Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


“Pembuatan Sediaan Infus Manitol 5%”

Disusun Oleh :

Nama : Nadia Aulia Oktaviani


Nim : 19.71.020981
Kelas Praktikum :6A

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-III FARMASI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pembuatan sediaan obat diawali dengan preformulasi bahan aktif sehingga data
mengenai bahan aktif harus lengkap, seperti pemerian, kelarutan, stabilitas terhadap cahaya,
pH, air/hidrolisis, dan udara/oksidasi serta dosis penggunaan. Oleh karena itu, dapat
diketahui permasalahan dan penyelesaian sediaan berdasarkan data-data preformulasi bahan
aktif untuk menjamin keberhasilan pembuatan sediaan.
Sediaan infus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen, sedapat
mungkin isotonis dengan darah yang disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume
yang relatif besar. Infus manitol digunakan untuk terapi maupun profilaksis oliguria pada
gagal ginjal akut, edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Infus cairan intravena
(intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui
sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan
cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Tujuan dari sediaan infus adalah memberikan atau
menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan
kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki
keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume komponen -komponen darah, memberikan
jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh, memonitor tekanan vena sentral
(CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan mengalami gangguan (Perry &
Potter., 2005).
Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung kevena
pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient
(biasanya glukosa), vitamin atau obat (Brunner & Sudarth, 2002). Terapi intravena adalah
pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat
menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk
metabolisme dan memberikan medikasi (Perry & Potter., 2005).
Tipe-tipe dari sediaan infus adalah
1. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan
sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah keosmolaritas tinggi),
sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami”
dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialysis) dalam terapi diuretik, juga pada
pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi
yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke
sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam
otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagiancair
dari komponen darah), sehingga terus berada di osmolaritas (tingkat kepekatan)
cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di
dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi
(kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko
terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif
dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normalsaline/larutan
garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik”
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu
menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan Hipotonik. Misalnya Dextrose
5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5% + NaCl 0,9%,
produk darah (darah), dan albumin. (Perry & Potter., 2005).

B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat memahami preformulasi sediaan infus manitol
2. Mahasiswa dapat merancang formula infus manitol 5 %
3. Mahasiswa dapat membuat infus manitol 5 % dalam skala laboratorium sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan.
4.
BAB II
LANDASAN TEORI

Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi - bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental
preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parental merupakan jenis
sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi - bagi, karena sediaan ini disuntikan
melalui kulit atau membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit
dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan - bahan
toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses
yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan
semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B.,
2007).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan
terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih
dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute :
intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal.
Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya
tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah
karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang
dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati -
hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa
diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf
terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang
dilarutkan, atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan,
mengemulsikan atau mensuspensikan sejumah obat kedalam sejumlah pelarut atau dengan
mengisikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda (DepKes.,
1979).
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas
dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya laruitan obat dalam air yang bisa diberikan
secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (DepKes., 1995).
Sediaan Injeksi Volume Besar adalah larutan produk obat yang disterilisasi akhir dan
dikemas dalam wadah dosis tunggal dengan kapasitas 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk
manusia. Parenteral volume besar meliputi infus intravena, larutan irigasi, larutan dialisis
peritonal & blood collecting units with antikoagulant (Ario Dewangga dan Vicky Sumarki
Budipramana, 2011).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, hal 10 larutan intravena volume besar adalah
injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100
mL.Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 ml yang diberikan melalui
intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat
terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama,
rasionya dalam tubuh adalah air 57%; lemak 20,8%; protein 17,0%; serta mineral dan glikogen
6%. Ketika terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk
mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit larutan untuk infus intravenous harus jernih dan
praktis bebas partikel (Lukas, Syamsuni, H.A., 2006).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III halaman 12, infus intravenous adalah sediaan
steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap
darah, disuntikkan langsung ke dalam vena, dengan volume relatife banyak. Kecuali dinyatakan
lain, infus intravenous tidak diperbolehkan mengandung bakteriasida dan zat dapar. Larutan
untuk infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel.
Injeksi volume besar atau injeksi yang dimaksudkan untuk pemberian langsung ke dalam
pembuluh darah vena harus steril dan isotonis dengan darah, dikemas dalam wadah tunggal
berukuran 100 mL - 2000 mL. Tubuh manusia mengandung 60 air dan terdiri atas cairan
intraseluler (di dalam sel), 40 yang mengandung ion-ion K+, Mg+, sulfat, fosfat, protein serta
senyawa organik asam fosfat seperti ATP, heksosa, monofosfat dan lain-lain. Air mengandung
cairan ekstraseluler (di luar sel) 20 yang kurang lebih mengandung 3 liter air dan terbagi atas
cairan intersesier (diantara kapiler) 15 dan plasma darah 5 dalam sistem peredaran darah serta
mengandung beberapa ion seperti Na+, klorida dan bikarbonat (Anief., 2008).
Menurut Anief tahun 2008 Injeksi dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Injeksi intrakutan atau intradermal (i.c)
Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikan sedikit
(0,1-0,2 mL). digunakan untuk tujuan diagnosa.
2. Injeksi subkutan atau hipoderma (s.c)
Umumnya larutan isotonus, jumlah larutan yang disuntikan tidak lebih dari 1
mL. Disuntikan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam “alveola”, kulit
mula-mula diusap dengan cairan desinfektan (etanol 70%). Dapat ditambahkan
vasokonstriktor seperti epinefrina 0,1% untuk melokalisir efek obat. Larutan
harus sedapat mungkin isotonus, sedangpH-nya sebaiknya netral, maksudkan
untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadi nekrosis
(mengendornya kulit). Jika tidak disuntikan secara infus, volume injeksi 3 Lt
sampai 4 Lt sehari, masih dapat disuntikkan secara subkutan dengan
penambahan hialuronidase ke dalam injeksi atau jika sebelumnya disuntik
hialuronidase.
3. Injeksi intramuscular (i.m)
Merupakan larutan atau suspense dalam air atau minyak atau emulsi.
Disuntikkan masuk otot daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4
mL. Penyuntikan volume besar dilakukan perlahan-lahan untuk mencegah rasa
sakit, sedapat mungkin tidak lebih dari 4 mL. Ke dalam otot dada dapat
disuntikkan sampai 200 mL, sedang otot lain volume yang disuntikkan lebih
kecil.
4. Injeksi intravenus (i.v)
Merupakan larutan, dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi
yang dapat bercampur dengan air, volume 1 mL sampai 10 mL.Larutan ini
biasanya isotonis atau hipertonis. Bila larutan hipertonis maka disuntikan
perlahan-lahan. Jika larutan yang diberikan banyak umumnya lebih dari 10 mL
disebut infus, larutan diusahakan supaya isotonus dan diberikan dengan
kecepatan 50 tetes tiap menit dan lebih baik pada suhu badan.Emulsi minyak-air
dapat diberikan, asal ukuran butiran minyak cukup kecil (emulsi mikro). Bentuk
suspensi atau emulsi makro tidak boleh diberikan melalui intravena.
5. Injeksi intraarterium (i.a)
Umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan non-iritan yang dapat
