Oleh :
Kelompok VII
1. 182048 I KOMANG MURJANA
2. 182082 D.A. EKARAMINI
3. 182062 NI NYOMAN SUARMINI
4. 182063 AA.I.A KARISNA DEWI
5. 182071 I MADE SERINIA
6. 182054 I KADEK SUNARTANA
Kelompok VII
3/22/2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi
rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu
dengan mengharuskan setiap industri untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)
CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu.
Diperlukan tindakan sterilisasi dalam pembuatan suatu sediaan steril.Istilah sterilisasi yang
digunakan pada sediaan – sediaan farmasi berarti, penghancuran secara lengkap semua mikroba
hidup dan spora – sporanya atau penghilangan secara lengkap mikroba dari sediaan. (Ansel, 1989).
Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen,
nonpatogen, vegetative, nonvegetativ dari suatu objek atau material (Agoes, 2009).Suatu bahan
dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang
tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetative (spora). (Anief, 2005).
Ada 3 alasan utama untuk melakukan sterilisasi dan desinfeksi (Agoes, 2009):
1. Untuk mencegah transmisi penyakit
2. Untuk mencegah pembusukan material oleh mikroorganisme
3. Untuk mencegah kompetisi nutrien dalam media pertumbuhan sehingga memungkinkan
kultur organisme spesifik berbiak untuk keperluan sendiri (seperti produksi ragi) atau untuk
metabolitnya (seperti untuk memproduksi minuman dan antibiotika).
2
Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender dimasukkan ke dalam tubuh
dengan menggunakan alat suntik. Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau
disuntikkan melalui kulit atau membrane mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan
parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga
sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki
kemurnian yang diterima. Obat suntik didefinisikansecara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen
yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral (Ansel, 2005). Pada umumnya pemberian
dengan parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang cepat seperti pada keadaangawat, tidak
sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut (oral) atau bila obat itu
sendiri tidak efektif dengan cara pemberian lain ( Ansel 2005 ).Dalam praktikum ini akan dilakukan
pembuatan sediaan steril injeksi thiamin HCL 2,5% dan infus NaCl.
1.2 Tujuan
1. Untuk menjelaskanCPOB pada pembuatansediaan steril
2. Untukmenerapkanmacam-macammetodesterilisasi
3. Untukmempelajari pembuatansediaansteril volume kecil yang dikemas dalamampul
4.Untukmempelajari pembuatan steril volumekecil yangdikemas dalambotol
3
BAB II
HASIL
2.1 CPOB
===============================================
===============================================
Menurut CPOB, ruangan steril dikategorikan ruang kelas I dan II atau sering
disebut white area, yang harus memenuhi syarat jumlah partikel dan mikroba. Kelas I
sebenarnya berada dalam ruangan kelas II, tetapi ruang kelas I memiliki alat LAF
(Laminar Air Flow), yaitu alat yang menjamin ruangan dalam kondisi steril dan bias
dipakai untuk pembuatan secara aseptik. Sebaliknya, ruangan produksi steril harus
memenuhi syarat sebagai berikut, Ruangan produksi steril adalah tempat yang disiapkan
secara khusus dari bahan-bahan dan tat bentuk yang harus sesuai dengan cara pembuatan
obat yang baik (CPOB). Ruangan produksi steril harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Bebas mikroorganisme aktif
Untuk mendapatkannya, udara yang ada di dalam ruangan disaring dengan
HEPA filter agar mendapatkan udara yang bebas mikroorganisme dan partikel.
Ada batasan kontaminasi dengan partikel
Tekanan positif, yakni tekanan udara di dalam ruangan lebih besar daripada
udara di luar, sehingga udara di dalam mengalir ke luar (udara di luar yang lebih
kotor tidak dapat masuk ke dalam ruangan yang lebih bersih)
Minimal terbagi atas tiga area, yaitu area kotor (black area), intermediate area
(grey area), dan area bersih (white area)
Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partikel.
Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.
Suhu 18 – 22°C, Kelembaban 35 – 50%
Pada ruang grey area dilakukan pencucian tangan yang benar dan diharuskan sudah
memakai penutup kepala,menggunakansarung tangan,jas praktek,sepatu khusus dan
masker.Pada ruang grey area dilakukan persiapan alat,bahan dan penimbangan
bahan.Sedangkan di ruang white are dilakukan pencampuran sediaan steril di dalam LAF (
Laminar Air Flow).
Teknik aseptis sangat diperlukan pada saat memindahkan biakan dari satu tempat ke
tempat lainnya. Penggunaan teknik aseptis mencegah terjadinya kontaminasi dengan
biakan yang mungkin bersifat pathogen.
Aturan prosedur secara umum pada teknik aseptis adalah mencuci tangan dahulu 9
dengan sabun sebelum dan sesudah bekerja, gunakan masker dan sarung tangan,
semprotkan alkohol pada sarung tangan, meja kerja sebaiknya jauh dari sesuatu yang
dapat menciptakan aliran, usap meja kerja dengan alkohol atau antiseptik , semua
peralatan yang digunakan harus steril, atur peralatan di meja kerja sedemikian rupa
sehingga meminimalisir pergerakan tangan, menyalakan bunsen, membakar mulut atau
bagian tepi dari suatu alat (flambir), telah siap dengan segala peralatan dan bahan yang
dibutuhkan.
