Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Praktikum Teknologi Steril

PEMBUATAN INJEKSI FUROSEMIDE DALAM PENGEMASAN VIAL

MANUFACTURE OF FUROSEMIDE INJECTION IN VIAL PACKAGING

Achmad Faiz1, Debbie Irani2, Nabila Putri3, Ketut Putri4, Rahma Ayu5
Program Studi Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sriwijaya
Email: kelompok3B@gmail.com

ABSTRACT

Parenteral preparations are preparations intended for injection through the skin or other external tissue
boundaries where the active substance is administered by gravity or force, flowing directly into blood
vessels, organs or tissues. Parenteral preparations are carefully manufactured using methods designed to
ensure that they meet pharmacopoeial requirements for sterility, pyrogens, particulate matter, and other
contaminants and, where necessary, contain microbial growth inhibitors. The strellitation method used in this
experiment was two initial strellisations and final strellisations. Steam heating was used in the initial
strellisation and autoclave was used in the final strellisation. The autoclave strellisation method was used at a
temperature of 121℃ with a long time of 5 minutes. Injection preparations must not be hypotensive, which
is hypotensive if the concentration of the solution outside the cell (one solution) is lower than inside the cell
(the other solution). If this happens, water will move from outside the cell to inside the cell by osmosis,
causing cell swelling and even hemolysis or blood cell fragments can occur. Preparations that are slightly
hypertonic can still be tolerated because they only cause pain during injection.

Keyword : Injection, Sterilization, Preparation, Quality Control.

ABSTRAK

Sediaan parenteral adalah sediaan yang ditujukan untuk penyuntikan melewati kulit atau batas jaringan
eksternal lain dimana zat aktif yang diberikan dengan adanya gravitasi atau kekuatan, mengalir langsung ke
pembuluh darah, organ, atau jaringan. Sediaan parenteral dibuat dengan cermat menggunakan metode yang
dirancang untuk menjamin bahwa sediaan memenuhi persyaratan farmakope untuk sterilitas, pirogen, bahan
partikulat, dan kontaminan lain dan bila perlu mengandung bahan penghambat pertumbuhan mikroba.
Metode strelitasi yang digunakan pada percobaan ini terdapat dua strelisasi awal dan strelisasi akhir. Pada
strelisasi awal digunakan pemanasan uap dan pada stelisasi akhir digunakan autoklaf. Metode strelisasi
meggunakan autoklaf digunakan pada suhu 121℃ dengan waktu lama yang digunakan selama 5 menit.
Sediaan injeksi tidak boleh bersifat hipotensi dimana hipotensi apabila konsentrasi larutan diluar sel (larutan
yang satu) lebih rendah dibandingkan didalam sel (larutan lainnya). Apabila hal tersebut terjadi maka air
akan berpindah dari luar sel ke dalam sel secara osmosis sehingga terjadi pembengkakan sel bahkan bisa
terjadi hemolisis atau pecahnya keping sel darah. Sediaan yang bersifat sedikit hipertonis masih dapat
ditoleransi karena hanya membuat rasa nyeri saat penyuntikan.

Kata kunci : Injeksi, Sterilisasi, Sediaan, Kontrol Kualitas.


pembuluh darah, organ, atau jaringan. Sediaan
I. PENDAHULUAN parenteral dibuat dengan teliti mengunakan
Sediaan parenteral adalah sediaan metode yang dirancang untuk menjamin
yang ditujukan untuk penyuntikan melewati bahwa sediaan memenuhi persyaratan
kulit atau batas jaringan eksternal lain dimana farmakope untuk sterilitas, pirogen, bahan
zat aktif yang diberikan dengan adanya partikulat, dan kontaminan lain dan bila perlu
gravitasi atau kekuatan, mengalir langsung ke

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


1
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

mengandung bahan penghambat pertumbuhan sediaan harus sama atau paling tidak
mikroba (Depkes RI, 2020). mendekati pH fisiologis tubuh, yaitu 6,8 –7,4.
Hal ini dimaksudkan agar tidak menyebabkan
Penggunaan parenteral digunakan
phlebesetis (inflamasi pada pembuluh darah)
untuk obat yang absorbsinya buruk melalui
dan throbosis (timbulnya gumpalan darah
saluran cerna, dan untuk obat seperti insulin
yang dapat menyumbat pembuluh darah)
yang tidak stabil dalam saluran cerna.
(Adriana, 2020).
Pemberian parenteral juga digunakan untuk
pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam Salah satu bentuk sediaan yang sering
keadaan yang memerlukan kerja obat yang digunakan adalah injeksi, menurut Farmakope
cepat. Pemberian parenteral memberikan Indonesia Edisi IV, injeksi umumnya berupa
kontrol paling baik terhadap dosis yang larutan obat dalam air yang bisa diberikan
sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh secara intravena dan dikemas dalam wadah
(Noviani, 2017). 100 mL atau kurang. Sediaan steril injeksi
dapat berupa ampul, ataupun berupa vial.
Sediaan injeksi adalah sediaan steril,
Adapun syarat sediaan steril adalah sterilitas,
berupa larutan, suspensi, emulsi atau serbuk
bebas kontaminasi pirogenik dan endotoksin,
yang harus dilarutkan atau disuspensikan
bebas partikulat, stabil secara fisika, kimia,
dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dan mikrobiologi, isotonis, dan isohidris
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
(Dewantisari & Musfiroh, 2020).
atau melalui kulit atau selaput lendir. Salah
satu sedian injeksi berupa ampul. Ampul Sediaan injeksi memiliki beberapa
merupakan wadah berbentuk silindris yang keuntungan diantaranya respon fisiologis
terbuat dari gelas yang memiliki ujung yang cepat dapat dicapai segera bila
runcing dan bidang dasar datar (Alaydrus, diperlukan, alternatif obat-obat yang tidak
2020). efektif secara oral atau dapat dirusak oleh
saluran pencernaan, untuk pasien yang tidak
Sediaan injeksi harus memenuhi
kooperatif, memperbaiki kerusakan serius
persyaratan yang ditetapkan untuk sediaan
pada keseimbangan cairan dan elektrolit, dan
parenteral, seperti syarat isohidris, steril,
bila makanan tidak dapat diberikan melalui
bebas pirogen dan isotonis. Hal ini
mulut, nutrisi dipenuhi melalui rute
dikarenakan pemberiaan sediaan ini langsung
parenteral. Namun, injeksi juga memiliki
diinjeksikan melalui pembuluh darah. Zat
kerugiaan diantaranya sediaan harus diberikan
pengisotonis yang digunakan pun tidak hanya
oleh orang yang terlatih dan membutuhkan
NaCl, namun dapat pula digunakan dextrose.
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
Sediaan juga harus bersifat isohidri, yaitu pH