bercampur dengan air, volume yang disuntikan 1 mL sampai 10 mL dan
digunakan bila diperlukan efek obat yang segera dalam daerah perifer.
6. Injeksi intrakor atau intrakardial (i.k.d)
Berupa larutan, hanya digunakan untuk keadaan gawat, dan disuntikan ke dalam
otot jantung atau ventrikulus.
7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intradural
Berupa laturan harus isotonus, sebab sirkulasi cairan cerebropintal adalah
lambat, meskipun larutan anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonus.
Larutan harus benar-benar steril, bersih sebab jaringan syaraf daerah anatomi di
sini sangat peka.
8. Injeksi intrakulus
Berupa larutan atau suspense dalam air yang disunikan ke dalam cairan sendi
dalam rongga sendi.
9. Injeksi subkonjungtiva
Berupa larutan atau suspensi dalam air yang untuk injeksi selaput lendir mata
bawah, umumnya tidak lebih dari 1 mL.
10. Injeksi yang digunakan lain:
a. Intraperitoneal (i.p) disuntikkan langusng ke dalam rongga perut, penyerapan
cepat, bahaya infeksi besar dan jarang dipakai.
b. Peridural (p.d) ekstra dural, disuntikan ke dalam ruang epidural, terletak
diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang
belakang.
c. Intrasisternal (i.s) disuntikkan ke dalam saluran sumsum tulang belakang
pada otak.
Karakteristik fisikokimia larutan infus intravena yang paling umum digunakan dan
relevan secara klinik adh parameter aktivitas osmotik yg dinyatakan dalam terminologi
osmolalitas (jumlah osmol zat terlarut per kg pelarut), osmolaritas (jumlah osmol zat terlarut
perliter larutan), dan isotonisitas. Konsentrasi zat terlarut biasa dinyatakan dalam osmol atau
miliosmol. Osmolalitas larutan adalah jumlah osmol zat terlarut per kilogram pelarut
(mosmol/kg), sedangkan osmolaritas larutan adalah jumlah osmol zat terlarut per liter larutan
(mosmol/liter). Osmolalitas kurang lebih sama dgnosmolaritas pada larutan encer tapi tidak pada
larutan pekat. Osmolalitas normal plasma 280-295 mosmol/kg. (The Pharmaceutical Codex,
ed.12 hal 427)
Metode-metode cara sterilisasi menurut Farmakope Indonesia Edisi III, Sediaan di
sterilkan dengan cara berikut :
a. Pemanasan dalam otoklaf.
Sediaan yang aan disterilkan diisikan kedalam wadah yang cocok, kemudian
ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml, sterilisasi dilakukan
dengan uap air jenuh pada suhu 115o sampai 116o selama 30 menit. Jika volume dalam
tiap wadah lebih dari 100 m, waktu sterilisasi diperpanjang, hingga seluruh isi tiap wadah
berada pada suhu 115o sampai 116o selama 30 menit.
b. Pemanasan dengan bakterisida.
Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat dalam larutan
klorkresol P 0,2 %b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan bakterisida yang cocok
dalam Air untuk injeksi. Isikan kedalam wadah, kemudian ditutup kedap. Jika volume
dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 98o sampai 100o, selama 30
menit. Jika volume dalam wadah lebih 30 ml waktu sterilisasi diperpanjang, hingga
seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 980 sampai 100o selama 30 menit. Jika dosis
tunggal injeksi yang digunakan secara intravenous lebih dari 15 ml, pembuatan tidak
dilakukan dengan cara ini. Injeksi yang digunakan secara intrateka, intrasistema, atau
peridura tidak boleh dibuat dengan cara ini.
c. Penyaringan.
Larutan disaring melalui penyaring bateri steril, diisikan kedalam wadah akhir yang steril,
kemudian ditutup kedap menurut Teknik aseptic.
d. Pemanasan kering.
Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan kedalam wadah kemudian ditutup kedap atau
penutupan ini dapat bersifat sementara untuk mencegah cemaran. Jika volume dalam tiap
wadah tidak lebih dari 30 ml, panasan pada suhu 150o selama 1 jam. Jika volume dalam
tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu 1 jam dihitung setelah seluruh isi tiap wadah mencapai
suhu 150o. wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup kedap menurut Tenik
aseptic.
e. Teknik Aseptik.
Proses aseptic adalah cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang dapat
memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin.
Teknik aseptic dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan injeksi yang tidak dapat
dilakukan proses sterilisasi akhir, karena ketidak mantapan zatnya. teknik ini tidak mudah
diselenggarakan dan tidak ada kepastian bahwa hasil akhir sesungguhnya steril. Sterilitas hasil
akhir hanya dapat disimpulkan, jika hasil itu telah memenuhi syarat uji sterilitas yang tertera
pada Uji keamanan hayati. Teknik aseptic menjadi hal yang penting sekali diperhatikan pada
waktu melaukan sterilisasi menggunakan Cara sterilisasi C dan D sewaktu memindahkan atau
memasukan bahan steril ke dalam wadah akhir steril. Dalam hal tertentu untuk meyakinkan
terjadi cemaran atau tidak sewaktu memindahkan atau memasukkan cairan steril kedalam
wadah steril menggunakan cara ini. Perlu diuji dengan cara berikut : kedalam salah satu wadah
masukan medium biakan bakteri sebagai ganti cairan steril. Tutup wadah dan eramkan pada
suhu 32o selama 7 hari. Jika terjadi pertumbuhan kuman, menunjukan adanya cemaran yang
terjadi pada waktu memasukan atau memindahkan cairan kedalam wadah akhir. Dalam
pembuatan larutan steril menggunakan proses ini, obat steril dilarutan atau didispersikan dalam
zat pembaea steril, diwadahkan dalam wadah steril, akhirnya ditutup kedap untuk melindungi
terhadap cemaran uman. Semua alat yang digunakan harus steril. Ruangan yang digunakan
untuk melakukan pekerjaan ini harus disterilkan terpisah dan tekanan udaranya diatur positif
dengan memasukan udara yang telah dialirkan melalui penyaring bakteri. Lagi pula, pekerjaan
ini harus dilakukan dengan tabir pelindung atau dalam aliran udara steril. Pakaian pekerja harus
khusus dan steril, dilengkapi dengan penutup muka dan topi. (Farmakope Indonesia Edisi III)
BAB III
PROSEDUR KERJA
a. Formulasi
1. Bentuk sediaan dan volume sediaan :
2. Preformulasi bahan aktif dan eksipien : Pemerian, kelarutan, stabilitas
(suhu, pH, udara, cahaya), dosis, cara sterilisasi, penyimpanan/kemasan.
3. Formula :

