Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknologi sediaan adalah cara memformulasi atau merancang suatu obat
menjadi bentuk sediaan dengan menggunakan teknologi. Sediaan obat adalah
bentuk sediaan yang mengandung zat aktif yang siap digunakan (dikonsumsi).
Berdasarkan bentuknya, sediaan obat yang beredar dibedakan dalam empat
golongan yaitu : sediaan cair, sediaan padat, sediaan semi padat, dan sediaan
gas. Perkembangan teknologi menyebabkan obat tidak lagi dikonsumsi dalam
bentuk zat murninya.
Obat yang beredar dimasyarakat tertentu tidak lepas dari kemungkinan
kesalahan pada waktu pengolahan atau kerusakan pada waktu penyimpanan
dan pendistribusian. Oleh karena itu, untuk menjaga kestabilan zat aktif dalam
pembuatan sediaan obat diberi zat tambahan yang disebut eksipien.
Penggunaan suatu eksipien dalam sediaan farmasi dilakukan berdasarkan
karakteristiknya, contohnya eksipien untuk tablet enteric harus memiliki sifat
yang tahan terhadap pH lambung, sedangkan untuk sediaan gel diperlukan
eksipien yang memiliki daya menyerap air dan mengembang baik agar
didapatkan sifat gel yang baik. Pemahaman terhadap karakteristik tiap
eksipien sangat penting dalam suatu tahap formulasi.
Bentuk sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung
satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium
yang homogen pada saat di aplikasikan. Sediaan cair atau liquid lebih banyak
di minati oleh kalangan anak-anak dan lanjut usia karena lebih mudah di
konsumsi. Sediaan cair memiliki keunggulan dalam hal kemudahan pemberian
obat dan dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan pengaturan dosis lebih
mudah di variasi dengan penggunaan sendok takar.
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang
terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak
akan terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran

1
cairan polar dan cairan non polar. Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari
adalah susu, di mana lemak terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung
kasein suatu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi. Beberapa contoh
emulsi yang lain adalah pembuatan es krim, sabun, deterjen, yang
menggunakan pengemulsi gelatin.
Suspensi adalah sediaaan yang mengandung bahan obat padat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang
terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila dikocok
perlahan endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat ditambahkan zat
tambahan untuk menjamin stabilitas tetapi kekentalan suspensi harus
menjamin sediaan mudah dikocok dan dituang. Dalam pembuatan suspensi
penggunaan surfaktan (wetting agent) adalah sangat berguna dalam penurunan
tegangan antara muka antara partikel padat dan cairan pembawa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi eksipien?
2. Apakah peran dan contoh ekspien dalam sediaan cair?
3. Apakah fungsi eksipien dalam suatu formula sediaan cair?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi eksipien
2. Untuk mengetahui peran dan contoh ekspien dalam sediaan cair
3. Untuk mengetahui fungsi eksipien dalam suatu formula sediaan cair

1.4 Manfaat
Manfaat eksipien dalam memproduksi sediaan farmasi tidak kalah
pentingnya dari zat aktif, karena dapat memberikan nilai tambahan pada
sediaan, tidak hanya pada tampilan fisiknya saja tetapi juga pada sifat
lepasnya obat yang berdampak positif pada efek terapi obat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bentuk sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung


satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang
homogen pada saat di aplikasikan. Sediaan cair atau liquid lebih banyak di minati

2
oleh kalangan anak-anak dan lanjut usia karena lebih mudah di konsumsi. Sediaan
cair memiliki keunggulan dalam hal kemudahan pemberian obat dan dosis yang
diberikan relatif lebih akurat dan pengaturan dosis lebih mudah di variasi dengan
penggunaan sendok takar.

Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase


cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas.
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak
stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan yaitu air
dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi (emulgator) yang
merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil.
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar
memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin,
sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera
(emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau
buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya
merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).

