.
1.3.2 Media dan Alat
 Leaflet
 LCD
 Layar
1.3.3 Waktu
Hari/Tanggal : 25 April 2018
Waktu : 07.30 – 11. 30 WITA
Tempat : Balai Banjar daerah Apotek Royal Farma (Jalan Pratama,
Tanjung Benoa, Badung.

1.3.4 Rancangan Acara


Sebelum dilakukan persiapan acara dilakukan pemberitahuan dan
permintaan ijin kepada kepala desa, bendesa dan kelian adat lingkungan
Tanjung benoa Badung (disekitar Apotek Royal Farma). Diinformasikan
kepada pihak-pihak tersebut bahwa apotek akan mengadakan pengumpulan
warga sebagai peserta dalam sosialisasi mengenai penyakit asam urat yang
akan diadakan oleh apotek. Latar belakang dari dilakukannya sosialisasi ini
adalah terkait prevalensi penyakit asam urat (sendi) di badung masih cukup
tinggi dan sekaligus memperkenalkan Apotek Royal Farma pada masyarakat.
Metode yang digunakan untuk pemberian informasi yaitu penyuluhan
kecil pada masyarakat dengan mendatangkan praktisi. Dalam acara promosi
kesehatan tersebut juga disertai dengan adanya pengecekan asam urat gratis
dan bekerjasama dengan dokter untuk pemeriksaan terkait penyakit asam urat.
Dari hasil pemeriksaan mengenai penyakit asam urat, masyarakat akan
diarahkan untuk menebus resep dokter di Apotek Royal Farma. Saat
penebusan resep, apoteker memberikan informasi obat yang digunakan dan
untuk pengecekan selanjutnya apoteker mencatat nomor telepon serta identitas
dari pasien sehingga apoteker dapat mengontrol/memonitoring kembali kadar
asam urat pasien setiap bulannya. Dengan demikian hadirnya Apotek Royal
Farma diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang
mengalami penyakit asam urat. Hal ini akan selaras dengan lebih dikenalnya
apotek dan pasien akan rutin datang mengecek kadar asam urat pasien secara
berkala.
Pelaksanaan Kegiatan
No Kegiatan Pendidik Peserta Waktu
1 Pembukaan  Memberi salam  Menjawab salam 5 menit
 Menjelaskan tujuan  Mendengarkan dan
memperhatikan

2 Kegiatan inti  Menjelaskan pengertian  Mendengarkan dan 20-30 menit


penyakit memperhatikan
 Menjelaskan penyebab
penyakit
 Menjelaskan tanda dan
gejala
 Menjelaskan penanganan
dan pencegahan
 Menjelaskan pentingya
menjaga asam urat
3 Penutup  Tanya jawab  Bertanya dan 20-25
 Pemberian souvenir bagi menjawab Menit
peserta yang aktif.
4 Pembagian tiket  Tiap Peserta diberikan 1  Kemudian pasien 180 menit
pengecekan tiket gratis secara bergiliran
kadar asam urat memeriksakan
Langsung di kadar asam urat
Balai banjar pasien kemudian
bila perlu obat
pasien diberikan
resep untuk
ditebus di apotek
Sedana farma.
1.3.5 Keuntungan untuk Apotek
Keuntungan yang dapat diperoleh Apotek dengan mengadakan penyuluhan
1. Sebagai promosi agar masyarakat mengenal Apotek Royal Farma di
daerah Tanjung Benoa, Badung.
2. Setelah masyarakat mengenal Apotek Royal Farma, kemudian masyarakat
mendapat pelayanan yang ramah dari apoteker di Apotek Royal Farma
serta mendapatkan informasi mengenai penyakit dan obat yang digunakan,
serta melalukan monitoring kepada pasien. Dengan demikian masyarakat
menjadi percaya terhadap pelayanan apoteker di Apotek Royal Farma.
Monitoring dilakukan dengan menghubungi pasien melalui telepon dan
memberikan kartu pengobatan (Kartu Monitor Farma) pengecekan asam
urat rutin pada pasien.
3. Ketika masyarakat sudah percaya dengan Apotek Royal Farma maka peran
Apoteker sebagai retailer akan digunakan untuk meningkatkan omset
penjualan obat dan obat herbal setelah penyuluhan dan pengobatan berkala
dengan mempromosikan produk yang ada pada apotek.
Berikut adalah daftar obat herbal dan tradisional yang telah bekerjasama
dengan Apotek Royal Farma.
 Amazon Barries (Cai berry sebagai anti inflamasi, Xhanton dari kulit
manggis sebagai anioksidan dan anti inflamasi, Resveratrol dari buah
anggur menghambat peradangan )
 Urat Agaric Pro (Madu Fermentasi, Ekstrak Jamur Agaricus Blazei
Murill, Propolis, Ekstrak Manggis, Ekstrak Kelopak Bunga Rosella,
Ekstrak Sarang Semut, Gula Aren)
 Serbuk Sari Kumis Kucing
 Serbuk Sari Jahe
1.3.6 Rancangan Keuangan
No Pengeluaran Jumlah Biaya Total Sumber dana
1 Snack peserta 55 4.000 220.000 Apotek
2 Konsumsi 4 20.000 80.000 Apotek
Dokter
3 LCD dan layar 2 100.000 200.000 Sponsor
4 Leaflet 50 2.000 100.000
lembar
5 Sound kecil 1 200.000 200.000
6 Honor dokter 3 250.000 750.000 Apotek
7 Strip cek asam 1 box 200.000 200.000 Apotek
urat
8 Souvenir 3 paket 50.000 150.000 Apotek
Total Rp 1.900.000
No Pemasukan dalam Jumlah Harga Total Keterangan
kurun waktu 2-3 bulan Jual
hanya untuk penjualan
obat herbal
1 Amazon Barries (Cai 15 @200. 2.000.000 Keuntungan per
berry, Xhanton, 000 produk 40.000
Resveratrol ) Jika 15 produk, maka
keuntungannya
adalah 600.000
2 Urat Agaric Pro (Madu 15 @210. 2.100.000 Keuntungan per
Fermentasi, Ekstrak 000 produk 42.000
Jamur Agaricus Blazei Jika 15 produk maka
Murill, Propolis, keuntungannya
Ekstrak Manggis, adalah 630.000
Ekstrak Kelopak
Bunga Rosella,
Ekstrak Sarang Semut,
Gula Aren)
3 Serbuk Sari Kumis 20 @75.0 1.500.000 Keuntungan per
Kucing 00 produk 25.000
Jika 20 produk maka
keuntungannya
adalah 500.000
4 Serbuk Sari Jahe 20 @75.0 1.500.000 Keuntungan per
00 produk alah 25.000
Jika 20 produk maka
keuntungannya
adalah 500.000
Total 2.230.000
BAB II
MATERI GOUT ARTHRITIS

2.1 Pendahuluan
Asam urat merupakan sebutan orang awan untuk rematik pirai (gout artritis).
Selain osteoartritis, asam urat merupakan jenis rematik artikuler terbanyak yang
menyerang penduduk indonesia. Penyakit ini merupakan gangguan metabolik
karena asam urat (uric acid) menumpuk dalam jaringan tubuh, yang kemudian
dibuang melalui urin. Pada kondisi gout, terdapat timbunan atau defosit kristal
asam urat didalam persendian (Tehupeiroy, 2006). Selain itu asam urat merupakan
hasil metabolisme normal dari pencernaan protein (terutama dari daging, hati,
ginjal, dan beberapa jenis sayuran seperti kacang dan buncis) atau dari penguraian
senyawa purin yang seharusnya akan dibuang melalui ginjal, feses, atau keringan
(Wortmann, 2001).
Berdasarkan penyebabnya, penyakit asam urat di golongkan menjadi 2, yaitu:
a. Penyakit gout primer.
Penyebabnya kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini di duga berkaitan
dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan
gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam
urat. Atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari
tubuh.
b. Penyakit gout sekunder.
1) Meningkatnya produksi asam urat karena pengaruh pola makan yang tidak
terkontrol, yaitu
dengan mengkonsumsi makanan yang berkadar purin tinggi. Purin adalah salah
satu senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan
termasuk dalam kelompok asam amino, yang merupakan unsur pembentukan
protein.
2) Produksi asam urat juga dapat meningkat. Karena penyakit pada darah
(penyakit sumsum tulang, polisitemia, anemia hemolitik), obat-obatan (alkohol,
obat-obat kanker, vitamin B12, diuretika, dosis rendah asam salisilat).
3) Obesitas (kegemukan).
4) Intoksikasi (keracunan timbal).
5) Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik. Dimana
akan ditemukan mengandung benda-benda keton (hasil buangan metabolisme
lemak) dengan kadar yang tinggi. Kadar benda-benda keton yang meninggi akan
menyebabkan kadar asam urat juga ikut meninggi.
(Poor and Mituszova, 2003)
Tidak semua orang dengan peningkatan asam urat dalam darah
(hiperuremia) akan menderita penyakit asam urat. Namun ada beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan seseorang menderita
penyakit asam urat, diantaranya:
a. Pola makan yang tidak terkontrol. Asupan makanan yang masuk ke dalam
tubuh dapat mempengaruhi kadar asam urat dalam darah. Makanan yang
mengandung zat purin yang tinggi akan diubah menjadi asam urat.
b. Seseorang dengan berat badan yang berlebihan (obesitas).
c. Suku bangsa tertentu. Menurut penelitian, suku bangsa di dunia yang paling
tinggi prevalensinya terserang asam urat adalah orang maori di Australia.
Prevalensi orang maori terserang penyakit asam urat tinggi. Sedangkan di
Indonesia prevalensi tertinggi pada penduduk pantai dan yang paling tinggi di
daerah Manado-Minahasa karena kebiasaan atau pola makan ikan dan
mengkonsumsi alkohol.
d. Peminum alkohol. Alkohol dapat menyebabkan pembuangan asam urat lewat
urine ikut berkurang, sehingga asam urat tetap bertahan di dalam darah.
e. Seseorang yang berumur ≥ 45 tahun biasanya pada laki-laki, dan perempuan
saat umur menepouse.
f. Seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit asam urat.
g. Seseorang kurang mengkonsumsi air putih.
h. Seseorang dengan gangguan ginjal dan hipertensi.
i. Seseorang yang menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu lama.
j. Seseorang yang mempunyai penyakit diabetes mellitus.
(Tom et al, 2010)
2.2 Prevalensi
Prevalensi artritis gout di dunia berkisar 1 - 2% dan mengalami peningkatan
dua kali lipat dibandingkan dua dekade sebelumnya (Hamijoyo, Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2016). Di Indonesia prevalensi artritis gout belum
diketahui secara pasti dan cukup bervariasi antara satu daerah dengan daerah yang
lain. Sebuah penelitian di Jawa Tengah mendapatkan prevalensi artritis gout
sebesar 1,7% sementara di Bali didapatkan prevalensi hiperurisemia mencapai
8,5% . Penderita paling banyak pada golongan usia 30 - 50 tahun yang tergolong
usia produktif (Hamijoyo, 2016).

