NPM : 1118005621
Semester/Kelompok :4/B
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2020
PRAKTIKUM 7
I. TUJUAN
- Uji Kebocoran.
- Uji Partikular.
- Uji Kejernihan
- Uji Penetapan pH
- Uji Stabilitas
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi - bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental
preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parental merupakan jenis
sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi - bagi, karena sediaan ini disuntikan
melalui kulit atau membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit
dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan - bahan
toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses
yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan
semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B.,
2007).
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 ml yang diberikan melalui
intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat
terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama, rasionya
dalam tubuh adalah air 57%; lemak 20,8%; protein 17,0%; serta mineral dan glikogen 6%.
Ketika terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk
mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit larutan untuk infus intravenous harus jernih dan
praktis bebas partikel (Syamsuni, H.A., 2006).
Tujuan dari sediaan infus adalah memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung
air, elektrolit,vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat
melalui oral, memperbaiki keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume komponen-
komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh,
memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan
mengalami gangguan (Perry & Potter., 2005).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III halaman 12, infus intravenous adalah sediaan steril
berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah,
disuntikkan langsung ke dalam vena, dengan volume relatife banyak. Kecuali dinyatakan lain,
infus intravenous tidak diperbolehkan mengandung bakteriasida dan zat dapar. Larutan untuk
infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel.
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan
terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih
dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute :
intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal.
Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. (Priyambodo, B., 2007).
2. Zat pelarut
Dibagi menjadi 2 bagian :
Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Selain itu, dapat juga digunakan NaCl pro injeksi,
glukosa pro injeksi, NaCl compositus pro injeksi, dan Sol. Petit. Menurut FI IV, zat pemabawa
yang mengandung air atau menggunakan air untuk injeksi,harus meenuhi syarat uji pirogen dan
uji endotoksin bakteri. NaCl dapat ditambahakan untuk memperoleh isotonisitas. Kecuali
dinyatakan lain, injeksi NaCl atau injeksi Ringer dapat digunakan sebagai pengganti air untuk
injeksi. Air untuk injeksi ( aqua pro injeksi) dibuat dengan cara menyuling kembali air suling
segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik.
Hasilsulingan pertama dibuang,sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan
digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara
sterilisasai A atau C segera setelah diwadahkan. Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan
mendidhkan air air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah
hubungan dengan udara sesempurna mungkin, kemudian didinginkan dan segera digunakan. Jika
dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara
sterilisasi A segera diwadahkan.
Zat tambahan
Ditambahkan pada pembuatan infus dimaksudkan untuk mendapatkan larutan yang
isotonis. (Voight,R. 1995)
Manitol
Manitol mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 101,5% C 6H14O6, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan, total gula,polihidrat alkohol lain, heksitol anhidrat, jika
terdeteksi tidak termasuk dan tidak dihitung sebagai cemaran lain. pemerian serbuk hablur putih
atau granul mengalir bebas, tidak berbau, rasa manis.
Farmakokinetik
Setelah injeksi intravena, manitol keluar ke darah ekstra seluler, hanya sedikit yang
dimetabolisme dan secara cepat diekskresikan oleh ginjal. Dengan nilai laju filtrasi glomerulus
yang normal, waktu paruh dalam plasma sekitar 2,2 jam. Manitol terfiltrasi secara bebas oleh
glomerulus dan sisanya kurang dari 10% direabsorbsi oleh tubulus tanpa disekresi sel tubulus.
Manitol menghambat reabsorbsi air dan beberapa elektrolit (Na+, Cl-, Mg2+ dan elektrolit lain)
pada tubulus proksimal, dan terutama pada lengkung Henle.
Farmakologi.
Manitol merupakan diuretik osmotik. Manitol disaring dengan mudah di glomerulus ginjal,
tidak direabsorpsi dan tidak disekresi di tubulus ginjal. Manitol mempengaruhi reabsorpsi air di
tubulus serta meningkatkan ekskresi natrium dan klorida dengan cara meningkatkan osmolaritas
dari filtrat glomerulus. Peningkatan osmolaritas ekstraseluler akibat pemberian Manitol secara
intravena akan menginduksi perpindahan air intraseluler menuju ekstraseluler dan intravaskuler.
Sebagai diuretik untuk memelihara fungsi ginjal pada kasus gagal ginjal akut, untuk
mengurangi tekanan intrakranial, memperlancar diuresis dan ekskresi material toksik dalam urin,
massa pada otak, dan TIO yang tinggi .