No. Bahan Fungsi Jumlah dalam …mL

1. Manitol Zat Aktif 5% per 700 mL

2. NaCl Pengisotonis 0,0135% per 700 mL

3. NaOH Pengatur pH 0,25 mL

4. Aqua pro Injeksi Pelarut a.d 700 mL

Bahan aktif :
 Manitol (C 6 H 14 O6 )

Pemerian Serbuk kristal berwarna putih dan tidak berbau


atau granul mengalir bebas, rasa manis. (The
Handbook of Pharmaceutical Excipients hlm. 449)

Kelarutan Larut 1 dalam 5,5 air; larut 1 dalam 83 etanol


95%; larut 1 dalam 18 gliserin. (The Handbook of
Pharmaceutical Excipients hlm. 451)

Stabilitas
 Panas Serbuk kristal meleleh pada suhu 166-168ºC.
Stabil terhadap Panas (The Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th Ed 2009 hlm. 429)
 Hidrolisis Larutan manitol dalam air bersifat stabil, baik oleh
/ oksidasi dingin, asam/basa encer maupun oksigen dari
udara (tanpa kehadiran katalis). (The Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th Ed 2009 hlm. 429)
 Cahaya Manitol disimpan dalam wadah yang resisten
terhadap cahaya dan kedap udara, pada suhu
kamar. (International Journal of Pharmaceutics,
Wendy L. Hulse et. al., 2009)

 pH pH mannitol : 5,0-7,0
pH sediaan injeksi : 4,5-7,0 (Farmakope Indonesia
Ed V 2014 hlm 800)

Penyimpanan Dalam wadah yang tertutup rapat di tempat sejuk


dan kering (HOPE 6th, hlm 424).

Kesimpulan : Dibuat sediaan infus yang mengandung Manitol 5%

Bentuk zat aktif : Base

Bentuk sediaan : Infus

Cara sterilisasi sediaan : Metode panas lembab dengan autoklaf suhu


121 ºC selama 15 menit

Kemasan : Dalam wadah dosis tunggal, dari kaca atau plastic,


sebaiknya dari kaca tipe I atau tipe II (Farmakope Indonesia Ed. IV
hlm. 520)
 Carbo Adsorbens(Arang Jerap) (Farmakope Indonesia Ed IV, 1995 hlm.173)

Pemerian Serbuk halus, bebas dari butiran, hitam, tidak berbau,


tidak berasa.

Kelaruta Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol.


n

Fungsi Penjerap pirogen, menghilangkan pirogen dalam


sediaan.

Kemasan Dalam wadah tertutup baik

 Natrium Klorida (The Handbook of Pharmaceutical Excipients hlm. 637)

Pemerian Serbuk hablur putih atau kristal tidak


berwarna, mempunyairasa asin.

Kelarutan Sedikit larut dalam etanol


1: 250 dalam etanol 95%
1:10 dalam gliserin
1:2,8 dalam air
1:2,6 dalam air 100 ºC

Stabilitas
 Panas Tahan panas hingga suhu 804 ⁰C.
 Hidrolisis pH 6,7-7,3 pada larutan jenuh.

