Anda di halaman 1dari 106

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK SEDIAAN


KRIM ANTI-INFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70%
HERBA KUMIS KUCING
(Orthosiphon stamineus Benth.)

SKRIPSI

RISHA NATASYA ANDRIANI


1112102000024

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2016
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK SEDIAAN


KRIM ANTI-INFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70%
HERBA KUMIS KUCING
(Orthosiphon stamineus Benth.)

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

RISHA NATASYA ANDRIANI


1112102000024

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2016

ii
iii
iv
v
ABSTRAK

Nama : Risha Natasya Andriani


Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Krim Anti-inflamasi
Ekstrak Etanol 70% Herba Kumis Kucing (Orthosiphon
stamineus Benth.)

Herba kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) merupakan tanaman herbal


yang berpotensi memiliki aktivitas anti-inflamasi karena mengandung senyawa
flavonoid. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan ekstrak herba kumis
menjadi sediaan krim. Krim dibuat dalam 3 formula dengan memvariasikan
konsentrasi asam stearat yaitu krim F1 (12%), F2 (13%), dan F3 (14%). Evaluasi
stabilitas fisik sediaan krim dilakukan setiap minggu selama 3 minggu
penyimpanan di suhu ruang (26 ± 2oC) dan di suhu tinggi (40oC) dengan
parameter pengujian meliputi organoleptis, homogenitas, pH, viskositas dan sifat
alir, sentrifugasi, cycling test, pengukuran daya sebar, dan pengukuran ukuran
diameter globul rata-rata. Hasil menunjukkan bahwa krim F3 yang memiliki
konsentrasi asam stearat paling tinggi memiliki konsistensi yang lebih kental dan
kaku. Variasi konsentrasi asam stearat mempengaruhi stabilitas fisik krim selama
3 minggu penyimpanan. Dari segi organoleptis, homogenitas, dan uji sentrifugasi
semua krim stabil setelah 3 minggu penyimpanan karena tidak mengalami
perubahan. Peningkatan konsentrasi asam stearat menyebabkan penurunan
viskositas krim sehingga daya sebar meningkat dan ukuran diameter globul rata-
rata krim menurun selama 3 minggu penyimpanan. Nilai pH dan ukuran diameter
globul rata-rata semua krim masih berada dalam rentang normal yang diharapkan.
Hasil analisis data menggunakan One-Way ANOVA memperlihatkan tidak
adanya perbedaan yang bermakna terhadap variasi konsentrasi asam stearat dan
lama penyimpanan pada pengujian pH, viskositas, dan ukuran diameter globul
rata-rata (p >0,05). Pengujian daya sebar pada suhu 26 ± 2oC menunjukkan
perbedaan yang bermakna pada formula 1 dan 3 (p <0,05) sedangkan pengujian
daya sebar pada suhu 40oC tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p >0,05).

Kata kunci : Ekstrak herba kumis kucing, krim, Orthosiphon stamineus Benth.,
stabilitas fisik

vi
ABSTRACT

Name : Risha Natasya Andriani


Program Study : Pharmacy
Title : Formulation and Physical Stability Test of Anti-inflammatory
Cream Containing 70% Ethanolic Kumis Kucing Herb Extract
(Orthosiphon stamineus Benth.)

Kumis kucing herb (Orthosiphon stamineus Benth.) is one of herbal medicine that
has an anti-inflammatory activity due to the content of flavonoid. This research
aimed to formulate Kumis Kucing Herb Extract into a cream. Creams were made
with various concentration of stearic acid, they are F1 (12%), F2 (13%), and F3
(14%). Physical stability evaluation was done at room temperature ((26 ± 2oC)
and high temperature (40oC) for three weeks based on organoleptic, homogeneity,
pH, viscosity and rheology, spreadability, droplets size, centrifugation, and
cycling test. The result showed that the consitency of cream F3 was thick and stiff
related with the highest stearic acid concentration. variation of stearic acid
concentration affected their physical stability after three weeks stored. All creams
are stable based on their organoleptic, homogeneity, and centrifugation.
Increasing of stearic acid concentration would decrease the viscosity of cream so
that spreadability increases and droplets size decreases during three weeks
storage. The pH and droplets size are still within the normal value. The result of
One-Way ANOVA analysis showed that was not significantly different between
the various concentration of stearic acid and storage time for pH, viscosity, and
droplets size. Spreadability at 26 ± 2oC showed that was significantly different for
F1 and F3 preparation (p <0.05), meanwhile, spreadability at 40oC was not
significantly different (p >0.05).

Keywords : Cream, kumis kucing herb extract, Orthosiphon stamineus Benth.,


physical stability

vii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat
dan anugerah-Nya sehingga dengan seizin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Formulasi dan Uji Stabilitas
Fisik Sediaan Krim Anti-inflamasi Ekstrak Etanol 70% Herba Kumis
Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.)”. Shalawat dan salam tak lupa penulis
sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan
jalan kebenaran dan suri tauladan kepada umatnya.
Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Program Studi Farmasi, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa selama masa perkuliahan hingga penelitian dan
penyusunan skripsi ini telah memperoleh bantuan, bimbingan, dan motivasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Arif Sumantri S.KM., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt, selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nelly Suryani, PhD., M.Si., Apt dan Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku
dosen pembimbing yang telah sabar dan meluangkan banyak waktu untuk
memberikan ilmu, bimbingan, arahan, dan motivasi selama penelitian hingga
penulisan skripsi.
4. Bapak Drs. Umar Mansyur, M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing dan memberikan dukungan selama masa
perkuliahan.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar serta karyawan yang telah memberikan ilmu,
bimbingan, dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.

viii
6. Kedua orangtua tercinta, Ibunda Eris Defita dan Ayahanda Haryadi yang
selalu ikhlas memberikan cinta dan kasih sayang, dukungan, pengorbanan,
serta doa yang tak pernah putus untuk penulis.
7. Kedua adikku tersayang Ridwan Nugraha dan Alwan Harris Alfarizi serta
keluarga besar yang selalu mendoakan, membantu, menghibur dan memberi
semangat kepada penulis.
8. Sahabat-sahabat “CA” Afina Almas, Khoirun Nisak, Nisa Utami, Annissa
Fadilla, Moethia, Zakiyah Zahra, Putri Wulandari, Azmi Indillah, Lailatul
Khotimah, Endang Suryani, Aprilia Intan, Dian Aulia yang selalu mewarnai
kehidupan perkuliahan penulis, yang selalu memberikan dukungan dan
bantuan serta menjadi tempat berbagi dalam suka maupun duka.
9. Sahabat-sahabat yang selalu membantu dan menjadi tempat berbagi selama
perkuliahan hingga penyusunan skripsi, Siti Windi Hariani, Lilis Hermawati,
Fenny Delfiyanti, Noni Tri Utami, Ade Rachma, Nurul Fitri, Gadis Fujiastuti,
Denny Bachtiar, Nur Khasanah.
10. Sahabat-sahabat semasa sekolah dulu yang selalu ada mendengar keluh kesah
dan menghibur penulis disaat penat, Fairuz Thifal, Atthina Ayu, Ika Fitriyana,
Prisca Rety Wandari, Happy Serevia Adisty, Tiara Desfita, Debie Maya
Puspita.
11. Teman-teman seperjuangan Farmasi 2012, khususnya kelas AC atas
kebersamaan dan kebaikannya selama masa perkuliahan.
12. Keluarga besar HMPS Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode
2014-2015 yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis.
13. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Eris, Kak Lisna, Kak
Suryani, Kak Tiwi, Mba Rani, Kak Walid, Kak Rahmadi yang telah
membantu penulis selama penelitian.
14. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan
penulisan skripsi hingga selesai, yang namanya tidak dapat disebutkan satu
persatu.

ix
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini belum sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Jakarta, 8 Agustus 2016

Penulis

x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah


Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Risha Natasya Andriani


NIM : 1112102000024
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya,


dengan judul :

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK SEDIAAN KRIM ANTI-


INFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70% HERBA KUMIS KUCING
(ORTHOSIPHON STAMINEUS BENTH.)

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : 8 Agustus 2016
Yang menyatakan,

(Risha Natasya Andriani)

xi
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5


2.1. Tanaman Kumis Kucing ............................................................. 5
2.1.1. Klasifikasi Tanaman ....................................................... 5
2.1.2. Nama Latin ...................................................................... 6
2.1.3. Nama Tanaman di Wilayah Lain .................................... 6
2.1.4. Ekologi ............................................................................ 6
2.1.5. Morfologi ........................................................................ 6
2.1.6. Kandungan Kimia ........................................................... 7
2.1.7. Efek Farmakologis .......................................................... 7
2.2. Ekstraksi ...................................................................................... 8
2.2.1. Pengertian ekstraksi ........................................................ 8
2.2.2. Metode ekstraksi ............................................................. 9
2.2.2.1. Ekstraksi Cara Dingin ..................................... 9
2.2.2.2. Ekstraksi Cara Panas ...................................... 10
2.2.2.3. Teknik Ekstraksi Lain ..................................... 11
2.3. Kulit ............................................................................................ 11
2.3.1. Anatomi Fisiologi Kulit .................................................. 11
2.3.2. Lapisan Kulit ................................................................... 13
2.3.3. Penetrasi Obat Melalui Kulit........................................... 14
2.3.3.1. Mekanisme Transepidermal .............................. 14
2.3.3.2. Mekanisme Transappendageal........................ 15
2.4. Krim ........................................................................................... 15
2.4.1. Definisi Krim .................................................................. 15
2.4.2. Tipe Krim ........................................................................ 16
2.4.3. Formulasi Krim ............................................................... 17
2.4.3.1 Setil Alkohol ................................................... 17

xii
2.4.3.2. Asam Stearat ................................................... 18
2.4.3.3. Trietanolamin .................................................. 18
2.4.3.4. Gliserin .......................................................... 19
2.4.3.5. Metil Paraben ................................................. 19
2.4.3.6. Propil Paraben ................................................ 20
2.4.3.7. Aquades ......................................................... 21
2.4.4. Stabilitas Krim ............................................................... 21
2.5. Inflamasi .................................................................................... 24

BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 27


3.1. Waktu dan Tempat Penelitian.................................................... 27
3.2. Bahan dan Alat Penelitian ......................................................... 27
3.2.1. Bahan Penelitian ............................................................. 27
3.2.2. Alat Penelitian ................................................................. 28
3.3. Prosedur Penelitian .................................................................... 28
3.3.1. Pemeriksaan Flavonoid Ekstrak Herba Kumis Kucing .. 28
3.3.2. Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Herba Kumis Kucing . 28
3.3.3. Evaluasi Fisik Sediaan Krim ........................................... 29
3.3.3.1.Pengamatan Organoleptis.................................... 29
3.3.3.2.Pengujian Homogenitas ...................................... 29
3.3.3.3.Pengukuran pH .................................................... 30
3.3.3.4.Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir ................. 30
3.3.3.5.Pemeriksaan Daya Sebar ..................................... 30
3.3.3.6.Pengukuran Diameter Globul Rata-rata .............. 31
3.3.3.7.Pengujian Sentrifugasi ........................................ 31
3.3.3.8.Pengujian Cycling Test ........................................ 31
3.3.4. Analisis Data ................................................................... 31

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 32


4.1. Hasil Pemeriksaan Flavonoid Ekstrak Herba Kumis Kucing .. 32
4.2. Hasil Formulasi Sediaan Krim ................................................. 33
4.3. Hasil Evaluasi Fisik Sediaan Krim ........................................... 34
4.3.1. Hasil Pengamatan Organoleptis Sediaan Krim .............. 35
4.3.2. Hasil Pengamatan Homogenitas Sediaan Krim ............. 36
4.3.3. Hasil Pengukuran pH Sediaan Krim .............................. 37
4.3.4. Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir ................... 38
4.3.5. Hasil Pengukuran Daya Sebar Sediaan Krim ................ 40
4.3.6. Hasil Pengukuran Diameter Globul Rata-rata Krim ...... 42
4.3.7. Hasil Pengujian Sentrifugasi .......................................... 43
4.3.8. Hasil Pengujian Cycling Test ......................................... 44

BAB 5 SARAN DAN KESIMPULAN .......................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47


LAMPIRAN .................................................................................................... 53

xiii
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 2.1 Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.)..... 5
Gambar 2.2 Penampang Struktur Kulit ...................................................... 12
Gambar 2.3 Struktur Setil Alkohol ............................................................. 17
Gambar 2.4 Struktur Asam Stearat ............................................................. 18
Gambar 2.5 Struktur Trietanolamin............................................................ 19
Gambar 2.6 Struktur Gliserin ..................................................................... 19
Gambar 2.7 Struktur Metil Paraben ............................................................ 20
Gambar 2.8 Struktur Propil Paraben .......................................................... 21
Gambar 4.1 Hasil Pemeriksaan Kandungan Flavonoid .............................. 32
Gambar 4.2 Hasil Uji Cycling Test............................................................. 45
Gambar 6.1 Sifat Alir Minggu 0 ................................................................. 60
Gambar 6.2 Sifat Alir F1 Penyimpanan Suhu 26 ± 2oC ............................. 60
Gambar 6.3 Sifat Alir F2 Penyimpanan Suhu 26 ± 2oC ............................. 61
Gambar 6.4 Sifat Alir F3 Penyimpanan Suhu 26 ± 2oC ............................. 61
Gambar 6.5 Sifat Alir F1 Penyimpanan Suhu 40oC ................................... 62
Gambar 6.6 Sifat Alir F2 Penyimpanan Suhu 40oC ................................... 62
Gambar 6.7 Sifat Alir F1 Penyimpanan Suhu 40oC ................................... 63

xiv
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Tanaman Kumis Kucing ................................. 7
Tabel 3.1 Data Ekstrak Etanol 70% Herba Kumis Kucing ........................... 27
Tabel 3.2 Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Herba Kumis Kucing .... 28
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Penyimpanan Suhu 26 ± 2oC ..... 36
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Penyimpanan Suhu 40oC ........... 36
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Homogenitas Sediaan Krim............................. 37
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran pH Sediaan Krim ............................................. 37
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Viskositas Sediaan Krim .................................. 39
Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Daya Sebar ....................................................... 41
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Diameter Globul Rata-rata Sediaan Krim ........ 42
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Sentrifugasi Sediaan Krim .................................. 44
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Cycling Test ........................................................ 44
Tabel 6.1 Tabel Pengamatan Homogenitas ................................................... 56
Tabel 6.2 Tabel pH Krim Suhu 26 ± 2oC ...................................................... 57
Tabel 6.3 Tabel pH Krim Suhu 40oC ............................................................ 57
Tabel 6.4 Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir Minggu 0 ................. 58
Tabel 6.5 Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir Minggu 1 ................. 58
Tabel 6.6 Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir Minggu 2 ................. 58
Tabel 6.7 Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir Minggu 3 ................. 59
Tabel 6.8 Luas Daya Sebar Krim F1 Suhu 26 ± 2oC (cm2)........................... 64
Tabel 6.9 Luas Daya Sebar Krim F2 Suhu 26 ± 2oC (cm2)........................... 64
Tabel 6.10 Luas Daya Sebar Krim F3 Suhu 26 ± 2oC (cm2)........................... 65
Tabel 6.11 Luas Daya Sebar Krim F1 Suhu 40oC (cm2) ................................. 65
Tabel 6.12 Luas Daya Sebar Krim F2 Suhu 40oC (cm2) ................................. 66
Tabel 6.13 Luas Daya Sebar Krim F3 Suhu 40 oC (cm2) ................................ 66
Tabel 6.14 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 26 ± 2oC Minggu 0 .............. 67
Tabel 6.15 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 26 ± 2oC Minggu 1 .............. 67
Tabel 6.16 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 26 ± 2oC Minggu 2 .............. 67
Tabel 6.17 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 26 ± 2oC Minggu 3 .............. 68
Tabel 6.18 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 26 ± 2oC Minggu 0 .............. 68
Tabel 6.19 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 26 ± 2oC Minggu 1 .............. 68
Tabel 6.20 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 26 ± 2oC Minggu 2 .............. 69
Tabel 6.21 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 26 ± 2oC Minggu 3 .............. 69
Tabel 6.22 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 26 ± 2oC Minggu 0 .............. 69
Tabel 6.23 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 26 ± 2oC Minggu 1 .............. 70
Tabel 6.24 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 26 ± 2oC Minggu 2 .............. 70
Tabel 6.25 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 26 ± 2oC Minggu 3 .............. 70
Tabel 6.26 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 40oC Minggu 0 .................... 71
Tabel 6.27 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 40oC Minggu 1 .................... 71
Tabel 6.28 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 40oC Minggu 2 .................... 71
Tabel 6.29 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 40oC Minggu 3 .................... 72
Tabel 6.30 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 40oC Minggu 0 .................... 72
Tabel 6.31 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 40oC Minggu 1 .................... 72
Tabel 6.32 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 40oC Minggu 2 .................... 73

xv
Tabel 6.33 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 40oC Minggu 3 .................... 73
Tabel 6.34 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 40oC Minggu 0 .................... 73
Tabel 6.35 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 40oC Minggu 1 .................... 74
Tabel 6.36 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 40oC Minggu 2 .................... 74
Tabel 6.37 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 40oC Minggu 3 .................... 74
Tabel 6.38 Hasil Pengamatan Sentrifugasi ...................................................... 75