2.3 Tanda dan gejala


Manifestasi klinis yang ditimbulkan pada penyakit asam urat antara lain
adalah sebagai berikut :
a. Nyeri hebat pada malam hari, sehingga penderita sering terbangun saat tidur.
b. Saat dalam kondisi akut, sendi tampak terlihat bengkak, merah dan teraba
panas. Keadaan akut biasanya berlangsung 3 hingga 10 hari, dilanjutkan dengan
periode tenang. Keadaan akut dan masa tenang dapat terjadi berulang kali dan
makin lama makin berat. Dan bila berlanjut
dan jaringan bukan sendi.
c. Disertai pembentukan kristal natrium urat yang dinamakan thopi.
d. Terjadi deformitas (kerusakan) sendi secara kronis.
(Fiona et al, 2013)
2.4 Stadium Penyakit Gout Artristis
Kasus asam urat tingkat keparahannya terdiri dari empat tahapan/stadium:
1. Tahap Asimtomatik (stadium I)
Tanda-tanda penyakit asam urat/gout pada stadium I atau permulaan
biasanya ditandai dengan peningkatan kadar asam urat tetapi tidak dirasakan
oleh penderita karena tidak merasakan sakit sama sekali dan tidak disertai gejala
nyeri, arthritis, tofi/tofus maupun batu ginjal atau batu urat di saluran kemih.
2. Tahap Akut (stadium II)
Asam urat Stadium II biasanya terjadi serangan radang sendi disertai
dengan rasa nyeri yang hebat, bengkak, merah dan terasa panas pada pangkal
ibu jari kaki.Biasanya serangan muncul pada tengah malam dan menjelang pagi
hari.
3. Tahap Interkritikal (stadium III)
Asam urat Stadium III adalah tahap interval di antara dua serangan
akut.Biasanya terjadi setelah satu sampai dua tahun kemudian.
4. Tahap Kronik (stadium IV)
Tahapan kronik ini ditandai dengan terbentuknya tofi dan deformasi atau
perubahan bentuk pada sendi-sendi yang tidak dapat berubah ke bentuk seperti
semula, ini disebut gejala irreversibel atau arthritis asam urat kronis. Pada
kondisi ini frekuensi kambuh akan semakin sering dan disertai rasa sakit terus
menerus yang lebih menyiksa dan suhu badan bisa tinggi. Bila demikian bisa
menyebabkan penderita tidak bisa jalan atau lumpuh karena sendi menjadi kaku
kaku tak bisa ditekuk.
(Junadi, 2013)
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Peningkatan Kadar Asam
Urat
Gangguan asam urat dipicu oleh beberapa hal.Berikut ini faktor risiko yang
membuat seseorang terserang asam urat.
1. Senyawa purin berlebih
Purin merupakan senyawa yang akan diubah menjadi asam urat dalam
tubuh. Kadar asam urat meningkat karena asupan makanan tinggi purin. Jenis
makanan yang tinggi purin, misalnya jeroan, seafood, makanan kaleng, dan
kaldu daging.
2. Genetik
Adanya riwayat asam urat dalam keluarga membuat risiko terjadinya
asam urat menjadi semakin tinggi.
3. Konsumsi alkohol berlebih
Alkohol merupakan penghambat pengeluaran asam urat dari dalam
tubuh.
4. Berat badan berlebih
Kondisi berat badan yang berlebih (gemuk) dapat menyebabkan asam
urat. Hal ini disebabkan lemak yang banyak terdapat pada tubuh orang gemuk
menghambat pengeluaran asam urat melalui urin.
5. Obat tertentu
Jenis obat tertentu yang dikonsumsi dalam jangka panjang ternyata
dapat meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh, seperti diuretik (peluruh air
kencing) dan aspirin (pencegah serangan jantung).
6. Gangguan fungsi ginjal
Asam urat dikeluarkan bersama urin melalui ginjal.Jika terjadi gangguan
pada ginjal, pengeluaran asam urat juga terganggu.
7. Usia
Penyakit asam urat lebih sering menyerang pria di atas 30 tahun.Hal ini
disebabkan pria mempunyai kandungan asam urat dalam darah lebih tinggi
dibanding wanita.Kandungan asam urat pada wanita baru meningkat setelah
menopause.
8. Kurang minum
Kurang minum memicu pengendapan asam urat dan menghambat
pengeluaran asam urat
9. Makanan yang banyak mengandung purin: Jeroan, bayam, mentega,
durian, daging, makanan laut, melinjo / emping, jengkol, petai, tape, sarden,
santan, alpukat, gorengan, akohol
(Misnadiarly, 2016)
2.6 Tatalaksana Terapi
a.Terapi non farmakologi
- Menurunkan berat badan (bagi penderita yang disertai obesitas)
- Menghindari makanan yang dapat menjadi pencetus asam urat (daging
sapi, kambing, babi, butter, seafood)
- Mengurangi konsumsi alkohol
- Meningkatkan asupan cairan
- Terapi es pada tempat yang sakit
- Modifikasi gaya hidup
(Depkes RI, 2006)

Gambar 2.1 Daftar Makanan Penyebab Asam Urat (Kemenkes RI,2011)


b. Penggunaan obat pada penderita asam urat

- NSAID
NSAID digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri pada pasien asam urat,
Penggunaan NSAID tidak mempengaruhi kadar urat dalam serum, namun
dapat membuat pasien merasa lebih baik. Pemberian NSAID sebaiknya
diminum setelah makan dengan dosis 150-200 mg sehari dan sedapat mungkin
dihindarkan penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal dan
gangguan gastrointestinal (Depkes RI, 2006)
- Kortikosteroid
Kortikosteroid oral maupun injeksi merupakan alternatif untuk pasien
yang tidak toleransi terhadap NSAID dan kolkisin.Injeksi intra-artikular
kortikosteroid sangat berguna untuk asam urat yang terbatas hanya pada
sendi.Kortikosteroid dapat diberikan dalam dosis tinggi (30-40 mg), kemudian
berangsur-angsur diturunkan selama 7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid
harus diperhatikan pada pasien dengan gagal jantung (Hainer et al., 2015;
Depkes RI, 2006)
- Kolkisin
Kolkisin merupakan pilihan terapi lain untuk asam urat. Kolkisin tidak
memiliki sifat analgesik dan kurang efektif jika diberikan pada 72-96 jam
setelah timbul gejala. Kolkisin tidak menurunkan kadar urat dalam serum dan
dapat dipakai untuk mencegah serangan dan direkomendasikan untuk
diberikan dalam dosis rendah sebelum memulai obat penurun asam urat,
kemudian dilanjutkan sampai 1 tahun setelah asam urat dalam serum menjadi
normal. Bila diberikan secara oral, maka diberikan dosis awal 1 mg, diikuti
dnegan dosis 0,5 mg (Hainer et al., 2015; Depkes RI, 2006)
- Xanthine oxidase inhibitor (urikostatik)
Obat golongan ini dapat menurunkan produksi asam urat yang saat ini
sebagai drug of choice penurun kadar asam urat. Dosis awal diatur sesuai
dengan fungsi ginjal (CrCl>80 mL/menit, 300 mg/sehari; CrCl 30-60
mL/menit, 200 mg/hari; CrCl 20-29 mL/menit, 100 mg/sehari) (Depkes RI,
2006).
- Obat golongan urikosurik
Urikosurik meningkatkan ekskresi asam urat dengan cara menghambat
reabsorpsi tubular ginjal. Obat ini dapat digunakan untuk asam urat yang
disebabkan karena konsumsi obat diuretik (Depkes RI, 2006).

2.7 Pencegahan
Gout tidak dapat di cegah tetapi beberapa pencetusnya dapat di hindari
misalnya cedera, konsumsi alkohol yang berlebih, makanan yang kaya
protein.Untuk mencegah kekambuhan dianjurkan meminum air yang banyak,
menghindari minuman beralkohol dan mengurangi makanan kaya protein. Banyak
penderita gout yang memiliki kelebihan berat badan, jika berat badan mereka
dikurangi maka kerap kali kadar asam urat dalam darah akan kembali normalatau
mendekati normal. Beberapa gout terutama yang mengalami serangan berulang
yang hebat, mulai menjalani pengobatan jangka panjang.Kolkisin dosis rendah
diminum setiap hari dan dapat mencegah serangan atau sekurang kurangnya
mengurangi frekuensi serangan.Mengkonsumsi obat anti peradangan non steroid
secara rutin juga dapat mencegah terjadinya serangan gout berulang.Terkadang
kolkisin dan obat anti peradangan non steroid diberikan dalam jangka waktu yang
bersamaan. Namun kombinasi kedua obat ini tidak mencegah maupun
memperbaiki kerusakan sendi karena pengendapan kristal dan memiliki resiko
bagi penderita yang memiliki penyakit ginjal atau hati (Junadi, 2013).

Penggunaan obat sintetik atau kimia terkait terapi pada penyakit gout
arthritis memiliki beberapa efek samping seperti pada obat NSAID dapat
menyebabkan efek samping yaitu iritasi pada system gastrointestinal, ulserasi
pada perut dan usus, dan bahkan perdarahan pada usus (Rahmah dan Safarudin,
2016). Toksisitas lain yang berkaitan dengan NSAID, dapat menyebabkan
penyakit ginjal, termasuk insufisiensi renal akut, hiperkalemia, nekrosis papilari
ginjal. Data klinis sindrom ginjal: meningkatnya serum kreatinin, BUN,
hiperkalemia, meningkatnya tekanan darah, edema peiferal, penambahan berat
badan. COX-2 inhibitor juga berpotensi mengakibatkan toksistas ginjal; Bukti
mutakhir COX-2 inhibitor juga berisiko untuk pasien kardiovaskular Coxib dan
NSAID tidak biasa menyebabkan hepatitis (Depkes RI, 2006). Kolkhisin dipakai
untuk Arthritis gout akut, sebagian rematologis menganggap tidak efektif, karena
cenderung menyebabkan diare berat terutama bagi pasien dengan mobilitas
terbatas. Sebaiknya dipakai untuk pencegahan saja atau sebagai pilihan terakhir
22. Obat uriko surik Probenesid dan sulfinpirazon sebaiknya tidak dipakai untuk
pasien dengan kerusakan ginjal (Depkes RI, 2006). Hal yang perlu diwaspadai
pada penggunaan obat urikostatik:
- Banyak interaksi, terutama dengan antikoagulan oral, teofilin, azatioprin.
- Efek samping utama : ruam (2%)
- Reaksi hipersensitif: (0.4%), meningkat bila dimakan bersama ampisilin
(20%), tiazid. Reaksi hipersensitif dapat mengakibatkan mortalitas.
- Karena ekskresi hanya lewat ginjal, hati-hati bagi yang mengalami kerusakan
ginjal, sebab itu dosis harus disesuaikan dengan creatinin clearance.
2. 8. Obat Tradisional Untuk Penderita Asam Urat
Obat herbal merupakan bahan atau ramuan yang bisa berupa tumbuhan,
hewan, bahan mineral, atau campuran darisemua bahan tersebut yang secara
turun-temurun telah digunakan masyarakat untuk pengobatan dan diterapkan
sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Obat herbal dikenal juga sebagai obat
alternatif, obat alamiah, atau tradisional yang sudah dimanfaatkan sejak lama.
Pemanfaatan bahan alam disekitar kehidupan manusia secara kultur dilakukan
manusia turun-temurun. Keuntungan penggunaan obat herbal dibandingkan
dengan pengobatan modern antara lain:
1. Efek samping sangat kecil karena berasal dari bahan alami.
2. Menghilangkan akar penyakit karena efek obat herbal bersifat menyeluruh
sehingga tidak hanya mengobati penyakit tetapi juga meningkatkan sistem
kekebalan tubuh untuk melawan penyakit.
3. Bahan mudah didapat , tanaman herbal banyak ditemukan disekitar kita dan
mudah dibudidayakan.
4. Bebas dari racun/toksin. Obat herbal mengandung anti racun dan memiliki
kemampuan megeluarkan racun dari dalam tubuh.
5. Bahan mudah dioleh, tidak memerlukan teknologi tinggi dan sangat
sederhana.
6. Bisa mengobati berbagai penyakit secara bersamaan.
(Margowati dan Priyanto, 2017)
Obat tradisional untuk asam urat, antara lain :
1. Kumis Kucing
Rebus 30-60 gr kumis kucing kering atau 90-120 gr kumis kucing segar,
lalu minum air rebusannya. Kumis kucing segar atau kering juga dapat diseduh
lalu diminum seperti teh (Saraswati, 2010)
Di Apotek telah dijual serbuk kumis kucing yang dapat digunakan sebagai
teh, cara penggunaan dilakukan dengan cara melarutkan serbuk kumis kucing 2
sendok makan dengan air hangat diaduk dan disaring airnya kemudian dapat
diminum.
2. Kompres Jahe
Kompres Jahe, karena jahe mengandung minyak asiri, gingerol dan
oleoresin yang bersifat menghangatkan. Kompres jahe baik digunakan bagi
penderita asam urat yang telah mengalami pembengkakan yang berfungsi untuk
memperlebar pembuluh darah dan memperlancar aliran darah, sehingga bengkak
dan nyeri dapat berkurang atau hilang. Alat dan bahan : jahe 3-5 ruas, parutan,
mangkok dan kain perban. Cara membuatnya yaitu cuci bersih jahe, kemudian
parut jahe dan tempatkan dalam mangkok, aduk sampai seperti bubur. Cara
penggunaannya adalah balurkan parutan jahe tersebut pada sendi yang sakit,
kemudian sisa parutan jahe perbankan pada sendi yang bengkak (Saraswati S.,
2010)
Di apotek telah dijual serbuk jahe yang dapat digunakan sebagai parem
atau boreh, diambil secekupnya serbuk sesuai kebutuan dan dilarutakn dengan air
sehingga menjadi seperti lulur kemudian diolesi bagian yang mengalami
pembengkakan.
Penggunaan obat sintetik/kimia dapat menimbulkan efek samping meskipun
mekanisme kerja obatnya lebih cepat dibandingkan dengan obat herbal. Obat
herbal dapat dijadikan sebagai terapi alternatif maupun suportif terhadap penyakit
gout arthritis melihat dari keunggulan obat herbal. Tidak semua masalah
kesehatan dapat diatasi dengan pengobatan konvensional, dalam kenyataannya
saat ini pengobatan tradisional telah dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas.
Memperhatikan hal tersebut di atas dan terjadinya pergeseran pola penyakit dari
infeksi ke degeneratif, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran, mengakibatkan kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap
pelayanan pengobatan yang berkualitas. Hendaknya masyarakat mengetahui
keuntungan dan kerugian penggunaan obat konvensional maupun obat tradisional,
sehingga dapat memilih dengan tepat mana obat yang sesuai dengan kebutuhan,
bahkan kombinasi dimungkinkan selama tidak ada interaksi obat. Selang waktu
ideal antara mengkonsumsi obat herbal dan obat kimia adalah minimal 2 jam
(Somahita, 2014).
Namun dalam penggunaan obat tradisional ramuan dari tanaman kumis
kucing perlu diperhatikan. Interaksi obat dapat terjadi terhadap penggunaan obat
tradisonal kumis kucing dengan obat hipertensi golongan diuretik, dimana dapat
meningkatkan efektivitasnya sehingga meningkatkan frekuensi buang air kecil
dan meningkatkan resiko kekurangan kalium dan resiko infeksi saluran kandung
kemih (Informasi kesehatan, 2018).
BAB III
PEMBAHASAN