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


2
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

pemberian rute lain, dibutuhkan ketelitian system (BCS) kelas IV yaitu mempunyai
untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa kelarutan rendah (6 mg/L di dalam air) dan
rasa sakit tidak dapat dihindari, sulit permeabilitas rendah (log Pow = 1.72) (Dewi
mengembalikan efek fisiologisnya, bentuk dkk., 2022).
sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan
II. METODE PENELITIAN
metode rute yang lain, dan reaksi sensitivitas
2.1 Waktu dan Tempat
lebih sering terjadi pada parenteral daripada
Pembuatan sediaan injeksi furosemide
bentuk sediaan lain (Tungadi, 2017).
dilakukan di Laboratorium Teknologi

Furosemid adalah golongan yang Farmasi, FMIPA, Universitas Sriwijaya,

bekerja pada lengkung Henle bagian menaik Indralaya, Sumatera Selatan. Waktu

dan merupakan obat diuretik kuat. Furosemid pembuatan sediaan injeksi furosemide yakni

dapat bekerja pada pasien dengan penyakit 19 September 2023.

paru akut dan juga efektif pada kondisi


2.2 Alat dan Bahan
udema. Furosemid dapat bekerja secara pesat,
2.2.1 Alat dan Bahan Formulasi
seperti pemberian secara oral dalam 0,5-1 jam
Alat yang digunakan dalam
dan bertahan selama 4-6 jam, sedangkan
pembuatan injeksi furosemide berupa
untuk intravena selama 2,5 jam. Masa kerja
autoklaf, oven, timbangan analitik, tangki
furosemide selama 2-3 jam, untuk waktu
filter steril, gelas beaker, gelas ukur, batang
paruhnya sangat bergantung pada fungsi dari
pengaduk, Erlenmeyer, kertas saring, pipet
organ berupa ginjal (Ramadhia,2021).
tetes, perkamen, alat suntik, dan pengemas
Furosemid merupakan obat golongan vial.
diuretik yang berperan dalam terapi
Bahan yang digunakan yakni
pengobatan hipertensi. Namun, penggunaan
furosemid sebagai zat aktif, sodium klorida
furosemid memiliki beberapa efek samping
sebagai pengganti ion Na+Cl- dalam tubuh,
seperti hipokalemia, hiperurisemia dan
sodium hidroksida dan asam hidroksida
hiperkalsemia. Penggunaan furosemid
sebagai agen menstabilkan ph, water for
intravena diberikan pada pasien yang
injection (WFI) sebagai pelarut, dan nitrogen
mengalami kelebihan cairan atau memiliki
sebagai pengawet.
risiko lainnya yang dapat memperparah
kondisi jantung. Furosemid adalah obat 2.2.2 Alat dan Bahan Kontrol Kualitas
golongan diuretik kuat turunan asam
Alat yang digunakan untuk control
antranilat. Furosemid diklasifikasikan ke
kualitas yakni spektrofotometer UV-Vis, pH
dalam biopharmaceutical classification
meter, timbangan analitik, kromatogram,

