Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Pelayanan kefarmasian merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang

berorientasi pada pelayanan pasien dan penyediaan obat yang bermutu (Depkes RI,

2009). Praktik kefarmasian di apotek dilakukan berdasarkan standar pelayanan

kefarmasian di apotek. Pada umumnya apoteker pengelola apotek telah mengetahui dan

mempunyai dokumen Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (SPKA), tetapi dalam

pelaksanaannya belum memenuhi standar tersebut, terutama dalam hal pelayanan farmasi

klinis. Hal ini karena keterbatasan kemampuan apoteker dalam farmasi klinis dan ilmu

manajemen, sehingga dibutuhkan materi pelatihan untuk melaksanakan SPKA mencakup

ilmu kefarmasian dan ilmu manajemen. (Supardi, et al., 2012).

Pelayanan informasi obat adalah salah satu aspek yang penting dalam pelayanan

farmasi klinik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Arifah (2015) proses pemberian

informasi yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian kepada pasien harus dilakukan.

Standar pelayanan kefarmasian di puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan kefarmasian

merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi mencegah dan

menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan

pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan

adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented)
menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi

pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) (Permenkes, 2016).

Kejadiaan obat yang merugikan (adverse drug events), kesalahan pengobatan

(medication orrors)dan reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction) dalam proses

pelayanan kefarmasiaan menempati kelompok urutan utama dalam keselamatan pasien

yang memerlukan pendekatan sistem untuk dikelolah dengan baik, mengingat

kompleksitas kejadian kesalahan proses farmakoterapi. Terjadinya medication error

tinggi karena disebabkan oleh komunikasi yang kurang baik, beban kerja, sistem

distribusi dan peran tenaga farmasi belum maksimal sehingga pengobatan tidak sesuai

dapat mencelakakan pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih berada dibawah

kontrol praktisi kesehatan (Flowler, 2009).

Pemerintah telah memberlakukan suatu standar pelayanan kefarmasian di apotek

melalui Kepmenkes Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek yang meliputi dua aspek, aspek yang pertama yaitu pengelolaan sediaan farmasi,

kemudian alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan askep kedua adalah pelayanan

farmasi klinik. Tujuan diberlakukannya standar tersebut adalah sebagai pedoman praktik

apoteker dalam menjalankan profesi di apotek, untuk melindungi masyarakat dari

pelayanan yang tidak profesional dan untuk melindungi profesi dalam menjalankan

praktik kefarmasian (Hartini, 2008). Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan perilaku dalam berinteraksi dengan pasien melalui pemberian informasi

yang lengkap mengenai cara pemakaian dan penggunaan, efek samping hingga

monitoring penggunaan obat. Oleh karena itu apoteker dalam menjalankan profesinya
harus sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek untuk menjamin mutu

pelayanan kefarmasian kepada masyarakat (Atmini, et al., 2011).

2. TUJUAN

1. Mengetahui dan memahami definisi dari pelayanan informasi obat

2. Mengetahui dan memahami ruang lingkup dari pelayanan informasi obat

3. Mengetahui dan memahami tujuan dan prioritas pelayanan informasi obat?

4. Mengetahui dan memahami fungsi – fungsi pelayanan informasi obat

5. Mengetahui dan memahami langka-langka sistimatika pelayanan informasi obat

6. Mengetahui dan memahami sumber-sumber informasi obat?

7. Mengetahui dan memahami metode pelayanan informasi obat

8. Mengetahui dan memahami kategori pelayanan informasi obat

3. RUMUSAN MASLAH

1. Apa definisi dari pelayanan informasi obat?

2. Apa ruang lingkup dari pelayanan informasi obat?

3. Apa tujuan dan prioritas pelayanan informasi obat?

4. Apa fungsi – fungsi pelayanan informasi obat

5. Apa saja langka-langka sistimatika pelayanan informasi obat

6. Apa saja sumber-sumber informasi obat?

7. Apa metode pelayanan informasi obat?

8. Mengetahui dan memahami kategori pelayanan informasi obat


BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan

oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak biasa dan terkini kepada

dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien (Anonim, 2004).

