Anda di halaman 1dari 142

FORMULASI DAN EVALUASI NANOEMULSI DARI EXTRA

VIRGIN OLIVE OIL (Minyak Zaitun Ekstra Murni) SEBAGAI


ANTI-AGING

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
NURUL ANISHA HAKIM
NIM 131501128

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


FORMULASI DAN EVALUASI NANOEMULSI DARI EXTRA
VIRGIN OLIVE OIL (Minyak Zaitun Ekstra Murni) SEBAGAI
ANTI-AGING

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
NURUL ANISHA HAKIM
NIM 131501128

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI DAN EVALUASI NANOEMULSI DARI EXTRA


VIRGIN OLIVE OIL (Minyak Zaitun Ekstra Murni)
SEBAGAI ANTI-AGING
OLEH:
NURUL ANISHA HAKIM
NIM 131501128

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi


Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal : 21 Juli 2017

Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.
NIP 195306251986012001 NIP 195807101986012001

Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt.


Pembimbing II, NIP 195306251986012001

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. Drs. Suryanto M.Si., Apt


NIP 195201171980031002 NIP 196106191991031001

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.


NIP 195201171980031002

Medan, September 2017


Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.


NIP 195707231986012001

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan karunia kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul ―Formulasi dan Evaluasi Nanoemulsi dari Extra Virgin Olive Oil

(Minyak Zaitun Ekstra Murni) sebagai Anti-Aging‖. Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Minyak zaitun mengandung vitamin A, E, dan ß-karoten yang mencegah

penuaan kulit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan minyak

zaitun menjadi sediaan nanoemulsi dan untuk mengetahui aktivitas anti-aging dari

sediaan nanoemulsi dan emulsi minyak zaitun ekstra murni. Hasil dari penelitian

ini menunjukkan bahwa sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni

mempunyai aktifitas anti-aging yang lebih baik bila dibandingkan dengan sediaan

emulsi. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan kadar air (moisture),

penurunan jumlah noda (spot), pengecilan pori (pore), penurunan jumlah kerutan

(wrinkle). Manfaat dari penelitian ini memberikan informasi ilmiah tentang

aktivitas anti-aging pada kulit dari sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra

murni.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Bapak

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran,

tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ucapan

terimakasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas

iv
Universitas Sumatera Utara
Sumatera Utara Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., yang telah memberikan bantuan dan

fasilitas selama masa pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan

tak terhingga kepada keluarga tercinta, Ayahanda Yuznizar, Ibunda Maryati,

Suprapti, Suprihatin dan Nenek Sukarmi dan Alm. Nenek Raimah serta adik-

adikku Atikah Ulfa yang tiada hentinya mendoakan, memberikan semangat,

dukungan dan berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis. Penulis

juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabatku dan kepada seluruh

teman-teman asisten di Laboratorium Farmasi Fisik, SPACE Club, Incomphasco

Club, UKMI AT-THIBB, dan Himpunan Mahasiswa Farmasi USU, yang telah

banyak memberikan motivasi dan semangat kepada penulis selama penulis kuliah

dan melakukan penelitian dan terimakasih yang tulus kepada Schneider Team

yang telah membantu penulis dalam berkarya dan telah membuat hari-hari penulis

lebih bermakna.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan khususnya dibidang farmasi.

Medan, Juli 2017


Penulis,

Nurul Anisha Hakim


NIM 131501128

v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Nurul Anisha Hakim
Nomor Induk Mahasiswa : 131501128
Program Studi : S-1 Reguler Farmasi
Judul Skripsi : Formulasi dan Evaluasi Nanoemulsi dari
Extra Virgin Olive Oil (Minyak Zaitun Extra
Murni) sebagai Anti-Aging

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dan hasil
pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan orang lain untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena
kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi
ini ditemukan plagiat akibat kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima
sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat
digunakan jika diperlukan sebagai mana mestinya.

Medan, Juli 2017


Yang Membuat Pernyataan

Nurul Anisha Hakim


NIM 131501128

vi
Universitas Sumatera Utara
FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN NANOEMULSI
DARI EXTRA VIRGIN OLIVE OIL (Minyak Zaitun Ekstra
Murni) SEBAGAI ANTI-AGING
ABSTRAK
Latar belakang: Minyak zaitun ekstra murni banyak mengandung antioksidan
dan vitamin E yang berfungsi untuk mencegah terjadinya penuaan kulit.
Nanoemulsi merupakan cara yang efektif untuk pelepasan minyak zaitun ekstra
murni sebagai bahan aktif dikarenakan ukuran droplet yang kecil, dan dapat
dengan mudah berpenetrasi melewati lapisan kulit. Oleh karena itu perlu dibuat
sediaan anti-aging dari minyak zaitun ekstra murni dalam bentuk nanoemulsi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan minyak zaitun ekstra
murni 5% dengan variasi konsentrasi tween 80 sebagai surfaktan dan sorbitol
sebagai ko-surfaktan dalam nanoemulsi sebagai anti-aging dan untuk mengetahui
stabilitas dari nanoemulsi selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar.
Metode: Nanoemulsi anti-aging dibuat tiga formula menggunakan minyak zaitun
ekstra murni 5%, dan variasi perbandingan tween 80 dan sorbitol. Evaluasi
stabilitas sediaan nanoemulsi selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar
meliputi pengamatan organoleptis (bau, warna, bentuk), pembentukan creaming
dan pemisahan fase, viskositas, pH, pengukuran ukuran partikel, uji sentrifugasi.
Selanjutnya dilakukan penentuan bobot jenis, tegangan permukaan, analisis TEM
nanoemulsi, dan penentuan perbandingan aktivitas anti-aging sediaan nanoemulsi
dan emulsi minyak zaitun esktra murni serta uji iritasi sediaan pada kulit
sukarelawan.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua nanoemulsi minyak zaitun
ekstra murni 5% berwarna kuning transparan, berbau khas, rata-rata ukuran
partikel 189,820-401,69, bobot jenis 1,0418-1,0862 gram/ml dan nilai tegangan
permukaannya lebih kecil dari pada air yaitu 45,40-47,10 dyne/cm. Tidak terdapat
pembentukan creaming, kekeruhan dan pemisahan fase dalam uji sentrifugasi
untuk semua sediaan nenoemulsi. Hasil uji iritasi nanoemulsi dan emulsi tidak
mengiritasi kulit dan aktivitas anti-aging nanoemulsi lebih baik dibandingkan
emulsi.
Kesimpulan: Minyak zaitun ekstra murni dapat diformulasikan sebagai sediaan
nanoemulsi dan nanoemulsi paling stabil pada penyimpanan selama 12 minggu
pada suhu kamar dan memiliki aktivitas anti-aging yang lebih baik dibandingkan
dengan emulsi.

Kata kunci: minyak zaitun ekstra murni, nanoemulsi, emulsi, anti-aging

vii
Universitas Sumatera Utara
FORMULATION AND EVALUATION OF EXTRA VIRGIN
OLIVE OIL NANOEMULSION AS ANTI-AGING

ABSTRACT

Background: Extra virgin olive oil contains many antioxidants and vitamin E that
prevents the occurrence of skin aging. Nanoemulsion is an effective way for
releasing extra virgin olive oil as an active ingredient due to its small droplet size,
and can easily penetrate through the skin layer. Therefore it’s important to
prepared an anti-aging forms of extra-virgin olive oil as nanoemulsion.
Purpose: The purpose of this study is to formulate 5% extra virgin olive oil with
variation concentration of tween 80 as surfactant and sorbitol as co-surfactant in
nanoemulsion as anti-aging and to find out the stability of nanoemulsion during
12 weeks storage at room temperature.
Method: Anti-aging nanoemulsion was made from three formulas using 5% extra
virgin olive oil, and variation concentration of tween 80 and sorbitol. The stability
evaluation of these nanoemulsion during 12 weeks storage at room temperature
were: organoleptic evaluation (smell, colour, transparency), creaming formation
and phase separation, viscosity, pH, particle size measurement, and centrifugation
test. Then examined the surface tension, TEM analysis, determination of
comparison of anti-aging activity of nanoemulsion and emulsion, and irritation
test of these formula on the skin of volunteers.
Results: The results showed that all nanoemulsion 5% extra virgin olive oil were
transparent with specific smell, the particle size mean was 189.82-401.69 nm, the
density was 1.0418-1.0862 gram / ml and the surface tension value was lower
than water 45.40-47.10 dyne / cm. There was no creaming, cloudiness and phase
separation in centrifugation test for all nanoemulsion, while at emulsion had
become creaming, and. The results irritation test of nanoemulsion and emulsion
did not irritate the skin and anti-aging activity of nanoemulsion was better than
emulsion.
Conclution: Extra virgin olive oil can be formulated as the anti-aging
nanoemulsion and nanoemulsion is most stable during 12 weeks storage at room
temperature and anti-aging activity nanoemulsion was better than emulsion.

Keyword: extra virgin olive oil, nanoemulsion, emulsion, anti-aging

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ..................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... iii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iv

SURAT PERNYATAAN.......................................................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................... vii

ABSTRACT ............................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................ ix

DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xviii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 4

1.3 Hipotesa Penelitian ......................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................ 5

1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6

2.1 Kulit ................................................................................................ 6

2.1.1 Anatomi dan fisiologi kulit .................................................... 6

2.1.1.1 Epidermis ........................................................................ 7

2.1.1.2 Dermis ............................................................................. 9

2.1.1.3 Hipodermis ...................................................................... 10

2.1.2 Jenis-jenis kulit ...................................................................... 11

ix
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Fungsi kulit ............................................................................ 12

2.2 Aging (Penuaan) ............................................................................. 13

2.2.1 Tanda-tanda penuaan dini ...................................................... 15

2.2.2 Penyebab Penuaan Dini ......................................................... 17

2.3 Anti-aging ....................................................................................... 17

2.4 Minyak Zaitun ............................................................................... 18

2.5 Emulsi ............................................................................................. 20

2.6 Nanoemulsi ..................................................................................... 21

2.7 Surfaktan ........................................................................................ 22

2.7.1 Tween 80 ................................................................................ 24

2.8 Kosurfaktan .................................................................................... 25

2.8.1 Sorbitol ................................................................................... 25

2.9 Skin Analizer................................................................................... 26

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 28

3.1 Alat ................................................................................................ 28

3.2 Bahan ............................................................................................. 29

3.3 Sukarelawan .................................................................................. 29

3.4 Prosedur penelitian ......................................................................... 29

3.4.1 Formulasi sediaan nanoemulsi ............................................... 29

3.4.1.1 Prosedur pembuatan nanoemulsi .................................... 31

3.4.2 Formulasi sediaan emulsi ....................................................... 31

3.4.2.1 Prosedur pembuatan emulsi ............................................ 33

3.5 Evaluasi Stabilitas Sediaan ............................................................. 33

3.5.1 Pengamatan organoleptis, pembentukan creaming dan

pemisahan fase sediaan ......................................................... 33

x
Universitas Sumatera Utara
3.5.2 Pemeriksaan homogenitas ....................................................... 34

3.5.3 Pengukuran pH sediaan........................................................... 34

3.5.4 Penentuan tipe emulsi sediaan ................................................ 34

3.5.5 Penentuan bobot jenis ............................................................. 34

3.5.6 Penentuan viskositas .............................................................. 35

3.5.7 Uji sentrifugasi ........................................................................ 35

3.5.8 Pengukuran tegangan permukaan .......................................... 35

3.5.9 Penentuan ukuran partikel nanoemulsi ................................... 36

3.5.10 Analisa TEM nanoemulsi ..................................................... 36

3.6 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan .......................................... 36

3.7 Pengujian Efektivitas Anti-aging .................................................... 37

3.8 Analisis Data ................................................................................... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 39

4.1 Hasil Formulasi Sediaan .............................................................. 39

4.1.1 Formulasi nanoemulsi ............................................................. 39

4.1.2 Formulasi emulsi ..................................................................... 41

4.2 Hasil Evaluasi Sediaan ................................................................... 42

4.2.1 Hasil pengamatan stabilitas, pembentukan creaming dan

pemisahan fase sediaan .......................................................... 42

4.3 Hasil Pemeriksaan Homogenitas ................................................. 47

4.4 Hasil Pengukuran pH Sediaan ...................................................... 48

4.5 Hasil Penentuan Tipe Emulsi Sediaan ......................................... 51

4.6 Hasil Penentuan Bobot Jenis ........................................................ 52

4.7 Hasil Penentuan Viskositas .......................................................... 52

4.8 Hasil Uji Sentrifugasi ................................................................... 55

xi
Universitas Sumatera Utara
4.9 Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan ................................. 56

4.10 Hasil Penentuan Ukuran Partikel Nanoemulsi ........................ 57

4.11 Hasil Analisa TEM .................................................................. 62

4.12 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ......................... 63

4.13 Hasil Penentuan Aktivitas Anti-aging Terhadap Sukarela-

wan .......................................................................................... 64

4.13.1 Kadar air (moisture) ........................................................... 65

4.13.2 Pori (pore) .......................................................................... 68

4.13.3 Noda (spot) ......................................................................... 71

4.13.4 Kerutan (wrinkle) ............................................................... 75

BV KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 79

5.1 Kesimpulan .................................................................................... 79

5.2 Saran .............................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 80

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Faktor dan efek dari aging .......................................................... 17

3.1 Persentase komposisi bahan dalam nanoemulsi pada penelitian

sebelumnya ............................................................................... 30

3.2 Persentase komposisi bahan dalam nanoemulsi yang mengan

dung minyak zaitun ekstra murni dengan variasi konsentrasi

tween 80 dan sorbitol .................................................................. 30

4.1 Data pengamatan stabilitas nanoemulsi pada penyimpanan 12

minggu pada suhu kamar ............................................................ 43

4.2 Data pengamatan stabilitas emulsi pada penyimpanan 12 ming

gu pada suhu kamar .................................................................... 45

4.3 Data pengukuran pH nanoemulsi pada penyimpanan selama 12

minggu pada suhu kamar ............................................................ 48

4.4 Data pengukuran pH emulsi pada penyimpanan selama 12

minggu pada suhu kamar ............................................................ 49

4.5 Data penentuan Bobot Jenis nanoemulsi dan emulsi .................. 52

4.6 Data uji viskositas nanoemulsi minyak zaitun 5% ..................... 53

4.7 Data uji viskositas emulsi minyak zaitun 5% ............................. 54

4.8 Data sentrifugasi nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni 5% ... 55

4.9 Data pengukuran tegangan permukaan nanoemulsi dan emulsi

Minyak zaitun ekstra murni 5% .................................................. 57

4.10 Data penentuan distribusi ukuran partikel nanoemulsi ............... 58

4.11 Data penentuan rata-rata ukuran partikel nanoemulsi ................ 61

4.12 Data uji iritasi sediaan nanoemulsi F2 terhadap sukarelawan .... 64

xiii
Universitas Sumatera Utara
4.13 Data uji iritasi sediaan emulsi terhadap sukarelawan ................. 64

4.14 Data hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah

sukarelawan................................................................................. 65

4.15 Data hasil kenaikan kadar air (moisture) pada kulit wajah suka

relawan ........................................................................................ 66

4.16 Data hasil pengukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarela

lawan ........................................................................................... 68

4.17 Data hasil pengukuran noda (spot) pada kulit wajah sukarela

wan .............................................................................................. 72

4.18 Data hasil pengukuran kerutan (wrinkle) pada kulit wajah suka

relawan ........................................................................................ 76

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur kulit ............................................................................. 7

2.2 Penampang lapisan epidermis kulit .......................................... 9

2.3 Visualisasi jaringan ikat bawah kulit ........................................ 11

2.4 Molekul surfaktan ..................................................................... 23

2.5 Rumus bangun tween 80 .......................................................... 25

2.6 Rumus bangun sorbitol ............................................................ 26

4.1 Skema proses pembuatan nanoemulsi minyak zaitun ekstra

Murni 5% .................................................................................. 40

4.2 Sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 pada saat sebelum pe-

nyimpanan pada suhu kamar .................................................... 44

4.3 Sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 pada saat sebelum pe-

nyimpanan pada suhu kamar .................................................... 44

4.4 Sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 pada saat sebelum pe-

nyimpanan pada suhu kamar .................................................... 44

4.5 Sediaan emulsi minyak zaitun ekstra murni 5% saat sebelum

penyimpanan pada suhu kamar................................................. 46

4.6 Sediaan emulsi minyak zaitun ekstra murni 5% saat penyim-

panan 11 minggu pada suhu kamar .......................................... 46

4. 7 Sediaan emulsi minyak zaitun ekstra murni 5% saat penyim-

panan 12 minggu pada suhu kamar .......................................... 46

4.8 Hasil uji homogenitas nanoemulsi minyak zaitun ekstra mur-

ni 5%.............. ........................................................................... 47

4.9 Hasil uji homogenitas emulsi minyak zaitun ekstra murni

xv
Universitas Sumatera Utara
5% ............................................................................................. 47

4.10 Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH nanoemulsi minyak

zaitun ekstra murni 5% ............................................................. 49

4.11 Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH emulsi minyak zai-

tun ekstra murni 5% .................................................................. 49

4.12 Tipe emulsi sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni

5% ............................................................................................. 51

4.13 Tipe emulsi sediaan emulsi minyak zaitun ekstra murni 5% ... 51

4.14 Pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas nanoemulsi

minyak zaitun ekstra murni 5% ................................................ 53

4.15 Pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas emulsi mi-

nyak zaitun ekstra murni 5% .................................................... 54

4.16 Hasil sentrifugasi nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni

5% ............................................................................................. 55

4.17 Hasil sentrifugasi emulsi minyak zaitun ekstra murni 5% ....... 56

4.18 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F1 pada 0 minggu pe-

nyimpanan suhu kamar ............................................................. 58

4.19 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F1 pada 6 minggu pe-

nyimpanan suhu kamar ............................................................. 58

4.20 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F1 pada 12 minggu pe-

nyimpanan suhu kamar ............................................................. 59

4.21 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F2 pada 0 minggu pe-

nyimpanan suhu kamar ............................................................. 59

4.22 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F2 pada 6 minggu pe-

nyimpanan suhu kamar ............................................................. 60

xvi
Universitas Sumatera Utara
4.23 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F2 pada 12 minggu pe-

nyimpanan suhu kamar ............................................................. 60

4.24 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F3 pada 0 minggu pe-

nyimpanan suhu kamar ............................................................. 60

4.25 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F3 pada 6 minggu pe-

nyimpanan suhu kamar ............................................................. 60

4.26 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F3 pada 12 minggu pe-

nyimpanan suhu kamar ............................................................. 61

4.27 Pengaruh lama penyimpanan terhadap ukuran partikel nano-

emulsi minyak zaitun ekstra murni 5% .................................... 61

4.28 Hasil analisa partikel sediaan nanoemulsi F2 dengan TEM

(Transmision Electron Microscopic) ........................................ 63

4.29 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) selama 4 ming-

gu .............................................................................................. 66

4.30 Grafik hasil pengukuran pori (pore) selama 4 minggu............. 69

4.31 Hasil pengukuran kondisi noda awal kulit wajah sukarela-

wan sebelum pemakaian sediaan .............................................. 71

4.32 Hasil pengukuran kondisi noda kulit waah sukarelawan sete-

lah pemakaian sediaan selama 1 minggu .................................. 71

4.33 Hasil pengukuran kondisi noda kulit wajah sukarelawan sete-

lah pemakaian sediaan selama 2 minggu .................................. 71

4.34 Hasil pengukuran kondisi noda kulit wajah sukarelawan sete-

lah pemakaian sediaan selama 3 minggu .................................. 72

4.35 Hasil pengukuran kondisi noda kulit wajah sukarelawan sete-

lah pemakaian sediaan selama 4 minggu .................................. 72

xvii
Universitas Sumatera Utara
4.36 Grafik hasil pengukuran noda (Spot) selama 4 minggu ........... 73

4.37 Hasil pengukuran kondisi keriput awal kulit wajah sukarela-

wan sebelum pemakaian sediaan .............................................. 75

4.38 Hasil pengukuran kondisi keriput kulit wajah sukarelawan se-

telah pemakaian sediaan selama 1 minggu ............................... 75

4.39 Hasil pengukuran kondisi keriput kulit wajah sukarelawan se-

telah pemakaian sediaan 2 minggu ........................................... 75

4.40 Hasil pengukuran kondisi keriput kulit wajah sukarelawan se-

telah pemakaian sediaan selama 3 minggu ............................... 76

4.41 Hasil pengukuran kondisi keriput kulit waah sukarelawan se-

telah pemakaian sediaan selama 4 minggu ............................... 76

4.42 Grafik hasil pengukuran kerutan (wrinkle) selama 4 minggu .. 77

xviii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Gambar alat dan bahan ........................................................................ 84

2 Gambar cara pembuatan sediaan ......................................................... 88

3 Bagan alir pembuatan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni 5% .. 93

4 Bagan pembuatan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni 5%....... 94

5 Bagan alir pembuatan emulsi minyak zaitun ekstra murni 5% ....... 96

6 Sertifikat analisis minyak zaitun ekstra murni .................................... 97

7 Distribusi ukuran partikel nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni..... 99

8 Data hasil uji statistik ........................................................................... 108

9 Gambar uji iritasi sediaan nanoemulsi dan emulsi pada sukarelawan 112

10 Pengujian aktivitas anti-aging sediaan nanoemulsi dan emulsi .......... 113

11 Gambar uji sentrifugasi sediaan nanoemulsi dan emulsi minyak

zaitun ekstra murni 5% ....................................................................... 119

12 Surat pernyataan persetujuan (informed consent) ................................ 120

xix
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit adalah jaringan terluar tubuh berfungsi sebagai pelindung terhadap

lingkungan eksternal, bahan kimia berbahaya dan terhadap sinar matahari, serta

membantu mengatur suhu dan keseimbangan cairan. Penuaan kulit adalah proses

biologis yang kompleks dipengaruhi oleh faktor intrinsik (hormon, genetik, dan

metabolisme sel) dan faktor ekstrinsik (bahan kimia, paparan cahaya kronis,

polusi, radiasi pengion, dan toxin). Faktor-faktor tersebut menyebabkan

perubahan struktural dan fisiologis, perubahan progresif dalam setiap lapisan kulit

dan perubahan dalam penampilan kulit, terutama pada daerah kulit yang terkena

sinar matahari. Biasanya kulit menunjukkan epidermis yang menebal, perubahan

warna, adanya kerutan, dan kehilangan elastisitas yang menyebabkan kulit

menjadi kendur (Sharma, dkk., 2014).

