Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH INDIVIDU

"KOMPONEN KIMIA PADA TUMBUHAN"

DISUSUN OLEH :

PRODI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
KENDARI
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii


BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
I.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
I.3 Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
II.1 Pengertian Skrining Fitokimia.................................................................. 3
II.2 Skrining Fitokimia Pada Tumbuhan......................................................... 3
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 12
III.1 Kesimpulan ............................................................................................... 12
III.2 Saran .......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... xiii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pada tahun-tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan telah
berkembang menjadi satu disiplin tersendiri, berada di antara kimia organic
bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan erat dengan keduanya.
Bidang perhatiannya ialah aneka ragam senyawa organic yang dibentuk dan
ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia, biosintesisnya,
perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara alamiah, dan fungsi
biologisnya.
Pada semua pekerjaan tersebut diperlukan metode pemisahan,
pemurnian, dan terutama identifikasi atau skrining fitokimia kandungan yang
terdapat dalam tumbuhan yang sifatnya berbeda-beda dan jumlahnya banyak
itu.
Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang
belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat dengan cepat
memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia tertentu
dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia tertentu.
Skirining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian
fitokimia yang bertujuan memberi gambaran tentang golongan senyawa yang
terkandung dalam tanaman yang diteliti. Metode skrining fitokimia yang
dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu
pereaksi warna. Hal penting yang berperan dalam skrining fitokimia adalah
pemilihan pelarut dan metode ekstraksi.
Tujuan makalah ini ialah menyajikan pembahasan tentang skrining
fitokimia atau cara pada senyawa yang terdapat pada tumbuhan, meliputi
senyawa seperti fenol, tanin, flavonoid, alkaloid, terpenoid, atrakuinon,
minyak atsiri saponin dan glukosida.

1
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan skrining fitokimia ?
2. Bagaimana cara skrining fitokimia pada tumbuhan ?

I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi skrining fitokimia
2. Untuk mengetahui bagaimana cara skrining fitokimia pada tumbuhan

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Skrining Fitokimia


Skrining fitokimia atau identifikasi kandungan kimia adalah suatu
metode untuk mengetahui golongan kimia pada suatu sampel dengan
menguji secara kualitatif adanya senyawa kandungan pada sampel yang
akan diidentifikasi.
Skirining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu
penelitian fitokimia yang bertujuan memberi gambaran tentang golongan
senyawa yang terkandung dalam tanaman yang diteliti. Metode skrining
fitokimia yang dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan
menggunakan suatu pereaksi warna.
Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif
yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat dengan
cepat memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia
tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia
tertentu.

II.2 Skrining Fitokimia Pada Tumbuhan


A. Identifikasi Fenol
Pada beberapa pustaka, identifikasi senyawa fenol sering
dilakukan bersama-sama asam fenolat. Asam fenolat yang larut dalam
etanol adalah bentuk glikosida sedangkan dalam bentuk terikat sebagai
ester tidak larut dalam etanol. Penyajian senyawa fenol dilakukan stela
dihidrolisis lebih dulu. Hidrolisis dapat dilakukan dalam suasana asam
dengan hcl 2m diatas penangas air selama 30 menit atau basa dengan
naoh 2m selama 4 jam pada suhu kamar dan sebelum ekstraksi
diasamkan terlebih dahulu. Fenol yang terbebas diekstraksi dengan eter
beberapa kali, kemudian dikeringkan. Residu yang dieroleh dilarutkan
dalam eter dan selanjutnya digunakan sebagai larutan uji.