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Hal
Lampiran 1 Gambar Alat Penelitian............................................................. 53
Lampiran 2 Hasil Pengamatan Organoleptis ................................................ 54
Lampiran 3 Hasil Pengamatan Homogenitas ............................................... 56
Lampiran 4 Data Hasil Pengujian pH........................................................... 57
Lampiran 5 Data Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir ..................... 58
Lampiran 6 Data Hasil Pengukuran Daya Sebar .......................................... 64
Lampiran 7 Data Hasil Pengukuran Diameter Globul Rata-rata .................. 67
Lampiran 8 Hasil Pengamatan Sentrifugasi ................................................. 75
Lampiran 9 Hasil Statistik pH Krim ............................................................ 76
Lampiran 10 Hasil Statistik Viskositas Krim ................................................. 78
Lampiran 11 Hasil Statistik Daya Sebar Krim ............................................... 80
Lampiran 12 Hasil Statistik Ukuran Diameter Globul Rata-rata Krim .......... 83
Lampiran 13 Sertifikat Analisis Asam Stearat ............................................... 86
Lampiran 14 Sertifikat Analisis Trietanolamin .............................................. 87
Lampiran 15 Sertifikat Analisis Gliserin ....................................................... 88
Lampiran 16 Sertifikat Analisis Setil Alkohol ............................................... 89

xvii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Potensi penggunaan tanaman obat di Indonesia sangat berkembang pesat.
Dari kurang lebih 40.000 jenis tanaman, 1300 diantaranya sudah digunakan
sebagai tanaman obat (Muktiningsih et al., 2001). Salah satu tanaman yang
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah tanaman kumis kucing
(Orthosiphon stamineus Benth,). Tanaman kumis kucing merupakan tanaman
yang tumbuh luas di daratan Asia Tenggara seperti di negara Indonesia, Thailand,
Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Myanmar. Secara empirik,
kumis kucing digunakan dalam pengobatan batu empedu, batu ginjal, diabetes,
edema, epilepsi, demam, hepatitis, hipertensi, dan rematik (Koay dan Amir,
2012). Pada awal abad ke 20, peneliti di Eropa tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai manfaat tanaman ini karena tanaman ini mudah
dibudiayakan dan banyak tumbuh di lingkungan sekitar (Himani et al., 2013).
Tanaman kumis kucing memiliki metabolit sekunder seperti terpenoid
(diterpen dan triterpen), polifenol, flavonoid, sterol dan minyak esensial (Hossain
dan Rahman, 2011). Dari senyawa yang dikandungnya, kumis kucing memiliki
aktivitas antioksidan, antibakteri, anti inflamasi, antifungi, dan mempunyai fungsi
hepatoprotektif (Himani et al., 2013). Flavonoid yang terkandung dalam tanaman
ini diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi (Shin et al., 2012). Aktivitas
antiinflamasi terjadi karena cincin benzopiron yang terdapat pada struktur
flavonoid berikatan dengan enzim siklooksigenase dan lipooksigenase (Narayana
et al., 2001).
Infusa herba kumis kucing diketahui memiliki daya antiinflamasi yang
diujikan pada tikus putih jantan galur Wistar dengan konsentrasi 5%, 10%, dan
20% (Anindhita, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Prayoga (2008)
menunjukan bahwa ekstrak etanol 70% daun kumis kucing dapat menghambat
inflamasi lebih dari 50%. Pada penelitian lain menunjukan bahwa kandungan
flavoinod seperti sinensetin, eupatorin, dan eupatorin-5-metil ether (TMF)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2

memiliki aktivitas antiinflamasi dengan menghambat sintesis prostaglandin dan


mengurangi produksi nitrit oksida (NO) (Yam et al., 2010).
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, penelitian mengenai
manfaat dan aktivitas farmakologis tanaman kumis kucing juga semakin banyak.
Akan tetapi, sejauh ini masyarakat hanya memanfaatkan tanaman kumis kucing
secara tradisional seperti untuk pengobatan rematik, batu ginjal, dan
memperlancar pengeluaran air seni yang dikonsumsi dalam bentuk infusa (air
rebusan) dan kapsul. Dengan memanfaatkan metabolit sekunder yang memiliki
aktivitas antiinflamasi, maka pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan
sediaan topikal semi solid yang ditujukan untuk antiinflamasi. Inflamasi
merupakan respon protektif tubuh terhadap cedera jaringan yang ditandai dengan
kemerahan, pembengkakan, rasa panas, dan nyeri. Penggunaan sediaan topikal
yang mengandung ekstrak herba kumis kucing diharapkan dapat mencegah
terjadinya inflamasi karena penghantarannya memiliki keuntungan dibanding
bentuk sediaan oral yaitu dapat meningkatkan kepatuhan pasien, mudah
dihentikan penggunaannya jika terjadi efek yang tidak diinginkan, dan dapat
langsung menghantarkan obat ke kulit yang mengalami kelainan atau cedera
jaringan (Chien et al., 2002).
Sediaan semisolid yang akan dibuat pada penelitian ini adalah krim
dengan tipe minyak dalam air ekstrak etanol 70% herba kumis kucing
(Orthosiphon stamineus Benth.). Krim merupakan sediaan topikal setengah padat
dengan sistem emulsi yang dapat bercampur dengan sekresi kulit, sediaan krim
dapat diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa sebagai efek terapeutik,
pelindung atau profilaksis yang tidak membutuhkan efek oklusif (Marriot, John, et
al., 2010). Krim juga sebagai bahan pembawa substansi obat pada pengobatan
kulit, sebagai bahan pelembab, dan pelindung kulit dengan mencegah kontak
antara permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsangan kulit (Anief, 2000).
Sediaan krim tipe minyak dalam air dapat memberikan efek hidrasi pada kulit.
Efek hidrasi dapat meningkatkan permeabilitas kulit sehingga penetrasi obat
meningkat. Sediaan krim dengan tipe minyak dalam air dipilih karena mudah
diaplikasikan pada bagian tubuh, lebih nyaman dikulit dan tidak lengket,
memberikan efek melembabkan kulit serta mudah dicuci dengan air dibanding

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

sediaan topikal semi solid lain (salep, gel, dan pasta) (Hendradi et al., 2013).
Sediaan krim terdiri dari dua fase cairan yang tidak dapat menyatu, dimana salah
satu fase terdispersinya sebagai tetesan seragam di dalam fase lainnya.
Penggunaan emulgator dapat berfungsi untuk menyatukan dan
menstabilkan krim tersebut. Emulgator akan menurunkan tegangan antar muka
antara fase terdispersi dan pendispersi serta mengelilingi cairan yang terdispersi
membentuk suatu lapisan tipis. Lapisan ini dapat mencegah terjadinya kontak atau
berkumpulnya kembali fase terdispersi. Pemilihan jenis emulgator dengan
konsentrasi yang tepat dapat menghasilkan basis krim yang baik dan stabil.
Beberapa literatur menunjukan bahwa kombinasi asam stearat dan trietanolamin
(TEA) sebagai emulgator pada konsentrasi tertentu dapat menghasilkan krim yang
stabil dan membentuk basis yang kental (Rowe et al., 2009 ; Wardiyah, 2015).
Asam stearat merupakan salah satu komponen fase minyak. Penggunaan asam
stearat yang tidak tepat dapat menghasilkan konsistensi basis krim yang encer
atau keras dan dapat merubah warna menjadi lebih gelap sehingga menimbulkan
rasa kurang nyaman (Dini, 2015). Dengan demikian perlu dilakukan penelitian
mengenai pengaruh variasi konsentrasi asam stearat yang dapat menghasilkan
formulasi krim ekstrak etanol 70% herba kumis kucing yang memenuhi syarat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah ekstrak etanol 70% herba kumis kucing dapat diformulasikan
menjadi sediaan krim yang stabil selama proses penyimpanan?
2. Bagaimana stabilitas fisik krim ekstrak etanol 70% herba kumis kucing
yang mengandung variasi konsentrasi asam stearat selama
penyimpanan?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Memformulasikan sediaan krim tipe M/A ekstrak etanol 70% herba
kumis kucing yang stabil secara fisik selama jangka waktu proses
penyimpanan dengan menggunakan emulgator yang sesuai.
2. Mengetahui stabilitas fisik sediaan krim ekstrak etanol 70% herba
kumis kucing dengan menggunanakan variasi konsentarsi asam stearat.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai formulasi
krim ekstrak herba kumis kucing sebagai antiinflamasi serta diharapkan dapat
meningkatkan nilai ekonomis dari tanaman kumis kucing sehingga semakin
banyak masyarakat yang menggunakannya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kumis Kucing


2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi tanaman kumis kucing adalah sebagai berikut (Almatar dan
Rahmat, 2014)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tacheobionta
Supervision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Asteridae
Order : Lamiales
Family : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Species : aristatus, labiatus, grandiflorum,
spicatus, stamineus

Gambar 2.1 Tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.)


(Almatar dan Rahmat, 2014)

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

2.1.2 Nama Latin


Tanaman kumis kucing memiliki beberapa sebutan nama latin, diantaranya
adalah Orthosiphon stamineus Benth, Orthosiphon aristatus (Blume) Miq,
Orthosiphon longiflorum Ham, Orthosiphon grandiflorum et aristatum BL,
Orthosiphon spiralis Merr, Orthosiphon grandiflorus Bold (Adnyana et al, 2013).

2.1.3 Nama Tanaman di Wilayah Lain


Di Indonesia tanaman kumis kucing disebut dengan berbagai nama lokal,
seperti kumis kucing (Sumatra), kumis ucing (Sunda), bunga laba-laba, remujung,
sesalayeyan (Jawa), dan soengot koceng (Madura). Sedangkan di negara lain
kumis kucing memiliki nama java tea, cat’s whisker, Indian kidney tea (Inggris),
mao xu cao (China), misai kucing, ruku hutan (Malaysia), kabling gubat, kabling
parang (Filipina), se-cho, myit-shwe (Myanmar), rau-meo (Vietnam), neko no
hige (Jepang), katzenbart (Jerman) dan yaa-nuad-maew, pa-yab-mek (Thailand)
(Adnyana et al, 2013).

2.1.4 Ekologi
Tanaman kumis kucing merupakan tanaman yang banyak tumbuh liar di
lingkungan sekitar. Tanaman ini banyak ditemukan di negara tropis seperti Asia
dan Australia. Kumis kucing dapat dibudi dayakan pada dataran dengan
ketinggian 500-1200 mdpl dengan curah hujan lebih dari 3000 mm/tahun. Untuk
budi daya, sebaiknya kumis kucing ditanam pada tanah yang subur dan gembur
yang memiliki pH 5-7,7, mengandung banyak humus, memiliki aliran air yang
baik serta terkena sinar matahari langsung (Herliana, 2013).

2.1.5 Morfologi
Tanaman kumis kucing tumbuh tegak dengan tinggi mencapai hingga 1,5
meter. Memiliki akar tunggang yang kuat. Batangnya berwarna cokelat kehijauan,
berkayu, segi empat agak beralur, beruas, bercabang, dan berambut pendek.
Bunga majemuk berwarna ungu pucat atau putih dengan benang sari lebih
panjang dari tabung bunga. Daunnya berwarna hijau berbentuk tunggal, bulat telur
atau memanjang, berambut halus, tepi bergerigi, ujung dan pangkalnya runcing,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

panjang daun 2-10 cm sedangkan lebarnya 1-5 cm. Memiliki buah yang berbentuk
bulat telur, buah yang masih muda berwarna hijau sedangkan yang sudah masak
berwarna coklat (Dalimartha, 2006).

2.1.6 Kandungan Kimia


Menurut Herbal Medicines 3th edition , tanaman kumis kucing memiliki
kandungan sebagai berikut :
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Tanaman Kumis Kucing
Orthosiphonon A dan B ; Orthosiphol A, B, E, F, G, H, I,M,
N, P, R, S, T ; Staminol A ; Neo-orthosiphol A dan B ; Neo-
Diterpen
orthosiphon A ; Norstaminolacton A ; Norstaminol B dan C
; Norstaminone A ; Seco-orthosiphol A, B, C
Benzochromene Orthochromene A ; Methylripariochromene A ;
Acetovanillochromene
Sinensetin ; Tetramethylscutellarein ; Eupatorin ; 5-
hydroxy-6,7,3’,4’-tetramethoxyflavon ; 3’-hydroxy-5,6,7,4’-
Flavonoid
tetramethoxyflavon ; Salvigenin ; Trimethylapigenin ;
Tetramethoxyluteolin
Asam rosmarinat ; caffeoyl tartrat ; dicaffeoyltartrat ; 4
Phenylpropanoid
asam dipepsida kafeat
Minyak esensial β-caryophyllen ; α-humulen ; β-caryophyllen oksida ;
(0,02-0,7%) can-2-one ; asam palmitat
Inositol ; phytosterol (β -sitosterol) ; esculetin (α-coumarin)
Senyawa lain
; garam potassium

2.1.7 Efek Farmakologis


Tingginya frekuensi penggunaan tanaman kumis kucing sebagai tanaman
obat oleh masyarakat terdahulu, membuat penelitian akan manfaatnya
berkembang pesat. Telah dilaporkan pada beberapa penelitian bahwa tanaman ini
dapat meregulasi kadar gula darah pada pengobatan diabetes, menghambat
pembekuan darah dan mempunyai sifat hemolitik yang kuat sehingga dapat
menurukan tekanan darah yang berguna untuk pengobatan hipertensi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

Ekstrak etanol daun kumis kucing memiliki daya antiinflamasi pada tikus
putih jantan galur Wistar (Prayoga, 2008). Kandungan flavonoid dari ekstrak daun
kumis kucing terbukti dapat menghambat sintesis prostaglandin dan nitrit oksida
(NO) yang berperan sebagai mediator inflamasi (Yam et al., 2010 dan Laavola et
al., 2012). Ekstrak metanol-air (50 : 50) daun kumis kucing dapat menurunkan
suhu tubuh (antipiretik) tikus galur Sprague Dawley pada dosis 500 dan 1000
mg/kg BB setelah 4 jam pemberian injeksi subkutan (Yam et al., 2009). Ekstrak
metanol daun kumis kucing dilaporkan dapat menghambat aktivitas bakteri Vibrio
parahaemolyticus yang banyak terdapat pada makanan (Ho et al., 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Nair et al (2014) juga menunjukan bahwa fraksi
dengan berbagai pelarut dari daun kumis kucing mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila, Pseudomonas aeroginosa, dan
Staphylococcus aureus. Ekstrak etanol daun kumis kucing juga memiliki aktivitas
antioksidan yang tinggi dan juga mempunyai aktivitas hepatoprotektif karena
dapat menurunkan kadar bilirubin pada tikus yang terkena penyakit jaundice
(Himani et al., 2013). Pada uji toksisitas ekstrak metanol kumis kucing tidak
menunjukan adanya abnormal fungsi organ dan kematian pada hewan uji (Yam et
al., 2013)

2.2 Ekstraksi
2.2.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penyarian zat kimia yang terdapat dalam bahan
alam menggunakan pelarut dan metode yang sesuai. Ekstraksi merupakan teknik
pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi zat terlarut diantara
dua pelarut yang saling bercampur (Harun, 2014). Prinsip ekstraksi adalah
melarutkan dan menarik senyawa aktif menggunakan pelarut yang sesuai. Hasil
yang didapat dari proses ekstraksi disebut ekstrak.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, Ekstrak adalah sediaan kental
yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau
simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Selanjutnya semua atau
hampir semua pelarut diuapkan, massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

Proses yang terjadi pada saat ekstraksi adalah penetrasi dan disolusi
pelarut ke dalam sel tanaman sehingga terjadi pengembangan sel. Setelah itu zat
yang terekstraksi berdifusi keluar sel. Proses diatas diharapkan terjadi
kesetimbangan antara zat terlarut dan pelarut. Kesetimbangan begantung pada
beberapa faktor diantaranya adalah suhu, pH, ukuran partikel, dan gerakan
partikel (Emilan et al, 2011)

2.2.2 Metode Ekstraksi


Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan dan
stabilitas senyawa tersebut terhadap terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam
berat, dan derajat keasaman. Dengan mengetahui sifat senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah dalam pemilihan pelarut dan
metode ekstraksi (Depkes RI, 2000). Pemilihan metode ekstraksi yang tepat
bergantung pada tekstur, kandungan air tanaman yang diekstraksi, dan jenis
senyawa yang akan diisolasi (Wardiyah, 2015).
Ditjen POM (2000) membagi metode ekstraksi menggunakan pelarut
kedalam dua kelompok, yaitu cara dingin dan cara panas.
2.2.2.1 Ekstraksi Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu ruang.
Ekstraksi dengan metode maserasi dilakukan pengadukan yang kontinu sehingga
disebut juga dengan maserasi kinetik. Remaserasi adalah proses penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Depkes
RI, 2000). Maserasi dilakukan pada wadah yang gelap dan tertutup. Metode
ekstraksi ini sangat sederhana dan dapat digunakan untuk mengesktraksi zat yang
tahan dan tidak tahan pemanasan, akan tetapi kekurangannya adalah
membutuhkan waktu yang lama hingga beberapa hari serta membutuhkan pelarut
dalam jumlah banyak.
b. Perkolasi
Perkolasi merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
penyarian yang sempurna (exhaustive extraction) yang dilakukan pada suhu ruang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

menggunakan alat yang disebut perkolator. Proses perkolasi terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), dan terus-menerus sampai diperoleh ekstrak
yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI, 2000)

2.2.2.2 Ekstraksi Cara Panas


a. Sokletasi
Sokletasi merupakan metode esktraksi menggunakan pelarut yang selalu
baru yang dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(Depkes RI, 2000).
b. Refluks
Refluks merupakan metode ekstraksi dengan pelarut pada titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Pada metode refluks, dilakukan pengulangan proses pada
residu pertama sampai 3-5 kali (Depkes RI, 2000).
c. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruang, pada umunya dilakukan pada
temperatur 40-50oC (Depkes RI, 2000).
d. Infusa
Infusa merupakan ekstraksi dengan pelarut air pada suhu 90oC selama 15
menit. Menurut Depkes RI (2000), infusa adalah metode esktraksi menggunakan
pelarut air pada temperatur penangas air dimana bejana infus tercelup dalam
penangas air mendidih dengan temperatur 96-98oC selama 15-20 menit.
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama, yaitu lebih dari 30 menit
dan temperatur sampai titik didih air.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

2.2.2.3 Teknik Ekstraksi Lain


a. Supercritical Fluid
pada metode ini, fase gas dapat berfungsi sebagai cairan ketika berada
dibawah tekanan. Salah satu contoh gas yang digunakan untuk mengekstraksi
adalah karbon dioksida (CO2). Dengan tekanan dan temperatur yang sesuai, akan
diperoleh spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan
golongan senyawa kandungan tertentu. Setelah tekanan dihilangkan, molekul gas
akan menguap dan menghasilkan ekstrak (Depkes RI, 2000).
b. Sonikasi
metode ekstraksi ini memanfaatkan penggunaan getaran gelombang
ultrasonik dengan frekuensi lebih dari 20 kHz. Prinsipnya adalah meningkatkan
permeabilitas dinding sel dan menimbulkan kavitasi. Hasil ekstraksi tergantung
pada frekuensi getaran , kapasitas alat, dan lamanya proses ultrasonikasi.
Kelemahan ekstraksi dengan metode ini adalah efek yang merusak dari energi
ultrasonik yang menyebabkan konstituen tanaman membentuk radikal bebas yang
tidak diharapkan (Wardiyah, 2015).
c. Ekstraksi Berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan pelarut yang
berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan beberapa
kali. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut) dan
dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana
ekstraksi (Depkes RI, 2000).
d. Ekstraksi Energi Listrik
Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet, dan
electric-discharges yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan hasil
dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan gelombang
tekanan berkecepatan ultrasonik (Depkes RI, 2000).

