Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN FARMASI RUMAH SAKIT DAN KLINIK

TEKNIK PENCAMPURAN SEDIAAN STERIL (AMPUL)

DOSEN: SUHARTINI,S.Farm., M.Tr.,Adm.Kes

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK IIA

SURIANTI 18.115.AF

SYAFIRA ALFA RISKI 18.116.AF

SYAMSIAH SUANG 18.117.AF

TITI PUSPA DEWI 18.119.AF

UMI AWAL RAhMADANI 18.121.AF

AKADEMI FARMASI YAMASI MAKASAR

2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala atau
menyembuhkan penyakit. Teknik pemberian obat didapati ada berbagai macam cara,
diantaranya secara oral, parenteral, dernal, bucal, sublingual, dan sebagainya (Perry
& Potter., 2005).

Sediaan parenteral merupakan sediaan steril yang biasa diberikan dengan


berbagai rute. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan unik diantara bentuk obat
yang terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa
ke bagian dalam tubuh. Jenis pemberian parenteral yang paling umum adalah
intravena, intramuscular, subkutan, intrakutan, dan intraspinal. Pada ummnya
pemberian secara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat,
seperti pada keadaan gawat bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama, tidak
sadar atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberian yang lain.
Pencampuran obat suntik seharusnya dilakukan oleh farmasis di Rumah Sakit,
tetapi kenyataannya masih dilaksanakan oleh tenaga kesehatan lain dengan sarana
dan pengetahuan yang sangat terbatas. Pekerjaan kefarmasian tersebut memerlukan
teknik khusus dengan latar belakang pengetahuan antara lain sterilitas, sifat
fisikokimia, stabilitas obat, dan ketidaktercampuran obat. Selain hal tersebut
diperlukan juga sarana dan prasarana khusus yang menunjang pekerjaan hingga
tujuan sterilitas, stabilitas, dan ketercampuran obat dapat tercapai. Berdasarkan hal
tersebut diakukan pembahasan mengenai teknik pencampuran obat suntik sebagai
sarana pembelajaran dan ilmu pengetahuan tentang obat suntik.
I. 2 Maksud dan Tujuan

I. 2. 1 Maksud Percobaan

Untuk mengetahui teknik pencampuran obat sediaan steril ampul

ranitidin dan neurosanbe dengan cara aseptis.

I. 2. 2 Tujuan Percobaan

1. Mengetahui cara penyiapan dan pencampuran obat suntik


2. Mengetahui cara pemberian obat suntik
3. Mengetahui data stabilitas setelah pencampuran
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Landasan Teori

Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara
lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus).
Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat
terbagi - bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke
bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini
harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan - bahan toksis lainnya, serta
harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat
dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan
semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis
(Priyambodo, B., 2007).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam
bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan
dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental,
bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal,
intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat
mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan
pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah
karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun
suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang
dikontrol dengan hati - hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal
(jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian
paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi
(Priyambodo, B., 2007).
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang dilarutkan, atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui selaput lendir.
Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumah
obat kedalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat kedalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda (DepKes., 1979).
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi
yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya laruitan obat
dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena
berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler
(DepKes., 1995).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, hal 10 larutan intravena volume
besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah
bertanda volume lebih dari 100 mL.
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 ml yang
diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok.
Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan
dikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama, rasionya dalam tubuh adalah air 57%;
lemak 20,8%; protein 17,0%; serta mineral dan glikogen 6%. Ketika terjadi
gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk
mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit larutan untuk infus intravenous
harus jernih dan praktis bebas partikel(Lukas, Syamsuni, H.A., 2006).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III halaman 12, infus intravenous


adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin
dibuat isotonis terhadapdarah, disuntikkan langsung ke dalam vena, dengan volume
relatife banyak. Kecuali dinyatakan lain, infus intravenous tidak diperbolehkan
mengandung bakteriasida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravenous harus
jernih dan praktis bebas partikel (DepKes., 1979).
II. 2 Sterilisasi

Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril.


Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini
menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan
kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat
diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroba (Lachman., 1994).
Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan
panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Bila panas digunakan
bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi
basah, bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi
kering. Sedangkan sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau
radiasi. Pemilihan metode didasdarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan
(Hadioetomo, R. S., 1985).
Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan
bahan-bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan
penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air
tersebut.metode ini juga dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar, alat – alat
gelas, pembalut operasi dan instrumen. Tidak digunakan untuk mensterilkan
minyak-minyak, minyak lemak, dan sediaan-sediaan lain yang tidak dapat ditembus
oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap air jenuh
(Ansel., 1989).
Metode-metode sterilisasi menurut Ansel , yakni:
1. Sterilisasi uap (lembab panas), yakni sterilisasi yang dilakukan dalam autoklaf
dan menggunakan uap air dengan tekanan.
2. Sterilisasi panas ke ring, yakni sterilisasi yang biasa dilakukan dengan oven
pensteril yang dirancang khusus untuk tujuan sterilisasi. Oven dapat dipanaskan
dengan gas atau listrik dan umumnya temperatur diatur secara otomatis.
3. Sterilisasi dengan penyaringan, yakni sterilisasi yang tergantung pada
penghilangan mikroba secara fisik dengan adsorpsi pada media penyaring atau
dengan mekanispe penyaringan, digunakan untuk sterilisasi larutan yang tidak
tahan panas.Sediaan obat yang disterilkan dengan cara ini, diharuskan menjalani
pengesahan yang ketat dan memonitoring karena efek produk hasil penyaringan
dapat sangat dipengaruhi oleh banyaknya mikroba dalam larutan yang difiltrasi.
4. Sterilisasi gas, sterilisasi gas dilakukan pada senyawa-senyawa yang tidak tahan
terhadap panas dan uap dimana dapat disterilkan dengan cara memaparkan gas
etilen oksida atau protilen oksida.Gas-gas ini sangat mudah terbakar bila
tercampur dengan udara, tetapi dapat digunakan dengan aman bila diencerkan
dengan gas iner seperti karbondioksida, atau hidrokarbon terfluorinasi yang tepat
sesuai.
5. Sterilisasi dengan radiasi pengionan, yakni teknik-teknik yang disediakan untuk
sterilisasi beberapa jenis sediaan-sediaan farmasi dengan sinar gama dan sinar-
sinar katoda, tetapi penggunaan teknik-teknik ini terbatas karena memerlukan
peralatan yang sangat khusus dan pengaruh-pengaruh radiasi pada produk-produk
dan wadah-wadah.

Menurut prinsip kerjanya, sediaan injeksi steril dapat dibuat dengan 2 cara, yaitu :

1. Na-Steril (sterilisasi akhir), yaitu Cara kerja yang dilakukan dengan


penyeterilan dilakukan di akhir proses pencampuran. Hal ini biasa
dilakukan pada bahan obat yang tahan pemanasan. Alat yang digunakan
dicuci bersih dan bahan obat baru disterilkan pada akhir proses
pembuatan dengan wadah yang sudah tertutup rapat dan siap dikemas.
2. Aseptis yaitu yaitu Cara kerja yang dilakukan untuk mencegah sedapat
mungkin agar mikroba tidak masuk. Dalam hal ini mikroba tidak
dimusnahkan. Cara kerja ini digunakan untuk obat- obatan yang sama
sekali tidak tahan pemanasan. Semua alat yang digunakan dalam prinsip
ini harus steril, obat yang dapat disterilkan harus disterilkan lebih dahulu.
Ruang kerja yang digunakan harus bersih (steril), sedapat mungkin pekerja
menggunakan pakaian steril karena kemungkinan paling banyak
mengkontaminasi terletak pada pekerja, terutama tangan dan nafasnya.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan bahan