Selain itu, penuaan kulit juga dirangsang oleh radikal bebas yang

merupakan spesies kimia reaktif dengan elektron tidak berpasangan di orbital

terluarnya. Radikal bebas bertanggungjawab terhadap kerusakan tingkat sel dan

jaringan pada sel berperan pada penuaan dan kematian sel. Hal tersebut dapat

dicegah dengan adanya antioksidan. Antioksidan molekul yang mampu

menstabilkan radikal bebas. Manusia memiliki sistem antioksidan kompleks,

bekerja sinergis untuk melindungi sel dan sistem organ dari kerusakan akibat

radikal bebas. Namun pada kondisi tertentu antioksidan endogen menjadi

insufisiensi dan memerlukan antioksidan eksogen untuk mempertahankan fungsi

seluler yang optimal (Zalukhu, dkk., 2016).

1
Universitas Sumatera Utara
Salah satu sumber antioksidan alami adalah tanaman zaitun (Olea

europaea) yang diolah menjadi minyak zaitun (Oleum olivae). Konsumsi minyak

zaitun terbukti dapat memberikan perlindungan terhadap terjadinya penuaan

dengan menghambat stres oksidatif. Minyak zaitun mempunyai peranan penting

dalam industri kosmetik. Minyak zaitun digunakan sebagai bahan dalam berbagai

jenis kosmetik, karena diyakini berkhasiat untuk menjaga kelembapan dan

kelembutan kulit, sehingga kulit tetap awet muda. Minyak ini sangat kompatibel

dengan pH kulit, kaya akan vitamin dan zat-zat bernutrisi lainnya yang

melembutkan dan melindungi. Hal ini disebabkan oleh komposisi minyak zaitun

yang sebagian besar asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat, dan asam linolenat),

mikronutrien vitamin (A, E, dan ß-karoten) dan antioksidan fenolik, yaitu

hydroxytyrosol, tyrosol, oleuropein, lignan, serta squalene (Owen, dkk., 2000;

Mulyawan dan Suriana, 2013; Smaoui, 2012; Mondal, dkk., 2015).

Aktivitas antioksidan vitamin E dari minyak zaitun mencegah iritasi kulit

dan penuaan, sementara sifat regenerasi vitamin A nya melindungi kulit dari

penuaan dan menjaga kelembutan, kehalusan, ketegasan, dan elastisitasnya

(Mondal, dkk., 2015). Pada penelitian ini berdasarkan sertifikat analisis minyak

zaitun ekstra murni bahwa kandungan vitamin E yang terdapat dalam minyak

tersebut adalah sebesar 52,90 µg/ml.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Asmarani (2015),

aktivitas antioksidan minyak zaitun ditentukan dengan menggunakan metode

DPPH dinyatakan dalam IC50. Menurut penelitian tersebut bahwa minyak zaitun

mempunyai nilai IC50 sebesar 55,79 µg/ml yang menandakan bahwa minyak

zaitun mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat.

2
Universitas Sumatera Utara
Anti-aging merupakan bagian dari kosmetik yang mengandung bahan untuk

mengurangi kerutan (wrinkle) dan meningkatkan level kelembaban (moisture) dari

kulit. Fungsi utama dari sediaan anti-aging adalah mengurangi kerutan (wrinkle)

dan bintik noda (spot). Dewasa ini semakin banyak perkembangan dalam sistem

penghantaran dalam kosmetik untuk meningkatkan penetrasi, mengoptimalkan

biaya penggunaan bahan aktif dan efektivitas terapi. Dalam kosmetik, yang

menjadi perhatian utama adalah untuk mencapai sel kulit (Sharma, dkk., 2014).

Ada beberapa sistem penghantaran kosmetik yang inovatif yang

digunakan pada produk kosmetik salah satunya adalah nanoemulsi. Nanoemulsi

atau miniemulsi adalah dispersi halus minyak/air atau air/minyak yang distabilkan

oleh film antarmuka molekul surfaktan yang memiliki rentang tetesan 20-600 nm.

Nanoemulsi sangat menarik untuk diaplikasikan dalam kosmetik dikarenakan sifat

estetika dari nanoemulsi yaitu stabil, viskositas yang rendah dan aspek visual yang

transparan, serta luas permukaan yang tinggi memungkinkan penghantaran yang

efektif dari bahan aktif untuk kulit. Nanoemulsi terbentuk dari proses dispersi dari

satu fase cair ke dalam fase cair lainnya untuk membentuk droplet. Nanoemulsi

memiliki ukuran globul yang sangat kecil dapat mencegah terjadinya creaming,

sedimentasi, koalesens. Keuntungan dari penggunaan nanoemulsi sebagai sediaan

topikal adalah lebih banyak zat aktif yang dapat diformulasikan dalam satu

sediaan dikarenakan adanya peningkatan kapasitas kelarutan dan dapat

meningkatkan bioavailabilitas zat aktif sehingga membuat aktivitas termodinamik

zat aktif pada kulit meningkat. Selain itu memiliki efektivitas yang tinggi dalam

menembus stratum corneum pada kulit (Gupta, dkk., 2010; Hermanto, 2016;

Panjaitan, 2015; Asmarani, 2015).

3
Universitas Sumatera Utara
Teknologi nanoemulsi ini juga merupakan metode yang efektif untuk

pelepasan minyak zaitun sebagai bahan aktif dikarenakan ukuran droplet yang

kecil, nanoemulsi dapat dengan mudah berpenetrasi melewati lapisan kulit dan

dapat meningkatkan penetrasi bahan aktif. Oleh karena itu, pada penelitian ini

minyak zaitun ekstra murni akan dikembangkan dalam bentuk sediaan nanoemulsi

dan dilakukan evaluasi terhadap stabilitas dan aktivitas anti-aging dari sediaan

tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah minyak zaitun ekstra murni (Extra Virgin Olive Oil) dapat

diformulasikan dalam sediaan nanoemulsi dan masih stabil pada

penyimpanan selama 12 minggu pada suhu kamar?

2. Apakah sediaan nanoemulsi yang mengandung minyak zaitun ekstra murni

(Extra Virgin Olive Oil) memiliki daya anti-aging pada kulit?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan maslah diatas, maka yang menjadi hipotesis

dalam penelitian ini adalah:

1. Minyak zaitun ekstra murni (Extra Virgin Olive Oil) dapat diformulasikan

dalam sediaan nanoemulsi dan masih stabil pada penyimpanan selama 12

minggu pada suhu kamar.

2. Sediaan nanoemulsi yang mengandung minyak zaitun ekstra murni (Extra

Virgin Olive Oil) memiliki daya anti-aging pada kulit.

4
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah minyak zaitun ekstra murni (Extra Virgin Olive

Oil) dapat diformulasikan dalam sediaan nanoemulsi dengan menggunakan

variasi konsentrasi tween 80 sebagai surfaktan dan sorbitol sebagai ko-

surfaktan dan stabilitas minyak zaitun ekstra murni (Extra Virgin Olive Oil)

yang diformulasikan dalam sediaan nanoemulsi pada penyimpanan selama

12 minggu pada suhu kamar.

2. Untuk mengetahui apakah sediaan nanoemulsi yang mengandung minyak

zaitun ekstra murni (Extra Virgin Olive Oil) 5% mempunyai aktivitas anti-

aging pada kulit yang lebih baik dibandingkan dengan sediaan emulsi.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi ilmiah tentang aktivitas anti-aging pada kulit dari

sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni.

5
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

Kulit merupakan bagian yang paling luar dari tubuh dan merupakan

organ yang terluas, yaitu antara 1,5-2,0 m2 dengan berat kurang lebih 20 kg. Kulit

merupakan organ yang memiliki fungsi dan tugas yang sangat berat dalam

mempertahankan intergritasnya. Kulit mengalami perubahan-perubahan sesuai

dengan masa dan umurnya. Pada saat baru lahir, kulit bayi sangat halus dan

banyak ditumbuhi rambut-rambut halus (lanugo). Beberapa kemudian kulit bayi

menyesuaikan diri dengan lingkungan luar, seperti udara dan cuaca sehingga

permukaan kulit yang tadinya basah menjadi relatif lebih kering. Pada usia

pubertas, terjadi pembesaran kelenjar sebasea yang disebabkan oleh pengaruh

hormon, baik esterogen, progesteron ataupun androgen yang berpotensi menjadi

jerawat. Ketika usia menjelang tua akan terjadi penuaan kulit, yang ditandai oleh

kulit yang kering, kasar, bersisik, bercak cokelat atau putih tidak merata, kendur

menggelantung dengan kerutan-kerutan/keriput dan garis-garis/lipatan-lipatan

kulit yang jelas. Perubahan-perubahan tersebut dengan sendirinya akan

menyebabkan perbedaan-perbedaan jenis kulit pada bayi, anak, remaja, dewasa,

dan usia lanjut (Putro, 1997).

2.1.1 Anatomi dan fisiologi kulit

Kulit terdiri atas tiga bagian besar dengan fungsi yang berbeda-beda,

yaitu lapisan kulit ari (epidermis), lapisan kulit jangat (dermis), dan lapisan

hipodermis (subkutan) (Putro, 1997).

6
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Struktur Kulit (Pope, dkk., 2010)

2.1.1.1 Epidermis

Epidermis merupakan jaringan epitel berlapis pipih, dengan sel epitel

yang mempunyai lapisan tertentu. Unsur utamanya adalah sel-sel tanduk

(keratinosit) dan sel melanosit. Lapisan epidermis tumbuh terus karena lapisan sel

induk yang berada dilapisan bawah bermitosis terus-menerus, sedangkan lapisan

paling luar epidermis akan mengelupas dan gugur. Epidermis dibina oleh sel-sel

dermis terutama serat-serat kolagen dan sedikit serat elastis. Dari sudut kosmetik,

epidermis merupakan bagian kulit yang menarik karena kosmetik dipakai pada

epidermis itu. Meskipun ada beberapa jenis kosmetik yang digunakan sampai ke

dermis, namun tetap penampilan epidermis menjadi tujuan utama. Ketebalan

epidermis berbeda-beda pada berbagai tubuh, yang paling tebal berukuran 1

milimeter, misalnya ada telapak kaki dan telapak tangan, dan lapisan yang tipis

berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut

(Tranggono, dkk., 2007). Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang

7
Universitas Sumatera Utara
berfungsi sebagai lapisan pelindung dari pengaruh eksternal. Epidermis tersusun

atas lima lapisan (Baki dan Alexander, 2015).

a. Stratum korneum

Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel tanduk (keratinasi), gepeng, kering, dan

tidak berinti. Lapisan tanduk hampir tidak mengandung air karena adanya

penguap air, elastisnya kecil, dan sangat efektif untuk pencegahan penguapan air

dari lapisan yang lebih dalam (Syaifuddin, 2009). Permukaan lapisan ini dilapisi

oleh lapisan pelindung yang lembab, tipis, dan bersifat asam yang disebut mantel

asam kulit. Umumnya, pH fisiologis mantel asam kulit berkisar antara 4,5-6,5

(Tranggono, dkk., 2007).

b. Stratum Lusidum

Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di

bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk dengan

lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-

kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya).

Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses

keratinisasi bermula dari lapisan bening (Kusantati, dkk., 2008).

c. Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit

berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir di dalam protoplasmanya,

berbutir kasa dan berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit

telapak tangan dan telapak kaki (Kusantati, dkk., 2008).

d. Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi terdiri

atas sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan

protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-

8
Universitas Sumatera Utara
akan selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas

serabut protein (Kusantati, dkk., 2008).

e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale) merupakan

lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan

kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi

dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur

halus yang membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup

besar terhadap pengaturan metabolisme demo-epidermal dan fungsi-fungsi vital

kulit. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui mitosis

(Kusantati, dkk., 2008).

Gambar 2.2 Penampang lapisan epidermis kulit

2.1.1.2 Dermis

Dermis biasanya 40 kali lebih tebal dari epidermis dan tersusun dari

bahan mukopolisakarida. Pada dermis terdapat sel-sel mast dan fibroblast.

Fibroblast mensintesis komponen penunjang struktural dari kulit (yaitu: serat-serat

elastik, kolagen, dan serat retikulum). Dermis terdiri atas 2 lapisan yaitu lapisan

atas (stratum papilare) dan lapisan bawah (stratum retikularis). Kedua lapisan ini

terdiri atas jaringan ikat longgar yang tersusun dari serabut yaitu serabut kolagen,

9
Universitas Sumatera Utara
elastik, dan serabut retikulus. Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-

serat elastis memberikan kelenturan kulit yang dapat membuat kulit berkerut akan

kembali ke bentuk semula. Serabut elastis tersebut saling beranyaman dan

masing-masing memiliki fungsi berbeda. Serat-serat kolagen disebut juga jaringan

penunjang, memberikan kekuatan pada kulit karena fungsinya dalam membentuk

jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit.

Berkurangnya protein kolagen ini akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis

dan mudah mengendur hingga timbul kerutan. Serat retikulus terutama di sekitar

kelenjar serta folikel rambut memberikan kekuatan pada lapisan tersebut (Pratami,

dkk., 2014; Kusantati, dkk., 2008).

2.1.1.3 Hipodermis

Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak. Sel

lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti terdesak ke pinggir karena

sitoplasma lemak yang bertambah. Lapisan sel lemak disebut penikulus adiposus

berfungsi sebagai cadangan makanan. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf

tepi, pembuluh darah, dan saluran getah bening. Jaringan ikat bawah kulit

berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh

bagian dalam membentuk kontur tubuh. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak

bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis

terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat

bawah kulit juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak,

lemaknya berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan

kontur (Wasiaatmadja, 1997; Kusantati, dkk., 2008).

10
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Visualisasi jaringan ikat bawah kulit (hipodermis)

2.1.2 Jenis-jenis kulit

Menurut Bhavesh, dkk., (2013), jenis kulit dapat diklasifikasikan menjadi empat

jenis:

1. Kulit normal:

Merupakan jenis kulit yang tidak kering, tidak terlalu berminyak, dan

bukan merupakan kulit kombinasi, serta tidak terdapat kondisi patologis pada

kulit tersebut. Berdasarkan struktur dan fungsinya, kulit normal merupakan kulit

yang halus dan lembut, kelastis dan kenyal karena adanya jaringan serat elastis

padat yang mendukung kulit tersebut.

2. Kulit kering:

Jenis kulit yang ditandai dengan tampilan yang kering, kasar dan

hilangnya elastisitas dan kekenyalan kulit. Hal ini disebabkan pada perubahan dari

enzim dan pH kulit.

3. Kulit berminyak

Kulit berminyak merupakan hasil kegiatan yang berlebih dari kelenjar

sebaceous, yang menyebabkan kelebihan sebum pada kulit, jenis kulit ini

memberikan karakteristik tampilan yang berminyak dan mengkilap.

11
Universitas Sumatera Utara
4. Kulit kombinasi

Jenis kulit ini mempunyai karakteristik di mana tampilan kulit padat,

sedikit kering dan sedikit berminyak dengan pori-pori melebar dengan butiran

halus di pipi.

2.1.3 Fungsi kulit

Menurut Putro (1997), kulit mempunyai beberapa fungsi esensial yang penting

bagi keberlangsungan hidup manusia, yaitu:

1. Sebagai pelindung dan filter tubuh

Kulit memiliki kemampuan untuk mencegah bakteri/kuman penyakit dan

zat kimia yang masuk ke dalam tubuh. Kulit juga dapat melindungi tubuh dari

bahaya lingkungan, seperti panas sinar matahari, benturan fisik/trauma, dingin,

hujan, dan angin dengan cara membentuk pelindung/mantel asam kulit secara

alamiah, juga berfungsi mengeksresikan (mengeluarkan zat-zat yang tak berguna).

2. Mengatur suhu tubuh

Kulit berfungsi membantu menjaga agar suhu tubuh tetap optimal dengan

cara melepaskan keringat ketika tubuh terasa panas, lalu keringat akan menguap

dan tubuh merasa kedinginan maka pembuluh darah dalam kulit akan menyempit

(vasokontriksi) sehingga panas tubuh akan tetap bertahan.

3. Menjaga kelembaban tubuh

Kelembapan dijaga dengan cara mencegah keluarnya cairan tubuh.

Lapisan kulit bersifat kenyal (padat dan kencang), terutama pada bagian lapisan

tanduk, sehingga air tidak mudah keluar dari dalam tubuh. Kulit juga mempunyai

daya mengikat air yang sangat kuat, yaitu mencapai empat kali beratnya sehingga

mampu mempertahankan tekstur kulit.

12
Universitas Sumatera Utara
2.2 Aging (penuaan)

Aging atau penuaan adalah proses yang dialami oleh tubuh dimana fungsi

bagian-bagian tubuh semakin berkurang, misalnya kulit yang semakin menipis

dan kemudian muncul kerutan, daya cerna yang semakin berkurang dan

sebagainya (Putra dan Waluyo, 2010).

Pada usia muda, regenerasi kulit terjadi setiap 28-30 hari. Regenerasi

semakin melambat seiring dengan bertambahnya usia. Memasuki usia 50 tahun,

regenerasi kulit terjadi setiap 37 hari. Organ tubuh yang bertanggung jawab

terhadap elastisitas dan kehalusan kulit adalah lapisan epidermis. Lapisan

epidermis adalah lapisan kedua kulit yang berfungsi sebagai fondasi kolagen dan

elastin (Noormindhawati, 2013).