Promosi kesehatan merupakan upaya pemberdayaan masyarakat untuk


memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan lingkungannya
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar dapat
menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai soasial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan (Notoatmodjo, 2015).
Tindakan yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan kepedulian
masyarakat tentang kesehatan di lingkungan Apotek Royal Farma yang berlokasi
di Tanjung Benoa Badung dengan mengadakan promosi kesehatan kepada
masyarakat setempat dalam wujud sosialisasi atau promosi kesehatan. Agar
informasi kesehatan yang didapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat,
maka perlu dilakukan tinjauan dan evaluasi mengenai prevalensi penyakit yang
sering terjadi.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan menurut data RISKESDAS pada
tahun 2013 masyarakat dewasa yang mengalami asam urat sebesar 15,3%,
sedangkan pada geriatri yaitu 29,4% penyakit Gout arthritis (asam urat)
merupakan penyakit yang disebabkan oleh karena adanya suatu proses inflamasi
yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi
(Misnadiarly, 2016). Berdasarkan hal tersebut, Apotek Royal Farma bermaksud
untuk memberikan sosialisasi mengenai penyakit asam urat beserta penanganan
penyakit dan pencegahan dari penyakit asam urat. Promosi kesehatan ini juga
sekaligus untuk memperkenalkan Apotek Royal Farma sebagai apotek baru yang
berada di lingkungan Tanjung Benoa Badung.
Adapun tujuan yang diinginkan dari Apotek Royal Farma berkaitan dengan
adanya kegiatan promosi kesehatan selain memberikan informasi kesehatan
kepada masyarakat adalah masyarakat dapat mengenal dan tahu mengenai
keberadaan Apotek Royal Farma dan 100% masyarakat yang hadir dalam
kegiatan promosi kesehatan tersebut dapat langsung berkunjung ke Apotek Royal
Farma. Untuk target sasaran audiens yang diharapkan mengikuti kegiatan promosi
kesehatan ini adalah kalangan masyarakat yang mengalami penyakit asam urat.
Jumlah audiens yang diharapkan ikut serta dalam kegiatan promosi kesehatan
adalah sebesar 50 orang.
Kegiatan promosi kesehatan ini akan dilakukan dalam bentuk sosialiasi
kepada masyarakat disertai dengan adanya kegiatan cek asam urat gratis, diamana
Apotek Royal Farma bekerja sama dengan dokter untuk melakukan pemeriksaan.
Setelah pemeriksaan, dokter akan memberikan resep, di mana resepnya dapat
ditebus di Apotek Royal Farma. Tempat yang rencananya akan digunakan untuk
sosialiasi adalah di Balai Banjar di sekitar apotek di Tanjung Benoa Badung.
Untuk dapat memenuhi jumlah audiens yang berjumlah 50 orang dan
menggunakan balai banjar sebagai tempat sosialisai, maka terlebih dahulu
dilakukan diskusi terhadap kepala desa. Pemberian informasi dapat dijelaskan
yaitu mengenai prevalensi penyakit dari asam urat dan penyakit asam urat yang
dapat mengganggu produktivitas dari masyarakat, sehingga diperlukan adanya
sosialisasi mengenai asam urat. Kepala desa yang telah menyetujui
diselenggarakannya kegiatan promosi kesehatan akan menginformasikan kepada
perbekel banjar untuk menyediakan tempat dalam melakukan kegiatan promosi
kesehatan. Perbekel banjar yang juga akan menghimbau warganya untuk
mengikuti kegiatan promosi kesehatan ini, sehingga sasaran peserta yang
berjumlah 50 orang dapat tercapai.
Kegiatan sosialisasi atau promosi kesehatan ini akan membahas mengenai
mengenai penyakit asam urat, penyebab penyakit tersebut, tanda dan gejala
penyakit asam urat serta penangan dan pencegahan penyakit tersebut. Kemudian
pada akhir sosialisasi diadakan sesi tanya jawab dan pemberian souvenir bagi
peserta tanya jawab yang menjawab atau mengajukan pertanyaan yang terbaik.
Acara dilanjutkan dengan dilakukannya pengecekan kadar asam urat gratis serta
pemeriksaan gratis oleh dokter kepada 50 orang masyarakat sebagai peserta
sosialisasi. Masyarakat yang nantinya telah diperiksa oleh dokter dan mendapat
resep dari dokter, akan diarahkan menuju ke Apotek Royal Farma untuk menebus
resep.
Masyarakat yang menebus resep dari dokter akan menuju ke Apotek Royal
Farma. Di Apotek Royal Farma tersebut, apoteker akan melayani peserta dengan
ramah dan memberikan informasi mengenai obat yang diresepkan oleh dokter.
Apoteker juga memberikan informasi mengenai perlunya diadakan pengecekan
kembali asam urat untuk memastikan bahwa pasien /masyarakat tersebut benar-
benar mengalami penyakit asam urat. Untuk memastikan bahwa pasien
melakukan pengecekan kembali, apoteker meminta biodata dan nomor telepon
pasien untuk memudahkan apoteker dalam melakukan follow up kepada pasien.
Selain itu apoteker juga membuat kartu kontrol pasien yang berisi nama, nomor
telepon, dan alamat dari pasien.
Terkait kepercayaan dari masyarakat, maka nantinya diharapkan masyarakat
akan sering datang untuk berkonsultasi mengenai keluhan atau sakitnya kepada
apoteker di Apotek Royal Farma terlebih dahulu, sehingga apoteker di Apotek
Royal Farma dapat memberikan pengaruh positif bagi masyarakat setempat.
Target selanjutnya ketika masyarakat percaya kepada apoteker dan sering
berkunjung ke apotek, yaitu apoteker dapat menawarkan kepada masyarakat
mengenai pemeliharaan kesehatan dalam hal ini pemeliharaan kadar asam urat
dengan menawarkan obat herbal. Apoteker dapat menjelaskan bahwa obat herbal
sebagai terapi suportif untuk dapat menjaga kadar asam urat dengan baik sehingga
masyarakat mampu menjalankan aktivitasnya seperti biasa.
Dana yang digunakan untuk kegiatan promosi kesehatan adalah dana dari
Apotek Royal Farma serta dari sponsor obat herbal yang bekerjasama dengan
apotek. Total dana yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.900.000,00. Untuk
mengembalikan dana yang keluar tersebut dapat dilakukan dengan penjualan obat
baik obat sintesis dan obat herbal kepada masyarakat. Apoteker yang berperan
penting dalam membangun kepercayaan kepada masyarakat yaitu melalui
pelayanan yang ramah, pemberian informasi yang jelas, memberikan perhatian
kepada pasien yang berkonsultasi, dan melakukan follow up kepada pasien.
Dengan demikian, masyarakat akan percaya kepada apoteker dan tidak segan-
segan untuk mengeluarkan biaya lebih untuk menunjang kesehatannya (dalam hal
ini obat herbal). Sehingga dengan adanya penjualan obat herbal dan juga
masyarakat yang banyak datang ke apotek untuk berkonsultasi atau membeli obat,
maka dalam jangka waktu kurang lebih 2-3 bulan biaya yang dikeluarkan untuk
promosi kesehatan dapat kembali.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Perancangan papan nama praktik dan standar prosedur operasional
dilakukan berdasarkan peraturan yang berlaku. Design papan nama praktik
telaah diatur dalam Surat Keputusan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker
Indonesia Nomor: PO. 005/ PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang Papan Nama
Praktik Apoteker. Penyusunan standar prosedur operasional di Apotek
dilakukan berdasarkan Permenkes No. 35 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan Pedoman Cara Pelayanan
Kefarmasian yang Baik, serta disesuaikan dengan bangunan dan fasilitas
yang tersedia.
4.2 Berdasarkan patient assessment yang telah dilakukan, telah diketahui
subjektif dan objektif pasien sehingga Apoteker kini dapat melakukan
assessment mengenai terapi pasien. Namun sebelum itu, Apoteker telah
melakukan skrining resep yang terdiri dari skrining administratif, farmasetik
dan klinis.
4.3 Berdasarkan analisis 4 T+ 1 W obat yang diberikan pada resep dapat
dikatakan rasional karena obat yang diterima pasien sesuai dengan indikasi
yang dikeluhkan oleh pasien , akan tetapi diperlukan konfirmasi ke dokter
penulis resep, berdasarkan analisis DRP ditemukan DRP dimana
dibutuhkan terapi tambahan yaitu pemberian paracetamol pada pasien
karena pasien mengalami sakit kepala sedangkan pada resep tidak ada
terapi analgesik.
4.4 Tahap penyiapan, peracikan dan penyerahan sediaan farmasi pada pasien
dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah di
tetapkan. Proses tersebut diawali pada tahap compounding yang dilakukan
setelah resep telah melewati proses skrining administratif, skrining
farmasetik, skrining klinis. Tahap compounding merupakan tahap peracikan
obat. Setelah compounding dilakukan tahap dispensing. Tahap dispensing
merupakan tahap penyerahan obat yang dilakukan dilakukan dengan
pemeriksaan kembali, pemberian informasi, dan pengisian form patient
medication record.
4.5 Penyusunan jadwal dan cara penggunaan obat kepada pasien disesuaikan
dengan aktivitas pasien dan rute serta waktu admisitrasi yang menghasilkan
bioavailabilitas terbaik. Pasien menggunakan Zibramax 1 kali sehari 1 tablet
untuk 3 hari penggunaan, Lapifed dan Lameson diminum 3 x sehari 1 tablet,
parasetamol diminum maksimal 6 x sehari 1 tablet setelah makan bersama
dengan air putih. Komunikasi kepada pasien dilakukan dengan bahasa yang
mudah dimengerti serta memberikan informasi yang akurat, tepat dan
terpercaya. Informasi dan edukasi harus disampaikan oleh apoteker secara
langsung. Informasi dan edukasi tersebut bertujuan untuk menghasilkan
keberhasilan terapi.
4.6 Pada kasus swamedikasi yang telah dipaparkan, pasien diduga mengalami
morning sickness. Untuk mengatasi mual dan muntah yang dialami pasien,
sesuai dengan algoritma terapi morning sickness pada pasien ibu hamil
sebaiknya diberikan vitamin B6 3 x sehari 10 mg.Untuk meminimalisi rasa
mual dan muntah, ada beberapa terapi nonfarmakologi yang dapat
digunakan antara lain istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi,
tidak terburu-buru bangun dari tempat tidur, perbanyak minum air putih dan
jus, serta sering-sering ke dokter untuk berkonsultasi.
4.7 Tema yang digunakan pada penyuluhan adalah penyakit asam urat dengan
menggunakan media penyuluhan berupa leaflet tentang penyakit asam urat
Dalam kegiatan ini nantinya akan diberikan materi mengenai penyakit asam
urat, penyebab penyakit tersebut, tanda dan gejala penyakit asam urat serta
penangan dan pencegahan penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdallah G. 2012. Acute Epiglottitis: Trends, Diagnosis and Management. Saudi
J Anaesth 6(3): 279-281

BINFAR. 2009. Pedoman Pelayanan Kesehatan Untuk Pasien Pediatri. Jakarta:


Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

BNF. 2009. British National formulary Edition 57. London: BMJ Group.

Bousquet J. cauwenberge P. Khaltaev N, Bachert c, Durham sR, Lundv,


Mygind N dkk. 2000. Who Initiative Allergic Rhinitis and Its Impact on
Asthma (ARLA).

Clark, S.M., Constantine, M.M., and Hankins, G.D.V. 2012. Review of NVP and
HG and Early Pharmacotherapeutic Intervention. Obstretics and
Gynecology International.

Damay Putri, K.N. 2010. Perbandingan Efektivitas Ondansentron dan


Metoklopramid dalam Menekan Mual dan Muntah paska Laparatomi.
Skripsi. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Rematik. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Profil Kesehatan. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical Care Untuk


Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan


Kefarmasian Di Rumah (Home Pharmacy Care). Jakarta: Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2006. Pedoman Pelayanan
Farmasi Untuk Ibu Hamil dan Menyusui. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan-Departemen Kesehatan RI.

Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional. 2008. Materi Pelatihan Peningkatan


Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan-
Departemen Kesehatan RI.

Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells, dan L. M.


Posey. 2015. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach 10 th Edition.
New York: Mc-Graw Hill.

Dirjen Binfar. 2007. Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana


Kesehatan. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.

Dirjen Binfar. 2011. Pedoman Cara Pelayanana Kefarmasian yang Baik (CPFB).
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Einarson, A., Maltepe, C., Boskovic, R., Koren, G. 2007. Treatment of Nausea
and Vomiting in Pregnancy: An Updated Algorithm. Canadian Family
Physician, 53(12). 2109-2111.

Fiona Marion McQueen, Quentin Reeves, Nicola Dalbeth. 2013. New Insights
Into An Old Disease: Advanced Imaging In The Diagnosis And
Management Of Gout. Postgrad Med.89:87–93. doi:10.

Gauri, Mankekar., Chitranshi, P. B., Sharmila Ghosh. 2009. Acute Epiglottitis in


an Adult Leukimia Patient an Unusual Presentation. World Articles in Ear,
Nose and Throat. Vol 2(2).

Hainer, B.L. Eric M., R.T. Wilkes. 2014. Diagnosis, Treatment, and Prevention
Gout. American Family Physician. Vol. 90(12): 831-836.

Ikatan Apoteker Indonesia. 2013. Pedoman Praktik Apoteker Indonesia Tahun


2013. Jakarta: IAI.
Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan. Dokter Sehat. Informasi Kesehatan
Indonesia (diakses melalui, www.doktersehat.com pada 30 April 2018).

Junadi I. 2013.Rematik Dan Asam Urat. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Direktorat Bina Gizi. Jakarta: Subdit Bina Gizi
Klinik.

Kementerian Kesehatan dan Ikatan Apoteker Indonesia. 2011. Pedoman Cara


Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB). Jakarta: Direktorat Bina
Pelayanan Kefarmasian, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
dengan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia.

Margowati, S., Priyanto, S. 2017. Pengaruh Penggunaan Kompres Kayu Manis


Terhadap Penurunan Nyeri Penderita Arthritis Gout. UAD Yogyakarta. The
5th Urecol Proceeding.

Medscape. 2018. Epiglottitis Medication.


https://emedicine.medscape.com/article/763612-medication (diakses tanggal
16 April 2018)

Misnadiarly.AS. 2016. Mengenal Penyakit Arthritis. Puslitbang Biomedis Dan


Farmasi, Badan Litbangkes

Niebyl, J.R. 2010. Nausea and Vomiting in Pregnancy. The New England Journal
of Medicine. Vol. 363: p.1544-1550.

Notoadmodjo, S. 2015. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka


Cipta.

Pasaribu PS, Nurfarihah E, Handini M. 2017. Prevalensi dan Karakteristik Rinitis


Alergi Anak 13-14 Tahun di Pontianak pada Maret 2016 Berdasarkan
Kuesioner ISAAC dan ARIA-WHO 2008. CDK-252; 44(5):333-6

Permenkes RI Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di


Apotek.

Permenkes RI No. 9 tahun 2017 tentang Apotek


Poor G, Mituszova M. History, 2003. Classification and epidemiology of crystal-
related artropathies. Rheumatology. 2rd ed. Edinburg: Elsevier. p.1893-
1901.

Pranata, S., Fauziah, Y., M.A., Kusrini, I. Riset Kesehatan Dasar Dalam Angka
RISKESDAS 2013 Provinsi Bali. Jakarta: Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Quinla, J.D., and Hill, D.A. 2003. Nausea and Vomiting of Pregnancy. American
Family Phsycian, 68(1). 121-128.

Rafi M, Adnan A, Masdar H. 2015. Gambaran Rinitis Alergi pada Mahasiswa


Fakultas Kedokteran Universitas Riau Angkatan 2013-2014. Jom FK;
2(2):1-1

Saraswati S., 2010. Diet Sehat untuk Penyakit Asam Urat, Diabetes, Hipertensi
dan Stroke, Cetakan 1, Jogjakarta : A Plus Books

Tehupeiroy ES. 2006. Artrtritis pirai (arthritis gout). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
hal.1218-20.

Tom G. Rider, Kelsey M. Jordan. 2010. The Modern Management of Gout.


Rheumatology. 49:5–14.

Wahyuni dan L. Ni mah. 2013. Manfaat Senam Hamil untuk Meningkatkan


Durasi Tidur Ibu Hamil. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 8(2) No. 128-
136.

Walton, R.E., and M. Torabinejad. 2008. Prinsip dan Praktek Ilmu Endodonsi.
Ahli Bahasa: Narlan S, Winiati S, Bambang N. Edisi ke-3. Jakarta:EGC

Wortmann RL. Gout and Hyperuricemia. 2001. Kelley`s Textbook of


Rheumatlogy. 8th ed.Philadeplhia: Saunders.p.1481-506.
LAMPIRAN
Lampiran PBL 1

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 1 dari 3

No Revisi
No: SOP-PR-01
-
PELAYANAN SEDIAAN FARMASI DAN
Tanggal Revisi ALAT KESEHATAN DENGAN RESEP Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018

1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan pelayanan terhadap permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dan
dokter hewan.

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker Pengelola Apotek

3. PROSEDUR
Penerimaan resep (dilakukan oleh Apoteker)
3.1. Apoteker memberikan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
3.2. Apoteker menerima resep.
3.3. Melakukan skrining resep berupa skrining administratif, farmasetis, dan farmakologi (klinis)
berdasarkan Daftar Tilik Skrining Resep. (Lampiran 2).
3.4. Melakukan pemeriksaan administratif (kelengkapan dan keabsahan resep) yaitu nama dokter,
nomor ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter, nama,
alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
3.5. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu bentuk sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat.
3.6. Mengkaji aspek klinis dengan cara melakukan patient assessment kepada pasien yaitu adanya alergi,
efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan riwayat pengobatan), keluhan
pasien dan hal lain yang terkait dengan kajian aspek klinis (assessment pasien dibarengi dengan
pengisian daftar tilik skrining resep dengan batas waktu ± 5 menit).
3.7. Menetapkan ada tidaknya DRP dan membuat keputusan profesi (komunikasi dengan dokter, merujuk
pasien ke sarana kesehatan terkait).
3.8. Mengkomunikasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan.
3.9. Mengecek ketersediaan sediaan farmasi-alkes di apotek dengan yang tertulis di resep.
a. Jika sediaan farmasi dan alkes tidak tersedia di apotek atau stoknya telah habis maka sediaan farmasi-
alkes pada resep tidak diberi harga dan diberi tanda (*)
b. Sediaan farmasi-alkes yang tertulis di resep tersedia stoknya di apotek maka sediaan farmasi-alkes
tersebut di cek harganya di catatan list harga.
3.10. Jika ada sediaan farmasi-alkes yang tidak tersedia di apotek, pasien dan atau dokter diberitahu termasuk
alternatif pengganti jika ada.
3.11. Diberitahukan harga yang harus dibayar pasien
a. Pasien diminta membayar jika ia setuju dengan harga yang harus dibayar
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 2 dari 3

No Revisi
No: SOP-PR-01
-
PELAYANAN SEDIAAN FARMASI DAN
Tanggal Revisi ALAT KESEHATAN DENGAN RESEP Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018

b. Jika pasien tidak membawa uang yang cukup, apoteker harus menghubungi dokter dan
mengkonsultasikan dengan dokter penulis resep untuk mengganti obat tersebut dengan obat generik
yang memiliki kandungan zat aktif sama sehingga harganya sesuai dan mampu dibayar oleh pasien.
3.12. Ketika harga sudah sesuai maka terjadi pembayaran.
3.13. Memberi nomor urut sesuai dengan nomor resep pada pasien. Nomor antrian dapat dilihat pada
(Lampiran 3).
3.14. Nomor antrian diberikan pada pasien yang bersangkutan, selanjutnya ditukar dengan obatnya setelah
proses penyiapan selesai.
Penyiapan dan Labeling sediaan farmasi
3.15. Menyiapkan sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan permintaan pada resep.
3.16. Untuk sediaan racikan berupa puyer, kapsul dan salep dapat dilihat pada SOP-PR-02.
3.17. Untuk pelayanan sirup kering dapat dilihat pada SOP-PR-03.
3.18. Untuk sediaan narkotika, psikotropika, dan prekursor dapat dilihat pada SOP-PR-04.
3.19. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum
3.20. Mengambil obat dan pembawanya dengan menggunakan sarung tangan/alat/spatula/sendok.
3.21. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke tempat semula
3.22. Mencatat pengeluaran obat pada kartu stok.(Lampiran 4)
3.23. Menyiapkan etiket untuk sediaan farmasi yang penggunaannya secara per oral, etiket yang digunakan
adalah etiket berwarna putih, sedangkan sediaan farmasi yang digunakan non oral dan alat kesehatan
menggunakan etiket berwarna biru.
3.24. Penulisan etiket menggunakan tinta hitam serta penulisan etiket meliputi: tanggal pembuatan resep,
nomor resep, nama pasien, aturan penggunaan, dan waktu penggunaan.
3.25. Kemudian etiket ditempelkan sesuai dengan sediaan farmasi-alat kesehatan. Etiket bisa dilihat pada
(Lampiran 5)

Penyerahan sediaan farmasi (dilakukan apoteker)


3.26. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan (kesesuaian antara penulisan etiket
dengan resep).
3.27. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh Apoteker sesuai SOP-PR-05.
3.28. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3.29. Memeriksa identitas dan alamat pasien.
3.30. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat sesuai SOP-PR-06.
3.31. Memastikan pasien memahami informasi yang diberikan dengan meminta pasien untuk mengulang
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 3 dari 3

No Revisi
No: SOP-PR-01
-
PELAYANAN SEDIAAN FARMASI DAN
Tanggal Berlaku:
Tanggal Revisi ALAT KESEHATAN DENGAN RESEP
6 April 2018
-

informasi yang telah disampaikan.


3.32. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan sesuai SOP-PR-07.
3.33. Mendokumentasikan semua tindakan apoteker dalam PMR (patient medication record) sesuai SOP-
PR-08.
3.34. Monitoring ke pasien tentang keberhasilan terapi, efek samping dsb.
4. REFERENSI
Dirjen Binfar. 2011. Pedoman Cara Pelayanana Kefarmasian yang Baik (CPFB). Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
IAI. 2013. Pedoman Praktik Apoteker Indonesia. Bali: Ikatan Apoteker Indonesia.

Dilaksanakan oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

Komang Ayu Trisna P, S.Farm., Apt A.A. Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt I Dewa Ayu Y, S.Farm., M.Sc., Apt.
(Apoteker Pendamping I) (Apoteker Penanggung Jawab) (Pemilik Sarana Apotek)
Lampiran 1. Bagan Alir Pelayanan Resep
Lampiran 2. Daftar Tilik Skrining Resep
Lampiran 3. Nomor Antrian

NOMOR ANTRIAN

001
Terimakasih Telah
Sabar Menunggu
Lampiran 4. Kartu Stok

APOTEK ROYAL FARMA


Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880
KARTU STOK
NAMA BARANG:

TANGGAL MASUK KELUAR SISA PARAF

BATCH EXP JUMLAH


Lampiran 5. Etiket

APOTEK ROYAL FARMA


Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880

APA : A.A Istri Sri Hartani D.., S.Farm, Apt.


SIA : 0256/01/1000001/Sudinkes/03/21
SIPA : 664/0172/1722/01-18

No. 1 Denpasar,

Nama Pasien : (L/P)


Alamat :

Nama OBAT :

Digunakan : X SEHARI
SEBELUM / SAAT / SESUDAH – MAKAN
Harus dihabiskan / Diminum bila
Baik Digunakan Sebelum Tanggal: .
Penyimpanan:

Paraf Apoteker

Gambar 1. Etiket obat untuk Obat Dalam (Bahasa Indonesia).

PHARMACY
APOTEK ROYAL FARMA
Address: Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Phone: (0361) 945874 / 087861863880

APA : A.A Istri Sri Hartani D.., S.Farm, Apt.


SIA : 0256/01/1000001/Sudinkes/03/21
SIPA : 664/0172/1722/01-18

No. 1 Denpasar,

Name : ...............( M / W )
Address :

Medicine :

Use : a day
BEFORE MEALS/ WITH MEALS / AFTER MEALS
Don’t left over medicine, spent it / Consume if
Expired date : .
Stored :

Pharmacist

Gambar 2. Etiket obat untuk Obat Dalam (Bahasa Inggris).


APOTEK ROYAL FARMA
Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880

APA : A.A Istri Sri Hartani D.., S.Farm, Apt.


SIA : 0256/01/1000001/Sudinkes/03/21
SIPA : 664/0172/1722/01-18

No. 2 Denpasar,

Nama Pasien : (L/P)


Alamat :

Nama OBAT :

Digunakan : X SEHARI

Baik Digunakan Sebelum Tanggal: .


Penyimpanan :

Paraf Apoteker

Gambar 3. Etiket obat untuk Obat Luar (Bahasa Indonesia)

PHARMACY
APOTEK ROYAL FARMA
Address: Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Phone: (0361) 945874 / 087861863880

APA : A.A Istri Sri Hartani D.., S.Farm, Apt.


SIA : 0256/01/1000001/Sudinkes/03/21
SIPA : 664/0172/1722/01-18

No. 2 Denpasar,

Patient's name: ( M / F)
Address :

Medicine :

Used : a day
Expired date : .
Storage :

Pharmacist

Gambar 3. Etiket obat untuk Obat Luar (Bahasa Inggris)


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 1 dari 5

No Revisi
No: SOP-PR-02
- PENYIAPAN OBAT DENGAN RESEP
Tanggal Revisi RACIKAN (PUYER, KAPSUL, DAN SALEP) Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018
1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan pelayanan terhadap permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi dan
dokter hewan.

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker Pengelola Apotek

3. PROSEDUR
3.1 Penyiapan Sediaan Obat Puyer
1. Mengambil sediaan farmasi dari rak obat sesuai dengan permintaan pada resep.
2. Setiap pengambilan sedian farmasi – alat kesehatan harus mencatat pada masing-masing kartu stok.
3. Apoteker memastikan bahwa semua obat dalam resep dapat diracik atau digerus. Untuk obat-obat
yang bersifat lepas lambat, obat salut enterik, tablet salut film dan sedian sublingual atau bukal tidak
bisa digerus. Obat tidak boleh digerus dan harus dilakukan konfirmasi pada dokter penulis resep.
4. Apoteker menyiapkan obat- obat yang akan diracik berdasarkan resep yang diterima.
5. Alat – alat sebelum digunakan seperti mortir dan stamper harus dicuci terlebih dahulu dan
dikeringkan.
6. Obat-obat yang akan diracik dikeluarkan dari kemasannya, setelah semua obat terbuka dari
kemasannya digerus sampai halus dan homogen.
7. Kemudian membagi serbuk-serbuk tersebut sama banyak sesuai dengan jumlah puyer yang akan
dibuat sesuai dengan permintaan pada resep.
8. Mengemas puyer dengan menggunakan kertas puyer kemudian dipress dengan menggunakan sealing
machine.
9. Apoteker menuliskan etiket dengan tinta hitam dan langsung ditempatkan di wadah pengemas (plastik
klip) agar tidak tertukar dengan resep lain. Penulisan etiket menggunakan tinta hitam serta penulisan
etiket meliputi : tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama pasien, aturan penggunaan, dan waktu
penggunaan.
10. Apoteker menghitung kembali jumlah puyer yang dibuat berdasarkan resep dan memasukkan puyer
pada plastik klip yang sudah diberi etiket.
3.2 Penyiapan Sediaan Kapsul
1. Mengambil sediaan farmasi dari rak obat sesuai dengan permintaan pada resep.
2. Setiap pengambilan sedian farmasi – alat kesehatan harus mencatat pada masing-masing kartu stok.
11. Apoteker memastikan bahwa semua obat dalam resep dapat diracik atau digerus. Untuk obat-obat
yang bersifat lepas lambat, obat salut enterik, tablet salut film dan sedian sublingual atau bukal tidak
bisa digerus. Obat tidak boleh digerus dan harus dilakukan konfirmasi pada dokter penulis resep.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 2 dari 5

No Revisi No: SOP-PR-02


- PENYIAPAN OBAT DENGAN RESEP
Tanggal Revisi RACIKAN (PUYER, KAPSUL, DAN SALEP) Tanggal Berlaku:
6 April 2018
3. Apoteker menyiapkan obat- obat yang akan diracik berdasarkan resep yang diterima.
4. Alat – alat sebelum digunakan seperti mortir dan stamper harus dicuci terlebih dahulu dan
dikeringkan.
5. Obat-obat yang akan diracik dikeluarkan dari kemasannya, setelah semua obat terbuka dari
kemasannya digerus sampai halus dan homogen.
6. Kemudian membagi serbuk-serbuk tersebut sama banyak sesuai dengan jumlah kapsul yang akan
dibuat sesuai dengan permintaan pada resep.
7. Kemudian serbuk tersebut dimasukkan pada cangkang kapsul sama banyak.
8. Setelah semua serbuk masuk pada cangkang kapsul tutup kembali dengan tutup kapsul bagian atasnya
sambil ditekan-tekan agar kapsul tertutup dengan rapat kemudian di bersihkan dengan tisu.
9. Apoteker menuliskan etiket dengan tinta hitam dan langsung ditempatkan di wadah pengemas (plastik
klip) agar tidak tertukar dengan resep lain. Penulisan etiket menggunakan tinta hitam serta penulisan
etiket meliputi: tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama pasien, aturan penggunaan, dan waktu
penggunaan.
10. Apoteker menghitung kembali jumlah kapsul yang dibuat berdasarkan resep dan memasukkan kapsul
pada plastik klip yang sudah diberi etiket.
3.3 Penyiapan Sediaan Salep
1. Mengambil sediaan farmasi dari rak obat sesuai dengan permintaan pada resep.
2. Setiap pengambilan sedian farmasi – alat kesehatan harus mencatat pada masing-masing kartu stok.
3. Sebelum dipakai, mortir dan stamper harus dicuci terlebih dahulu dan dikeringkan.
4. Bahan baik dalam bentuk salep, krim, serbuk ataupun cair ditimbang atau diukur dengan seksama.
5. Bahan yang ditimbang/dukur dicampur dan diaduk sampai homogen.
6. Apoteker menuliskan etiket dengan tinta hitam dan langsung ditempatkan di wadah pengemas (pot
salep) agar tidak tertukar dengan resep lain. Penulisan etiket menggunakan tinta hitam serta penulisan
etiket meliputi: tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama pasien, aturan penggunaan, dan waktu
penggunaan.
7. Setelah diperiksa homogenitas dan konsistensinya, obat kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang
sudah berisi etiket.

.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 3 dari 5

No Revisi
No: SOP-PR-02
- PENYIAPAN OBAT DENGAN RESEP
Tanggal Revisi RACIKAN (PUYER, KAPSUL, DAN SALEP) Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018
4. REFERENSI
Dirjen Binfar. 2011. Pedoman Cara Pelayanana Kefarmasian yang Baik (CPFB). Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
IAI. 2013. Pedoman Praktik Apoteker Indonesia. Bali: Ikatan Apoteker Indonesia.

Dilaksanakan oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

Komang Ayu Trisna P., Apt A.A Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt I Dewa Ayu Y., S.Farm., M.Sc., Apt
(Apoteker Pendamping ) (Apoteker Penanggung Jawab) (Pemilik Sarana Apotek)
INSTRUKSI KERJA Halaman 4 dari 5

No Revisi
No: IK-PR-02
-
CUCI MORTIR DAN STEMPER
Tanggal Revisi Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018
I. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan pembersihan mortir dan stamper dengan tujuan untuk membersihkan
mortir dan stamper dari sisa-sisa obat dan bahan lain yang digunakan dalam proses peracikan sehingga mortir
dan stamper dapat siap digunakan untuk proses peracikan berikutnya

II. PENANGGUNG JAWAB


Apoteker Pengelola Apotek

III. ALAT DAN BAHAN


1. Air dan sabun untuk mencuci dan membilas
2. Lap bersih dan kering atau tisu untuk mengelap
3. Lap bersih dan kering sebagai alas
4. Kapas
5. Alkohol 70%
6. Korek api

IV INSTRUKSI KERJA
4.1 Untuk mortir dan stamper peracikan sediaan oral (puyer, kapsul, suspensi dan emulsi)
 Bersihkan mortir dan stamper dari kotoran yang melekat dengan menggunakan lap atau tisu.
 Cuci mortir dan stamper dengan air di tempat pencucian hingga tidak ada kotoran yang tersisa.
4.2 Untuk mortir dan stamper peracikan sediaan topikal (krim, salep, pasta dan gel)
 Bersihkan mortir dan stamper dari kotoran yang melekat dengan menggunakan lap atau tisu.
 Cuci mortir dan stamper dengan air di tempat pencucian hingga tidak ada kotoran yang tersisa.
Pastikan mortir dan stamper terasa tidak licin.
4.3 Lap mortir dan stamper dengan lap kain yang bersih dan kering
4.4 Alasi tempat penyimpanan mortir dan stamper dengan lap kain yang bersih dan kering
4.5 Simpan mortir dan stamper yang telah dilap pada tempat penyimpanan dengan posisi mortir
telungkup.
4.6 Jika mortir dan stamper akan digunakan untuk peracikan, sterilkan mortir terlebih dahulu dengan cara
swap mortir dan stamper dengan menggunakan kapas yang telah dibasahi alkohol 70% kemudian
bakar (beri api). Biarkan api padam dengan sendirinya.
INSTRUKSI KERJA Halaman 5 dari 5

No Revisi
No: IK-PR-02
-
CUCI MORTIR DAN STEMPER
Tanggal Revisi Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018
1. REFERENSI
Dirjen Binfar. 2011. Pedoman Cara Pelayanana Kefarmasian yang Baik (CPFB). Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
IAI. 2013. Pedoman Praktik Apoteker Indonesia. Bali: Ikatan Apoteker Indonesia.

Dilaksanakan oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

Komang Ayu Trisna P., Apt A.A Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt I Dewa Ayu Y., S.Farm., M.Sc., Apt
(Apoteker Pendamping ) (Apoteker Penanggung Jawab) (Pemilik Sarana Apotek)
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 1 dari 2

No Revisi No: SOP-PR-03


-
Tanggal Revisi PELAYANAN SIRUP KERING Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018

1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan pelayanan terhadap permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi dan
dokter hewan.

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker Pengelola Apotek

3. PROSEDUR
1) Menyiapkan sirup kering sesuai dengan permintaan pada resep.
2) Mencatat pengeluaran obat pada kartu stok.
3) Untuk sirup kering yang diencerkan hingga tanda batas, apoteker menawarkan kepada pasien apakah mau
melakukan pengenceran sendiri atau dibantu apoteker.
4) Untuk sirup kering yang diencerkan dengan volume tertentu, pengenceran dilakukan sendiri oleh apoteker.
5) Sebelum botol obat dibuka, disiapkan air yang layak minum yaitu air matang sejumlah volume yang
diperlukan untuk pengenceran.
6) Botol obat ditepuk-tepuk terlebih dahulu dengan tangan agar tidak ada serbuk yang menempel pada
dinding botol.
7) Botol obat dibuka dan memasukkan kurang lebih sepertiga dari air yang telah disiapkan. Menutup rapat
botol lalu mengocok botol hingga serbuk larut. Membuka kembali botol dan menambahkan sisa air
(kurang lebih dua pertiganya). Menutup kembali botol hingga rapat dan mengocok kembali botol hingga
didapatkan suspense yang homogen.
8) Menyiapkan etikel warna putih dan label kocok dahulu serta menulis nama pasien, nomor resep, tanggal
resep, cara pakai sesuai permintaan pada resep serta petunjuk dan informasi lain sesuai SOP-PR-06.
9) Mencantumkan tanggal beyond use date (BUD) pada etiket.
Untuk produk obat yang harus direkonstitusi sebelum digunakan, informasi BUD ditetapkan berdasarkan
informasi yang tertera pada kemasan asli obat.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 2 dari 2

No Revisi No: SOP-PR-03


-
Tanggal Revisi PELAYANAN SIRUP KERING Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018
1
4. REFERENSI
Dirjen Binfar. 2011. Pedoman Cara Pelayanana Kefarmasian yang Baik (CPFB). Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Herawati, F. 2012. Beyond Use Date. Rasional. Vol. 10(3): 19-24.

Dilaksanakan oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

Komang Ayu Trisna P., Apt A.A Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt I Dewa Ayu Y., S.Farm., M.Sc., Apt
(Apoteker Pendamping ) (Apoteker Penanggung Jawab) (Pemilik Sarana Apotek)
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 1 dari 1

No Revisi No: SOP-PR-04


- PELAYANYAN RESEP NARKOTIKA,
Tanggal Revisi PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018
1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan pelayanan terhadap permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi dan
dokter hewan untuk sediaan yang tergolong narkotika, psikotropika dan prekusor.