1. Alat :

a.) Spoit 1cc,3cc,5cc

b.) Kapas beralkohol

c.) Kasa

d.) Nampan

2. Bahan :

a.) Alkohol 70%

b.) Sediaan steril ampul

c.) Aquadest steril

d.) Nacl

B. Cara kerja

1. Penyiapan
Sebelum menjalankan proses pencampuran obat suntik, perlu
dilakukan langkah langkah sebagai berikut:
1) Memeriksa kelengkapan dokumen (formulir) permintaan dengan prinsip 5
BENAR (benar pasien, obat, dosis, rute dan waktu pemberian)
2) Memeriksa kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat, jumlah, nomer
batch, tgl kadaluarsa), serta melengkapi form permintaan.
3) Melakukan konfirmasi ulang kepada pengguna jika ada yang tidak
jelas/tidak lengkap.
4) Menghitung kesesuaian dosis.
5) Memilih jenis pelarut yang sesuai.
6) Menghitung volume pelarut yang digunakan.
7) Membuat label obat berdasarkan: nama pasien, nomer rekam medis, ruang
perawatan, dosis, cara pemberian, kondisi penyimpanan, tanggal
pembuatan, dan tanggal kadaluarsa campuran. (contoh label obat, Gambar.
1 )

Gambar. 1

8) Membuat label pengiriman terdiri dari : nama pasien, nomer rekam medis,
ruang perawatan, jumlah paket. (contoh label pengiriman, Gambar. 2)

Gambar. 2

9) Melengkapi dokumen pencampuran (contoh form pencampuran dibuku 1:


Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril)
10) Memasukkan alat kesehatan, label, dan obat-obatan yang akan dilakukan
pencampuran kedalam ruang steril melalui pass box.
2. Pencampuran
2.1.1. Proses pencampuran obat suntik secara aseptis, mengikuti langkah –
langkah sebagai berikut:
a) Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
b) Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi sesuai prosedur tetap
Protap desinfeksi dan dekontaminasi
I. Persiapan bahan dan alat
a. Mempersiapkan bahan yang terdiri dari
(a) Alkohol swab
(b) Alkohol 70 % dalam botol spray
(c) Mendesinfeksi bagian luar kemasan bahan obat sitostatika dan
pelarut dengan menyemprotkan alcohol 70 %
b. Mempersiapkan alat yang terdiri dari
(a) Mensterilkan alas untuk sitostatika
(b) Mensterilkan bahan untuk sealing (parafin)
(c) Mensterilkan sarung tangan , masker, baju, topi, sarung kaki
(d) Spuit inj. Ukuran 2 X vol yang dibutuhkan.
(e) Jarum
(f) Mendesinfektan etiket, label, klip plastik, kantong plastik u/
disposal dengan menyemprotkan alkohol 70 %.

c) Menghidupkan Laminar Air Flow (LAF) sesuai prosedur tetap


d) Menyiapkan meja kerja LAF dengan memberi alas penyerap cairan
dalam LAF.
e) Menyiapkan kantong buangan sampah dalam LAF untuk bekas obat.
f) Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan alkohol 70 %. 5
g) Mengambil alat kesehatan dan obat-obatan dari pass box.
h) Melakukan pencampuran secara aseptis
Tehnik memindahkan obat dari ampul
1) Membuka ampul larutan obat: (Gambar 3)
Gambar. 3