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


3
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

jarum suntik, cawan petri, viscometer, alat 2. Sodium klorida


pengisap, paper disk, syringe, wadah, dan Pemerian kristal tidak berbau, tidak
labu ukur. berwarna atau serbuk Kristal putih tiap 1g
setara dengan 17,1 mmol NaCl. Kelarutannya
Bahan yang digunakan untuk control
1 bagian larut dalam 3 bagian air, 10 bagian
kualitas yakni sediaan injeksi ampul 1 buah,
gliserol. Sodium klorida stabil dalam bentuk
metilen blue 1%, dan kertas latar putih/hitam.
larutan. pH antara 4,5 dan 7,0. Digunakan
2.3 Formulasi sebagai pengganti ion Na+Cl-.
Bahan Konsentrasi Penyimpanannya dalam wadah tertutup baik,
Furosemid 10 mg tidak tembus cahaya, simpan pada suhu 25°,
Sodium klorida 7,5 mg diperbolehkan disimpan pada suhu 15° dan
Sodium hidroksida 1.34 mg 30°.
Asam hidroksida qs 3. Sodium hidroksida
Water for injection 10 ml
Pemerian putih atau praktis putih, massa
Natrium qs
melebur berbentuk pelet kecil, serpihan atau
batang atau bentuk lain, keras, rapuh dan
menunjukkan pecehan hablur jika terpapar di
2.4 Sifat Fisiko Kimia udara dan akan cepat meyerap karbon
dioksida dan lembab. Kelarutannya tidak
1. Furosemid
mudah larut dalam eter, sangat mudahlarut
Furosemid untuk injeksi adalah dalam aseton, ethanol 95%, methanol,
furosemide yang sesuai untuk penggunaan propanol, air. Sodium hidroksidda sebagai
parenteral. Pemerian putih atau sedikit agen pengisotonis. Penyimpanannya dalam
kuning, tidak berbau, sedikit berasa, dan wadah tertutup rapat non logam, sejuk dan
serbuk kristal. Kelarutannya larut dalam air kering.
dan kloroform. larut bebas dalam
4. Asam hidroklorida
dimetilformamid dan larut dalam hidroksi
alkali, larut dalam metilalkihol. Furosemid Pemerian berupa cairan bening yang jelas,
bersifat stabil di dalam larutan encer. tidak berwarna, dengan bau yang menyengat.
Penyimpanannya dalam wadah tertutup baoik, Kelarutannya larut dengan air, larut dalam
tidak tembus cahaya, simpan pada suhu 25°, dietil eter, etanol (96%) dan methanol.
diperbolehkan disimpan pada suhu 15° dan Kompaktibilitasnya asam klorida bereaksi
30°. hebat dengan basa dengan evolusi sejumlah
besar panas. Asam klorida bereaksi dengan

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


4
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

banyak logam dan membebaskan hydrogen. Furosemid


Digunakan sebagai pengatur Ph. Alat dan bahan disiapkan dalam keadaan
Penyimpanannya dalam gelas yang tertutup steril. Semua bahan ditimbang berdasarkan
rapat atau pada suhu dibawah 30℃. perhitungan bahan yang telah dilakukan.
Selanjutnya proses pencampuran, furosemid,
5. Water for injection (WFI)
sodium klorida, asam hidroksida, Water For
Pemeriannya cairan jernih, tidak Injection dan natrium. Pencampuran formulasi
berwarna, tidak berbau. Kelarutannya larut dilakukan di bawah Laminar Air Flow (LAF).
dalam etanol dan gliserin. Digunakan sebagai
pelarut. pH water for injection sebesar 5,5. 2.5.3 Prosedur QC
Penyimpanannya di dalam wadah yang a. Uji kejernihan
tertutup rapat. Dilihat wadah pada latar belakang
hitam-putih disinari dari samping.
6. Natrium

Pemeriannya gas, cairan, padatan tak b. Penentuan Bobot Jenis


berwarna. Digunakan sebagai pengawet. Piknometer bersih , kering dan sudah
Penyimpanannya di dalam tanki yang khusus dikalibrasi. Ditetapkan bobot piknometer dan
memiliki system sirkulasi yang kedap udara bobot air yang didihkan lalu didinginkan
atau vakum. hingga suhu 25˚C. diatur suhu zat uji hingga

2.5 Prosedur Penelitian kurang dari 20˚C. Diatur piknometer yang


telah diisi hingga suhu 25˚C. Dibuang
2.5.1 Sterilisasi Alat kelebihan zat uji dan timbang. Dikurang
Proses sterilisasi dilakukan untuk bobot piknometer kosong dari bobot
menghilangkan kontamninan. Lakukan sortasi piknometer yang telah diisi. Dibagi bobot
alat berdasarkan bahan dari alat tersebut. Alat jenis suatu zat dengan air dalam piknometer,
– alat kaca yang digunakan pada proses keduanya ditetapkan pada suhu 25˚C kecuali
pembuatan sediaan injeksi furosemid dengan dinyatakan lain.
pengemas disiapkan kemudian dibungkus
dengan kertas kopi dan disterilkan dengan c. Uji Penetapan pH
menggunakan autoklaf suhu 121°C selam 15 Sediaan injeksi fuosemide diukur ph
menit. Alat – alat lain yang berbahan logam nya dengan pH meter atau dengan kertas
disterilkan dengan menggunakan oven pada lakmus.
suhu 180°C selama 30 menit.