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker Pengelola Apotek

3. PROSEDUR
1. Narkotika, psikotropika dan prekursor hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli dan salinan resep
narkotika dalam tulisan “iter” tidak boleh dilayani sama sekali.
2. Salinan resep narkotika, psikotropika dan prekursor yang baru dilayani sebagian atau yang belum dilayani
sama sekali hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.
3. Apoteker menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep
a. Untuk obat racikan, Apoteker menyiapkan obat jadi yang mengandung narkotika atau menimbang
bahan baku narkotika dengan seksama. Obat harus ditimbang satu per satu dengan seksama sebelum
dibungkus.
4. Apoteker mencatat pengeluaran obat narkotika, psikotropika dan prekursor pada kartu stok.
5. Apoteker menuliskan etiket dengan tinta hitam dan langsung ditempatkan di wadah pengemas (klip obat)
agar tidak tertukar dengan resep lain. Penulisan etiket menggunakan tinta hitam serta penulisan etiket
meliputi: tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama pasien, aturan penggunaan, dan waktu penggunaan.
6. Obat diberi wadah yang sesuai dan diperiksa kembali kesesuaian jenis dan jumlah obat dengan permintaan
dalam resep.

4. REFERENSI
IAI. 2013. Pedoman Praktik Apoteker Indonesia. Bali: Ikatan Apoteker Indonesia.

Dilaksanakan oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

Komang Ayu Trisna P., Apt A.A Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt I Dewa Ayu Y., S.Farm., M.Sc., Apt
(Apoteker Pendamping ) (Apoteker Penanggung Jawab) (Pemilik Sarana Apotek)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 1 dari 1

No Revisi
No: SOP-PR-05
-
Tanggal Revisi PENULISAN COPY RESEP
Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018
1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan kegiatan pencatatan, pengarsipan, penyiapan laporan dan penggunaan
laporan untuk mengelola sediaan farmasi.

2. PENANGGUNG JAWAB
Personil yang ditunjuk bertanggung iawab atas pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan resep.

3. PROSEDUR
3.1 Apoteker membuat salinan resep pasa setiap resep yang diterima
3.2 Salinan resep dibuat dengan tinta hitam dan tercantum nama apotek, alamat apotek, nama apoteker, SIA,
APA, SIPA, nama dokter penulis resep, tanggal penulisan resep, tanggal dan nomor urut pembuatan
salinan resep, nama pasien, umur pasien, tanda R/, berisikan tanda det untuk obat sudah diserahkan dan
tanda deteur untuk obat belum diserahkan.
3.3 Salinan resep dikelompokkan sesuai dengan kelompoknya dan obat narkotika diberikan garis bawah
merah, psikotropika diberikan garis berwarna biru sedangkan prekursor diberikan garis bawah kuning.
3.4 Salinan resep narkotika, dijadikan satu sesuai setiap hari dan per bulan serta diberi tanggal, bulan dan tahun
yang mudah dibaca dan disimpan di tempat yang telah ditentukan, form salinan resep dapat dilihat pada
lampiran 5.
3.5 Salinan resep psikotropika dijadikan satu sesuai setiap hari dan per bulan serta diberi tanggal, bulan dan
tahun yang mudah dibaca dan disimpan di tempat yang telah ditentukan, form salinan resep dapat dilihat
pada lampiran 5.
3.6 Salinan resep prekursor dijadikan satu sesuai setiap hari dan per bulan serta diberi tanggal, bulan dan tahun
yang mudah dibaca dan disimpan di tempat yang telah ditentukan, form salinan resep dapat dilihat pada
lampiran 5.

4. REFERENSI
Dirjen Binfar. 2011. Pedoman Cara Pelayanana Kefarmasian yang Baik (CPFB). Jakarta: Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Dilaksanakan oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

Komang Ayu Trisna P., S.Farm., Apt A.A Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt I Dewa Ayu Y., S.Farm.,M.Sc.,Apt
(Apoteker Pendamping) (Apoteker Penanggung Jawab) (Pemilik Sarana Apotek)
Lampiran 6. Form Salinan Resep

Pharmacy
Apotek Royal Farma
SIA: 0256/01/1000001/Sudinkes/03/21
Address: Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung.
Phone: (0361) 945874 / 087861863880

APA: A.A Istri Sri Hartani D., S.Farm, Apt.


SIPA: 664/0172/1722/01-18

Denpasar, dd/mm/yyyy
No dan tanggal Salinan Resep :
Salinan Resep
Dari dokter :
Tanggal penulisan resep :
Nama pasien :
Umur pasien :

Iter xx
R/
(det: jika sudah dibeli)
(nedet: jika belum dibeli)

PCC
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 1 dari 1

No Revisi
No: SOP-PR-06
-
Tanggal Revisi PELAYANAN INFORMASI OBAT
Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018
1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan
informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, factual, terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana.

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker Pengelola Apotek

3. PROSEDUR
3.1. Memberikan informasi kepada pasien berdasarkan resep atau kartu pengobatan pasien (PMR) atau
kondisi kesehatan pasien baik lisan maupun tertulis.
3.2. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis untuk memberikan informasi.
3.3. Menjawab pertanyaan pasien baik secara lisan maupun tertulis dengan memperhatikan informasi yang
perlu disampaikan berikut:
- Jumlah, jenis dan kegunaan masing-masing obat.
- Cara pemakaian masing-masing obat meliputi: bagaimana cara memakai obat, kapan harus
mengonsumsi/memakai obat, seberapa banyak/dosis yang dikonsumsi, waktu menggunakan
sebelum atau sesuah makan, frekuensi penggunaan obat/rentang jam penggunaan.
- Cara menggunakan peralatan kesehatan.
- Peringatan atau efek samping obat.
- Cara mengatasi jika terjadi masalah efek samping obat.
- Tata cara penyimpanan obat.
- Pentingnya kepatuhan penggunaan obat.
3.4. Menyediakan informasi aktif (brosur, leaflet, buletin).
3.5. Mendokumentasikan setiap pelayanan informasi obat pada formulir Pelayanan Informasi Obat.
(Lampiran 6.)

4. REFERENSI
Dirjen Binfar. 2011. Pedoman Cara Pelayanana Kefarmasian yang Baik (CPFB). Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Permenkes RI Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Dilaksanakan oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

Komang Ayu Trisna P., S.Farm., Apt A.A Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt I Dewa Ayu Y., S.Farm.,M.Sc.,Apt
(Apoteker Pendamping) (Apoteker Penanggung Jawab) (Pemilik Sarana Apotek)
Lampiran 7. Formulir Pelayanan Informasi Obat

DOKUMENTASI PELAYANAN INFORMASI OBAT


No. …….. Tanggal : …………………………………… Waktu : ……….. Metode :
Lisan/Tertulis/Telepon*
1. Identitas Penanya
Nama …………………………………………………………..
No Telp. ……………………………………………………….
Status : Pasien / Keluarga Pasien / Petugas Kesehatan
(…………………………………………………………..)*
2. Data Pasien
Umur : ….. tahun; Tinggi : ….. cm; Berat : ……. Kg; Jenis kelamin : Laki-
laki/Perempuan*
Kehamilan : Ya (…. Minggu)/Tidak*
Menyusui : Ya/Tidak*
3. Pertanyaan
Uraian Pertanyaan :
…………………………………………………………..…………………………………
………………………..
…………………………………………………………..…………………………………
………………………..
…………………………………………………………..…………………………………
………………………..
Jenis Pertanyaan
 Identifikasi Obat  Stabilitas  Farmakokinetika
 Interaksi Obat  Dosis  Farmakodinamika
 Harga Obat  Keracunan  Ketersediaan Obat
 Kontra Indikasi  Efek Samping Obat  Lain-lain ……………
 Cara Pemakaian  Penggunaan Terapeutik

4. Jawaban
…………………………………………………………..…………………………………
…………………………………………………………..…………………………………
…………………………………………………………..…………………………………
5. Referensi
…………………………………………………………..…………………………………
…………………………………………………………..…………………………………
6. Penyampaian Jawaban : Segera/Dalam 24 Jam/Lebih dari 24 Jam*
Apoteker yang menjawab :
…………………………………………………………..…………………………………
Tanggal : ……………………….. Waktu : ………………………..
Metode Jawabab : Lisan/Tertulis/Telepon*
*Coret yang tidak perlu
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 1 dari 1

No Revisi
No: SOP-PR-07
-
PENGELOLAAN/ PENGARSIPAN RESEP
Tanggal Revisi Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018

1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan kegiatan pencatatan, pengarsipan, penyiapan laporan dan penggunaan
laporan untuk mengelola sediaan farmasi.

2. PENANGGUNG JAWAB
Personil yang ditunjuk bertanggung iawab atas pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan resep.

3. PROSEDUR
3.1 Resep asli dikumpulkan berdasarkan tanggal yang sama dan diurutkan sesuai nomor resep.
3.2 Resep yang berisi Narkotika dipisahkan dan digaris bawah dengan tinta merah.
3.3 Resep yang berisi psikotropika digaris bawah dengan tinta biru.
3.4 Resep yang berisi psikotropika digaris bawah dengan tinta kuning.
3.5 Resep dibendel sesuai kelompoknya, setiap hari dan dibendel per bulan.
3.6 Bendel resep diberi tanggal, bulan dan tahun yang mudah dibaca dan disimpan di tempat yang telah
ditentukan.
3.7 Penyimpanan bendel resep dilakukan secara berurutan dan teratur sehingga memudahkan untuk
penelusuran resep.
3.8 Resep yang diambil dari bendel pada saat penelusuran harus dikembalikan pada bendel semula tanpa
merubah urutan.
3.9 Resep yang telah disimpan selama 5 (lima) tahun atau lebih, dimusnahkan sesuai tata cara pemusnahan
sesuai SOP-PR-09.

4. REFERENSI
Dirjen Binfar. 2011. Pedoman Cara Pelayanana Kefarmasian yang Baik (CPFB). Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Permenkes RI Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Dilaksanakan oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

Komang Ayu Trisna P., S.Farm., Apt A.A Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt I Dewa Ayu Y., S.Farm.,M.Sc.,Apt
(Apoteker Pendamping) (Apoteker Penanggung Jawab) (Pemilik Sarana Apotek)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 1 dari 1

No Revisi
No: SOP-PR-08
- PEMBUATAN PATIENT MEDICATION
Tanggal Revisi RECORD Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018
1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk melakukan kegiatan mencatat sejarah penyakit dan pengobatan pasien yang dapat
membantu Apoteker untuk mengidentifikasikan efek samping yang potensial.

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker Pengelola Apotek

3. PROSEDUR
3.1. Memasukkan data pasien secara detil ke formulir PMR berupa nama lengkap, alamat, umur, jenis
kelamin (Lampiran 7)
3.2. Mencatat keadaan penyakit pasien.
3.3. Mencatat secara detil obat yang dikonsumsi pasien selama setahun terakhir atau lebih, yaitu nama obat,
potensi, dosis pemakaian, lama pemakaian.
3.4. Mencatat reaksi alergi atau hypersensitivity pasien terhadap obat tertentu.
3.5. Mencatat adanya efek samping atau adanya drug interaction
3.6. Mencatat apakah ada ketergantungan obat tertentu.
3.7. Mencatat adanya kebiasaan pasien mengkonsumsi minuman keras, rokok, teh, kopi.
3.8. Mencatat adanya kesulitan pasien untuk mengkonsumsi bentuk sediaan tertentu.
3.9. Formulir PMR terus di-update setiap kedatangan pasien tersebut.
3.10. Mengarsipkan formulir PMR berdasarkan nama pasien secara alfabetis.
3.11. Menyimpan data dan informas yang berkaitan dengan pasien yang sifatnya rahasia dan hanya dapat
diakses oleh orang/institusi tertentu.
3.12. Data dapat diberikan kepada dokter hanya atas permintaan pasien.

4. REFERENSI
Dirjen Binfar. 2011. Pedoman Cara Pelayanana Kefarmasian yang Baik (CPFB). Jakarta: Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Dilaksanakan oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

Komang Ayu Trisna P., S.Farm., Apt A.A Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt I Dewa Ayu Y., S.Farm.,M.Sc.,Apt
(Apoteker Pendamping) (Apoteker Penanggung Jawab) (Pemilik Sarana Apotek)
Lampiran 8. Formulir Patient Medication Record (PMR)

PATIENT MEDICATION RECORD


IDENTITAS PASIEN
Nama : Alamat :
Tempat/ Tgl Lahir : No. Telp :
Jenis Kelamin : Panggilan Darurat/ No.Telp :
Berat / Tinggi Badan : Pekerjaan :
Golongan Darah : Kewarganegaraan / Agama :
Nama Dokter yang menangani :
Nama Apoteker :
RIWAYAT PENYAKIT RIWAYAT PENGOBATAN
Riwayat Alergi Penyakit/kondisi lain Imunisasi
□ Obat yang menyertai  BCG  Tetanus  Pneumonia
 Makanan  Gangguan Hati  DPT  Hepatitis  Influenza
 Debu/Serbuk sari  Gangguan Ginjal  Polio  Varicella  Lainnya
 Lainnya □ Kondisi medis lain  Campak
Reaksi alergi
……………
PENGGUNAAN OBAT
Tgl Keluhan Data Lab. Nama Dosis Cara dan Tgl Catatan Penggunaan Obat ESO yang
Pasien atau Data Obat waktu Berhenti timbul
Klinis Penggunaan
 Informasi mengenai dosis
obat, frekuensi dan waktu
pemakaiannya.
 Informasi mengenai
kemungkinan munculnya
ADR selama penggunaan
obat.
 Informasi mengenai waktu
kontrol ke dokter
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 1 dari 1

No Revisi
No: SOP-PR-09
-
Tanggal Revisi PEMUSNAHAN RESEP
Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018
1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk melakukan pemusnahan resep yang telah disimpan 5 (lima) tahun atau lebih.