(a) Pindahkan semua larutan obat dari leher ampul dengan mengetuk-
ngetuk bagian atas ampul atau dengan melakukan gerakan J-
motion.
(b) Seka bagian leher ampul dengan alkohol 70 %, biarkan mengering.
(c) Lilitkan kassa sekitar ampul.
(d) Pegang ampul dengan posisi 45º, patahkan bagian atas ampul
dengan arah menjauhi petugas. Pegang ampul dengan posisi ini
sekitar 5 detik.
(e) Berdirikan ampul.
(f) Bungkus patahan ampul dengan kassa dan buang ke dalam kantong
buangan.
2) Pegang ampul dengan posisi 45º, masukkan spuit ke dalam ampul,
tarik seluruh larutan dari ampul, tutup needle.
3) Pegang ampul dengan posisi 45º, sesuaikan volume larutan dalam
syringe sesuai yang diinginkan dengan menyuntikkan kembali larutan
obat yang berlebih kembali ke ampul.
4) Tutup kembali needle.
5) Untuk permintaan infus Intra Vena , suntikkan larutan obat ke dalam
botol infus dengan posisi 45º perlahan-lahan melalui dinding agar
tidak berbuih dan tercampur sempurna.
6) Untuk permintaan Intra Vena bolus ganti needle dengan ukuran yang
sesuai untuk penyuntikan.
7) Setelah selesai, buang seluruh bahan yang telah terkontaminasi ke
dalam kantong buangan tertutup.

3. Pelaksanaan praktikum
1. Protap pencampuran sediaan ampul
a.) Mengupayakan tidak ada obat dileher ampul dengan cara mengetuk-
ngetuk bagian atas ampul
b.) Membersihkan ampul dengan alcohol 70%
c.) Mematahkan bagian leher dengan arah menjauhi petugas dan gunakan
kasa pada waktu mematahkan
d.) Pada waktu menarik larutan dari ampul usahakan posisi 450
e.) Membersihkan botol infus dengan alcohol 70% dan keringkan
f.) Menyuntikkan sediaan obat kedalam botol infus
g.) Menutup botol infus dengan sealing
BAB 1V

HASIL DAN PENGAMATAN

NO GAMBAR PENGAMATAN KETERANGAN

1. Proses penarikan obat

dengan menggunakan

spoit 3cc y dari ampul

Neurosanbe dilakukan

dengan posisi 450

Sebelum penarikan obat

dari ampul ketuk-ketuk


bagian leher ampul dan

bersihkan ampul dengan

alcohol dan pada saat

mematahkan usahakan

dengan arah menjauhi

orang.

2. Proses memasukkan

cairan obat Neurosanbe

kedalam cairan Nacl

3. Proses pemberian etiket

atau lebel
4. Proses penarikan obat

dengan menggunakan

spoit 3cc y dari ampul

Ranitidine dilakukan

dengan posisi 450

Sebelum penarikan obat

dari ampul ketuk-ketuk

bagian leher ampul dan

bersihkan ampul dengan

alcohol dan pada saat

mematahkan usahakan

dengan arah menjauhi

5.

Proses memasukkan

cairan obat Neurosanbe

kedalam cairan Nacl

6.

Proses pemberian etiket

atau lebel
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pencampuran sediaan steril harus dilakukan secara aseptis oleh tenaga yang
terlatih, karena ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti kontaminasi terhadap
produk, paparan sediaan terhadap petugas serta lingkungan (terutama untuk sediaan
sitostatika).

3.2. Saran
Sebaiknya Pencampuran obat suntik seharusnya dilakukan oleh farmasis di
Rumah Sakit, Pekerjaan kefarmasian tersebut memerlukan teknik khusus dengan latar
belakang pengetahuan antara lain sterilitas, sifat fisikokimia dan stabilitas obat,
ketidaktercampuran obat,

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh., 2008. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM Press

Ansel, Howard C, Ph.D. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi keempat.2008.


Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

DepKes., 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia

DepKes., 1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta : Departemen Kesehatan Republik


Indonesia

Hadioetomo, R. S., 1985.Mikrobiologi Dasar dalam Praktek.Jakarta : PT. Gramedia


Lukas, Syamsuni, H.A., 2006.Ilmu Resep.Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC

Lachman, Lieberman, Kanig., 1994.Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta :


Penerbit Universitas Indonesia

Priyambodo, B., 2007.Manajemen Farmasi Industri.Yogyakarta : Global Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai