Anda di halaman 1dari 24

LABORATORIUM STERIL

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFA)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II


PEMBUATAN INJEKSI VOLUME KECIL (VIAL)

DISUSUN OLEH :

GLORIANA LAI TUMUNGLO 18 10 004


HAERUL SETIAWAN LASAWEDI 18 10 005
PUTU EKA HERRY IRAWAN 18 10 006

ASISTEN : NURHAFIFAH

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFA)
PELITA MAS
PALU
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi -
bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang
termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental preparat untuk mata
dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parental merupakan
jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi - bagi,
karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke
bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan mukosa,
maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari
bahan - bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian
yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan
produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua
jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis
(Priyambodo, B., 2007).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah
dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap
untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan
pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai
rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m),
intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi
cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan
pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam
pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel
yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan
dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati -
hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan
syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan
kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf
terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi
atau serbuk yang dilarutkan, atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam
kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan,
mengemulsikan atau mensuspensikan sejumah obat kedalam
sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat kedalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda (DepKes., 1979).
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah
injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya
hanya laruitan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena.
Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (DepKes.,
1995).
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial.
Injeksi vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya
digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5
mL – 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran tunggal atau
ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan
atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun lebih.
(Anonim. Penuntun Praktikum Farmasetika I .2011).

B. Tujuan Praktikum
1. Mempelajari cara pembuatan larutan parenteral berupa sediaan
infus.
2. Mempelajari cara evaluasi sediaan larutan parenteral berupa
sediaan infus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah
sediaan sterilberupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit ataumelalui selaput lendir.(FI.III.1979),
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi
adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang.
Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara
intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang
dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah
kapiler.(FI.IV.1995)
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa
vial. Injeksi vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang
umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau
volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran
tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk
bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL
atau pun lebih. (Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika I.2011).
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang
umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau
volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran tunggal atau ganda.
Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau
suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila
diperdagangan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat
dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan
injeksi. (R. Voight hal 464).
1. Syarat-syarat Injeksi Volume Kecil
a. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi
jaringan atau efek toksis. Pelarut dan bahan penolong harus
dicoba pada hewan dulu, untuk meyakinkan
keamanan pemakaian bagi manusia.
b. Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel
padat, kecuali yang berbentuk suspensi.
c. Sedapat mungkin lsohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar
tidak terasa sakit dan penyerapannya optimal.
d. Sedapat mungkin Isotonik, yaitu mempunyai tekanan
osmose sama dengan tekanan osmose darah / cairan
tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak
menimbulkanhaemolisa. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit
hipertonis, tetapi jangan hipotonis
e. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang
patogen maupun yang apatogen, baik dalam bentuk
vegetatif maupun spora.
f. Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai
volume 10 ml atau lebih sekali penyuntikan.
g. Tidak boleh berwarna kecuali memang zat berkhasiatnya
berwarna.
2. Keuntungan Injeksi Volume Kecil (Vial / ampul)
a. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat.
b. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
c. Biovaibilitas obat dalam traktus gastrointenstinalis dapat
dihindarkan.
d. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau
dalam keadaan koma.
e. Beberapa Obat tidak efektif diberikan secara Oral
3. Kerugian Injeksi Volume Kecil (Vial / ampul)
a. Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan
berulang kali.
b. Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut
suntik.
c. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hapir tidak mungkin
diperbaiki terutama sesudah pemberian intravena.
d. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit
atau ditempat praktek dokter oleh perawat yang kompeten.
e. Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan
ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas
pirogen, jernih, praktis dan bebas partikel).

Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan


keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi
mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan
penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini
menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi
relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari
mikroorganisme hanya dapat diduga atas dasar proyeksi kinetis
angka kematian mikroba (Lachman., 1994).
Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu
penggunaan panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan
(filtrasi). Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka
disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah, bila tanpa
kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi
kering. Sedangkan sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan
menggunakan gas atau radiasi. Pemilihan metode didasdarkan
pada sifat bahan yang akan disterilkan (Hadioetomo, R. S., 1985).
Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan
farmasi dan bahan-bahan yang dapat tahan terhadap temperatur
yang dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi tidak timbul
efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut.metode ini juga
dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar, alat – alat gelas,
pembalut operasi dan instrumen. Tidak digunakan untuk
mensterilkan minyak-minyak, minyak lemak, dan sediaan-sediaan
lain yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau pensterilan serbuk
terbuka yang mungkin rusak oleh uap air jenuh (Ansel., 1989).
Metode-metode sterilisasi menurut Ansel , yakni:
1. Sterilisasi uap (lembab panas), yakni sterilisasi yang dilakukan
dalam autoklaf dan menggunakan uap air dengan tekanan.
2. Sterilisasi panas kering, yakni sterilisasi yang biasa dilakukan
dengan oven pensteril yang dirancang khusus untuk tujuan
sterilisasi. Oven dapat dipanaskan dengan gas atau listrik dan
umumnya temperatur diatur secara otomatis.
3. Sterilisasi dengan penyaringan, yakni sterilisasi yang tergantung
pada penghilangan mikroba secara fisik dengan adsorpsi pada
media penyaring atau dengan mekanispe penyaringan,
digunakan untuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas.
Sediaan obat yang disterilkan dengan cara ini, diharuskan
menjalani pengesahan yang ketat dan memonitoring karena efek
produk hasil penyaringan dapat sangat dipengaruhi oleh
banyaknya mikroba dalam larutan yang difiltrasi.
4. Sterilisasi gas, sterilisasi gas dilakukan pada senyawa-senyawa
yang tidak tahan terhadap panas dan uap dimana dapat
disterilkan dengan cara memaparkan gas etilen oksida atau
protilen oksida. Gas-gas ini sangat mudah terbakar bila
tercampur dengan udara, tetapi dapat digunakan dengan aman
bila diencerkan dengan gas iner seperti karbondioksida, atau
hidrokarbon terfluorinasi yang tepat sesuai.
5. Sterilisasi dengan radiasi pengionan, yakni teknik-teknik yang
disediakan untuk sterilisasi beberapa jenis sediaan-sediaan
farmasi dengan sinar gama dan sinar-sinar katoda, tetapi
penggunaan teknik-teknik ini terbatas karena memerlukan
peralatan yang sangat khusus dan pengaruh-pengaruh radiasi
pada produk-produk dan wadah-wadah.
B. Formulasi Sediaan

Nama Produk : HEBIFAR


Jumlah produk : 2 Vial @ 5 ml
No. Registrasi : DKL1720000643A1
No. Batch : H148001

R/ Heparin 5000 UI
Tiap Vial Mengandung 5,3 ml
NaH2PO4 0,042 gram
Na2HPO4 0,092 gram
Benzolkonium 0,01 %
Aqua Pro Injeksi 50 ml

C. Uraian Bahan
1. Heparin ( FI Edisi III Hal, 278)
Nama Resmi : Heparinum
Nama Latin : Heparin
Pemerian : Serbuk putih, Kuning Gading, Agak
hidroskopik
Kelarutan : larut dalam 2,5 bagian air
Penyimpanan : Dalam Wadah Tertutup Rapat
Kegunaan : Antikoagulan
2. Benzalkonium Klorida ( exp:23;RPS 18 th.1164;MD 28 th;949 )
Nama : BENZALKONII CHLORIDUM
Nama lain : Benzalkonium klorida
Rm / BM : C6H5CH2N (CH3)2R)CL / 360,0
Pemerian : Serbuk amorf, kekuningan, gel tebal, atau
lempeng gelatin, higroskopik seperti sabun bila
disentuh, sangat pahit, bau aromatis
Kestabilan : Larutnya stabil pada range pH dan suhu yang
luas. Larutannya dapat disimpan pada waktu
yang lama pada suhu kamar. Larutan air yang
disimpan pada wadah polivinil klorida atau
poliuretan dapat kehilangan aktivitas
antimikrobanya
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya kontak dengan logam, di tempat yang
kering dan sejuk
Kegunaan : Pengawet
Inkompatibilitas : Kompatibel dengan aluminium, surfaktan
anionik, sitrat, kapas, fluorescein, hidrogen
peroksida, hypromellose, iodida, kaolin,
lanolin, nitrat, surfaktan nonionik dalam
konsentrasi tinggi, permanganates, protein,
salisilat, garam perak, sabun, sulfonamida,
seng oksida, beberapa karet campuran dan
beberapa campuran plastik.
pH : 5-8 untuk larutan cair b/v
Berat jenis : 0.98 g/cm3 at 20°C.
3. Na2HPO4 ( ditjen POM 1979 : 711 )