2.3 Kulit
2.3.1 Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit merupakan lapisan terluar tubuh yang menutupi dan melindungi
permukaan tubuh dari berbagai gangguan dan rangsangan luar. Kulit manusia

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

memiliki berat 10 kg dengan lemak dan 4 kg jika tanpa lemak. Ketebalan kulit
manusia berkisar antara 0,5 mm sampai 5 mm dengan luas permukaan rata-rata 2
m2 (Tranggono dan Latifah, 2007). Variasi tebal kulit manusia tergantung pada
letak, umur, dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, kulit bagian
medial lengan atas, dan kulit pada kelamin seperti kulit penis dan kulit labia
minor. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki,
punggung, bahu, dan bokong (Perdanakusuma, 2007).
Kulit memiliki fungsi sebagai pengatur panas dan sebagai indera peraba.
Selain itu, kulit dan jaringan dibawahnya bekerja sebagai tempat penyimpanan air.
Jaringan adiposa dibawah kulit befungsi sebagai penyimpanan lemak utama
dalam tubuh. Kulit tidak dapat tertembus air, sehingga dapat menghindari
kehilangan cairan dari jaringan dan menghindari masuknya air ke dalam tubuh
(Pearce, 2011)
Fungsi perlidungan kulit terjadi melalui mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (proses keratinisasi dan
pelepasan sel yang telah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi
sebum dan keringat, serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi dari
bahaya sinar ultraviolet (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kulit terdiri dari dua lapisan yang berbeda, lapisan luar (epidermis) yang
merupakan lapisan epitel yang berasal dari ektoderm, dan lapisan dalam (dermis
atau korium) berasal dari mesoderm yang merupakan jaringan ikat.

Gambar 2.2 Penampang Struktur Kulit


(Gibson, 2002)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

2.3.2 Lapisan Kulit


a. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar yang terdiri dari epitel skuamosa
bertingkat. Sel-sel yang menyusunnya secara berkesinambungan dibentuk oleh sel
germinal dalam epitel silindris dan mendatar ketika didorong oleh sel-sel yang
baru kearah permukaan. Epidermis membentuk perisai fisik untuk melindungi
tubuh dari ancaman lingkungan. Epidermis mengandung keratinosit yang
merupakan tempat pembentukan keratin (Gibson, 2002). Ketebalan epidermis
berbeda-beda pada bagian tubuh. Bagian yang paling tebal terdapat pada telapak
kaki dan telapak tangan dengan ketebalan 1 mm, sedangkan lapisan yang tipis
dengan ketebalan berkisar 0,1 mm terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan
perut (Tranggono dan Latifah, 2007).
Lapisan epidermis dari bagian terluar hingga kedalam terbagi menjadi 5
lapisan sel. Sel-sel ini berbeda dalam beberapa tingkat pembelahan sel secara
mitosis. Lapisan sel tersebut terdiri dari (Tranggono dan Latifah, 2007) :
 Lapisan Tanduk (stratum corneum )
Lapisan ini sebagian besar terdiri dari keratin, yaitu jenis protein yang
tidak larut dalam air. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel yang
pipih, tidak berinti, tidak mengalami metabolisme, tidak berwarna dan
hanya mengandung sedikit air karena adanya penguap air, elastisitasnya
kecil dan efektif untuk mencegah penguapan air dari lapisan yang lebih
dalam. Keratin sangat resisten terhadap zat kimia, sehingga lapisan ini
yang berfungsi sebagai proteksi tubuh dari pengaruh luar. Permukaan
lapian tanduk dilapisi oleh lapisan pelindung lembab yang tipis dan
bersifat asam (mantel asam kulit).
 Lapisan Jernih (stratum lucidum)
Lapisan yang letaknya tepat dibawah lapisan tanduk ini merupakan lapisan
tipis, jernih, mengandung eleidin. Lapisan ini sangat jelas terlihat pada
bagian kulit yang tebal seperti telapak tangan dan kaki.
 Lapisan Berbutir (stratum granulosum)
Stratum granulosum terdiri atas sel-sel keratinosit yang berbenttuk
poligonal, berbulir kasar, dan berinti mengkerut. Pada lapisan ini terdapat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

logam tembaga yang berfungsi sebagai katalisator proses pertandukan


kulit.
 Lapisan Malphigi (stratum spinosum atau malphigi layer)
Stratum spinosum memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri.
Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri dari serabut protein.
Memiliki inti sel yang besar dan berbentuk oval. Pada lapisan malphigi ini,
masih ditemukan cairan limfe yang mengelilingi sel-sel dalam lapisan.
 Lapisan Basal (stratum germinativum atau membran basalis)
Lapisan basal merupakan lapisan terbawah epidermis yang mengandung
sel-sel melanosit. Sel melanosit berungsi membentuk pigmen melanin dan
memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui dendrit. Sel melanosit
tidak mengalami keratinisasi. Satu sel melanosit melayani sekitar 36 sel
keratinosit sehingga disebut dengan unit melanin epidermal.

b. Dermis
dermis atau korium merupakan lapisan kulit bagian dalam yang tersusun
atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastis. Lapisan dermis memiliki
ketebalan 2-3 mm. Pada lapisan dermis ditemukan folikel rambut, papila rambut,
ujung saraf peraba, pembuluh darah kapiler, kelenjar minyak kulit, dan kelenjar
keringat yang berbentuk tabung berbelit-belit yang banyak jumlahnya serta
sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit
(hipodermis/subkutis).

2.3.3 Penetrasi Obat Melalui Kulit


Absorbsi obat melalui kulit (absorbsi perkutan) bermula dari luar kulit
msuk ke dalam jaringan kulit melewati membran stratum corneum. Faktor
fisikokimia obat dalam formulasi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
jalur absorbsi. Absorbsi obat melalui stratum corneum dapat terjadi karena adanya
proses difusi melalui mekanisme transepidermal dan transappendageal.
2.3.3.1 Mekanisme Transepidermal
Mekanisme transepidermal terjadi melalui dua jalur, yaitu transelular
dimana transpor molekul menembus membran sel dan jalur paraselular transpor

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

molekul melalui celah antar sel. Jumlah obat yang berpenetrasi bergantung dari
koefisien partisi suatu obat dalam pembawa dan stratum corneum. Molekul obat
yang bersifat hidrofilik cenderung melalui jalur paraselular sedangkan molekul
obat bersifat lipofilik melalui jalur transelular (Bhowmick dan Sengodan, 2013).
Penetrasi transepidermal terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama merupakan
pelepasan obat dari pembawa ke stratum corneum, kemudian terjadi difusi
melalui epidermis dan dermis dengan bantuan aliran darah yang terdapat dalam
lapisan dermis (Prabawati, 2015).

2.3.3.2 Mekanisme Transappendageal


Pada jalur ini obat akan masuk ke dalam membran melalui folikel rambut
dan kelenjar keringat. Penetrasi obat melalui jalur transepidermal lebih baik
dibandingkan jalur transappedageal karena kecilnya luas permukaan pada jalur
transappedageal (Prabawati, 2015).
Menurut Barrett (1969), absorbsi secara perkutan dipengaruhi oleh :
a. Usia
b. Suhu kulit dan sirkulasi periferal
c. Keadaan kulit (normal atau terjadi inflamasi)
d. Daerah pemberian, frekuensi pemberian, dan waktu kontak obat dengan
kulit
e. Derajat hidrasi kulit
f. Perlakuan pada kulit sebelum diberi obat
g. Perbedaan spesies (jika diaplikasikan pada hewan)
h. Karakteristik penetrant
i. Molekul pembawa
j. Hubungan penetrant dan pembawa

2.4 Krim
2.4.1 Definisi Krim
Menurut Farmakope Indonesia III, krim adalah sediaan setengah padat
berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar. Sedangkan menurut Farmakope Indonesia IV, krim

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

merupakan sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Umumnya krim memiliki konsistensi yang lebih ringan dan kurang kental
dari salep. Krim juga lebih mudah menyebar di kulit sehingga mudah digunakan,
selain itu juga mudah dibersihkan karena sifatnya tidak berminyak. Krim
mempunyai estetik lebih besar dari salep dan lebih cepat berpenetrasi ke dalam
kulit. Oleh karena itu, penggunaan krim saat ini lebih disenangi daripada
penggunaan salep (Ansel, 2011)
Sediaan krim berfungsi sebagai pembawa obat pada pengobatan topikal,
selain itu juga banyak digunakan dalam bidang kosmetik seperti krim pelembab
dan krim pelindung dari rangsangan luar. Krim diaplikasikan pada kulit yang
secara umum sensitivitasnya lebih tinggi dari bagian tubuh lain, sehingga kualitas
dan stabilitasnya perlu diperhatikan. Menurut Moh. Anief (2005), sediaan krim
harus memenuhi kualitas dasar sebagai berikut :
 Stabil selama penyimpanan pada suhu kamar, dan bebas dari
inkompatibilitas.
 Mudah digunakan dan terdistribusi merata pada kulit serta mudah
dihilangkan
 Mengandung zat yang lunak, halus dan bercampur sehingga sediaan
homogen
 Obat terdistribusi merata pada dasar krim

2.4.2 Tipe Krim


Krim merupakan sistem emulsi yang terdiri dari dua fase cair yang tidak
tercampurkan, dimana salah satu fase bersifat polar (misalnya fase air) dan fase
lainnya bersifat nonpolar (misalnya fase minyak). Jika fase minyak didispersikan
sebagai globul dalam fase kontinu berair, maka sistem tersebut merupakan krim
dengan tipe minyak dalam air (m/a) atau oil-in-water (o/w). Krim minyak dalam
air mengandung air lebih dari 31%. Tipe ini lebih banyak disukai karena mudah
diaplikasikan pada kulit, tidak berminyak, dan mudah dicuci. Sedangkan jika fase
air didispersikan kedalam fase kontinu minyak, maka sistem tersebut adalah krim
tipe air dalam minyak (a/m) atau water in oil (w/o) (Martin, 1983). Krim tipe air

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

dalam minyak mengandung air kurang dari 25% dengan minyak sebagai medium
pendispersinya. Tipe ini lebih berminyak dibanding tipe m/a saat diaplikasikan
pada kulit, sehingga kurang disukai penggunaannya. Untuk memperoleh sediaan
yang stabil maka diperlukan adanya bahan pengemulsi saat proses pembuatan.
Bahan pengemulsi dapat terlarut dalam kedua fase cairan dan mengelilingi cairan
yang terdispersi membentuk titik-titik air mikro yang terlarut dalam medium
pendispersi. Bahan pengemulsi yang sering digunakan adalah surfaktan, polimer,
maupun kombinasi keduanya (Asmara et al., 2012).

2.4.3 Formulasi Krim


2.4.3.1 Setil Alkohol (Rowe et al., 2009)
Setil alkohol berbentuk serpihan licin, granul atau kubus yang berwarna
putih dan memiliki bau khas lemah. Nama lain dari alcohol cetylicus, Avol,
Crodacol C70, Crodacol C90, Crodacol C95, dan Ethal ini memiliki titik lebur 45-
52oC. Setil alkohol mudah larut dalam ethanol 95% dan eter, kelarutannya akan
meningkat dengan peningkatan suhu, praktis tidak larut dalam air, bercampur
ketika dilebur bersama lemak, parafin cair dan padat serta isopropil miristat.
Setil alkohol digunakan secara luas dalam pembuatan kosmetik,
suppositoria, sediaan solid, dan sediaan semisolid. Setil alkohol dapat digunakan
sebagai stiffening agent (2-10%), emulgator (2-5%), emolien (2-5%), dan
penyerap air (5%). Pada sediaan emulsi m/a, penggunaan setil alkohol yang
dikombinasikan dengan emulgator larut air dapat meningkatkan stabilitas dengan
mencegah terjadinya koalesen pada droplet.
Setil alkohol stabil (tidak tengik) dengan adanya asam, basa, cahaya, dan
udara. Akan tetapi tidak kompatibel dengan pengoksidasi kuat. Sebaiknya
disimpan pada tempat yang kering, sejuk, dan tertutup

Gambar 2.3 Struktur Setil Alkohol


(Rowe et al., 2009)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

2.4.3.2 Asam Stearat (Rowe et al., 2009)


Asam stearat dengan nama lain Acidum stearicum. Cetylacetic acid,
Crodacid dan lain-lain berbentuk serbuk atau kristal padat berwarna putih atau
kuning pucat mengkilap dan berbau tajam. Titik lelehnya adalah 69-70oC. Asam
stearat mudah larut dalam benzene, karbon tetraklorida, kloroform, dan eter. Larut
dalam etanol 95%, heksana, dan propilen glikol, praktis tidak larut dalam air.
Asam stearat banyak digunakan dalam bidang farmasi. dalam pembuatan
sediaan topikal, asam stearat digunakan sebagai emulgator dan solubilizing agent.
Pada sediaan krim dan salep digunakan pada konsentrasi 1-20%. Ketika
dikombinasikan dengan alkali seperti trietanolamin (TEA), akan terbentuk basis
krim setelah pengadukan selama 5-15 kali dari berat cairannya.
Asam stearat merupakan bahan yang stabil dan dapat ditambah dengan
agen antioksidan. Sebaiknya ditempatkan pada wadah tertutup, kering, dan sejuk.

Gambar 2.4 Struktur Asam Stearat


(Rowe et al., 2009)

2.4.3.3 Trietanolamin (TEA) (Rowe et al., 2009)


TEA merupakan cairan kental tidak berwarna hingga kuning pucat,
memiliki bau lemah seperti amonia. TEA memiliki titk leleh 20-21oC. Pada suhu
20oC dapat bercampur dengan aseton, karbon tetraklorida, metanol, dan air.
Sangat mudah larut dalam benzen (1 dalam 24 bagian) dan etil eter (1 dalam 633
bagian).
TEA berfungsi sebagai alkalizing agent dan emulsifying agent dengan
konsenstrasi 2-4% v/v. Ketika bercampur dengan asam lemak seperti asam stearat
atau asam oleat, TEA akan membentuk garam larut air yang memiliki
karakteristik seperti sabun dengan pH 8, sehingga dapat digunakan sebagai
emulgator yang dapat menstabilkan emulsi tipe m/a.
TEA akan berubah warna menjadi coklat jika terpapar cahaya dan udara,
sehingga harus ditempatkan pada tempat yang kering dan sejuk serta terlindung
dari cahaya. TEA akan bereaksi dengan tembaga membentuk garam kompleks,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

reaksi TEA dengan reagen tionil klorida dapat menggantikan gugus hidroksi
dengan halogen yang menyebabkan hasil dari reaksi ini sangat beracun.

Gambar 2.5 Struktur Trietanolamin


(Rowe et al., 2009)

2.4.3.4 Gliserin (Rowe et al., 2009)


Gliserin atau glicerol merupakan cairan kental higroskopis yang tidak
berwarna, tidak berbau, dan memiliki rasa manis 0,6 lebih besar dari sukrosa.
Memiliki titik leleh 17,8oC. Gliserin praktis tidak larut dalam benzene, kloroform,
dan minyak, larut dalam metanol dan air, akan tetapi agak sukar larut dalam
aseton.
Pada sediaan topikal, gliserin sering digunakan sebagai humektan dan
emolien dengan konsentrasi ≤30%. Gliserin juga sering digunakan sebagai pelarut
atau co-solvent pada sediaan krim dan emulsi.
Gliserin tidak mudah teroksidasi, tetapi mudah terdekomposisi pada
pemanasan. Selain itu gliserin dapat meledak jika bercampur dengan agen
pengoksidasi kuat seperti chromium trioxide, pottasium chlorate atau pottasium
permanganat. Gliserin akan berubah warna menjadi hitam atau keruh jika terpapar
cahaya atau bercampur dengan zink oksida atau bismut nitrat.

