Anda di halaman 1dari 12

FARMAKOLOGI I

PRAKTIKUM XI

“EKSKRESI OBAT”

DISUSUN OLEH :

RINY DWI DESEMI LIDIM (19.71.021610)

FARMASI D

PROGRAM STUDI D-III FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA

2020
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

EKSKRESI OBAT

A. TUJUAN PRAKTIKUM
- Agar mahasiswa mampu memahami prinsip kinetika obat didalam tubuh
- Agar mahasiswa mampu memahami mekanisme ekskresi obat melalui saliva
- Agar mahasiswa mampu memahami parameter klinik dalam eksresi obat
B. DASAR TEORI
Farmakologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai obat- obatan. Obat
merupakan sediaan yang digunakan oleh manusia untuk penetapan diagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan peningkatan kesehatan. Obat yang masuk
kedalam tubuh akan mengalami proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan
ekskresi.( SAMUEL PARTOGI dkk,2013)
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian,
menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses. Pemberian obat yang terpenting
harus mencapai bioavailabilitas yang menggambarkan kecepatan dan kelengkapan
absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Beberapa
yang dapat mempengaruhi absorpsi obat dalam tubuh antara lain sifat fisik dan kimia
obat, bentuk obat, formulasi obat, konsentrasi obat, luas permukaan kontak obat, cara
pemberian obat dan sirkulasi tempat absorpsi. Setelah diabsorpsi, obat akan
didistribusi keseluruhan tubuh melalui sirkulasi darah, karena selain tergantung dari
aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisiokimianya. Distribusi obat
adalah proses suatu obat yang secara reversible meninggalkan aliran darah dan masuk
ke cairan ekstrasel atau sel-sel jaringan Setelah obat didistribusi, obat akan mengalami
biotransformasi. Biotransformasi atau metabolisme obat adalah proses perubahan
struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim.Pada proses
ini molekul obat diubah menjadi lebih polar atau lebih mudah larut dalam air dan
kurang larut dalam lemak sehingga mudah di ekskresikan melalui ginjal. Obat yang
dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil
biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Ginjal merupakan organ ekskresi yang
terpenting. Ekskresi dilakukan melalui 3 proses yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi
aktif di tubuli proksimal dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.
Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva, dimulai dari proksimal dari asinus
dan kemudian dimodifikasi dibagian distal oleh duktus. Sekresi normal saliva dalam
sehari dapat mencapai 1-1,5 liter, meskipun kecepatan sekresi saliva bervariasi
tergantung pada variasi diurnal, status hidrasi, asupan makanan dan berbagai faktor
lainnya. Kecepatan sekresi unstimulated saliva dapat mencapai atau kurang dari 0,1
mL/menit (selama 5-15 menit) dimana kecepatan sekresi stimulated saliva dapat
mencapai atau krang dari 0,5 mL/menit. Kecepatan maksimal sebesar 5 mL/menit
dapat pula terjadi sebagai respon terhadap rangsangan kuat. Sekresi air liur yang
bersifat spontan yang kontinu, bahkan tanpa adanya rangsangan yang jelas disebabkan
oleh stimulasi konstan tingkat rendah ujung-ujung saraf parasimpatis yang berakhir di
kelenjar liur (Rolanda, 2010).

Saliva atau air ludah adalah cairan yang jernih, dihasilkan oleh berbagai kelenjar
dalam mulut yang berguna untuk membasahi lidah dan dinding mulut, sehingga
mempermudah gerakan lidah dan menelan makanan. Berdasarkan anatominya
kelenjar saliva dibagi menjadi kelenjar mayor dan minor. Kelenjar saliva minor
tersebar di mukosa mulut yang terdapat pada mukosa labial, bukal, palatal, dan
lingual. Sedangkan kelenjar saliva mayor, terdiri dari tiga pasang yaitu kelenjar
parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis (Rolanda, 2010).
Sel-sel yang menyusun asini/alveoli kelenjar salivarius dapat dibedakan
menjadi, sel serous, sel mukous, dan campuran serus dan mukus. Asini serus tersusun
dari sel-sel bentuk piramid yang mengelilingi lumen kecil dan mempunyai membran
basalis. Warna kelenjar ini dengan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE) tampak lebih
merah, intinya bulat ditengah. Hasil sekresinya berupa liur yang jernih berisi enzim
ptialin. Asini mukous tersusun dari sel-sel kuboid sampai kolumner yang mengelilingi
lumen kecil dan mempunyai membran basalis. Hasil sekresinya adalah musin (lendir)
sehingga sekretnya sangat kental. Asini campuran mempunyai struktur asini serous
dan asini mukous. Dapat dijumpai stuktur bagian serous di sebelah distal yang
menempel pada bagian mukous sehingga tampak sebagai bangunan berbentuk bulan
sabit dikenal sebagai demiluner dari Gianuzzi (Rolanda, 2010).
C. ALAT DAN BAHAN
ALAT
1. Tabung reaksi
2. Gelas ukur
3. Beaker glass
4. Pipet tetes

BAHAN

1. Kapsul KI 300mg
2. Larutan KI 1%
3. Natrium nitrit 10%
4. Asam ulfat
5. Larutan amilum 100% H2SO4
D. PROSEDUR KERJA
Probandus.
.

KONTROL(-) KONTROL (+) PERCOBAAN

Tabung Rx TABUNG Rx A TABUNG Rx A(30̊)

Tampung saliva +Kalium iodide 1%+1 ml 1ml saliva/ Lar KI 1% + 1


sebelum probandus amilum 1% + 2-3 tetes ml amilum 1%+2-3 tetes
minum tablet kalium natrium nitrit 10% natrium nitrit 10% + 2-3
iodide: tetes H2SO4
TABUNG Rx B
1 ml saliva TABUNG Rx B(60̊)
probandus+ 1 ml +kalium iodide 1 %+ 1 ml
amilum 1%+2-3 tetes 1ml saliva/ Lar KI 2% + 1
amilum 1%+ 2-3 ml
natrium nitrit 10% + 2-3 ml amilum 1%+2-3 tetes
natrium nitrit 10%+2-3
tetes H2SO4 natrium nitrit 10% + 2-3
tetes H2SO4
tetes H2SO4

TABUNG Rx C(90̊)

1ml saliva/ Lar KI 3% + 1


ml amilum 1%+2-3 tetes
natrium nitrit 10% + 2-3
tetes H2SO4

TABUNG Rx D (120̊)

1ml saliva/ Lar KI 4 % + 1


ml amilum 1%+2-3 tetes
natrium nitrit 10% + 2-3
tetes H2SO4
E. HASIL
HASIL PENGAMATAN

a. Data Saliva

No Hasil (menit)
Probandus
. 30’ 60’ 90’ 120’

1. Kontrol negatif

2. Kontrol Positif –
H2SO4

Kontrol Positif +
H2SO4

3. Percobaan

Keterangan :
Bening = 0
Ungu pudar = 1
Ungu muda = 2
Ungu = 3
Ungu tua = 4

b. Grafik/Kurva

Kurva Saliva Vs Waktu


4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
30 60 90 120

K- Kontrol Positif + H2SO4 Percobaan


F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas tentang ekskresi obat melalui kelenjar saliva.
Kelenjar Saliva adalah cairan oral yang kompleks, terdiri dari campuran sekresi yang
berasal dari kelenjar ludah besar (mayor) dan kecil (minor) yang ada pada mukosa
oral.
Pada praktikum ini hasil yang didapatkan jika diberi penilaian berupa angka
pada perubahan warna yang terjadi pada kelenjar saliva pada kelompok control (-),
control (+), dan control percobaan. Nilai yang diberikan pada perubahan warna yang
terjadi ,yaitu : bening = 0, Ungu pudar = 1, Ungu muda = 2, Ungu = 3, Ungu tua = 4.
Dari hasil pengamatan kurva antara saliva vs waktu dapat dianalisa bahwa pada
control negative saliva tidak mengalami perubahan warna (tetap berwarna bening) hal
ini dapat kita lihat pada garis kurva yang dihasilkan pada perbedaan waktu (menit)
menunjukan kestabilan. Pada control positif yang tidak ditambah H2SO4 saliva
berwarna ungu pudar hal ini dikarenakan probandus sudah meminum kalium iodide
dan pada garis kurva yang dihasilkan pada perbedaan waktu (menit) menunjukan
kestabilan warna. Pada control positif yang ditambah H 2SO4 saliva berwarna ungu hal
ini dikarenakan probandus sudah meminum kalium iodide dan ada penambahan
pereaksi H2SO4 pada cairan saliva dan pada garis kurva yang dihasilkan pada
perbedaan waktu (menit) menunjukan kestabilan warna. Sedangkan pada percobaan
saliva mengalami perubahan warna dari menit ke menit, hal ini terjadi karena
probandus sudah meminum kalium iodide dan saliva sudah ditambahkan dengan
pereaksi seperti amilum, natrium nitrit, dan H2SO4, dan pada percobaan ini ekskresi
kalium iodide semakin meningkat, hal ini dapat kita lihat pada garis kurva yang
dihasilkan pada perbedaan waktu (menit) menunjukan adanya kenaikan grafik yang
semakin naik keatas.
Pada percobaan ekskresi saliva dilakukan perlakuan probandus (perbandingan)
antara control negative, control positif, dan percobaan. Pada control negative
dilakukan perlakuan pada tabung Rx ,saliva ditampung pada tabung reaksi sebelum
probandus meminum kalium iodide, penampungan saliva dilakukan pada menit ke 30
ditambahkan 1 ml amilum 1% ditambah 2-3 tetes natrium nitrit 10% dan ditambah 2-
3 tetes H2SO4 menghasilkan saliva berwarna bening(tetap). pada menit ke 60
ditambahkan 1 ml amilum 1% ditambah 2-3 tetes natrium nitrit 10% dan ditambah 2-
3 tetes H2SO4 menghasilkan saliva berwarna bening(tetap). pada menit ke 90
ditambahkan 1 ml amilum 1% ditambah 2-3 tetes natrium nitrit 10% dan ditambah 2-
3 tetes H2SO4 menghasilkan saliva berwarna bening(tetap). Dan pada menit ke 120
ditambahkan 1 ml amilum 1% ditambah 2-3 tetes natrium nitrit 10% dan ditambah 2-
3 tetes H2SO4 menghasilkan saliva berwarna bening(tetap).
Pada percobaan control negative pada menit ke 30,60,90, dan 120 kelenjar
saliva di dalam tabung tidak mengalami perubahan warna dikarenakan probandus
tidak meminum larutan kalium iodide dan pada grafik menunjukan
Pada control positif dilakukan perlakuan tabung RxA saliva ditampung pada tabung
reaksi lalu ditambah kalium iodide 1 % ditambah 1 ml amilum 1% ditambah 2-3
natrium nitrit 10% pada menit ke 30 menghasilkan warna ungu pudar, saliva
ditampung pada tabung reaksi lalu ditambah kalium iodide 1 % ditambah 1 ml
amilum 1% ditambah 2-3 natrium nitrit 10% pada menit ke 60 menghasilkan warna
ungu pudar, saliva ditampung pada tabung reaksi lalu ditambah kalium iodide 1 %
ditambah 1 ml amilum 1% ditambah 2-3 natrium nitrit 10% pada menit ke 90
menghasilkan warna ungu pudar, saliva ditampung pada tabung reaksi lalu ditambah
kalium iodide 1 % ditambah 1 ml amilum 1% ditambah 2-3 natrium nitrit 10% pada
menit ke 30 menghasilkan warna ungu pudar, saliva ditampung pada tabung reaksi
lalu ditambah kalium iodide 1 % ditambah 1 ml amilum 1% ditambah 2-3 natrium
nitrit 10% pada menit ke 120 menghasilkan warna ungu pudar,
Pada control positif dilakukan perlakuan tabung RxB saliva ditampung pada
tabung reaksi lalu ditambah kalium iodide 1 % ditambah 1 ml amilum 1% ditambah
2-3 natrium nitrit 10% dan ditambah 2-3 tetes H2SO4 pada menit ke 30 menghasilkan
warna ungu , saliva ditampung pada tabung reaksi lalu ditambah kalium iodide 1 %
ditambah 1 ml amilum 1% ditambah 2-3 natrium nitrit 10% dan ditambah 2-3 tetes
H2SO4 pada menit ke 60 menghasilkan warna ungu , saliva ditampung pada tabung
reaksi lalu ditambah kalium iodide 1 % ditambah 1 ml amilum 1% ditambah 2-3
natrium nitrit 10% dan ditambah 2-3 tetes H2SO4 pada menit ke 90 menghasilkan
warna ungu , saliva ditampung pada tabung reaksi lalu ditambah kalium iodide 1 %
ditambah 1 ml amilum 1% ditambah 2-3 natrium nitrit 10% dan ditambah 2-3 tetes
H2SO4 pada menit ke 120 menghasilkan warna ungu.
Pada perlakukan control positif antara tabung RxA dan tabung RxB
menghasilkan warna yang berbeda (pada menit 30,60,90 dan 120) pada kedua tabung
perlakukan, Tabung RxA menghasilkan warna yang pudar, sedangkan tabung RxB
menghasilkan warna ungu. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan control positif
tabung RxA tidak ditambahkan H2SO4 dan pada tabung RxB ditambahkan H2SO4.
Alasan ditambahkannya H2SO4 karena penambahan asam sulfat bereaksi dengan
senyawa glukosa pada sampel saliva, akan menyebabkan glukosa pada sampel
mengalami dehuidaratasi dengan asam tersebut sehingga menghasilkan efek warna
yang ditimbulkan, itulah mengapa pada saat perlakuan pada tabung RxA tidak
mengalami perubahan warna kerna tidak ditambahkannya H2SO4 sebagai pereaksi.
Pada percobaan dilakukan perlakukan tabung RxA 1 ml saliva ditampung pada
tabung reaksi lalu ditambahkan Larutan KI 1% + 1 ml amilum 1%+2-3 tetes natrium
nitrit 10% + 2-3 tetes H2SO4 pada menit ke 30 menghasilkan warna ungu pudar. Pada
percobaan dilakukan perlakukan tabung RxB 1 ml saliva ditampung pada tabung
reaksi lalu ditambahkan Larutan KI 2% + 1 ml amilum 1%+2-3 tetes natrium nitrit
10% + 2-3 tetes H2SO4 pada menit ke 60 menghasilkan warna ungu muda. Pada
percobaan dilakukan perlakukan tabung RxC 1 ml saliva ditampung pada tabung
reaksi lalu ditambahkan Larutan KI 3% + 1 ml amilum 1%+2-3 tetes natrium nitrit
10% + 2-3 tetes H2SO4 pada menit ke 90 menghasilkan warna ungu. Pada percobaan
dilakukan perlakukan tabung RxD 1 ml saliva ditampung pada tabung reaksi lalu
ditambahkan Larutan KI 4% + 1 ml amilum 1%+2-3 tetes natrium nitrit 10% + 2-3
tetes H2SO4 pada menit ke 120 menghasilkan warna ungu tua.
Pada percobaan yang telah dilakukan pada tabung RxA, RxB, RxC dan RxD
menghasilkan warna yang berbeda. Pada perubahan warna yang dihasilkan terdapat
perubahan peningkatan pada warna yang didapat pada setiap menit yang ditentukan.
Hal ini menandakan KI yang diekresikan melalui saliva pada menit ke 30
konsentrasinya masih sedikit sehingga menghasilkan warna ungu pudar. Pada menit
ke 60 menghasilkan warna ungu muda karena kemungkinan konsentrasi KI yang
dikeluarkan pada menit ke 60 ini lebih besar dari menit ke 30, sehingga menghasilkan
sedikit warna dari yang sebelumnya. Pada menit ke 90 menghasilkan warna ungu
karena kemungkinan pada menit ke 90 ini konsentrasi KI yang dikeluarkan lebih
besar dari menit ke 60, sehingga menghasilkan warna yang sesuai dengan control
positif yang diujikan, yaitu menghasilkan warna ungu. Dan pada menit ke 120
menghasilkan warna ungu tua karena pada menit ke 120 ini konsentrasi KI yang
dikeluarkan mencapai puncak konsentrasi yang lebih tinggi/lebih besar dari
sebelumnya sehingga warna yang dihasilkan lebih pekat (ungu tua). Pada percobaan
ini membuktikan bahwa konsentrasi KI yang dikeluarkan berbeda-beda setiap
menitnya (pada menit ke 30, 60, 90 dan 120), semakin lama menit pengeluaran KI
maka akan semakin besar konsentrasi yang dihasilkan.