Banyak faktor yang mempengaruhi proses penuaan pada kulit misalnya

lingkungan hidup dan genetik. Faktor-faktor menipisnya lapisan kulit luar pada

usia 50 keatas adalah karena terpapar sinar matahari, dan menggumpalnya sel-sel

pigmen (mellanocyte cells) menyebabkan terbentuknya noda-noda pada kulit dan

menyebabkan kulit menjadi kering (Putra dan Waluyo, 2010).

Menurut Mondal, dkk., (2015), 80% dari penuaan kulit disebabkan photo

aging. Photo aging disebabkan oleh sinar ultraviolet (UV), yang mengaktifkan

sitokin dan metallo-protein kolagenase serta merangsang radikal bebas. Kolagen

dan elastin (ELN) membentuk cross-link pada kulit, yang mengakibatkan

hilangnya elastisitas, lapisan epidermis menipis dan menyebabkan kulit menjadi

berkeriput.

13
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa teori tentang terjadinya proses penuaan pada manusia:

1. Teori Pakai dan Rusak (Wear and Tear Theory)

Teori ini pertama kali di kemukakan oleh Dr. August Weismann, yang

menyatakan bahwa tubuh dan sel-selnya rusak karena banyak terpakai dan

digunakan secara berlebihan. Organ tubuh seperti liver (hati), lambung, ginjal,

kulit dan sebagainya dirusak oleh toksin (racun) yang kita dapatkan dari makanan

atau lingkungan. Pada saat muda, kemampuan tubuh untuk mempertahankan

sistem respirasinya cukup baik, tetapi dengan bertambahnya usia kemampuan

tubuh untuk memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak menjadi berkurang (Djuanda,

2004).

2. Teori Neuro-Endokrin

Neuro-endokrin berarti proses penuaan berhubungan dengan kadar

hormon. Pada waktu muda, hormon tubuh kita bekerja bersama mengatur fungsi-

fungsi organ tubuh, termasuk respon terhadap panas, dingin, dan aktivitas seksual.

Hormon adalah vital untuk memperbaiki dan mengatur fungsi-fungsi tubuh. Bila

kita menua, produksi hormon tubuh menjadi berkurang, sehingga kemampuan

tubuh untuk memperbaiki sendiri (self repaired) dan mengatur sendiri (self

regulation) menjadi rendah (Djuanda, 2004).

3. Teori Kontrol Genetik

Teori ini mengatakan bahwa genetik dalam DNA akan mengatur fungsi

fisik dan mental masing-masing individu. Keturunan genetik ini yang menentukan

berapa usia seseorang yang mulai menua (Djuanda, 2004).

4. Teori Radikal bebas

Radikal bebas adalah suatu elektron tubuh yang tidak memiliki pasangan,

sehingga akan berusaha mencari elektron pasangannya supaya dapat berikatan dan

14
Universitas Sumatera Utara
stabil, sebelum memiliki pasangan, radikal bebas akan terus menerus merusak sel-

sel tubuh, guna mendapatkan pasangan, termasuk menyerang sel-sel tubuh yang

sudah stabil/normal. Akibatnya sel-sel akan menjadi cepat rusak dan menua, juga

mempercepat timbulnya kanker. Oksigen sendiri adalah merupakan salah satu

sumber radikal bebas, untuk menetralisir radikal bebas tersebut tubuh akan

membentuk antioksidan sehingga radikal bebas tidak membahayakan tubuh.

Vitamin-vitamin seperti vitamin A, vitamin C, vitamin E merupakan antioksidan

yang lebih kuat daripada digunakan masing-masing (Djuanda, 2004).

5. Teori Telomerase

Telomer adalah serangkaian asam nukleat yang terdapat di ujung

kromosom. Telomer berfungsi sebagai penjaga keutuhan kromosom. Setiap kali

sel tubuh membelah, telomer akan memendek, bilamana ujung telomer telah

terlalu pendek, kemampuan sel untuk membelah akan berkuramg, melambat, dan

sel akan tida dapat membelah lagi (mati). Cara yang paling efektif mencegah

kematian sel adalah menahan telomer supaya tetap panjang, yaitu dengan

menggunakan enzim telomerase. Enzim ini hanya terdapat di sel embrio dan sel

kanker. Telomerase dapat memperbaiki dan mengembalikan panjang telomer

(Djuanda, 2004).

2.2.1 Tanda-tanda penuaan dini

Menurut Noormindhawati (2013) dan Putro (1997), ada empat tanda fisik penuaan

dini yaitu:

1. Kulit keriput dan mengendur

Seiring bertambahnya usia, jumlah kolagen dan elastin kulit semakin

berkurang. Akibatnya, kulit kehilangan elastisitasnya sehingga tampak keriput dan

mengendur. Pada usia lanjut, epidermis menipis hingga 20% dan lapisan paling

15
Universitas Sumatera Utara
bawah epidermis yang berhubungan dengan dermis menjadi rata. Terjadi

penurunan jumlah fibroblast yang mensintesis lemak sehingga pembentukan serat

kolagen atau penggantian kolagen menjadi lambat, serat elastis lebih kaku dan

menebal sehingga jaringan kolagen menjadi kendur dan kurang lentur sehingga

mudah berkerut dan garis atau lipatan menjadi lebih jelas.

2. Gangguan pigmentasi yang tidak merata

Gangguan pigmentasi disebabkan oleh terjadinya perubahan distribusi

pigmen melanin dan proliferasi melanosit. Di samping itu, sel-sel epidermis yang

berhubungan dengan melanosit berkurang, disertai fungsi melanosit yang

menurun sehingga terjadi penumpukan melanin yang tidak teratur di dalam sel

epidermis. Biasanya warna kulit menjadi lebih putih di antara kulit yang berwarna

normal. Namun, dapat juga timbul bintik-bintik hitam yang muncul di area yang

sering terpapar sinar matahari seperti wajah, lengan, dan tangan.

3. Kulit kasar dan bersisik

Hal ini terjadi akibat adanya kelainan pada proses keratinisasi disertai

perubahan-perubahan ukuran dan bentuk sel-sel epidermis, lapisan stratum

korneum yang mudah lepas dan ada kecendrungan sel-sel yang mati untuk saling

melekat pada permukaan kulit, dan rusaknya kolagen dan elastin akibat paparan

sinar matahari membuat kulit menjadi kasar dan bersisik.

4. Kulit kering

Pada usia lanjut kulit akan terlihat kering dan disebabkan oleh beberapa

faktor yaitu menurunnya pengaruh hormon androgen, menurunnya aktivitas dan

fungsi kelenjar sebasea yang membentuk lemak untuk melumasi kulit sehingga

terjadi evaporasi air secara berlebihan dan kadar air menjadi berkurang, serta

16
Universitas Sumatera Utara
berkurangnya jumlah kelenjar ekrin yang menghasilkan keringat sampai 15%

sehingga kulit menjadi kering.

2.2.2 Penyebab penuaan dini

Menurut Bhavesh, dkk., (2013), faktor dan efek dari aging dapat dilihat Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Faktor dan efek dari aging

Efek yang tak Efek yang


No Penyebab
tampak tampak
1. Internal; - Berkurangnya - Kerutan
Genetik, kerusakan struktur sel, kolagen dan lipatan
proses pengurangan bobot - Berkurangnya - Garis
tulang, perubahan hormon, dan elastin halus
lain-lain. - Berkurangnya - Kantung
asam hyaluronat mata kendur
- Berkurangnya - Kulit
lemak redistribusinya kering
- Menipisnya
lapisan dermal
- Resorpsi
tulang
2. Eksternal: - Kerutan
Photo aging, merokok, ekspresi dan lipatan
wajah, posisi tidur, gravitasi - Noda dan
pigmentasi
- Kulit
kasar
- Bintik-
bintik hitam

2.3 Anti-Aging

Produk-produk yang populer digunakan untuk menghambat proses

penuaan dini adalah produk anti-aging atau anti penuaan adalah sediaan yang

berfungsi menghambat proses kerusakan pada kulit (degeneratif), sehingga

mampu menghambat timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit (Muliyawan dan

Suriana, 2013). Anti-aging merupakan bagian dari kosmetik yang mengandung

17
Universitas Sumatera Utara
bahan untuk mengurangi kerutan (wrinkle) dan meningkatkan level kelembaban

(moisture) dari kulit. Fungsi utama dari sediaan anti-aging adalah mengurangi

kerutan (wrinkle) dan bintik noda (spot) (Sharma, dkk., 2014).

2.4 Minyak Zaitun

Minyak zaitun merupakan campuran dari gliserida asam lemak. Minyak

zaitun memiliki proporsi asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Minyak zaitun

merupakan cairan minyak berwarna jernih atau kuning, transparan. Minyak zaitun

umumnya berfungsi sebagai pembawa berminyak. Aplikasinya biasa digunakan

dalam enema, linimen, salep, plaster, dan sabun (Rowe, dkk., 2009). Minyak

zaitun sedikit larut dalam etanol (95%), dapat bercampur dengan eter, kloroform,

petroleum putih (50-70 ºC), dan karbon disulfida. Ketika didinginkan, minyak

zaitun akan menjadi keruh kira-kira pada suhu 10 ºC, dan menjadi seperti massa

mentega pada suhu 0 ºC. Minyak zaitun cenderung mudah teroksidasi dan

inkompatibel dengan agen pengoksidasi (Rowe, dkk., 2009).

Minyak zaitun digunakan dalam formulasi adalah sebagai basis atau

pembawa minyak. Minyak zaitun memiliki khasiat dan manfaat bagi kesehatan

kulit. Minyak zaitun berkhasiat untuk melembabkan dan menutrisi kulit. Minyak

zaitun sangat kompatibel dengan pH kulit, kaya akan vitamin dan zat-zat

bernutrisi lainnya yang melembutkan dan melindungi kulit (Smaoui, 2012).

Menurut Mondal, dkk., (2015), komposisi minyak zaitun mencakup

sebagian besar asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat dan asam linolenat),

mikronutrien terutama vitamin (A, E dan b-karoten), dan mikrokonstituen

(senyawa misalnya fenolik atau bahan kimia yang terdapat dalam fraksi yang tak

tersaponifikasi) dan squalene yang diperoleh dari Olea europaea.

18
Universitas Sumatera Utara
Minyak zaitun terdiri dari sekitar 0,7 persen squalene, squalene secara luas

didistribusikan ke seluruh tubuh, mayoritas diangkut ke kulit. Struktur squalene

memungkinkan untuk berikatan dengan spesies oksigen singlet dari radikal

hidroksil yang terbentuk akibat paparan sinar UV pada kulit. Konsentrasi yang

tinggi dari squalene dapat berperan sebagai chemoprotective untuk terjadinya

kanker kulit (Waterman dan Lockwood, 2007).

Efek menguntungkan dari minyak zaitun untuk kesehatan yang paling

utama dikaitkan dengan adanya senyawa antioksidan, seperti tokoferol dan ß-

karoten, selain itu komposisi asam lemak yang tidak jenuh, mikrokonstituen

fenolik juga dapat memainkan peran penting bagi kesehatan. Total kandungan

fenol dalam minyak zaitun bervariasi dari 100 mg/kg sampai 1 g/kg. Senyawa

fenolik utama dalam buah zaitun adalah bentuk glycosilated dari oleuropein dan

hidroksitirosol yang diperoleh dari extra-virgin olive oil (EVOO) yang memiliki

rasa pahit dan pedas. EVOO (yaitu jus yang berasal dari hasil perasan pertama

secara dingin dari zaitun tanpa proses pemurnian lebih lanjut) secara alami

mengandung tingkat senyawa fenolik yang tinggi yang berkaitan dengan manfaat

kesehatan. Semua senyawa fenolik minyak zaitun memiliki aktivitas antioksidan

yang kuat karena struktur kimianya. Senyawa fenolik dapat mengikat radikal

bebas yang berasal dari molekul oksigen dan dari hasil stres oksidatif. Aktivitas

antioksidan vitamin E dari minyak zaitun mencegah iritasi kulit dan penuaan,

sementara sifat regenerasi vitamin A nya melindungi kulit dari penuaan dan

menjaga kelembutan, kehalusan, ketegasan, dan elastisitasnya (Mondal, dkk.,

2015).

Menurut Tranggono, dkk., (2007), vitamin E dapat memelihara stabilitas

jaringan ikat di dalam sel (menjaga integritas serat elastin antara dermis dan

19
Universitas Sumatera Utara
kolagen sehingga kelenturan dan kekenyalan kulit tetap terjaga), sebagai UV

protection untuk melindungi kulit dari bahaya radiasi sinar matahari yang dapat

menyebabkan penuaan dini dan juga sebagai pelembab yang dapat

mempertahankan ikatan air di dalam kulit dan melindungi lipid atau lipoprotein

yang terdapat di dalam membran sel.

Lemak yang terdapat dalam minyak zaitun ekstra murni mengandung

serangkaian asam lemak esensial yang membantu melawan kerusakan kulit akibat

sinar ultraviolet. Kerusakan tersebut berupa kulit kering, terbakar, penuaan dini,

keriput, bercak cokelat, bahkan kanker kulit. Asam lemak esensial juga

merupakan bagian dari sel membran yang membantu menjaga kelembaban kulit.

Pemberian minyak zaitun ekstra murni mencegah kulit dari kerusakan akibat

paparan sinar ultraviolet. Hal tersebut karena adanya peranan fenol yang

terkandung dalam minyak zaitun ekstra murni berupa ortodihidroksi yang terdapat

dalam hidroksitirosil. Menurut Meza (2013), konstituen utama minyak zaitun

adalah asam oleat, yang terdiri dari 55-85%. Berbagai penelitian telah

mengungkapkan bahwa minyak yang mengandung konsentrasi asam oleat tinggi.

Sejumlah kecil asam oleat mengganggu penghalang lipid di stratum korneum,

yang akibatnya menyebabkan permeabilitas kulit meningkat.

2.5 Emulsi

Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi

dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil, jika minyak yang merupakan

fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut

emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan

20
Universitas Sumatera Utara
fase terdispersi dan bahan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase

pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak (Ditjen POM, 1995).

Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah

koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya

menjadi satu fase tunggal yang memisah (Ditjen POM, 1995).

Emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai

emulsi m/a atau emulsi a/m, tergantung pada faktor seperti zat terapeutik yang

akan dimasukkan ke dalam emulsi. Absorbsi melalui kulit (perkutan) dapat

ditingkatkan dengan mengurangi ukuran partikel dari fase dalam (Ansel, 2008).

2.6 Nanoemulsi

Nanoemulsi merupakan salah satu bentuk sediaan yang stabil, jernih,

tidak merusak sel normal manusia dan hewan, memiliki ukuran globul yang

sangat kecil dan dapat meningkatkan bioavailabilitas (Asmarani dan

Wahyuningsih, 2015).

Menurut Utami (2012) dan Gupta, dkk., (2010), nanoemulsi atau biasa

disebut miniemulsi merupakan dispersi halus minyak dalam air atau air dalam

minyak dengan surfaktan. Nanoemulsi memiliki bentuk fisik yang transparan atau

transclucent. Nanoemulsi memiliki keunikan yaitu tidak hanya stabil secara

kinetik, tetapi juga stabil secara fisik dalam janga waktu yang cukup panjang dan

juga hampir mendekati stabilitas termodinamik, sedangkan mikroemulsi stabil

secara termodinamik.

Nanoemulsi memiliki beberapa keuntungan diantaranya ialah memiliki

luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan makroemulsi sehingga

lebih efektif sebagai sistem pembawa. Nanoemulsi tidak menunjukkan masalah

21
Universitas Sumatera Utara
ketidakstabilan seperti pada makroemulsi yaitu creaming, flokulasi, koalesens,

dan sedimentasi. Nanoemulsi juga dapat dibentuk dengan formulasi yang

bervariasi seperti krim, cairan, spray, foam. Selain itu nanoemulsi tidak toksik dan

tidak mengiritasi, oleh karena itu dapat diaplikasikan dengan mudah melalui kulit

maupun membran mukosa (Utami, 2012).

Nanoemulsi sangat menarik untuk diaplikasikan dalam kosmetik

dikarenakan sifat estetika dari nanoemulsi yaitu viskositas yang rendah dan aspek

visual yang transparan yang memiliki rentang tetesan 20-600 nm, serta luas

permukaan yang tinggi memungkinkan penghantaran yang efektif dari bahan aktif

untuk kulit. Nanoemulsi dapat diterima dalam kosmetik karena tidak terdapat

creaming, sedimentasi, flokulasi atau perpaduan yang diamati dengan emulsi

makro dan digunakan untuk produk perawatan perlindungan terhadap matahari,

moisturing dan krim anti-aging (Gupta, dkk., 2010).

2.7 Surfaktan

Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati

antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas

fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi

tegangan antar permukaan fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi

selama pencampuran (Ditjen POM, 1995).

Surfaktan cenderung berkumpul pada antarmuka, dan diadsorbsi pada

antarmuka minyak-air, sebagai lapisan-lapisan monomolekular. Jika konsentrasi

nya cukup tiggi, surfaktan membentuk suatu lapisan yang kaku yang bertindak

sebagai suatu penghalang mekanik, baik terhadap adhesi maupun menggabungnya

tetesan-tetesan emulsi. Surfaktan membantu memecahkan bola-bola besar menjadi

22
Universitas Sumatera Utara
bola-bola kecil, yang kemudian mempunyai kecendrungan untuk bersatu yang

lebih kecil daripada lazimnya (Ansel, 2008; Lachman, dkk., 1994). Gambar

molekul surfaktan dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Molekul surfaktan (Gervasio, 1996)

Ada empat jenis surfaktan berdasarkan ionisasinya dalam larutan air yaitu

anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik (Myers, 2006).

Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada gugus

hidrofilik atau aktif permukaan (surface-active), seperti gugus karboksilat sulfat

atau sulfonat. Secara luas, surfaktan ini banyak digunakan karena harganya yang

murah. Namun, surfaktan ini dapat menyebabkan iritasi dan toksik sehingga

hanya digunakan untuk sediaan luar. Surfaktan ini hanya menghasilkan emulsi

a/m. Contoh surfaktan ionik yaitu: garam Na, K, atau ammonium dari asam lemak

rantai panjang seperti sodium stearat, sodium lauril sulfat dan sebagainya

(Matheson, 1996).

Surfaktan kationik adalah senyawa yang bermuatan positif pada gugus

hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface-active). Contohnya surfaktan

kationik yaitu: cetrimide, cetrimonium bromide benzalkonium klorida dan

quarternery amonium salt (QUAT) (Matheson, 1996).

23
Universitas Sumatera Utara
Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang bermuatan positif dan negatif pada

molekulnya, dimana muatannya bergantung kepada pH. Pada pH rendah akan

bermuatan negatif dan pada pH tinggi akan bermuatan positif (Matheson, 1996).

Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi

ionisasi molekul. Sifat hidrofilik disebabkan karena keberadaan gugus oksigen

eter atau hidroksil. Surfaktan nonionik mempunyai kemampuan melarutkan

senyawa yang kurang larut dan memiliki toksisitas rendah. Contoh surfaktan

nonionik yaitu : glikol dan gliserol ester, sorbitan ester, polisorbat, PEG,

poloxalkol (Matheson, 1996).

2.7.1 Tween 80

Tween 80 disebut juga sebagai polisorbat 80 (polioksietilen 20 sorbitan

monooleat). Tween 80 memiliki karakteristik cairan berminyak berwarna kuning

pada suhu 25 C dan suhu hangat, serta berasa pahit. Tween 80 larut dalam etanol

dan air, tidak larut dalam minyak mineral dan minyak nabati. Tween 80 memiliki

bobot jenis 1,08g/cm3 dan nilai HLB 15. Tween 80 berfungsi sebagai pengemulsi,

surfaktan nonionik, solubilizing agent, agen pensuspensi, dan agen pembasa.

Tween 80 stabil untuk elektrolit dan asam serta basa lemah, saponifikasi terjadi

dengan asam dan basa kuat. Ester asam oleat dari tween 80 sentitif terhadap

oksidasi. Tween 80 harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari

cahaya, dingin, dan kering (Rowe, dkk., 2009).

Salah satu keuntungannya adalah dapat digunakan sebagai zat tambahan makanan

dan secara luas digunakan dalam kosmetik dan beberapa formulasi sediaan

farmasi (Tadros, 2005). Dosis tween 80 yang dapat digunakan di dalam tubuh

selama sehari (acceptable daily intake) yaitu 25 mg/kgbb (Rowe, dkk., 2009).

Gambar rumus bangun Tween 80 dapat dilihat pada Gambar 2.5.

24
Universitas Sumatera Utara
Polyoxyethylene sorbitan monoester

Gambar 2.5 Rumus bangun tween 80 (Rowe, dkk., 2009)

2.8 Kosurfaktan

Kosurfaktan merupakan molekul kecil bersifat amfifilik, sebuah alkohol

rantai pendek hingga medium (C2-C10). Surfaktan dalam keadaan sendiri tidak

dapat menurunkan tegangan antarmuka air-minyak secara cukup untuk

menghasilkan sebuah emulsi yang sangat kecil. Penambahan kosurfaktan dapat

membantu menghasilkan tegangan antarmuka mendekati nol. Tegangan

antarmuka yang mendekati nol mengakibatkan diameter globul menjadi sangat

kecil. Secara luas molekul yang dapat berfungsi sebagai kosurfaktan meliputi

surfaktan nonionik, alkohol, asam alkanoat, alkanediol dan alkil amina (Lawrence

dan Rees, 2000).

2.8.1 Sorbitol

Sorbitol atau D-Glucitol merupakan isomer dari manitol. Sorbitol tidak

berbau, putih atau hampir tidak berwarna, berbentuk krital hablur, serbuk

higroskopis. Sorbitol dengan empat bentuk kristal plimorf dan sebuah kristal

amorf diketahui terdapat sedikit perbedaan pada karakteristik fisik, misalnya titik

leleh. Sorbitol tersedia dalam berbagai macam tingkat dan bentuk polimorf seperti

granul, serpihan atau butiran yang lebih dapat mengurangi caking daripada bentuk

25
Universitas Sumatera Utara
serbuk. Sorbitol mempunyai bau yang sedap, rasa menyegarkan dan rasa yang

manis serta memiliki lebih kurang 50-60% dari tingkat kemanisan sukrosa (Rowe,

dkk., 2009). Gambar rumus bangun Sorbitol dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Rumus bangun sorbitol

2.9 Skin Analyzer (Aramo SG)

Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan

kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang bersifat

subjektif dan bergantung pada sisi analisis secara klinis instrumental dan tidak

adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).

Skin analyzer merupakan seperangkat alat yang dirancang untuk diagnosis

keadaan pada kulit. Skin analyzer ini memberikan informasi mengenai kadar

normal kelembaban, sebum minyak permukaan kulit, flek, pori-pori, sensitivitas

dan garis kerutan dari kulit (Aramo, 2012).

Skin analyzer terdiri dari beberapa alat pengukur yaitu dua baha kamera

(perbesaran 60x dan 10x), alat cek kelembaban dan stik busa pengukur minyak,

juga terdapat lampu UV yang digunakan untuk mensterilkan kamera sehingga

tidak terjadi iritasi dikulit dikarenakan pemakaian yang bergantian pada kulit yang

berbeda. Skin analyzer dilengkapi dengan pengaturan warna lampu (biru, pink,

dan orange). Lampu biru (normal 1) digunakan untuk dapat melihat minyak,

permukaan kulit, pori-pori dan kerutan. Lampu orange (polarizing) digunakan

26
Universitas Sumatera Utara
untuk melihat flek dan pigmentasi. Sedangkan lampu pink (normal 2) digunakan

untuk melihat keratin pada kulit (Aramo, 2012).

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan

dengan menggunakan Skin analyzer, yaitu: moisture (kadar air), evenness

(kehalusan), pore (pori), spot (noda), wrinkle (keriput), dan kedalaman keriput.

Pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer secara otomatis akan

menampilkan hasil dalam bentuk angka dan angka yang didapatkan akan secara

langsung disesuaikan dengan parameter masing-masing pengukuran yang telah

diatur sedemikian rupa pada alat tersebut.

27
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang meliputi

formulasi sediaan, evaluasi stabilitas meliputi pengamatan organoleptis,

pemeriksaan homogenitas, penentuan pH, penentuan tipe emulsi sediaan,

penentuan bobot jenis, penentuan viskositas, uji sentrifugasi, pengukuran

tegangan permukaan, penentuan ukuran partikel sediaan nanoemulsi, serta analisa

TEM nanoemulsi, uji iritasi dan penentuan efektivitas anti-aging dari sediaan

terhadap kulit sukarelawan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi

Fisik, Laboratorium Kosmetologi, Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi dan

Laboratorium Terpadu Fisika Universitas Sumatera Utara, serta Unit Layanan

TEM FMIPA Kimia Universitas Gajah Mada.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik

(Ohrus), magnetic stirrer (WINA Instrument), hotplate (Fisons), sonikator

(Branson), viskometer Brookfield DV-E, pH meter (Hanna Instrument), alat

sentrifugasi (Hitachi CF 16 R X II), piknometer (Pyrex), tensiometer Du Nouy,

Vascoγ particle size analyzer, skin analizer (Aramo SG), moisture checker

(Aramo SG), TEM (JEOL JEM 1400), lumpang dan alu, dan alat-alat gelas

laboratorium.

28
Universitas Sumatera Utara
3.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak zaitun ekstra

murni (Al-Arobi), tween 80, sorbitol, metil paraben, propil paraben, dan aqua

destilata, dapar pH asam 4,01 (Hanna Instrument), dapar pH netral 7,01 (Hanna

Instrument), span 80, propilen glikol, CMC Na, gliserin.

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan anti-aging sediaan

berjumlah 6 orang dari kriteria sebagai berikut :

1. Wanita berkulit sehat

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi saat pengujian

4. Bersedia menjadi sukarelawan (Ditjen POM, 1985).

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Formulasi sediaan nanoemulsi

Pada formulasi nanoemulsi, persentase komposisi bahan dalam

nanoemulsi dimodifikasi dari formula nanoemulsi yang telah dilakukan pada

penelitian sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya, Asmarani (2015) melakukan

penelitian tentang pembuatan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni dengan

variasi konsentrasi tween 80 dan sorbitol dan pengujian terhadap aktivitas

antioksidan minyak zaitun dalam formulasi nanoemulsi tersebut, komposisi bahan

yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut dapat dilihat

pada Tabel 3.1.

29
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Persentase komposisi bahan dalam nanoemulsi pada penelitian
Asmarani (2015)
Bahan Formula III (%b/b)
Minyak Zaitun Ekstra murni 5
Tween 80 24
Sorbitol 36
Aqua demineralisata 35

Selanjutnya, pada penelitian ini persentase komposisi bahan dalam

nanoemulsi diperoleh dengan cara modifikasi formula pada penelitian Asmarani

(2015), namun sebelumnya terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan (orientasi)

untuk mengetahui kondisi dan komposisi bahan yang terbaik dalam pembuatan

sehingga didapatkan sediaan nanoemulsi yang jernih dan stabil. Menurut Jufri

(2009), konsentrasi bahan yang harus diperhatikan adalah konsentrasi fase

minyak, surfaktan dan fase air.

Dari uji pendahuluan yang telah dilakukan, diperoleh tiga formula

dengan komposisi bahan yang terbaik yang menghasilkan nanoemulsi yang jernih.

Adapun persentase komposisi bahan dalam formulasi nanoemulsi yang telah

dimodifikasi dari penelitian Asmarani (2015) berdasarkan orientasi formula dapat

dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Persentase komposisi bahan dalam nanoemulsi yang mengandung


minyak zaitun ekstra murni dengan variasi konsentrasi tween 80 dan
sorbitol
Bahan FI (%b/b) FII (%b/b) FIII (%bb)
Minyak Zaitun Ekstra Murni 5 5 5
Tween 80 24 25 26
Sorbitol 36 35 34
Metil Paraben 0,1 0,1 0,1
Propil paraben 0,02 0,02 0,02
Aquadest ad 100 100 100

Keterangan:
F1: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (24%), konsentrasi Sorbitol 36%
F2: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (25%), konsentrasi sorbitol 35%
F3: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (26%), konsentrasi Sorbitol 34%

30
Universitas Sumatera Utara
3.4.1.1 Prosedur pembuatan nanoemulsi

Pada proses pembuatan nanoemulsi menggunakan teknik emulsifikasi

spontan. Sistem emulsi terdiri fase minyak dan fase air. Teknik emulsifikasi

spontan dilakukan dengan menambahkan fase minyak ke dalam fase air melalui

penetesan (tetes demi tetes). Pada saat penetesan, fase air diaduk dengan

menggunakan pengaduk magnetik (Diba, 2014). Prosedur pembuatan nanoemulsi

sebagai berikut :

1. Fase minyak disiapkan : dicampurkan minyak zaitun ekstra murni 5% dalam

sorbitol.

2. Fase air disiapkan : dilarutkan metil paraben dan propil paraben dalam aqua

destilata kemudian dipanaskan diatas hotplate hingga larut sempurna,

setelah itu larutan didinginkan dan kemudian tween 80 dicampurkan

kedalam larutan metil paraben dan propil paraben. Fase air diaduk secara

manual menggunakan batang pengaduk dan selanjutnya dengan

menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 3000-4000 rpm.

3. Fase minyak ditambahkan ke dalam fase air dengan cara meneteskannya

sedikit demi sedikit dengan menggunakan pipet tetes, kemudian

dihomogenkan dengan magnetic stirer pada kecepatan 3000-4000 rpm

selama 6 jam pada suhu kamar hingga homogen dan terbentuk nanoemulsi

yang jernih dan transparan.

4. Kemudian sediaan nanoemulsi yang telah terbentuk disonikasi selama 30

menit.

3.4.2 Formulasi sediaan emulsi

Pada formulasi sediaan emulsi, persentase komposisi bahan dalam emulsi

dimodifikasi dari formula emulsi yang telah dilakukan pada penelitian

31
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh

Purwatiningrum (2014) bahwa persentase komposisi bahan yang digunakan dalam

penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Komposisi : Minyak Jarak 30

CMC Na 0,5%

Metil paraben 0.18

Propil paraben 0.02

Sorbitol 5%

Gliserin 5%

aqua destilata ad 100

Pada penelitian ini, adapun persentase komposisi bahan dalam emulsi

berdasarkan hasil penelitian Purwatiningrum (2014) dan dimodifikasi seperti yang

ditunjukkan komposisi berikut:

Komposisi : Minyak zaitun ekstra murni 5

Tween 80 1,26

Span 80 3,73

Metil paraben 0,1

Propil paraben 0,02

Propilen glikol 10

Gliserin 15

CMC Na 1

aqua destilata ad 100

32
Universitas Sumatera Utara
3.4.2.1 Prosedur pembuatan emulsi

Prosedur pembuatan emulsi adalah sebagai berikut:

1. Fase minyak: dicampurkan minyak zaitun ekstra murni dan span 80 yang

telah ditimbang ke dalam gelas beaker, diaduk homogen, dan dipanaskan

fase minyak pada suhu 600C.

2. Fase air: dicampurkan aqua destilata, metil paraben, propil paraben, dan

propilen glikol, yang telah ditimbang ke dalam gelas beaker dan diaduk

homogen. Kemudian ditambahkan tween 80 yang telah ditimbang ke dalam

fase air dan diaduk homogen, ditambahkan gliserin yang telah ditimbang

kedalam fase air dan dipanaskan pada suhu 600C hingga larut.

3. Dikembangkan massa CMC Na di dalam lumpang panas dengan aqua

destilata yang telah dipanaskan sebanyak 20 kali massa CMC Na hingga

terbentuk massa larutan yang kental dan transparan.

4. Ditambahkan fase minyak yang telah dipanaskan ke dalam lumpang yang

berisi larutan CMC Na dan dihomogenkan.

5. Ditambahkan fase air yang telah dipanaskan sedikit demi sedikit ke dalam

lumpang sambil digerus cepat hingga terbentuk massa emulsi yang kental.

3.5 Evaluasi Stabilitas Sediaan

3.5.1 Pengamatan organoleptis, pembentukan creaming dan pemisahan fase

sediaan

Pengamatan stabilitas sediaan dilakukan melalui pengamatan

organoleptis secara visual. Masing-masing formula dilakukan pengamatan secara

visual terhadap warna, bau, bentuk, pembentukan creaming, dan pemisahan fase

33
Universitas Sumatera Utara
selama 12 minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu sekali. Pengamatan ini

dilakukan pada nanoemulsi dan emulsi yang disimpan pada suhu kamar.

3.5.2 Pemeriksaan homogenitas

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen

dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.5.3 Pengukuran pH sediaan

Penentuan pH sediaan emulsi dan nanoemulsi dilakukan dengan

menggunakan pH meter. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan

larutan dapar pH netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam pH (pH 4,01) hingga

alat menunjukkan harga pH terebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling,

lalu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 99 ml air suling. Kemudian

elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga

pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan

(Rawlins, 2002). Penentuan pH dilakukan sebelum dan setelah penyimpanan

selama 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 minggu pada suhu kamar.

3.5.4 Penentuan tipe emulsi sediaan

Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan penambahan sedikit

demi sedikit biru metilen ke dalam sediaan, jika larut sewaktu diaduk, maka

emulsi tersebut adalah tipe minyak dalam air (Ditjen POM, 1985).

3.5.5 Penentuan bobot jenis

Penentuan bobot jenis sediaan dilakukan pada awal setelah sediaan

dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Bobot jenis diukur dengan

menggunakan Piknometer pada suhu kamar. Piknometer yang bersih dan kering

ditimbang (A g). Kemudian diisi dengan air sampai penuh dan ditimbang (A1 g).

34
Universitas Sumatera Utara
Air dikeluarkan dari piknometer dan piknometer dibersihkan. Sediaan nanoemulsi

dan emulsi diisikan dalam piknometer sampai penuh dan ditimbang (A2 g). Bobot

jenis diukur dengan perhitungan sebagai berikut :

A2−A
Bobot jenis =
A1−A

3.5.6 Penentuan viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan cara sediaan dimasukkan ke

dalam beaker glass 100 ml dan dipilih nomor spindle yang sesuai. Pengukuran ini

dilakukan dengan tiga kali pengulangan dengan menggunakan viskometer

Brookfield DV-E. Penentuan viskositas sediaan dilakukan sebelum dan setelah

penyimpanan selama 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 minggu pada suhu kamar.

3.5.7 Uji sentrifugasi

Uji sentrifugasi dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat dengan

pengukuran sebanyak 1 kali. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi

kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3750 rpm selama 5 jam

(Lachman, 1994).

3.5.8 Pengukuran tegangan permukaan

Pengukuran tegangan permukaan sediaan dilakukan pada awal setelah

sediaan dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Tegangan permukaan diukur

dengan menggunakan Tensiometer Du Nouy pada suhu kamar. Sampel diisi ke

dalam cawan gelas kira-kira 50% nya. Kalibrasikan alat Tensiometer

menggunakan aqua destilata. Jika Tensiometer sudah siap, bersihkan cincin Du

Nouy dengan cara memanaskan cincin tersebut pada nyala api bunsen selama 10 –

15 detik. Gantung cincin tersebut pada pengait kemudian set posisi jarum pada

nol. Turunkan cincin Du Nouy ke dalam sampel hingga kedalaman 2-3 mm dari

35
Universitas Sumatera Utara
permukaan cairan. Selanjutnya angkat pelan-pelan hingga lepas dari cairan

sampel. Angka yang ditunjukkan saat cincin lepas dicatat sebagai nilai tegangan

permukaan sampel tersebut (Sudarmaji, 2012).

3.5.9 Penentuan ukuran partikel nanoemulsi

Penentuan ukuran partikel dilakukan di Laboratorium Terpadu Fisika

USU Medan menggunakan alat Vascoγ CORDOUAN Technologies Particle Size

Analyzer pada suhu kamar. Penentuan partikel dari masing masing formula

nanoemulsi dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada awal setelah pembuatan sediaan,

minggu ke-6 dan pada minggu ke-12.

3.5.10 Analisa TEM nanoemulsi

Penentuan analisa partikel sediaan dilakukan dengan menggunakan alat

Transmission Electron Scanning (TEM). Penentuan analisa partikel dilakukan

pada sediaan nanoemulsi yang stabil dengan ukuran partikel yang paling kecil

diantara ke tiga formula nanoemulsi.

3.6 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan nanoemulsi yang stabil dengan

ukuran partikel yang paling kecil dan emulsi dari minyak zaitun ekstra murni

dengan maksud untuk mengetahui bahwa sediaan yang dibuat dapat menimbulkan

iritasi pada kulit atau tidak. Iritasi dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu iritasi

primer yang akan segera timbul sesaat setelah terjadi pelekatan atau penyentuhan

pada kulit, dan iritasi sekunder yang reaksinya baru timbul beberapa jam setelah

penyentuhan dan pelekatan pada kulit (Ditjen POM RI, 1985).

Sukarelawan yang akan menggunakan kosmetika baru dapat dilakukan

uji tempel preventif (patch test), yaitu dengan memakai kosmetik tersebut di

36
Universitas Sumatera Utara
tempat lain, misalnya dibagian lengan bawah atau di belakang daun telinga.

Setelah dibiarkan selama 24-48 jam tidak terjadi reaksi kulit yang diinginkan,

maka kosmetik tersebut dapat digunakan (Wasiatatmadja, 1997). Uji pada

penelitian ini dilakukan dengan mengoleskan sediaan nanoemulsi pada bagian

belakang daun telinga sebelah kanan dan sediaan emulsi pada bagian belakang

daun telinga sebelah kiri.

3.7 Pengujian Efektivitas Anti-Aging

Pengujian efektivitas dilakukan terhadap sukarelawan sebanyak 6

orang dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

a. Kelompok I : 6 sukarelawan untuk nanoemulsi F2 pemakaian pada wajah

bagian kanan).

b. Kelompok II : 6 sukarelawan untuk emulsi pemakaian pada wajah bagian

kiri).

Semua sukarelawan diukur kondisi awal kulit pada area uji yang telah

ditandai yang meliputi pori (pore), dan noda (spot) dengan menggunakan skin

analyzer serta kadar air (moisture) diukur dengan moisture checker. Perawatan

mulai dilakukan dengan mengaplikasi sediaan nanoemulsi dan emulsi minyak

zaitun ekstra murni 5% pada wajah, diaplikasikan sebanyak 2 kali berdasarkan

kelompok yang telah ditetapkan di atas selama 30 menit setiap hari. Perubahan

kondisi kulit diukur saat setelah aplikasi nanoemulsi dan emulsi setiap minggu

selama 4 minggu dengan menggunakan alat skin analyzer.

37
Universitas Sumatera Utara
3.8 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS (Statistical

Product and Service Solution) 21. Data dianalisis menggunakan Mann-Whitney

Test untuk menganalisis pengaruh kedua formula (nanoemulsi F2 dan emulsi)

terhadap kondisi kulit selama empat minggu perawatan.

38
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Formulasi Sediaan

4.1.1 Formulasi nanoemulsi

Pada penelitian ini telah dibuat sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra

murni 5% dengan berbagai variasi konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan dengan

metode emulsifikasi spontan. Menurut Lachman, dkk., (1994); Ben, dkk., (2013),

emulsifikasi spontan terjadi bila suatu emulsi dibentuk tanpa penggunaan

pengadukan luar apa pun. Fenomena emulsifikasi spontan dapat diamati bila

minyak diteteskan sedikit-demi sedikit pada fase air yang mengandung

pengemulsi (surfaktan) dan kemudian diaduk untuk menghindari penggabungan

fase minyak, maka akan menyebabkan antarmuka menjadi tidak stabil dan

menghasilkan pembentukan tetesan-tetesan halus dengan ukuran yang beraneka

ragam. Kekuatan pengadukan saat pencampuran fase minyak berperan besar

dalam pembentukan nanoemulsi, makin kuat pengadukan makin besar

kemungkinan terbentuknya ukuran droplet yang kecil.