Nama resmi : NATRIUM FOSFAT ANHIDRAT


Nama lain : Dinatrium hydrogen fosfat anhidrat
RM/BM : Na2HPO4/141,96
Pemerian : Serbuk, putih, higroskopik
Kelarutan : larut dalam 12 bagian air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan dapar
4. Natrii dihydrogen phosphas ( Ditjen POM 1979 ; 409 )
Nama resmi : NATRII DIHYDROGEN PHOSPHAS
Nama lain : Natrium dihydrogen fosfat
Rm / bm : NaH2PO4/156,01
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur
putih, tidak berbau, rasa asam dan asin
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan dapar Ph 6, Ph 7 dan Ph 8
5. Aqua Pro Injeksi
Nama Resmi : AQUA PRO INJEKSI
Nama Lain : Aqua untuk Injeksi
Pemarian :Keasaman, Kebasaan, Amunium, besi,
tembaga, timbale, kalsium, klorida, nitrat,
sulfat, zat injeksi, memenuhi syarat yhang
tertentu pada aqua destilata.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap, jika disimpan
dalam wadah tertutup kapas, berlemak harus
digunakan dalam waktu 3 hari setelah
pembuatan
Kegunaan : Untuk pembuatan injeksi
Stability : Wadah utuh sekali pakai untuk air injeksi
harus disimpan pada suhu kamar terkendali
Ph : 5-7

D. Perhitungan Bahan
1 vial = 5 ml
= 5 ml + 0,3 = 5,3 ml
(Dilebihkan 0,3)
Yang di produksi = 2 botol vial x 5,3 ml = 10,6 ml
2 vial = 10,6 ml
Vol. total yang di buat = 50 ml.
(Dilebihkan agar cairan lainnya bisa di pakai untuk uji sediaan
evaluasi)

1. Heparin 5.000 IU = 4 mg
Perdosis = 5,3 ml x 4 mg = 21,1 mg
Perbatch = 21,1 mg x 4 mg = 84,4 mg
2. Benzolkonium 0,01%
Perdosis = x 50 ml = 0,005 gram

Perbatch = 2 botol vial x 0,005 gram


= 0,01 gram
3. Na2HPO4 = 0,092 gram
Perbatch = 2 botol vial x 0,092 gram
= 0,184 gram
4. NaH2PO4 = 0,042 gram
Perbatch = 2 botol vial x 0,042 gram
= 0,082 gram

 Perhitungan Ekivalen
 Heparin

E=

E= = 0,089

 Na2HPO4

E=

E= = 0,215

 NaH2PO4

E=
E= = 0,196

 Benzolkonium

E=

E= = 0,085

[ 0,089 + 0,215 + 0,196 + 0,085 ]

= 0,9 % - 0,585 %

= 0,315 %

= = = 0,00315

 Perhitungan Dapar
Target Ph = 7,5
Kapasitas Dapar = 0,01

Perhitungan
Garam = Na2HPO4 = A-
Mr Na2HPO4 = 140
Asam = NaH2PO4 = HA
Mr NaH2PO4 = 120
pKa = 7,2

Ph = pKa + log [A-] / [HA]


6,5 = 7,2 + log [A-] / [HA]
0,3 = log [A-] / [HA]
100,3 = [A-] / [HA]
1,995 = [A-] / [HA] = 0 [A-] = 1,995 [HA]
[ ][ ]
= 2,303.C.log {[ ][ ]}

[ ][ ]
0,01 = 2,303.C.log {[ ][ ]}

0,01 = 2,303.C.log

0,01 = 2,303.C.0,0222

C = 0,02

C = [HA] + [A-]

0,02 = [HA] + 1,995 [HA]

0,02 = 2,995 [HA]

[HA] = 6,678 x 10-3 M

[A-] = C - [HA]

[A-] = 0,02 - 6,678 x 10-3 M

[A-] = 0,013 M

HA = x

0,007 = x

0,84 = 20 g

g = 0,042 gram ( asam = NaH2PO4)


A = x

0,013 = x

1,84 = 20 gr

g = 0,092 gram ( garam = Na2HPO4 )

E. Permasalahan
1. Menurut Farmakope Indonesia, Sediaan injeksi sebisa mungkin
dibuat sesuai dengan pH darah yaitu 7,4 (isohidris). Namun ,
yang paling utama adalah pH sediaan. Heparin dalam sediaan
stabil pada pH 5,0 – 7,5.
2. Sediaan ini menggunakan pembawa air dan zat yang
terkandung di dalamnya tahan terhadap oksidasi, serta tidak
terkandung minyak atau pun bahan lain yang mudah
teroksidasi.
3. Pengawet atau antimikroba harus diberikan pada sediaan
injeksi bila injeksi yang dikemas dalam dosis ganda dan pada
sediaan yang tidak dilakukan sterilisasi akhir.
F. Penyelesaian
1. pH sediaan yang akan dibuat tidak diubah dan menyesuaikan
terhadap Ph stabilitas bahan aktif . Ph Injeksi Volume Kecil
Heparin yang akan dibuat adalah 7,5
2. Tidak perlu adanya zat antioksidan
3. Sediaan yang akan dibuat merupakan sediaan injeksi volume
kecil dengan dosis tunggal (vial) tanpa dilakukan metode
sterilisasi akhir pada pembuatan sediaan. Sehingga pengawet
ditambahkan pada sediaan
G. Formulasi Terkoreksi
Tidak ada bahan-bahan yang digantikan atau terkoreksi pada saat
pembuatan injeksi volume kecil heparin
BAB III
METODE KERJA

A. Penimbangan Bahan
1. Heparin = 21,1 mg
2. Dinatrium Fosfat Anhidrat (Na2HPO4) = 0,092 gr
3. Natrium Dihydrogen Fosfat (NaH2PO4) = 0,042 gr
4. Benzolkonium = 0,005 gr
5. Aqua Pro Injection = ad 50 ml

B. Alat Dan Bahan


1. Alat
Adapun alat yang digunakan yaitu autoklaf, gelas beaker,
batang pengaduk, gelas ukur, erlenmeyer, dan timbangan
analitik.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu Heparin, Dinatrium
Fosfat Anhidrat (Na2HPO4), Natrium Dihydrogen Fosfat
(NaH2PO4), Benzolkonium, dan Aqua Pro Injection.

C. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Sterilisasi alat dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 C
selama 15 menit
3. Kalibrasi vial 5,3 ml
4. Timbang dan ukur bahan yang akan digunakan
5. Larutkan heparin dengan aqua pro injeksi
6. Tambahkan benzolkonium
7. Tambahkan pendapar
8. Aduk sampai homogen
9. Disaring menggunakan kertas saring
10. Masukan ke dalam vial , beri etiket , label brosur, dan kemasan

D. Etiket , Brosur dan wadah Sekunder


1. Etiket

Indikasi : HEBIFAR Penyimpanan :


Untuk Mencegah dan Heparin
mengatasi pembekuan Disimpan dalam suhu
darah (antikoagulan) Netto : 5,3 ml kamar dan hindari
Kontraindikasi : dari penyimpanan
Hipersensitive terhadap PT. MURNI-FARMA beku
heparin PALU-INDONESIA