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker Pengelola Apotek dibantu oleh personil yang ditunjuk bertanggung jawab atas pelaksanaan
pemusnahan resep

3. PROSEDUR
3.1. Menyiapkan administrasi (berupa laporan dan Berita Acara Resep). Berita Acara terlampir pada
lampiran 8.
3.2. Menetapkan jadwal, metode, dan tempat pemusnahan.
3.3. Menyiapkan tempat pemusnahan.
3.4. Tata cara pemusnahan
- Resep narkotika dihitung jumlahnya
- Resep lain ditimbang
- Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar
3.5. Membuat laporan pemusnahan resep yang sekurang-kurangnya memuat: waktu dan tempat pelaksanaan
pemusnahan resep, jumlah resep narkotika dan berat resep yang dimusnahkan, nama apoteker pelaksana
pemusnahan resep, serta nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan resep.
3.6. Membuat Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh apoteker dan saksi dalam pelaksanaan
pemusnahan resep.

4. REFERENSI
Permenkes RI Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Dilaksanakan oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

Komang Ayu Trisna P., S.Farm., Apt A.A Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt I Dewa Ayu Y., S.Farm.,M.Sc.,Apt
(Apoteker Pendamping) (Apoteker Penanggung Jawab) (Pemilik Sarana Apotek)
Lampiran 9. Berita Acara Pemusnahan Resep

BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP

Pada hari ini ………………… tanggal ......... bulan ………….. tahun ……….. sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Nomor Apoteker Pengelola Apotek : ……………………………………………………
Nomor SIPA : ……………………………………………………
Nama Apotek : ……………………………………………………
Alamat Apotek : ……………………………………………………

Dengan disaksikan oleh :


1. Nama : ……………………………………………………
NIP : ……………………………………………………
Jabatan : ……………………………………………………
2. Nama : ……………………………………………………
NIP : ……………………………………………………
Jabatan : ……………………………………………………

Telah melakukan pemusnahan Resep pada Apotek kami, yang telah melewati batas waktu
penyimpanan selama 5 (lima) tahun, yaitu:
Resep dari tanggal ………………………… sampai dengan tanggal …………………………
Seberat ………………………… kg.
Resep Narkotik ………………………… lembar
Tempat dilakukan pemusnahan: …………………………

Demikianlah berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab.

Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat) dan dikirim kepada :


1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
2. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
4. Arsip di Apotek

…………….., ……………………….. 20…


Saksi-saksi yang membuat berita acara
1. ………………………… …………………………
NIP. NO. SIPA.
2. …………………………
NIP.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 1 dari 3

No Revisi
PELAYANAN SEDIAAN FARMASI DAN No: SOP-SW-01
-
ALAT KESEHATAN TANPA RESEP
Tanggal Revisi Tanggal Berlaku:
(SWAMEDIKASI)
- 6 April 2018
1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan dan pengawasan pelayanan sediaan farmasi kepada pasien tanpa
resep dokter (swamedikasi) di apotek Royal Farma
2. PENANGGUNGJAWAB
Apoteker Pengelola Apotek
3. PROSEDUR
3.1 Apoteker memberikan salam, memperkenalkan diri dan menawarkan bantuan sebelum pasien
mendahului.
3.2 Apoteker mendengarkan keluhan dan/atau permintaan obat dari pasien
3.3 Apoteker menggali informasi dari pasien mengenai hal-hal berikut: (Lampiran 9. kriteria pasien
swamedikasi)
a. Kepada siapa obat tersebut diberikan (terkait informasi usia, pekerjaan sehari-hari, keadaan hamil
atau menyusui)
b. Keluhan yang dialami (apabila yang datang adalah pasien sendiri)
c. Bagaimana keluhan yang dirasakan
d. Kapan mulai timbul keluhan dan apa yang menjadi pencetusnya
e. Sudah berapa lama sakit yang dirasakan
f. Ada atau tidaknya gejala penyerta
g. Pengobatan yang sebelumnya pernah dilakukan terhadap penyakit yang dikeluhkan
h. Obat lain yang dikonsumsi untuk pengobatan penyakit lainnya
i. Informasi terkait terapi nonfarmakologi yang telah dilakukan oleh pasien terkait penyakit yang
dialami
3.4 Apoteker membuat keputusan profesional: merujuk pasien ke dokter atau memberikan terapi obat
kepada pasien.
3.5 Apoteker memilih obat yang rasional dan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi pasien
menggunakan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 2 dari 3

No Revisi
PELAYANAN SEDIAAN FARMASI DAN No: SOP-SW-01
-
ALAT KESEHATAN TANPA RESEP
Tanggal Revisi Tanggal Berlaku:
(SWAMEDIKASI)
- 6 April 2018
3.6. Apoteker memberikan informasi tentang obat kepada pasien, meliputi:
a. Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang bersangkutan,
sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.
b. Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi dari obat yang diberikan,
agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud.
c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu diberi informasi tentang efek
samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau
mengatasinya.
d. Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk
menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau
cara lain.
e. Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan
yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau
dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
f. Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien,
misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur atau diminum pada pagi atau malam
hari.
g. Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar pasien
tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang, padahal sudah
memerlukan pertolongan dokter.
h. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau
tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.
i. Cara penyimpanan obat yang baik
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 3 dari 3

No Revisi
PELAYANAN SEDIAAN FARMASI DAN No: SOP-SW-01
-
ALAT KESEHATAN TANPA RESEP
Tanggal Revisi Tanggal Berlaku:
(SWAMEDIKASI)
- 6 April 2018
j. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa
k. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak
l. Apabila sakit berlanjut atau lebih dari 3 hari, apoteker menyarankan kepada pasien untuk
menghubungi dokter. Atau menghubungi apoteker bila ada keluhan selama penggunaan obat.
3.7.Apoteker melayani obat untuk pasien, setelah pasien memahami hal-hal yang diinformasikan
termasuk harga obat.
3.8.Apoteker menutup dengan mengucapkan “terima kasih, semoga segera sembuh” kepada pasien.
3.9.Apoteker mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan pada PMR.
3.10. Menjaga kerahasiaan data pasien

2. REFERENSI
Dirjen Binfar. 2011. Pedoman Cara Pelayanana Kefarmasian yang Baik (CPFB). Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
IAI. 2013. Pedoman Praktik Apoteker Indonesia. Bali: Ikatan Apoteker Indonesia.

Dilaksanakan oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

Komang Ayu Trisna P., S.Farm., Apt A.A Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt I Dewa Ayu Y., S.Farm.,M.Sc.,Apt
(Apoteker Pendamping) (Apoteker Penanggung Jawab) (Pemilik Sarana Apotek)
Lampiran 10. Kriteria Pasien yang Dapat Menerima Obat Tanpa Resep (Swamedikasi)
Kriteria pasien yang dapat diberikan obat tanpa resep, yaitu:
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak usia dibawah 2
tahun, dan orang tua usia diatas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan
penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
5. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Lampiran 11. Bagan Alir Pelayanan Swamedikasi
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Halaman 1 dari 1

No Revisi
No: SOP-KO-01
- PELAYANAN KONSELING, INFORMASI DAN
Tanggal Revisi EDUKASI (KIE) Tanggal Berlaku:
- 6 April 2018
1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk melakukan kegiatan konseling pasien denganresep, sesuai dengan kondisi pasien.
2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker Pengelola Apotek
3. PROSEDUR
3.1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien
3.2. Menanyakan 3 (tiga) pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien
dengan metode open-ended question. Untuk resep baru bisa dengan three prime question:
₋ Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini?
₋ Bagaimana dokter menerangkan cara pemakaian?
₋ Apa hasil yang diharapkan dokter dari pengobatan ini?
Untuk resep ulang :
- Apa gejala atau keluhan yang dirasakan pasien?
- Bagaimana cara pemakaian obat?
- Apakah ada keluhan selama penggunaan obat?
3.3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat tertentu (inhaler, suppositoria, obat
tetes telinga, obat tetes mata, obat tetes hidung)

3.4. Melakukan verifikasi akhir meliputi :


₋ Mengecek pemahaman pasien
₋ Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat
untuk mengoptimalkan terapi
3.5 Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan

4. REFERENSI
Dirjen Binfar. 2007. Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan. Jakarta: Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik.
Dilaksanakan oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

Komang Ayu Trisna P., S.Farm., Apt A.A Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt I Dewa Ayu Y., S.Farm.,M.Sc.,Apt
(Apoteker Pendamping) (Apoteker Penanggung Jawab) (Pemilik Sarana Apotek)
Lampiran PBL 4

Lampiran 1. Contoh Kartu Stok


A. Kartu Stok Zibramax 500 mg

APOTEK ROYAL FARMA


Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880
KARTU STOK
NAMA BARANG: ZIBRAMAX 500 mg

TANGGAL MASUK KELUAR SISA PARAF

BATCH EXP JUMLAH

05-05-2016 XJ0510 Jun 30 - 30


2018

07-05-2016 3 27
B. Kartu Stok Lapifed
APOTEK ROYAL FARMA
Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880
KARTU STOK
NAMA BARANG: LAPIFED

TANGGAL MASUK KELUAR SISA PARAF

BATCH EXP JUMLAH

05-05-2016 DJ0312 Jun 30 - 30


2018

07-05-2016 10 20
C. Kartu Stok Lameson 4 mg
APOTEK ROYAL FARMA
Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880
KARTU STOK
NAMA BARANG: LAMESON 4 mg

TANGGAL MASUK KELUAR SISA PARAF

BATCH EXP JUMLAH

05-05-2016 CR3160 Juni 30 - 30


2018

07-05-2016 10 20
D. Kartu Stok Paracetamol 500 mg
APOTEK ROYAL FARMA
Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880
KARTU STOK
NAMA BARANG: PARACETAMOL 500 mg

TANGGAL MASUK KELUAR SISA PARAF

BATCH EXP JUMLAH

05-05-2016 JG1170 Juni 30 - 30


2018
07-05-2016 10 20
Lampiran 2. Copy Resep

Pharmacy
Apotek Royal Farma
SIA: 0256/01/1000001/Sudinkes/03/21
Address: Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung.
Phone: (0361) 945874 / 087861863880

APA: A.A Istri Sri Hartani D., S.Farm, Apt.


SIPA: 664/0172/1722/01-18
Badung, 07 Mei 2016

SALINAN RESEP

Nama Dokter : Poliklinik THT Rumah Sakit Mata Bali Mandara


Alamat Praktik : Jln. Maruti No. 10 .
Nama Pasien : Darma (L/P)
Usia Pasien : 20 tahun/bulan. BB/TB : - Kg/ - cm.
Alamat Pasien : Denpasar .
Tanggal R/ : 07 - 05 - 20 16 . No. R/ : 01 .

R/ Zibramax 500 mg No. 3


S 1 dd 1
det
R/ Lapifed No. X
S 3 dd 1
det
R/ Lameson 4 mg No. X
S 3 dd 1
det

PCC
0

Tanggal: 07 - 05 - 2016 .
Lampiran 3. Etiket
A. Etiket Zibramax 500 mg

APOTEK ROYAL FARMA


Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880

APA : A.A Istri Sri Hartani D.., S.Farm, Apt.


SIA : 0256/01/1000001/Sudinkes/03/21
SIPA : 664/0172/1722/01-18

No. 1 Badung, 07 Mei 2016

Nama Pasien : Darma (L/P)


Alamat : Denpasar

Nama OBAT : ZIBRAMAX 500 mg………………………………

Digunakan : 1 X SEHARI 1 Tablet


SEBELUM / SAAT / SESUDAH – MAKAN
Harus dihabiskan / Diminum bila
Baik Digunakan Sebelum Tanggal: 17 November 2016
Penyimpanan: Ditempat kering, suhu ruang dan terlindung dari cahaya
B. Etiket Lapifed

APOTEK ROYAL FARMA


Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880

APA : A.A Istri Sri Hartani D.., S.Farm, Apt.


SIA : 0256/01/1000001/Sudinkes/03/21
SIPA : 664/0172/1722/01-18

No. 1 Badung, 07 Mei 2016

Nama Pasien : Darma (L/P)


Alamat : Denpasar

Nama OBAT : LAPIFED…………………………………………

Digunakan : 3 X SEHARI 1 Tablet


SEBELUM / SAAT / SESUDAH – MAKAN
Harus dihabiskan / Diminum bila hidung tersumbat
Baik Digunakan Sebelum Tanggal: 17 November 2016
Penyimpanan: Ditempat kering, suhu ruang dan terlindung dari cahaya
C. Etiket Lameson 4 mg

APOTEK ROYAL FARMA


Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880

APA : A.A Istri Sri Hartani D.., S.Farm, Apt.