2.5.2 Pembuatan Sediaan Injeksi d. Uji penetapan bahan partikulat

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


5
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

Larutan injeksi mula mula diuji


dengan prosedur pengaburan cahaya (tahap f. Uji Viskositas dan Aliran
1). (tahap kedua) jika tidak memenuhu batas Bersihkan viscometer Ostwald
yang ditetapkan, larutan uji harus memenuhi menggunakan aquadest. Dibilas dengan
prosedur mikroskopik dengan batas batas aquadest dimasukkan, aquadest sebagian
tersendiri. Digunakan dalam pengujian cairan pembanding kapiler A dan pipet
mikroskopik saja, apabila larutan uji karena aquadest menuju kapiler B hingga tanda
alas an teknis, tidak dapat diuji secara batas. Dibiarkan mengalir secara bebas tanpa
pengabura cahaya. Diperlukan ,Dokumentasi tanda garis. Diukur waktu yabg dibutuhkan
yang menunjukan bahwa prosedur oleh air dan sampel pada saat mengatur
pengaburan cahaya tidak mampu menguji dengan menggunakan stopwatch. Dilakukan
larutan injeksi atau memberikan hasil yang pengukuran viskositas sebanyak 3x pada
tidak bersih. Diharapkan bahwa sebagian setiap sediaan ampul.
besar sediaan akan memenuhi persyaratan
atas dasar uji penggaburan cahaya saja, tetapi g. Uji Stabilitas
mungkin juga sediaan tertentu melakukan Siapka sampel sediaan injeksi
pengujian dengan uji pengaburan cahaya furosemide. Dibagi menjadi dua sampel yaitu
dengan uji mikroskopik untuk memastikan suhu kamar dan suhu refrigerator. Lalu
kesesuaian terhadap persyaratan. disiapkan sample yang dilarutkan dengan
pelarut WFI dan pelarut NS diteteskan sampel
e. Volume Perpindahan sebanyak satu tetes pada disk blank pada jam
Uji berikut dirancang sebagai jaminan ke 0,1,4 dan 24. Diinkubasi sampel selama
bahwa cairan injeksi furosemida. Dikemas 16-18 jam lalu diamati zona keruh dan jernih
dengan volume yang tertera pada etiket tidak di tiap petri dan diukur Diameter zona jernih
lebih dari 1ml untuk ampul yang tersedia yang terbentuk di sekitar paper disk.
dalam bentuk sediaan cair. Dikonstitusi dari
bentuk padat dengan penambahan bahan h. Uji Kebocoran
pembawa tertentu dengan volume yang Ampul dicelupkan dalam metilen blue
ditentukan. Dipindahkan jika dari wadah asli 1% dipindahkan kedalam chamber lalu
akan memberikan volume terpindahkan dikeluarkan ampul dari larutan metilen blue
sediaan seperti tertera pada etiket. Diamati uji 1% diamati sediaan dan cairan dalam ampul.
ini tidak ditunjukan untuk sediaan wadah Apabilla wadah tak tertutup rapat zat warna
dosis tunggal, jika dalam monografi tertera akan masuk kedalam ampul.
keseragaman sediaan.

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


6
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

i. Uji Penetapan Kadar dengan uji pendahuluan yang meliputi semua


Lakukan Kromatografi cair kinerja tahap yang tertera pada prosedur, kecuali
tinggi lalu dibuat Fase gerak campura 200 mL penyuntikkan. Diamati kelinci tidak boleh
metanpl P dan air secukupnya dan 960 mg digunaka untuk uju pirogen lebih dari sekali
natrium-1-pentanasulfonat dan air secukupnya dalam waktu 48 jam atau sebelum 2 minggu
hingga 1 liter. DIatur Penambahan asam untuk uji pirogen. Diamati menunjukkan
asetat glasial p hingga ph 2,9±0,1 saring dan kenaikan suhu 0,6 ˚C atau lebih atau telah
awudarakan. digunakan untuk uji sediaan yang dinyatakan
pirogenik.
j. Uji Kualitatif
40 mg sediaan furosemide dimasukan L. Uji Organoleptis
ke dalam labu ukur ukuran 100ml, lalu Pengujian dilakukan dengan
diencerkan 2 ml larutan ini dengan natrium melibatkan penetapan beberapa parameter
hidroksida 0,02N dalam labu ukur 100ml seperti ukuran, bentuk, warna, ada tidaknya
sampai pada tanda. Dilarutkan 10 mg bau, rasa, bentuk permukaan konsentrasi dan
furosemide dalam 6ML natrium hidroksida cacat fisik
0,1N dalam labu 25ML setelah itu diencerkan
2ML larutan ini dengan NaOH 0,02 N untuk m. Uji sterilitas
memperoleh lartan baku dengan kadar 8 Sterilitas suatu bahan dengan melihat
mikrogram per mL dan dispektrum Serapan ada tidaknya pertumbuhan mikroba pada
ultraviolet larutan uji hingga menunjukan inkubasi. Diuji bahan menggunakan cara
maksimum dan minimum pada Panjang inokulasi langsung secara aseptis. Media yang
gelombang yang sama seperti larutan baku. digunakan dalam proses inkubasi berupa
nutrient agar, sediaan ampul diratakan diatas
k. Uji Pirogenitas media nutrient agar yang sudah padat, dan
Gunakan kelinci dewasa yang diinkubasi selama 2 hari lalu diamati ada
sehatditempatkan kelinci satu ekor dalam satu tidaknya pertumbuhan mikroba.
kandang dalam ruangan dengan suhu yang
seragam antara 20-23˚C dan bebas dari 2.6 Perhitungan
gangguan yang menimbulkan kegelisahan. 2.6.1 Perhitungan Bahan
Dibedakan suhu tidak lebih dari 3˚ dari suhu Volume Sediaan = 2 ml + 20%
yang ditetapkan. Diadaptasikan kelinci yang
20 ml
belum pernh digunakan untuk uji piroge = 2 ml + ( x2)
100 ml
diperhatikan kelinci tidak lebih dari tujuh hari