Gambar 2.6 Struktur Gliserin


(Rowe et al., 2009)

2.4.3.5 Metil Paraben (Rowe et al., 2009)


Metil paraben memiliki nama lain nipagin, asam 4-hidroksibenzoat metil
ester, metil p-hidroksibenzoat. Berbentuk serbuk atau kristal yang tidak berwarna,
tidak berbau, dan memiliki rasa agak terbakar. Sangat mudah larut dalam 2 bagian
etanol, 3 bagian etanol 95%, 6 bagian etanol 50%, dan 5 bagian propilen glikol.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

Mudah larut dalam 10 bagian eter dan 60 bagian gliserin. Metil paraben praktis
tidak larut dalam minyak mineral.
Metil paraben berfungsi sebagai zat pengawet. Pada sediaan topikal,
digunakan pada konsenstrasi 0,02-0,3%. Metil paraben dapat menghambat
aktivitas mikroba pada pH 4-8. Dengan meningkatkanya pH akan membentuk
anion phenolat yang dapat menyebabkan penurunan efektfitas antimikroba.
Aktivitas antimikrobanya akan meningkat jika dikombinasi dengan paraben lain
seperti metil-, etil-, propil-, dan butil paraben. Penambahan propilen glikol (2-
5%), feniletil alkohol atau asam adetat dilaporkan juga dapat meningkatkan
aktivitas antimikroba metil paraben.
Larutan metil paraben pada pH 3-6 stabil selama penyimpanan 4 tahun di
suhu ruang dan dapat disterilkan dengan autoklaf selama 20 menit tanpa adanya
dekomposisi. Sedangkan larutan metil paraben pada pH 8 akan cepat terhidrolisis.
Aktvitas antimikrobanya akan berkurang dengan adanya surfaktan nonionik
seperti polisorbat 80. Selain itu, metil paraben tidak kompatibel dengan adanya
bentonit, magnesium trisilikat, talkum, tragakan, natrium alginat, dan minyak
esensial.

Gambar 2.7 Struktur Metil Paraben


(Rowe et al., 2009)

2.4.3.6 Propil Paraben (Rowe et al., 2009)


Propil paraben memiliki nama lain nipasol, propil parahidroksibenzoat dan
lain-lain. Merupakan serbuk hablur putih atau kristalin, yang tidak berbau dan
tidak berasa. Sangat mudah larut dalam etanol 95%, etanol 50%, dan propilen
glikol. Mudah larut dalam aseton, eter, dan air mendidih. Propil paraben sangat
sukar larut dalam air.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

Penggunaan sebagai antimikroba pada sediaan topikal digunakan pada


konsentrasi 0,01-0,6%. Sama halnya dengan metil paraben, aktivitas
antimikrobanya akan menurun pada pH lebih dari 8. Kombinasi dengan paraben
lain dapat meningkatkan efektifitasnya.

Gambar 2.8 Struktur Propil Paraben


(Rowe et al., 2009)

2.4.3.7 Aquades (Rowe et al., 2009)


Aquades digunakan sebagai pelarut. Aquades memiliki karakteristik
jernih, tidak berwarrna, tidak berbau, dan tidak berasa. Pada umumnya aquades
larut pada berbagai pelarut polar. Aquades stabil pada berbagai kondisi fisik (es,
cair, atau uap).

2.4.4 Stabilitas Krim


Stabilitas didefinisikan bahwa suatu sediaan farmasi selama penyimpanan
dan distribusi tidak menunjukan adanya perubahan yang bermakna dan masih
dalam batas yang diperbolehkan. Stabilitas krim identik dengan stabilitas emulsi.
Stabilitas farmasetik emulsi ditandai dengan tidak adanya penggabungan fase
internal atau fase terdispersi, terjadinya pengkriman, dan tidak terjadinya
perubahan tampilan fisik seperti perubahan bau, warna, perubahan dan pemisahan
fase, pecahnya emulsi, perubahan konsistensi, tebentuknya gas, dan tumbuhnya
mikroorganisme (Martin, 1983).
Emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika selama penyimpanan fase
internal (fase terdispersi) membentuk agregat dari globul-globulnya. Apabila
globul yang besar atau agregat ini naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi,
maka akan terbentuk lapisan pada fase internal dan pada akhirnya akan terjadi
pemisahan fase (Ansel, 2011). Ketidakstabilan emulsi dapat dikelompokan
sebagai berikut

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

 Flokulasi
Flokulasi merupakan penggabungan partikel-partikel terdispersi
membentuk agregat yang lebih besar. Fenomena flokulasi dapat
diredispersi dengan pengocokan.
 Creaming
Creaming merupakan pemisahan emulsi akibat droplet fase terdispersi
memisah dari pendispersinya akibat gaya gravitasi. Pengkriman ke atas
terjadi karena kecepatan sedimentasi negatif akibat densitas fase
terdispersi lebih kecil daripada fase pendispersinya. Pengkriman ke atas
banyak terjadi pada tipe emulsi m/a. Pengkriman ke bawah terjadi jika
densitas fase terdispersinya lebih besar daripada fase pendispersinya,
sehingga globul akan mengendap pada dasar emulsi. Pengkriman ke
bawah banyak terjadi pada tipe emulsi a/m. Fenomena creaming dapat
diminimalisir dengan meningkatkan viskositas, mengurangi ukuran
partikel globul dengan homogenisasi, dan menyamakan densitas dari
kedua fase. Creaming bersifat reversibel, yaitu dapat didispersikan
kembali melalui pengadukan. Hal ini dikarenakan globul minyak masih
terlapisi oleh pelindung zat pengemulsi (Martin, 1983).
 Koalesen
Koalesen terjadi akibat pembentukan droplet yang besar sehingga
menyebabkan pemisahan sempurna (breaking). Koalesen tidak dapat
diredispersi karena lapisan pelindung sekitar globul tidak ada lagi.
Koalesen dapat dicegah dengan pembentukan lapisan antarmuka yang
mengandung makromolekul atau partikulat padat (Iswindari, 2014).
 Inversi fase
Inversi fase merupakan proses terjadinya perubahan fase tipe emulsi.
Inversi fase akan menghasilkan produk emulsi yang lebih bagus jika dapat
dikontrol dengan baik, tetapi apabila tidak dapat dikontrol dapat
menyebabkan masalah ketidakstabilan emulsi (Martin, 1983).
Nilai kestabilan suatu sediaan kosmetik atau farmasetika dapat diperoleh
dengan melakukan uji stabilitas dipercepat. Uji stabilitas dipercepat bertujuan
untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dari sediaan dalam waktu yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

sesingkat mungkin dengan menyimpannya pada kondisi yang dirancang untuk


mempercepat terjadinya perubahan yang biasanya terjadi pada kondisi normal.
Jika hasil pengujian pada uji stabilitas dipercepat diperoleh hasil yang stabil, dapat
disimpulkan bahwa sediaan tersebut stabil pada penyimpanan suhu kamar selama
setahun. Menurut Djadidisastra (2004), pengujian yang dilakukan pada uji
stabilitas dipercepat antara lain :
 Cycling Test
Cycling test merupakan simualsi adanya perubahan suhu yang terjadi
setiap tahun atau setiap harinya. Uji ini dilakukan pada suhu atau
kelembaban pada interval waktu tertentu, tujuannya adalah untuk menguji
kestabilan sediaan terhadap kemungkinan terjadinya kristalisasi atau
berawan.
 Peningkatan Suhu (Elevated Temperature)
Adanya kenaikan suhu setiap 10oC akan mempercepat reaksi 2 hingga 3
kalinya. Akan tetapi metode ini agak terbatas karena suhu yang jauh diatas
normal akan menyebakan perubahan sediaan yang tidak terjadi pada suhu
normal.
 Peningkatan Kelembaban (Elevated Humidities)
Uji ini dilakukan untuk menguji kemasan produk. Terjadinya perubahan
pada sediaan dalam kemasan karena pengaruh kelembaban menandakan
bahwa kemasannya tidak dapat memberi perlindungan yang cukup
terhadap atmosfer.
Selain uji stabilitas dipercepat, parameter lain yang digunakan dalam uji
kestabilan fisik suatu sediaan antara lain :
 Organoleptis
Organoleptis atau penampilan fisik suatu sediaan berhubungan dengan
kenyaman pengguna, pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya
perubahan warna, bau, dan tekstur sediaan selama proses penyimpanan.
 Viskositas dan Sifat Alir
Viskositas suatu sediaan dipengaruhi oleh ukuran partikel, fase terdispersi,
medium pendispersi, emulgator, bahan tambahan lain atau faktor

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

lingkungan. Secara umum, kenaikan viskositas dapat meningkatkan


kestabilan sediaan (Maulina, 2011)
 pH
sediaan setengah padat sebaiknya memiliki pH yang sesuai dengan pH
kulit, yaitu antara 4,5-7,0. Jika krim memiliki pH yang terlalu basa dapat
menyebabkan kulit bersisik, sedangkan pH yang terlalu asam dapat
menyebabkan iritasi kulit (Wasitaatmadja, 1997).
 Ukuran Partikel
Ukuran partikel atau distribusi ukuran globul merupakan indikator utama
kecenderungan terjadinya creaming dan koalesensi. Emulsi keruh
diharapkan memiliki diameter globul antara 0,5-50µm. Semakin kecil
ukuran partikel dan semakin besar volume rasionya, maka semakin tinggi
viskositasnya yang berarti stabilitas sediaan juga meningkat (Djadidisastra
2004 ; Ansel, 2011).
 Homogenitas
Homogenitas berpengaruh terhadap efektivitas terapi karena berhubungan
dengan kadar obat yang sama pada setiap pemakaian. Jika sediaan telah
homogen maka kadar zat aktif diasumsikan pada saat pemakaian atau
pengambilan akan selalu sama (Swastika et al., 2013).
 Daya Sebar
Semakin besar daya sebar, luas permukaan kulit yang kontak dengan krim
akan semakin luas dan zat aktif akan terdistribusi dengan baik (Swastika et
al., 2013).

2.5 Inflamasi
Inflamasi adalah respon protektif tubuh terhadap cedera jaringan dan
infeksi yang disebabkan oleh trauma fisik, zat mikrobiologi, atau zat kimia yang
merusak. Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan tubuh
untuk menetralisir agen-agen berbahaya pada tempat cedera dan mempersiapkan
keadaan untuk perbaikan dan pembentukan jaringan serta peningkatan aliran
darah (Prayoga, 2008). Pada proses terjadinya inflamasi, terjadi reaksi vaskular
dimana cairan, komponen darah, sel darah putih, dan mediator kimia berkumpul
pada tempat terjadinya cedera jaringan atau infeksi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

Inflamasi terjadi melalui dua tahap, tahap vaskular terjadi ketika


vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga komponen darah
dan cairan meninggalkan plasma dan pergi menuju tempat cedera. Setelah itu
tahap lambat terjadi ketika sel darah putih menginfiltrasi jaringan inflamasi
(Hayes dan Kee, 1996).
Inflamasi terbagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi akut, fase respon
imun, dan fase inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap
cedera jaringan yang terjadi akibat lepasnya autokoid yaitu zat farmakologi aktif
yang dibentuk di dalam tubuh yang berfungsi dan bekerja lokal ditempat
pembentukannya, seperti histamin, serotonin, prostaglandin, bardikinin, dan
leukotrin. Respon imun merupakan fase aktifnya sel kekebalan tubuh untuk
merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon
inflamasi akut dan kronis. Pada inflamasi kronis, terjadi pelepasan mediator yang
tidak menonjol di fase inflamasi akut (Katzung, 2002).
Mediator yang paling berperan dalam terjadinya inflamasi adalah
prostaglandin dan leukotrin. Ketika membran sel terjadi kerusakan atau cedera,
enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipid menjadi asam
arachidonat. Sebagian asam arachidonat akan diubah menjadi asam endoperoksida
oleh enzim siklooksigenase dan kemudian diubah lagi menjadi prostaglandin
sebagian asam arachidonat yang lain diubah menjadi leukotrin oleh enzim
lipooksigenase (Prayoga, 2002). Mediator inflamasi seperti prostaglandin
menyebabkan vasodilatasi, relaksasi otot polos, meningkatkan permeabilitas
kapiler, dan sensitisasi sel-sel saraf terhadap nyeri. Sehingga obat-obat yang
mempunyai mekanisme menghambat sintesis prostaglandin digunakan untuk
antiinflamasi (Hayes & Kee, 1996).
Menurut Hayes dan Kee (1996), tanda-tanda utama inflamasi adalah
sebagai berikut :
a. Eritema (kemerahan)
Eritema terjadi pada tahap awal inflamasi. Eritema terjadi karena darah
berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat lepasnya mediator kimia
tubuh (kinin, prostaglandin, dan histamin). Histamin akan mendilatasi
arteriol.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

b. Edema (pembengkakan)
Edema merupakan tahap kedua dari inflamasi. Plasma masuk kedalam
jaringan interstisial pada tempat cedera. Kinin mendilatasi arteriol dan
meningkatkan permeabilitas kapiler.
c. Panas
Panas disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah pada daerah
cedera jaringan dan adanya pirogen yang dapat mengganggu pusat
pengatur panas pada hipotalamus.
d. Nyeri
Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator-mediator
kimia.
e. Hilangnya fungsi
Hilangnya fungsi disebabkan akibat dari penumpukan cairan pada daerah
cedera jaringan dan akibat rasa panas dan nyeri yang dapat mengurangi
mobilitas jaringan yang cedera.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian I, laboratorium penelitian
II, laboratorium biologi, dan laboratorium kimia obat Program Studi Farmasi,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari 2016 sampai
Mei 2016.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian


3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah setil alkohol (Shadhong
Bio-Technology), gliserin (Shadhong Bio-Technology), trietanolamin (TEA)
(Shadhong Bio-Technology), asam stearat (Shadhong Bio-Technology), metil
paraben (Bratachem, Jakarta), propil paraben (Bratachem, Jakarta), aquades,
etanol 70%, asam klorida pekat, serbuk Mg, dan ekstrak etanol 70% herba kumis
kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) yang diperoleh dari Nurmeilis,
Laboratorium Penelitian Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun data
ekstrak etanol 70% herba kumis adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Data Ekstrak Etanol 70% Herba Kumis Kucing
Spesies : Orthosiphon stamineus Benth
Hasil determinasi
Famili : lamiaceae
Berbentuk kering, berwarna cokelat
Organoleptis
kehitaman, berasa pahit, berbau khas
Rendemen 9,11%
Susut pengeringan 1,49%
Kadar abu 12,587%
Kadar abu tidak larut 0,78%
asam
Kadar sinensetin 0,128%

27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

3.2.2 Alat Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah homogenizer (Nissei), pH
meter (Horiba F-52, Japan), centrifuge 5417 R (Eppendorf), hot plate (Cimarex),
lemari pendingin (Sanyo Medicool, Japan), oven (Eyela NDO-500), mikroskop
optik (Olympus IX 71), viscotester HAAKE 6R (Thermo Scientific, Japan),
tabung reaksi, timbangan analitik, cawan penguap, batang pengaduk, termometer,
spatula, pipet tetes, kaca objek, lempeng kaca, kertas perkamen, anak timbangan,
penggaris, wadah krim, dan alat gelas (Iwaki pyrex) lain yang biasa digunakan.

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Pemeriksaan Flavonoid Ekstrak Etanol 70% Herba Kumis Kucing
Sebanyak 100 mg ekstrak dimasukan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 1 mL etanol 70%. Selanjutnya ditambahkan serbuk Mg dan asam
klorida pekat. Ekstrak yang mengandung flavonoid ditandai dengan terbentuknya
warna orange, merah atau kuning (Arifin et al., 2006)

3.3.2 Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol 70% Herba Kumis Kucing
(Orthosiphon stamineus Benth.)
Formulasi pembuatan krim diambil berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh (Sharon et al., 2013) dengan modifikasi yaitu variasi konsentrasi
asam stearat yang digunakan
Tabel 3.2 Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol 70% Herba Kumis Kucing
Konsentrasi (%)
Bahan
F1 F2 F3
Ekstrak Etanol 70% Daun Kumis Kucing
4 4 4
(Orthosiphon stamineus Benth,)
Setil Alkohol 0,2 0,2 0,2
Gliserin 10 10 10
TEA 2 2 2
Asam Stearat 12 13 14
Metil Paraben 0,1 0,1 0,1
Propil Paraben 0,08 0,08 0,08
Vitamin E 0,02 0,02 0,02
Aquades Ad 100 Ad 100 Ad 100
Keterangan : F1 = Formula 1 ; F2 = Formula 2 ; F3 = Formula 3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

Cara pembuatan :
Pembuatan krim diawali dengan menimbang bahan-bahan yang akan digunakan
sesuai dengan perhitungan. Fase minyak yang terdiri asam stearat dan setil
alkohol dicampur dalam satu wadah dan dilebur di atas penangas hingga
temperatur 70oC (campuran A). Pada wadah yang lain, bahan-bahan yang
tergolong fase air seperti gliserin, TEA, metil paraben, propil paraben, aquades
dipanaskan diatas penangas air hingga suhu 70oC (campuran B). Setelah semua
melebur, campuran A sedikit demi sedikit dimasukan kedalam campuran B lalu
dihomogenkan menggunakan homogenizer pada kecepatan 3000 rpm selama 10
menit hingga diperoleh massa krim seperti putih susu yang homogen. Tambahkan
vitamin E dan ekstrak etanol 70% herba kumis kucing (Orthosiphon stamineus
Benth.) yang telah dilarutkan dengan aquades ke dalam basis krim, kemudian
homogenkan kembali menggunakan homogenizer pada kecepatan 3000 rpm
selama 5 menit. Krim yang terbentuk dimasukan ke dalam wadah.

3.3.3 Evaluasi Fisik Sediaan Krim Ekstrak Etanol 70% Herba Kumis
Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.)
Evaluasi fisik sediaan krim dilakukan setiap minggu selama 3 minggu
penyimpanan. Masing-masing formula disimpan pada pada suhu 26 ± 2oC dan
suhu 40oC. Parameter yang dievaluasi meliputi pengamatan organoleptis (tekstur,
bau dan warna), pengujian homogenitas, pengukuran pH, pengukuran viskositas
dan sifat alir, pemeriksaan daya sebar, pengukuran diameter globul, dan pengujian
sentrifugasi, serta uji cycling test.