Suspensi merupakan campuran heterogen antara fase terdispersi dalam


medium pendispersi. Secara umum, fase terdispersi adalah padatan, sedangkan
medium pendispersinya adalah air. Dalam sistem suspensi dapat dibedakan antara
zat terdispersi dan medium pendispersi. Fase terdispersi dalam bentuk padatan
dengan ukuran besar akan terlihat tersebar dalam medium air. Oleh karena ukuran
zat terdispersi besar, fase air tidak mampu lagi menahannya. Oleh karena itu, zat
terdispersi akan mengendap. Ukuran zat terdispersi dalam suspensi lebih dari 10
pangkat -5 cm. Dengan penyaringan biasa, zat terdispersi dapat disaring. Jadi,
suspensi adalah dispersi padatan dengan bentuk fisik heterogen (Syamsuni, 2006).

Eksipien (zat tambahan) merupakan bahan selain zat aktif yang


ditambahkan dalam formulasi suatu sediaan untuk berbagai tujuan atau fungsi.
Bahan tambahan bukan merupakan bahan aktif, namun secara langsung atau tidak

3
langsung akan berpengaruh pada kualitas atau mutu sediaan yang dihasilkan.
Beberapa kriteria umum yang esensial untuk eksipien yaitu : netral secara
fosiologis, stabil secara fisika dan kimia, memenuhi peraturan perundangan, tidak
mempengaruhi bioavaiabilitas obat, bebas dari mikroba patogen dan tersedia
dalam jumlah yang cukup dan murah (Ansel, 1989).

Eksipien farmasetika adalah bahan (substansi) yang terdapat dalam proses


pembuatan sediaan yang tidak memiliki aktivitas farmakologi atau terdapat dalam
produk obat jadi (finished pharmaceutical product dosage form) (Voight, 1994).

Eksipien atau bahan penolong adalah materi yang terdapat dalam obat
namun tidak memiliki zat aktif. Fungsinya adalah sebagai pembawa atau pelarut
zat aktif sehingga memungkinkan penyampaian obat. Eksipien meningkatkan
kualitas fisik obat dengan mempengaruhi transport obat dalam tubuh, mencegah
kerusakan sebelum sampai ke sasaran, meningkatkan kelarutan dan
bioavailabilitas, meningkatkan stabilitas obat, menjaga pH dan osmolaritas,
menstabilkan emulsi,mencegah disosiasi zat aktif dan memperbaiki penampilan
sediaan (Rowe Raymond, 2009).

Eksipien penting karena untuk keamanan, mempermudah proses


pembuatan dan berdampak pada kualitas produk. Interaksi eksipien dan zat aktif
akan memberikan implikasi terhadap stabilitas produk terutama jika terdapat air,
produk jadi, proses pelepasan obat, mempengaruhi aktivitas terapeutik zat aktif
dan mempengaruhi profil efek samping zat aktif (Voight, 1994).

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Eksipien

4
Eksipien (zat tambahan) merupakan bahan selain zat aktif yang
ditambahkan dalam formulasi suatu sediaan untuk berbagai tujuan atau fungsi.
Bahan tambahan bukan merupakan bahan aktif, namun secara langsung atau
tidak langsung akan berpengaruh pada kualitas atau mutu sediaan yang
dihasilkan. Beberapa kriteria umum yang esensial untuk eksipien yaitu : netral
secara fosiologis, stabil secara fisika dan kimia, memenuhi peraturan
perundangan, tidak mempengaruhi bioavaiabilitas obat, bebas dari mikroba
patogen dan tersedia dalam jumlah yang cukup dan murah.
Eksipien farmasetika adalah bahan (substansi) yang terdapat dalam
proses pembuatan sediaan yang tidak memiliki aktivitas farmakologi atau
terdapat dalam produk obat jadi (finished pharmaceutical product dosage
form). Eksipien dapat mempengaruhi :
a. Mempengaruhi transport obat dalam tubuh
b. Mencegah obat rudak sebelum sampai ke target
c. Meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas
d. Meningkatkan stabilitas obat
e. Menjaga pH dan osmolaritas
f. Sebagai antioksidan dan penstabil emulsi
g. Sebagai propelan dalam aerosol
h. Mencegah disosiasi zat aktif
i. Memperbaiki penampilan sediaan