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


7
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

= 2,4 ml → Non Elektrolit (BM =330,74


g/mol)
20 ml
Furosemid = 10 mg + ( x 10 ) Sodium Klorida
100 ml
= 17 x 3,4 / 58,44 = 0,9890 g
= 12 mg
→ Elektrolit Univalent
= 0,012 g
(BM =58,44 g/mol)
20 ml Sodium Hidroksida
Sodium klorida = 7,5 mg + ( x 7,5 )
100 ml = 17 x 3,4 / 40 = 1,445 g
→ Elektrolit Univalent
= 9 mg
(BM =40 g/mol)
= 0,009 g
Total Tonisitas = 2,5296g / 2,4mL =
20 ml 1,054 g/mL
Sodium hidroksida = 1,34 mg + x 1 ,34
100 ml
NaCl 0,9% dalam 2,4 mL = 0,9/100 x
= 1,608 mg 2,4 = 0,0216 g/mL
= 0,001608 g Setelah Tonisitas = 0,216 – 1,054 = -
0,838 gr/mL
WFI = 2,4 – (0,012 + 0,009 +0,001608)
Hipertonis, karena kelebihan NaCl
= 2,377 ml setara -0,838 gr/Ml
2.6.2 Persen Bahan b. Metode Krioskopik (Penurunan
1. Furosemide titik beku)
= (0 ,01 / 2) x 100% Rumus = (Liso x g x 1000) / BM x V
=0,6%gr/mL= 60gr/L Furosemid = (1,86 x 0,012 x 1000)
2. Sodium Klorida / 330,745 x 2,4 = 0,1619
= (0, 009 / 2) x 100% Sodium klorida = (3,4 x 0,009 x
= 0,45%gr/mL = 4,5 gr/L 1000) / 58,44 x 2,4 = 0,218
3. Sodium Hidroksida Sodium Hidroksida = (3,4 x 0,002 x
= ( 0, 001608 / 2 ) x 100% 1000) / 40 x 2,4 = 0,170
= 0,0804% gr/mL = 80,4gr/L Total Penurunan ▲TF = 0,5499
2.6.3 Perhitungan Tonisitas Selisih = 0,52 C –0,5499 C = 0,0299 C
a. Metode Ekivalen NacL
= 0,0299 C setara = 0,52 / 0,0299
Rumus = (E=17 x Liso/BM)
Furosemide = 0,9% / x% → x =
= 17 x 1,86 / 330, 74 = 0.0956 g
= 0,52/0,0299 kali silang 0,9%/x%

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


8
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

x = 0,02691/0,52 → x = 0,18 g/ml Kelebihan volume

c.Metode White Vincent = 2,4 ml - 0,4903 ml = 2,0044 ml

gxE Kelebihan volume setara dengan


V=( )
0,9%
= 0,9 g / x g = 100 ml / 1,9097 ml
Furosemid = (0,012 x 0.0956) / 0,9 %=
X = 0,0171 g
0,127
Hipotonis kekurangan NaCl setara
Sodium klorida = (0,009 x 0, 9890) / 0,9 %
0,0171 g
= 0,989
e. Metode Faktor Disosiasi
Sodium Hidroksida = (0,002 x 1,445)/0,9 %
fa
= 0,321 rumus = ( X g)
BM
Volume air yang ditempati zat = 1,437 ml
Furosemid = 1/ 330,745 x 0,012= 0,25195
Kelebihan volume
Sodium klorida = 1,8 / 58,44 x 0,009
= 2,4 ml – 1,543 ml = 0,963 ml
= 0,00027
Kelebihan volume setara dengan
Sodium hidroksida = 1,8 / 40 x 0,002
= 0,9 g / x g = 100 ml / 0,963 = 0,008667 g
= 0,00009
Hipotonis kekurangan NaCl setara
Total tonisitas zat = 0,25231 g/ml
0,008667 g
2.6.4 Perhitungan Osmolaritas
d.Metode Sprowl
Rumus Osmolaritas =
liso x g x 1000
( ) konsentrasi
BM X 0 ,52 x n ( jumlahspesies ) x 1000
BM
Furosemid = ( 1,86 x 0,012 x 1000 ) /
Furosemid = (60 / 330,745) X 1 X 1000
330,745 x 0,52= 0,035
= 181,4086
Sodium klorida = (3,4 x 0,009 x 1000 ) /
58,44 = 0,2722 Sodium klorida = (4,5 / 58,44) x 2 x 1000

Sodium Hidroksida = (3,4 x 0,002 x 1000 ) / = 154, 002


40 x 0,52 = 0,0884
Sodium hidroksida = (80,4 / 40) x 2 x 1000
Volume air yang ditempati zat = 0,3956 ml
= 4,020