3.3.3.1 Pengamatan Organoleptis


Pengamatan organoleptis dapat dinilai dengan pengamatan dari segi
tekstur, bau, dan warna sediaan. Pengukuran dilakukan setiap minggu selama 3
minggu penyimpanan pada suhu 26 ± 2oC dan suhu 40oC.

3.3.3.2 Pengujian Homogenitas


Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan krim pada
kaca objek yang bersih. Kaca objek tersebut di katupkan dengan kaca objek lain,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

kemudian diamati apakah krim tersebut homogen dan apakah permukaannya


halus merata atau terdapat granul yang masih kasar. Sediaan harus homogen dan
tidak terdapat adanya butiran kasar. Pengukuran dilakukan setiap minggu selama
3 minggu penyimpanan pada suhu 26 ± 2oC dan suhu 40oC (Aryani, 2015).

3.3.3.3 Pengukuran pH
Pengukuran pH krim dilakukan menggunakan pH meter. Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan buffer standar (pH
4,5 dan pH 6,5). Sediaan krim ditempatkan dalam wadah, kemudian diukur pH
nya. Pengukuran dilakukan setiap minggu selama 3 minggu penyimpanan pada
suhu 26 ± 2oC dan suhu 40oC Nilai pH sediaan yang aman untuk kulit menurut
SNI 16-4399-1996 adalah 4,5-8,0.

3.3.3.4 Pengukuran Viskositas dan sifat alir


Pengukuran viskositas dan sifat alir krim dilakukan dengan menggunakan
viscotester HAAKE 6R menggunakan spindel R5. Krim dituang ke dalam gelas
beaker. Spindel dipasang pada alat kemudian spindel diturunkan hingga tanda
batas. Kecepatan alat dipasang pada kecepatan pada yang sesuai dan kecepatan
yang diatur pada kecepatan 2 rpm, 4 rpm, 10 rpm, 20 rpm, dan kemudian dibalik
20 rpm, 10 rpm, 4 rpm 2 rpm. Sifat alir diperoleh dengan membuat kurva antara
tegangan geser dan laju geser. Pengukuran dilakukan setiap minggu selama 3
minggu penyimpanan pada suhu 26 ± 2oC dan suhu 40oC (Dewi et al., 2014).

3.3.3.5 Pemeriksaan Daya Sebar


Ditimbang 0,5 gram krim, kemudian diletakan diantara 2 lempeng kaca.
Lempeng kaca bagian atas ditimbang terlebih dahulu kemudian diletakan diatas
krim dan dibiarkan 1 menit. Diatasnya diberi 50 gram beban tambahan, dibiarkan
1 menit dan diukur diameter sebarnya. Kemudian ditambah kembali beban dengan
berat maksimum 150 gram dan diukur kembali diameter sebarnya. Pengukuran
dilakukan setiap minggu selama 3 minggu penyimpanan pada suhu 26 ± 2oC dan
suhu 40oC (Swastika et al., 2013).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

3.3.3.6 Pengukuran Diameter Globul Rata-rata


Pengukuran diameter globul rata-rata krim dilakukan dengan
menggunakan mikroskop optis dengan perbesaran 40x. Diameter globul yang
diamati diukur. Pengukuran dilakukan setiap minggu selama 3 minggu
penyimpanan pada suhu 26 ± 2oC dan suhu 40oC.

3.3.3.7 Uji Pemisahan Fase (sentrifugasi)


Sebanyak 10 gram krim ditempatkan pada tube sentifugasi, kemudian
disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Pengukuran
dilakukan setiap minggu selama 3 minggu penyimpanan pada suhu 26 ± 2oC dan
suhu 40oC (Elya, 2013).

3.3.3.8 Pengujian Cycling Test


Ketiga formula krim ditempatkan pada suhu 4 ± 2 oC selama 24 jam, dan
kemudian dipindahkan pada suhu 40o ± 2 oC selama 24 jam (satu siklus).
Pengujian ini dilakukan sebanyak 6 siklus (12 hari). Pengamatan berupa
organoleptis, nilai pH dan uji sentrifugasi dilakukan pada sediaan krim sebelum
dan sesudah cycling test (Elya, 2013).

3.3.4 Analisa Data


Hasil yang diperoleh dari pengamatan stabilitas fisik krim berupa data
deskriptif dan kuantitatif. Data deskriptif diperoleh dari pengamatan organoleptis,
homogenitas, dan sentrifugasi. Data kuantitatif diperoleh dari pengujian pH,
viskositas, daya sebar dan ukuran diameter globul rata-rata krim. Data kuantitatif
dianalisis secara statistik menggunanakan program pengolah data statistik SPSS
16 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji parametrik (One-Way
ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difference).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemeriksaan Flavonoid Ekstrak Etanol 70% Herba Kumis


Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.)
Pemeriksaan flavonoid ekstrak etanol 70% herba kumis kucing dilakukan
secara kualitatif menggunakan serbuk Mg dan asam klorida pekat. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk memastikan bahwa ekstrak yang digunakan masih
mengandung flavonoid yang berperan sebagai aktivitas antiinflamasi. Sejumlah
100 mg ekstrak dilarutkan 1 mL etanol 70%, kemudian ditambahkan serbuk Mg
dan asam klorida pekat. Hasil pemeriksaan positif mengandung flavonoid dengan
indikasi terjadinya perubahan warna menjadi jingga setelah ditambahkan pereaksi.
Perubahan warna ini disebabkan karena serbuk Mg dan asam klorida bereaksi
dengan kandungan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak dengan cara
mereduksi inti cincin benzopiron dan membentuk garam flavilium yang berwarna
jingga (Setyowati et al., 2014). Sebagai antiinflamasi, flavonoid bekerja dengan
menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase membentuk prostaglandin
dan leukotrin yang berfungsi sebagai mediator inflamasi (Rathee et al., 2009 ;
Narayana et al., 2001).

Gambar 4.1 Hasil Pemeriksaan Kandungan Flavonoid

32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

4.2 Hasil Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol 70% Herba Kumis
Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan stabilitas fisik
krim yang mengandung ekstrak etanol herba kumis kucing. Kestabilan suatu
sediaan merupakan hal penting dan harus diperhatikan dalam kegiatan formulasi.
Sediaan krim yang stabil yaitu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat
diterima selama penyimpanan dan penggunaan oleh konsumen dengan
karakteristik yang tetap sama seperti saat dibuat (Dewi et al., 2014).
Bahan dasar krim terdiri dari fase air dan fase minyak yang dicampur
dengan zat pengemulsi (emulgator) hingga membentuk basis krim. Pada formulasi
ini, zat aktif yang digunakan adalah ekstrak etanol herba kumis kucing yang
penggunaannya ditujukan sebagai antiinflamasi. Ekstrak herba kumis kucing
memiliki kelarutan yang baik dalam air dibanding dalam etanol (Pattamadilok et
al., 2003), sehingga cocok diformulasikan menjadi krim minyak dalam air.
Konsentrasi ekstrak etanol herba kumis kucing yang digunakan pada formulasi
diambil berdasarkan penelitian yang telah dilakukan secara in vivo oleh Sigit
Prayoga (2008) dan secara in vitro oleh Rini Hendriani et al (2016).
Penelitian in vivo yang telah dilakukan oleh Sigit Prayoga (2008),
menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun kumis kucing yang diberikan pada
tikus jantan galur Wistar dengan dosis 490 mg/KgBB dapat menghambat
inflamasi lebih dari 50%. Penelitian secara in vitro yang telah dilakukan oleh Rini
Hendriani et al (2016) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kumis kucing
memiliki persen inhibisi sebesar 81,7% pada konsentrasi 200 μg/mL dengan nilai
IC50 sebesar 92,14 μg/mL. Fase minyak krim terdiri dari asam stearat yang
berfungsi sebagai emulgator, setil alkohol sebagai bahan pengeras, dan propil
paraben sebagai pengawet fase minyak. Fase air krim terdiri dari TEA yang
berfungsi sebagai emulgator, gliserin sebagai humektan, metil paraben sebagai
pengawet fase air, vitamin E sebagai zat antioksidan sediaan, dan aquades sebagai
pelarut.
Emulgator berfungsi untuk mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya
dua fase dengan membentuk lapisan (film) di sekeliling tetesan terdispersi.
Emulgator yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam stearat dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

trietanolamin (TEA). Kombinasi asam stearat dan TEA merupakan emulgator


yang memiliki tingkat keamanan yang tinggi pada kulit saat digunakan. Asam
stearat dapat meningkatkan konsistensi krim sehingga krim tampak lebih kaku,
sementara TEA dapat menurunkan konsistensi krim sehingga krim lebih encer dan
mudah dituang. Pada saat bercampur dengan asam stearat, TEA juga akan
membentuk garam larut air yang memiliki karakteristik seperti sabun sehingga
dapat menstabilkan krim (Rowe et al., 2009).
Pada penelitian ini dilakukan variasi konsentrasi asam stearat sebagai
emulgator guna melihat karakteristik dan stabilitas fisik sediaan krim ekstrak
etanol herba kumis kucing selama penyimpanan. Basis yang dipilih dalam
formulasi adalah basis vanishing cream. Vanishing cream merupakan basis yang
umum digunakan karena memiliki persentase air yang besar sehingga krim yang
terbentuk adalah tipe minyak dalam air (M/A). Tipe krim minyak dalam air dapat
memberikan efek hidrasi pada kulit. Efek hidrasi dapat meningkatkan
permeabilitas kulit sehingga penetrasi obat meningkat dan mengurangi resiko
timbulnya peradangan (Dermawan et al., 2015).
Langkah awal dalam pembuatan krim ekstrak herba kumis kucing adalah
memisahkan bahan-bahan yang larut dalam fase air dan fase minyak. Kedua fase
tersebut dilebur hingga mencapai suhu 70oC. Setelah keduanya melebur, fase
minyak ditambahkan kedalam fase air dalam keadaan panas. Masa campuran
dihomogenkan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 3000 rpm selama 10
menit. Ekstrak dan vitamin E ditambahkan kedalam masa krim setelah suhunya
mulai turun, kemudian campuran masa krim dihomogenkan kembali dengan
kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Proses homogenisasi merupakan proses
penting karena pada proses ini terjadi emulsifikasi yang bertujuan untuk
memperkecil ukuran fase terdispersi agar terdispersi dengan baik pada medium
pendispersinya (Nabiela, 2013).

4.3 Hasil Evaluasi Fisik Sediaan Krim Ektrak Etanol 70% Herba Kumis
Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.)
Ketiga formula krim disimpan pada salah satu kondisi pengujian stabilitas
dipercepat. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui stabilitas sediaan setelah
disimpan selama 3 minggu. Pada pengujian stabilitas dipercepat, sediaan disimpan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

pada suhu yang lebih tinggi dari suhu lingkungan (Bajaj et al., 2012). Pengujian
dapat dilakukan pada suhu 25oC, 40oC, 50oC, 60oC, dan 70oC. Pada penelitian ini
ketiga formula krim dilakukan uji stabilitas dipercepat pada suhu ruang (26 ± 2oC)
dan suhu 40oC. Pemilihan suhu 26 ± 2oC dan suhu 40oC karena basis krim sudah
mengalami peleburan pada suhu 40oC, sehingga jika krim disimpan pada suhu
diatas 40oC dikhawatirkan akan mengalami ketidakstabilan dari awal
penyimpanan dan akan mempengaruhi stabilitas krim tersebut. Selain itu,
pemilihan suhu 40oC juga berdasarkan rekomendasi World Health Organization
(WHO) dan International Conference on Harmonization (ICH) untuk negara yang
termasuk ke dalam zona IV climatic zone dengan kategori panas dan lembab,
seperti Indonesia (Bajaj et al., 2012 ; Malik et al., 2011).

4.3.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Sediaan Krim


Pengamatan organoleptis dilakukan secara subjektif dengan menilai
warna, bau, dan tekstur dari sediaan yang dihasilkan. Organoleptis akan
berpengaruh terhadap kenyamanan pengguna, oleh karena itu sediaan yang
dihasilkan sebaiknya memiliki warna yang menarik, bau yang menyenangkan dan
tekstur yang lembut di kulit. Hasil pengamatan organoleptis krim ekstrak etanol
70% herba kumis kucing pada hari ke-0 menunjukkan bahwa formula 1, formula
2, dan formula 3 memiliki karakteristik yang sama, yaitu berwarna cokelat
keemasan, berbau khas, dan memiliki tekstur yang lembut serta tidak lengket
ketika diaplikasikan ke kulit. Setelah dilakukan penyimpanan selama 3 minggu
pada suhu 26 ± 2oC dan suhu 40oC, dilakukan kembali pengamatan setiap
minggunya terhadap ketiga formula dan hasil menunjukkan bahwa formula 1,
formula 2, dan formula 3 tidak mengalami perubahan warna, bau, dan tekstur
setiap minggunya (tabel 4.1 dan tabel 4.2). Hal ini menunjukkan bahwa sediaan
krim stabil secara organoleptis selama 3 minggu penyimpanan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Penyimpanan suhu 26 ± 2oC


Penyimpanan Warna Bau Tekstur
Krim F1
Minggu 0 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 1 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 2 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 3 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Krim F2
Minggu 0 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 1 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 2 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 3 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Krim F3
Minggu 0 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 1 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 2 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 3 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Penyimpanan suhu 40oC


Penyimpanan Warna Bau Tekstur
Krim F1
Minggu 0 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 1 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 2 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 3 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Krim F2
Minggu 0 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 1 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 2 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 3 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Krim F3
Minggu 0 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 1 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 2 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket
Minggu 3 Coklat keemasan Khas Lembut, tidak lengket

4.3.2 Hasil Pengamatan Homogenitas Sediaan Krim


Pengamatan homogenitas bertujuan untuk melihat penyebaran zat aktif
dalam sediaan. Jika sediaan krim telah homogen maka diasumsikan kadar zat aktif
akan selalu sama pada saat pemakaian atau pengambilan (Swastika, Mufrod,
Purwanto, 2013). Hasil pengamatan homogenitas pada formula 1, formula 2, dan
formula 3 yang disimpan pada suhu 26 ± 2oC maupun suhu 40oC selama 3 minggu
masa penyimpanan menunjukkan hasil yang homogen (tabel 4.3). Hal ini ditandai

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

dengan tidak adanya butiran-butiran kasar ketika sediaan dihimpitkan dengan dua
kaca objek.

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Homogenitas Krim Ekstrak Herba Kumis Kucing
Homogenitas
Krim Penyimpanan
Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Suhu 26 ± 2oC + + + +
F1
Suhu 40oC + + + +
o
Suhu 26 ± 2 C + + + +
F2
Suhu 40oC + + + +
o
Suhu 26 ± 2 C + + + +
F3 o
Suhu 40 C + + + +
Keterangan : (+) homogen, (-) tidak homogen

4.3.3 Hasil Pengukuran pH Sediaan Krim


Pengukuran pH bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman dan
kebasaan dari sediaan agar tidak mengiritasi kulit. Menurut SNI 16-4399-1996,
pH sediaan krim yang ideal sebaiknya sesuai dengan pH fisiologis kulit yaitu 4,5-
8, karena jika krim memiliki pH yang terlalu basa akan menyebabkan kulit kering
dan jika pH terlalu asam akan menimbulkan iritasi kulit (Djajadisastra, 2004).

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran pH Krim Ekstrak Herba Kumis Kucing


pH
Krim Penyimpanan
Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
o
Suhu 26 ± 2 C 7,059 7,200 7,236
F1 6,974
Suhu 40oC 6,806 6,901 6,940
Suhu 26 ± 2oC 6,998 7,125 7,150
F2 6,867
Suhu 40oC 6,911 6,948 6,990
Suhu 26 ± 2oC 6,981 7,122 7,157
F3 6,458
Suhu 40oC 6,945 7,013 7,039

Nilai pH dari ketiga formula sediaan krim yang disimpan pada suhu 26 ±
2oC dan suhu 40oC berkisar antara 6,458 sampai 7,236, dimana setiap minggunya
mengalami peningkatan pH. Data diatas menunjukkan nilai pH pada F3 lebih
tinggi dibanding F1 dan F2, hal ini dikarenakan konsentrasi asam stearat pada F3
lebih tinggi diantara dua formula lainnya. Semakin tinggi konsentrasi asam stearat
maka nilai pH sediaan akan semakin menurun (bersifat asam) karena banyaknya
gugus asam yang terkandung dalam asam stearat. pH krim yang disimpan pada
suhu 40oC lebih rendah daripada pH krim yang disimpan pada suhu 26 ± 2oC, hal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

ini dikarenakan pada suhu tinggi kandungan ion H+ dalam asam stearat meningkat
sehingga pH menjadi lebih rendah (lebih asam).
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji statistik Kolmogorov
Smirnov untuk mengetahui normalitas data. Uji Kolmogorov Smirnov pada
penyimpanan suhu 26 ± 2oC menghasilkan nilai signifikansi 0,534 (p > 0,05) dan
pada penyimpanan suhu 40oC menghasilkan nilai signifikansi 0,419 (p > 0,05),
maka diketahui bahwa populasi data uji memenuhi persyaratan uji normalitas.
Selanjutnya dilakukan uji Test of Homogenity of Variance Levene untuk
mengetahui populasi data yang diuji mempunyai varian yang homogen atau tidak.
Hasil tes ini menunjukkan data uji pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC memiliki
varian yang homogen dengan nilai signifikansi 0,183 (p > 0,05) sehingga dapat
dilanjutkan dengan uji One-Way ANOVA, sedangkan data uji pada penyimpanan
suhu 40oC memiliki varian yang tidak homogen dengan nilai signifikansi 0,045 (p
< 0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis. Hasil analisis dengan
One-Way ANOVA dan Kruskal Wallis, pH ketiga formula yang disimpan pada
suhu 26 ± 2oC dan suhu 40oC menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang
bermakna (p >0,05).
Meskipun mengalami peningkatan pH selama 3 minggu penyimpanan di
dua suhu berbeda, ketiga formula sediaan masih berada dalam rentang pH normal
kulit dan hasil analisis statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
bermakna pada setiap formula.