Eksipien penting karena untuk keamanan, mempermudah proses


pembuatan dan juga berdampak pada kualitas produk. Interaksi eksipien dan
zat aktif akan memberikan implikasi terhadap stabilitas produk terutama jika
terdapat air, produk jadi, proses pelepasan obat, mempengaruhi aktivitas
terapeutik zat aktif dan empengaruhi profil efek samping zat aktif. Sifat
fungsional eksipien yang dapat diperbaiki :

a. Meningkatkan laju alir


b. Kompressibilitas
c. Penghomogenisasian massa
d. Meningkatkan kelarutan
e. Meningkatkan sensitifitas lubrikan
f. Sebagai superdisintegran
g. Mengubah profil laju disolusi

3.2 Pengertian Suspensi

5
Suspensi merupakan campuran heterogen antara fase terdispersi dalam
medium pendispersi. Secara umum, fase terdispersi adalah padatan, sedangkan
medium pendispersinya adalah air. Dalam sistem suspensi dapat dibedakan
antara zat terdispersi dan medium pendispersi. Fase terdispersi dalam bentuk
padatan dengan ukuran besar akan terlihat tersebar dalam medium air. Oleh
karena ukuran zat terdispersi besar, fase air tidak mampu lagi menahannya.
Oleh karena itu, zat terdispersi akan mengendap. Ukuran zat terdispersi dalam
suspensi lebih dari 10 pangkat -5 cm. Dengan penyaringan biasa, zat
terdispersi dapat disaring. Jadi, suspensi adalah dispersi padatan dengan
bentuk fisik heterogen.

Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Suspensi

A. Kecepatan Sedimentasi (Hk. Stokes)

Untuk sediaan farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai


sebagai pegangan supaya suspensi stabil, tidak cepat mengendap, maka :
Perbedaan antara fase terdispersi dan fase pendispersi harus kecil, dapat
menggunakan sorbitol atau sukrosa. BJ medium meningkat.Diameter
partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan blender / koloid mill
Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent. Misal

1. Bahan pensuspensi alam dari jenis gom sering disebut


gom/hidrokoloid. Acasia (pulvis gummi arabici), Chondrus,
Tragacanth, Algin), Suspending agent dari alam bukan gom adalah
tanah Iiat (Tanah liat yang sering dipergunakan untuk tujuan
menambah stabilitas suspensi ada 3 macam yaitu bentonite, hectorite
dan veegum).

2. Bahan pensuspensi sintetis

6
a. Derivat selulosa termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa
(methosol, tylose), karboksi metil selulosa (CMC), hidroksi metil
selulosa.

b. Golongan organik polimer yang paling terkenal dalam kelompok


ini adalah Carbophol 934 (nama dagang suatu pabrik)

B. Pembasahan Serbuk

Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai wetting agent


atau surfaktan, misal : span dan tween.

3.3 Pengertian Emulsi


Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase
cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas.
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak
stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan yaitu
air dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi (emulgator)
yang merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi
yang stabil. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling
penting agar memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA,
tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan).
Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak
lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur

3.4 Fungsi Eksipien Dalam Suatu Formula Sediaan Cair


1. Pelarut
Pelarut (solvent) pada umumnya adalah zat yang berada pada
larutan dalam jumlah yang besar, sedangkan zat lainnya dianggap sebagai