SIA : 0256/01/1000001/Sudinkes/03/21
SIPA : 664/0172/1722/01-18

No. 1 Badung, 07 Mei 2016

Nama Pasien : Darma (L/P)


Alamat : Denpasar

Nama OBAT : LAMESON 4mg…………………………………

Digunakan : 3 X SEHARI 1 Tablet


SEBELUM / SAAT / SESUDAH – MAKAN
Harus dihabiskan / Diminum bila terjadi peradangan
Baik Digunakan Sebelum Tanggal: 17 November 2016
Penyimpanan: Ditempat kering, suhu ruang dan terlindung dari cahaya
D. Etiket Paracetamol 500 mg

APOTEK ROYAL FARMA


Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung
Telp. (0361) 945874 / 087861863880

APA : A.A Istri Sri Hartani D.., S.Farm, Apt.


SIA : 0256/01/1000001/Sudinkes/03/21
SIPA : 664/0172/1722/01-18

No. 1 Badung, 07 Mei 2016

Nama Pasien : Darma (L/P)


Alamat : Denpasar

Nama OBAT : PARACETAMOL 500 mg……………………………

Digunakan : 3 X SEHARI 1 Tablet


SEBELUM / SAAT / SESUDAH – MAKAN
Harus dihabiskan / Diminum bila sakit kepala
Baik Digunakan Sebelum Tanggal: 17 November 2016
Penyimpanan: Ditempat kering, suhu ruang dan terlindung dari cahaya
Lampiran 4. Formulir Patient Medication Record (PMR)
Pharmacy
Apotek Royal Farma
SIA: 0256/01/1000001/Sudinkes/03/21
Address: Jalan Pratama No.17 Tanjung Benoa, Badung.
Phone: (0361) 945874 / 087861863880

PATIENT MEDICATION RECORD

IDENTITAS PASIEN
Nama : Darma Alamat : Denpasar
Umur : 20 tahun No. Telp :-
Jenis Kelamin : laki-laki No.Telp :-
Berat / Tinggi Badan : - kg / - Pekerjaan : Mahasiswa
Golongan Darah :-

RIWAYAT PENYAKIT RIWAYAT PENGOBATAN


Tidak ada  Penyakit/kondisi lain yang
Riwayat Alergi  menyertai Nama Obat Tanggal
 Obat  Gangguan Hati - -
 Makanan  Gangguan Ginjal
 Debu/Serbuk sari  Kondisi medis lain
 Lainnya (sebutkan)
(sebutkan)
PENGGUNAAN OBAT
Data
Nama Keluhan Lab. atau Cara dan waktu Tgl ESO yang Paraf
Tgl Nama Obat Dosis Catatan Penggunaan Obat
Dokter Pasien Data Penggunaan Berhenti timbul
Klinis
Poliklinik 07/05/1 Hidung Epiglotis Zibramax 1 x 500 Diminum sampai 10/05/16  Informasi mengenai dosis
THT 6 tersumbat, memerah 500 mg mg habis obat, frekuensi dan waktu
Rumah meler, pemakaiannya.
Sakit Bali sakit  Informasi mengenai
Mandara kepala, kemungkinan munculnya
terasa Lapifed 3x1 Diminum setiap 8 10/05/16 ADR selama penggunaan
sakit pada tablet jam, setelah obat.
kerongkon makan diminum  Informasi mengenai waktu
gan, sulit bila hidung kontrol ke dokter
menelan tersumbat
Lameson 4 3x4 10/05/16
mg mg Diminum setiap 8
jam, setelah
makan, diminum
bila radang
Paracetamol Maks 6 tenggorokan 09/05/16
500 mg x 500
mg Diminum setiap 4
jam, setelah
makan, diminum
bila sakit kepala
Lampiran PBL 6

FORMULIR MONITORING PENGGUNAAN OBAT

Nama Petugas A.A. Istri Sri Nama Pasien Darma


Hartani D.,
S.Farm., Apt.)
Tanggal 23 Mei 2016 Alamat Pasien Denpasar

Jam 10.00 Usia/BB 20 Tahun/60kg

Lama 15 menit No Telp -


Percakapan

Keluhan/ Pasien merasa Penerima  Pasien


Diagnosa sudah rutin minum Telepon
obat, namun Orang Tua Pasien
terkadang masih
mengalami keluhan Keluarga Pasien
yang diderita
Lainnya

Tgl Resep : No Resep : Nama Dokter :

07/5/16 01 -

Tgl Obat Habis : Tgl Obat Habis : Tgl Obat Habis : Tgl Obat Habis:

Zibramax: 10/05/16 Lapifed: 11/05/16 Lameson: 11/05/16 Parasetamol: 09/05/16

Bagaimana kondisi pasien setelah menggunakan obat :

Sembuh Tambah Parah

Membaik Muncul Masalah Baru

 Tetap

Bila muncul masalah/pertanyaan baru deskripsikan ditempat yang disediakan

Kategori permasalahan

Dosis Kemungkinan Interaksi

Cara Pemakaian Kemungkinan Efek Samping

Waktu Minum Obat Lainnya :

Frekuensi Minum Obat Ketersediaan (lama)

 Kepatuhan Harga

Kategori Terapi

Sistem Pencernaan Nutrisi dan Darah

Sistem Kardiovaskular Penyakit Tulang, Otot dan Sendi

Sistem Perna asan Mata

Sistem Saraf Pusat  Telinga, Hidung, Orofaring

Infeksi Kulit

Sistem Endokrin Produksi Imunologis dan Vaksin


Obstetri-Genekologi, saluran kemih Anestesi

Penyakit Malignan

Pemecahan Permasalahan

Memberitahu Dokter  Diberi Saran

Dirujuk Kedokter Ditawarkan Produk Yang Membantu

Adverse event

Obat Adverse event Timbul pada pasien


Tidak timbul
Manifestasi/ pada pasien
Tanggal
Nama waktu kembali Tanggal Keterangan
pemberian
dosis

Saran /Produk yang direkomendasikan

Saran/Informasi dari pasien

-
CATATAN PENGGUNAAN OBAT

DATA PASIEN

NAMA PASIEN: Darma JENIS KELAMIN: Laki-Laki

ALAMAT : Denpasar UMUR: 20 tahun

NO TELP/HP: 081558271231 TINGGI BADAN: 165 cm

PEKERJAAN: Mahasiswa GOLONGAN DARAH: -

Data dokter Terapi yang diberikan Catatan


Jam
No Tanggal Kasus Cara Pelayanan
pelayanan Nama Spesialis Alamat Tgl R/ Nama obat
pemberian apoteker

1. 07/05/16 10.00 - THT Jl. Maruti No. 10 Sulit menelan 07/05/16 -Zibramax Oral KIE dan
2 hari yang Home
lalu, mulai -Lapifed care
terasa hidung
-Lameson
tersumbat.
Hasil Parasetamol
pemeriksaan
area epiglottis
memerah.
Catatan Masalah Terkait Obat yang dijumpai dan penyelesaiannya:

....................................................................................................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................................
NOT A INFORMED CONSENT*)

No. IC : 001....... Tanggal : 23-5-2016...........................


Bahwa saya telah memahami dan menerima jasa asuhan kefarmasian dari Apoteker berupa penjelasan, uraian, nasehat/advis, perhatian dan
informasi lengkap mengenai obat-obat yang akan saya/keluarga saya gunakan sebagaimana mestinya.
Bahwa saya/keluarga saya bersedia mematuhi hal-hal tersebut di atas dan akan meminta konsultasi jika kondisi memerlukannya termasuk
untuk dilakukan monitoring, kunjungan (home visite) dan/atau tindakan-tindakan asuhan kefarmasian lain yang dipandang perlu sesuai
pertimbangan Apoteker.

Pasien/keluarga, Apoteker,

................Darma.................... ......A.A. Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt.....


*) dibuat rangkap 2: untuk dokumen pasien dan untuk apoteker
LEMBAR PELAYANAN INFORMASI OBAT

No. …….. Tanggal : …………………………………… Waktu : ……….. Metode


: Lisan/Tertulis/Telepon*
1. Identitas Penanya
Nama …………………………………………………………..
No Telp. ……………………………………………………….
Status : Pasien / Keluarga Pasien / Petugas Kesehatan
(…………………………………………………………..)*
2. Data Pasien
Umur : ….. tahun; Tinggi : ….. cm; Berat : ……. Kg; Jenis kelamin : Laki-
laki/Perempuan*
Kehamilan : Ya (…. Minggu)/Tidak*
Menyusui : Ya/Tidak*
3. Pertanyaan
Uraian Pertanyaan :
…………………………………………………………..……………………
……………………………………..
…………………………………………………………..……………………
……………………………………..
…………………………………………………………..……………………
……………………………………..
Jenis Pertanyaan
 Identifikasi Obat  Stabilitas  Farmakokinetika
 Interaksi Obat  Dosis  Farmakodinamika
 Harga Obat  Keracunan  Ketersediaan Obat
 Kontra Indikasi  Efek Samping Obat  Lain-lain ……………
 Cara Pemakaian  Penggunaan
Terapeutik

4. Jawaban
…………………………………………………………..……………………
………………………………………………………………………..………
…………………………………………………………………………………
…..…………………………………
5. Referensi
…………………………………………………………..……………………
……………
…………………………………………………………..……………………
……………
6. Penyampaian Jawaban : Segera/Dalam 24 Jam/Lebih dari 24 Jam*
Apoteker yang menjawab :
…………………………………………………………..…………………………
………
Tanggal : ……………………….. Waktu : ………………………..
Metode Jawabab : Lisan/Tertulis/Telepon*
*Coret yang tidak perlu
LEMBAR KONSELING

Nama Pasien : Darma


Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Lahir : -
Alamat : Denpasar
Tanggal Konseling : 07/05/2016
Nama dokter : -
Diagnosa : Epiglotitis
Nama obat, dosis, dan cara : -Zibramax 500 mg diminum 3 x sehari
pemakaian 1 tablet
- Lapifed diminum 3 x sehari 1 tablet
- Lameson 4 mg diminum 3 x sehari 1
tablet
Parasetamol 500 mg diminum 3-4 x
sehari 1 tablet, maksimal 6 x sehari 1
tablet
Riwayat alergi : -
Keluhan : Sulit menelan 2 hari yang lalu, mulai terasa
hidung tersumbat. Hasil pemeriksaan area
epiglottis memerah

Pasien pernah datang konseling : -


Tindak lanjut -

Pasien Apoteker

……………Darma……………. A.A. Istri Sri Hartani D., S.Farm., Apt.


LEMBAR PEMANTAUAN TERAPI OBAT

Nama Pasien : Darma


Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 20 tahun
Alamat : Denpasar
No. Telepon : 081558271231

Catatan Identifikasi
Nama Dosis Cara Rekomendasi/
No. Tanggal Penggunaan Masalah
Obat Obat Pakai Tindak Lanjut
Obat Terkait Obat
Riwayat - - - - -
Penyakit

Riwayat - - - - -
Penggunaan
Obat

Riwayat Alergi - - - - -
FORMULIR PELAPORAN EFEK SAMPING OBAT
Kode Sumber Data :

PENDERITA
Nama : Umur : Suku : Berat Badan : Pekerjaan :

Kelamin (beri tanda ..................


................................. X) Penyakit Utama:
................................... Kesudahan (beri tanda
.............................. X)
..............................
..o Pria ................. ..... o Sembuh .....
o Wanita : o Meninggal
o Hamil o Sembuh dengan gejala sisa
o Tidak hamil o Belum sembuh
o Tidak Tahu o Tidak tahu

Penyakit/kondisi lain yang menyertai (beri tanda X) :


o Gangguan ginjal
o Kondisi medis lainnya
o Gangguan hati
o Faktor industri, pertanian, kimia, dll
o Alergi
EFEK SAMPING OBAT (ESO)
Bentuk/manifestasi ESO Saat/Tanggal mula terjadi : Kesudahan ESO (beri tanda X)
yang terjadi :
Tanggal :
............................................
o Sembuh
o Meninggal
o Sembuh dengan gejala sisa
o Belum sembuh
o Tidak tahu
Riwayat ESO yang pernah dialami :
OBAT
Nama Obat Bentuk Beri tanda X untuk Pemberian Indikasi
pengguna
(Nama sediaan obat yang dicurigai
Cara Dosis Tgl mulai Tgl akhir an
Dagang/Pabrik)

1. ..................
2. ..................
3. .................
Keterangan tambahan misalnya: Data Laboratorium (bila ada)
kecepatan timbulnya Efek Samping
Obat, apakah efek samping yang timbul
diobati

………
Tanda Tangan Pelapor
Lampiran PBL 8

Anda mungkin juga menyukai