4.2.4 Hasil Pengkuran Viskositas dan Sifat Alir


Pengukuran krim dilakukan menggunakan viscotester HAAKE 6R dengan
spindel R5 pada kecepatan 20 rpm. Hasil pengukuran viskositas menunjukkan
bahwa krim F3 memiliki viskositas paling tinggi dari krim F1 dan F2, hal ini
dikarenakan konsentrasi asam stearat pada krim F3 lebih besar dari krim F1 dan
F2. Kekentalan krim dipengaruhi oleh adanya asam lemak. Asam lemak dalam
formula ini adalah asam stearat, sehingga semakin banyak jumlah asam stearat
semakin banyak pula kandungan asam lemak yang menyebabkan krim semakin
kental dan tingginya nilai viskositas (Fitriana, 2015).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Viskositas Krim Ekstrak Herba Kumis Kucing
Viskositas
Krim Penyimpanan
Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
o
Suhu 26 ± 2 C 11170 10332 9640
F1 13685
Suhu 40oC 11090 9730 9500
Suhu 26 ± 2oC 11700 11650 8110
F2 15760
Suhu 40oC 13240 10280 8630
Suhu 26 ± 2oC 16850 14210 11960
F3 18575
Suhu 40oC 13500 12380 10390

Pada tabel terlihat bahwa hasil pengukuran pada minggu ke-0 hingga
minggu ke-3 yang disimpan pada suhu 26 ± 2oC dan suhu 40oC terjadi penurunan
nilai viskositas pada ketiga formula krim. Penurunan viskositas dapat disebabkan
karena peningkatan ukuran diameter partikel krim yang menyebabkan luas
permukaannya semakin kecil dan mengakibatkan viskositas menjadi menurun.
Pengukuran diameter partikel krim akan dibahas lebih lanjut di subbab 4.2.6.
Berdasarkan tabel diatas, nilai viskositas krim pada penyimpanan suhu
40oC lebih rendah daripada penyimpanan suhu 26 ± 2oC. Hal ini dikarenakan
viskositas cairan menurun jika adanya peningkatan temperatur (Sinko., 2011).
Penurunan ini disebabkan karena panas yang diperoleh akan memperbesar jarak
antar atom sehingga gaya antar atom berkurang dan viskositas krim menjadi
menurun (Alfred et al., 1993). Menurut Swastika et al., (2013), adanya perubahan
viskositas dapat dipengaruhi oleh perubahan kondisi fase dispers, medium dispers,
emulgator, dan lingkungan.
Hasil uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov menunjukkan populasi
data uji memenuhi persyaratan uji normalitas dengan nilai signifikansi 0,775 (p
>0,05) pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC dan 0,940 (p >0,05) pada penyimpanan
suhu 40oC. Hasil uji Test of Homogenity of Variance Levene diperoleh nilai
signifikansi 0,611 (p >0,05) pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC dan 0,526 (p >0,05)
pada penyimpanan suhu 40oC yang berarti populasi data uji memiliki varian yang
homogen dan dapat dilanjutkan untuk uji One-Way ANOVA. Hasil uji One-Way
ANOVA menunjukkan bahwa perubahan nilai viskositas pada ketiga formula
tidak berbeda bermakna dengan nilai signifikansi 0,108 (p >0,05) pada
penyimpanan suhu 26 ± 2oC dan 0,450 (p >0,05) pada penyimpanan suhu 40oC
(lampiran 10).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

Hasil pengujian sifat alir menunjukkan bahwa sediaan krim memiliki sifat
alir tiksotropik dan tidak terjadi perubahan selama 3 minggu penyimpanan baik
pada suhu 26 ± 2oC maupun pada suhu 40oC (lampiran 10). Pada reogram sifat
alir terlihat bahwa dengan meningkatnya kecepatan geser, maka tegangan geser
(torque) semakin meningkat dan viskositas sediaan menurun. Pada aliran
tiksotropik terjadi pemecahan struktur yang tidak terbentuk kembali dengan
segera jika tekanan tersebut dikurangi atau dihilangkan dan akan pulih kembali
dengan pendiaman (Dewi et al., 2014). Hal ini menyebabkan kurva menurun
berada di sebelah kiri (berada diatas) kurva menaik, seperti yang terlihat pada
lampiran 6. Aliran tiksotropik merupakan aliran yang diharapkan pada sediaan
krim karena memiliki konsistensi yang tinggi dalam wadah namun dapat dituang,
dapat menyebar dengan mudah dan mampu berpentrasi yang baik ke dalam kulit
(Martin et al., 2008).

4.2.5 Hasil Pengukuran Daya Sebar Sediaan Krim


Pengujian daya sebar bertujuan untuk melihat kemampuan menyebar krim
diatas permukaan kulit saat diaplikasikan (Voight, 1994). Krim yang baik
memiliki daya sebar yang besar sehingga dapat diaplikasikan pada permukaan
kulit tanpa adanya penekanan yang berlebihan. Kemampuan daya sebar pada krim
berkaitan dengan seberapa luas permukaan kulit yang kontak dengan sediaan
ketika diaplikasikan. Semakin luas daya sebar, luas permukaan kulit yang kontak
dengan krim akan semakin luas dan zat aktif akan terdistribusi dengan baik
(Pratama dan Zulkarnain, 2015).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Daya Sebar Krim Ekstrak Herba Kumis Kucing
Penyimpanan Suhu 26 ± 2oC
Beban
Krim Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
(gram)
65,5 13,21 13,86 11,44 15,68
85,5 15,46 16,62 13,42 19,37
F1 105,5 17,88 18,86 16,23 22,05
125,5 19,41 21,24 17,69 24,62
145,5 21,26 23,46 18,93 27,63
65,5 10,37 10,25 8,90 14,10
85,5 12,98 12,77 10,95 16,16
F2 105,5 14,74 14,51 11,94 18,61
125,5 16,61 16,37 13,42 20,45
145,5 18,08 18,91 14,97 22,11
65,5 7,07 8,23 6,77 9,83
85,5 9,26 10,39 8,74 11,58
F3 105,5 9,99 11,35 10,21 13,24
125,5 11,35 12,58 10,81 16,67
145,5 11,78 13,43 12,18 17,14

Penyimpanan Suhu 40oC


Beban
Krim Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
(gram)
65,5 10,21 10,17 10,75 15,68
85,5 11,79 12,14 11,95 19,37
F1 105,5 14,07 13,63 16,64 22,05
125,5 15,20 15,21 17,86 24,62
145,5 16,15 16,62 19,40 27,63
65,5 8,89 7,06 8,55 14,10
85,5 9,07 8,54 10,18 16,16
F2 105,5 11,94 9,26 12,14 18,61
125,5 14,06 10,74 13,42 20,45
145,5 14,96 11,34 13,86 22,11
65,5 8,54 7,71 9,25 9,83
85,5 8,89 9,26 11,33 11,58
F3 105,5 11,13 9,43 12,98 13,24
125,5 12,58 11,94 14,97 16,67
145,5 14,30 13,63 15,70 17,14

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada ketiga formula krim,


daya sebar krim mengalami penurunan dan peningkatan yang tidak beraturan
namum cenderung meningkat pada penyimpanan minggu ke-3. Krim F3 memiliki
daya sebar yang paling kecil karena konsistensinya lebih kental diantara krim F2
dan F1. Penurunan daya sebar krim sebanding dengan peningkatan konsentrasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

asam stearat dalam formula. Kenaikan konsentasi asam stearat akan menyebabkan
konsistensi krim semakin kental dan viskositas yang semakin besar sehingga daya
sebar krim menjadi semakin kecil. Kemampuan menyebar krim ekstrak etanol
70% herba kumis kucing tiap formula baik, hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya beban yang diberikan, daya sebar krim semakin meningkat. Daya
sebar berkaitan dengan viskositas krim, apabila viskositas krim menurun dan
tahanan cairan untuk mengalir semakin berkurang maka daya sebar krim semakin
meningkat (Swastika et al., 2013), hal ini dibuktikan dengan menurunnya
viskositas krim selama penyimpanan, daya sebar ketiga formula cenderung
meningkat.
Hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa populasi data
daya sebar krim yang disimpan pada suhu 26 ± 2oC dan suhu 40oC memenuhi
persyaratan uji normalitas dan homogenitas. Pada analisis menggunakan One-
Way Anova menunjukkan adanya perberdaan yang bermakna pada daya sebar
krim yang disimpan pada suhu 26 ± 2oC, dengan nilai signifikansi 0,007 (p
<0,05). Uji LSD menunjukkan bahwa formula 1 dan formula 3 yang disimpan
pada suhu 26 ± 2oC adalah formula yang berbeda secara bermakna (p <0,05).
Sedangkan daya sebar krim yang disimpan pada suhu 40oC tidak berbeda
bermakna dengan nilai signifikansi 0,252 (p >0,05).

4.2.6 Hasil Pengukuran Diameter Globul Rata-rata Krim


Pengukuran diameter globul rata-rata krim dilakukan menggunakan
mikroskop optis dengan perbesaran 40x. Diameter globul rata-rata krim yang
disimpan selama 3 minggu pada suhu 26 ± 2oC dan suhu 40oC cenderung
mengalami peningkatan.

Tabel 4.7 Pengukuran Diameter Globul Rata-rata Krim Ekstrak Kumis Kucing
Diameter Globul Rata-rata (µm)
Krim penyimpanan
Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Suhu 26 ± 2oC 3,385 3,778 3,900
F1 2,820
Suhu 40oC 2,447 2,763 3,193
Suhu 26 ± 2oC 3,156 3,584 4,085
F2 2,386
Suhu 40oC 2,578 2,772 2,873
Suhu 26 ± 2oC 3,220 3,451 3,551
F3 2,526
Suhu 40oC 2,621 2,808 2,838

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

Peningkatan ukuran diameter globul ini dapat disebabkan oleh rusaknya


lapisan pelindung dari emulgator selama penyimpanan sehingga menyebabkan
penggabungan globul-globul minyak membentuk aglomerat yang selanjutnya
dapat terjadi koalesen (pembentukan satu globul yang besar). Selama masa
penyimpanan, droplet-droplet fase terdispersi berusaha menstabilkan diri dengan
menurunkan energi bebas permukaan dengan memperkecil luas permukaan
melalui penggabungan droplet-droplet fase terdispersi sehingga ukuran globul
menjadi meningkat (Sinko, 2011 ; Pudyastuti et al., 2015). Akan tetapi
peningkatan ukuran diameter globul rata-rata yang terjadi pada ketiga formula
tetap memenuhi persayaratan ukuran diameter untuk emulsi yaitu 0,1-10 µm
(Alfred et al., 1993). Peningkatan asam stearat membuat viskositas krim semakin
tinggi. Menurut hukum stokes, jika viskositas krim tinggi, maka ukuran diameter
globul rata-ratanya semakin rendah dan hal ini dapat menurunkan kecepatan
terjadinya penggabungan fase terdispersi. Akan tetapi pada formula 3 yang
memiliki viskositas tertinggi tidak menunjukkan ukuran globul rata-rata yang
paling rendah.
Hasil analisis statistik dengan One-Way ANOVA menunjukkan bahwa
peningkatan ukuran diameter globul rata-rata dari ketiga formula tidak berbeda
bermakna dengan nilai signifikansi 0,782 (p >0,05) pada penyimpanan suhu 26 ±
2oC dan 0,646 (p >0,05) pada penyimpanan suhu 40oC (lampiran 12). Data
pengukuran diameter globul rata-rata krim dapat dilihat pada lamipran 7.

4.2.7 Hasil Pengujian Sentrifugasi


Pengujian stabilitas dengan metode sentrifugasi bertujuan untuk
mengetahui kestabilan krim setelah adanya pengocokan yang kuat. Sediaan yang
diberikan pengocokan kuat menggunakan alat sentrifugasi, akan mengalami gaya
sentrifugasi sehingga akan menyebabkan pemisahan fase. Pemisahan fase terjadi
karena adanya perbedaan densitas, fase minyak yang memiliki densitas lebih kecil
dari pada fase air akan berada dipermukaan atas. Sediaan yang stabil tidak akan
terjadi pemisahan fase, adanya pemisahan fase menyebabkan umur simpan
sediaan semakin cepat (Hadyanti, 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

Hasil dari pengujian sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 30


menit menujukkan bahwa semua sediaan tidak mengalami pemisahan fase baik
setelah pembuatan maupun setelah masa penyimpanan selama 3 minggu.

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Sentrifugasi Krim Ekstrak Herba Kumis Kucing
Hasil Uji Sentrifugasi
Krim penyimpanan
Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
o
Suhu 26 ± 2 C - - - -
F1 o
Suhu 40 C - - - -
o
Suhu 26 ± 2 C - - - -
F2 o
Suhu 40 C - - - -
Suhu 26 ± 2oC - - - -
F3 o
Suhu 40 C - - - -
Keterangan : (+) terjadi pemisahan fase, (-) tidak terjadi pemisahan fase

4.2.8 Hasil Pengujian Cycling Test


Uji stabilitas dengan metode cycling test dilakukan sebanyak 6 siklus (12
hari). Pada uji ini sediaan krim disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 4oC
selama 24 jam, kemudian dipindahkan ke dalam oven pada suhu 40oC selama 24
jam. Metode cycling test dilakukan untuk menguji ketahanan sediaan setelah
penyimpanan dengan adanya fluktuasi suhu.

Tabel 4.9 Hasil Cycling Test Krim Ekstrak Herba Kumis Kucing
Sebelum Cycling Test
Krim Warna Bau Tekstur pH Sentrifuse
F1 Cokelat keemasan Khas Lembut, tidak lengket 7,327 -
F2 Cokelat keemasan Khas Lembut, tidak lengket 7,356 -
F3 Cokelat keemasan Khas Lembut, tidak lengket 7,174 -
Sesudah Cycling Test
Krim Warna Bau Tekstur pH Sentrifuse
F1 Cokelat keemasan Khas Lembut, tidak lengket 6,901 +
F2 Cokelat keemasan Khas Lembut, tidak lengket 6,855 +
F3 Cokelat keemasan Khas Lembut, tidak lengket 6,880 +
Keterangan : (+) terjadi pemisahan fase, (-) tidak terjadi pemisahan fase

Evaluasi organoleptis yang meliputi pemeriksaan warna, bau, dan tekstur


pada sediaan krim tidak mengalami perubahan setelah dilakukan cycling test.
Pengukuran pH yang dilakukan setelah uji menunjukkan terjadinya penurunan
pH, akan tetapi masih berada direntang pH normal. Penurunan pH dapat
disebabkan karena pengaruh karbondioksida (CO2). Karbondioksida dapat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

bereaksi dengan air sehingga membentuk asam, hal ini dapat menjadikan pH
sediaan menjadi lebih asam (Georgina, 2007).

(a) (b)
Gambar 4.2 Hasil Uji Cycling Test (F1 asam stearat 12%), (F2 asam stearat
13%), (F3 asam stearat 14%), (a) Hasil Uji Sentrifugasi Sebelum Cycling Test, (b)
Hasil Uji Sentrifugasi Setelah Cycling Test

Sebelum dilakukan uji cycling test, semua sediaan krim tidak mengalami
pemisahan fase setelah dilakukan uji sentrifuse pada kecepatan 5000 rpm selama
30 menit, akan tetapi setelah dilakukan uji cycling test sebanyak 6 siklus semua
sediaan krim mengalami pemisahan fase. Pemisahan fase ini disebabkan karena
terjadinya kristalisasi selama proses cycling test. Saat mengalami proses
pendinginan pada suhu 4oC akan terbentuk kristal es pada krim yang strukturnya
rapat dan teratur sehingga krim tidak dapat mengalir, sedangkan saat proses
pemanasan pada suhu 40oC kristal akan mencair dan airnya akan kembali
menyebar pada sistem. Lapisan film pada zat pengemulsi tidak dapat bekerja
kembali dibawah tekanan yang diinduksi oleh es sebelum koalesen terjadi
sehingga terjadi pemisahan fase (Zulkarnain et al., 2013 ; Holloway et al., 2007).
Pemisahan fase yang paling sedikit terjadi pada krim F3, sesuai dengan hukum
Stokes dimana kecepatan pemisahan fase berbanding terbalik dengan viskositas
krim. Semakin tinggi konsentrasi asam stearat, maka viskositas krim akan
semakin tinggi dan kecepatan pemisahan fase akan semakin lambat (Pudyastuti et
al., 2015).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Variasi konsentrasi asam stearat berpengaruh terhadap stabilitas fisik krim
anti-inflamasi ekstrak etanol 70% herba kumis kucing (Orthosiphon stamineus
Benth.) yang disimpan selama 3 minggu pada suhu 26 ± 2oC dan 40oC. Dari segi
organoleptis, homogenitas, dan uji sentrifugasi, sediaan krim tidak terjadi
perubahan hingga minggu ketiga. Peningkatan konsentrasi asam stearat
menyebabkan penurunan viskositas krim sehingga daya sebar meningkat dan
ukuran diameter globul rata-rata krim menurun selama 3 minggu penyimpanan.
Uji Cycling test yang dilakukan selama 6 siklus menunjukkan variasi konsentrasi
asam stearat dapat menurunkan pH dan terjadi pemisahan fase setelah diuji
sentrifugasi.
Nilai pH, viskositas, ukuran diameter globul rata-rata, dan daya sebar yang
disimpan pada suhu 40oC tidak memiliki perbedaan yang bermakna setelah
dianalisis menggunakan One-Way Anova, sedangkan nilai daya sebar pada
penyimpanan 26 ± 2oC memiliki perbedaan yang bermakna pada formula 1 dan
formula 3.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan uji stabilitas secara kimia dan mikrobiologi untuk melihat
stabilitas krim lebih lanjut
2. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut secara in-vivo untuk mengetahui
efektivitas krim ekstrak etanol 70% herba kumis kucing sebagai anti-
inflamasi

46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I. K., Setiawan, F., dan Insanu, M. 2013. From Ethnopharmacology to


Clinical Study of Orthosiphon stamineus Benth. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Vol. 5. Hal : 66-73.