7
zat terlarut (solute). Pelarut merupakan suatu zat yang digunakan untuk
melarutkan zat farmasi lain atau suatu obat dalam preparat larutan. Pelarut
yang dipakai adalah aquadest dan propilen glikol. Aquadest adalah cairan
yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
Sedangkan propilen glikol merupakan cairan kental, jernih, tidak
berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau. dapat bercampur dengan air,
aseton, kloroform, larut dalam eter, dan dalam beberapa minyak esensial,
tidak dapat bercampur dengan minyak lemak. Propilen glikol banyak
digunakan sebagai pelarut dan pembawa khususnya untuk zat-zat yang
yang tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Dalam kondisi biasa,
propilen glikol stabil dalam wadah yang tertutup baik dan juga merupakan
suatu zat kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air, atau alkohol.
Propilen glikol secara umum merupakan pelarut yang lebih baik
dari gliserin dan dapat melarutkan berbagai bahan, seperti kortikosteroid,
fenol, obat-obatan sulfa, barbiturat, vitamin A dan D, alkaloid. Propilen
glikol memiliki kekurangan yaitu mudah menguap.
2. Pembawa
Zat pembawa merupakan bahan yang digunakan sebagai pembawa
untuk suatu zat. Zat pembawa dalam sediaan obat dapat digolongkan
sebagai berikut :
a. Pembawa Anorganik
Contoh : Bolus, Kalsium Karbonat, MgO, NaHCO3, Talkum
b. Pembawa Organik
Contoh : Fruktosa, Glukosa, Laktosa, Sakarosa, Sorbitol, Amylum
c. Larutan Pembawa
Contoh : Aseton, Etanol, Benzen, Kloroform, Eter, Asam Asetat,
Isopropanol, Metanol, Metilen Klorida, Karbon Tetra Klorida, Air.

3. Anticaplocking Agent
Untuk mencegah kristalisasi gula pada daerah leher botol
(caplocking), maka umumnya digunakan alkohol polyhydric seperti
sorbitol, gliserol, atau propilenglikol. Yang paling umum digunakan adalah
sorbitol sebanyak 15-30 %.

4. Flavouring Agent

8
Flavour digunakan untuk menutupi rasa tidak enak dan membuat
agar obat dapat diterima oleh pasien terutama anak-anak. Dalam pemilihan
pewangi harus dipertimbangkan, untuk siapa obat diberikan dan berapa
usia pengkonsumsinya. Anak-anak lebih menyukai rasa manis atau buah-
buahan sedangkan orang dewasa lebih menyukai rasa asam. Pertimbangan
untuk pemilihannya :
a. Harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup
b. Disesuaikan dengan tujuan pemberian

Yaitu untuk anak-anak atau dewasa, juga berhubungan dengan zat


pewarna yang digunakan Flavour seperti asam sitrat, garam, dan
monosodium glutamate kadang-kadang juga digunakan. Ada juga yang
sudah khusus dikombinasikan dengan obat antasid. Flavouring agent dapat
tidak stabil secara kimiawi karena dapat beroksidasi, reduksi, hidrolisis,
dan adanya pengaruh pH. Konsentrasi yang digunakan yaitu qs. Selain itu,
perlu diperhatikan stabilitas flavouring agent dan konsentrasi terhadap
pembawa.

5. Zat Pewarna
Zat pewarna ditambahkan ke dalam sediaan oral cair untuk
menutupi penampilan yang tidak menarik atau meningkatkan penerimaan
pasien. Zat warna yang ditambahkan harus sesuai dengan flavour sediaan
tersebut. Zat warna harus nontoksik, non-iritan, dan dapat tersatukan
dengan zat aktif serta zat tambahan lainnya. Dalam pemilihan zat warna
harus dipertimbangkan juga masalah:
a. Kelarutan larut dalam air.
b. Stabilitas warnanya stabil pada kisaran pH, di bawah cahaya yang
intensif dan masa penyimpanan.
c. Ketercampuran tidak bereaksi dengan komponen lain.
d. Konsentrasi zat warna dalam sediaan

Zat warna yang dignakan adalah zat warna yang diizinkan untuk
obat oral Kebanyakan pewarna yang biasa digunakan pada sediaan farmasi
mempunyai Nomor E dan Nomor FD & C. Contoh : Tartrazine (E 102 dan
FD & C yellow no 5) dan Citrus red no 2.