 Cahaya Harus terlindung dari cahaya.

Kesimpulan: Natrium klorida berfungsi sebagai pengisotonis, sangat


larut dalam air dan tidak tahan terhadap cahaya
Cara sterilisasi : Larutan yang mengandung natrium klorida dapat
disterilisasi akhir menggunakan autoklaf. Bila dalam bentuk
serbuk, maka disterilisasi dengan oven pada suhu 170⁰C selama 1
jam (The Pharmaceutical Codex, 1994 hlm. 164)

Kemasan :Disimpan dalam wadah yang terlindung dari cahaya,


kering dan tertutup rapat.

 Air Pro Injeksi (Farmakope Indonesia Ed. IV, 112-113)

Pemerian Air untuk injeksi yang disterilisasi dan


dikemas dengan cara yang sesuai, tidak
mengandung bahan antimikroba atau bahan
tambahan lainnya. Cairan jernih, tidak
berwarna, tidak berbau

Kelarutan Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya.

Stabilitas
 Panas Tahan panas hingga suhu 804 ⁰C.
 Hidrolisis pH 6,7-7,3 pada larutan jenuh.

 Cahaya Harus terlindung dari cahaya.

Kesimpulan: Air dapat bereaksi dengan obat atau eksipien lain yang
dapat terhidrolisis. Air dapat bereaksi dengan logam alkali dan
secara cepat dengan logam alkali tanah dan oksidanya, seperti
kalium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan
garam anhidrat untuk membentuk hidrat dengan berbagai
komposisi dengan material organik tertentu. (Handbook of
Pharmaceutical Excipients hlm. 802-806)

Bentuk sediaan : Infus


Cara sterilisasi sediaan : Metode panas lembab dengan autoklaf suhu
121 ºC selama 15 menit

 Natrium hidroksida (Farmakope Indonesia Ed. IV, 589-590)

Pemerian Massa putih atau praktis putih, tersedia dalam


bentuk pellet, serpihan atau batang, atau bentuk
lain.

Kelarutan 1:7,2 dalam etanol;


Tidak larut dalam eter;
Larut dalam gliserin;
1: 4,2 dalam metanol;
1:0,9 dalam air;
1:0,3 pada 100°C.

Stabilitas Stabil terhadap suhu. Padatan NaOH sebaiknya


Hidrolisis disimpan dalam tempat sejuk. Bersifat higroskopis
sehingga dapat mengikat karbondioksida dan air
dari udara. Padatan NaOH sebaiknya disimpan
dalam tempat kering.
1. Formula :

Jumlah dalam
No. Bahan Fungsi
700 mL
1. Manitol Zat aktif 5%
2. Karbon aktif Penyerap pirogen q.s.
3. NaOH Pengatur pH 0,25 mL
4. NaCl Pengisotonis 0,0135%
5. Aqua Pro Injeksi Pelarut ad 700 mL

Perhitungan tonisitas dan osmolaritas

 Tonisitas :
Tonisitas mannitol 5% = %kadar (m) x E
= 5% x 0,1773

= 0,8865%

Dengan demikian:

Jumlah NaCl yang ditambahkan supaya sediaan isotonis

= (0,9 - 0,8865)% = 0,0135%

= 0,0135 g dalam 100 mL

 Osmolaritas
g
bobot zat ( )
Osmolaritas mannitol = L
x 1000 x Jumlah ion
bobot molekul
50 g /l
= x 1000 x Jumlah ion
182,17
= 274,469 mOsmol/L
g
bobot zat ( )
Osmolaritas mannitol = L
x 1000 x Jumlah ion
bobot molekul
0,135 g /l
= x 1000 x Jumlahion
58,44
= 4,620 mOsmol/L

Total osmolaritas = 274,469 mOsmol/L + 4,620 mOsmol/L

= 279,089 mOsmol/L

*(270-328 mOsmol/L = Isotonis)

Kesimpulan :
Sediaan bersifat hipo-iso-hipertonis : isotonis
Perhatian yang harus dicantumkan dalam informasi obat : -
a. Penimbangan Bahan

No. Bahan Jumlah yang ditimbang

1. Manitol 36,75 g

2. NaCl 94,5 mg

3. Karbon aktif 1,5 g dan 0,7 g

4. NaOH 0,1 N 0,25 mL

5. Aqua pro injeksi a.d 700


BAB IV
HASIL PENGAMATAN
1. Menurut (Kavanagh,et all., 2020) Metode atau cara lain yang dapat digunakan
dalam membuat sediaan infus manitol beserta formulanya :

Metode Formula (w/

Cambrigde Structural Database Manitol (20%)


(CSD) Analysis Manitol/Sorbitol (10%/10%)
Manitol/Glycerol (10%/5%)
Manitol/NaCl (7,54%/2%)

Continuous Cooling Experiments Manitol (20%)


Manitol/Sorbitol (10%/10%)
Manitol/Glycerol (10%/5%)
Manitol/NaCl (7,54%/2%)

Powder X-ray Diffraction (PXRD) Manitol (20%)


Manitol/Sorbitol (10%/10%)
Manitol/Glycerol (10%/5%)
Manitol/NaCl (7,54%/2%)

Differential Scanning Calorimetri Manitol (20%)


(DSC) Manitol/Sorbitol (10%/10%)
Manitol/Glycerol (10%/5%)
Manitol/NaCl (7,54%/2%)

Equilibrium Solubility Measurements Manitol (20%)


Manitol/Sorbitol (10%/10%)
Manitol/Glycerol (10%/5%)
Manitol/NaCl (7,54%/2%)

2. Identifikasi berbagai permasalahan yang dapat muncul dalam proses pembuatan


sediaan steril infus dan solusi untuk mengatasinya.
Permasalahan Cara mengatasi

pH tidak sesuai dengan pH Menambahkan bahan pengatur pH pada sediaan


cairan tubuh infus sampai pH mencapai 7,4.

Sediaan steril tidak boleh Pirogen adalah hasil metabolisme dari


mengandung pyrogen dan mikroorganisme yang menyebabkan demam.
isotonis Ditambahkan norit 0,1% pada saat pembuatan agar
terbebas dari pirogen. Sediaan steril harus isotonis
karena apabila larutan hipertonis maka sel/jaringan
akan mengembang. Batas yang diijinkan 0,7%-
1,4% NaCl.

Tidak boleh hipotonis Jika larutan hipotonis diinjeksikan kedalam darah


maka air akan melintasi membrane semi permeable
akibatnya akan terjadi peningkatan volume dalam
darah (hemolysis). Maka sediaan infus harus ada
bahan pengisotonis.

Sediaan belum / tidak steril Sterilisasi sediaan infus mannitol 5% dengan


menggunakan sterilisasi dengan uap bertekanan
(autoklaf) dengan suhu 121ºC selama 15 menit

3. Pengertian osmosis, isotonis, hipertonis, hipotonis :

Penjelasan

Osmosis Osmosis adalah peristiwa difusi atau perpindahan pelarut


dari suatu larutan lebih encer atau pelarut murni ke larutan
yang lebih pekat melalui membran semipermeabel. Supaya
kamu lebih paham, coba perhatikan gambar di bawah ini.
Pada gambar tersebut ada dua wadah yang diisi air murni
(A) dan suatu larutan (B). Keduanya dipisahkan oleh
membran semipermeabel yang hanya bisa dilalui oleh
molekul air saja. (Edra, Rabia. 2017)

Isotonis Isotonis adalah suatu keadaan pada saat tekanan osmosis


larutan obat sama dengan tekanan osmosis cairan tubuh kita
(darah, air mata) (Ilmu resep, hal. 203)

Hipertonis Hipotonis adalah tekanan osmosis larutan obat lebih kecil


daripada tekanan osmosis cairan tubuh, jika larutan injeksi
yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan
diserap dan masuk kedalam sel, akibatnya sel akan
mengembang dan peeah, dan keadaan ini bersifat tetap, Jika
yang peeah itu sel darah merah, disebut "haemolisis".
Pecah sel ini akan dibawa aliran darah dan dapat
menyumbat pembuluh darah yang Kecil. Keadaan hipotonis
adalah jika nilai B positif; maka b, C < 0,52. (Ilmu resep,
hal. 202 – 203)