Definisi pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian,

pengevaluasian, pengindeksan, pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan,

pendistribusian, penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai

bentuk dan metode kepada pengguna nyata yang mungkin (Siregar, 2004).

Ada berbagai macam definisi dari informasi obat, tetapi pada umumnya maksud

dan intinya sama. Salah satu definisinya, informasi obat adalah setiap data atau

pengetahuan objektif, diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencakup farmakologi,

toksikologi dan farmakoterapi obat. Informasi obat mencakup, tetapi tidak terbatas pada

pengetahuan seperti nama kimia, struktur dan sifat sifat, identifikasi, indikasi diagnostik

atau indikasi terapi, mekanisme kerja, waktu mulai kerja dan durasi kerja, dosis dan jadwal

pemberian, dosis yang direkomendasikan, absorpsi, metabolisme detoksifikasi, ekskresi,

efek samping dan reaksi merugikan, kontraindikasi, interaksi, harga, keuntungan, tanda dan

gejala dan pengobatan toksisitas, efikasi klinik, data komparatif, data klinik, data

penggunaan obat dan setiap informasi lainnya yang berguna dalam diagnosis dan

pengobatan pasien (Siregar, 2004).


Kemenkes no 1197 tahun 2004 BAB VI mendefinisikan PIO sebagai kegiatan

pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, terkini

baik kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan yang

dilakukan dalam PIO dapat berupa:

a. Pemberian informasi kepada konsumemn secara aktif maupun pasif melalui surat,

telfon, atau tatap muka,

b. Pembuatan leaflet, brosur, maupun poster terkait informasi kesehatan,

c. Memberikan informasi pada panitia farmasi terapi dalam penyusunan formularium

rumah sakit,

d. Penyuluhan,

e. Penelitian.

Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan

pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, serta

terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan

(Anonim, 2006). Unit ini dituntut untuk dapat menjadi sumber terpercaya bagi para

pengelola dan pengguna obat, sehingga mereka dapat mengambil keputusan dengan lebih

mantap (Juliantini dan Widayanti, 1996).

Adapun ciri-ciri pelayanan informasi obat meliputi:

a.    Mandiri (bebas dari segala bentuik keterikatan),

b.    Objektif (sesuai dengan kebutuhan),

c.    Seimbang,

d.   Ilmiah,

e.    Berorientasi kepada pasien dan pro aktif.


2. Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat

Ruang lingkup jenis pelayanan informasi rumah sakit di suatu rumah sakit, antara lain:

a.    Pelayanan Informasi Obat untuk Menjawab Pertanyaan

Penyedia informasi obat berdasarkan permintaan, biasanya merupakan salah satu

pelayanan yang pertama dipertimbangkan. Pelayanan seperti ini memungkinkan penanya

dapat memperoleh informasi khusus yang dibutuhkan tepat pada waktunya. Sumber

informasi dapat dipusatkan dalam suatu sentra informasi obat di instalasi farmasi rumah

sakit.

b.    Pelayana Informasi Obat untuk Evaluasi Penggunaan Obat

Evaluasi penggunaaan obat adalah suatu program jaminan mutu pengguna obat di suatu

rumah sakit. Suatu program evaluasi penggunaan obat memerlukan standar atau kriteria

penggunaan obat yang digunakan sebagai acuan dalam mengevaluasi ketepatan atau

ketidak tepatan penggunaan obat. Oleh karena itu, biasanya apoteker informasi obat

memainkan peranan penting dalam pengenbangan standar atau criteria penggunaan obat.