Pada pembuatan nanoemulsi dibutuhkan surfaktan untuk menurunkan

tegangan permukaan antara fase minyak dan fase air tersebut sehingga keduanya

dapat saling bercampur, dan kosurfaktan sebagai pembantu surfaktan dalam

menurunkan tegangan permukaan sehingga terbentuk nanoemulsi yang lebih

stabil. Pada penelitian ini tegangan permukaan dari Tween 80 dengan konsentrasi

25% diperoleh 35 dyne/cm2. setelah ditambahkan dengan sorbitol dengan

konsetrasi 35% maka tegangan permukaan campuran diperoleh 33 dyne/ cm2. hal

ini menunjukkan bahwa sorbitol sebagai kosurfaktan membantu menurunkan

39
Universitas Sumatera Utara
tegangan permukaan. Menurut Lachman, dkk., (1994), pengemulsi (surfaktan)

memegang peranan penting pada proses emulsifikasi, menyebabkan pemecahan

masa cairan menjadi tetesan lebih mudah. Pengemulsi (surfaktan) dapat

membentuk halangan energi antara tetesan atau lapisan tipis antarmuka yang

koheren atau mengentalkan fase kontinu untuk menghambat pergerakan tetesan.

Adapun skema roses pembuatan nanoemulsi tersebut dapat dilihat pada Gambar

4.1.

Gambar 4.1 Skema proses pembuatan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

Berdasarkan uji pendahuluan yang telah dilakukan, diperoleh konsentrasi

optimum surfaktan dan kosurfaktan untuk menghasilkan sediaan nanoemulsi yang

lebih baik dan lebih stabil. Formulasi sediaan nanoemulsi ini terdiri dari minyak

40
Universitas Sumatera Utara
zaitun ektra murni, Tween 80, sorbitol, metil paraben, propil paraben, dan akuades.

Minyak zaitun digunakan dalam formulasi ini sebagai basis atau pembawa minyak

dan sebagai bahan anti-aging dengan konsentrasi 5%. Pemilihan komposisi

minyak zaitun yang terdapat pada formula adalah didasarkan pada penelitian

sebelumnya yang telah dilakukan oleh Asmarani (2015) tentang aktivitas

antioksidan dari minyak zaitun, bahwa minyak zaitun mempunyai aktivitas

antioksidan yang kuat dengan nilai IC50 adalah sebesar 55,79 ppm. Tween 80

dalam formula nanoemulsi ini berfungsi sebagai surfaktan dengan variasi

konsentrasi 24%, 25% dan 26% dan Sorbitol berfungsi sebagai kosurfaktan

dengan konsentrasi 36%, 35%, dan 34% menghasilkan sediaan nanoemulsi yang

berwarna kuning jernih dan transparan. Pemilihan komposisi Tween 80 dan

Sorbitol ini didasarkan pada uji pendahuluan yang telah dilakukan. Pada uji

pendahuluan, dibuat sediaan nanoemulsi dengan berbagai variasi perbandingan

konsentrasi Tween 80:Sorbitol yaitu 22%:38%; 23%:37%; 24%:36%; 25%:35%;

26%:34%; 27%:33%; 28%:32%. Berdasarkan uji pendahuluan tersebut diperoleh

hasil yaitu pada perbandingan konsentrasi Tween 80:sorbitol 22%:38%; 23%:37%

nanoemulsi tidak terbentuk. Pada perbandingan konsentrasi Tween 80:Sorbitol

24%:36%; 25%:35%; 26%:34% nanoemulsi terbentuk dengan wujud yang

transparan dan stabil. Namun pada perbandingan konsentrasi Tween 80:Sorbitol

27%:33%; 28%32% nanoemulsi yang terbentuk adalah keruh dan memisah, oleh

karena itu pada penelitian ini dipilih perbandingan konsentrasi Tween 80:Sorbitol

yaitu 24%:36%; 25%:35% dan 26%:34%.

4.1.2 Formulasi emulsi

Pada penelitian ini telah dibuat sediaan emulsi minyak zaitun ekstra

murni 5%. Pada pembuatan sediaan emulsi dibutuhkan surfaktan dan kosurfaktan

41
Universitas Sumatera Utara
namun konsentrasinya lebih rendah dari konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan

pada sediaan nanoemulsi. Pada penelitian ini dihasilkan sediaan emulsi yang

berwarna putih dan berbau khas. Pada formulasi ini fase minyak terdiri dari

minyak zaitun ekstra murni, dan span 80, sedangkan fase air terdiri dari metil

paraben, propil paraben, propilen glikol, Tween 80, gliserin dan akuades. Minyak

zaitun dalam formulasi ini berfungsi sebagai bahan anti-aging dengan konsentrasi

5%. CMC Na sebagai bahan pengental, span 80 dengan 3,73% dan Tween 80

konsentrasi 1,26% sebagai bahan surfaktan serta propilen glikol dengan

konsentrasi 10% berfungsi sebagai kosurfaktan, selain itu menurut American

Pharmaceutical Association (1994), bahwa propilen glikol digunakan untuk

meningkatkan efikasi dari paraben sebagai bahan pengawet. Gliserin konsentrasi

15% berfungsi sebagai kosurfaktan.

4.2 Hasil Evaluasi Sediaan

4.2.1 Hasil pengamatan organoleptis, pembentukan creaming dan pemisahan

fase sediaan

Evaluasi data pengamatan organoleptis sediaan dilakukan selama

penyimpanan 12 minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu, sediaan

nanoemulsi dan emulsi disimpan pada suhu kamar dan diamati perubahan warna,

bau, bentuk, pembentukan creaming dan pemisahan fase. Hasil evaluasi stabilitas

sediaan nanomulsi minyak zaitun ekstra murni dapat dilihat pada Tabel 4.1.

42
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Data pengamatan stabilitas nanoemulsi pada penyimpanan 12 minggu
pada suhu kamar
Organoleptis
Lama
Pemisahan
penyimpanan Warna Bau Bentuk creaming
Fase
(minggu)
F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3
0 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
1 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
2 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
3 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
4 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
5 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
6 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
7 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
8 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
9 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
10 K K K Kh Kh Kh J J J - - - - - -
11 K K K Kh Kh Kh Kr J J + - - + - -
12 K K K Kh Kh Kh Kr J J + - - + - -

Keterangan:
F1 : Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (24%), sorbitol 36%
F2 : Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (25%), sorbitol 35%
F3 : Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (26%), sorbitol 34%
J : Jernih Kr : Keruh
- : Tidak terdapat K : Kuning
+ : Terdapat Kh : Khas

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa nanoemulsi F1 yang disimpan pada suhu

kamar bentuknya tetap jernih hingga minggu ke-10, warna dan baunya tidak

berubah, pada minggu 11 mulai terlihat keruh, namun warna dan baunya tidak

berubah hingga minggu ke-12. Nanoemulsi F2 dan F3 yang disimpan pada suhu

kamar bentuknya tetap jernih, warna dan baunya tidak berubah sejak awal

pengamatan hingga penyimpanan selama 12 minggu. Nanoemulsi F1 terbentuk

creaming dan mengalami pemisahan pada minggu ke 11, sedangkan nanoemulsi

F2 dan F3 tidak terbentuk creaming dan tidak mengalami pemisahan sejak awal

pembuatan hingga minggu ke 12. Hal ini menunjukkan Nanoemulsi F1 relatif

kurang stabil dari nanoemulsi F2 dan F3 secara makroskopik.

Hukum Stokes menunjukkan bahwa pembentukan cream merupakan

suatu fungsi gravitasi, dan karenanya kenaikan dalam gravitasi mempercepat

pemisahan. Selain itu, laju pembentukan cream merupakan suatu fungsi kuadrat

43
Universitas Sumatera Utara
dari jari-jari tetesan. Jadi partikel-partikel yang lebih besar membentuk cream

jauh lebih cepat dibandingkan dengan partikel-partikel yang lebih kecil. Tampak

juga bahwa pembentukan agregat yang lebih besar akan mempercepat

pembentukan cream (Lachman dan Lieberman, 1994)

Hasil pengamatan terhadap stabilitas nanoemulsi F1, F2, F3 dapat dilihat

pada Gambar 4.2, Gambar 4.3, Gambar 4.4.

Gambar 4.2 Sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 pada saat sebelum penyimpanan
pada suhu kamar

Gambar 4.3 Sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 pada saat penyimpanan 11 minggu
pada suhu kamar

Gambar 4.4 Sediaan nanoemulsi F1, F2, F3 pada saat penyimpanan 12 minggu
pada suhu kamar

44
Universitas Sumatera Utara
Hasil evaluasi stabilitas sediaan emulsi minyak zaitun ekstra murni dapat

dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data pengamatan stabilitas emulsi pada penyimpanan 12 minggu pada
suhu kamar
Lama Organoleptis
penyimpanan Pemisahan
Warna Bau Bentuk Creaming
(minggu) Fase
0 Putih Kh Kental - -
1 Putih Kh Kental - -
2 Putih Kh Kental - -
3 Putih Kh Kental - -
4 Putih Kh Kental - -
5 Putih Kh Encer - -
6 Putih Kh Encer - -
7 Putih Kh Encer - -
8 Putih Kh Encer - -
9 Putih Kh Encer - -
10 Putih Kh Encer - -
11 Putih Kekuningan Te Encer - -
12 Putih Kekuningan Te Encer + +

Keterangan:
- : Tidak terdapat Kh : Khas
+ : Terdapat Te : Tengik

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sediaan emulsi minyak zaitun ekstra

murni 5% yang disimpan pada suhu kamar berwarna putih hingga minggu ke-11,

dan baunya tidak berubah, namun pada minggu ke-12 mulai terlihat perubahan

warna dan bau dan mulai terjadi pemisahan dan terbentuknya creaming. Hal ini

menunjukkan sediaan emulsi relatif kurang stabil jika dibandingkan dengan

sediaan nanoemulsi. Hasil pengamatan stabilitas emulsi dapat dilihat pada

Gambar 4.5, Gambar 4.6, Gambar 4.7.

45
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5 Sediaan emulsi minyak zaitun ekstra murni 5% saat sebelum
penyimpanan pada suhu kamar

Gambar 4.6 Sediaan emulsi minyak zaitun ekstra murni 5% saat penyimpanan 11
minggu pada suhu kamar

Gambar 4.7 Sediaan emulsi minyak zaitun ekstra murni 5% saat penyimpanan 12
minggu pada suhu kamar

Pembentukan creaming pada sediaan dikarenakan adanya pembentukan

agregat dari fase dalam yang memiliki kecendrungan yang lebih besar untuk naik

ke permukaan. Menurut Sinko (2012), creaming merupakan terpisahnya emulsi

menjadi dua lapisan, dimana lapisan yang satu mengandung butir-butir tetesan

(fase terdispers) lebih banyak daripada lapisan yang lain. Jika densitas fase

terdispersi lebih kecil dari fase kontinu, kecepatan sedimentasi menjadi negatif

yaitu pengkriman di atas. Hal tersebut umumnya terdapat pada emulsi tipe m/a.

Suatu sediaan menjadi tidak stabil akibat dari bersatunya globul-globul dari fase

terdispersi.

46
Universitas Sumatera Utara
Rusak atau tidaknya suatu sediaan dapat diamati dengan adanya

perubahan bau dan perubahan warna. Salah satu cara untuk mengatasi kerusakan

yang ditimbulkan jamur atau mikroba pada sediaan adalah dengan menambahkan

pengawet. Pada sediaan nanoemulsi dan emulsi ditambahkan nipagin 0,1% dan

nipasol 0,02% agar menghindari adanya pertumbuhan mikroba atau jamur.

4.3 Hasil Pemeriksaan Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada sekeping

kaca atau bahan transparan lain, lalu diratakan, jika tidak ada butiran-butiran maka

sediaan dapat dikatakan homogen (Ditjen POM, 1979). Data hasil uji homogenitas

nanoemulsi dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan 4.9.

F3
F1 F2
F2 F3
F1

Gambar 4.8 Hasil uji homogenitas nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

Gambar 4.9 Hasil uji homogenitas emulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

47
Universitas Sumatera Utara
Pada sediaan nanoemulsi dan emulsi yang diformulasi tidak ditemukan

adanya butiran kasar dari berbagai konsentrasi, dan pada sediaan emulsi yang

diformulasi juga tidak ditemukan adanya butiran kasar. Dapat disimpulkan bahwa

sediaan nanoemulsi dan emulsi minyak zaitun adalah homogen.

4.4 Hasil Pengukuran pH Sediaan

Penentuan pH sediaan emulsi dan nanoemulsi dilakukan dengan

menggunakan pH meter. Penentuan pH dilakukan sebelum dan setelah

penyimpanan selama 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 minggu pada suhu kamar.

Data hasil penentuan pH dan grafik pengaruh lama penyimpanan

terhadap pH nanoemulsi dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.10 dan

perubahan pH emulsi dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.11.

Tabel 4.3 Data pengukuran pH nanoemulsi pada penyimpanan selama 12 minggu


pada suhu kamar
waktu (minggu)
Formula
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
F1 6,8 6,8 6,7 6,7 6,6 6,6 6,5 6,4 6,3 6,2 6,0 5,9 5,8
F2 6,2 6,2 6,1 6,1 6,0 6,0 5,9 5,5 5,3 5,2 5,1 5,0 4,9
F3 5,8 5,8 5,5 5,5 5,4 5,3 5,2 5,1 5,0 4,9 4,8 4,7 4,6

Keterangan : F1: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (24%), sorbitol 36%


F2: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (25%), sorbitol 35%
F3: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (26%), sorbitol 34%

48
Universitas Sumatera Utara
F1 (Tween 80 24%, Sorbitol 36%) F2 (Tween 80 25%, Sorbitol 35%)
F3 (Tween 80 26%, Sorbitol 34%)
8
7
6
pH 5
4
3
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Waktu (minggu)

Gambar 4.10 Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH nanoemulsi minyak


zaitun ekstra murni 5%

Tabel 4.4 Data pengukuran pH emulsi pada penyimpanan selama 12 minggu pada
suhu kamar
waktu (minggu)
Formula
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Emulsi 7,0 6,9 6,8 6,7 6,6 6,5 6,4 6,3 6,2 6,1 6,0 5,9 5,8

emulsi minyak zaitun ekstra murni 5%


8
7
6
5
pH 4
3
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Waktu (minggu)

Gambar 4.11 Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH emulsi minyak zaitun


ekstra murni 5%

Berdasarkan hasil pengukuran pH tersebut dapat disimpulkan bahwa

peningkatan konsentrasi Tween 80 pada sediaan nanoemulsi menyebabkan

terjadinya penurunan pH sediaan yaitu pada F1 (Tween 80 24%, Sorbitol 25%)

49
Universitas Sumatera Utara
sebesar 6,8, F2 (Tween 80 25%, Sorbitol 35%) sebesar 6,2, dan F3 (Tween 26%,

Sorbitol 36%) sebesar 5,8.

Pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa selama penyimpanan

semua formula dari sediaan baik nanoemulsi maupun emulsi yang disimpan pada

suhu kamar selama 12 minggu menunjukkan sedikit penurunan pH, namun pH

sediaan masih sesuai dengan pH kulit yaitu antara 4,5-7,0, sehingga aman

digunakan dan tidak menyebabkan iritasi pada kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Penurunan pH pada sediaan nanoemulsi maupun sediaan emulsi selama

penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar menurut Sastrohamidjojo (2005),

dikarenakan komposisi pada sediaan nanoemulsi dan emulsi terdiri dari minyak

zaitun yang sebagian besar terdiri asam lemak tak jenuh, dan jika terhidrolisis

akan menghasikan asam karboksilat. Asam karboksilat tersebut memungkinkan

untuk terjadinya penurunan pH pada sediaan akan tetapi penurunan pH tidak

terlalu signifikan sehingga tidak akan terlalu berpengaruh.

Pada sediaan nanoemulsi dan emulsi juga terdapat Tween 80 yang

menurut Rowe., Sheskey., dan Quin (2009), ester asam oleat dari Tween 80

sensitif terhadap oksidasi. Sehingga reaksi oksidasi yang terjadi pada ester asam

oleat dari Tween 80 selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar

memungkinkan untuk dapat terjadi, dan reaksi oksidasi yang terjadi tersebut akan

menurunkan pH dari sediaan selama penyimpanan.

4.5 Hasil Penentuan Tipe Emulsi Sediaan

Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan penambahan sedikit

demi sedikt biru metilen ke dalam sediaan, jika larut sewaktu diaduk, maka emulsi

tersebut adalah tipe minyak dalam air (Ditjen POM, 1985). Hasil penentuan tipe

50
Universitas Sumatera Utara
emulsi sediaan nanoemulsi dapat dilihat pada Gambar 4.12 dan tipe emulsi

sediaan emulsi dapat dilihat pada Gambar 4.13.

Gambar 4.12 Tipe emulsi sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

Gambar 4.13 Tipe emulsi sediaan emulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

Pada Gambar 4.12 dan Gambar 4.13 penambahan biru metilen ke dalam

sediaan menunjukkan bahwa biru metilen terdispersi merata dalam sediaan. Hal

ini dapat disimpulkan bahwa tipe dari sediaan nanoemulsi dan emulsi adalah

minyak dalam air (m/a). Hal disebabkan sebagaian besar dari komponen yang

terdapat di dalam formula bersifat hidrofilik atau polar sehingga walaupun

terdapat komponen yang sifat hidrofob, tipe nanoemulsi dan emulsi bersifat

minyak dalam air (m/a).

4.6 Hasil Penentuan Bobot Jenis

Penentuan bobot jenis sediaan dilakukan pada awal setelah sediaan

dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Bobot jenis diukur dengan

menggunakan Piknometer pada suhu kamar. Data hasil penentuan bobot jenis

nanoemulsi dan emulsi dapat dilihat pada Tabel 4.5.

51
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Data Penentuan Bobot Jenis nanoemulsi dan emulsi
Formula Bobot Jenis (gram/ml)
F1 (Nanoemulsi) 1,0418
F2 (Nanoemulsi) 1,0796
F3 (Nanoemulsi) 1,0862
Emulsi 1,0610

Keterangan :
F1: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (24%), sorbitol 36%

F2: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (25%), sorbitol 35%


F3: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (26%), sorbitol 34%

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap bobot jenis diperoleh bobot jenis

nanoemulsi yaitu 1,0418-1,0862 gram/ml. Terjadi peningkatan bobot jenis yang

cukup besar pada F3 bila dibandingkan dengan F1 dan F2. Sedangkan bobot jenis

emulsi adalah 1,0610 gram/ml.

4.7 Hasil Penentuan Viskositas

Penentuan viskositas sediaan dilakukan dengan menggunakan viskometer

Brookfield DV-E dengan nomor spindle yang sesuai, sebelum dan setelah

penyimpanan pada suhu kamar selama 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 minggu.

Data hasil uji viskositas dan grafik perubahan viskositas nanoemulsi

dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.14, dan perubahan viskositas emulsi

dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.15.

Tabel 4.6 Data uji viskositas nanoemulsi minyak zaitun 5% (dalam cp)

Lama penyimpanan (minggu)


Formula
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
F1 100 100 113 113 125 150 200 225 250 275 325 400 450
F2 113 113 125 125 225 225 250 300 300 325 375 450 475
F3 150 150 225 225 275 275 300 325 350 450 475 475 500

Keterangan : F1: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (24%), Sorbitol 36%


F2: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (25%), Sorbitol 35%
F3: Nanomulsi konsentrasi Tween 80 (26%), Sorbitol 34%
* Viskositas dalam centipoise

52
Universitas Sumatera Utara
F1 (Tween 80 24%, Sorbitol 36%) F2 (Tween 80 25%, Sorbitol 35%)
F3 (Tween 80 26%, Sorbitol 34%)

600
500
Viskositas (cp)

400
300
200
100
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Waktu (minggu)

Gambar 4.14 Pengaruh lama penyimpanan terhadap vikositas nanoemulsi


minyak zaitun ekstra murni 5%

Berdasarkan hasil uji viskositas pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.14

disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi Tween 80 menyebabkan terjadinya

peningkatan viskositas sediaan dan seiring lamanya penyimpanan menyebabkan

viskositas meningkat, hal ini disebabkan karena nanoemulsi yang dihasilkan

merupakan tipe m/a, sehingga partikel yang terdispersi memflokulasi

menyebabkan peningkatan viskositas sediaan yang berumur dua atau tiga bulan

(Lachman, dkk., 1994).