Kontra indikasi
Edema paru, perdarahan intrakranial kecuali selama prosedur kraniotomi, gagal jantung
kongestif, edema metabolik dengan fragilitas kapiler abnormal, gagal ginjal, anuria, dehidrasi
berat, edema pulmonari . (Tjay dan Rahardja, 2007)
Ruang Produksi
Ruangan produksi sediaan steril di industri farmasi merupakan salah satu aspek yang harus
dijaga kebersihan dan kesterilan ruangannya. Ruang produksi adalah tempat yang disiapkan
secara khusus dari bahan – bahan dan tata bentuk yang harus sesuai dengan cara pembuatan obat
yang baik. Hal ini dimaksudkan agar obat dan bahan obat yang akan diproduksi terhindar dari
kontaminasi. Berdasarkan standar industri/ pabrik farmasi area pabrik dibagi menjadi 4 zona
dimana masing-masing zona memiliki spesifikasi tertentu. Empat zona tersebut meliputi :
a. Unclassified Area
Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified area) tetapi untuk
kepentingan tertentu ada beberapa parameter yang dipantau. Termasuk didalamnya adalah
laboratorium kimia (suhu terkontrol), gudang (suhu terkontrol untuk cold storage dan cool
room), kantor, kantin, ruang ganti dan ruang teknik.
b. Black area
Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk dalam kelas ini
adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area produksi, area staging bahan
kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap karyawan wajib mengenakan sepatu dan pakaian black
area (dengan penutup kepala)
c. Grey area.
Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas ini adalah
ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan primer, ruang timbang, laboratorium
mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji potensi dan inkubasi), ruang sampling di gudang.
Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib mengenakan gowning(pakaian dan sepatu grey).
Antara black area dan grey area dibatasi ruang ganti pakaian grey dan airlock.
d. White area
Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan yang masuk dalam area
ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan bahan baku produksi steril, ruang mixing
untuk produksi steril, background ruang filling, laboratorium mikrobiologi (ruang uji sterilitas).
Setiap karyawan yang akan memasuki area ini wajib mengenakan pakaian antistatik (pakaian dan
sepatu yang tidak melepas partikel). Antara grey area dan white area dipisahkan oleh ruang ganti
pakaian white dan airlock. Airlock berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan
kelas kebersihan yang berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari ruangan dengan
kelas kebersihan lebih rendah ke ruang dengan kelas kebersihan lebih tinggi. (Hadieotomo,R.S.
1985)
1. Kelas A
Zona ruangan untuk kegiatan yang beresiko tinggi, missal daerah pengisian, wadah, tutup
karet, ampul dan vial terbuka, serta pengembangan (pelarutan) secara aseptic.Umumnya kondisi
ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) ditempat kerja. System
udara laminar haruslah mengalirkan udara dengan kecepatan teratur dan rata – rata berkisar
anatara 0,36 – 0,54 m/detik ( nilai acuan ) pada posisi kerja dalam ruang bersih.
2. Kelas B
Untuk pembuatan dan pengisisan seacara aseptic. Kelas ini merupakan lingkungan yang
melatarbelakangi zona kelas A.
3. Kelas C dan D
Area bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk stetil dengan tingkat resiko lebih rendah .
(Hadieotomo,R.S. 1985)
Wadah
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia sekarang ini yang
benar - benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat fisika dan kimia mempengaruhi
kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan
wadah pelindung (Lachman., 1994).
Wadah adalah alat untuk menampung suatu obat, atau mungkin dalam hubungan
langsung dengan obat tersebut. Wadah berkaitan erat dengan produk sediaan (sediaan infus).
Sifat fisika – kimia wadah akan mempengaruhi kestabilan produk steril infus tersebut.Secara
umum, hal yang harus diperhatikan dari wadah adalah:
2. Bahan yang digunakan untuk membuat wadah tidak bereaksi dengan isi wadah.
b. Kontaminasi produk oleh kotoran yang masuk seperti mikroorganisme atau uap yang
akan mempengaruhi penampilan dan bau produk.
4. Untuk sediaan jenis tertentu harus dapat melindungi isi wadah dari cahaya
5. Bahan aktif atau komponen obat lainnya tidak boleh diadsorpsi oleh bahan pembuat
wadah dan penutupnya, wadah dan penutup harus mencegah terjadinya difusi melalui
dinding wadah serta wadah tidak boleh melepaskan partikel asing ke dalam isi wadah
- Termoset, yaitu jenis plastik yang stabil pada pemanasan dan tidak dapat dilelehkan
sehingga tidak dapat dibentuk ulang. Plastik termoset digunakan untuk membuat penutup
wadah gelas atau logam.
- Termoplastik, yaitu jenis plastik yang menjadi lunak jika dipanaskan dan akan mengeras
jika didinginkan. Dengan kata lain, termoplastik adalah jenis plastik yang dapat dibentuk
ulang dengan proses pemanasan. Polimer termoplastik digunakan dalam pembuatan
berbagai jenis wadah sediaan farmasi.(Lachman, dkk. 994).
b. Wadah gelas, ada beberapa infus yang memang dikemas dalam wadah gelas. Wadah
gelas ini memang cukup beresiko retak atau pecah dalam distribusi dan penggunaannya.
Harganya pun sedikit lebih mahal dibandingkan dengan infus wadah plastik. Bila wadah
terbuat dari gelas maka, gelas harus jernih dan tidak bewarna kekuningan agar
memungkinkan pemeriksaan isi.
Wadah Gelas masih tetap merupakan bahan pilihan untuk wadah produk yang dapat
disuntikkan. Gelas pada dasarnya tersusun dari silkon dioksida tetrahedron, dimodifikasi secara
fisika dan kimia dengan oksida- oksida seperti oksida natrium, kalium, kalsium, magnesium,
alumunium, boron, dan besi. Gelas yang paling tahan secara kimia hampir seluruhnya tersusun
dari silikon dioksida, tetapi gelas tersebut relatif rapuh dan hanya dapat dilelehkan dan dicetak
pada temperatur tinggi (Lachman,dkk.1994).
Uraian Bahan :
Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin.
Kelarutan : Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air mendidi larut
dalam gliserin; sukar larut dalam etano
Fungsi : Pengisotonis
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, rapuh dan
mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap CO2
Fungs : Pengatur pH
Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali, disterilkan dengan cara
sterilisasi A atau C
Pembuatan :Suling air suling segar menggunakan alat kaca netral atau wadah
logamyang cocok yang dilengkapi dengan labu percik. Buang sulingan pertama tampung
sulingan berikutnya dalam wadah yang cocok.Sterilkan segera dengan cara sterilisasi A atau
C tanpa penambahan bakterisida.Untuk memperoleh air untuk injeksi bebas udara yang
disebut juga air untuk injeksi bebas carbon dioksida, didihkan sulingan selama tidak kurang
dari 10 menit sambil mencegah sesempurna mungkin hubungan dengan udara,dinginkan,
masukka dalam wadah tertutup kedap, sterilkan segera dengan sterilisasi A.
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup kedap. Jika disimpan dalam wadah bertutup kapas
berlemak harus digunakan dalam waktu 3 hari setelah pembuatan.
Fungsi : Pelarut
Tujuan Evalusi Sediaan Infus.
1. Uji Kebocoran
Tujuan : Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga steriitas serta kestabian sediaan.
2. Uji Volume Terpindahkan
Tujuan : Untuk mengetahui volume sediaan apakah sudah sesuai dengan volume yang
tertera pada etiket.
3. Uji Partikular
Tujuan : Untuk menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran tertentu pada
sediaan infus.
4. Uji Kejernihan
Tujuan : Untuk memastikan bahwa larutan infuse bebas dari partikulat yang dapat terlihat
secara visual.
5. Uji Penentuan pH
Tujuan : Untuk mengetahui pH dari suatu sediaan infus dan untuk mengetahui
kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah ditentukan
6. Uji Stabilitas
Tujuan : Untuk mengetahui suatu sediaan memiliki kempuan bertahan dalam batas yang
ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan . (Depkes RI, 2014)
III. PENDEKATAN FORMULA
2. Wadah
No. Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi
1. Botol Infus flakon 500 ml 4 Autoklaf 1210C selama 15
menit
2. Karet tutup flakon 4 Rendam dengan etanol 70%
selama 24 jam.
V. CARA KERJA
2. Cuci tangan dari ujung jari hingga siku dengan air mengalir
↓
3. Ambil sabun antiseptik dan oleskan pada tangan dariujung jari hingga ujung
siku
↓
5. Pastikan sela sela jari , punggung, dan telapak tangan hingga bersih
↓
11. Atur kembali lengan baju seperti seharusnya, gunakan tissue untuk melapisi
tangan
↓
12. Pastikan untuk tidak menyentuh permukaan yang terkontaminasi
2. Menggunakan Baju Kerja pada ruang bersih Grey Area dan White Area.
a. Penggunaan Baju Steril Grey Area
1. Masuk ke ruang ganti white area, buka pintu dengan siku anda
↓
9. Gunakan masker
↓
14. Cangkankan kaki yang telah memakai shoe cover pada area bersih
↓
1. Alat- alat yang akan disterilisasi menggunakan metode panas basah yaitu
erlenmeyer, dicuci dengan bersih dan dikeringkan
↓
2. Lubang yang terdapat dalam erlenmeyer ditutup dengan kapas steril dan
dibungkus menggunakan kertas perkamen sebanyak 2 lapis
↓
8. Autoklaf ditutup
↓
9. Tekan tombol START pada autoklaf yang sebelumnya telah diset waktu dan
temperaturnya yaitu 121ºC selama 20 menit
↓
10. Setelah 20 menit sterilisasi dihentikan dengan membuka buangan gas sampai
bunyi yang ada di dalam autoklaf tidak terdengar lagi dan ditunggu suhu
mencapai 70º C
↓
11. Setelah mencapai suhu 70ºC dibuka kunci autoklaf, keranjang dikeluarkan
dari chamber
↓
12. Alat yang telah disterilkan dimasukkan ke dalam box isolator steril, lalu
masukkan ke dalam lemari penyimpanan steril
3.Ditata posisi alat sehingga udara yang ada di dalam oven mengalir secara merata.
4.Setelah diatur posisi alat, oven ditutup lau ditekan tombol ON.
7.Setelah proses sterilisasi selesai, ditunggu hingga oven dingin dan baru dibuka
tutup ovennya.
8.Setelah oven dingin, dibuka tutup oven dan semua alat dimasukkan ke dalam
lemari penyimpanan box steril.
↓
9.Oven dimatikan.
2. Pembuatan air steril pada pro injeksi: 1500ml aquadest disterilkan dengan
autoklaf 121ºC selama 15 menit
↓
3. Setelah disterilisasi, semua alat dan wadah dimasukkan ke dalm white area
melalui transfer box
4. Membuat air bebas pirogen dengan cara memindahkan 1500ml air pro injeksi
kedalam erlenmeyer 2L kemudian tambahkan 1,5g carboadsorbens lalu tutup
dengan kaca arloji, sisipi dengan batang pengaduk. Panaskan pada suhu 60-
70ºC selama 15 menit (gunakan thermometer). Saring larutan dengan kertas
saing rangkap 2 ,lalu disterilisasi membran melalui kolom G3 dengan
membran filter 0,22µm
↓
5. Air steril bebas pirogen ini digunakan untuk membilas alat dan wadah yang
telah disterilisasi dan menggenapkan volume sediaan
3. Larutan manitol dan larutan NaCl dicampurkan dalam labu erlenmeyer 1L,
lalu diaduk hinggahomogen. Tambahkan aqua pi bebas pirogen hingga
mencapai 500ml
↓
6. Karbon aktif sebanyak 0,7 g dimasukkan kedalam larutan sediaan dan diaduk
hingga merata lalu dipanaskan diatas api bunsen atau hot plate hingga suhu
60-70ºC selama 15 menit sambil diaduk sesekali
↓
7. Kertas saring dilipat menjafi dua rangkap dan dibasahi dengan aqua pi bebas
pirogen kemudian dipasang pada corong dan ditempatkan pada labu
erlenmeyer 2L yang lain. Larutan sediaan disaring menggunakan kertas
saring tersebut dalam keadaan masih panas
↓
Flavon ditutup dengan menggunakan tutup karet flavon steril dengan simpul
champagne
EVALUASI SEDIAAN
1. Uji Bahan Partikulat
1. Kemasan dari larutan parental harus bebas dari label dan stiker yang melekat
↓
2. Pegang kemasan pada bagian atas dan secara hati-hati putar bagian pinggang
lemasan dengan gerakan memutar yang perlahan jika terlalu cepat, gerakan
memutar dapat menimbulkan gelembung pada bagian permukaan.
Gelembung ini dapat menjadi bias antara partikulat pengotor atau gelembung
↓
4. Jika tidak ada partikel yang terlihat, balik kemasan perlahan & amati
ada/tidaknya partikel berat yang tidak tersuspensi dengan gerakan memutar
↓
3. Uji Kejernihan
1. Diperiksa dengan melihat wadah infuse pada latar belakang hitam dan putih
↓
3. Kotoran berwarna akan nampak pada backgraound putih dan kotoran tidak
berwarna akan terlihat pada background hitam
1. Disiapkan alat glass ukur yang bervolume 100 ml yang telah disterilisasi
↓
5. Uji Kebocoran
- Untuk Cairan Bening Tidak Berwarna
2. Jika ada wadah yang besar maka larutan metilen blue akan masuk ke dalam
karena perubahan tekanan diluar dan didalam wadah tersebut sehingga
larutan dalam wadah akan berwarna biru
- Untuk Cairan Berwarna
3. Jika terjadi kebocoran maka kertas saring atau kapas akan basah
6. Uji Stabilitas
Pada praktikum kali ini kami melakukan pembuatan sediaan steril berupa infus manitol
5% yang mana bertujuan untuk mengetahui dan melakukan evaluasi sediannya yang meliputi uji
kebocoran, uji volume terpindahkan, uji partikular, uji kejernihan, uji pH dan uji stabilitas.