2. Brosur

HEBIFAR INJEKSI
Komposisi :
Tiap 5 ml vial heparin mengandung heparin 5000 unit dan zat
tambahan q.s.
Indikasi :
Untuk mencegah dan mengatasi pembekuan darah (antikoagulan).
Kontra indikasi :
Hipersensivitas terhadap heparin atau komponen lain dalam
sediaan; semua gangguan perdarahan atau resiko perdarahan :
gangguan koagulasi, hemophilia, trombositopenia, penyakit hati
berat, ulkus peptikum, dll.
Efek samping :
Sakit dada, syok, demam, sakit kepala, kediginan, urikaria,
alopsia, eczema, dll.
Dosis :
Dewasa 4 kali sehari
Peringatan :
Obat ini bersifat hipertonis. Suntikan perlahan-lahan atau rute
pemberian sub kutan.
Penyimpanan :
Disimpan dalam suhu kamar dan hindari dari penyimpanan beku.
3. Wadah Sekunder

HEBIFAR
Heparin HEBIFAR HEBIFAR
h HEBIFAR
Indikasi : Heparin
Untuk mencegah dan
mengatasi pembekuan darah
(antikoagulan). HARUS DENGAN RESEP
Kontra indikasi : Netto : 5,3 ml DOKTER ON MEDICAL Netto : 5,3 ml
Hipersensivitas terhadap
PRESCRIPTION ONLY
heparin atau komponen lain
dalam sediaan
No.REG : DKL1720000643A1
Efek samping :
Sakit dada, syok, demam, sakit PT. MURNI-FARMA N0.BATCH : H148001 PT. MURNI-FARMA
MFG : Januari 2021
kepala, kediginan, urikaria, PALU-INDONESIA PALU-INDONESIA
EXP DATE : Januari 2021
alopsia, eczema, dll.
E. Evaluasi Sediaan

No Jenis Evaluasi Hasil Pengamatan

1 Uji Ph Sediaan Ph yang diperoleh adalah 4

2 Uji Bahan partikulat Pada uji bahan partikulat tidak


dalam injeksi dilakukan karena memerlukan sistem
elektrolik penghitung partikel
pengotor cairan yang dilengkapi
dengan alat .
3 Uji Volume
Terpindahkan
4 Uji Kejernihan Larutan Sediaan berwarna bening dan tidak
ada terdapat partikel (Jernih)
5 Uji Kebocoran Tidak ada satu vial yang bocor
6 Uji Sterilisasi Steril, tidak ada pertumbuhan
mikroba
BAB IV
PEMBAHASAN

Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi -


bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang
termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan
preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parental merupakan jenis
sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi - bagi, karena
sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian tubuh
yang paling efesien, yaitu membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini
harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan - bahan toksis
lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan
dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah
kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah
injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya
larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi
tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995)
Sediaan injeksi memiliki keuntungan yaitu memiliki onset yang lebih
cepat dibandingkan rute peroral dan ditujukan untuk obat yang tidak stabil
pada asam lambung, mengiritasi lambung dan absorpsinya rendah pada
gastrointestinal. Kerugian sediaan injeksi adalah rasa nyeri saat injeksi
obat serta rentang terjadinya infeksi, perlu keahlian khusus dalam
penggunaannya. Sediaan volume kecil adalah sedian steril dengan
volume dibawah 100 ml baik pemberian single dose atau multiple dose,
umumnya larutan steril volume kecil dimasukkan dalam vial atau ampul.
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial.
Injeksi vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya
digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL –
100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana
digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi
dengan volume sebanyak 5 mL atau pun lebih. (Anonim.Penuntun
Praktikum Farmasetika I.2011).
Pada praktikum ini yaitu pembuatan vial , langkah pertama
pengujian yaitu sterilisasi alat, pertama-tama alat-alat gelas dan karet
direndam menggunakan tepol (desinfektan) bertujuan untuk membunuh
bakteri yang ada pada peralatan, kemudian dicuci bersih dengan
menggunakan air. Alat-alat kemudian dikeringkan dengan menggunakan
tisu dan dibungkus dengan alumunium foil dan kertas perkamen untuk
mencegah adanya bakteri pada peralatan setelah disterilkan. Alat-alat
gelas disterilkan dengan metode pemanasan basah menggunakan
autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit .
Pembuatan sediaan Heparin, pertama-tama semua bahan yang
diperlukan ditimbang dengan dilebihkan 3% penimbangannya dari
formulasi yang dibuat. Heparin merupakan zat aktif, Dinatrium hidrogen
fosfat (Na2HPO4) dan Natrium Dihydrogen Fosfat (NaH2PO4) sebagai
pendapar, dan benzolkonium sebagai pengawet. Pendapar digunakan
untuk mempertahankan pH pada pH 5-7,5 agar heparin dalam keadaan
stabil. Heparin dilarutkan terlebih dahulu dengan aqua pro injeksi 5,3 ml,
kemudian ditambahkan benzolkonium 0,005 gr dan diaduk hingga
homogen, kemudian ditambahkan dinatrium hidrogen fosfat dan natrium
dihidrogen fosfat ke dalam campuran tersebut kemudian diaduk hingga
larut. Larutan ditambahkan dengan aqua pro injeksi sebanyak 45 mL
sehingga didapatkan sediaan injeksi heparin 50 mL. Larutan kemudian
disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan dari pengotor.
Kemudian injeksi heparin dimasukan ke vial, setiap vial sebanyak 5,3 mL.
Setelah itu beri label dan brosur pada botol vial.
Evaluasi yang dilakukan adalah uji ph sediaan, uji bahan partikulat,
uji volume terpindahkan, uji kejernihan larutan, uji kebocoran, dan uji
sterilisasi. Uji pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH yang
dimasukkan ke dalam sediaan kemudian diamati perubahan warna pada
kertas pH dan dibandingkan dengan tabel warna sehingga diketahui pH
dari sediaan. Hasil yang diperoleh pH heparin adalah memiliki pH 4. Pada
uji bahan partikulat, tidak dilakukan karena memerlukan sistem elektrolik
penghitung partikel pengotor cairan yang dilengkapi dengan alat.
Pengujian selanjutnya adalah pengujian kejernihan. Kejernihan
merupakan indikator kesterilan sediaan yang dibuat, karena sediaan steril
umumnya jernih (kecuali suspensi). Kejernihan dapat diamati dengan
mata langsung atau menggunakan penyinaran sehingga dapat dilihat
kejernihan sediaan. Sediaan heparin yang dibuat jernih dan bening.
Sediaan steril yang dibuat telah memenuhi persyaratan uji kebocoran vial,
uji kejernihan dan uji pH namun sediaan steril injeksi heparin belum
memenuhi persyaratan uji sterilitas, karena tidak dilakukan sterilisasi akhir.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa :


1. Sediaan steril adalah sediaan yang bebas dari semua kontaminasi
serta pertumbuhan mikrooganisme baik bentuk vegetatif maupun
spora serta bebas dari patogen dan pirogen.
2. Sediaan injeksi merupakan sediaan parenteral yang steril untuk
mencegah terjadinya infeksi dan gejala infeksi pada tubuh.
3. Injeksi vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya
digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5
mL – 100 mL
4. Sediaan steril yang dibuat memenuhi syarat uji kebocoran vial, uji
kejernihan sediaan dan uji pH namun tidak memenuhi syarat uji
sterilitas.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta. 6-7, 93-94, 265, 338-339, 691.

Anonim. 2011, Penuntun Praktikum Farmasetika I, diterjemahkan oleh


Ibrahim, F., Edisi IV, 391-397, 607-617, Universitas Indonesia
Press, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta. 448, 515, 771, 1000.

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan


oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-
271, 607-608, 700, Jakarta, UI Press.

Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, 378,


535, 612. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, 551,


713. Jakarta.

Hadioetomo, R. S., 1985, Mikrobiologi Dasar-dasar Praktik, Gramedia,


Jakarta cit Ismiyati, 2004, Identifikasi Bakteri dari Tinja pasien
diare di Rumah Sakit Islam Klaten, Skripsi, Fakultas Farmasi,
UMS, Surakarta.

Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.

Priyambodo. (2007). Manajemen Farmasi Industri.Yogyakarta: Global


Pustaka Utama.

Voight Rudolf. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta :


UGM Press.

Anda mungkin juga menyukai