Viskositas sediaan nanoemulsi dilakukan pada suhu kamar selama 12

minggu yang mana suhu kamar tersebut merupakan suhu yang dapat dikatakan

suhu yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah suhu

penyimpanan akan meningkatkan viskositas sediaan nanoemulsi sedangkan

penyimpanan pada suhu ruang juga menghasilkan kenaikan viskositas

nanoemulsi. Hal ini sesuai dengan teori yang menunjukkan bahwa masa

penyimpanan akan meningkatkan viskositas sediaan (Lachman, dkk., 1994). Akan

tetapi kenaikan yang terjadi tidak begitu signifikan.

53
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7 Data uji viskositas emulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

Formula Lama penyimpanan (minggu) Viskositas (cp)


0 14500
1 10750
2 10500
3 10250
4 10000
5 6250
Emulsi 6 6000
7 5250
8 5000
9 4750
10 4250
11 4000
12 3750

Emulsi minyak zaitun ekstra murni 5%


16000
Viskositas (cp)

14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Waktu (minggu)

Gambar 4.15 Pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas emulsi minyak


zaitun ekstra murni 5%

Berdasarkan hasil uji viskositas pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.15

disimpulkan bahwa terjadinya penurunan viskositas sediaan seiring lamanya

penyimpanan.

4.8 Hasil Uji Sentrifugasi

Uji sentrifugasi dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat dengan

pengukuran sebanyak 1 kali. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi

kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3750 rpm selama 5 jam

54
Universitas Sumatera Utara
(Lachman dan Lieberman, 1994). Data hasil uji sentrifigasi nanoemulsi dapat

dilihat pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.16 dan hasil uji sentrifugasi emulsi dapat

dilihat pada Gambar 4.17.

Tabel 4.8 Data Uji Sentrifugasi nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

Sentrifugasi
Formula
Memisah Mengendap/creaming Keruh
F1 - - -
F2 - - -
F3 - - -

Keterangan : F1: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (24%), sorbitol 36%


F2: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (25%), sorbitol 35%
F3: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (26%), sorbitol 34%
+ : Terjadi kekeruhan
- : Tidak terjadi perubahan

Gambar 4.16 Hasil sentrifugasi nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

Uji sentrifugasi dilakukan untuk mengetahui kestabilan nanoemulsi.

Ketiga nanoemulsi disentrifugasi dengan kecepatan 3750 rpm selama 5 jam. Uji

sentrifugasi menggambarkan kestabilan sediaan karena pengaruh gravitasi bumi

setara dengan satu tahun (Lachman dan Lieberman, 1994). Setelah dilakukan uji

pada ketiga formula, F1 dan F2, F3 menunjukkan tidak adanya pemisahan. Hal ini

menunjukkan bahwa ketiga formula nanoemulsi stabil selama satu tahun karena

adanya pengaruh gravitasi.

55
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.17 Hasil sentrifugasi emulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

Menurut Lachman dan Lieberman (1994), emusli yang stabil harus

menunjukkan tidak adanya penguraian dengan sentrifugasi pada 2000-3000 rpm.

Sedangkan pada Gambar 4.17 menunjukkan bahwa sediaan emulsi mengalami

pemisahan setelah dilakukan uji sentrifugasi dengan kecepatan 3750 rpm selama 5

jam hal ini berarti bahwa sediaan emulsi kurang stabil selama satu tahun karena

adanya pengaruh gravitasi bila dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi.

4.9 Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan

Pengukuran tegangan permukaan sediaan dilakukan pada awal setelah

sediaan dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Tegangan permukaan diukur

dengan menggunakan Tensiometer Du Nouy pada suhu kamar. Data hasil

pengukuran tegangan permukaan Nanoemulsi dan emulsi dapat dilihat pada Tabel

4.9.

56
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.9 Data pengukuran tegangan permukaan nanoemulsi dan emulsi minyak
zaitun ekstra murni 5%
Formula Tegangan Permukaan (dyne/cm)
F1(Nanoemulsi) 47,10
F2(Nanoemulsi) 46,67
F3(Nanoemulsi) 45,40
Emulsi 56,28

Keterangan : F1: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (24%), Sorbitol 36%


F2: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (25%), Sorbitol 35%
F3: Nanoemulsi konsentrasi Tween 80 (26%), Sorbitol 34%

Tegangan permukaan diukur menggunakan Tensiometer Du Nouy.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap tegangan permukaan diperoleh tegangan

permukaan antara 45,40 dyne/cm — 47,10 dyne/cm dan tegangan permukan

emulsi adalah 56,28. Tegangan yang terdapat pada antarmuka dikarenakan kedua

fase tidak saling bercampur, cenderung mempunyai gaya tarik-menarik yang

berbeda antar molekul pada antarmuka (Lachman dan Lieberman, 1994).

Tegangan permukaan nanoemulsi yang rendah dihasilkan karena adanya surfaktan

dan kosurfaktan yang dapat menurunkan tegangan antarmuka minyak dan air.

Kestabilan nanoemulsi makin baik bila nanoemulsi tersebut tegangan

permukaannya lebih kecil dari air yaitu 72 dyne/cm.

4.10 Hasil Penentuan Ukuran Partikel Nanoemulsi

Penentuan ukuran partikel dilakukan menggunakan alat Vascoγ

CORDOUAN Technologies Particle Size Analyzer pada suhu kamar., rata-rata

ukuran partikel nanoemulsi pada 0 minggu, 6 minggu, dan 12 minggu

penyimpanan suhu kamar dapat dilihat pada Gambar 4.18, Gambar 4.19, Gambar

4.20, Gambar 4.21, Gambar 4.22, Gambar 4.23, Gambar 4.24, Gambar 4.25,

Gambar 4.26, dan Tabel 4.10 dan grafik perubahan ukuran partikel nanoemulsi

dapat dilihat pada Tabel 4.11 dan Gambar 4.27.

57
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10 Data penentuan distribusi ukuran partikel nanoemulsi

Distribusi ukuran partikel (nm)


Formula 0 Minggu 6 Minggu 12 Minggu
F1 97,75 – 467,86 257,11 - 1549,23 891,49 - 4678,59
F2 67,63 - 338,93 154,92 - 776,45 195,04 - 1071,80
F3 186,26 - 708,13 338,93 - 1778,75 371,63 - 1862,58

Gambar 4.18 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F1 pada 0 minggu


penyimpanan suhu kamar

Gambar 4.19 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F1 pada 6 minggu


penyimpanan suhu kamar

58
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.20 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F1 pada 12 minggu
penyimpanan suhu kamar

Gambar 4.21 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F2 pada 0 minggu


penyimpanan suhu kamar

Gambar 4.22 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F2 pada 6 minggu


penyimpanan suhu kamar

59
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.23 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F2 pada 12 minggu
penyimpanan suhu kamar

Gambar 4.24 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F3 pada 0 minggu


penyimpanan suhu kamar

Gambar 4.25 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F3 pada 6 minggu


penyimpanan suhu kamar

60
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.26 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F3 pada 12 minggu
penyimpanan suhu kamar

Tabel 4.11 Data penentuan rata-rata ukuran partikel nanoemulsi

Rata-rata ukuran Partikel (nm)


Formula 0 Minggu 6 Minggu 12 Minggu
F1 262,03 861,67 2207,98
F2 189,82 449,65 605,29
F3 401,69 965,67 1047,84

Keterangan : F1: Konsentrasi Tween 80 (24%), Sorbitol 36%


F2: Konsentrasi Tween 80 (25%), Sorbitol 35%
F3: Konsentrasi Tween 80 (26%), Sorbitol 34%

F1 (Tween 80 24%, Sorbitol 36%) F2 (Tween 80 25%, Sorbitol 35%)


F3 (Tween 80 26%, Sorbitol 34%)
2500
Rata-rata ukuran partikel (nm)

2000
1500
1000
500
0
0 6 12
Waktu (Minggu)

Gambar 4.27 Pengaruh lama penyimpanan terhadap ukuran partikel nanoemulsi


minyak zaitun ekstra murni 5%

61
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa sediaan nanoemulsi F2 mempunyai

ukuran partikel yang lebih kecil bila dibandingkan dengan F1 dan F3. Rata-rata

ukuran partikel pada formula F1, F2, F3 pada minggu 0 berturut-turut adalah

262,03 nm, 189,82 nm, 401,69 nm. Berdasarkan nilai rata-rata ukuran partikel

tersebut diketahui bahwa ukuran masing-masing globul berbeda, namun ukuran

tersebut masih dalam range yang diterima untuk ukuran nanoemulsi. Pada

umumnya penggunaan konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan dapat menurunkan

tegangan permukaan karena adanya peningkatan absorpsi surfaktan diantara

minyak–air sehingga memperkecil ukuran globul dari sediaan nanoemulsi (Salim,

Basri, Rahman, Abdullah, Basri & Salleh, 2011). Selain itu, kombinasi antara

peningkatan konsentrasi surfaktan dan energi pengadukan cenderung

menghasilkan penurunan ukuran globul (Salager, dkk., 2002).

Pada Tabel 4.11 juga menunjukkan bahwa seiring penyimpanan ukuran

partikel dari semua formula sediaan nanoemulsi menunjukkan adanya

peningkatan ukuran partikel.

4.11 Hasil Analisa TEM

Penentuan analisa partikel sediaan dilakukan dengan menggunakan alat

Transmission Electron Scanning (TEM). Penentuan morfologi partikel dilakukan

pada sediaan nanoemulsi yang stabil dengan ukuran partikel yang paling kecil

diantara ke tiga formula nanoemulsi. Pada penelitian ini sediaan nanoemulsi F2

lebih stabil dan memiliki ukuran partikel yang lebih kecil bila dibandingkan

dengan F1 dan F3. Oleh Karena itu penentuan morfologi partikel dilakukan pada

sediaan nanoemulsi F2. Hasil penentuan terhadap morfologi sediaan nanoemulsi

dapat dilihat pada Gambar 4.28.

62
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.28 Hasil analisa partikel sediaan nanoemulsi F2 dengan TEM
(Transmision Electron Microscopic)

Gambar 4.28 menunjukkan bahwa sediaan nanoemulsi F2 memiliki

morfologi partikel yang berbentuk spheris dengan ukuran partikel 100-200nm.

4.12 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan nanoemulsi yang stabil dengan

ukuran partikel yang paling kecil dan emulsi dari minyak zaitun ekstra murni

dengan maksud untuk mengetahui bahwa sediaan yang dibuat dapat menimbulkan

iritasi pada kulit atau tidak. Pada uji iritasi ini dilakukan pada sediaan nanoemulsi

F2 dan sediaan emulsi.

Data hasil uji iritasi terhadap sukarelawan pada sediaan nanoemulsi dan

emulsi dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13.

63
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12 Data uji iritasi sediaan nanoemulsi F2 terhadap sukarelawan

Sukarelawan
Pernyataan
1 2 3 4 5 6
Kemerahan - - - - - -
Gatal - - - - - -
Pengkasaran Kulit - - - - - -

Tabel 4.13 Data uji iritasi sediaan emulsi terhadap sukarelawan

Sukarelawan
Pernyataan
1 2 3 4 5 6
Kemerahan - - - - - -
Gatal - - - - - -
Pengkasaran Kulit - - - - - -

Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap sukarelawan yang dilakukan pada

sediaan nanoemulsi dan emulsi minyak zaitun dapat dilihat pada Tabel 4.12 tidak

terlihat adanya reaksi iritasi seperti kemerahan, gatal, dan pengkasaran pada kulit

oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa formula nanoemulsi dan emulsi tidak

menyebabkan iritasi pada kulit dan dapat dikatakan bahwa keseluruhan sediaan

nanoemlulsi dan emulsi aman digunakan.

4.13 Hasil Penentuan Aktivitas Anti-Aging Terhadap Sukarelawan

Pengujian aktivitas sediaan anti-aging menggunakan skin analyzer

Aramo, parameter uji meliputi pengukuran kadar air (moisture), kehalusan kulit

(evenness), dan besar pori (pore), banyaknya noda (spot), dan keriput (wrinkle)

pengukuran aktivitas anti-aging dimulai dengan dengan mengukur kondisi awal

kulit sukarelawan yang mempunyai tujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh

sediaan nanoemulsi F2 dan sediaan emulsi dalam memulihkan kulit yang

mengalami penuaan dini. Data yang diperoleh pada setiap parameter anti-aging

akan dianalaisisdengan menggunakan program statistik dengan dengan uji Mann-

WhitneyU dilakukan untuk melihat formula mana yang memiliki perbedaan

64
Universitas Sumatera Utara
signifikan dari kedua formula terhadap sukarelawan . pengujian Mann-Whitney U

dilakukan untuk melihat efek sama atau berbeda dan efek yang terkecil sampai

tebesar dari kedua formula. Pengujian ini dilakukan dari minggu ke-1 sampai

dengan minggu ke-4.

4.13.1 Kadar air (moisture)

Kadar air diukur pada bagian wajah sukarelawan dan diukur menggunakan

alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Data

hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat

pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.29, dan persentase kenaikan kadar air pada tiap

formula untuk tiap minggunya dapat dilihat pada Tabel 4.15

Tabel 4.14 Data hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah
sukarelawan
Lama pemakaian sediaan (minggu)
Formula
0 1 2 3 4
29 33 36 37 38
28 31 34 37 39
F2 27 32 34 36 39
(Nanoemulsi) 28 32 34 36 39
31 34 38 40 42
29 31 33 35 38
Rata-rata 28,7±1,4 32,2±1,2 34,8±1,8 36,8±1,7 39,2±1,5
29 30 33 35 36
29 30 32 34 35
28 32 33 34 35
Emulsi
26 29 32 33 35
31 33 36 39 40
28 30 31 32 34
Rata-rata 28,5±1,6 30,7±1,5 32,8±1,7 34,5±2,4 35,8±2,1

Keterangan:
Dehidrasi 0-29; Normal 30-50; Hidrasi 51-100 (Aramo, 2012)
F2: Nanoemulsi konsentrasi tween 80 25%, konsentrasi sorbitol 35%

65
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.15 Data hasil kenaikan kadar air (moisture) pada kulit wajah
sukarelawan
Lama pemakaian sediaan (minggu)
Formula
0 1 2 3 4
F2 (Nanoemulsi) 0% 3,5% 6,1% 8,1% 10,5%
Emulsi 0% 2,2% 4,3% 6% 7,3%

Keterangan:
F2: Nanoemulsi konsentrasi tween 80 25%, konsentrasi sorbitol 35%
F2 (Nanoemulsi) Emulsi
Rata-rata kadar air (%)

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0 1 2 3 4
Waktu (minggu)

Gambar 4.29 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) selama 4 minggu

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 4.15 dan Gambar 4.29 dapat

dilihat terjadinya kenaikan kadar air pada masing-masing formula untuk tiap

minggunya. Berdasarkan hasil pengukuran kadar air (moisture) seperti yang

terlihat pada Tabel 4.15 bahwa pada formula nanoemulsi terjadi perubahan

kondisi kadar air pada kulit wajah sukarelawan dari kondisi kadar air yang

dehidrasi menjadi kondisi kadar air yang normal setelah pemakaian sediaan 1

minggu dengan kenaikan kadar air sebesar 3,5%. Sedangkan pada formula emulsi

terjadi perubahan kondisi kadar air pada kulit wajah sukarelawan dari kondisi

kadar air yang dehidrasi menjadi kondisi kadar air yang normal setelah pemakaian

sediaan 1 minggu dengan kenaikan kadar air sebesar 2,2%.

66
Universitas Sumatera Utara
Pada kedua formula terlihat nanoemulsi dan emulsi sama-sama

menaikkan kadar air pada kulit wajah sukarelawan, namun sediaan nanoemulsi

lebih banyak menaikkan kadar air pada kulit wajah dibandingkan sediaan emulsi.

Hal ini dikarenakan kandungan yang terdapat dalam minyak zaitun ekstra murni

pada sediaan nanoemulsi dan emulsi adalah vitamin E, yang mana riset

membuktikan bahwa vitamin E memberikan perlawanan terhadap kekeringan dan

membantu memberikan pelembab natural pada kulit (IOM, 2000).

Selain itu, menurut Loden dan Maibach (2006), bahwa peningkatan

kadar air kulit dipengaruhi oleh kemampuan vitamin E dalam melindungi

degradasi oksidatif terhadap asam hialuronat. Asam hialuronat berfungsi sebagai

zat yang mempertahankan kelembaban di dalam kulit. Sedangkan menurut

Tranggono, dkk., (2007), vitamin E sebagai pelembab yang dapat

mempertahankan ikatan air di dalam kulit.

Berdasarkan hasil analisa statistik yang menggunakan Mann-Whitney,

pemakaian sediaan pada minggu ke-1 tidak terdapat perbedaan signifikan (p> 0,05)

antara formula nanoemulsi dan emulsi. Pemakaian sediaan pada minggu ke-2, ke-

3 dan ke-4 terdapat perbedaan signifikan (p < 0,05) antara formula nanoemulsi

dan emulsi.

Nanoemulsi merupakan salah satu bentuk sediaan yang stabil, jernih dan

transparan tidak seperti emulsi biasa memiliki ukuran globul yang sangat kecil.

Keuntungan dari penggunaan nanoemulsi sebagai sediaan topikal adalah lebih

banyak zat aktif yang dapat diformulasikan dalam satu sediaan dikarenakan

adanya peningkatan kapasitas kelarutan dan dapat meningkatkan bioavailabilitas

zat aktif sehingga membuat aktivitas termodinamik zat aktif pada kulit meningkat.

67
Universitas Sumatera Utara
Selain itu memiliki efektivitas yang tinggi dalam menembus stratum corneum

pada kulit (Hermanto, 2016., Panjaitan, 2015., Asmarani, 2015).

Teknologi nanoemulsi ini juga merupakan metode yang efektif untuk

pelepasan minyak zaitun ekstra murni sebagai bahan aktif dikarenakan ukuran

droplet yang kecil, nanoemulsi dapat dengan mudah berpenetrasi melewati lapisan

kulit dan dapat meningkatkan penetrasi bahan aktif, sehingga aktivitas kerja

minyak zaitun ekstra murni dalam meningkatkan kadar air dalam kulit menjadi

lebih efektif.

4.13.2 Pori (pore)


Besar pori pada kulit wajah sukarelaan diukur menggunakan perangkat

skin analyzer yang sama dengan pengukuran kehalusan yakni perbesaran lensa

60x (normal lens) sensor biru, pada waktu melakukan analisa kehalusan kulit,

secara otomatis analisa besar pori ikut terbaca (Aramo, 2012). Data hasil

pengukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat pada Tabel

4.16 dan Gambar 4.30.