G. KESIMPULAN
- Prinsip Kinetika obat didalam tubuh dimulai dari penyerapan (absorpsi), lalu
tersebar melalui ke seluruh jaringan tubuh melalui darah (distribusi), selanjutnya
dimetabolisi dalam organ-organ tertentu terutama hati (biotransformasi), lalu sisa
atau hasil metabolisme ini dikeluarkan dari tubuh dengan ekskresi (eliminiasi) dan
selanjutnya disingkat menjadi ADME.
- mekanisme ekskresi obat melalui saliva ini bergantung terutama pada difusi pasif
dari bentuk non-ion yang larut lemak melalui sel epitel kelenjar, dan pH. Volume
distribusi adalah volume perkiraan obat terlarut dan terdistribusi dalam tubuh.
Semakin besar nilai volume distribusi, semakin luas distribusinya. Besarnya
volume distribusi ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, dan derajat ikatan
obat dengan protein plasma dan dengan berbagai jaringan. Bersihan adalah
kecepatan obat dibersihkan dari dalam tubuh atau volume plasma yang
dibersihkan dari obat persatuan waktu (volume/waktu).
- Tiga parameter klinik dalam eksresi obat yaitu klirens, suatu ukuran kemampuan
tubuh untuk mengeliminasi obat ; volume distribusi , suatu ukuran volume dalam
tubuh yang mengandung obat ; dan ketersediaan hayati, fraksi dosis obat yang
terabsorpsi kedalam sirkulasi sistemik. Parameter yang juga penting yaitu
kecepatan ketersediaan dan distribusi obat dalam tubuh.
H. REFERENSI
Indriana, Tecky. https://core.ac.uk/download/pdf/297946342.pdf (Diakses pada
tanggal 22 Januari 2021 00:16 WIB)
Mulyani, Evi. 2021. Ekskresi Obat. Palangka Raya : Universitas Muhammadiyah.
Rolanda,L.B.2010.http://www.repository.trisakti.ac.id/webopac_usaktiana/digital/000
00000000000081602/2014_TA_KG_04010112_bab-II.pdf (Diakses pada tanggal 22
Januari 2021 00:24 WIB)
Kasuma, Nila. 2015. FISIOLOGI DAN PATOLOGI SALIVA. Padang : Andalas
University Press.
Aslam,Mohamed. 2013.Farmasi Klinis.Surabaya : Universitas Surabaya

Anda mungkin juga menyukai