3
1. Reaksi warna
Senyawa fenol memberikan warna hijau hingga biru hitam
dengan penambahan larutan garam besi (iii) klorida dalam air atau
etanol. Penambahan larutan brom (9.6 ml brom dan 30 ml kalium
bromida dalam sejumlah air hingga 100 ml akan berbentuk
endapan putih dan segera larut dan akan terjadi endapan kembali
apabila ditambahkan pereaksi berlebih. Pereaksi warna yang umum
digunakan identifikasi antara lain folin ciocaltrau, vanilin asam
klorida pekat, vanilin asam sulfat pekat dan gibbs (2,6
diklorokuinon-lorimida 2 % dalam kloroform). Pereaksi tersebut
juga dapat digunakan untuk deteksi pada lempeng klt. Deteksi
senyawa fenol, terutama golongan flavanoid dapat dilakukan pada
kromatogram berdasarkan warna fluoresensi dibawah sinar uv dan
warna menjadi lebih jelas apabila diberi uap amonia

B. Identifikasi Tanin
1. Reaksi warna
Tanin dapat diekstraksi menggunakan air, alkohol, atau
aseton, dan dapat ditentukan dengan adanya gugus fenol atau
karboksilat. Larutan tanin mengendap dengan penambahan logam
berat, alkaloid dan gelatin (protein). Galotanin dan elagitanin
memberikan endapan berwarna biru hitam dengan larutan garam
feri (besi), sedangkan tanin terkondensasi menimbulkan warna
hijau cokelat. Larutan 1 % gelatin dalam 10 % natrium klorida
menimbulkan endapan pada larutan tanin. Identifikasi lain adalah
tes menggunakan larutan fenazon menghasilkan endapan pada
larutan tanin yang telah diberi natrium asam fosfat. Senyawa lignin
katekin dapat ditentukan dengan terbentuknya warna merah setelah
dipanaskan dengan asam klorida.
Sebagai langkah awal dalam menentukan tanin terhidrolisis,
identifikasi adanya asam galat dan/atau asam elagat sebagai hasil

4
protes hidrolisis dengan asam dalam ekstrak eter atau etil asetat
perlu dilakukan. Senyawa tanin mengandung gugus fenol yang
dapat dideteksi dengan adanya serapan pada panjang gelombang
pendek dan terlihat timbulnya warna gelap, dan warna lebih jelas
terlihat jika digunakan pereaksi folin-ciocalteu.
Tes fluoresensi dapat dilakukan terhadap ekstrak alkohol
tanin dengan penambahan larutan natrium hidroksida, petroleum
eter sehingga akan terlihat adanya fluoresensi hijau. Keberadaan
proantosianidin (Suatu tanin terkondensasi) dalam simplisia dapat
ditentukan dengan sederhana, yaitu apabila dipanaskan dengan aam
akan menghasilkan warna merah yang dapat diekstraksi dengan
amil alkohol atau butanol. Identifikasi lebih lanjut dilakukan
dengan pemisahan menggunakan kolom sefadeks G-50 ata LH20.

C. Identifikasi Flavonoid
1. Reaksi warna
Identifikasi menggunakan reaksi warna dilakukan dengan
beberapa macam pereaksi flavonoid, yaitu :
a. Uji shinoda, Larutan uji diuapkan hingga kering, ditambahkan
2-3 tetes etanol, kemudian ditambah dengan serbuk Mg dan
beberapa tetes aam klorida 5M. Warna merah hingga merah
lembayung yang timbul menandakan adanya senyawa flavanon,
falavonol, flavanonol, dan dihidroflavonol.
b. Uji dilakukan seperti diatas, tetapi sebuk Mg diganti dengan Zn.
Hanya senyawa dihidroflavonol yang menimbulkan warna
merah hingga merah lembayung. Flavanon dan flavonoid tidak
berarna atau warna merah muda lemah.
c. Larutan uji 1 ml diuapkan, kemudian ditambah asetonbeberapa
tetes, lalu ditambahkan sedikit serbuk asam borat dan asam
oksalat, selanjutnya dikeringkan. Residu dilarutkan dalam 10 ml
eter yg dikemudian dilihat pada sinar ultraviolet (365 nm).

5
Warna hijau kuning yang timbul menunjukkan adanya senyawa
flavonoid (reaksi wilson-taubock).
d. Penambahan larutan besi (III) klorida. Flavonoid yang memiiliki
gugus hidroksil bebas pada cincin A atau B akan menimbulkan
warna hijau biru setelah penambahan larutan ini.
e. Larutan uji diuapkan dan dilarutkan dalam 1 ml metanol, lalu
ditambahkan 10mg natrium borohidrida dan 2 tetes asam klorida
2N.warna lembayung yang timbul menunjukkan adanya
senyawa flavonon.

D. Identifikasi Alkaloid
Alkaloid pada tanaman banyak terdapat dalam bentuk turunan
amin primer, sekunder, tersier maupun kuartener. sifat kebasaan
alkaloid ditentukan oleh keempat jenis amin tersebut. alkaloid bersifat
basa sangat lemah, contohnya purin memiliki nilai pKa pada pH 10-12,
basa lemah (alkaloida kinin) pada pH 7-10, sedangkan kebasaan yang
sedang (alkaloid opium) pH 3-7.
Analisis alkaloid diawali dengan ekstrasi simplisia yang
dilakukan dengan cara:
a. Bahan (simplisia) dibasahkan dengan air, dicampur dengan kalsium
hidroksida atau amonia yang akan bereaksi dengan asam-asam,
tanin, senyawa fenolar dan membebaskan alkaloid dalam bentuk
basa. Ekstraksi alkoloid basa dilakukan dengan pelarut organik
seperti eter, kemudian dilanjutkan dengan penambahan larutan asam
sehingga diperoleh alkoloid dalam bentuk garam.
b. bahan (simplisia) diekstraksi menggunakan air atau alkohol yang
mengandung asam. pigmen dan senyawa yang tidak dikehendaki
dapat dihilangkan dengan penambahan kloroform atau pelarut
organik lain. selanjutnya, larutan dibuat basa.

6
E. Identifikasi Terpenoid
Untuk kelompok terpen yang bersifat nonpolar (monoterpen dan
seskuiterpen), cara ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut
nonpolar, seperti heksana atau petroleum eter. Guna memisahkan
senyawa-enyawa lain yang juga tersari dalam pelarut nonpolar
(misalnya lemak, lilin, ester) dilakukan penyabunan yang diikuti
dengan penyarian menggunakan eter. Kelompok terpen dan teroid
tersari dalam pelarut eter, selanjutnya dipisahkan dengan menggunakan
aseton. Ekstrak kontak hasil pemisahan warna yang diperoleh
digunakan untuk identifikasi warna. Terpen yang bersifat mudah
menguap yakni monoterpen dan seskuiterpen dapat dipisahkan dengan
caa destilasi uap. Untuk kelompok terpen yang lebih tinggi (diterpen
dan triterpen), penyarian dilakukan menggunakan pelarut yang bersifat
lebih polar (etanol, metanol),, sedangkan proses hidrolisis diperlukan
untuk senyawa yang berbentuk glikosida. Senyawa nonpolar (lipid,
pigmen) dapat dihilangkan lebih dulu menggunakan eter atau benzena.
Identifikasi menggunakan KLT masih dapat dilakukan untuk
kelompok tepenoid dengan menggunakan pelarut atau campuran pelarut
yang sesuai dengan polaritas masing-masing senyawa. Untuk minyak
atsiri dan triterpen dibahas dalam bab tersendiri. Pemisahan monoterpen
sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan KLT, seperti
penggunaan pelarut n-heksan-etil asetat (17:3) untuk memisahkan fitol
dan isofitol. Larutan pengembang benzena-kloroform (1:1) atau
benzena-etil asetat (19:1) sering digunakan untuk kelompok
monoterpen dan seskuiterpen. Penggunaan kromatografi kerttas untuk
triterpen dan steroid tidak memberikan hasil yang memuaskan sehingga
KLT dan KGC menjadi pilihan lainnya.
Adanya ikatan rangkap pada senyawa terpenoid memungkinkan
penggunaan spektofotometer untuk mengetahhui absorbsi maksimum
pada sinar uv, sedangkan senyawa yang memiliki warna absorbsi
maksimum pada sinar tampak.

7
Kromatografi gas cair (KGC) memberikan hasil analisis kualitatif
dan kuantitatif yang baik untuk senyawa monoterpen dan seskuiterpen
yang memiliki sifat mudah menguap. Senyawa yang tidak mudah
menguap lebih dulu dilakukan asetilasi, atau dibentuk turunan
trimetilalil. Penggunaan KCKT memberikan hasil yang lebih baik, dan
banyak dipakai untuk pemisahan campuran terpenoid.

F. Identifikasi Atrakuinon
Senyawa kuinon yang terdapat, dapat berbentuk glikosida,
biasanya diekskresi menggunakan pelarut air, etanol atau metanol,
sedangkan dalam bentuk bahan (aglikon) digunakan pelarut nonpolar,
seperti eter dan benzena. Identifikasi awal yang sederhhana dapat
dilakukan dengan melihat perubahan warna yang bersifat bolak-balik
(reversible). Jika senyawa kuinon ditambah dengan natrium
borohidrida, warna akan hilang, dan jika dibiarkan diudara, warna akan
timbul kembali. Ekstraksi senyawa atrakinon dapat dilakukan langsung
dengan pelarut bersifat polar atau dilakukan hidrolisis lebih dulu.
Hidrolisis bentuk glikosida dilakukan dengan penambahan asam klorida
atau asam asetat yang disertai pemanasan pada 70ºC selama 1 jam.
Aglikon yang dihasilkan larut dalam pelarut nonpolar, Sedangkan
bagian gula, larut dalam pelarut yang lebih polar.

G. Identifikasi Minyak Atsiri


Komponen utama dari minyak atsiri adalah terpenoid, umumnya
kelompok monoterpen dan seskuiterpen, terdapat pada fraksi atsiri pada
destilasi, dan memiliki aroma harum atau bau yang spesifik pada
beberapa tumbuhan. Identifikasi minyak atsiri dilakukan terhadap
senyawa terpen yang terkandung didalamnya. Berikut cara identifikasi
minyak atsiri dengan menggunakan uji reaksi warna.
Reaksi warna, dengan menggunakan pereaksi berikut ini :
a. Larutan kalium permanganat, warna akan menjadi pucat atau hilang.

8
b. Larutan anisaldeid-asam sulfat. Pada sinar tampak, beberapa
komponen minyak atsiri memberikan warna biru, hijau, merah, dan
cokelat, dan beberapa senyawa berfluoresensi pada sinar uv 366 nm.
c. Larutan vanilin-asam sulfat, warna yang timbul mirip dengan warna
pada deteksi dengan larutan anialldehid-asam sulfat.
d. Larutan 2,4 dinitrofenilhidrazin.
e. Larutan asam fosfomolibdat, timbul warna biru pada latar belakang
kuning pada sinar tampak.
f. Larutan asam asetat anhidrida, kemudian dengan hati-hati
tambahkan 1 ml asam sulfat pekat, sehingga timbul warna hijau biru.

H. Identifikasi Saponin
Identifikasi saponin dapat dilakukan menggunakan uji reaksi
warna berikut Penjelasannya.
Saponin yang bersifat sebagai sabun dan dapat menyebabkan
hemolisis darah sehingga kedua sifat ini digunakan untuk identifikasi
awal keberadaannya dalam simlisia. Dengan cara ini, timbul warna
putih dengan latar belakang merah terbentuk dengan segera atau setelah
beberapa waktu. Suspensi darah dibuat dari darah sapi yang tela
dicampur dengan arutan natrium sitrat 3,65 % b/v, larutan stabil selama
7 hari jika disimpan dalam lemari pendingin. Percobaan dlakukan
dengan dapar fosfat (ph = 7,4), hemmolisis darah terjadi dngan adanya
saponin. Identifikasi menggunakan pereaksi warna dapat digunakan
terhadap sponin dalam simplisia, yaitu dengan pereaksi Lieberman
Buchard, berupa campuran asam sulfat pekat, akan memberikan warna
hijau hingga biru.

I. Identifikasi Glikosida Jantung


Identifikasi glikosida dapat dilakukan menggunakan uji reaksi
warna berikut ini :

9
a. Reaksi Baljet
Larutan percobaan (0,1 ml) ditambahkan metanol (2,9 ml), kemudian
ditambah lagi pereaksi Baljet (kurang lebih 3 ml) dan dikocok.
Apabila dalam beberapa menit timbul warna jingga, ini enandakan
adanya glikosida kardenolid. Warna dapat dibandingkan dengan
melakukan percobaan blanko pada 3 ml methanol dan 3 ml pereaksi
Baljet.
b. Reaksi Kedde
Larutan percobaan (0,1 ml) ditambahkan 2 ml pereaksi Kedde,
kemudian ditambah lagi 2 ml larutan kalium hidroksida 1 N. Jika
dalam beberapa menit terjadi warna merah ungu sampai biru ungu,
ini menandakan adanya glikosida kardenolid. Warna akan segera
berubah menjadi pucat.
c. Reaksi Xanthidrol
Larutan percobaan (0,1 ml) dimasukkan dalam tabung reaksi,
kemudian diuapkan diatas penangas air, selanjutnya ditambah
dengan 3 ml pereaksi xanthidrol 0,01 % b/v dalam asetat dan 1 tetes
asam klorida pekat. Apabila ada, glikosida akan terjadi warna kuning
intensif, kemudian dipanaskan diatas penangas air (kurang lebih 3
menit), warna menjadi merah intensif. Ini menandakan adanya
glikosida dengan molekul gula-2-deoksi.
d. Reaksi Keller-Kiliani
Larutan percobaan (0,2 ml) diuapkan diatas penangas air, lalu
ditambahkan 3 ml asam asetat dengan sedikit pemanasan, kemudian
didinginkan. Selanjutnya, larutan ini ditambah larutan besi (III)
klorida 0,3 M, lalu dengan hati-hati ditambahkan campuran 3 ml
asam sulfat dan 1 tetes besi (III) klorida 0,3 M, sehingga akan
terbentuk cincin warna merah coklat pada batas cairan. Setelah
nenerapa menit diatas cincin akan berwarna biru hijau, ini
menunjukkan adanya glikosida dan glikon gula-2-deoksi.
e. Reaksi Peser-Dequeker

10
Larutan percobaan (0,2 ml) diuapkan diatas penangas air. Sisanya
dilarutkan dalam 2 ml aseton dan dengan hati-hati ditambahkan 8 ml
asam fosfat pekat, lalu didiamkan. Selama 10 hingga 15 menit
kemudian akan timbul warna kuning terang, menandakan adanya
glikosida dengan molekul gula-2-deoksi.

11
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Skrining fitokimia atau identifikasi kandungan kimia adalah suatu


metode untuk mengetahui golongan kimia pada suatu sampel dengan
menguji secara kualitatif adanya senyawa kandungan pada sampel yang
akan diidentifikasi.
2. Kandungan kimia pada tumbuhan, meliputi senyawa seperti fenol, tanin,
flavonoid, alkaloid, terpenoid, atrakuinon, minyak atsiri saponin dan
glukosida.

III.2 Saran
Diharapkan kepada pembaca untuk memberikan saran dan kritik agar
kesempurnaan makalah ini dapat tercapai.

12
DAFTAR PUSTAKA

Cahyo, Andri. 2015. Teknologi Ekstraksi Senyawa Bahan Aktif dari Tanaman
Obat. Plantaxia : Yogyakarta

Hanani, Endang. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta : EGC

Harrbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan Edisi Kedua . ITB Press Bandung.

Kristianti, A. N, N. S. Aminah, M. Tanjung, dan B. Kurniadi. 2008. Buku Ajar


Fitokimia. Surabaya: Jurusan Kimia Laboratorium Kimia Organik FMIPA
Universitas.

xiii

Anda mungkin juga menyukai