Tabel 4.16 Hasil pengukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan
Lama pemakaian sediaan (minggu) %
Formula
0 1 2 3 4 Pemulihan
58 37 35 25 18 69,0
58 41 35 25 12 79,3
F2 65 43 33 24 16 75,4
(Nanoemulsi) 58 41 24 20 16 72,4
56 35 24 20 16 71,4
43 35 24 20 12 72,1
Rata-rata 56,3±7,2 38,7±3,4 29,2±5,7 22,3±2,6 15,0±2,4 73,3
60 33 31 25 20 66,7
62 48 46 37 27 56,5
67 46 39 29 22 67,2
Emulsi
62 46 33 29 25 59,7
54 37 27 24 22 59,3
43 43 31 29 20 54,5
Rata -rata 58,2±8,1 42,2±5,9 34,5±6,9 28,8±4,6 22,7±2,8 60,6

Keterangan:
Kecil 0-19; Beberapa besar 20-39; Sangat besar 40-100 (Aramo, 2012)
F2: Nanoemulsi konsentrasi tween 80 25%, sorbitol 35%

68
Universitas Sumatera Utara
F2 (Nanoemulsi) Emulsi
70
60
Rata-rata pori 50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4
Waktu (minggu)

Gambar 4.30 Grafik hasil pengukuran pori (Pore) selama 4 minggu

Berdasarkan hasil pengukuran pori seperti yang terlihat pada Tabel 4.16

dan Gambar 4.30 menunjukkan bahwa pada formula nanoemulsi terjadi

perubahan kondisi pori kulit dari kondisi pori yang sangat besar (rata-rata 56,3)

menjadi beberapa besar (rata-rata 38,7) setelah 1 minggu pemakaian sediaan dan

menjadi kecil (rata-rata 15,0) setelah 4 minggu pemakaian sediaan nanoemulsi.

Sedangkan hasil pengukuran pori untuk sediaan emulsi dapat dilihat bahwa terjadi

perubahan kondisi pori kulit dari kondisi pori yang sangat besar (rata-rata 58,2)

menjadi beberapa besar (rata-rata 34,5) setelah 2 minggu pemakaian sediaan

emulsi.

Berdasarkan hasil analisis statistik yang menggunakan Mann-Whitney,

pemakaian sediaan pada minggu ke-1 dan ke-2 tidak memberikan perbedaan

signifikan (p> 0,05) antara formula nanoemulsi dan emulsi terhadap pori kulit

wajah sukarelawan. Pemakaian sediaan pada minggu ke-3 dan ke-4 terdapat

perbedaan signifikan (p < 0,05) antara formula nanoemulsi F2 dan emulsi

terhadap pori kulit wajah sukarelawan.

Faktor genetik berperan dalam menentukan ukuran pori, namun tidak ada

yang dapat dilakukan untuk mengubah faktor tersebut. Minyak pada kulit secara

69
Universitas Sumatera Utara
alamiah akan mempengaruhi besarnya pori kulit. Tubuh menghasilkan sebum atau

minyak kulit untuk mencegah kulit dari kekeringan. Seiring dengan bertambahnya

usia, pori-pori kulit akan menjadi semakin besar karena semakin berkurangnya

elastisitas dan adanya penumpukan sel-sel kulit mati. Banyaknya aktivitas

meningkatkan suhu tubuh yang akan memperbesar ukuran pori (Anderson, 1996).

Menurut Mulyawan dan Suriana (2013); Dreyfuss (2015), pori-pori dapat

membesar apabila terkena sinar matahari yang terlalu terik, peningkatan suhu

menyebabkan rusaknya kolagen dalam waktu bersamaan sehingga menyebabkan

penurunan elastisitas dinding kanal pori dan perbesaran pori, sehingga

penumpukan sel kulit mati (kotoran) dapat memicu timbulnya jerawat serta

mempengaruhi ukuran pori yang mengakibatkan pori-pori kulit membesar.

Vitamin E yang terdapat pada minyak zaitun ekstra murni dapat melepaskan sel

kulit mati dan merangsang pembentukan sel baru serta dapat menangkap radikal

bebas yang merusak kulit, sehingga dapat mengecilkan pori-pori kulit.

Nanoemulsi merupakan salah satu bentuk sediaan yang stabil, jernih dan

transparan tidak seperti emulsi biasa memiliki ukuran globul yang sangat kecil.

Keuntungan dari penggunaan nanoemulsi sebagai sediaan topikal adalah lebih

banyak zat aktif yang dapat diformulasikan dalam satu sediaan dikarenakan

adanya peningkatan kapasitas kelarutan dan dapat meningkatkan bioavailabilitas

zat aktif sehingga membuat aktivitas termodinamik zat aktif pada kulit meningkat.

Selain itu memiliki efektivitas yang tinggi dalam menembus stratum corneum

pada kulit (Hermanto, 2016., Panjaitan, 2015., Asmarani, 2015).

Teknologi nanoemulsi ini juga merupakan metode yang efektif untuk

pelepasan minyak zaitun ekstra murni sebagai bahan aktif dikarenakan ukuran

droplet yang kecil, nanoemulsi dapat dengan mudah berpenetrasi melewati lapisan

70
Universitas Sumatera Utara
kulit dan dapat meningkatkan penetrasi bahan aktif, sehingga aktivitas kerja

minyak zaitun ekstra murni dalam mengecilkan pori dalam kulit menjadi lebih

efektif.

4.13.3 Noda (spot)

Noda pada kulit wajah sukarelawan diukur menggunakan perangkat skin

analyzer lensa perbesaran 60x (polarizing lens) sensor jingga. Data hasil

pengukuran noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat pada Gambar

4.31, Gambar 4.32, 4.33, 4.34, 4.35 dan Tabel 4.17 dan grafik hasil pengukuran

kehalusan dapat dilihat pada Gambar 4.36.

Nanoemulsi F2 (kulit wajah kiri) emulsi (kulit wajah kiri)

Gambar 4.31 Hasil pengukuran kondisi noda awal kulit wajah sukarelawan
sebelum pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 (kulit wajah kiri) emulsi (kulit wajah kiri)

Gambar 4.32 Hasil pengukuran kondisi noda kulit wajah sukarelawan setelah
pemakaian sediaan selama 1 minggu

Nanoemulsi F2 (kulit wajah kiri) emulsi (kulit wajah kiri)

Gambar 4.33 Hasil pengukuran kondisi noda kulit wajah sukarelawan setelah
pemakaian sediaan selama 2 minggu

71
Universitas Sumatera Utara
Nanoemulsi F2 (kulit wajah kiri) emulsi (kulit wajah kiri)

Gambar 4.34 Hasil pengukuran kondisi noda kulit wajah sukarelawan setelah
pemakaian sediaan selama 3 minggu

Nanoemulsi F2 (kulit wajah kiri) emulsi (kulit wajah kiri)

Gambar 4.35 Hasil pengukuran kondisi noda kulit wajah sukarelawan setelah
pemakaian sediaan selama 4 minggu

Tabel 4.17 Hasil pengukuran noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan

Lama pemakaian sediaan (minggu) %


Formula
0 1 2 3 4 Pemulihan
47 38 26 22 17 63,8
47 40 31 24 18 61m7
F2 47 39 32 24 17 63,8
(Nanoemulsi) 49 42 35 29 23 53,1
36 32 21 18 14 61,1
40 37 31 21 14 65,0
Rata-rata 44,3±5,1 38,0±3,4 29,3±5,0 23,0±3,7 17,2±3,3 61,4
47 3340 29 25 20 55,3
47 42 35 37 27 48,9
50 40 34 29 22 4,0
Emulsi
44 37 30 29 25 54,5
35 33 23 24 22 42,9
41 37 34 27 22 46,3
Rata –rata 44,0±5,4 38,2±3,2 31,0±4,2 26,7±2,3 21,7±1,6 50,8

Keterangan:
Sedikit 0-19; Beberapa noda 20-39; Banyak noda 40-100 (Aramo, 2012)
F2: Nanoemulsi konsentrasi tween 80 25%, konsentrasi sorbitol 35%

72
Universitas Sumatera Utara
F2 (Nanoemulsi) Emulsi
50

Rata-Rata Noda
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4
Waktu (minggu)

Gambar 4.36 Grafik hasil pengukuran noda (Spot) selama 4 minggu

Berdasarkan hasil pengukuran noda kulit seperti yang terlihat pada Tabel

4.17 dan Gambar 4.36 menunjukkan bahwa pada formula nanoemulsi terjadi

perubahan kondisi noda kulit dari kondisi banyak noda (rata-rata 44,3) menjadi

beberapa noda (rata-rata 38,0) setelah 1 minggu pemakaian sediaan dan menjadi

sedikit noda (rata-rata 17,2) setelah 4 minggu pemakaian sediaan nanoemulsi.

Sedangkan pada formula emulsi terjadi perubahan kondisi kulit dari kondisi

banyak noda (rata-rata 44,0) dan menjadi beberapa noda (rata-rata 21,7) setelah 4

minggu pemakaian sediaan emulsi.

Berdasarkan hasil analisa statistik yang telah diperoleh menunjukkan

bahwa pemakaian sediaan minggu ke-1 hingga minggu ke-3 tidak terdapat

perbedaan signifikan (p > 0,05) antara formula nanoemulsi F2 dan emulsi.

Pemakaian sediaan pada minggu ke-4 baru menunjukkan perbedaan yang

signifikan diantara kedua formula.

Sel utama kedua (setelah keratinosit) adalah melanosit yang ditemukan

dalam lapisan basal. Pada melanosit disintesa granulgranuk pigmen yang disebut

melanosom. Melanosom mengandung bikroma coklat yang disebut melanin.

Melanin melindungi kulit dari pengaruh-pengaruh sinar matahari yang merugikan.

73
Universitas Sumatera Utara
Hiperpigmentasi adalah kondisi dimana melanin disintesis secara berlebihan. Hal

ini terjadi karena banyaknya paparan sinar matahri (sinar UV) sehingga sel

melanosit menginisiasi sintesis melanin. Semakin banyak sinar matahrai yang

terkena kulit menyebabkan semakin aktifnya pembentukan melanin dan

menimbulkan pembentukan bercak-bercak noda gelap berwarna coklat pada kulit

(Qadir, 2009; Prianto, 2014).

Aktivitas antioksidan vitamin E dari minyak zaitun mencegah iritasi kulit

dan penuaan, yang mana vitamin E menghambat tirosinase secara in vitro dan

melanogenesis pada epidermal melanosit. Sifat vitamin E yang mengganggu

peroksidasi membran lipid melanosit dan meningkatkan glutathione intraseluler.

Pada penelitian secara in vivo vitamin E menghambat melanogenesis melanosit

manusia normal pada media kultur, meskipun itu tidak mempengaruhi sintesis

melanin dalam larutan enzim disapkan sebagai sel homogen. Selain itu, vitamin E

merangsang sintesis glutathione (GSH) intraseluler sehingga dapat memberikan

efek depigmentasi (Draelos dan Thaman, 2006).

Nanoemulsi merupakan salah satu bentuk sediaan yang stabil, jernih dan

transparan tidak seperti emulsi biasa memiliki ukuran globul yang sangat kecil.

Keuntungan dari penggunaan nanoemulsi sebagai sediaan topikal adalah lebih

banyak zat aktif yang dapat diformulasikan dalam satu sediaan dikarenakan

adanya peningkatan kapasitas kelarutan dan dapat meningkatkan bioavailabilitas

zat aktif sehingga membuat aktivitas termodinamik zat aktif pada kulit meningkat.

Selain itu memiliki efektivitas yang tinggi dalam menembus stratum corneum

pada kulit (Hermanto, 2016., Panjaitan, 2015., Asmarani, 2015).

Teknologi nanoemulsi ini juga merupakan metode yang efektif untuk

pelepasan minyak zaitun ekstra murni sebagai bahan aktif dikarenakan ukuran

74
Universitas Sumatera Utara
droplet yang kecil, nanoemulsi dapat dengan mudah berpenetrasi melewati lapisan

kulit dan dapat meningkatkan penetrasi bahan aktif, sehingga aktivitas kerja

minyak zaitun ekstra murni dalam mengurangi noda dalam kulit menjadi lebih

efektif.

4.13.4 Kerutan (wrinkle)

Keriput atau kerutan pada kulit mata bagian lateral sukarelawan diukur

dengan menggunakan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 10x biru. Data

hasil pengukuran kondisi kerutan (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan dapat

dilihat pada Gambar 4.37, Gambar 4.38, 4.39, 4.40, 4.41 dan Tabel 4.18 dan

grafik hasil pengukuran kehalusan dapat dilihat pada Gambar 4.42.

Nanoemulsi F2 (kulit wajah kanan) Emulsi (kulit wajah kiri)

Gambar 4.37 Hasil pengukuran kondisi keriput awal kulit wajah sukarelawan
sebelum pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 (kulit wajah kanan) Emulsi (kulit wajah kiri)

Gambar 4.38 Hasil pengukuran kondisi keriput kulit wajah sukarelawan setelah
pemakaian sediaan selama 1 minggu

Nanoemulsi F2 (kulit wajah kanan) Emulsi (kulit wajah kiri)

Gambar 4.39 Hasil pengukuran kondisi keriput kulit wajah sukarelawan setelah
pemakaian sediaan selama 2 minggu

75
Universitas Sumatera Utara
Nanoemulsi F2 (kulit wajah kanan) Emulsi (kulit wajah kiri)

Gambar 4.40 Hasil pengukuran kondisi keriput kulit wajah sukarelawan setelah
pemakaian sediaan selama 3 minggu

Nanoemulsi F2 (kulit wajah kanan) Emulsi (kulit wajah kiri)

Gambar 4.41 Hasil pengukuran kondisi keriput kulit wajah sukarelawan setelah
pemakaian sediaan selama 4 minggu

Tabel 4.18 Hasil pengukuran kerutan (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan

Lama pemakaian sediaan (minggu) %


Formula 0 1 2 3 4 Pemulihan
53 48 25 17 7 86,8
52 42 27 21 16 69,2
F2 46 39 22 14 6 87,0
(Nanoemulsi) 46 39 24 17 11 76,1
39 28 20 16 14 64,1
39 26 21 18 13 66,7
Rata-rata 45,8±6,0 37,0±8,4 23,2±2,6 17,3±2,3 11,2±4,0 75,0
54 53 39 23 19 64,8
49 42 29 26 22 55,1
44 29 23 20 12 72,7
Emulsi
52 46 39 27 23 55,8
39 29 25 23 21 46,2
46 39 26 21 16 59,0
Rata-rata 46,2±6,5 37,8±10,6 30,3±7,0 23,8±2,4 18,8±4,4 58,9

Keterangan:
Tak berkeriput 0-19; Berkeriput 20-52; Berkeriput parah 53-100 (Aramo, 2012)
F2: konsentrasi tween 80 25%, konsentrasi sorbitol 35%

76
Universitas Sumatera Utara
F2 (Nanoemulsi) Emulsi
50

Rata-rata keriput
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4
Waktu (minggu)

Gambar 4.42. Grafik hasil pengukuran kerutan (winkle) selama 4 minggu

Berdasarkan hasil pengukuran kerutan kulit seperti yang terlihat pada

Tabel 4.18 dan Gambar 4.42 menunjukkan bahwa pada formula nanoemulsi

terjadi perubahan kondisi kerutan atau keriput pada kulit dari kondisi berkeriput

(rata-rata 45,8) menjadi tak berkeriput (rata-rata17,3) setelah 3 minggu pemakaian

sediaan. Sedangkan pada formula emulsi terjadi perubahan kondisi kerutan atau

keriput pada kulit dari kondisi berkeriput (rata-rata 46,2) dan menjadi tak

berkeriput (rata-rata 18,8) setelah 4 minggu pemakaian sediaan emulsi.

Berdasarkan hasil analisa statistik yang telah diperoleh menunjukkan

bahwa pemakaian sediaan minggu ke-1 menunjukkan tidak terdapat perbedaan

signifikan (p > 0,05) antara formula nanoemulsi F2 dan emulsi. Pemakaian

sediaan pada minggu ke-2, ke-3, dan ke-4 baru menunjukkan perbedaan yang

signifikan diantara kedua formula.

Formasi kerutan disebabkan oleh berbagai faktor internal dan eksternal.

Sinar matahari terutama sinar UV A dikenal menjadi salah satu penyebab dan

penyumbang terbesar dalam proses pembentukan keriput, tetapi ada juga

penyebab lainseperti tekanan lingkungan pada kulit termasuk kekeringan, stres

fisik, dan paparan zat kimia. Timbulnya keriput diperkirakan merupakan hasil dari

77
Universitas Sumatera Utara
menurunnya kekuatan dan elastisitas kulit yang disebabkan oleh berkurangnya

kadar air dari stratum korneum , penebalan stratum korneum, atrofi epidermis,

perubahan jumlah dan kualitas kolagen dermis, serat elastin, dan elastisitas

kolagen, serta perubahan struktur tiga dimensi dari dermis dan perubahan lainnya

yang dihasilkan dari faktor eksternal dan internal (Mitsui, 1997; Barel, dkk.,

2001). Vitamin E yang terdapat dalam minyak zaitun ekstra murni dalam

kosmetik digunakan untuk memperkuat potensi antioksidan alami dalam kulit

sehingga dapat mengatasi stres oksidatif. Vitamin E brtindak pada bagian dalam

kulit dan mengurangi resiko kerusakan yang bisa disebabkan oleh sinar matahari

meleati kulit. Vitamin E membantu dalam pencegahan gejala disebabkan oleh

kerusakan kulit yang ditimbulkan oleh sinar UV seperti kerutan dan pigmentasi

yang tidak teratur (Barel, dkk., 2001).

Nanoemulsi merupakan salah satu bentuk sediaan yang stabil, jernih dan

transparan tidak seperti emulsi biasa memiliki ukuran globul yang sangat kecil.

Keuntungan dari penggunaan nanoemulsi sebagai sediaan topikal adalah lebih

banyak zat aktif yang dapat diformulasikan dalam satu sediaan dikarenakan

adanya peningkatan kapasitas kelarutan dan dapat meningkatkan bioavailabilitas

zat aktif sehingga membuat aktivitas termodinamik zat aktif pada kulit meningkat.

Selain itu memiliki efektivitas yang tinggi dalam menembus stratum corneum

pada kulit (Hermanto, 2016., Panjaitan, 2015., Asmarani, 2015). Teknologi

nanoemulsi ini juga merupakan metode yang efektif untuk pelepasan minyak

zaitun ekstra murni sebagai bahan aktif dikarenakan ukuran droplet yang kecil,

nanoemulsi dapat dengan mudah berpenetrasi melewati lapisan kulit dan dapat

meningkatkan penetrasi bahan aktif, sehingga aktivitas kerja minyak zaitun ekstra

murni dalam mengurangi noda dalam kulit menjadi lebih efektif.

78
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Minyak zaitun ekstra murni (Extra Virgin Olive Oil) 5% dapat diformulasikan

dalam sediaan nanoemulsi dengan menggunakan variasi konsentrasi tween 80

sebagai surfaktan dan sorbitol sebagai ko-surfaktan yaitu F1 (24% dan 36%),

F2 (25% dan 35%), F3 (26% dan 34%). Semua sediaan nanoemulsi yang

dihasilkan berwarna kuning jernih dan transparan dan sediaan nanoemulsi (F2,

dan F3) tersebut masih tetap stabil pada penyimpanan suhu kamar hingga 12

minggu.

2. Sediaan nanoemulsi yang mengandung minyak zaitun ekstra murni (Extra

Virgin Olive Oil) 5% mempunyai aktivitas anti-aging yang lebih baik pada

kulit dibandingkan dengan sediaan emulsi yaitu ditandai dengan adanya

perubahan kondisi kulit pada tiap-tiap parameter aging kulit seperti kadar air

(moisture), pori (pore), noda (spot), kerutan (wrinkle).

5.2 Saran

1. Pada penelitian selanjutnya dilakukan uji penetrasi secara in vitro terhadap

sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni 5%.

2. Pada penelitian selanjutnya dilakukan uji in vivo menggunakan hewan

percobaan terhadap sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni 5% untuk

mengetahui laju penetrasi sediaan tersebut didalam kulit.

79
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, P.D. (1996). Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Halaman 473.

Ansel, H.C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta:

UI Press. Halaman 383-389.

Aramo. (2012). Skin and Hair Diagnostic System. Sugnam: Aram Huvis Korea

Ltd. Halaman 1-10.

Asmarani, F.C., dan Wahyuningsih, I. (2015). Pengaruh Variasi Konsentrasi

Tween 80 Dan Sorbitol Terhadap Aktivitas Antioksidan Minyak Zaitun

(Oleum olivae) Dalam Formulasi Nanoemulsi. Farmasains. 2(5): 223-228.

