Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FTS STERIL


PEMBUATAN SEDIAAN INJEKSI FUROSEMID 1%

Nama : Lerika Prihtiantini


Npm : 1620002991
Kelas/Kelompok : Teori A/ Kelompok B
Hari/tgl Praktikm : Rabu, 19 Oktober 2022
Dosen Pengampu : Apt.Nur Cholis E.,M.Farm.

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PEKALONGAN
PEKALONGAN
2022
PRAKTIKUM III
Pembuatan Sediaan Injeksi Furosemid 1%

A. TUJUAN
1. Dapat membuat sediaan injeksi furosemid dengan benar dan baik
2. Dapat melakukan uji evaluasi fisik sediaan injeksi
 Uji bahan partikulat dalam injeksi
Bertujuan untuk menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang
ukuran tertentu.
 Penetapan pH
Bertujuan untuk mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan
yang telah ditentukan
 Uji kebocoran
Bertujuan memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan
volume serta kestabilan sediaan.
 Uji kejernihan dan warna
Bertujuan untuk memeriksa bahwa setiap larutan obat suntik harus
jernih dan bebas dari kotoran.
 Uji kejernihan
Bertujuan untuk memastikan larutan injeksi bebas dari partikulat yang

B. DASAR TEORI
1. Pengertian Sediaan Parenteral
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi – bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini
antara lain sediaan parenteral preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya
infus). Sediaan parenteral merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk
sediaan obat terbagi – bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau
membran mukosa kebagian tubuh yang paling efisien, yaitu membran kulit dan
mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan –
bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua
bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi
fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B.,2007).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam
bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan
dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan
parenteral, bisa diberikan dengan berbagai rute : intravena(i.v), subkutan(s.c),
intradermal, intramuskular(i.m), intraarticular, dan intrathecal. Bentuk sediaan
sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya
tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk kedalam
pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak
larut, meskipun suspensi yang dibuat telah siberikan ukuran partikel dari fase
dispersi yang dikontrol dengan hati – hati. Demikian pula obat yang diberikan
dengan larutan dengan kemurnian paing tinggi, oleh karena sensitivitas jaringan
syaraf terhadao iritasi dan kontaminasi (Priyambodo,B.,2007).

2. Pengertian Sediaan Injeksi


Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan
secara parental, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam
atau melalui kulit atau selaput lendir (Lukas, 2006). Pada sediaan injeksi proses
sterilisasi sangat penting karena cairan tersebut langsung berhubungan dengan
cairan dan jaringan tubuh yang merupakan tempat infeksi yang dapat terjadi
dengan mudah, sediaan injeksi yang paling rentan terkena kontaminasi
mikroorganisme adalah sediaan injeksi dosis ganda karena penggunaan nya secara
berulang – ulang. Sediaan dosis ganda dipersyaratkan mampu steril selama 28 hari
terhitung sejak penusukan pertama, beberapa usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan sterilitas sediaan dengan wadah dosis ganda antara lain dengan
melakukan penambahan pengawet antimikroba (Ansel, 2005).
Injeksi cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan kedalam tubuh,
melalui sebuah jarum kedalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Tujuan dari
sediaan infus adalah memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki keseimbangan asam-
basa, memperbaiki volume komponen-komponen darah, memberikan jalan masuk
untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh, memonitor tekanan vena sentral
(CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan mengalami
gangguan(Perry & potter,2005).

3. Tipe-tipe Sediaan Injeksi (Perry & potter,2005)


1. Cairan hipotonik : Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi ion Na⁺ lebih rendah dibandingkan serum). Sehingga larut dalam
serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari
osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel
yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya
pada pasien cuci darah (dialysis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) ketoasidosis diabetik. Kompliasi yang
membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh
darah kesel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang, contohnya adalah NaCl 45%
dan Dekstrosa 2,5%
2. Cairan Isotonik : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati
serum(bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di osmolaritas
(tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen
darah), sehingga terus berada didalam pe,nuluh darah. Bermanfaat pada pasien
yang mengalami hipovolemi ( kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan
darah terus menurun). Memiliki resiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya
adalah cairan Ringer-Laktak (RL), dan normalsaline / larutan garam fisiologis
(NaCl 0,9%)
3. Cairan Hipertonik : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum,
sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel kedalam
pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi
urin dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaanya kontradiktif dengan
cairan Hipotonik , misalnya Dextrose 55, NaCl 45% hipertonik, 5% + Ringer
–Lactate, Dextrose 5% + NaCl0,9% produk darah dan albumin.