Hipertonis Hipertonis adalah tekanan osmosis laruitan obat lebih besar


daripada tekanan osmosis iran tubuh. Jika larutan injeksi
hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik luar dari
sel sehingga sel akan mengerut, tetapi keadaan ini bersifat
sementara dan idak akan menyebabkan kerusakan sel
tersebut. Keadaan hipertonis adalah jika nilai B negatif;
maka b,c > 0,52 (IImu resep, hal. 202 – 203)

4. Alasan penggunaan aqua pro injeksi sebagai pelarut :


Aqua Pro Injection biasa digunakan sebagai pelarut bagi sediaan yang akan
dimasukkan kedalam tubuh melalui jalur pemberian parenteral (tanpa melalui rongga
mulut) yang mencakup pemberian secara infus, injeksi (suntik) baik pada otot
(intramuskular), pembuluh darah (intravena), maupun jaringan bawah kulit (subkutan),
serta tetes mata. Hal ini dikarenakan sediaan yang diberikan melalui rute tersebut harus
dalam keadaan steril (bebas dari pengotor seperti bakteri, pirogen/benda yang
menyebabkan demam, virus, protozoa, serta pengotor lainnya) serta memiliki rentang
kadar keasaman yang sesuai dengan tujuannya (Yuliana,2011)

5. Apa fungsi dari karbon aktif dalam proses pembuatan sediaan infus ?
Fungsi dari karbon aktif yaitu penjerap pirogen, menghilangkan pirogen dalam
sediaan. Menurut (Smisek, et all., 1970 dalam Sunan, Insan., dkk. 2009) salah satu cara
untuk menghilangkan atau mengurangi pyrogen dari larutan injeksi intravena yaitu
dengan penyerapan menggunakan karbon aktif. Karbon aktif atau arang jerap adalah
karbon yang diperoleh dengan cara karbonisasi dan aktivitas bahan organic.
BAB V
PEMBAHASAN

Infus adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi tipe M/A, atau suspensi dengan ukuran
partikel tidak lebih dari 5 mikron yang diberikan secara intravena, merupakan dosis tunggal
dimana larutan dikemas dalam wadah gelas/plastik dengan volume 100 – 1000 ml, disyaratkan
harus steril, bebas pirogen, bebas partikulat, isotonis dengan darah, digunakan pada gangguan
keseimbangan cairan elektrolit tubuh serta penyiapan nutrisi dasar.Infus adalah sediaan steril
berupa larutan atau emulsi yang bebas pyrogen dan harus isotonis terhadap darah. Infus
merupakan metode pemberian cairan dan obat yang dilakukan langsung melalui pembuluh
darah. Cairan yang diberikan melalui infus dapat berfungsi sebagai cairan pemeliharaan ataupun
cairan resusitasi. Cairan infus (intravenous fluid) tersimpan di dalam sebuah kantong atau botol
steril yang akan dialirkan melalui selang menuju pembuluh darah. Jenis dan jumlah cairan yang
digunakan akan bergantung kondisi pasien, ketersediaan cairan, dan tujuan pemberian cairan
infus. Cairan infus tidak diperbolehkan mengandung bakterisida dan zat dapar. Sediaan infus
harus dalam keadaan jernih dan bebas partikel.
Dalam pembuatan sediaan infus mannitol harus dilakukan secara steril bebas dari
mikroorganisme hidup atau pathogen maupun non pathogen, baik dalam bentuk vegetative atau
spora karena sediaan ini berhubungan langsung dengan tubuh. Sediaan infus harus bebas
pyrogen karena dapat menimbulkan demam. Infus yang baik tidak boleh menyebabkan iritasi
jaringan dan efek toksis. Sediaan infus harus isohidris, memiliki pH larutan sama dengan darah
dan cairan tubuh lain dengan pH 7,4. Sediaan infus haris isotonis yang mana mempunyai
tekanan osmosis yang sama dengan darah atau cairan tubuh yang lain seperti darah, air mata,
cairan lumbai dengan tekanan osmosis larutan NaCl 0,9%.
Sediaan infus berbahan aktif manitol dalam dunia kesehatan di gunakan untuk
mengurangi tekanan dalam kepala karena pembekakan di otak. Obat di injeksikan kedalam
sediaan infus bertujuan untuk mempercepat penyerapan obat ke dalam aliran darah. Obat akan
bekerja lebih optimal untuk mengatasi kondisi pasien. Dalam sediaan infus terdapat berbagai
bahan yang memiliki fungsi yang berbeda-beda. Tentu saja kandungan utama sediaan infus
adalah bahan aktif. Bahan aktif yang digunakan kali ini adalah mannitol dengan kadar 5%.
Apabila sediaan infus dalam keadaan hipertonis atau hipotonik, akan membahayakan bagi
tubuh. Apabila sediaan infus bersifat hipotonis akan menimbulkan hemolysis pada sel darah
merah sedangkan apabila sediaan infus hipertonis pada sistem tubuh cenderung menarik air dari
jaringan tubuh membawa kedalam larutan yang menyebabkan sel darah mera menarik pada
alirannya.NaCl atau natrium klorida dengan kadar 0,0135% didalam sediaan sebagai
pengisotonis. NaOH dengan konstrasi 0,1 N sebanyak 0,25 mL yang berguna untuk mengatur
pH sediaan. Pelarut yang digunakan dalam sediaan infus harus aqua pro injeksi karena pelarut
ini bebas pyrogen. Tujuan dibuatnya sediaan infus untuk mendapatkan mula kerja obat yang
cepat dan mendapat efek pasti, biovaibilitas obat dalam tractus gastrointenstinalis dapat
dihindarkan, obat dapat diberikan kepada pasien yang dalam keadaan koma, dan mencegah
kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal.
Umumnya infus disterilisasi akhir dengan autoklaf, jika ada bahan tidak tahan suhu autoklaf
maka sterilisasi akhir dengan radiasi gamma (jika tahan radiasi gamma) tetapi bila tidak tahan
radiasi gamma maka sterilisasi akhir dengan filtrasi. Untuk mengurangi bioburden, alat & semua
bahan disterilkan dgn cara sterilisasi yg sesuai dan proses aseptik, baik untuk sterilisasi filtrasi
maupun sterilisasi akhir dengan autoklaf/radiasi gamma. Berdasarkan stabilitas bahan dasar
infus mannitol 5% sterilisasi akhir yang digunakan adalah dengan metode panas basah.
BAB VI
PENUTUP