Baki, G., dan Alexander, K.S. (2015). Introduction To Cosmetic Formulation And

Technology. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Halaman 235-237.

Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I. (2001). Handbook of Cosmetic Science

and Technology. Ne York: Marcel Dekker, Inc. Halaman 463-472.

Ben, E.S., Suardi, M., Chalid, T.C., dan Yulianto, T. (2013). Optimasi

Nanoemulsi Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Menggunakan Sukrosa

Monoester. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Teknologi

Sains Farmasi Dan Klinik III. Halaman 31-62.

Bhattacharya, S. (2015). Reactive Oxygen Species and Cellular Defense System.

Free Radicals in Human Health and Disease. Halaman 17.

Bhavesh, J., Piyush, A., Deevak, S., dan Ashok, D. (2013). Anti Aging. Article

Review. Journal of Drug Delivery & Therapeutics. 3(3): 158-162.

80
Universitas Sumatera Utara
Diba, R.F., Yasni, S., dan Yuliani, S. (2014). Nanoemulsifikasi spontan Ekstrak

Jintan Hitam Dan Karakteristik Produk Enkapsulasinya. J. Teknol. Dan

Industri Pangan. 25(2): 135.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi ketiga. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi keempat. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 22, 29.

Djuanda, E. (2004). Anti Aging Rahasia Awet Muda. Jakarta: Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 5,8,9.

Draelos, Z.D., dan Thaman, L.A. (2006). Cosmetic Formulation of Skin Care

Products: Cosmetics Science and Technology Series. New York Taylorand

Francis Group. Halaman 205-217.

Dreyfuss, D. (2015) How to Make Enlarged Pores Smaller.Tanggal Akses 18

Maret 2017. http://www.dgplasticsurgery.com/howto-make-enlarged-pores

-smaller.

Gervasio, G. C. (1996). Detergency. Di dalam Baileys’ Industrial Oils and Fats

Product. New York-USA. Wiley Interscience Publisher. Halaman 232-234

Gupta, P.K., Gupta, S., Pandit, J.K., Kumar, A., dan Sawaroop, P. (2010).

Pharmaceutical Nanotechnology Novel Nanoemulsion High Energy

Emulsification Preparation, Evaluation and Application. The Pharma

Research. 2010(3): 117-138.

81
Universitas Sumatera Utara
Hermanto, V.C. (2016). Pembuatan Nanokrim Kojic Acid Dipalmitate Dengan

Kombinasi Surfaktan Tween 80 Dan Kosurfaktan Polietilen Glikol 400

Menggunakan Mixer. Skripsi. Halaman 8.

IOM. (2000). Vitamin E In: Dietary Reference Intake for Ascorbic Acid, vitain E,

Selenium, and Carotenoid. Food and Nutrition Board, Institute of

Medicine. National Academy Press. 2(6): 186-283.

Jufri, M., Joshita D., dan Ledy, M. (2009). Pembuatan Mikroemulsi dari Minyak

Buah Merah. Majalah Ilmu Kefarmasian. 6(1): 18-27.

Kusantati, H., Prihatin, P.T., dan Wiana, W. (2008). Tata Kecantikan Kulit.

Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejurusan.

Lachman, L., Lieberman, Herbert, A., Kanig, dan Joseph, L. (1994). Teori dan

Praktek Industri Farmasi 1. Edisi III. Terjemahan dari The Theory and

Practise of Industrial Pharmacy, oleh Suyatmi, Siti. Jakarta. UI-Press.

Halaman 1081-1083.

Lawrence, M. J., dan Rees, G. D. (2000). Microemulsion-based Media as Novel

Drug Delivery Systems. Advance Drug Delivery Reviews. Adv. Drud. Del.

Rev. 45: 89-121.

Loden, M., dan Maibach, H. (2006). Clinical and Basic Science Series: Dry Skin

an Moisturizers Chemistry and Function. Edisi II. Boca Rato: CRC Press.

Halaman 245-267.

Matheson, K. L. (1996). Surfactant Raw Material. In A Theoritical and Praticial

Review. USA: AOCS Press. Halaman 143-145.

Meza, T. D. (2013). Should We Use Olive Oil or Sunflower Oil On Apreterm

Infant’s Skin?. Infant. 9(5): 171

82
Universitas Sumatera Utara
Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsevier Science B.V.

Halaman 13-45.

Mondal, S.C. (2015). Ageing and Potential Anti-Aging Phytochemicals: An Over

view. Review Article. World Journal Of Pharmacy and Pharmaceutical

Science. 4(1): 426-454.

Mulyawan, D., dan Suriana, N. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: Elex

Media Komputindo. Halaman 16-17.

Myers D. (2006). Surfactant Science and Technology. 3th Edition. New Jersey:

John Wiley and Sons Inc. Halaman 186-189.

Noormindhawati, L. (2013). Jurus Ampuh Melawan Penuaan Dini. Jakarta: PT.

Elex Media Komputindo. Halaman 2,4,5.

Owen, R.W. (2000). Olive-oil Consumption and Health: The Possible Role of

Antioxidants. The Lancet Oncology. 1:107-112.

Panjaitan, R., Ni’mah, S., dan Annisa, L. (2015). Pemanfaatan Minyak Biji Labu

Kuning (Cucurbita moschata Durch) Menjadi Sediaan Nanoemulsi

Topikal Sebagai Agen Pengembangan Cosmetical Anti aging. Khazanah.

7(2): 62-63.

Pope, F.M., Eady, R.A.J., dan McGrath, J.A. (2010). Anatomy and Organization

of Human Skin. Rook's Textbook of Dermatology, Eighth Edition.

Blackwell Publishing Ltd. Halaman 2.

Pratami, E., Permadi, W., dan Gondodiputro, S. (2014). Efek Olive oil dan Virgin

Coconut Oil terhadap Striae Gravidarum. MKB. 46(1): 1-5.

Prianto, J. (2014). Cantik: Panduan Lengkap Merawat Kulit Wajah. Jakarta; PT.

Gramedia Pustaka Utama. Halaman 145-148.

83
Universitas Sumatera Utara
Purwatiningrum, H. (2014). Formulasi dan Uji Sifat Fisik Emulsi Minyak Jarak

(Oleum ricini) Dengan Perbedaan Emulgator Derivat Selulosa. Elektronic

Journal Politeknik Harapan Bersama Tegal. 3(1): 1-4.

Putra, B. M., dan Waluyo, S. (2010). The Book of Anti Aging Rahasia Awet Muda

Mind, Body, Spirit. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Halaman 2,3,5,6.

Putro, D. S. (1997). Agar Awet Muda. Malang: Universitas Negeri Malang Press.

Halaman 2,3,16,17.

Qadir, M.I. (2009). Medicinal and Cosemtological Importance of Aloe Vera.

International Journl of Natural Theraphy. 2: 21-26.

Rawlins, E. A. (2002). Bentley’s textbook of Pharmaceutics. 18th Edition. London:

Bailierre Tindall. Halaman 22, 355.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quin. (2009). Handbook of Pharmaceutical

Excipient 6th Edition. London: Pharmaceutical Press and American

Pharmacist Association.

Salager, J. L., J. M. Andérez, M. I. Briceño, de Sánchez, M. P., and de Gouveia

M. R. (2002). Formulation and Composition Variables as well as Stirring

Energy. Rev. Téc. Ing. Univ. Zulia. 25 (3): 16.

Sastrohamidjojo. (2005). Kimia Dasar. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Sharma, H., Sahu, G., dan Sahu, S. (2014). A Review Of Current And Novel

Trends For Anti-Ageing Formulation. International Journal Of

Pharmaceutical, Chemical, And Biological Sciences. 4(1): 118-121.

Sinko, P.J. (2012). Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences:

Physical Chemical and Biopharmaceutical Principles in the

84
Universitas Sumatera Utara
Pharmaceutical Sciences. Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore.

Halaman 469-473.

Smaoui, S., Hlima, H.B., Jarraya, R., Kamaoun, N.G., Ellou. Foze, R., dan Damak,

M. (2012). Cosmetic Emulsion From Virgin Olive Oil: Formulation and

Bio-Physical Evaluation. African journal of Biotechnology. 11(40): 9664-

9671.

Sudarmaji. (2012). Mempelajari Pengaruh Jenis Inisoator, Jenis Surfaktan dan

Waktu Feeding Monomer terhadap Kinerja Pressure Sensitive Adhesive

Berbasis Air. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Jurusan Ilmu Material.

Halaman 25.

Syaifuddin. (2009). Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Salemba medica. Halaman

393-395.

Tadros, T.F., (2005). Applied Surfactants. United Kingdom: Wiley-VCH Verlag

GmbH & co.KgaA, weinheim. Halaman 8-10.

Tranggono., Iswari, R., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan

Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Halaman 6-8.

Utami, S.S. (2012). Formulasi dan Uji Penetrasi In Vitro Nanoemulsi, Nanoemulsi

Gel, dan Gel Kurkumin. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Halaman

15-17.

Waterman, E., and Lockwood, B. (2007). Active Components and Clinical

Applications of Olive Oil. Alternative Medicine Review. 12(4): 331-342.

Wasiaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Depok: Universitas

Indonesia. Halaman 16-21.

Zalukhu, M.L., Phyma, A.R., dan Pinzon, R.T. (2016). Proses Menua, Stres

Oksidatif, dan Peran Antioksidan. CDK-245. 43(10): 733-736.

85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Gambar alat dan bahan
1. Alat

a b c

d e f

Keterangan:
a. Tensiometer Du-Nouy
b. pH meter
c. Moiture checker
d. Piknometer
e. Particle size analyzer
f. Viskometer Brookfield DV-E

84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. (Lanjutan)

g h i

j k

Keterangan:
g. TEM
h. Neraca analitik
i. Sonikator
j. Hotplate
k. Alat sentrifugasi

85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. (Lanjutan)

l m

Keterangan:

l. Lumpang dan alu


m. Magnetic stirrer

2. Bahan

a b c

Keterangan:
a. Nipasol c. Span 80
b. Minyak zaitun ekstra murni

86
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. (Lanjutan)

d e f

g h i

Keterangan:

d. Tween 80
e. Sorbitol
f. Propilen glikol
g. Gliserin
h. CMC Na
i. Metil paraben

87
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Gambar cara pembuatan sediaan

1. Pembuatan sediaan emulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

Keterangan: a dan b: proses penimbangan bahan

88
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

c d e

f g

Keterangan: c. Proses pemanasan fase air


d. Proses pemanasan fase minyak
e. Proses pengembangan CMC Na
f. Proses pencampuran
g. Sediaan emulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

89
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

2. Pembuatan sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

Sorbitol Minyak
Zaitun Tween 80

b c d

Keterangan:
a. Penyiapan bahan
b. Pencampuran akuades ke dalam metil paraben dan propil paraben
c. Pelarutan metil paraben dan propil paraben dengan air panas
d. Pencampuran tween 80 ke dalam larutan metil paraben dan propil paraben
(Fase air)

90
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

e f g

Keterangan:
e. Pengadukan fase air dengan batang pengaduk
f. Pengadukan fase air dengan magnetic stirrer
g. Pencampuran fase minyak (minyak zaitun ekstra murni dan sorbitol) kedalam
fase air
h. Proses homogenisasi fase minyak dan fase air dengan magnetic stirrer (0 jam)

91
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

i j

k l

Keterangan:

i. Proses homogenisasi fase minyak dan fase air dengan magnetic stirrer (3 jam)
j. Proses homogenisasi fase minyak dan fase air dengan magnetic stirrer (5 jam)
k. Sediaan nanoemulsi yang telah dihomogenkan 6 jam
l. Proses sonikasi sediaan

92
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Bagan alir pembuatan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

Minyak zaitun
Aqua destilata
ekstra murni

Ditimbang Ditimbang
Dicampurkan kedalam larutan Dilarutkan metil paraben
sorbitol yang telah ditimbang dan propil paraben dalam
kedalam gleas beaker aqua destilata, kemudian
Diaduk homogen dan dipanas dipanaskan diatas hoplate
kan pada 600C hingga larut sempurna
Didinginkan larutan, ke-
mudian ke dalam larutan
ditambahkan tween 80
Diaduk campuran secara
manual dengan batang pe
Fase minyak ngaduk hingga terbentuk
masa kental berwarna pu-
tih
Diaduk massa kental de-
ngan magnetic stirrer pa-
da 3000-4000 rpm

Fase air

Ditambahkan fase minyak kedalam fase air dengan cara


meneteskannya sedikit-demi sedikit dengan mengguna-
kan pipet tetes
Dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirrer
Pada kecepatan 3000-4000 rpm selama 6 jam pada suhu-
kamar hingga homogen dan terbentuk nanoemulsi yang
jernih dan transparan
Disonikasi nanoemulsi yang terbentuk selama 30 menit

Nanoemulsi minyak
zaitun ekstra murni 5%

93
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Bagan pembuatan nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

94
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Bagan alir pembuatan emulsi minyak zaitun ekstra murni 5%

CMC Na

Ditimbang massa CMC Na

Dipanaskan aqua destilata sebanyak 20 kali massa CMC

Na

Dipanaskan lumpang

Dimasukkan aqua destilata yang telah dipanaskan ke

dalam lumpang yang telah dipanaskan

Dikembangkan massa CMC Na di dalam lumpang yang

berisi aqua destilata yang telah dipanaskan dengan cara

menaburkan CMC Na sedikit demi sedikit di atas

aqua destilata panas hingga terbentuk massa yang kental

dan transparan

Massa kental dan


transparan CMC Na

95
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. (Lanjutan)

Minyak zaitun Aqua destilata


ekstra murni

Ditimbang Ditimbang
Dicampurkan dengan span 80 Dicampurkan Aqua desti-
yang telah ditimbang ke da- lata, metil paraben, propil
lam gleas beaker paraben, dan propilen gli-
Diaduk homogen dan dipanas kol yang telah ditimbang
kan pada 600C ke dalam gelas beaker dan
diaduk homogen
Ditambahkan tween 80 ke
dalam fase air dan diaduk
` homogen
Ditambahkan gliserin ke-
Fase minyak dalam fase air
Dipanaskan fase air pada
600C hingga larut

Fase air

Ditambahkan fase minyak ke dalam lumpang yang berisi


larutan CMC Na yang kental dan transparan, dan dihomo
genkan
Ditambahkan fase air yang telah dipanaskan sedikit-demi
sedikit ke dalam lumpang sambil digerus cepat hingga ter
bentuk massa emulsi yang kental

Emulsi minyak zaitun


ekstra murni 5%

96
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Sertifikat analisis minyak zaitun ekstra murni

97
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. (Lanjutan)

98
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi minyak zaitun ekstra murni

1. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F1 penyimpanan 0 minggu pada suhu


kamar

99
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. (Lanjutan)

2. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F1 penyimpanan 6 minggu pada suhu


kamar

100
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. (Lanjutan)

3. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F1 penyimpanan 12 minggu pada


suhu kamar

101
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. (Lanjutan)

4. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F2 penyimpanan 0 minggu pada suhu


kamar

102
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. (Lanjutan)

5. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F2 penyimpanan 6 minggu pada suhu


kamar

103
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. (Lanjutan)

6. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F2 penyimpanan 12 minggu pada


suhu kamar

104
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. (Lanjutan)

7. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F3 penyimpanan 0 minggu pada suhu


kamar

105
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. (Lanjutan)

8. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F3 penyimpanan 6 minggu pada suhu


kamar

106
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. (Lanjutan)

9. Distribusi ukuran partikel nanoemulsi F3 penyimpanan 12 minggu pada


suhu kamar

107
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Data hasil uji statistik

a. Kadar air (moisture)


UJI NORMALITAS

Uji Mann-Whitney
Nanoemulsi F2 dan emulsi

108
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. (lanjutan)

b. Pori (pore)
UJI NORMALITAS

Uji Mann-Whitney U
Nanoemulsi F2 dan emulsi

109
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. (lanjutan)

c. Noda (spot)
UJI NORMALITAS

Uji Mann-Whitney U
Nanoemulsi F2 dan emulsi

110
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. (lanjutan)

d. Kerutan (wrinkle)
UJI NORMALITAS

Uji Mann-Whitney U
Nanoemulsi F2 dan emulsi

111
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Gambar uji iritasi sediaan nanoemulsi dan emulsi pada sukarelawan

1. uji iritasi Sediaan emulsi

2. Uji iritasi sediaan nanoemulsi

112
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Pengujian aktivitas anti-aging sediaan nanoemulsi dan emulsi

- Kadar air (moisture)


Kondisi awal sebelum pemakaian nanoemulsi F2 minyak zaitun ekstra murni

Perawatan 1 minggu setelah pemakaian nanoemulsi F2 minyak zaitun ekstra


murni

Perawatan 2 minggu setelah pemakaian nanoemulsi F2 minyak zaitun ekstra


murni

Perawatan 3 minggu setelah pemakaian nanoemulsi F2 minyak zaitun ekstra


murni

Perawatan 4 minggu setelah pemakaian nanoemulsi F2 minyak zaitun ekstra


murni

113
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)

- Kadar air (moisture)


Kondisi awal sebelum pemakaian emulsi minyak zaitun ekstra murni

Perawatan 1 minggu setelah pemakaian emulsi minyak zaitun ekstra murni

Perawatan 2 minggu setelah pemakaian emulsi minyak zaitun ekstra murni

Perawatan 3 minggu setelah pemakaian emulsi minyak zaitun ekstra murni

Perawatan 4 minggu setelah pemakaian emulsi minyak zaitun ekstra murni

114
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)

- Pori (pore)
Kondisi awal sebelum pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi

Perawatan 1 minggu setelah pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi

Perawatan 2 minggu setelah pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi

115
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)

Perawatan 3 minggu setelah pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi

Perawatan 4 minggu setelah pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi

116
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)

- Noda (spot)
Kondisi awal sebelum pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi

Perawatan 1 minggu setelah pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi

Perawatan 2 minggu setelah pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi
Perawatan 3 minggu setelah pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi

Perawatan 4 minggu setelah pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi

117
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)

- Kerutan (wrinkle)
Kondisi awal sebelum pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi
Perawatan 1 minggu setelah pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi
Perawatan 2 minggu setelah pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi
Perawatan 3 minggu setelah pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi

Perawatan 4 minggu setelah pemakaian sediaan

Nanoemulsi F2 emulsi

118
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Gambar uji sentrifugasi sediaan nanoemulsi dan emulsi minyak
zaitun ekstra murni 5%

1. Sentrifugasi nanoemulsi

a b

Keterangan:
a. Sebelum disentrifugasi pada 3750 rpm selama 5 jam
b. Setelah disentrifugasi 3750 rpm selama 5 jam

2. Sentrifugasi emulsi

a b

Keterangan:
c. Sebelum disentrifugasi pada 3750 rpm selama 5 jam
d. Setelah disentrifugasi 3750 rpm selama 5 jam

119
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Surat penyataan persetujuan (informed consent)

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Lolyta Fitri Mustanti

Umur : 21 tahun

Alamat : Jl. Abdul Hakim No. 25A Setia Budi, Medan

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti mengenai prosedur dan manfaat

dari penelitian ini, maka saya menyatakan SETUJU untuk ikut serta dalam

penelitian dari Anisha Hakim dengan judul ―Formulasi dan Evaluasi Nanoemulsi

Dari Extra Virgin Olive Oil (Minyak Zaitun Ekstra Murni Sebagai Anti-Aging‖

sebagai upaya untuk mengetahui apakah sediaan nanoemulsi minyak zaitun ekstra

murni yang dihasilkan mampu memberikan efek anti penuaan dini. Saya

menyatakan sukarela dan bersedia untuk mengikuti prosedur penelitian yang telah

ditetapkan.

Persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari

pihak manapun. Demkianlah surat pernyataan ini dibuat untuk dapat digunakan

sebagaimana mestinya.

Medan, Januari 2017


Peneliti, Sukarelawan,

Nurul Anisha Hakim Lolyta Fitri Mustanti

120
Universitas Sumatera Utara
121
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai