Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


Pembuatan Sediaan Infus Manitol 5%

Nama : Nurul Azizah

NPM : 1118005621

Semester/Kelompok :4/B

Dosen Pengampu : 1. Metha Anung Anindhita,M.Sc.,Apt.

2. Rismi Fatoni, M.Sc.,Apt.

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI

PRODI STUDI D-III FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2020
PRAKTIKUM 7

PEMBUATAN SEDIAAN INFUS MANITOL 5%

I. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan sediaan steril infus manitol 5%

2. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi sediaan,yang meliputi :

- Uji Kebocoran.

- Uji Volume Terpindahkan.

- Uji Partikular.

- Uji Kejernihan

- Uji Penetapan pH

- Uji Stabilitas

II. DASAR TEORI

Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi - bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental
preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parental merupakan jenis
sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi - bagi, karena sediaan ini disuntikan
melalui kulit atau membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit
dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan - bahan
toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses
yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan
semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B.,
2007).
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 ml yang diberikan melalui
intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat
terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama, rasionya
dalam tubuh adalah air 57%; lemak 20,8%; protein 17,0%; serta mineral dan glikogen 6%.
Ketika terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk
mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit larutan untuk infus intravenous harus jernih dan
praktis bebas partikel (Syamsuni, H.A., 2006).
Tujuan dari sediaan infus adalah memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung
air, elektrolit,vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat
melalui oral, memperbaiki keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume komponen-
komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh,
memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan
mengalami gangguan (Perry & Potter., 2005).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III halaman 12, infus intravenous adalah sediaan steril
berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah,
disuntikkan langsung ke dalam vena, dengan volume relatife banyak. Kecuali dinyatakan lain,
infus intravenous tidak diperbolehkan mengandung bakteriasida dan zat dapar. Larutan untuk
infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel.

Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan
terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih
dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute :
intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal.
Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. (Priyambodo, B., 2007).

 Tipe-tipe dari sediaan infus adalah

1. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na +


lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan
sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah keosmolaritas tinggi),
sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami”
dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialysis) dalam terapi diuretik, juga pada
pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi
yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke
sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam
otak) pada beberapa orang.Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagiancair
dari komponen darah), sehingga terus berada di osmolaritas (tingkat kepekatan)
cairannya mendekati serum (bagiancair dari komponen darah), sehingga terus berada di
dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi
(kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko
terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif
dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normalsaline/larutan
garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik”
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu
menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan Hipotonik. Misalnya Dextrose 5%,
NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk
darah (darah), dan albumin. (Perry & Potter., 2005).

 Keuntungan Sediaan Infus


1. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat.
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
3. Biovaibilitas obat dalam traktus gastrointenstinalis dapat dihindarkan.
4. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam keadaan koma.
5. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan.
 Kerugian Sediaan Infus
1. Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan berulang kali.
2. Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut suntik
3. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hapir tidak mungkin diperbaiki terutama sesudah
pemberian intravena.
4. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktek dokter
oleh perawat yang kompeten.
5. Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan ketatnya persyaratan yang harus
dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis dan bebas partikel. (Ansel, H.C. 1989)
 Komponen Sediaan Infus
1. Zat aktif obat atau zat berkhasiat
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing - masing dalam
farmakope.
b. Pada etiket tercantum: p.i ( pro injection )
c. Obat yang beretiket p.a ( pro analisis), walaupun secara kimiawi terjamin kualitasnya,
tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi

2. Zat pelarut
Dibagi menjadi 2 bagian :
 Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Selain itu, dapat juga digunakan NaCl pro injeksi,
glukosa pro injeksi, NaCl compositus pro injeksi, dan Sol. Petit. Menurut FI IV, zat pemabawa
yang mengandung air atau menggunakan air untuk injeksi,harus meenuhi syarat uji pirogen dan
uji endotoksin bakteri. NaCl dapat ditambahakan untuk memperoleh isotonisitas. Kecuali
dinyatakan lain, injeksi NaCl atau injeksi Ringer dapat digunakan sebagai pengganti air untuk
injeksi. Air untuk injeksi ( aqua pro injeksi) dibuat dengan cara menyuling kembali air suling
segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik.
Hasilsulingan pertama dibuang,sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan
digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara
sterilisasai A atau C segera setelah diwadahkan. Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan
mendidhkan air air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah
hubungan dengan udara sesempurna mungkin, kemudian didinginkan dan segera digunakan. Jika
dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara
sterilisasi A segera diwadahkan.

 Zat tambahan
Ditambahkan pada pembuatan infus dimaksudkan untuk mendapatkan larutan yang
isotonis. (Voight,R. 1995)
 Manitol

Manitol mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 101,5% C 6H14O6, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan, total gula,polihidrat alkohol lain, heksitol anhidrat, jika
terdeteksi tidak termasuk dan tidak dihitung sebagai cemaran lain. pemerian serbuk hablur putih
atau granul mengalir bebas, tidak berbau, rasa manis.
 Farmakokinetik

Setelah injeksi intravena, manitol keluar ke darah ekstra seluler, hanya sedikit yang
dimetabolisme dan secara cepat diekskresikan oleh ginjal. Dengan nilai laju filtrasi glomerulus
yang normal, waktu paruh dalam plasma sekitar 2,2 jam. Manitol terfiltrasi secara bebas oleh
glomerulus dan sisanya kurang dari 10% direabsorbsi oleh tubulus tanpa disekresi sel tubulus.
Manitol menghambat reabsorbsi air dan beberapa elektrolit (Na+, Cl-, Mg2+ dan elektrolit lain)
pada tubulus proksimal, dan terutama pada lengkung Henle.

 Farmakologi.

Manitol merupakan diuretik osmotik. Manitol disaring dengan mudah di glomerulus ginjal,
tidak direabsorpsi dan tidak disekresi di tubulus ginjal. Manitol mempengaruhi reabsorpsi air di
tubulus serta meningkatkan ekskresi natrium dan klorida dengan cara meningkatkan osmolaritas
dari filtrat glomerulus. Peningkatan osmolaritas ekstraseluler akibat pemberian Manitol secara
intravena akan menginduksi perpindahan air intraseluler menuju ekstraseluler dan intravaskuler.

 Indikasi dan penggunaan

Sebagai diuretik untuk memelihara fungsi ginjal pada kasus gagal ginjal akut, untuk
mengurangi tekanan intrakranial, memperlancar diuresis dan ekskresi material toksik dalam urin,
massa pada otak, dan TIO yang tinggi .
 Kontra indikasi

Edema paru, perdarahan intrakranial kecuali selama prosedur kraniotomi, gagal jantung
kongestif, edema metabolik dengan fragilitas kapiler abnormal, gagal ginjal, anuria, dehidrasi
berat, edema pulmonari . (Tjay dan Rahardja, 2007)

 Fungsi Pemberian Infus


a. Dasar nutrisi, kebutuhan kalori untuk pasien dirumah sakit harus disuplai via intravenous.
Intravenous seperti protein dan karbohidrat.
b. Keseimbangan elektrolit digunakan pada pasien yang shock, diare, mual, muntah,
membutuhkann cairan inrravenous.
c. Pengganti cairan tubuh seperti dehidrasi.
d. Pembawa obat obat. Contohnya seperti antibiotik (Voight., 1995).
 Syarat-Syarat Infus.
a. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek toksis.
b. Jernih, berarti tidak ada partikel padat.
c. Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna.
d. Sedapat mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan cairan tubuh lain yakni
7,4.
e. Sedapat mungkin isotonis, artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan darah
atau cairan tubuh yang lain tekanan osmosis cairan tubuh seperti darah, air mata, cairan
lumbai dengan tekanan osmosis larutan NaCl 0,9 %.
f. Harus steril, suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari mikroorganisme
hidup dan patogen maupun non patogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam
bentuk tidak vegetatif (spora).
g. Bebas pirogen, karena cairan yang mengandung pirogen dapat menimbulkan demam.
Menurut Co Tui, pirogen adalah senyawa kompleks polisakarida dimana mengandung
radikal yang ada unsur N, dan P. Selama radikal masih terikat, selama itu dapat
menimbulkan demam dan pirogen bersifat termostabil. (Lachman, dkk. 1994)
 Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara
tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan
penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah
yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari
mikroorganisme hanya dapat diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroba
(Lachman., 1994).
Alasan melakukan Sterilisasi:

- Untuk mencegah transmisi penyakit

- Untuk mencegah pembusukan material/mikroorganisme

- Untuk mencegah kompetisi nutrient dalam media pertuhan sehingga kultur


organisme spesifik berbiak untuk keperluan sendiri (seperti produksi ragi) atau
untuk metabolitnya (seperti untuk memproduksi minumam dan antibiotika).

Metode-metode sterilisasi menurut Ansel , yakni:


a. Sterilisasi uap (lembab panas), yakni sterilisasi yang dilakukan dalam autoklaf dan
menggunakan uap air dengan tekanan.
b. Sterilisasi panas kering, yakni sterilisasi yang biasa dilakukan dengan oven pensteril yang
dirancang khusus untuk tujuan sterilisasi.
c. Sterilisasi dengan penyaringan, yakni sterilisasi yang tergantung pada penghilangan
mikroba secara fisik dengan adsorpsi pada media penyaring atau dengan mekanispe
penyaringan, digunakan untuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas.
d. Sterilisasi gas, sterilisasi gas dilakukan pada senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap
panas dan uap dimana dapat disterilkan dengan cara memaparkan gas etilen oksida atau
protilen oksida. Gas-gas ini sangat mudah terbakar bila tercampur dengan udara, tetapi
dapat digunakan dengan aman bila diencerkan dengan gas iner seperti karbondioksida,
atau hidrokarbon terfluorinasi yang tepat sesuai.
e. Sterilisasi dengan radiasi pengionan, yakni teknik-teknik yang disediakan untuk sterilisasi
beberapa jenis sediaan-sediaan farmasi dengan sinar gama dan sinar-sinar katoda, tetapi
penggunaan teknik-teknik ini terbatas karena memerlukan peralatan yang sangat khusus
dan pengaruh-pengaruh radiasi pada produk-produk dan wadah-wadah.
(Hadieotomo,R.S. 1985)

 Ruang Produksi

Ruangan produksi sediaan steril di industri farmasi merupakan salah satu aspek yang harus
dijaga kebersihan dan kesterilan ruangannya. Ruang produksi adalah tempat yang disiapkan
secara khusus dari bahan – bahan dan tata bentuk yang harus sesuai dengan cara pembuatan obat
yang baik. Hal ini dimaksudkan agar obat dan bahan obat yang akan diproduksi terhindar dari
kontaminasi. Berdasarkan standar industri/ pabrik farmasi area pabrik dibagi menjadi 4 zona
dimana masing-masing zona memiliki spesifikasi tertentu. Empat zona tersebut meliputi :

a. Unclassified Area

Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified area) tetapi untuk
kepentingan tertentu ada beberapa parameter yang dipantau. Termasuk didalamnya adalah
laboratorium kimia (suhu terkontrol), gudang (suhu terkontrol untuk cold storage dan cool
room), kantor, kantin, ruang ganti dan ruang teknik.

b. Black area

Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk dalam kelas ini
adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area produksi, area staging bahan
kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap karyawan wajib mengenakan sepatu dan pakaian black
area (dengan penutup kepala)

c. Grey area.

Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas ini adalah
ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan primer, ruang timbang, laboratorium
mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji potensi dan inkubasi), ruang sampling di gudang.
Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib mengenakan gowning(pakaian dan sepatu grey).
Antara black area dan grey area dibatasi ruang ganti pakaian grey dan airlock.
d. White area

Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan yang masuk dalam area
ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan bahan baku produksi steril, ruang mixing
untuk produksi steril, background ruang filling, laboratorium mikrobiologi (ruang uji sterilitas).
Setiap karyawan yang akan memasuki area ini wajib mengenakan pakaian antistatik (pakaian dan
sepatu yang tidak melepas partikel). Antara grey area dan white area dipisahkan oleh ruang ganti
pakaian white dan airlock. Airlock berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan
kelas kebersihan yang berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari ruangan dengan
kelas kebersihan lebih rendah ke ruang dengan kelas kebersihan lebih tinggi. (Hadieotomo,R.S.
1985)

Berdasarkan CPOB, ruang diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D dan E, dimana


setiap kelas memiliki persyaratan jumlah partikel, jumlah mikroba, tekanan, kelembaban
udara dan air change rate.

Dalam pembuatan produk steril terdapat 4 kelas ruang bersih :

1. Kelas A

Zona ruangan untuk kegiatan yang beresiko tinggi, missal daerah pengisian, wadah, tutup
karet, ampul dan vial terbuka, serta pengembangan (pelarutan) secara aseptic.Umumnya kondisi
ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) ditempat kerja. System
udara laminar haruslah mengalirkan udara dengan kecepatan teratur dan rata – rata berkisar
anatara 0,36 – 0,54 m/detik ( nilai acuan ) pada posisi kerja dalam ruang bersih.

2. Kelas B

Untuk pembuatan dan pengisisan seacara aseptic. Kelas ini merupakan lingkungan yang
melatarbelakangi zona kelas A.

3. Kelas C dan D
Area bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk stetil dengan tingkat resiko lebih rendah .
(Hadieotomo,R.S. 1985)

 Wadah
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia sekarang ini yang
benar - benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat fisika dan kimia mempengaruhi
kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan
wadah pelindung (Lachman., 1994).

 Wadah Sediaan Infus

Wadah adalah alat untuk menampung suatu obat, atau mungkin dalam hubungan
langsung dengan obat tersebut. Wadah berkaitan erat dengan produk sediaan (sediaan infus).
Sifat fisika – kimia wadah akan mempengaruhi kestabilan produk steril infus tersebut.Secara
umum, hal yang harus diperhatikan dari wadah adalah:

1. Harus cukup kuat untuk menjaga isi wadah dari kerusakan

2. Bahan yang digunakan untuk membuat wadah tidak bereaksi dengan isi wadah.

3. Penutup wadah harus bisa mencegah isi:

a. Kehilangan yang tidak diinginkan dari kandungan isi wadah.

b. Kontaminasi produk oleh kotoran yang masuk seperti mikroorganisme atau uap yang
akan mempengaruhi penampilan dan bau produk.

4. Untuk sediaan jenis tertentu harus dapat melindungi isi wadah dari cahaya

5. Bahan aktif atau komponen obat lainnya tidak boleh diadsorpsi oleh bahan pembuat
wadah dan penutupnya, wadah dan penutup harus mencegah terjadinya difusi melalui
dinding wadah serta wadah tidak boleh melepaskan partikel asing ke dalam isi wadah

 Wadah sediaan infus beraneka ragam, diantaranya :


a. Wadah plastik dan wadah botol plastik beberapawadah plastik yang mengandung bahan
plastisator, pengisi, zat antistatis, antioksidan dan bahan lain untuk tujuan khusus. Wadah
plastik lebihfleksibel dan tidak mudah rusak/pecah. Terdapat dua jenis plastik yang
digunakan dalam pengemasan sediaan parenteral, yaitu :

- Termoset, yaitu jenis plastik yang stabil pada pemanasan dan tidak dapat dilelehkan
sehingga tidak dapat dibentuk ulang. Plastik termoset digunakan untuk membuat penutup
wadah gelas atau logam.

- Termoplastik, yaitu jenis plastik yang menjadi lunak jika dipanaskan dan akan mengeras
jika didinginkan. Dengan kata lain, termoplastik adalah jenis plastik yang dapat dibentuk
ulang dengan proses pemanasan. Polimer termoplastik digunakan dalam pembuatan
berbagai jenis wadah sediaan farmasi.(Lachman, dkk. 994).

b. Wadah gelas, ada beberapa infus yang memang dikemas dalam wadah gelas. Wadah
gelas ini memang cukup beresiko retak atau pecah dalam distribusi dan penggunaannya.
Harganya pun sedikit lebih mahal dibandingkan dengan infus wadah plastik. Bila wadah
terbuat dari gelas maka, gelas harus jernih dan tidak bewarna kekuningan agar
memungkinkan pemeriksaan isi.

Wadah Gelas masih tetap merupakan bahan pilihan untuk wadah produk yang dapat
disuntikkan. Gelas pada dasarnya tersusun dari silkon dioksida tetrahedron, dimodifikasi secara
fisika dan kimia dengan oksida- oksida seperti oksida natrium, kalium, kalsium, magnesium,
alumunium, boron, dan besi. Gelas yang paling tahan secara kimia hampir seluruhnya tersusun
dari silikon dioksida, tetapi gelas tersebut relatif rapuh dan hanya dapat dilelehkan dan dicetak
pada temperatur tinggi (Lachman,dkk.1994).
 Uraian Bahan :

1. Mannitol (Depkes,RI. 2014)


Pemerian : Serbuk hablur putih atau granul mengalir bebas, tidak berbau, rasa manis.
Kelarutan :Mudah larut dalam air, larut dalam larutan basa, sukar larut dalampiridin,
sangat sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter.
Penyimpanan : Manitol injeksi dalam wadah dosis tunggal, dari kaca atau
plastik,sebaiknya dari kaca tipe I atau II
Fungsi  : Zat Aktif atau sebagai diuretik untuk memelihara fungsi ginjal pada
kasus gagal ginjal akut,untuk mengurangi tekanan intrakranial,memperlancardiuresis dan
ekskresi material toksikdalam urin, massa pada otak, dan TIO yang tinggi.

2. NaCl (Natrium klorida)(FI III hal 403)

Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin.

Kelarutan : Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air mendidi larut
dalam gliserin; sukar larut dalam etano

Penyimpanan : Dalam Wadah Tertutup baik

Fungsi : Pengisotonis

3. NaOH (Natrium Hidroksida) ( FI III hal 412)

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, rapuh dan
mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap CO2

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%)


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Fungs : Pengatur pH

4. Aqua Pro Injeksi(FI III hal 97)

Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali, disterilkan dengan cara
sterilisasi A atau C

Pembuatan :Suling air suling segar menggunakan alat kaca netral atau wadah
logamyang cocok yang dilengkapi dengan labu percik. Buang sulingan pertama tampung
sulingan berikutnya dalam wadah yang cocok.Sterilkan segera dengan cara sterilisasi A atau
C tanpa penambahan bakterisida.Untuk memperoleh air untuk injeksi bebas udara yang
disebut juga air untuk injeksi bebas carbon dioksida, didihkan sulingan selama tidak kurang
dari 10 menit sambil mencegah sesempurna mungkin hubungan dengan udara,dinginkan,
masukka dalam wadah tertutup kedap, sterilkan segera dengan sterilisasi A.

Pemerian : Keasaman kebasaan; ammonium; besi; tembaga, timbale;


kalsium;klorida; nitrat sulfat; zat teroksidasi memenuhi syarat yang tetera pada aquadestilata.

Penyimpanan :Dalam wadah tertutup kedap. Jika disimpan dalam wadah bertutup kapas
berlemak harus digunakan dalam waktu 3 hari setelah pembuatan.
Fungsi : Pelarut
 Tujuan Evalusi Sediaan Infus.

1. Uji Kebocoran
Tujuan : Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga steriitas serta kestabian sediaan.
2. Uji Volume Terpindahkan
Tujuan : Untuk mengetahui volume sediaan apakah sudah sesuai dengan volume yang
tertera pada etiket.
3. Uji Partikular
Tujuan : Untuk menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran tertentu pada
sediaan infus.
4. Uji Kejernihan
Tujuan : Untuk memastikan bahwa larutan infuse bebas dari partikulat yang dapat terlihat
secara visual.
5. Uji Penentuan pH
Tujuan : Untuk mengetahui pH dari suatu sediaan infus dan untuk mengetahui
kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah ditentukan
6. Uji Stabilitas
Tujuan : Untuk mengetahui suatu sediaan memiliki kempuan bertahan dalam batas yang
ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan . (Depkes RI, 2014)
III. PENDEKATAN FORMULA

No. Bahan Jumlah Fungsi/alas an


penambahan bahan
1. Manitol 5% Zat Aktif
2. NaCl 0,0135% Pengisotonis
3. NaOH 0,25 mL Pengatur pH
4. Aqua pro injeksi Add 700 mL Pelarut

IV. PERSIAPAN ALAT/BAHAN/WADAH


1. Alat
No Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi
1. Kaca arloji 3 Oven 1700 C selama 1 jam
2. Batang pengaduk 3
3. Gelas kimia 500 mL 1
4. Gelas kimia 100 mL 1
5. Corong 2
6. Spatula 3
7. Pipet tetes 2
8. Thermometer 2
9. Erlenmeyer 1 L 2 Autoklaf 1210C selama 15
10. Erlenmeyer 500 mL 2 menit

11. Kertas saring 6


12. Kertas membrane 0,45 µm 4
13. Kertas membrane 0,22 µm 4

2. Wadah
No. Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi
1. Botol Infus flakon 500 ml 4 Autoklaf 1210C selama 15
menit
2. Karet tutup flakon 4 Rendam dengan etanol 70%
selama 24 jam.

V. CARA KERJA

1. Prosedur mencuci tangan

1. Buka bungkus pembesih kuku


2. Cuci tangan dari ujung jari hingga siku dengan air mengalir

3. Ambil sabun antiseptik dan oleskan pada tangan dariujung jari hingga ujung
siku

4. Sikat kuku dengan pembersih kuku hingga bersih


5. Pastikan sela sela jari , punggung, dan telapak tangan hingga bersih

6. Bersihkan pergelangan tangan hingga siku sampai bersih


7. Bilas tangan, satu tangan hingga bersih ,baru tangan berikutnya


8. Biarkan air menetes dari siku


9. Keringkan tangan dengan handuk atau tissue


10. Pastikan posisi siku lebih rendah dari pergelangan tangan


11. Atur kembali lengan baju seperti seharusnya, gunakan tissue untuk melapisi
tangan

12. Pastikan untuk tidak menyentuh permukaan yang terkontaminasi

2. Menggunakan Baju Kerja pada ruang bersih Grey Area dan White Area.
a. Penggunaan Baju Steril Grey Area

1. Masuk ke staging area/ locker room


2. Pasang penutup rambut dan atau penutup jambang


3. Masukkan asesoris dan barang lain ke locker


4. Bersihkan make up bila ada


5. Pilih baju steril dengan ukuran yang sesuai


6. Tanggalkan baju luar dan sepatu, letakkan di locker

b. Penggunaan Baju Steril White Area

1. Masuk ke ruang ganti white area, buka pintu dengan siku anda

2. Sebelum memulai,buang pembungkus bila ada pada bench


3. Desinfeksi sarung tangan dengan cairan desinfektan.


4. Pilih baju steril dengan ukuran yang sesuai


5. Atur perlengkapan pada bench, usahakan tidak saling bertumbuk


6. Desinfeksi sarung tangan dengan cairan desinfektan


7. Gunakan sarung kepala steril


8. Desinfeksi sarung tangan dengan cairan desinfektan


9. Gunakan masker

10. Desinfeksi kembali sarung tangan


11. Gunakan Baju overall steri


12. Desinfeksi sarung tangan


13. Gunakan shoe cover steril


14. Cangkankan kaki yang telah memakai shoe cover pada area bersih

15. Gunakan shoe cover satunya pada area bersih.


16. Desinfeksi kembali sarung tangan


17. Gunakan kacamata pelindung.


18. .Pastikan kacamata menutupi penutup kepala steril


19. Desinfeksi lagi sarung tangan


20. Gunakan sarung tangan steril sesuai prosedur



21. Desinfeksi akhir sarung tangan anda

3. Melakukan Sterilisasi dengan Metode Panas Basah

1. Alat- alat yang akan disterilisasi menggunakan metode panas basah yaitu
erlenmeyer, dicuci dengan bersih dan dikeringkan

2. Lubang yang terdapat dalam erlenmeyer ditutup dengan kapas steril dan
dibungkus menggunakan kertas perkamen sebanyak 2 lapis

3. Erlenmeyer yang telah dibungkus dimasukkan dan ditata ke dalam keranjang


autoklaf

4. Tekan tombol ON pada autoklaf, ditunggu sampai alat siap digunakan


5. Dibuka tutup autoklaf


6. Air/aqua demineralisata yang ada di dalam chamber autoklaf ditambahkan


sampai tanda batas

7. Dimasukkan keranjang autoklaf yang berisi alat yang akan disterilkan


8. Autoklaf ditutup

9. Tekan tombol START pada autoklaf yang sebelumnya telah diset waktu dan
temperaturnya yaitu 121ºC selama 20 menit

10. Setelah 20 menit sterilisasi dihentikan dengan membuka buangan gas sampai
bunyi yang ada di dalam autoklaf tidak terdengar lagi dan ditunggu suhu
mencapai 70º C

11. Setelah mencapai suhu 70ºC dibuka kunci autoklaf, keranjang dikeluarkan
dari chamber

12. Alat yang telah disterilkan dimasukkan ke dalam box isolator steril, lalu
masukkan ke dalam lemari penyimpanan steril

4. Melakukan Sterilisasi dengan Metode Panas Kering.

1. Alat-alat yang akan disterilisasi mnggunakan metode panas kering dibungkus


dengan kertas perkamen sebanyak 2 lapis.

2.Alat yang sudah dibungkus tersebut dimasukkan ke dalam oven.

3.Ditata posisi alat sehingga udara yang ada di dalam oven mengalir secara merata.

4.Setelah diatur posisi alat, oven ditutup lau ditekan tombol ON.

5.Disetting oven pada suhu 1700 C selama 1 jam.

6. Ditunggu sampai proses sterilisasi selesai.

7.Setelah proses sterilisasi selesai, ditunggu hingga oven dingin dan baru dibuka
tutup ovennya.

8.Setelah oven dingin, dibuka tutup oven dan semua alat dimasukkan ke dalam
lemari penyimpanan box steril.


9.Oven dimatikan.

5. Grey Area (Ruang Sterilisai)

1. Semua alat dan wadah disterilisasikan dengan cara masing-masing. Gelas


kimia ditara dahuli sebelum disterilisasi

2. Pembuatan air steril pada pro injeksi: 1500ml aquadest disterilkan dengan
autoklaf 121ºC selama 15 menit

3. Setelah disterilisasi, semua alat dan wadah dimasukkan ke dalm white area
melalui transfer box

6. Grey Area (Ruang Penyimpanan)

1. Manitol ditimbang sebanyak 36,75 g menggunakan kaca arloji steril


2. Natrium klorida ditimbang sebanyak 94,5 mg menggunakan kaca arloji steril


3. Karbon aktif ditimbang sebanyak masing-masing 1,5 g dan 0,7 g


menggunakan kaca arloji steril untuk depirogen aqua dan sediaan akhir

4. Membuat air bebas pirogen dengan cara memindahkan 1500ml air pro injeksi
kedalam erlenmeyer 2L kemudian tambahkan 1,5g carboadsorbens lalu tutup
dengan kaca arloji, sisipi dengan batang pengaduk. Panaskan pada suhu 60-
70ºC selama 15 menit (gunakan thermometer). Saring larutan dengan kertas
saing rangkap 2 ,lalu disterilisasi membran melalui kolom G3 dengan
membran filter 0,22µm

5. Air steril bebas pirogen ini digunakan untuk membilas alat dan wadah yang
telah disterilisasi dan menggenapkan volume sediaan

7. White Area Kelas C (Ruang Pencampuran dan Pengisian)

1. Manitol sebanyak 36,75 g dilarutkan dengan 350ml aqua pi bebas pirogen ke


dalam gelas kimia 500ml dan diaduk dengan batang pengaduk hingga zat
larut

2. Natrium klorida sebanyak 94,5 mg dilarutkan dengan 50ml awua pi bebas


pirogen ke dalam gelas kimia 100ml dan diaduk dengan batang pengaduk
hingga zat terlarut sempurna

3. Larutan manitol dan larutan NaCl dicampurkan dalam labu erlenmeyer 1L,
lalu diaduk hinggahomogen. Tambahkan aqua pi bebas pirogen hingga
mencapai 500ml

4. Dilakukan pengecekan PH dengan beberapa tetes larutan menggunakan PH


meter atau PH indikator

5. Bila nilai PH belum mencaapai nilai yang diharapkan tambahkan larutan


NaOH 0,1 Natau HCl 0,1 N hingga PH larutan mencapai 7,4 lalu genapkan
dengan aqua pi bebas pirogen 700ml

6. Karbon aktif sebanyak 0,7 g dimasukkan kedalam larutan sediaan dan diaduk
hingga merata lalu dipanaskan diatas api bunsen atau hot plate hingga suhu
60-70ºC selama 15 menit sambil diaduk sesekali

7. Kertas saring dilipat menjafi dua rangkap dan dibasahi dengan aqua pi bebas
pirogen kemudian dipasang pada corong dan ditempatkan pada labu
erlenmeyer 2L yang lain. Larutan sediaan disaring menggunakan kertas
saring tersebut dalam keadaan masih panas

8. Larutan sediaan disaring kembali menggunakan membran filter 0,22µm


dalam kolom G3

9. Filtrate dimasukkan ke dalam 1 botol flakon yang telah ditara sebanyak


510ml

8. Grey Area (Ruang Penutupan)

Flavon ditutup dengan menggunakan tutup karet flavon steril dengan simpul
champagne

9. Grey Area (Ruang Sterilisasi)

Sterilisasi akhir dilakukan dengan autoklaf 121ºC selama 15 menit

10. Grey Area (Ruang Evaluasi)

1. Dilakukan evaluasi sediaan


2. Sediaan diberi etiket yang sesuai

EVALUASI SEDIAAN
1. Uji Bahan Partikulat

1. Kemasan dari larutan parental harus bebas dari label dan stiker yang melekat

2. Pegang kemasan pada bagian atas dan secara hati-hati putar bagian pinggang
lemasan dengan gerakan memutar yang perlahan jika terlalu cepat, gerakan
memutar dapat menimbulkan gelembung pada bagian permukaan.
Gelembung ini dapat menjadi bias antara partikulat pengotor atau gelembung

3. Pegang kemasan secara horizontal sekitar 4 inci dibawah sumber cahaya


yang berlawabab arah dengan background hitam putih. Cahaya harus
dijauhkan dari inspertor dan tangan harus berada dibawah sumber lampu agar
tidak terlalu silau

4. Jika tidak ada partikel yang terlihat, balik kemasan perlahan & amati
ada/tidaknya partikel berat yang tidak tersuspensi dengan gerakan memutar

5. Observasi setidaknya dilakukan selama 5 detik untuk setiap bagiam hitam


dan 5 detik lagi untuk bagian putih

6. Tolak setiap kemasan yang memiliki partikel selama proses inspeksi


2. Uji Penetapan PH
1. Disiapkan sediaan infus manitol 5% yang sudah jadi

2. Dicek dan diamati dengan menggunakan PH universal


3. Dicatat hasilnya dilembar kerja

3. Uji Kejernihan

1. Diperiksa dengan melihat wadah infuse pada latar belakang hitam dan putih

2. Disinari dari samping


3. Kotoran berwarna akan nampak pada backgraound putih dan kotoran tidak
berwarna akan terlihat pada background hitam

4. Uji Volume Terpindahkan

1. Disiapkan alat glass ukur yang bervolume 100 ml yang telah disterilisasi

2. Dituangkan sediaan pada gelas ukur


3. volume sediaan apakah sudah sesuai dengan pada etiketnya


4. Dicatat hasil pengamatannya

5. Uji Kebocoran
- Untuk Cairan Bening Tidak Berwarna

1. Wadah takaran tunggal yang masih panas seltelah selesai disterilkan


dimasukkan ke dalam larutan metilen blue 0,1%

2. Jika ada wadah yang besar maka larutan metilen blue akan masuk ke dalam
karena perubahan tekanan diluar dan didalam wadah tersebut sehingga
larutan dalam wadah akan berwarna biru
- Untuk Cairan Berwarna

1. Dilakukan dengan posisi terbalik


2. Wadah takaran tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas


3. Jika terjadi kebocoran maka kertas saring atau kapas akan basah

6. Uji Stabilitas

1. Inokulasi langsung kedalam media perbenihan


2. Volume tertentu spesimen ditambah volume tertentu media uji, inkubasi


selama 7 hari

3. Diamati perubahan-perubahan yang terjadi pada sediaan setelah disimpan 7


hari suhu kamar
VI. DATA HASIL EVALUASI

No Jenis Prinsip Jumlah Hasil Syarat


Pengamatan
Evaluasi Evaluasi Sampel

1. Uji Kebocoran Wadah diletakkan 1 Tidak bocor Tidak satupun


dengan posisi ampul yang
terbalik bocor(Lachman,dkk.
1994)

2. Volume Sediaan 1 Volume tetap Rata-rata kurang


Terpindahkan dipindahkan dari dari 100% dan dan
ampul ke dalam tidak satupun
gelas ukur dan kurang dari 95%
lakukan ( Depkes RI, 1995)
pengamatan
volume

3. Uji Partikular Memerlukan 1 Tidak Jumlah partikel


sistem elektronik partikular
penghitung >50µm= negatif
partikel pengatur >25µm= <1000
cairan yang
dilengkapi alat >10µm= <1000

( Depkes RI, 1995)

4. Uji Wadah sediaan 1 Latar hitam Tidak ditemukan


Kejernihan akhir disinari dari (jernih) serat atau pengotor
samping dengan
latar belakang Latar putih (Lachman,dkk. 1994
warna hitam untuk (jernih)
melihat partikel
putih dan latar
putih untuk
melihat partikel
berwarna

5. Uji PH Dengan PH meter 1 9,8 pH sedian infus


harus masuk pada
rentang pH yakni
7,35-7,45

(Depkes RI, 1995)

6. Uji Stabilitas Pengamatan 1 Tidak ada Tidak terjadi


terhadap perubahan perubahan pada
perubahan- warna/lainnya sediaan
perubahan yang
terjadi pada (Lachman,dkk. 1994
sediaan setelah
disimpan 7 hari
suhu kamar
VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kami melakukan pembuatan sediaan steril berupa infus manitol
5% yang mana bertujuan untuk mengetahui dan melakukan evaluasi sediannya yang meliputi uji
kebocoran, uji volume terpindahkan, uji partikular, uji kejernihan, uji pH dan uji stabilitas.
Tujuan suatu sediaan dibuat steril, karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh
dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap pada saluran
cerna atau gastrointestinal. Diharapkan dengan kondisi steril dapat dihindari adanya infeksi
sekunder. Dalam hal ini tidak berlaku relative steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan
yaitu steril dan tidak steril. Dan infus merupakan sediaan yang perlu di sterilkan dan harus bebas
dari mikroorganisme hidup maupun pirogen.
Infus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat
mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikan langsung ke dalam vena dalam volume relatif
banyak.
Tujuan dari sediaan infus adalah memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit,vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan
secara adekuat melalui oral, memperbaiki keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume
komponen-komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam
tubuh, memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan
mengalami gangguan (Perry & Potter., 2005).
Dalam praktikum kali ini kami menggunakan berbagai macam alat diantaranya kacang
arloji, batang pengaduk, gelas kimia 100 mL, 500 mL, corong, spatula, pipet tetes, dan
thermometer. Alat alat tersebut digunakan secara steril yang mana dalam hal ini untuk alat-alat
tersebut dilakukan metode sterilisasi kering dengan menggunakan oven 170 0C selama 1 jam.
Alat-alat yang akan disterilisasi menggunakan metode panas kering dibungkus dengan kertas
perkamen sebanyak 2 lapis.Alat yang sudah dibungkus tersebut dimasukkan ke dalam oven.
Kemudian ditata posis alat tersebut sehingga udara yang berada di dalam oven tersebut mengalir
secara merata. Setelah diatur posisi alat oven ditutup lalu ditekan tombol ON. Disetting oven
pada suhu 700C selama 1 jam. Lalu ditunggu sampai proses sterilisasi selesai.
Adapun untuk alat-alat yang lain seperti erlenmeyer, kertas saring, dan kertas membran
dilakukan cara sterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Pada
prinsipnya sterilisasi dengan autoclave adalah membunuh mikroba dengan menggunakan panas
dan tekanan dalam keadaan basah. Panas dapat diperoleh dengan cara memanaskan dengan api
gas atau dengan listrik, sedangkan kondisi basah diperoleh dengan mengalirkan uap air atau
memanaskan air dalam autoclave.
Sedangkan untuk bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah manitol
yang berfungsi sebagai zat aktif yang digunakan ebagai diuretik untuk memelihara fungsi ginjal
pada kasus gagal ginjal akut, untuk mengurangi tekanan intrakranial, memperlancar diuresis dan
ekskresi material toksik dalam urin, massa pada otak, dan TIO yang tinggi .(Tjay dan
Rahardja.2007). NaCl berfungsi sebagai pengisotonis yang mana onisitas sediaan = % NaCl,
sudah termasuk di dalam batas toleransi normal tubuh yaitu 0,7 – 1,5 % , maka iritasi tubuh dan
konsekuensi hipotonis atau lisis sel-sel jaringan tubuh tidak terjadi. NaCl digunakan sebagai
larutan pengisotonis agar sediaan infus setara dengan 0,9% larutan NaCl, dimana larutan tersebut
mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan cairan tubuh. ( Lachman,1994). Selanjtnya
terdapat NaOH yang berfungsi sebagai pengatur pH dan aqua pro injeksi berfungsi sebagai
pelarut yang mana untuk melarutkan zat aktif maupun zat tambahan.
Pada sediaan infus ini menggunakan wadah berupa botol infus flakon 500 ml yang
dilakukan dengan sterilisasi menggunakan autoklaf 1210C selama 15 menit, dan karet tutup
flakon disterilisasi dengan direndam menggunakan etanol 70% selama 24 jam.
Kemudian dilakukan prosedur pembuatan infus manitol, yaitu yang pertama adalah
peosedur mencuci tangan yang dilakukan dengan basahi kedua telapak tangan setinggi
pertengahan lengan memakai air yang mengalir, ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua
telapak tangan secara lembut. Lalu usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara
bergantian jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih. Kemudian bersihkan
ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan. Gosok dan putar kedua ibu jari secara
bergantian. Lalu letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan .Bersihkan
kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar, kemudian diakhiri dengan
membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan memakai
handuk atau tisu. Kemudian sebelum masuk ke ruangan, hendaknya menggunakan baju grey area
atupun white area sesuai yang dipersyaratkan. Setelah itu melakukan penyiapan ruangan
dilakukan dengan sterilisasi ruangan menggunakan penyinaran lampu UV selama 24 jam.
Setelah itu disiapkan alat dengan volume besar dan bebas pirogen yang mana menggunakan
gelas piala, yang sebelumnya dikaliberasi dulu sesuai dengan volume yang dibuat. Kemudian
dilakukan sterilisasi alat tersebut. Setelah itu, ditara botol infus (dilakukan sebelum sterilisasi
botol), lalu zat aktif ditimbang dalam kaca arloji(penimbangan dilebihkan 10 %) dan zat
tambahan lain. Kemudian zat aktif dimasukkan dalam gelas piala steril yang sudah dikalibrasi
sejumlah volume infus yang dibuat. Lalu tuangkan aqua pro injeksi untuk melarutkan zat aktif
dan untuk membilas kaca arloji (begitu pula dengan zat tambahan)