c.    Pelayanan Informasi Obat dalam Studi Obat Investigasi

Obat investigasi adalah obat yang dipertimbangkan untuk dipasarkan secara komersial,

tetapi belum disetujui oleh BPOM untuk digunakan pada manusia. Berbagai pendekatan

untuk mengadakan pelayanan ini bergatung pada berbagai sumber rumah sakit. Tanggung

jawab untuk mengkoordinasikan penambahan, pengembangan, dan penyebaran informasi

yang tepat untuk obat investigasi terletak pada suatu pelayanan informasi obat.

d.   Pelayanan Informasi Obat untuk Mendukung Kegiatan Panitia Farmasi dan Terapi

Partisipasi aktif dalam panitia ini merupakan peranan instalasi farmasi rumah sakit yang
vital dan berpengaruh dalam proses penggunaan obat dalam rumah sakit. Hal ini dapat

disiapkan dengan memadai oleh suatu pelayanan informasi obat.

e.    Pelayanan Informasi Obat dalam bentuk publikasi

Upaya mengkomunikasikan informasi tentang kebijakan penggunaan obat dan

perkembangan mutakhir dalam pengobatan yang mempengaruhi seleksi obat adalah suatu

komponen penting dari pelayanan informasi obat. Untuk mencapai sasaran itu, bulletin

farmasi atau kartu informasi yang berfokus kepada suatu golongan obat, dapat

dipublikasikan dan disebarkan kepada professional kesehatan (Siregar, 2004).

3. Tujuan dan Prioritas Pelayanan Informasi Obat

 Tujuan Pelayanan Informasi Obat

1.      Mendorong penggunaan obat secara:

a)    Efektif

Efektif yaitu tercapainya tujuan terapi secara optimal, termasuk juga efektivitas

biaya, yang ditandai dengan keluaran positif lebih besar daripada keluaran negatif.

b)   Aman

Aman berarti bahwa efek obat yang merugikan dapat diminimalkan dan tidak

membahayakan pasien.

c)    Rasional

Rasional yaitu bahwa pengobatan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,

sehingga dengan adanya pelaksanaan pelayanan informasi obat diharapkan obat

yang diberikan kepada pasien dapat memenuhi kriteria, yaitu tepat pasien, tepat

dosis, tepat rute pemberian  dan tepat cara penggunaan.


2.      Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga

kesehatan, dan pihak lain.

3.      Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang

berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia/Komite Farmasi

dan Terapi).

 Proritas Pelayanan Informasi Obat

Sasaran utama pelayanan informasi obat adalah penyempurnaan perawatan pasien

melalui terapi obat yang rasional.Oleh karena itu, prioritas harus diberikan kepada

permintaan informasi obat yang paling mempengaruhi secara langsung pada

perawatan pasien. Proritas untuk permintaan informasi obat diurutkan sebagai

berikut :

1.    Penanganan/pengobatan darurat pasien dalam situasi hidup atau mati.

2.    Pengobatan pasien rawat tinggal dengan masalah terapi obat khusus.

3.    Pengobatan pasien ambulatory dengan masalah terapi obat khusus.

4.    Bantuan kepada staf professional kesehatan untuk penyelesaian tanggung

jawab mereka.

5.    Keperluan dari berbagai fungsi PFT.

6.    Berbagai proyek penelitian yang melibatkan penggunaan obat.

4. FUNGSI PELAYANAN INFORMASI OBAT

Fungsi pelayanan informasi obat antara lain:

a.  Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan

dilingkungan rumah sakit,


b.  Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan kebijakan yang berhubungan dengan

obat, terutama bagi Komite Farmasi dan Terapi,

c.  Meningkatkan profesionalisme apoteker,

d. Menunjang terapi obat yang rasional,

e.  Meningkatkan keberhasilan pengobatan.