Agustin, R., Oktadefitri, Y., dan Lucida, H. 2013. Formualsi Krim Tabir Surya
dari Kombinasi Etil p-metoksisinamat dengan Katekin. Prosiding Seminar
Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III.

Almatar, Manaf dan Rahmat, Zaidah. 2014. Identifying the Developmental Stages
and Optimizing the Sample44Preparation for Anatomical Study of
Orthosiphon stamineus. Journal of Applied Pharmaceutical Science. Vol. 4
(03). Hal : 66-74.

Anief, Moh. 2005. Farmasetika Cetakan III. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Anindhita, M. A., 2007, Efek Antiinflamasi Infusa Herba Kumis Kucing


(Orthosiphon spicatus B.B.S) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Skripsi.
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ansel, Horward C. 2011. Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug


Delivery Systems 9th edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

Arifin, H., Anggraini, N., Handayani, D., dan Roslinda, R. 2006. Standarisasi
Ekstrak Etanol Daun Eugenia cumini Merr. J. Sains Tek Far. Vol 11 (2).
Hal 1-7.

Aryani, Ratih. 2015. Formulasi dan Uji Stabilitas Krim Kombinasi Alfa Tokoferol
Asetat dan Etil Vitamin C sebagai Pelembab Kulit. Jurnal Kesehatan Bakti
Tunas Husada. Vol 14 no. 1.

Asmara, A., Daili, S.F., Noegrohowati, T., dan Zubaedah, I. 2012. Vehikulum
dalam Dermatoterapi Topikal. MDVI. Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35.

Bajaj, S., Singla, D., Sakhuja, N. 2012. Stability Testing of Pharmaceutical


Products. Journal of Applied Pharmaceutical Science. Vol. 02(03). Hal:
129-138

Barnes, Joanne, et al. 2007. Herbal Medicines Third edition. USA :


Pharmaceutical Press.

Barrett, C.W. 1969. Skin Penetration. Journal of the Society of Cosmetic Chemist.
Hal : 487-499.

47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

Bhowmick, Mithun dan Sengodan, Tamizharasi. 2013. Mechanisms, Kinetics and


Mathematical Modelling of Transdermal Permeation- an Updated Review.
International Journal of Research and Development in Pharmacy and Life
Sciences. Vol. 2 No.6. Hal : 636-641.

Chien, Y.W. Novel Drug Delivery Systems. In: Gupta, P., Garg, S. 2002. Recent
advances in semisolid dosage forms for dermatological application.
Pharmaceutical Technolog.

Dalimartha, Setiawan. 2006. Atlas Tanaman Obat Indonesia Jilid II. Depok :
Trubus Agriwidya.

Dini, Alifah Anastya. 2015. Formulasi Sediaan Skin Cream Aloe Vera (Aloe
barbadensis): Evaluasi Fisik dan Stabilitas Fisik Sediaan. Naskah Publikasi.
Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dermawan, A. M., Pratiwi, L., dan Kusharyanti, I. 2015. Efektivitas Krim


Antijerawat Ekstrak Metanol Daun Pacar Air (Impatiens balsamina L.).
Traditional Medicine Journal. Vol 20(3).

Dewi, Rosmala., Anwar, E., dan K.S, Yunita. 2014. Uji Stabilitas Fisik Formula
Krim yang Mengandung Ekstrak Kacang Kedelai (Glycine max). Journal of
Pharmaceutical Sciences and Research. Vol 1, No. 3. Hal 194-208.

Djajadisastra, J. 2004. Cosmetic Stability. Depok : UI.

Elya, B., Dewi, R., dan Budiman, M.H. 2013. Antioxidant Cream of Solanum
lycopersicum L. International Journal of PharmTech Research. Vol. 5 No.
1. Hal : 233-238.

Emilan, Tommy, et al., 2011. Konsep Herbal Indonesia: Pemastian Mutu Produk
Herbal. Departemen Farmasi Program Studi Magister Ilmu Herbal
Universitas Indonesia.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

Fitriana, Rizka Astikah. 2015. Optimasi Formula Krim Antibakteri Ekstrak Kulit
Buah Manggis (Garcinia mangostana Linn) Menggunakan Asam Stearat
sebagai Emulgator dan Trietanolamin sebagai Alkalizing Agent dengan
Metode Desain Faktorial. Naskah Publikasi. Surakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Gethin, Georgina. 2007. The Significance of Surface pH in Chronic Wounds.


Wounds UK. Vol 3 No. 3.

Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi II.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Hadyanti. 2008. Pengaruh Tretionin terhadap Penetrasi Kafein dan Aminofilin


sebagai Antiselulit dalam Sediaan Krim, Gel, dan Salep Secara In Vitro.
Skripsi. Depok : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia.

Hariana, H Arief. 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta : Penebar


Swadaya.

Harun, Desy Syifa Nurmillah. 2014. Formulasi dan Uji Aktivitas Krim Anti-
Aging Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
dengan Metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-picril hydrazil). Skripsi. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hendradi, E., Chasanah, U., Indriani, T., dan Fionnayuristy, F. 2013. Pengaruh
Gliserin dan Propilenglikol Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan SPF
Sediaan Krim Tipe O/W Ekstrak Biji Kakao (Theobroma cacao L.) (Kadar
Ekstrak Kakao 10%, 15%, dan 20%). PharmaScienta. Vol 2, No. 1. Hal :
31-42.

Hendriani, Rini., Sukandar, E.Y., Anggadireja, K., Sukrasno. 2016. In Vitro


Evaluation of Xanthine Oxidase Inhibitory Activity of Selected Medicinal
Plants. International Journal of Pharmaceutical and Clinical Research. Vol.
8(4). Hal : 235-238

Herliana, Ersi. 2013. Diabetes Kandas Berkat Herbal. Jakarta : Fmedia (Imprint
AgroMedia Pustaka).

Himani, Bajaj, et al. 2013. Misai Kuching : A Glimpse of Maestro. International


Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research. Vol. 22(2). Hal :
55-59.

Ho, C.H., Noryati, I., Sulaiman, S.F., dan Rosma, A. 2010. In Vitro Antibacterial
and Antioxidant Activities of Orthosiphon stamineus Benth Extracts
Against Food-Borne Bacteria. Food Chemistry. Vol. 122. Hal : 1168-1172.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

Holloway, J.L., Lowman, A.M., dan Palmese, G.R. 2013. The Role of
Crystallization and Phase Separation in the Formation of Physically Cross-
Linked PVA Hydrogels. Soft Matter Paper. Vol 9. Hal : 826-833.

Hossain, M. A., dan Rahman, S.M.M. 2011. Isolation and Characterisation of


Flavonoids from the Leaves of Medicinal Plant Orthosiphon stamineus.
Arabian Journal of Chemistry. Hal : 218-221.

Iswindari, Desti. 2014. Formulasi dan Uji Antioksidan Krim Rice Bran Oil.
Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Katzung, R-Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC.

Kee, J.L dan Hayes, E.R. 1996. Farmakologi Proses Pendekatan Keperawatan.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Koay, Yen Chin dan Amir, Faheem. 2012. A Survey of the Chemical Constituents
and Biological Activity of Orthosiphon stamineus. Science International.
Vol. 24(2). Hal : 133-138.

Laavola, Mirka, et al. 2012. Flavonoids Eupatorin and Sinensetin Present in


Orthosiphon stamineus Leaves Inhibit Inflammatory Gene Expressions and
STAT1 Activation. Journal of Medical Plant and Natural Product
Research.

Malik, Ajay, et al. 2011. World Health Organization’s Guidelines for Stability
Testing of Pharmaceutical Products. Journal of Chemical and
Pharmaceutical Research. Vol. 3(2). Hal : 892-898.

Marriot, John F, et al. 2010. Pharmaceutical Compounding and Dispensing


Second Edition. London : Pharmaceutical Press.

Martin A., Swarbick, J., Cammarata, A. 1993. Farmasi Fisik Jilid II, edisi ke-3.
Terj. dari Physical Pharmacy, oleh Josihta. Jakarta: UI Press.

Maulina, Ika Dwi. 2011. Uji Stabilitas Fisik dan Aktivitas Antioksidan Sediaan
Krim yang Mengandung Ekstrak Umbi Wortel (Daucus carota L.). Skripsi.
Program Studi Farmasi Universitas Indonesia.

Muktiningsih, S.R, et al. 2001. Review Tanaman Obat yang Digunakan oleh
Pengobat Tradisional di Sumatra Utara, Sumatera Selatan, Bali, dan
Sulawesi Selatan. Media Litbang Kesehatan. Volume XI Nomor 4.

Nabiela, Warda. 2013. Formulasi Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam
(Nigella sativa L.). Skripsi. Jakarta: Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

Nair, A., D, Kiruthika., B, Dheeba dan Tilton, F. 2014. Cytotoxic Potentials of


Orthosiphon stamineus Leaf Extracts Againts Pathogenic Bacteria and
Colon Cancer Cells. Asian Journal of Science and Technology. Vol. 5 (3).
Hal : 221-225.

Narayana, K.R., Reddy, M.S., Chaluvadi, M. R, dan Krishna, D.R. 2001.


Bioflavonoids Classification Pharmacological, Biochemical Effects and
Therapeutic Potential. Indian Journal Pharmacology. Vol. 33. Hal : 2-16.

Pattamadilok, Duangpen, et al. 2003. Chemical Specification of Orthosiphon


aristatus (Blume) Miq. Medical Plant Research Institute. Vol. 44 (3). Hal :
189-200

Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis. Jakarta : PT


Gramedia Pustaka Utama.

Perdanakusuma, David.S. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka.


Surabaya : Dept. Operasi Plastik Universitas Airlangga.

Prayoga, Sigit. 2008. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Kumis Kucing
(Orthosiphon stamineus Benth.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar.
Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Prabawati, Charinna Agus. 2015. Evaluasi Daya Penetrasi Etil P-metoksisinamat


Hasil Isolat dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) pada Sediaan
Salep, Krim, dan Gel. Skripsi. Program Studi Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Pudyastuti, B., Marchaban, Kuswahyuning, R., 2015. Pengaruh Konsentrasi


Xanthan Gum terhadap Stabilitas Fisik Krim Virgin Coconut Oil (VCO).
Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas. Vol. 12(1). Hal : 6-14.

Rathee, P, et al. 2009. Mechanism of Action of Flavonoids as Anti-inflammatory


Agents: A Review. Inflammation & Allergy – Drug Targets. Vol 8, No. 3.
Hal : 229-235.

Rowe, Raymond C, dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth


Edition. London: Pharmaceutical Press.

Setyowati, Widyastuti A. E, et al. 2014. Skrining Fitokimia dan Identifikasi


Komponen Utama Ekstrak Metanol Kulit Durian (Durio zibethinus Murr.)
Varietas Petruk. Kimia Organik Bahan Alam. ISBN : 979363174-0.

Sharon, N., Syariful, A dan Yulier. 2013. Formualsi Krim Antioksidan Ekstrak
Etanol Bawang Hutan (Eleutherine palmifolia L. Merr). Online Jurnal of
Natural Science. Vol 2 (3). Hal : 111-122.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

Shin, Hye-Sun, et al. 2012. Sinensetin Attenuates LPS-Induced Inflammation by


Regulating the Protein Level of IkB-α. Biosci, Biotechnol, Biochem. Vol.
76(4). Hal : 847-849.

Swastika NSP, Alissya., Mufrod, Purwanto. 2013. Aktivitas Antioksidan Krim


Ekstrak Sari tomat (Solanum lycopersicum L.). Traditional Medicine
Journal, 18(3): 132-140.

Tranggono, R.I dan Latifah, F. 2007. Buku Pengantar Ilmu Kosmetik. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.

Wardiyah, Sry. 2015. Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel, dan Salep yang
Mengandung Etil P-Metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur
(Kaempferia galanga Linn.). Skripsi. Program Studi Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta : UI Press.

Yam, M. F., Asmawi, M.Z., dan Basir, R. 2008. An Investigation of the Anti-
Inflammatory and Analgesic Effects of Orthosiphon Stamineus Leaf
Extract. Journal of Medicinal Food. Vol. 11(2). Hal : 362-368.

Yam, Mun. Fei, et al. 2009. Evaluation of the Anti-pyretic Potential of


Orthosiphon stamineus Benth Standardized Extract.
Inflammopharmacology. Vol. 17. Hal : 50–54.

Yam, Mun Fei, et al. 2010. HPLC and Anti-Inflammatory Studies of the
Flavonoid Rich Chloroform Extract Fraction of Orthosiphon Stamineus
Leaves. Open Acces Molecules. Vol. 115. Hal : 4452-4466.

Yam, Mun. Fei, et al. 2013. Antioxidant and Toxicity Studies of 50% Methanolic
Extract of Orthosiphon stamineus Benth. Hindawi Publishing Corporation.
Vol. 2013.

Zulkarnain, A.K., Ernawati, N dan Sukardani, N.I. 2013. Aktivitas Amilum


Bengkuang (Pachyrrizus erosus (L.) Urban) sebagai Tabir Surya pada
Mencit dan Pengaruh Kenaikan Kadarnya terhadap Viskositas Sediaan.
Traditional Medicine Journal. Vol 18 (1).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Alat Penelitian

Timbangan Analitik Viskometer Brookfield Homogenizer

pH Meter Centrifuge Hot Plate

Mikroskop Olympus IX
Lemari Pendingin Oven
71

53 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

Lampiran 2. Hasil Pengamatan Organoleptis

Minggu
0

Keterangan : F1 ; F2 ; F3 Penyimpanan suhu 26 ± 2oC

Minggu
1

Keterangan : F1 ; F2 ; F3 Penyimpanan suhu 26 ± 2oC

Minggu
2

Keterangan : F1 ; F2 ; F3 Penyimpanan suhu 26 ± 2oC

Minggu
3

Keterangan : F1 ; F2 ; F3 Penyimpanan suhu 26 ± 2oC

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

Minggu
0

Keterangan : F1 ; F2 ; F3 Penyimpanan suhu 40oC

Minggu
1

Keterangan : F1 ; F2 ; F3 Penyimpanan suhu 40oC

Minggu
2

Keterangan : F1 ; F2 ; F3 Penyimpanan suhu 40oC

Minggu
3

Keterangan : F1 ; F2 ; F3 Penyimpanan suhu 40oC

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

Lampiran 3. Hasil Pengamatan Homogenitas


Tabel 6.1 Tabel Pengamatan Homogenitas
Waktu
Suhu 26 ± 2oC Suhu 40oC
Uji
Minggu
0

Minggu
1

Minggu
2

Minggu
3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Lampiran 4. Data Hasil Pengujian pH


Tabel 6.2 Hasil Uji pH Krim Suhu 26 ± 2oC

Formula Minggu ke-0 Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3


6,982 ± 0,006 7,064 ± 0,008 7,195 ± 0,006 7,236 ± 0,008
F1 6,970 ± 0,006 7,050 ± 0,008 7,198 ± 0,006 7,245 ± 0,008
6,972 ± 0,006 7,064 ± 0,008 7,208 ± 0,006 7,228 ± 0,008
Rata-rata 6,974 7,059 7,200 7,236
6,804 ± 0,010 7,007 ± 0,007 7,109 ± 0,014 7,151 ± 0,007
F2 6,803 ± 0,010 6,994 ± 0,007 7,131 ± 0,014 7,143 ± 0,007
6,785 ± 0,010 6,993 ± 0,007 7,137 ± 0,014 7,158 ± 0,007
Rata-rata 6,867 6,998 7,125 7,150
6,422 ± 0,032 6,972 ± 0,012 7,092 ± 0,026 7,152 ± 0,012
F3 6,483 ± 0,032 6,995 ± 0,012 7,132 ± 0,026 7,148 ± 0,012
6,471 ± 0,032 6,977 ± 0,012 7,143 ± 0,026 7,171 ± 0,012
Rata-rata 6,458 6,981 7,122 7,157

Tabel 6.3 Hasil Uji pH Krim Suhu 40oC

Formula Minggu ke-0 Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3


6,982 ± 0,006 6,818 ± 0,010 6,891 ± 0,009 6,939 ± 0,003
F1 6,970 ± 0,006 6,798 ± 0,010 6,906 ± 0,009 6,944 ± 0,003
6,972 ± 0,006 6,802 ± 0,010 6,908 ± 0,009 6,938 ± 0,003
Rata-rata 6,974 6,806 6,901 6,940
6,804 ± 0,010 6,893 ± 0,016 6,947 ± 0,013 6,972 ± 0,016
F2 6,803 ± 0,010 6,918 ± 0,016 6,963 ± 0,013 7,004 ± 0,016
6,785 ± 0,010 6,923 ± 0,016 6,936 ± 0,013 6,994 ± 0,016
Rata-rata 6,867 6,911 6,948 6,990
6,422 ± 0,032 6,957 ± 0,020 7,003 ± 0,010 7,036 ± 0,009
F3 6,483 ± 0,032 6,957 ± 0,020 7,013 ± 0,010 7,033 ± 0,009
6,471 ± 0,032 6,921 ± 0,020 7,023 ± 0,010 7,05 ± 0,009
Rata-rata 6,458 6,945 7,013 7,039

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

Lampiran 5. Data Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir


Tabel 6.4 Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir Minggu 0
F1 F2 F3
rpm
cPs % torque cPs % torque cPs % torque
2 44475 22,2 57300 32,3 66780 33,3
4 27865 27,8 36265 36,3 42475 42,5
10 17490 43,7 20620 51,5 25460 63,6
20 13685 68,4 15760 78,8 18575 86,8
10 10040 25 12670 31,9 14160 35,4
4 17085 17 21530 21,5 24055 24
2 24765 12,4 32030 16,5 35860 17,9