Sediaan infus adalah sediaan yang steril bebas dari pyrogen, pathogen atau
mikroorganisme. Sediaan infus harus isotonis supaya mudah diserap tubuh dan tidak
menyebabkan efek yang membahayakan tubuh. Sediaan infus harus memiliki pH 7,4. Oleh
karena itu sediaan infus harus terdiri dari bahan tambahan atau eksipien yang berperan sebagai
pengisotonis, pengatur pH, dan pelarut yang bebas pyrogen dan partikel. Sediaan infus harus
melalui proses sterilisasi akhir guna menghilangkan mikroorganisme yang hidup pada sediaan.
Metode yang dapat digunakan dalam mensterilkan sediaan infus yaitu, metode panas
basah(autoklaf), pemanasan dengan bakterisida, penyaringan, pemanasan kering, dan teknik
aseptik.
DAFTAR PUSTAKA

Suprapto Ma’at. 2009. Sterilisasi dan Disinfeksi. Surabaya: Airlangga University Press.

DepKes., 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

DepKes., 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Lukas, Syamsuni, H.A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Potter, P.A, Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik, Edisi 4. Volume 2, Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk. Jakarta : EGC

Priyambodo, B., 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta : Global Pustaka Utama.

Kavanagh, oisin.,et all. 2020. Formulating a Stable Mannitol Infusion while Maintaining
Hyperosmolarity. Jurnal. MDPI.

Muslailati. 2014. Osmosis Pada Tumbuhan. Universitas Andalas : Padang.

Negara, Sandy P.P., et all. 2018. Formulasi Teknologi Sediaan Steril : Infus NaCl. Laporan
Resmi. Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah : Tangerang.

Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Kedokteran EGC : Jakarta.

Yuliana. 2011. Injeksi Pelarut Air. Universitas Gajah Mada : Yogyakarta.

Sunan, Insan., dkk. 2009. Pengaruh Penggunaan Karbon Aktif Terhadap Kadar Endotoksin
dalam Sediaan Injeksi Intravena Glukosa. Jurnal. Universitas Padjajaran:
Jatinangor

Anda mungkin juga menyukai