5. LANGKAH-LANGKAH PELAYANAN INFORMASI OBAT

Langkah-langkah sistematis pemberian informasi obat oleh petugas PIO :

1. Penerimaan permintaan Informasi Obat: mencatat data permintaan informasi dan

mengkategorikan permasalahan: aspek farmasetik (identifikasi obat, perhitungan

farmasi, stabilitas dan toksisitas obat), ketersediaan obat, harga obat, efek

samping obat, dosis obat, interaksi obat, farmakokinetik, farmakodinamik, aspek

farmakoterapi, keracunan, perundang-undangan.

2. Mengumpulkan latar belakang masalah yang ditanyakan: menanyakan lebih

dalam tentang karakteristik pasien dan menanyakan apakah sudah diusahakan

mencari informasi sebelumnya

3. Penelusuran sumber data : rujukan umum, rujukan sekunder dan bila perlu

rujukan primer.

4. Formulasikan jawaban sesuai dengan permintaan : jawaban jelas, lengkap dan

benar, jawaban dapat dicari kembali pada rujukan asal dan tidak boleh

memasukkan pendapat pribadi.

5. Pemantauan dan Tindak Lanjut : menanyakan kembali kepada penanya manfaat

informasi yang telah diberikan baik lisan maupun tertulis (Juliantini dan

Widayati, 1996).
6. SUMBER INFORMASI OBAT

a.    Sumber daya, meliputi :

1.      Tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan seperti dokter, apoteker, dokter gigi, tenaga kesehatan lain

merupakan sumber informasi obat.

2.      Pustaka

Terdiri dari majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian dan Farmakope.

3.      Sarana

Fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet, dan perpustakaan.

4.      Prasarana

Industri farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat, Pendidikan tinggi farmasi,

Organisasi profesi (dokter, apoteker, dan lain-lain).

5.      Sumber informasi lainnya

Selain sumber informasi yang sudah disebutkan diatas, masih terdapat beberapa

sumber informasi obat lainnya. Diantaranya informasi obat dari media massa,

leaflet, brosur, etiket dan informasi yang berasal dari seorang Medical

Representative.

b.    Pustaka sebagai sumber informasi obat

Sumber informasi obat adalah Buku Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite

Obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI), Farmakologi

dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat diperoleh dari

setiap kemasan atau brosur obat yang berisi:


1.         Nama dagang obat jadi

2.         Komposisi

3.         Bobot, isi atau jumlah tiap wadah

4.         Dosis pemakaian

5.         Cara pemakaian

6.         Khasiat atau kegunaan

7.         Kontra indikasi (bila ada)

8.         Tanggal kadaluarsa

9.         Nomor ijin edar/nomor regristasi

10.     Nomor kode produksi

11.     Nama dan alamat industry

Sumber informasi obat mencakup dokumen, fasilitas, lembaga dan

manusia. Dokumen mencakup pustaka farmasi dan kedokteran, terdiri atas

majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian dan farmakope. Fasilitas mencakup

fasilitas ruangan, peralatan computer, internet, perpustakaan dan lain-lain.

Lembaga mencakup industry farmasi, Badan POM, pusat informasi obat,

pendidikan tinggi farmasi, organisasi profesi dokter dan apoteker. Manusia

mencakup dokter, dokter gigi, perawat, apoteker dan professional kesehatan

lainnya di rumah sakit. Apoteker yang ,emgadakan pelayanan informasi obat

harus mempelajari juga cara terbaik menggunakan berbagai sumber tersebut.

Pustaka obat digolongkan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu:


1.    Pustaka primer

Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat

didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah.

Contoh pustaka primer :

a)    Laporan hasil penelitian

b)   Laporan kasus

c)    Studi evaluative

d)   Laporan deskriptif

2.    Pustaka sekunder

Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari

berbagai kumpulan artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu

dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi

primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data base,

contoh : medline yang berisi abstrak-abstrak tentang terapi

obat, International Pharmaceutikal Abstract yang berisi abstrak penelitian

kefarmasian, Pharmline (Kurniawan dan Chabib, 2010).