Tujuan suatu sediaan dibuat steril, karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh
dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap pada saluran
cerna atau gastrointestinal. Diharapkan dengan kondisi steril dapat dihindari adanya infeksi
sekunder. Dalam hal ini tidak berlaku relative steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan
yaitu steril dan tidak steril. Dan infus merupakan sediaan yang perlu di sterilkan dan harus bebas
dari mikroorganisme hidup maupun pirogen.
Infus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat
mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikan langsung ke dalam vena dalam volume relatif
banyak.
Tujuan dari sediaan infus adalah memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit,vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan
secara adekuat melalui oral, memperbaiki keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume
komponen-komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam
tubuh, memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan
mengalami gangguan (Perry & Potter., 2005).
Dalam praktikum kali ini kami menggunakan berbagai macam alat diantaranya kacang
arloji, batang pengaduk, gelas kimia 100 mL, 500 mL, corong, spatula, pipet tetes, dan
thermometer. Alat alat tersebut digunakan secara steril yang mana dalam hal ini untuk alat-alat
tersebut dilakukan metode sterilisasi kering dengan menggunakan oven 170 0C selama 1 jam.
Alat-alat yang akan disterilisasi menggunakan metode panas kering dibungkus dengan kertas
perkamen sebanyak 2 lapis.Alat yang sudah dibungkus tersebut dimasukkan ke dalam oven.
Kemudian ditata posis alat tersebut sehingga udara yang berada di dalam oven tersebut mengalir
secara merata. Setelah diatur posisi alat oven ditutup lalu ditekan tombol ON. Disetting oven
pada suhu 700C selama 1 jam. Lalu ditunggu sampai proses sterilisasi selesai.
Adapun untuk alat-alat yang lain seperti erlenmeyer, kertas saring, dan kertas membran
dilakukan cara sterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Pada
prinsipnya sterilisasi dengan autoclave adalah membunuh mikroba dengan menggunakan panas
dan tekanan dalam keadaan basah. Panas dapat diperoleh dengan cara memanaskan dengan api
gas atau dengan listrik, sedangkan kondisi basah diperoleh dengan mengalirkan uap air atau
memanaskan air dalam autoclave.
Sedangkan untuk bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah manitol
yang berfungsi sebagai zat aktif yang digunakan ebagai diuretik untuk memelihara fungsi ginjal
pada kasus gagal ginjal akut, untuk mengurangi tekanan intrakranial, memperlancar diuresis dan
ekskresi material toksik dalam urin, massa pada otak, dan TIO yang tinggi .(Tjay dan
Rahardja.2007). NaCl berfungsi sebagai pengisotonis yang mana onisitas sediaan = % NaCl,
sudah termasuk di dalam batas toleransi normal tubuh yaitu 0,7 – 1,5 % , maka iritasi tubuh dan
konsekuensi hipotonis atau lisis sel-sel jaringan tubuh tidak terjadi. NaCl digunakan sebagai
larutan pengisotonis agar sediaan infus setara dengan 0,9% larutan NaCl, dimana larutan tersebut
mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan cairan tubuh. ( Lachman,1994). Selanjtnya
terdapat NaOH yang berfungsi sebagai pengatur pH dan aqua pro injeksi berfungsi sebagai
pelarut yang mana untuk melarutkan zat aktif maupun zat tambahan.
Pada sediaan infus ini menggunakan wadah berupa botol infus flakon 500 ml yang
dilakukan dengan sterilisasi menggunakan autoklaf 1210C selama 15 menit, dan karet tutup
flakon disterilisasi dengan direndam menggunakan etanol 70% selama 24 jam.
Kemudian dilakukan prosedur pembuatan infus manitol, yaitu yang pertama adalah
peosedur mencuci tangan yang dilakukan dengan basahi kedua telapak tangan setinggi
pertengahan lengan memakai air yang mengalir, ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua
telapak tangan secara lembut. Lalu usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara
bergantian jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih. Kemudian bersihkan
ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan. Gosok dan putar kedua ibu jari secara
bergantian. Lalu letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan .Bersihkan
kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar, kemudian diakhiri dengan
membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan memakai
handuk atau tisu. Kemudian sebelum masuk ke ruangan, hendaknya menggunakan baju grey area
atupun white area sesuai yang dipersyaratkan. Setelah itu melakukan penyiapan ruangan
dilakukan dengan sterilisasi ruangan menggunakan penyinaran lampu UV selama 24 jam.