4. Syarat-syarat Injeksi(Lukas, 2006)


1. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek toksis.
2. Jernih, berarti tidak ada partikel padat.
3. Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna.
4. Sedapat mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan cairan tubuh
lain yakni 7,4.
5. Sedapat mungkin isotonis, artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama
dengan darah atau cairan tubuh yang lain tekanan osmosis cairan tubuh seperti
darah, air mata, cairan lumbai dengan tekanan osmosis larutan NaCl 0,9%.
6. Harus steril, suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari
mikroorganisme hidup dan patogen maupun non patogen, baik dalam bentuk
vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif (spora).
7. Bebas pirogen, karena cairan yang mengandung pirogen dapat menimbulkan
demam. Pirogen adalah senyawa kompleks polisakarida dimana mengandung
radikal yang ada unsur N, dan P. Selama radikal masih terikat, selama itu dapat
menimbulkan demam dan pirogen bersifat termostabil.

5. Keuntungan dan Kerugian Injeksi (Ansel, 2008)


Keuntungan :
1. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
3. Bioavailibilitas obal dalam traktus gastrointestinalis dapat dihindarkan.
4. Obat dapat diberikan kepada penderita akit keras atau dalam keadaan koma
5. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan.
Kerugian :
1. Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan berulang kali.
2. Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut disuntik.
3. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki
terutama sesudah pemberian intravena.
4. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat
pratek dokter oleh perawat yang kompeten.
5. Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan ketatnya persyaratan
yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis dan bebas partikel).
6. Terapan Isotonis (FI Ed IV)
Osmolaritas (M osmole/Liter) Tonisitas
>350 Hipertonis
329 – 350 Sedikit hipertonis
270 – 328 Isotonis
250 - 269 Sedikit hipertonis
0 - 249 Hipotonis

7. Definisi Furosemid
Furosemid adalah turunan sulfonamide yang berdaya diuretik kuat dan
bertitik kerja dilengkungan bagian menaik, sangat efektif pada keadaan edema
diotak dan paru-paru yang akut. (Tjay H & Rahardja,2010)
Masa kerja furosemid biasanya 2-3 jam, sedang waktu paruhnya
bergantung pada fungsi ginjal. Karena agen ansa bekerja pada sisi luminal
tubulus, respon diuretic berkaitan secara positif dengan ekskresi urin. Sebagai
efek diuretiknya agen ansa diduga mempunyai efek langsung pada peredaran
darah melalui tatanan beberapa vaskuler. Furosemid meningkatkan aliran darah
ginjal dan mengakibatkan redistribusi aliran darah didalam korteks ginjal.
(Katsung, 2001)
Furosemid adalah suatu derivate asam antranilat yang efektif sebagai
diuretik. Efek kerjanya cepat dan dalam waktu yang singkat. Mekanisme kerja
furosemid adalah menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli
ginjali. Furosemid meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida, kalium dan
tidak mempengaruhi tekanan darah yang normal.

8. Aqua Pro Injeksi


Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan
secara parental, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam
atau melalui kulit atau selaput lendir (Lukas, 2006). Pada sediaan injeksi proses
sterilisasi sangat penting karena cairan tersebut langsung berhubungan dengan
cairan dan jaringan tubuh yang merupakan tempat infeksi yang dapat terjadi
dengan mudah, sediaan injeksi yang paling rentan terkena kontaminasi
mikroorganisme adalah sediaan injeksi dosis ganda karena penggunaan nya secara
berulang – ulang. Sediaan dosis ganda dipersyaratkan mampu steril selama 28 hari
terhitung sejak penusukan pertama, beberapa usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan sterilitas sediaan dengan wadah dosis ganda antara lain dengan
melakukan penambahan pengawet antimikroba (Ansel, 2005).
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus dilakukan
dengan sangat hati – hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan
asing. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah
akhir injeksi harus diamati satu persatu secara fisik. Selanjut nya, dapat dilakukan
penolakan pada wadah yang menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat
secara visual. Obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat itu
sendiri dengan memperhitungkan sifat kimia dan fisika, serta pertimbangan
terapetik tertentu. Dalam pembuatan obat suntik syarat utamanya adalah obat harus
steril, tidak terkontaminasi bahan asing, dan disimpan dalam wadah yang
menjamin sterilitas (Lukas, 2006).