9
6. Pengawet
Pada umumnya sediaan suspensi dan emulsi merupakan sediaan
dengan dosis berulang (multiple dose), sehingga terdapat kemungkinan
yang sangat besar mengalami kontaminasi mikroorganisme. Oleh sebab
itu, diperlukan pengawet yang merupakan salah satu bahan pembantu yang
ditambahkan, untuk mengurangi kontaminasi mikroorganisme. Adanya
mikroorganisme di dalam sediaan akan mempengaruhi stabilita sediaan
atau potensi zat aktif.
Pengawet yang sering digunakan antara lain :
a. Metil atau propil paraben (2:1 ad 0,1 – 0,2 % total)
b. Asam benzoate atau Na-benzoat
Natrium benzoat berupa granul atau serbuk hablur berwarna putih,
tidak berbau atau praktis tidak berbau dan stabil di udara. Natrium
benzoat mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih
mudah larut dalam etanol 90 %. Kekurangan pengawet natrium
benzoate yaitu mengandung gula dengan konsentrasi tinggi.
Sedangkan kelebihannya yaitu sebagai anti mikroba yang optimum
pada pH 2,5 - 4,0.
c. Chlorbutanol atau chlorekresol
d. Senyawa amonium (amonium klorida kuarterner) → OTT dengan
metil selulosa.

7. Antioksidan
Antioksidan di dalam sediaan larutan berfungsi sebagai proteksi
terhadap bahan aktif yang mudah teroksidasi oleh oksigen. Antioksidan
yang ideal bersifat: nontoksik, noniritan, efektif pada konsentrasi rendah
(pada kondisi tertentu penggunaan dan penyimpanan), larut dalam fase
pembawa, stabil, tidak berbau dan tidak berasa. Contoh antioksidan adalah
:
a. Asam askorbat (pH stabilitas 5,4 ; penggunaan 0,01-0,1% b/v)
b. Asam sitrat 0,3-2,0% sebagai sequestering agent dan antioxidant
sinergist
c. Na-metabisulfit 0,01–1,0% b/v untuk formulasi sediaan oral,
parenteral, topikal.
8. Pemanis (Sweetening Agent)

10
Pemanis yang umum digunakan adalah glukosa, sukrosa dan madu.
a. Sukrosa
Sukrosa berupa hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur,
berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis,
stabil diudara, larutannya netral. Sangat mudah larut dalam air, lebih
mudah larut dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut
dalam kloroform dan dalam eter.
Membentuk larutan tidak berwarna yang stabil di ph 4-8,
konsentrasi tinggi memberikan rasa manis yang dapat menutupi rasa
pahit atau asin dari beberapa senyawa obat, tidak dapat meningkatkan
viskositas, tapi memberi tekstur yang menyenangkan di mulut.
Pemakaian sukrosa sering dikombinasikan dengan sorbitol, gliserin,
dan poliol yang lain untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kristal
gula dalam penyimpanan. Namun kekurangannya adalah, pada obat
yang bergula yang digunakan dalam jangka waktu lama pada anak-
anak bisa merusak gigi.
b. Sorbitol, manitol, xytol
c. Pemanis sintetik yang sering digunakan yaitu :
1. Garam Na dan Ca dari sakarin
Sakarin larut diair, stabil pada range pH yang luas. Dosis
kecil bisa memberikan rasa manis. Kadar kemanisan 250-500 kali
sukrosa, penggunaan terbatas karena memberikan rasa pahit
setelah pemakaian.
2. Aspartam
Umum digunakan untuk makanan dan minuman. Aspartam
ini bisa terhidrolisis ketika dipanaskan pada suhu tinggi sehingga
rasa manisnya bisa hilang. Kadar kemanisan 200 kali sukrosa,
tanpa rasa pahit setelah pemakaian.
3. Thaumatin
Senyawa ini merupakan senyawa paling manis,
penggunaannya kadang dikombinasikan dengan gula karena suka
terasa sedikit rasa pahit dan rasa logam setelah mengkonsumsi
pemanis ini.

9. Humektan

11
Humektan merupakan bahan yang berperan untuk mengontrol
perubahan kelembaban antara produk dengan udara, baik berada dalam
wadah ataupun pada kulit. Contoh humektan adalah gliserol,
propilenglikol, dan sorbitol. Perbedaannya terletak pada BMnya,
viskositas dan penguapannya. Propilenglikol memiliki BM dan viskositas
yang paling rendah dan paling tinggi kemampuan penguapannya.
Didalam jurnal formulasi disebutkan bahwa humektan yang
dipakai adalah propilen glikol yang merupakan cairan kental, jernih, tidak
berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, dan higroskopik. Propilen glikol
dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan kloroform P,
larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah
P dan dengan minyak lemak.

10. Dapar
Buffer atau dapar adalah suatu material, yang ketika dilarutkan
dalam suatu pelarut, senyawa ini mampu mempertahankan pH ketika suatu
asam atau basa ditambahkan. Pemilihan buffer yang cocok tergantung dari
pH dan kapasitas buffer yang diinginkan. Buffer ini harus dapat
tercampurkan dengan senyawa lain dan mempunyai toksisitas yang
rendah. Buffer yang sering digunakan adalah karbonat, sitrat, glukonat,
laktat, fosfat atau tartrat. Borat umumnya digunakan untuk penggunaan
luar.

11. Emulgator
Emulgator adalah suatu bahan yang dalam strukturnya memiliki
bagian yang lypofilik maupun lypofobik, yang mampu mengakomodasi
droplet-droplet cairan yang tidak saling campur, untuk dapat terdispersi
dengan stabil. Contoh dari emulgator adalah: Pulvis Gummi Arabicum
(PGA), Tween, dan Span.
PGA merupakan serbuk, putih, atau putih kekuningan, tidak
berbau. larut hampir sempurna dalam air, tetapi sangat lambat,
memberikan cairan seperti musilago, tidak berwarna atau kekuningan
kental, lengket, transparan,bersifat asam lemah pada terhadap kertas
lakmus biru, praktis tidak larut dalam etanol dan eter. Kelebihan

12
pemakaian PGA adalah stabil dalam larutan asam. pH alami gum dari
Acasia Senegal ini berkisar 3,9-4,9. Gum arab dapat meningkatkan
stabilitas dengan peningkatan viskositas. Menurut Alinkolis (1989), gum
arab dapat digunakan untuk pengikatan flavor, bahan pengental,
pembentuk lapisan tipis dan pemantap emulsi. Gum arab akan membentuk
larutan yang tidak begitu kental dan tidak membentuk gel pada kepekatan
yang biasa digunakan (paling tinggi 50%). Namun PGA memiliki
kelemahan yaitu mudah terkontaminasi mikroba.

12. Suspending Agent


Suspending agent merupakan suatu bahan tambahan yang penting
dalam pembuatan sediaan suspensi. Secara umum suspending agent
digunakan untuk meningkatkan viskositas, mencegah penurunan partikel,
dan mencegah penggumpalan resin dan bahan berlemak. Suspending agent
bekerja dengan meningkatkan kekentalan, jika kekentalan yang berlebihan
dapat menyebabkan suspensi sulit terkonstitusi dengan pengocokan dan
sulit untuk dituang. Suspensi yang baik memiliki viskositas yang sedang
serta tidak mengandung bahan yang menggumpal. Contoh suspending
agent golongan polisakarida adalah Gom Arab, Tragakan, dan Alginat,
golongan selulosa adalah Metil selulosa, Hidroksietil selulosa, Natrium
karboksi metil selulosa (Na CMC), dan Avicel, golongan clay (tanah liat)
adalah Bentonit, Veegum, dan Hectorit.
Tragakan merupakan senyawa yang tidak berbau memiliki rasa
tawar seperti lendir, agak sukar larut dalam air, tetapi mengembang
menjadi massa yang homogen, lengket dan seperti gelatin. jika dikocok
dengan berlebih, massa ini akan membentuk campuran yang seragam,
tetapi jika didiamkan satu atau dua hari akan terjadi pemisahan yang akan
memberikan bagian yang terlarut pada lapisan supernatan. tragakan praktis
tidak larut dalam alcohol. Kelebihannya adalah stabil jika disimpan dalam
wadah kedap udara. Gel tragakan dapat disterilkan dengan otoklaf.
Namun, dapat dikontaminasi dengan spesies enterobacter.

13. Enhancer

13
Enhancer adalah bahan-bahan peningkat penetrasi yang dapat
meningkatkan permeabilitas kulit dengan cara mengubah sifat fisikakimia
stratum korneum sehingga mengurangi daya tahan difusi. Contohnya
DMSO, DMF, DMA, urea dan lain-lain. Contoh enhancer yang banyak
digunakan antara lain asam oleat, propilen glikol, senyawa-senyawa
terpen,alkohol, urea, DMSO. Salah satu contoh enhancer adalah asam
oleat yang berupa asam lemak cair yang terutama terdiri dari C18H34O2,
dapat dibuat dengan menghidrolisa lemak atau minyak lemak, dipisahkan
dengan cara pemerasan. Asam oleat tidak dapat bercampur dengan air, tapi
dapat bercampur dengan eter dan alkohol dalam semua perbandingan.
Asam oleat merupakan cairan kental; kekuningan sampai coklat muda, bau
dan rasa khas. Kelebihannya merupakan enhancer yang paling baik karena
menghasilkan persentase disolusi efisiensi selama 24 jam (DE 24) yang
paling besar. Namun, pada temperatur kamar asam oleat berupa cairan
seperti minyak yang tidak berwarna yang secara perlahan-lahan menjadi
coklat oleh udara dan berbau tengik.

14. Pengental
Bahan pengental atau thickening agents digunakan untuk mengatur
kekentalan sehingga sesuai dengan tujuan penggunaan kosmetik dan
mempertahankan kestabilan dari produk tersebut. Bahan pengental yang
digunakan pada jurnal salah satunya yaitu sukrosa. Sukrosa merupakan
senyawa hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak
berbau, rasa manis, stabil di udara. Sangat mudah larut dalam air, lebih
mudah larut dalam air medidih; sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam
kloroform dan dalam eter.

14
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

1) Eksipien (zat tambahan) merupakan bahan selain zat aktif yang


ditambahkan dalam formulasi suatu sediaan untuk berbagai tujuan atau
fungsi.

2) Eksipien berperan penting karena untuk keamanan, mempermudah proses


pembuatan dan juga berdampak pada kualitas produk. Interaksi eksipien
dan zat aktifakan memberikan implikasi terhadap stabilitas produk
terutama jika terdapat air, produk jadi, proses pelepasan obat,
mempengaruhi aktivitas terapeutik zat aktif dan mempengaruhi profil efek
samping zat aktif.

3) contoh ekspien dalam sediaan suspensi, suspending agent yang berasal


dari alam Acasia ( pulvis gummi arabici), Chondrus, Tragacanth, Algin),
yang berasal tidak dari alam yaitu tanah liat (yaitu bentonite, hectorite dan
veegum),dan yang berasal dari sintesis Derivat selulosa (metil selulosa
(methosol, tylose), karboksi metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa)
dan Golongan organik polimer (carbopho 934)
4) contoh eksipien lain dalam suspensi untuk menurunkan tegangan
permukaan, dipakai wetting agent atau surfaktan, misal : span dan tween.

5) contoh ekspien dalam sediaan emulsi yaitu zat pengemulsi (emulgator)


adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain.

6) Fungsi Eksipien Dalam Suatu Formula Sediaan Cair yaitu pelarut,


pembawa, Anticaplocking Agent, Flavouring Agent, Zat Pewarna,
Pengawet, Antioksidan, Pemanis (Sweetening Agent), Humektan, dapar,
emulgator, suspending agent, enhancer, dan pengental.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press

Ansel,H.C., 1989. Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta : UI Press

Rowe, R.C., Sheckey, P.J., and Quinn, M.E., 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients, Sixth Edition. London : Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association

Syamsuni, H. A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi Kelima. Yogyakarta :


Gadjah Mada University Press

16

Anda mungkin juga menyukai