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


9
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

Jumlah = 4.355,4106 (Hipertonis) dapat mempengaruhi kualitas sediaan steril


yang dihasilkan. Aspek kritis yang perlu
Sediaan tidak diperbolehkan hipertonis,
diperhatikan yaitu personal yang melakukan
maka dikurangi NaCl agar menjadi
peracikan. Disamping itu kondisi pengelolaan
isotonis.
hasil sediaan steril racikan perlu diperhatikan
III. Hasil dan Pembahasan untuk menjamin stabilitas obat tetap terjaga
sehingga dapat menjamin kualitas obat yang
3.1 Pembuatan Injeksi
dihasilkan. Produk steril yang banyak
Penelitian ini dilakukan percobaan diproduksi diindustri farmasi dalam bentuk
dengan membuat sediaan steril berupa injeksi larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk
ampul dan vial dengan menggunakan zat aktif padat siap digunakan dengan diencerkan
berupa Furosemide. Pembuatan sediaan terlebih dahulu dengan larutan pembawa
injeksi furosemide ini harus memperhatikan (vial). Dalam pembuatannya, sediaan harus
parameter-parameter yang telah ditentukan memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk
dalam proses pembuatan sediaan steril, seperti sediaan parenteral.
terbebeas dari partikel asing, bebas pirogen
Formulasi injeksi dari bahan aktif yang
dan mikroorganisme, sediaan harus stabil,
telah dinilai dengan ketentuan berdasarkan
harus bersifat isotonis dan isohidris.
sumber literatur yang telah dinilai merupakan
Sediaan harus dibuat isotonis agar untuk furosemide. Pembuatan injeksi ini
mencegah terjadinya sebuah lisis sel akibat menggunakan alat-alat berupa oven,
hipotonik yang membuat sel tubuh menjadi timbangan analitik dan autoklaf, pengukur ph
mengkerut karena hipertonis. Bebas pirogen dan wadah berupa ampul dan vial. Bahan
dan mikroorganisme atau steril untuk tambahan (ekspilen) yang digunakan dalam
mencegah aktifnya system imun yang formulasi ini memiliki fungsi dan alasannya.
akhirnya dapat menyebabkan terjadinya Bahan aktif furosemide memili fungsi sebagai
alergi. Sebelum pembuatan sediaan injeksi bahan aktif, Sodium Klorida digunakan untuk
furosemide, harus dilakukan perhitungan pelarut pada injeksi, Sodoium Hidroksida
osmolaritas, dan tonisitas terlebih dahulu. digunakan untuk mengatur ph, Hidroklorit
Perhitungan tersebut dilakukan untuk acid mengaktifkan pepsin dan Nitrogen
mengetahui apakah larutan yang akan dibuat digunakan untuk bahan pengawet pencegah
bersifat isotonis, hipertonis, atau hipotonis. tumbuhnya mikroba pathogen yang
merugikan.
Peracikan sediaan streril perlu
memperhatikan beberapa aspek kritis yang

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


10
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

Sediaan injeksi yang telah dibuat kemudian harus dapat melebur dan tertutup rapat,
dikemas didalam pengemas ampul ataupun memenuhi persyaratan pemeriksaan kualitas
vial. Pemilihan pengemasan untuk sediaan pengemas serta tutup wadah dosis ganda
injeksi disesuaikan dengan jenis dosis dan harus memungkinkan pengembalian isi tanpa
jumlah volume sediaan yang dibuat. Kemasan merusak tutup, mudah ditusuk jarum suntik
ampul yang digunakan untuk sediaan dengan dan dapat ditutup kembali untuk mencagah
jenis single dose yang memiliki volume kontaminasi mikroba
sekitar 1-10 mL. Kemasan ampul tidak perlu
Suatu sediaan injeksi harus steril
ditambahkan pengawet. Selain itu sediaan
haruslah memperhatikan nilai to isi tas dari
yang dikemas dengan ampul multiple dose
sediaan atau larutan yang dibuat, dimana
yang memiliki volume 5-100 mL dan perlu
kemampuan suatu larutan dalam
ditambahkan pengamat karena mencegah
memvariasikan ukuran dan bentuk sel dengan
kontaminasi pada penggunaan dosis
mengubah jumlah air dalam sel tersebut
berikutnya. Suatu wadah kemasan untuk
disebut sebagai tonisitas sediaan injeksi yang
sediaan steril haruslah memperhatikan
baik haruslah isotonis terhadap cairan yang
Metode strelitasi yang digunakan pada ada ditubuh. Larutan yang bersifat isotonis
percobaan ini terdapat dua strelisasi awal dan dimana larutan tersebut memiliki konsentrasi
strelisasi akhir.Pada strelisasi awal digunakan yang sama antara larutan injeksi dengan
pemanasan uap dan pada stelisasi akhir cairan yang ada didalam tubuh sehingga tidak
digunakan autoklaf .Metode strelisasi terjadi migrasi air menuju satu arah.
meggunakan autoklaf digunakan pada suhu
Sediaan injeksi tidak boleh bersifat
121℃ dengan waktu lama yang digunakan
hipotensi dimana hipotensi apabila
selama 5 menit.Hal- hal yang dilakukan
konsentrasi larutan diluar sel (larutan yang
sebelum melakukan injeksi yaitu dilakukan
satu) lebih rendah dibandingkan didalam sel
penyerapan PH dengan indicator PH atau uni
(larutan lainnya). Apabila hal tersebut terjadi
versal setelah volume larutan mendekati
maka air akan berpindah dari luar sel ke
volume yang diminta,mengeringkan pyrogen
dalam sel secara osmosis sehingga terjadi
dengan norit setelah larutan dibuat sampai
pembengkakan sel bahkan bisa terjadi
volume yang diencerkan.
hemolisis atau pecahnya keping sel darah.
persyaratan yang telah ditentukan. Syarat Sediaan yang bersifat sedikit hipertonis masih
wadah untuk sediaan injeksi antara lain tidak dapat ditoleransi karena hanya membuat rasa
boleh bereaksi dengan bahan obat, harus nyeri saat penyuntikan. Sediaan yang bersifat
jernih, tidak berwarna. Ampul untuk kaca hipertonis dapat dinaikkan tingkat