Aqua Pro Injeksi adalah Aqua bidest dengan pH tertentu, tidak mengandung logam berat
(timbal, Besi, Tembaga), juga tidak boleh mengandung ion Ca, Cl, NO3, SO4, amonium, NO2,
CO3. Harus steril dan penggunaan diatas 10 ml harus bebas pirogen
Aqua steril Pro Injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang
sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya
Cara pembuatan : didihkan air selama 30 menit dihitung dari setelah air mendidih di atas api lalu
didinginkan. ( Depkes RI. 1995)
Setelah itu, karbon aktif yang telah ditimbang sebanyak 0,1% b/v dimasukkan ke dalam
larutan. Tambahkan aqua pro injeksi hingga ¾ volume batas(80% volume). Karbon aktif 0,1 %
berfungsi untuk membebaskan sediaan dari pirogen, untuk mencegah demam dan untuk
menyerap cemaran. Lalu diukur pH larutan, adjust dengan larutan NaOH. Genapkan volume
dengan aqua PI. Kemudian gelas piala ditutupi kaca arloji dengan disisipi batang pengaduk.
Panaskan larutan pada suhu 60-700C selama 15 menit(waktu dihitung setelah suhu tercapai)
sambil sesekali diaduk. Cek suhu dengan thermometer. Setelah itu, siapkan erlenmeyer steril
bebas pirogen, corong, dan kertas saring rangkap 2 yang telah terlipat dan telah dibasahi air
bebas pirogen. Lalu saring larutan hangat-hangat ke dalam erlenmeyer. Setelah itu, tuang larutan
ke dalam kolom melalui saringan G5/G3 dengan bantuan pompa penghisap (pori-pori kertas
Whattmam 0,45 µm). Setelah itu filtrat dari kolom ditampung ke dalam botol infus steril yang
telah ditara. Botol ditutup dengan flakon steril, kemudian diikat dengan simpul champagne. Lalu
sterilisasi akhir dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Setelah itu, sediaan diberi
etiket dan dikemas dalam dus dan disertakan brosur informasi obat.
Namun dalam prosedur pembuatan infus manitol tersebut terbagi dalam beberapa
ruangan. Yaitu grey area untuk ruang sterilisasi yang mana didalamnya dilakukan sterilisasi
semua alat dan wadah, lalu dilakukan juga pembuatan aqua pro injeksi. Kemudian ada ruang
grey area untuk ruang penimbangan yang di dalam nya dilakukan penimbangan bahan bahan
yang digunakan ntuk pembuatan infus manitol ini. Setelah itu ada white area kelas C untuk ruang
pencampuran dan pengisian, lalu terdapat grey area untuk ruang penutupan yang dilakukan
proses penutupan flakon. Setelah itu terdapat grey are untuk ruang sterilisasi akhir dengan
autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Dan yang terakhir terdapat grey area untuk ruang
evaluasi yang mana di dalamnya dilakukan evaluasi sediaan dan pemvberian etiket pada sediaan.
Grey area merupakan area produksi, dimana proses produksi berlangsung. Pada area ini
kebebasan telah dikurangi, yaitu barang atau karyawan tidak bebas memasuki area ini. Dilakukan
penganganan khusus terhadap udara, rancang bangun dan konstruksi ruangan, seperti lantai dan
langit – langit tidak boleh bercelah dan tahan terhadap bahan kimia, dinding harus terbuat dari
beton dan dicat dengan cat yang tahan dicuci, serta pintu dan peralatan lainnya tidak boleh
terbuat dari kayu. (grey area) yang meliputi antara lain ruang penimbangan, ruang sterilisasi
akhir, dan ruang evaluasi.
Pada grey area supply udara yang akan disalurkan dalam ruang produksi berasal dari 2
sumber, yaitu berasal dari udara yang disirkulasi kembali (sebanyak 80%) dan berasal dari udara
bebas (20%). Supply udara tersebut melalui filter yang terdapat di dalam filter house yang terdiri
dari pre-filter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 35% dan medium filter yang memiliki
efisiensi penyringan sebesar 95%. Selanjutnya, supply udara ini melewati cooling coil
(evaporator) yang akan menurunkan suhu dan kelembaban relatif udara. Jumlah udara yang
masuk ke dalam ruang produksi diatur dengan menggunakan volume dumper. Kelas-kelas
ruangan ini menunjukkan tingkatan kontaminasi partikel di ruangan tersebut.
White area merupakan area produksi untuk sediaan steril. Untuk memasuki white area,
karyawan harus mencuci tangan dan kaki serta mengganti pakaian dari grey area dengan pakaian
khusus yang steril. Peralatan yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu, demikian juga
ruangan harus dibersihkan dengan desinfektan.
Untuk selanjutnya dilakukan evaluasi sediaan yang sudah jadi. Yang pertama dilakukan
adalah pengujian kebocoran, yang mana uji tersebut bertujuan untuk memeriksa keutuhan
kemasan untuk menjaga sterilitas serta kestabilan sediaan. Uji kebocoran untuk cairan yang tidak
berwarna dilakukan dengan cara wadah diletakkan dengan posisi terbalik. Wadah takaran
tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas, jika terjadi kebocoran maka kertas saring
atau kapas akan basah. Dari uji kebocoran ini diperoleh hasil tidak bocor, dan dari hasil tersebut
menunjukkan sesuai dengan literatur karena untuk persyaratan uji kebocoran adalah tidak ada
satupun ampul yang bocor., ketidakbocoran wadah/kemasan yang digunakan ini akan
meminimalisir terjadinnya kontaminasi. (Lachman,dkk. 1994)
Setelah itu dilakukan uji volume terpindahkan yang bertujuan untuk mengetahui volume
sediaan apakah sudah sesuai dengan volume yang tertera pada etiket. Pengujian ini dilakukan
dengan cara disiapkan alat glass ukur yang bervolume 100 ml yang telah disterilisasi.
Dituangkan sediaan pada gelas ukur. Kemudian diamati volume sediaan apakah sudah sesuai
dengan pada etiketnya lau dicatat hasil pengamatannya. Adapun untuk hasil pengujian ini adalah
volume tetap yang mana hasil tersebut sesuai dengan literaut karena persyaratan untuk uji
volume terpindahkan adalah rata-rata kurang dari 100% dan dan tidak satupun kurang dari 95%.
(Depkes RI,1995)
Selanjutnya dilakukan uji partikulat yang bertujuan untuk menghitung partikel asing
subvisibel dalam rentang ukuran tertentu pada sediaan infus. Pengujian ini dilakukan dengan
cara kemasan dari larutan parental harus bebas dari label dan stiker yang meleka, lalu di
pegang kemasan pada bagian atas dan secara hati-hati putar bagian pinggang lemasan dengan
gerakan memutar yang perlahan jika terlalu cepat, gerakan memutar dapat menimbulkan
gelembung pada bagian permukaan. Gelembung ini dapat menjadi bias antara partikulat pengotor
atau gelembung. Kemudian pegang kemasan secara horizontal sekitar 4 inci dibawah sumber
cahaya yang berlawabab arah dengan background hitam putih. Cahaya harus dijauhkan dari
inspertor dan tangan harus berada dibawah sumber lampu agar tidak terlalu silau Jika tidak ada
partikel yang terlihat, balik kemasan perlahan & amati ada/tidaknya partikel berat yang tidak
tersuspensi dengan gerakan memutar. Observasi setidaknya dilakukan selama 5 detik untuk
setiap bagiam hitam dan 5 detik lagi untuk bagian putih. Berdasarkan pengujian yang telah
dilakukan diperoleh hasil tidak partikular, yang mana hasil tersebut sesuai dengan persyaratan.
Adapun syarat untuk uji partikulat ini yaitu Jumlah partikel >50µm = negatif ; >25µm = <1000 ;
>10µm = <1000 (Depkes RI,1995). Kehadiran partikulat dalam sediaan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik dalam proses produksi, bahan baku, peralatan yang digunakan, maupun
kemasan yang digunakan. Kehadiran partikulat dalam sediaan infus akan menimbulkan bahaya
biologis. Karena infus langsung masuk ke dalam pembuluh darah, adapun bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh partikulat asing antara lain timbulnya granuloma paru dan emboli.
Kemudian dilakukan uji kejernihan yang bertujuan untuk memastikan bahwa larutan
infus bebas dari partikulat yang dapat terlihat secara visual. Pengujian ini diperiksa dengan
melihat wadah infuse pada latar belakang hitam dan putih, lalu disinari dari samping. Kotoran
berwarna akan nampak pada backgraound putih dan kotoran tidak berwarna akan terlihat pada
background hitam. Adapun hasil dari pengujian ini yaitu latar hitam(jernih) dan latar putih
( jernih). Dari hasil tersebut menunjukkan sediaan sesuai dengan literatur yang mana persyaratan
untuk uji kejernihan yaitu tidak ditemukan ada serat ataupun pengotor (Lachman,dkk.1994)
Setelah itu, dilakukan pengujian penetapan pH yang bertujuan untuk mengetahui pH dari
suatu sediaan infus dan untuk mengetahui kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah
ditentukan. Uji pH ini dilakukan dengan cara disiapkan sediaan infus manitol 5% yang sudah
jadi, kemudian dicek dan diamati dengan menggunakan pH universal, lalu dicatat hasilnya di
lembar kerja. Adapun hasil yang diperoleh pada pengujian ini yaitu diperoleh pH nya sebesar
9,8. hasil tersebut menunjukkan tidak sesuai dengan literatur. Yang mana persyaratan untuk pH
sediaan infus harus masuk pada rentang pH yakni 7,35-7,45 (Depkes RI, 1995) . Jika sediaan
cairan infus pH nya diatas 7 maka dapat menimbulkan terjadinya nekrosis (rusaknya sel
jaringan) dan hemolisa. Sedapat mungkin isohidris (pH larutan sama dengan pH darah,pH
fisiologis tubuh = 7,4) dan isotonis ( tekanan osmosis larutan sama dengan tekanan osmosis
cairan tubuh). Tujuan sediaan infus dibuat isotonis untuk meminimalkan trauma pada pembuluh
darah(Depkes RI, 1995)
Dan yang terakhir dilakukan pengujian stabilitas yang bertujuan untuk mengetahui suatu
sediaan memiliki kemampuan bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan, uji ini dilakukan dengan cara diinokulasi langsung kedalam
media perbenihan. Setelah itu, volume tertentu spesimen ditambah volume tertentu media uji,
inkubasi selama 7 hari, kemudian diamati perubahan-perubahan yang terjadi pada sediaan setelah
disimpan 7 hari suhu kamar. Dari pengujian tersebut diperoleh hasil bahwa tidak ada perubahan
warna ataupun lainnya. Dari hasil tersebut menunjukkan sesuai dengan literatur, yang mana uji
stabilitas yang baik yaitu tidak terjadi perubahan pada sediaan (Lachman,dkk. 1994 ). Stabil
artinya sediaan tidak mengalami degradai fisika ataupun kimia. Ketidakstabilan dapat dilihat dari
terjadi perubahan warna ataupun terjadi pengendapan. Faktor faktor yang dapat mempengaruhi
kestabilan suatu sediaan antara lain panas, cahaya, kelembapan, oksigen, pH mikroorganisme,
dan bahan-bahan tambahan yang dipergunakan dalam formula.
Keuntungan Sediaan Infus adalah Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat.Efek obat
dapat diramalkan dengan pasti.Biovaibilitas obat dalam traktus gastrointenstinalis dapat
dihindarkan.Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam keadaan koma.
Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan.
Kerugian Sediaan Infus Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan
berulang kali. Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut suntikKekeliruan
pemberian obat atau dosis hapir tidak mungkin diperbaiki terutama sesudah pemberian
intravena.Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktek
dokter oleh perawat yang kompeten.Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan
ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis dan bebas
partikel).
VIII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat dibuat kesimpulan bahwa :
1. Infus manitol mempunyai khasiat sebagai diuretik untuk memelihara fungsi ginjal pada
kasus gagal ginjal akut, untuk mengurangi tekanan intrakranial, memperlancar diuresis
dan ekskresi material toksik dalam urin.
2. Uji kebocoran diperoleh hasil ampul bocor.
3. Uji volume terpindahkan diperoleh hasil volume tetap.
4. Uji partikular diperoleh hasil tidak partikular.
5. Uji Kejernihan diperoleh hasil latar hitam (jernih) dan latar putih (jernih).
6. Uji penetapan pH diperoleh nilai pH 9,8
7. Uji Stabilitas diperoleh tidak adanya perubahan warna/ lainnya.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi ke 4. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia .

Depkes RI . 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia .

Depkes RI .1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta : Departemen Kesehatan Republik


Indonesia.

Depkes RI .2014.Farmakope Indonesia Edisi V.Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia .

Hadioetomo, R. S., 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek.Jakarta : PT. Gramedia.

Lachman, dkk , 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II.Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia .

Potter, P.A, Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik, Edisi 4.Volume 2, Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk. Jakarta:EGC .

Priyambodo, B., 2007. Manajemen Farmasi Industri.Yogyakarta : Global Pustaka Utama.

Syamsuni, H.A., 2006.Ilmu Resep.Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC .

Tjay dan Rahardja . 2007. Obat-Obat Penting . Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Voight, R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press .

Anda mungkin juga menyukai