Berikut enam cara mencuci tangan yang benar menurut WHO, seperti dikutip dari Daily
Mail pada Senin (11/4/2016):
1.Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air yang mengalir,
ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara lembut.
2.Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3.Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih
4.Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan
5.Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
6.Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan. Bersihkan kedua
pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar, kemudian diakhiri dengan
membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan
memakai handuk atau tisu.
Kerugian dari metode ini antara lain dapat menyebabkan kerusakan prosuk,
ongkos kapital awal yang tinggi dan keamanannya.Berdasarkan praktikum yang
dilakukan,alat-alat dan bahan disterilisasi menggunakan metode panas basah.Alat-alat
yang sudah terbungkus Koran dimasukkan ke dalam autoklaf dengan suhu
121ºC selama 67 menit.Untuk sterilisasi akhir sediaan juga digunakan metode panas 10
basah. Sediaan yang sudah jadi dimasukkan ke dalam autoklaf dengan suhu 121ºC
selama 117 menit.
Thiamin Hcl juga tidak stabil pada suhu tinggi dan sebaiknya suhu
penyimpanan di bawah 40 C sekitar 15 C – 20 C.PH stabil thiamin HCL injeksi antara
2,5-4,5.Terhadap oksigen,thiamin hcl tidak stabil terhadap udara,mudah
terdegradasi.Thiamin HCL dapat dirusakj oleh ion logam.OTT dengan riboflavin dalam
larutan benzyl penicillin,dekstro injeksi dan zat tambahan dengan kandungan
metabisulat.Cara penggunaan dan dosis dari thiamin hcl adalah parenteral injeksi 100-
200 mg/ml,dosis terapetik 10-100 mg/hari peroral dan jika perlu i.m dalam defisiensi
diberikan hingga 600 mg/hari,dosis profilaksis (oral,i.m) 5-10 mg/hari,dan dosis terapi
(oral,i.m,i.v) 10-100 mg/hari (FI III,p.991).
Adapun cara pembuatan dari sediaan steril thiamin hcl adalah timbang
thiamin HCL 450 dan Nacl 54 mg ,kemudian dilarutkan dengan aqua pro injeksi
secukupnya pada beker glass aduk sampai larut,tambahkan aqua pro injeksi sampai 20
ml.Kemudian pengemasan dilakukan di ruang LAF.Siap kan 7 buah ampul,masukkan
larutan larutan dengan mikropipet sebanyak 10 kali penyedotan.Lakukan pemanasan
pada ujung ampul.Selanjutnya lakukan pengecekan apakah ada kebocoran pada ampul.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pembuatan sediaan steril harus sesuai dengan CPOB.Ruangan produk steril adalah
tempat yang disiapkan secara khusus dari bahan-bahan dan bentuk yang harus sesuai
dengan cara pembuatan obat yang baik ( CPOB ).Ruangan minimal terbagi atas tiga
area,yaitu area kotor (black area),intermediate area ( grey area ), dan area bersih (
white area ).
2. Sterelisasi adalah sebagai suatu kondis yang bebas secara sempurna dari semua
mikroorganisme hidup.Sebelum melakukan praktikum dilakukan sterilisasi alat
menggunakan metode panas basah.Alat-alat yang sudah dibungkus dimasukkan ke
dalam autoklaf dengan suhu 121ºC selama 67 menit.Sterilisasi akhir sediaan juga
menggunakan metode panas basah selama 117 menit.
3. Telah dilakukan pembuatan sediaan steril injeksi thiamin HCL 2,5% dan infuse NaCl
0,9%.Sediaan steril adalah sediaan farmasi yang memenuhi syarat bebas dari
mikroorganisme di samping syarat fisika dan kimia.Tahap awal dilakukan
preformulasi terlebih dahulu untuk mengetahui sifat kimia dari bahan-bahanyang
digunakan sehingga dapat ditentukan formula yang dipilih.Setelah dilakukan
sterilisasi,selanjutnya dilakukan pembuatan injeksi thiamin HCL 2,5% dengan wadah
ampul 2 ml dan sediaan infuse NaCl 0,9% dengan wadah botol 250 ml.
13
14
DAFTAR PUSTAKA
Anonim a. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III Jakarta:Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Anonim b. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Ansel, Howard, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia, Jakarta
Arifianto, 2007, Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids), Available
at:http://health.freephphoster.com/index2.php?option=com_content &do_pdf=1&id=26
Opened at: 31.10.2008
Lachman,L., Herbert A.L., and Joseph L.K. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Ed. 3.
Jakarta : UI Press.
Lukas, Stefanus, 2006, Formulasi Steril, Penerbit Andi, Yogyakarta
Reynolds, J. E. F., 1982, Martindale TheExtra Pharmacopea Twenty-eight Edition Book 1,
Pharmaceutical Press (PhP), London, Hal 50
Kibbe, A. H., 2000, handbook of Pharmaceutical Excipients Third Edition, Pharmaceutical Press
(PhP), London, Hal 175
McEvoy, G. K., 2002, AHFS Drug Information, American Society of Health System Pharmcists,
United State of America, Hal 2536