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


11
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

tonisitasnya dengan cara menambahkan uji dari control kualitas ini memiliki fungsi
sejumlah zat sesuai dengan perhitungan yang dan tujuan yang berbeda-beda
dilakukan sebelumnya. Metode perhitungan
Uji kebocoran dilakukan dengan
tonisitasnya dapat dilakukan dengan berbagai
tujuan untuk mengetahui adanya kebocoran
metode perhitungan antara lain metode
pada sediaan. Hal ini untuk bertujuan untuk
evaluasi, faktor disosiasi, penurunan titik
mencegah sediaan yang diproduksi
beku, metode white-vincent dan metode
terkontaminasi oleh adanya pori atara cela
sprowl. Selain isotonis ad faktor isohidris juga
pada kemasan. Pengujiannya dilakukan
perlu diperhatikan dimana nilai pH dari
dengan menggunakan wadah yang berisikan
sediaan injeksi harus sama dengan cairan
cairan metilen blue sebanyak 0,5% - 1,0%
yang ada didalam tubuh agar tidak
kemudian ampul/vial dimasukkan dalam
menimbulkan rasa sakit saat disuntikkan.
wadah tersebut selama 15 hingga 30 menit.
3.2 Kontrol Kualitas Sediaan Injeksi Jika kondisi larutan dalam ampul ini berubah
maka sediaan tersebut lolos dari uji
Kontrol sediaan memiliki konsep
kebocoran.
dasar dengan melakukan sebuah uji atau
evaluasi terhadap sediaan injeksi yang akan Kebocoran ditandai dengan adanya
dilakukan proses produksi. Proses produksi warna biru di dalam ampul. Uji kebocoran ini
yakni dengan memperhatikan persyaratan dilakukan untuk memastikan bahwa ampul
yang telah ditentukan. Tujuan dari control yang digunakan benar-benar baik kondisinya.
kualitas terhadap sediaan injeksi ini untuk Jika terdapat kebocoran akan ada
mengetahui keamanan dan kelayakan pakai kemungkinan obat untuk keluar, sehingga
dari sedian injeksi yang dibuat serta agar dosis yang didapatkan tidak sesuai dengan
untuk mendapatkan sediaan yang bermutu dan dosis yang diinginkan. Selain itu adanya
berkualitas baik.Kontrol kualitas ini akan kebocoran dapat menyebabkan partikel asing
dilakukan dengan beberapa uji yakni ada 13 masuk, partikel ini dapat berupa
uji diantara nya ada uji kejernihan, uji mikroorganisme atau pirogen, yang
kebocoran, uji pH, uji sterilisasi, uji menandakan bahwa larutan tersebut tidak lagi
pirogenitas, uji penetapan bobot jenis, uji ster Dari pengamatan yang dilakukan, cairan
bahan partikulat, uji penentuan volume metilen blue tidak ada yang masuk dalam
terpindahkan, uji penentuan viskositas dan sediaan sehingga warna cairan sediaan tidak
aliran, uji stabilitas, uji organoleptis, uji ada warna biru dalam sediaan, jadi uji
sterilitas, dan uji kualitatif. Setiap parameter kebocoran dapat memenuhi syarat.Hasil
percobaan menunjukkan bahwa ampul

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


12
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

furosemide dalam keadaan baik-baik saja dan


tidak terkontminasi oleh kotoran apapun
karena sediaan dalam keadaan rapat.

Gambar 2. Uji Kejernihan

Uji pH juga dilakukan sebagian salah


satu parameter sangat penting terhadap
sediaan injeksi yang telah dibuat. Hal ini
Gambar 1 Uji Kebocoran dilakukan untuk memastikan bahwa pH
sediaan telah sesuai dengan persyaratan yang
Uji kejernihan dilakukan untuk
telah ditentukan. Pengujian ini dilakukan
melihat apakah terdapat pengotor, tidak
dengan alat pH stick. Data dari hasil
berbau dan cair dan tidak terjadi kontaminasi
pengamatan yang diperoleh menunjukkan
lainnya. Pengotor dapat berasal dari material
bahwa sediaan injeksi ampul tidak memenuhi
penyaring. Kejernihan ini tidak terkandung
persyaratan karena pH yang didapatkan tidak
partikel dan pengotor yang tergolong. Salah
sesuai dengan nilai pH target karena cairan
satu syarat yang wajib dipenuhi dalam kontrol
natrium klorida dan cairan pengisotonik
kualitas sediaan steril terutama untuk bentuk
kurang ditambahkan.
sediaan peritoneal atau non oral. Jika didalam
suatu sediaan terkandung partikel atau
pengotor maka hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya penyumbatan pada aliran darah
terutama bentuk sediaan ampul dan vial.
Karena sediaan injeksi ini bertujuan utamanya
yaitu untuk masuk ke dalam peredaran darah
dan langsung masuk ke pembuluh darah.
Hasil dari pengujian pada ampul sediaan
Gambar 3. Uji pH
injeksi furosemide didapatkan injeksi jernih
tidak terdapat partikel yang belum terlarut Uji volume dilakukan untuk
didalam cairan. mengetahui volume dari sediaan yang dibuat,

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


13
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

uji volume dengan menggunakan squit. memenuhi syarat karena syarat dari uji
Berdasarkan data diketahui bahwa hanya vial stabilitass ini pada sediaannya tidak terdapat
yang memenuhi syarat dan yang lain tidak partikel asing tidak adanya perubahan warna
memenuhi syarat dimana volume sediaan pada cairan
yakni 2 mL.