Setelah itu disiapkan alat dengan volume besar dan bebas pirogen yang mana menggunakan
gelas piala, yang sebelumnya dikaliberasi dulu sesuai dengan volume yang dibuat. Kemudian
dilakukan sterilisasi alat tersebut. Setelah itu, ditara botol infus (dilakukan sebelum sterilisasi
botol), lalu zat aktif ditimbang dalam kaca arloji(penimbangan dilebihkan 10 %) dan zat
tambahan lain. Kemudian zat aktif dimasukkan dalam gelas piala steril yang sudah dikalibrasi
sejumlah volume infus yang dibuat. Lalu tuangkan aqua pro injeksi untuk melarutkan zat aktif
dan untuk membilas kaca arloji (begitu pula dengan zat tambahan)
Aqua Pro Injeksi adalah Aqua bidest dengan pH tertentu, tidak mengandung logam berat
(timbal, Besi, Tembaga), juga tidak boleh mengandung ion Ca, Cl, NO3, SO4, amonium, NO2,
CO3. Harus steril dan penggunaan diatas 10 ml harus bebas pirogen
Aqua steril Pro Injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang
sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya
Cara pembuatan : didihkan air selama 30 menit dihitung dari setelah air mendidih di atas api lalu
didinginkan. ( Depkes RI. 1995)
Setelah itu, karbon aktif yang telah ditimbang sebanyak 0,1% b/v dimasukkan ke dalam
larutan. Tambahkan aqua pro injeksi hingga ¾ volume batas(80% volume). Karbon aktif 0,1 %
berfungsi untuk membebaskan sediaan dari pirogen, untuk mencegah demam dan untuk
menyerap cemaran. Lalu diukur pH larutan, adjust dengan larutan NaOH. Genapkan volume
dengan aqua PI. Kemudian gelas piala ditutupi kaca arloji dengan disisipi batang pengaduk.
Panaskan larutan pada suhu 60-700C selama 15 menit(waktu dihitung setelah suhu tercapai)
sambil sesekali diaduk. Cek suhu dengan thermometer. Setelah itu, siapkan erlenmeyer steril
bebas pirogen, corong, dan kertas saring rangkap 2 yang telah terlipat dan telah dibasahi air
bebas pirogen. Lalu saring larutan hangat-hangat ke dalam erlenmeyer. Setelah itu, tuang larutan
ke dalam kolom melalui saringan G5/G3 dengan bantuan pompa penghisap (pori-pori kertas
Whattmam 0,45 µm). Setelah itu filtrat dari kolom ditampung ke dalam botol infus steril yang
telah ditara. Botol ditutup dengan flakon steril, kemudian diikat dengan simpul champagne. Lalu
sterilisasi akhir dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Setelah itu, sediaan diberi
etiket dan dikemas dalam dus dan disertakan brosur informasi obat.
Namun dalam prosedur pembuatan infus manitol tersebut terbagi dalam beberapa
ruangan. Yaitu grey area untuk ruang sterilisasi yang mana didalamnya dilakukan sterilisasi
semua alat dan wadah, lalu dilakukan juga pembuatan aqua pro injeksi. Kemudian ada ruang
grey area untuk ruang penimbangan yang di dalam nya dilakukan penimbangan bahan bahan
yang digunakan ntuk pembuatan infus manitol ini. Setelah itu ada white area kelas C untuk ruang
pencampuran dan pengisian, lalu terdapat grey area untuk ruang penutupan yang dilakukan
proses penutupan flakon. Setelah itu terdapat grey are untuk ruang sterilisasi akhir dengan
autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Dan yang terakhir terdapat grey area untuk ruang
evaluasi yang mana di dalamnya dilakukan evaluasi sediaan dan pemvberian etiket pada sediaan.
Grey area merupakan area produksi, dimana proses produksi berlangsung. Pada area ini
kebebasan telah dikurangi, yaitu barang atau karyawan tidak bebas memasuki area ini. Dilakukan
penganganan khusus terhadap udara, rancang bangun dan konstruksi ruangan, seperti lantai dan
langit – langit tidak boleh bercelah dan tahan terhadap bahan kimia, dinding harus terbuat dari
beton dan dicat dengan cat yang tahan dicuci, serta pintu dan peralatan lainnya tidak boleh
terbuat dari kayu. (grey area) yang meliputi antara lain ruang penimbangan, ruang sterilisasi
akhir, dan ruang evaluasi.