9. Mencuci Tangan
1. Pengertian Mencuci Tangan
Cuci tangan adalah kegiatan membersihkan kotoran yang melekat pada
kulit dengan memakai sabun dan air yang mengalir . Pernyataan ini selaras
dengan Potter (2015) yang menjelaskan bahwa cuci tangan adalah aktifitas
membersihkan tangan dengan cara menggosok dan menggunakan sabun serta
membilasnya pada air yang mengalir. Mencuci tangan adalah proses
menggosok kedua permukaan tangan dengan kuat secara bersamaan
menggunakan zat yang sesuai dan dibilas dengan air dengan tujuan
menghilangkan mikroorganisme sebanyak mungkin juga mengungkapkan
bahwa cuci tangan (juga dianggap hygiene tangan) adalah satu satunya
prosedur terpenting dalam pengendalian infeksi nosokomial.

2. Tujuan Mencuci Tangan


Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan mikroorganisme
sementara yang mungkin ditularkan ke orang lain dan mencuci tangan
merupakan tindakan yang paling efektif untuk mencegah dan mengendalikan
adanya infeksi nosokomial. Cuci tangan menggunakan sabun, bagi sebagian
besar masyarakat sudah menjadi kegiatan rutin sehari-hari, tapi bagi sebagian
masyarakat lainnya, cuci tangan menggunakan sabun belum menjadi kegiatan
rutin, terutama bagi anakanak. Cuci tangan menggunakan sabun dapat
menghilangkan sejumlah besar virus dan bakteri yang menjadi penyebab
berbagai penyakit, terutama penyakit yang menyerang saluran cerna, seperti
diare dan penyakit infeksi saluran nafas akut. Tujuan dilakukannya cuci tangan
yaitu mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan, mencegah infeksi
silang cross infection, menjaga kondisi steril, melindungi diri dan pasien dari
infeksi dan memberikan perasaan segar dan bersih.

3. Manfaat Mencuci Tangan


Mencuci tangan menggunakan sabun yang dipraktikkan secara tepat
dan benar dapat mencegah berjangkitnya beberapa penyakit. Mencuci tangan
dapat mengurangi risiko penularan berbagai penyakit termasuk flu burung,
cacingan, influenza, hepatitis A, dan diare terutama pada bayi dan balita. Anak
yang mencuci tangan tanpa menggunakan sabun beresiko 30 kali lebih besar
terkena penyakit tipoid, dan yang terkena penyakit tipoid kemudian tidak
pernah atau jarang mencuci tangan menggunakan sabun, maka akan beresiko
mengalami penyakit tipoid 4 kali lebih parah daripada yang terbiasa mencuci
tangan menggunakan sabun. Selain itu, manfaat positif lain dari mencuci
tangan adalah tangan menjadi bersih dan wangi (KemenKes, 2016).

4. Macam-Macam Mencuci Tangan


Kegiatan mencuci tangan dibagi menjadi tiga yaitu: cuci tangan bersih,
cuci tangan aseptik, dan cuci tangan steril (Potter, 2015).
a. Cuci Tangan Bersih Mencuci tangan bersih adalah membersihkan
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir atau yang
disiramkan. Waktu yang penting cuci tangan bersih dengan sabun
adalah sebelum makan dan sesudah makan, setelah dari toilet (setelah
buang air kecil dan buang air besar), sebelum mengobati luka, sebelum
melakukan kegiatan apapun yang memasukkan jari-jari ke dalam mulut
dan mata, setelah bermain dan olahraga, setelah mengusap hidung atau
bersin ditangan, setelah buang sampah, setelah menyentuh
hewan/unggas termasuk hewan peliharaan (Potter, 2015). WHO (2009)
mengeluarkan regulasi tentang peraturan mencuci tangan baik pada
kalangan medis maupun kalangan umum (perseorangan). Prosedur
dalam melakukan kegiatan mencuci tangan bersih juga telah diatur
jelas. Prosedur cuci tangan bersih dengan sabun adalah sebagai berikut:
Basahi kedua tangan dengan air mengalir, gunakan sabun cair/batangan
pada seluruh permukaan tangan, gosok kedua telapak tangan hingga
timbul busa pada seluruh permukaan tangan, telapak tangan kanan di
atas punggung kiri dengan jari menyilang dan sebaliknya, gosok
telapak tangan kanan dan kiri dengan jari menyilang, dengan jari saling
bertautan, putar/gosok kedua telapak tangan, gosok jempol kiri dengan
arah memutar (rotasi) dengan tangan kanan menggenggam jempol
tangan kiri dan sebaliknya, gosok dengan arah memutar, jari-jari tangan
kanan menggenggam di telapak tangan kiri dan sebaliknya, bilas
dengan air bersih mengalir, keringkan tangan dengan handuk/tisu sekali
pakai, dan tutup kran air.
b. Cuci Tangan Aseptik Mencuci tangan aseptik adalah mencuci tangan
yang dilakukan sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan
menggunakan larutan antiseptik. Mencuci tangan dengan larutan
antiseptik, khususnya bagi petugas yang berhubungan dengan pasien
yang mempunyai penyakit menular atau sebelum melakukan tindakan
bedah aseptik dengan antiseptik dan sikat steril. Prosedur mencuci
tangan aseptik sama dengan persiapan dan prosedur pada cuci tangan
higienis atau cuci tangan bersih, hanya saja bahan deterjen atau sabun
diganti dengan antiseptik dan setelah mencuci tangan tidak boleh
menyentuh bahan yang tidak steril.
c. Cuci Tangan Steril Teknik mencuci tangan steril adalah mencuci
tangan secara steril (suci hama), khususnya bila akan membantu
tindakan pembedahan atau operasi. Peralatan yang dibutuhkan untuk
mencuci tangan steril adalah menyediakan bak cuci tangan dengan
pedal kaki atau pengontrol lutut, sabun antimikrobial (tidak iritatif,
spektrum luas, kerja cepat), sikat scrub bedah dengan pembersih kuku
dari plastik, masker kertas dan topi atau penutup kepala, handuk steril,
pakaian di ruang scrub dan pelindung mata, penutup sepatu (Kozier, et
al, 2009). Prosedur mencuci tangan steril berbeda dengan mencuci
tangan bersih dan aseptik. Perbedaannya terletak pada frekuensi cuci
tangan dan peralatan sikat untuk menggosok kuku. Mencuci tangan
steril dilakukan sebanyak dua kali cuci tangan baru kemudian
dikeringkan oleh handuk sekali pakai.

5. Teknik Mencuci Tangan


Menurut Dahlan dan Umrah (2013), teknik mencuci tangan, yaitu:
 Menggosokkan telapak tangan
 Menggosok punggung tangan
 Menggosokkan sela-sela tangan
 Mengkaitkan mengunci tangan
 Memutar ibu jari
 Menggosokkan kuku ke telapak tangan
 Menggosok pergelangan tangan

6. Waktu Untuk Cuci Tangan Pakai Sabun


Menurut Saputra (2013), menjelaskan bahwa waktu untuk mencuci tangan
adalah sebagai berikut :
 Sebelum makan
 Sehabis buang air besar
 Sebelum menyusui
 Sebelum menyiapkan makanan
 Setelah bersentuhan dengan hewan.

7. Peralatan dan Perlengkapan Mencuci Tangan Pakai Sabun


Menurut Dahlan dan Umrah (2013), peralatan dan perlengkapan yang
dibutuhkan untuk mencuci tangan adalah :
 Sabun biasa atau antiseptic
 Handuk bersih
 Wastafel atau air mengalir.

8. Jenis Sabun Cuci Tangan


Sabun adalah produk berbasis diterjen yang mengandung diesterifikasi
asam lemak dan natrium atau kalium hidroksida. Bahan tersebut terdapat
dalam berbagai bentuk termasuk sabun batangan maupun dalam sediaan cair.
Bahanbahan tersebut juga efektif dalam membersihkan sisa lemak dan kotoran,
tanah, dan berbagai zat organik dari tangan.Jenis sabun cuci tangan yang
paling sering digunakan oleh tenaga medis di rumah sakit sebelum melakukan
prosedur pembedahan adalah Chlorhexidine dan produk berbahan dasar iodin.

10. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses yang menyebabkan bahan, medium atau alat
terbebas dari semua bentuk kehidupan. Pengendalian kehidupan mikroorganisme
sangat penting dalam kegiatan rumah tangga, industri, dan lapangan medis untuk
mencegah dan memperlakukan mikroorganisme terutama mikroorganisme
penyebab penyakit. Tindakan sterilisasi juga dilakukan untuk mencegah
kerusakan bahan makanan dan hasil industri (Subandi, 2012).
Cara yang biasa dalam mengendalikan mikroorganisme meliputi tindakan
fisik dan kimiawi yang dapat mematikan fungi dan merusak struktur
mikroorganisme. Zat kimia dan zat fisik tersebut menghasilkan efek mikrobisida
dan efek mikrobistatik. Efek mikrobisida adalah efek yang menyebabkan matinya
mikroorganisme secara langsung dan efek mikrobiostatik adalah efek yang
mencegah atau menghambat kemampuan sel mikroorganisme untuk bereproduksi
sehingga populasi mikroorganisme menjadi konstan (Subandi, 2012).
Sterilisasi panas basah merupakan pemanasan dengan tekanan tinggi,
contohnya adalah dengan menggunakan autoklaf. Sterilisasi dengan metode ini
dapat digunakan untuk sterilisasi biohazard (bakteri limbah hasil praktikum) dan
alat-alat yang tahan terhadap panas (bluetip, mikropipet), pembuatan media, dan
sterilisasi cairan. Pemanasan yang digunakan pada suhu 121°C selama 15 menit
(Tille, 2017).

11. BSC (Bio Safety Cabinet)


Biological safety cabinet (BSC) atau Kabinet biosafety adalah salah satu
alat yang digunakan dalam ruang bidang mikrobiologi dan berfungsi untuk
memberikan perlindungan bagi pengguna, meminimalisir terjadinya kontaminasi
dari virus/bakteri yang bersifat patogen serta dapat menjaga lingkungan area kerja
dengan merekayasa ventilasi udara. BSC tidak hanya melindungi produknya, tapi
juga melindungi pengguna dan lingkungan kerja melalui sistem HEPA filter.
Biological Safety Cabinet merupakan kabinet kerja yang disterilkan
untuk kerja di tempat yang memiliki resiko mikrobiologi. BSC memiliki suatu
pengatur aliran udara yang menciptakan aliran udara kotor (dimungkinkan ada
kontaminan) untuk disaring dan diresirkulasi melalui filter. BSC dirancang untuk
melindungi operator, seluruh lingkungan laboratorium dan material kerja dari
penyebaran aerosol beracun dan infeksius. Kegiatan labolatorium seperti inokulasi
kultur sel, suspensi cairan dari senyawa infeksius, homogenisasi, dan pengocokan
material infeksius, sentrifugasi dari cairan beracun, atau bekerja dengen hewan
dapat menimbulkan aerosol beracun (Suhardi et al., 2008)

12. Wadah
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia
sekarang ini yang benar-benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat
fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika
diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan wadah pelindung(Lachman,1994)
Wadah terbuat dari berbagai macam bahan, wadah plastik, wadah gelas,
dan wadah dari karet. Wadah plastik, bahan utama dari dari plastik yang
digunakan untuk wadah adalah polimer termoplastik, unit struktural organik dasar
untuk masing-masing type yang biasa terdapat dalam bidang medis. Sesuai
dengan namanya, polimer termoplastik meleleh pada temperatur yang meningkat.
Wadah plastik digunakan terutama karena bobotnya ringan, tidak dapat pecah,
serta bila mengandung bahan penambah dalam jumlah kecil, mempunyai
toksisitas dan reaktivitas dengan produk yang rendah. Suatu golongan plastik
baru, poliolefin, patut disebut secara khusus, yang saat ini mendapat perhatian
dalam bidang parenteral adalah polipropilen dan kopolimer polietilen-polietilen
(Lachman,1994).
Wadah gelas masih tetap merupakan bahan pilihan untuk wadah produk
yang daoat disuntikkan. Gelas pada dasarnya tersusun dari silikon dioksida
tetrahedron, dimodifikasi secara fisika dan kimia dengan oksida-oksida seperti
oksida natrium, kalium, kalsium, magnesium, alumunium,boron, dan besi. Gelas
yang paling tahan secara kimia hampir seluruhnya tersusun dari silikon dioksida,
tetapi gelas tersebut relatif rapuh dan hanya dapat dilelehkan dan dicetak pada
temperatur tinggi. (Lachman,1994).

13. Evaluasi Sediaan Injeksi


 Uji bahan partikulat dalam injeksi (FI Ed IV)
Tujuan : Bertujuan untuk menghitung partikel asing subvisibel dalam
Rentang ukuran tertentu.
Prinsip : Prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor penghamburan
cahaya, jika tidak memenuhi batas yang ditetapkan maka
dilakukan pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini
menghitung bahan partikulat subvisibel setelah dikumpulkan
pada penyaring membran mikropori.
Hasil : Penghamburan cahaya: hasil perhitungan jumlah total butiran
baku yang terkumpul pada penyaring harus berada dalam batas
20% dari hasil perhitungan partikel kumulatif rata-rata per ml
Mikroskopik : Injeksi memenuhi syarat jika partikel yang ada (nyata atau
menurut perhitungan) dalam tiap unit tertentu diuji melebihi
nilai yang sesuai dengan yang tertera pada FI

 Penetapan pH (FI Ed IV)


Tujuan : Bertujuan untuk mengetahui pH sediaan sesuai dengan
Persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan potensiometri (pH
meter) yang telah dibakukan sebagaimana mestinya yang
mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan
elektrode indikator yang peka, elektrode kaca, dan elektrode
pembanding yang sesuai.
Hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yang ditargetkan

 Uji kejernihan (Langille,Stephen, 2015)


Tujuan : Bertujuan untuk memastikan larutan injeksi bebas dari partikulat
Yang dapat terlihat secara visual
Prinsip : Menggunakan latar belakang putih dan hitam dibawah cahaya
Lampu untuk melihat ada tidaknya partikel viable
 Uji Kebocoran (Langille,Stephen, 2015)
Tujuan : Bertujuan untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga
Sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan
Prinsip : Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal
yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan ke dalam
larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka
larutan metilen biru akan masuk ke dalam karena perubahan
tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut sehingga larutan
dalam wadah akan berwarna biru. Untuk cairan yang berwarna (b)
lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal
ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika terjadi
kebocoran maka kertas saring atau kapas akan basah.

Hasil : Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi
biru (prosedur a) dan kertas saring atau kapas tidak basah
(prosedur b)

 Uji Kejernihan dan warna (FI Ed IV)


Tujuan : Bertujuan untuk memeriksa bahwa setiap larutan obat suntik
Harus jernih dan bebas dari kotoran.
Prinsip : Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk
menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang putih
untuk menyelidiki pengotor berwarna.
Hasil : Memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan

14. Monografi Bahan


 Furosemid ( FI Ed IV,1995)
Nama Resmi : FUROSEMIDE
Nama lain : Furosemid
Pemerian : Kristal putih hampir kuning tidak berbau
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton,
Dalam dimetil formamida dan dalam larutan alkali
Hidroksida larut dalam methanol, sukar larut dalam
Eter dan sangat larut dalam kloroform
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : Zat aktif

 NaCl (FI Ed IV, 1995)


Nama Resmi : NATRII CHLORIDUM
Nama lain : Natrium Klorida
Pemerian : Hablur bentuk kubus,tidak berwarna atau serbuk hablur
Putih; rasa asin
Kelarutan : Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam
Air mendidih; larut dalam gliserin;sukar larut dalam
etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : Pengisotonis

 NaOH (FI Ed IV,1995)


Nama Resmi : NATRII HYDROXIDUM
Nama lain : Natrium Hidroksida
Pemerian : Putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk
Pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras
Rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila
Dibiarkan diudara, akan cepat menyerap karbon
Dioksida dan lembab
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : pengatur pH

 Aqua pro injeksi (HOPE)


Nama Resmi : AQUA PRO INJEKSI
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
Berasa
Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : Pelarut

C. FORMULA

No Bahan Jumlah Fungsi/alasan


(%) penambahan bahan
1 Furosemid 1 Zat aktif,duretikum
2 NaOH 0,12 Agen pembasa,dapar
3 NaCl 0,624 Pengatur Tonisitas
4 Aqua Pro Injeksi Add 100 mL Pembawa

D. ALAT BAHAN
 ALAT
NO Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi
1 Pinset 2
Oven 170°C selama
2 Spatel logam 5 1 jam
3 Batang pengaduk 3
4 Kaca arloji 6
5 Pipet tetes 5
6 Corong 2
7 Alumunium foil q.s
Karet penutup pipet tetes
8 5 Rendam etanol 70%
selama 24 jam

9 Labu erlenmeyer 2 Mulut alat gelas


(permukaan gelas
10 Gelas ukur : kimia) ditutup
10 ml 4 dengan alumunium
25 ml 2 foil dimasukkan
50 ml 2 kedalam autoklaf
11 Gelas kimia : 121°C selama 20
50 ml 3 menit
100 ml 3
12 Kertas perkamen 5 Dimasukkan dahulu
kedalam plastik
13 Kertas membran 0,45 µm 5 tahan panas,
autoklaf 121⁰C 20
menit
14 Buret 1 Direndam etanol
70% selama 24 jam
15 Kertas pH q.s Sinar UV

 WADAH

NO Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi


1 Ampul 5 ml 8 Mulut ampul ditutup
dengan alumunium foil
kemudian dioven pada
suhu 170°C selama 1
jam

E. PENIMBANGAN BAHAN
Sediaan yang dibuat adalah 8 ampul dengan @ 5 ml. Kelebihan volume yang
dianjurkan untuk cairan encer pada volume ampul 5 ml adalah 0,3 ml . Jadi volume
sediaan 8 x (5 + 0,3) = 42,4 mL. Karena adanya kemungkinan volume yang hilang
saat proses pembuatan dan dalam pembilasan buret, volume sediaan yang akan dibuat
100 mL.

NO Nama Bahan Jumlah yang ditimbang


1 Furosemide 10 mg/ml x 100 ml = 1000 mg
2 NaOH 200 mg
3 NaCl 624 mg
4 Aqua Pro Injeksi Ad 100 ml
F. CARA KERJA

a. Prosedur Pembuatan
1. Grey area (ruang sterilisasi)

Peralatan, wadah sediaan, dan aquabidest yang akan digunakan


disterilisasikan dengan cara sterilisasi yang sesuai

2. Grey area (ruang penimbangan)

Penimbangan dilakukan diatas kaca arloji steril, lalu ditutup dengan


alumunium foil, penimbangan sesuai dengan perhitungan bahan yang
digunakan

3. Transfer Box ( ruang penimbangan)

Semua alat, wadah yang telah disterilkan dipindahkan ke ruang


pencampuran (white area) melalui transfer box.

4. White area (ruang pencampuran)

Furosemid yang telah ditimbang dimasukkan dalam 15 mL aqua for


injection dalam gelas kimia A yang telah ditara pada volume akhir
sediaan (100 mL).

200 mg NaOH dilarutkan 50 mL dalam aqua for injection dalam gelas


kimia B.

Larutan NaOH ditambahkan tetes demi tetes ke dalam gelas kimia A


sambil diaduk sampai semua Furosemid terlarut.

624 mg NaCl dilarutkan dalam 20 mL aqua for injection dalam gelas


kimia C.

Larutan NaCl dalam gelas kimia C dimasukkan sedikit demi sedikit ke


dalam gelas kimia A.
Aqua for injection ditambahkan hingga volume larutan dalam gelas kimia
A mencapai kurang lebih 40 mL.

Dilakukan pengecekan pH. pH sediaan yang diharapkan adalah 8-9.3. Jika


diperlukan, tambahkan larutan NaOH sampai target pH sediaan tercapai.

Volume larutan dalam gelas kimia A digenapkan hingga mencapai batas


volume yang telah ditara dengan menambahkan aqua for injection

Larutan kemudian disaring menggunakan membran filter berpori 0,45 μm


untuk meminimalkan jumlah kontaminan partikulat (beberapa tetes
pertama larutan yang disaring dibuang)

Dilakukan pemeriksaan kejernihan dan pengecekan pH pada larutan yang


telah disaring

Buret disiapkan, dan dibilas dengan aquabides terlebih dahulu. Bilas


dengan kurang lebih 3 mL sediaan. Ujung buret dibersihkan dengan
alkohol 70%.

Sediaan dimasukkan ke dalam buret.

Ampul diisi dengan volume masing-masing 5,3 mL.

Masing-masing ampul yang telah diisi larutan ditutup dengan alumunium


foil

Ampul yang telah ditutup dimasukkan ke dalam beaker glass yang dilapisi
kertas saring, kemudian dibawa ke grey area (ruang penutupan) melalui
transfer box.

5. Grey area (Ruang penutupan)


Masing-masing ampul ditutup menggunakan mesin penutup ampul atau
dengan membakar ujung ampul dengan api bunsen. Sediaan dibawa ke
ruang sterilisasi melalui transfer box.

6. Grey area (Ruang sterilisasi)

Sterilisasi sediaan menggunakan autoklaf pada suhu 121o C selama 20


menit. Kemudian dilakukan pemeriksaan kebocoran dengan membalik
posisi sediaan.

7. Grey area (Ruang evaluasi)

Sediaan diberi etiket dan kemasan, lalu dilakukan evaluasi pada sediaan
yang telah diberi etiket dan kemasan.

b. Evaluasi Fisika

1. Uji bahan partikulat dalam injeksi

Prinsip : Prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor penghamburan


cahaya, jika tidak memenuhi batas yang ditetapkan maka dilakukan
pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini menghitung bahan
partikulat subvisibel setelah dikumpulkan pada penyaring membran
mikropori.

Hasil : Penghamburan cahaya: hasil perhitungan jumlah total butiran baku


yang terkumpul pada penyaring harus berada dalam batas 20% dari hasil
perhitungan partikel kumulatif rata-rata per ml.

Mikroskopik: injeksi memenuhi syarat jika partikel yang ada (nyata atau
menurut perhitungan) dalam tiap unit tertentu diuji melebihi nilai yang
sesuai dengan yang tertera pada FI

2. Uji Penetapan pH
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan potensiometri (pH
meter) yang telah dibakukan sebagaimana mestinya yang mampu
mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode
indikator yang peka, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang
sesuai.

Hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yang ditargetkan..

3. Uji Kebocoran

Prinsip : Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal
yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru
akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam
wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru. Untuk
cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran
tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika terjadi
kebocoran maka kertas saring atau kapas akan basah.

Hasil : Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi
biru (prosedur a) dan kertas saring atau kapas tidak basah (prosedur b)

4. Uji Kejernihan dan warna

Prinsip : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan


menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk
menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk
menyelidiki pengotor berwarna.

Hasil : memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.

5. Uji Kejernihan

Uji kejernihan untuk larutan steril adalah dengan menggunakan latar


belakang putih dan hitam di bawah cahaya lampu untuk melihat ada
tidaknya partikel viable.
LAMPIRAN

Proses Mencuci Tangan Penuangan Sabun Pembilasan Tangan

Pembersihan Alat Proses Sterilisasi Alat dengan menggunakan Autoklaf

Uji Kebocoran Uji pH


Uji Bahan Partikulat Injeksi

Uji Kejernihan dan warna Penimbangan Bahan

Pembuatan Sediaan Injeksi Furosemid didalam BSC (Bio Safety Cabinet)

Pembuatan Aqua Pro Injeksi

Anda mungkin juga menyukai