Gambar 4. Uji Volume

Uji keseragaman bobot dilakukan


dengan tujuan untuk melihat keragaman bobot Gambar 6. Uji Stabilitas
zat aktif atau dosis pada setiap sediaan. Uji
bobot jenis dilakukan dengan memasukkan Kontrol sediaan kualitas dilakukan

cairan kedala piknometer dan ditimbang. Uji untuk mengetahui efek yang tidak diinginkan

keseragman bobot dilakukan untuk evaluasi jika tidak memenuhi persyaratan. Uji yang

terhadap sediaan sehingga sediaan memenuhi cepat menimbulkan bahaya pada pasien.

syarat yang steril pada uji. Sediaan steril yang memenuhi berbagai
persyaratan uji baru dapat diedarkan dan
digunakan. Sediaan injeksi steril yang
memenuhi persyaratan akan menghasilkan
efek yang optimal saat digunakan.Sediaan
injeksi yang diproduksi memenuhi
persyaratan akan memiliki nilai mutu yang
baik pada suatu industry yang membuatnya.
Gambar 5. Uji Keseragaman Bobot
Uji sterilitas dilakukan dengan tujuan
Uji stabilitas dilakukan dengan menempatkan bahan utama yang harus
menggunakan oven pada suhu 37derajat C. memenuhi syarat berkenaan dengan uji
tidak mengalami perubahan dari sebelum sterilitas. Metode uji sterilitas ini dapat
dimasukkannya kedalam oven. Jadi hasil yang dilakukan dengan cara inokulasi langsung
diperoleh dari pengamatan tidak memenuhi kedalam media uji.
syarat karena sudah terkontaminasi pada uji
Perhitungan tonisitas dilakukan untuk
sebelumnya. Uji stabilitas juga dilakukan
mengetahui apakah larutan bersifat isotonis,
pada suhu ruang yang diperoleh hasil sediaan
hipertonis atau hipotonis. Isotonis suatu
yang berwarna kuning keruh, bau, dan
keadaan dimana tekanan osmose larutan obat
terdapat partikel halus sehingga tidak

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


14
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

yang sama dengan tekanan osmose tubuh kita 6. Kontrol kualitas terdiri dari uji fisika,
(darah, air mata). Sedangkan hipotonis kimia, dan biologi.
keadaan dimana tekanan osmostis larutan obat 7. Penambahan pH adjustment untuk
kurang dari tekanan osmotis cairan tubuh. mendapatkan pH target sediaan, sedangkan
Hipertonis yaitu tekanan osmotis larutan obat penambahan larutan dapar untuk
lebih dari tekanan osmotis cairan tubuh. mempertahankan sediaan yang dihasilkan
Tekanan osmotik diartikan sebagai gaya yang
dapat menyebabkan air atau bahan pelarut Saran
lainnya melintas masuk melewati membrane Saran yang dapat diberikan dalam
semipermeable ke dalam larutan pekat. penelitian ini adalah perlunya dilakukan
penelitian lanjutan tentang peubah
IV. KESIMPULAN SARAN
pengamatan cadangan karbon bawah
Kesimpulan
permukaan tanah, dan nekromasa tumbuhan
Berdasarkan hasil praktikum
dari kondisi lahan tidak terbakar dan pasca
kesimpulan yang dapat diambil yaitu :
terbakar sebagai data pendukung dalam
1. Ampul dengan single dose dibuat dengan
kandungan karbon pada kondisi dilahan
tidak menggunakan pengawet, sedangkan
tersebut.
ampul dengan double dose bisa menggunakan
pengawet
DAFTAR PUSTAKA
2. pada uji stabilitas sediaan cairan ampul
Alaydrus, Syafika, dkk. 2020, Analisis Kdar
injeksi furosemide melakukan perubahan
Ranitidin Injeksi Ditinjau dari
warna yang dimana menandakan bahwa
Lamanya Penyimpanan Menggunakan
sediaan tersebut tidal stabil.
Metode Spektrofotometri UV-VIS,
3. wadah ampul merupakan wadah sediaan
Jurnal Farmasi Indonesia
yang hanya bisa sekali pakai
AFAMEDIS, 1(1) : 44-48.
4. Berdasarkan hasil uji, menandakan bahwa
sediaan injeksi furosemide ada yang Andriana. 2020, Injeksi Furosemid dalam
memenuhi uji dan ada yang tidak memenuhi Bentuk Sediaan Ampul, Jurnal
uji. FMIPA Farmasi, 2(1) : 1-11.
5. Kontrol kualitas bertujuan untuk Depkes RI. 2020, Farmakope Indonesia, edisi
mendapatkan sediaan injeksi yang steril dan VI, Departemen Kesehatan, Jakarta,
memenuhi persyaratan uji sehingga aman Indonesia.
untuk digunakan dan dapat memberikan efek Dewantisari, D. dan Musfiroh, I. 2020,
terapi yang optimal Strategi Peningkatan Objektivitas
Hasil Uji Inspeksi Visual Sediaan

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


15
Jurnal Praktikum Teknologi Steril

Injeksi: Review, Majalah Noviani, N. dan Nurilawati, V. 2017,


Farmasetika, 5(2) : 64-72. Farmakologi, Kementerian Kesehatan
Dewi, I. R dkk., 2022, Perbaikan Flow Ability Republik Indonesia, Jakarta,
dan Tablet Ability Furosemid melalui Indonesia.
Ko-Kristalisasi dengan Kafein, Tungadi, R. 2017, Teknologi Sediaan Steril,
Medical Sains, 7(3) : 583-590. Sagung Seto, Jakarta, Indonesia.

Jurusan Farmasi FMIPA UNSRI


16

Anda mungkin juga menyukai