Pada grey area supply udara yang akan disalurkan dalam ruang produksi berasal dari 2
sumber, yaitu berasal dari udara yang disirkulasi kembali (sebanyak 80%) dan berasal dari udara
bebas (20%). Supply udara tersebut melalui filter yang terdapat di dalam filter house yang terdiri
dari pre-filter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 35% dan medium filter yang memiliki
efisiensi penyringan sebesar 95%. Selanjutnya, supply udara ini melewati cooling coil
(evaporator) yang akan menurunkan suhu dan kelembaban relatif udara. Jumlah udara yang
masuk ke dalam ruang produksi diatur dengan menggunakan volume dumper. Kelas-kelas
ruangan ini menunjukkan tingkatan kontaminasi partikel di ruangan tersebut.
White area merupakan area produksi untuk sediaan steril. Untuk memasuki white area,
karyawan harus mencuci tangan dan kaki serta mengganti pakaian dari grey area dengan pakaian
khusus yang steril. Peralatan yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu, demikian juga
ruangan harus dibersihkan dengan desinfektan.
Untuk selanjutnya dilakukan evaluasi sediaan yang sudah jadi. Yang pertama dilakukan
adalah pengujian kebocoran, yang mana uji tersebut bertujuan untuk memeriksa keutuhan
kemasan untuk menjaga sterilitas serta kestabilan sediaan. Uji kebocoran untuk cairan yang tidak
berwarna dilakukan dengan cara wadah diletakkan dengan posisi terbalik. Wadah takaran
tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas, jika terjadi kebocoran maka kertas saring
atau kapas akan basah. Dari uji kebocoran ini diperoleh hasil tidak bocor, dan dari hasil tersebut
menunjukkan sesuai dengan literatur karena untuk persyaratan uji kebocoran adalah tidak ada
satupun ampul yang bocor., ketidakbocoran wadah/kemasan yang digunakan ini akan
meminimalisir terjadinnya kontaminasi. (Lachman,dkk. 1994)
Setelah itu dilakukan uji volume terpindahkan yang bertujuan untuk mengetahui volume
sediaan apakah sudah sesuai dengan volume yang tertera pada etiket. Pengujian ini dilakukan
dengan cara disiapkan alat glass ukur yang bervolume 100 ml yang telah disterilisasi.
Dituangkan sediaan pada gelas ukur. Kemudian diamati volume sediaan apakah sudah sesuai
dengan pada etiketnya lau dicatat hasil pengamatannya. Adapun untuk hasil pengujian ini adalah
volume tetap yang mana hasil tersebut sesuai dengan literaut karena persyaratan untuk uji
volume terpindahkan adalah rata-rata kurang dari 100% dan dan tidak satupun kurang dari 95%.
(Depkes RI,1995)
Selanjutnya dilakukan uji partikulat yang bertujuan untuk menghitung partikel asing
subvisibel dalam rentang ukuran tertentu pada sediaan infus. Pengujian ini dilakukan dengan
cara kemasan dari larutan parental harus bebas dari label dan stiker yang meleka, lalu di
pegang kemasan pada bagian atas dan secara hati-hati putar bagian pinggang lemasan dengan
gerakan memutar yang perlahan jika terlalu cepat, gerakan memutar dapat menimbulkan
gelembung pada bagian permukaan. Gelembung ini dapat menjadi bias antara partikulat pengotor
atau gelembung. Kemudian pegang kemasan secara horizontal sekitar 4 inci dibawah sumber
cahaya yang berlawabab arah dengan background hitam putih. Cahaya harus dijauhkan dari
inspertor dan tangan harus berada dibawah sumber lampu agar tidak terlalu silau Jika tidak ada
partikel yang terlihat, balik kemasan perlahan & amati ada/tidaknya partikel berat yang tidak
tersuspensi dengan gerakan memutar. Observasi setidaknya dilakukan selama 5 detik untuk
setiap bagiam hitam dan 5 detik lagi untuk bagian putih. Berdasarkan pengujian yang telah
dilakukan diperoleh hasil tidak partikular, yang mana hasil tersebut sesuai dengan persyaratan.
Adapun syarat untuk uji partikulat ini yaitu Jumlah partikel >50µm = negatif ; >25µm = <1000 ;
>10µm = <1000 (Depkes RI,1995). Kehadiran partikulat dalam sediaan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik dalam proses produksi, bahan baku, peralatan yang digunakan, maupun
kemasan yang digunakan. Kehadiran partikulat dalam sediaan infus akan menimbulkan bahaya
biologis. Karena infus langsung masuk ke dalam pembuluh darah, adapun bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh partikulat asing antara lain timbulnya granuloma paru dan emboli.
Kemudian dilakukan uji kejernihan yang bertujuan untuk memastikan bahwa larutan
infus bebas dari partikulat yang dapat terlihat secara visual. Pengujian ini diperiksa dengan
melihat wadah infuse pada latar belakang hitam dan putih, lalu disinari dari samping. Kotoran
berwarna akan nampak pada backgraound putih dan kotoran tidak berwarna akan terlihat pada
background hitam. Adapun hasil dari pengujian ini yaitu latar hitam(jernih) dan latar putih
( jernih). Dari hasil tersebut menunjukkan sediaan sesuai dengan literatur yang mana persyaratan
untuk uji kejernihan yaitu tidak ditemukan ada serat ataupun pengotor (Lachman,dkk.1994)
Setelah itu, dilakukan pengujian penetapan pH yang bertujuan untuk mengetahui pH dari
suatu sediaan infus dan untuk mengetahui kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah
ditentukan. Uji pH ini dilakukan dengan cara disiapkan sediaan infus manitol 5% yang sudah
jadi, kemudian dicek dan diamati dengan menggunakan pH universal, lalu dicatat hasilnya di
lembar kerja. Adapun hasil yang diperoleh pada pengujian ini yaitu diperoleh pH nya sebesar
9,8. hasil tersebut menunjukkan tidak sesuai dengan literatur. Yang mana persyaratan untuk pH
sediaan infus harus masuk pada rentang pH yakni 7,35-7,45 (Depkes RI, 1995) . Jika sediaan
cairan infus pH nya diatas 7 maka dapat menimbulkan terjadinya nekrosis (rusaknya sel
jaringan) dan hemolisa. Sedapat mungkin isohidris (pH larutan sama dengan pH darah,pH
fisiologis tubuh = 7,4) dan isotonis ( tekanan osmosis larutan sama dengan tekanan osmosis
cairan tubuh). Tujuan sediaan infus dibuat isotonis untuk meminimalkan trauma pada pembuluh
darah(Depkes RI, 1995)
Dan yang terakhir dilakukan pengujian stabilitas yang bertujuan untuk mengetahui suatu
sediaan memiliki kemampuan bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan, uji ini dilakukan dengan cara diinokulasi langsung kedalam
media perbenihan. Setelah itu, volume tertentu spesimen ditambah volume tertentu media uji,
inkubasi selama 7 hari, kemudian diamati perubahan-perubahan yang terjadi pada sediaan setelah
disimpan 7 hari suhu kamar. Dari pengujian tersebut diperoleh hasil bahwa tidak ada perubahan
warna ataupun lainnya. Dari hasil tersebut menunjukkan sesuai dengan literatur, yang mana uji
stabilitas yang baik yaitu tidak terjadi perubahan pada sediaan (Lachman,dkk. 1994 ). Stabil
artinya sediaan tidak mengalami degradai fisika ataupun kimia. Ketidakstabilan dapat dilihat dari
terjadi perubahan warna ataupun terjadi pengendapan. Faktor faktor yang dapat mempengaruhi
kestabilan suatu sediaan antara lain panas, cahaya, kelembapan, oksigen, pH mikroorganisme,
dan bahan-bahan tambahan yang dipergunakan dalam formula.
Keuntungan Sediaan Infus adalah Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat.Efek obat
dapat diramalkan dengan pasti.Biovaibilitas obat dalam traktus gastrointenstinalis dapat
dihindarkan.Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam keadaan koma.
Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan.
Kerugian Sediaan Infus Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan
berulang kali. Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut suntikKekeliruan
pemberian obat atau dosis hapir tidak mungkin diperbaiki terutama sesudah pemberian
intravena.Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktek
dokter oleh perawat yang kompeten.Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan
ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis dan bebas
partikel).
VIII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat dibuat kesimpulan bahwa :
1. Infus manitol mempunyai khasiat sebagai diuretik untuk memelihara fungsi ginjal pada
kasus gagal ginjal akut, untuk mengurangi tekanan intrakranial, memperlancar diuresis
dan ekskresi material toksik dalam urin.
2. Uji kebocoran diperoleh hasil ampul bocor.
3. Uji volume terpindahkan diperoleh hasil volume tetap.
4. Uji partikular diperoleh hasil tidak partikular.
5. Uji Kejernihan diperoleh hasil latar hitam (jernih) dan latar putih (jernih).
6. Uji penetapan pH diperoleh nilai pH 9,8
7. Uji Stabilitas diperoleh tidak adanya perubahan warna/ lainnya.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi ke 4. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia .
Depkes RI . 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia .
Lachman, dkk , 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II.Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia .
Potter, P.A, Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik, Edisi 4.Volume 2, Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk. Jakarta:EGC .
Tjay dan Rahardja . 2007. Obat-Obat Penting . Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Voight, R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press .