3.    Pustaka tersier

Berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan pedoman

praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi materi yang

umum, lengkap dan mudah dipahami (Anonim, 2006). 

Menurut undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal

53 ayat 2 menyatakan bahwa Standar profesi adalah pedoman yang

harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara


baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan

perawat, dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Yang

dimaksud dengan hak pasien antara lain ialah hak informasi, hak untuk

memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran, dan hak atas pendapat

kedua.

7. METODE PELAYANAN INFORMASI OBAT

Pada umumnya, ada dua jenis metode utama untuk menjawab pertanyaan

informasi, yaitu komunikasi lisan dan tertulis. Apoteker, perlu memutuskan kapan

suatu jenis dari metode itu digunakan untuk menjawab lebih tepat daripada yang

lain. Dalam banyak situasi klinik, jawaban oral biasanya diikuti dengan jawaban

tertulis.

a.    Jawaban tertulis

Jawaban tertulis merupakan dokumentasi informasi tertentu yang diberikan

kepada penanya dan menjadi suatu rekaman formal untuk penanya dan responden.

Keuntungan dari format tertulis adalah memungkinkan penanya untuk membaca

ulang informasi jawaban tersebut dan secara pelan-pelan mengintepretasikan

jawaban tersebut. Komunikasi tertulis juga memungkinkan apoteker untuk

menerangkan sebanyak mungkin informasi dalam keadaan yang diinginkan tanpa

didesak penanya. Jawaban tertulis dapat mengakomodasi tabel, grafik, dan peta

untuk memperlihatkan data secara visual (Siregar, 2004).

b.    Jawaban lisan (oral)

Setelah ditetapkan bahwa jawaban lisan adalah tepat, apoteker perlu memutuskan

jenis metode jawaban lisan yang digunakan. Ada dua jenis metode menjawab
secara lisan, yaitu komunikasi tatap muka dan komunikasi telepon. Komunikasi

tatap muka lebih disukai, jika apoteker mempunyai waktu dan kesempatan untuk

mendiskusikan temuan informasiobat dengan penanya (Siregar, 2004).

8. KATEGORI PELAYANAN INFORMASI OBAT

a. Menjawab pertanyaan spesifik yang diajukan melalaui telpon, surat atau tatap

muka,

b.  Menyiapkan materi brosur atau leflet informasi obat (pelayanan cetak ulang

atau re print),

c. Konsultasi tentang cara penjagaan terhadap reaksi ketidakcocokan obat,

konsep-konsep obat yang sedang dalam penelitian atau peninjauan

penggunaan obat-obatan,

d. Mendukung kegiatan panitia farmasi terapi dalam menyusun formularium

rumah sakit dan meninjau terhadap obat-obat baru yang diajukan untuk masuk

dalam formularium rumah sakit.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

   Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker

untuk memberi informasi secara akurat, tidak biasa dan terkini kepada dokter, apoteker,

perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

 Adapun tujuan pelayanan informasi obat yaitu, menunjang ketersediaan dan penggunaan obat

yang rasional, berorientasi pada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain. menyediakan dan

memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.

 Langkah-langkah sistematis pemberian informasi obat oleh petugas PIO yaitu penerimaan

permintaan informasi obat, mengumpulkan latar belakang masalah yang ditanyakan,

penelusuran sumber data, formulasikan jawaban sesuai dengan permintaan, pemantauan dan

tindak lanjut

  Sasaran pelayanan informasi obat yaitu kepada dokter, perawat, pasien dan keluaga

pasien, apoteker, serta kelompok, tim, kepanitiaan dan peneliti.

B. SARAN

 Penyusun mengharapkan agar pelayanan kefarmasian di puskesmas bisa berjalan

dengan baik dan sesuai standar

 Agara pemebrian informasi yang di sampaikan oleh petugas apoteker atau tenaga

teknis kefarmasian dapat berguna dan bisa di terima oleh pasien

Anda mungkin juga menyukai