Tabel 6.5 Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir Minggu 1


F1 F2 F3
Penyimpanan rpm % % %
cPs cPs cPs
torque torque torque
2 43400 21,7 44390 22,1 59780 29,8
4 22230 22,2 23550 23,5 34560 34,5
10 14140 35,3 13620 34 21190 57,9
Suhu 26 ± 2oC 20 11170 55,8 11700 58,5 16850 83,7
10 11740 29,3 11350 28,3 14340 35,8
4 17520 17,5 20160 20,1 22700 22,7
2 26050 13 29130 14,5 35740 17,8
2 54830 27,4 57180 28,5 58100 29
4 29240 29,2 32250 32,2 32440 32,4
10 16090 41,7 19290 48,2 19200 48
Suhu 40oC 20 11090 55,4 13240 66,2 13500 67,8
10 10380 25,8 10760 26,9 12440 31,1
4 18550 18,5 18940 18,9 22920 22,9
2 28700 14,3 28370 14,1 34010 17

Tabel 6.6 Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir Minggu 2


F1 F2 F3
Penyimpanan rpm % % %
cPs cPs cPs
torque torque torque
2 43430 21,7 56810 28,4 68110 34
4 22480 22,4 27690 27,6 33440 33,4
10 12580 31,4 14390 35,5 18810 47
Suhu 26 ± 2oC 20 10320 51,6 11750 51,7 14210 71
10 11620 29 11350 28,3 13260 33,1
4 17690 17,6 20470 20,4 23860 23,8
2 27930 13,9 33080 16,5 40830 20,4
2 44860 22,4 44670 22,3 41360 20,6
4 22580 22,5 24280 24,2 26060 26
Suhu 40oC
10 12940 32,3 14280 35,7 15360 39
20 9730 48,6 10280 51,4 12380 61,5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

10 9480 23,7 11070 27,6 11520 28,8


4 16680 16,6 18560 18,5 18860 17,9
2 27460 13,7 27050 13,5 29160 14,5

Tabel 6.7 Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir Minggu 3


F1 F2 F3
Penyimpanan rpm % % %
cPs cPs cPs
torque torque torque
2 42770 21,3 60660 30,3 53800 26,9
4 21860 21,8 24250 24,2 27430 27,4
10 12430 31 12530 31,4 15250 38,1
Suhu 26 ± 2oC 20 9640 49,2 8110 41,8 11960 59,8
10 11110 27,7 10660 26,6 13570 33,9
4 16730 16,7 19400 19,6 24520 24,4
2 24730 12,3 31810 15,9 40050 20
2 43940 21,9 41480 20,7 42610 21,3
4 23760 23,7 22730 22,7 24150 24,1
10 13080 32,5 12390 30,9 14520 36,3
Suhu 40oC 20 9500 46,7 8630 43 10390 51,9
10 9370 23,4 9400 23,5 10190 25,4
4 17620 17,6 16980 16,9 19360 19,3
2 27220 13,6 27230 13,6 30440 15,2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

Gambar 6.1 Sifat Alir Minggu 0

Gambar 6.2 Sifat Alir F1 Penyimpanan Suhu 26 ± 2oC

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

Gambar 6.3 Sifat Alir F2 Penyimpanan Suhu 26 ± 2oC

Gambar 6.4 Sifat Alir F3 Penyimpanan Suhu 26 ± 2oC

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

Gambar 6.5 Sifat Alir F1 Penyimpanan Suhu 40oC

Gambar 6.6 Sifat Alir F2 Penyimpanan Suhu 40oC

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

Gambar 6.7 Sifat Alir F3 Penyimpanan Suhu 40oC

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

Lampiran 6. Data Hasil Pengukuran Daya Sebar


Tabel 6.8 Luas Daya Sebar Krim F1 Suhu 26 ± 2oC (cm2)
Beban Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
11,93 14,51 14,51 13,84
65,5 gram 14,51 12,56 10,74 16,61
13,19 14,51 9,07 16,61
Rata-rata 13,21 13,86 11,44 15,68
13,84 17,34 17,34 18,08
85,5 gram 17,34 15,19 13,84 20,41
15,19 17,34 9,07 19,62
Rata-rata 15,46 16,62 13,42 19,37
15,89 19,62 19,62 22,05
105,5 gram 20,41 17,34 15,89 22,05
17,34 19,62 13,19 22,05
Rata-rata 17,88 18,86 16,23 22,05
17,34 22,89 21,22 23,74
125,5 gram 22,05 20,41 17,34 25,50
18,84 20,41 14,51 24,61
Rata-rata 19,41 21,24 17,69 24,62
19,62 24,61 22,05 28,26
145,5 gram 23,74 22,89 18,84 27,32
20,41 22,89 15,89 27,32
Rata-rata 21,26 23,46 18,93 27,63

Tabel 6.9 Luas Daya Sebar Krim F2 Suhu 26 ± 2oC (cm2)


Beban Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
11,33 12,56 9,61 15,89
65,5 gram 10,17 10,17 8,54 12,56
9,6 8,03 8,54 13,84
Rata-rata 10,37 10,25 8,90 14,10
13,19 13,19 10,74 15,89
85,5 gram 13,19 12,56 11,93 18,08
12,56 12,56 10,17 14,51
Rata-rata 12,98 12,77 10,95 16,16
15,19 15,19 11,93 18,08
105,5 gram 14,51 14,51 12,56 20,41
14,51 13,84 11,33 17,34
Rata-rata 14,74 14,51 11,94 18,61
16,61 17,34 13,19 18,84
125,5 gram 16,61 15,89 14,51 22,89
16,61 15,89 12,56 19,62
Rata-rata 16,61 16,37 13,42 20,45
18,08 22,05 14,51 20,41
145,5 gram 18,08 17,34 15,89 25,50
18,08 17,34 14,51 20,41
Rata-rata 18,08 18,91 14,97 22,11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

Tabel 6.10 Luas Daya Sebar Krim F3 Suhu 26 ± 2oC (cm2)


Beban Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
6,60 9,61 7,06 11,33
65,5 gram 7,06 7,06 7,54 8,54
7,54 8,03 5,72 9,61
Rata-rata 7,07 8,23 6,77 9,83
9,61 11,93 9,61 13,19
85,5 gram 9,61 9,07 9,07 9,61
8,54 10,17 7,54 11,93
Rata-rata 9,26 10,39 8,74 11,58
9,61 12,56 10,74 15,19
105,5 gram 10,74 10,17 11,33 11,33
9,61 11,33 8,54 13,19
Rata-rata 9,99 11,35 10,21 13,24
11,33 13,84 11,33 18,84
125,5 gram 12,56 11,33 12,56 13,84
10,17 12,56 8,54 17,34
Rata-rata 11,35 12,58 10,81 16,67
11,33 14,51 13,19 19,62
145,5 gram 13,84 11,93 13,19 15,19
10,17 13,84 10,17 16,61
Rata-rata 11,78 13,43 12,18 17,14

Tabel 6.11 Luas Daya Sebar Krim F1 Suhu 40oC (cm2)


Beban Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
11,93 10,17 10,17 13,84
65,5 gram 9,61 10,17 11,33 16,61
9,07 10,17 10,74 16,61
Rata-rata 10,21 10,17 10,75 15,68
13,19 11,93 12,56 18,08
85,5 gram 12,56 12,56 12,56 20,41
9,61 11,93 10,74 19,62
Rata-rata 11,79 12,14 11,95 19,37
14,51 13,19 14,51 22,05
105,5 gram 14,51 14,51 18,08 22,05
13,19 13,19 17,34 22,05
Rata-rata 14,07 13,63 16,64 22,05
15,89 14,51 15,89 23,74
125,5 gram 15,19 16,61 19,62 25,50
14,51 14,51 18,08 24,61
Rata-rata 15,20 15,21 17,86 24,62
17,34 15,89 18,08 28,26
145,5 gram 16,61 18,08 22,05 27,32
14,51 15,89 18,08 27,32
Rata-rata 16,15 16,62 19,40 27,63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

Tabel 6.12 Luas Daya Sebar Krim F2 Suhu 40 oC (cm2)


Beban Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
8,54 7,06 8,54 15,89
65,5 gram 9,07 7,06 8,03 12,56
9,07 7,06 9,07 13,84
Rata-rata 8,89 7,06 8,55 14,10
9,07 8,54 11,33 15,89
85,5 gram 9,07 8,54 9,61 18,08
9,07 8,54 9,61 14,51
Rata-rata 9,07 8,54 10,18 16,16
12,56 8,54 11,93 18,08
105,5 gram 11,33 9,61 11,93 20,41
11,93 9,61 12,56 17,34
Rata-rata 11,94 9,26 12,14 18,61
13,84 10,74 12,56 18,84
125,5 gram 13,84 10,74 13,19 22,89
14,51 10,74 14,51 19,62
Rata-rata 14,06 10,74 13,42 20,45
15,19 10,74 13,19 20,41
145,5 gram 14,51 11,33 13,19 25,50
15,19 11,93 15,19 20,41
Rata-rata 14,96 11,34 13,86 22,11

Tabel 6.13 Luas Daya Sebar Krim F3 Suhu 40 oC (cm2)


Beban Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
8,54 8,03 9,61 11,33
65,5 gram 8,54 7,06 9,07 8,54
8,54 8,03 9,07 9,61
Rata-rata 8,54 7,71 9,25 9,83
8,54 9,61 11,33 13,19
85,5 gram 9,07 8,54 11,33 9,61
9,07 9,61 11,33 11,93
Rata-rata 8,89 9,26 11,33 11,58
10,74 9,61 13,19 15,19
105,5 gram 11,33 9,07 13,19 11,33
11,33 9,61 12,56 13,19
Rata-rata 11,13 9,43 12,98 13,24
11,33 12,56 15,89 18,84
125,5 gram 12,56 11,33 14,51 13,84
13,84 11,93 14,51 17,34
Rata-rata 12,58 11,94 14,97 16,67
13,19 13,84 18,08 19,62
145,5 gram 14,51 13,19 14,51 15,19
15,19 13,84 14,51 16,61
Rata-rata 14,30 13,63 15,70 17,14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

Lampiran 7. Data Hasil Pengkuran Diameter Globul Rata-rata


Tabel 6.14 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 26 ± 2oC Minggu 0
Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,360 - 1,740 1,700 22 37,400
1,740 - 2,120 2,040 53 108,120
2,120 - 2,500 2,380 101 240,380
2,500 - 2,880 2,720 110 299,200
2,880 - 3,260 3,060 111 339,660
3,260 - 3,640 3,438 51 175,340
3,640 - 4,020 3,755 29 108,907
4,020 - 4,400 4,250 15 63,750
4,400 - 4,780 4,590 6 27,540
4,780 - 5,160 4,984 2 9,968
500 1410,265
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.15 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 26 ± 2oC Minggu 1


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
2,047 - 2,347 2,210 5 11,050
2,347 - 2,647 2,550 31 79,050
2,647 - 2,947 2,890 82 236,980
2,947 - 3,247 3,102 105 325,732
3,247 - 3,547 3,400 77 261,800
3,547 - 3,847 3,662 107 391,825
3,847 - 4,147 3,943 50 197,156
4,147 - 4,447 4,250 27 114,750
4,447 - 4,747 4,592 12 55,099
4,747 - 5,047 4,872 4 19,487
500 1692,929
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.16 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 26 ± 2oC Minggu 2


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,831 - 2,231 2,020 2 4,041
2,231 - 2,631 2,434 9 21,906
2,631 - 3,031 2,890 42 121,380
3,031 - 3,431 3,230 102 329,460
3,431 - 3,831 3,636 138 501,792
3,831 - 4,231 4,080 84 342,720
4,231 - 4,631 4,420 77 340,340
4,631 - 5,031 4,787 29 138,830
5,031 - 5,431 5,103 11 56,131
5,431 - 5,831 5,476 6 32,854
500 1889,455
Ukuran diameter globul rata-rata =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

Tabel 6.17 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 26 ± 2oC Minggu 3

Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd


2,404 - 2,864 2,725 22 59,957
2,864 - 3,324 3,079 73 224,755
3,324 - 3,784 3,586 145 519,992
3,784 - 4,244 3,925 101 396,400
4,244 - 4,704 4,422 94 415,634
4,704 - 5,164 4,906 42 206,073
5,164 - 5,624 5,345 16 85,516
5,624 - 6,084 5,674 5 28,370
6,084 - 6,544 6,496 1 6,496
6,544 - 7,004 6,937 1 6,937
500 1950,129
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.18 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 26 ± 2oC Minggu 0


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
0,760 - 1,060 0,760 1 0,760
1,060 - 1,360 1,360 6 8,160
1,360 - 1,660 1,530 21 32,130
1,660 - 1,960 1,870 65 121,550
1,960 - 2,260 2,127 108 229,669
2,260 - 2,560 2,404 126 302,925
2,560 - 2,860 2,720 80 217,600
2,860 - 3,160 2,910 70 203,695
3,160 - 3,460 3,270 18 58,860
3,460 - 3,760 3,606 5 18,031
500 1193,381
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.19 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 26 ± 2oC Minggu 1


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,870 - 2,160 2,061 8 16,489
2,160 - 2,450 2,380 36 85,680
2,450 - 2,740 2,589 54 139,826
2,740 - 3,030 2,895 95 275,025
3,030 - 3,320 3,135 128 401,235
3,320 - 3,610 3,442 98 337,339
3,610 - 3,900 3,740 36 134,640
3,900 - 4,190 4,080 33 134,640
4,190 - 4,480 4,357 9 39,217
4,480 - 4,770 4,668 3 14,004
500 1578,094
Ukuran diameter globul rata-rata =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

Tabel 6.20 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 26 ± 2oC Minggu 2


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,700 - 2,130 1,870 5 9,350
2,130 - 2,560 2,404 22 52,892
2,560 - 2,990 2,890 65 187,850
2,990 - 3,420 3,234 122 394,605
3,420 - 3,850 3,606 125 450,781
3,850 - 4,280 4,080 89 363,120
4,280 - 4,710 4,449 47 209,118
4,710 - 5,140 4,825 20 96,494
5,140 - 5,570 5,443 3 16,328
5,570 - 6,000 5,853 2 11,707
500 1792,244
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.21 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 26 ± 2oC Minggu 3


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
2,386 - 2,726 2,639 5 13,196
2,726 - 3,066 2,935 25 73,366
3,066 - 3,406 3,248 44 142,905
3,406 - 3,746 3,606 76 274,075
3,746 - 4,086 3,914 104 407,024
4,086 - 4,426 4,280 106 453,732
4,426 - 4,766 4,603 69 317,578
4,766 - 5,106 4,942 50 247,086
5,106 - 5,446 5,281 13 68,652
5,446 - 5,786 5,627 8 45,014
500 2042,627
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.22 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 26 ± 2oC Minggu 0


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,521 - 1,781 1,700 26 44,200
1,781 - 2,041 1,990 56 111,429
2,041 - 2,301 2,210 56 123,760
2,301 - 2,561 2,404 145 348,604
2,561 - 2,821 2,720 74 201,280
2,821 - 3,081 2,935 85 249,446
3,081 - 3,341 3,230 28 90,440
3,341 - 3,601 2,895 22 63,690
3,601 - 3,861 3,742 6 22,452
3,861 - 4,121 4,013 2 8,027
500 1263,326
Ukuran diameter globul rata-rata =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

Tabel 6.23 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 26 ± 2oC Minggu 1


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
2,040 - 2,420 2,380 29 69,020
2,420 - 2,800 2,620 80 209,584
2,800 - 3,180 3,012 134 403,663
3,180 - 3,560 3,340 115 384,097
3,560 - 3,940 3,670 102 374,319
3,940 - 4,320 4,087 28 114,438
4,320 - 4,700 4,420 9 39,780
4,700 - 5,080 4,774 2 9,547
5,080 - 5,460 0 0 0,000
5,460 - 5,840 5,782 1 5,782
500 1610,231
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.24 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 26 ± 2oC Minggu 2


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,901 - 2,351 2,217 15 33,248
2,351 - 2,801 2,556 67 171,229
2,801 - 3,251 3,079 132 406,406
3,251 - 3,701 3,550 115 408,216
3,701 - 4,151 3,897 108 420,878
4,151 - 4,601 4,334 45 195,037
4,601 - 5,051 4,702 11 51,722
5,051 - 5,501 5,403 5 27,013
5,501 - 5,951 5,802 1 5,802
5,951 - 6,401 6,318 1 6,318
500 1725,870
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.25 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 26 ± 2oC Minggu 3


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
2,103 - 2,543 2,386 13 31,019
2,543 - 2,983 2,890 78 225,420
2,983 - 3,423 3,234 136 439,888
3,423 - 3,863 3,606 126 454,387
3,863 - 4,303 4,080 103 420,240
4,303 - 4,743 4,501 34 153,034
4,743 - 5,183 4,942 7 34,592
5,183 - 5,623 5,356 2 10,713
5,623 - 6,063 0 0 0,000
6,063 - 6,503 6,469 1 6,469
500 1775,761
Ukuran diameter globul rata-rata =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Tabel 6.26 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 40oC Minggu 0


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,360 - 1,740 1,700 22 37,400
1,740 - 2,120 2,040 53 108,120
2,120 - 2,500 2,380 101 240,380
2,500 - 2,880 2,720 110 299,200
2,880 - 3,260 3,060 111 339,660
3,260 - 3,640 3,438 51 175,340
3,640 - 4,020 3,755 29 108,907
4,020 - 4,400 4,250 15 63,750
4,400 - 4,780 4,590 6 27,540
4,780 - 5,160 4,984 2 9,968
500 1410,265
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.27 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 40oC Minggu 1


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,190 - 1,450 1,360 9 12,240
1,450 - 1,710 1,700 31 52,700
1,710 - 1,970 1,870 34 63,580
1,970 - 2,230 2,150 93 199,982
2,230 - 2,490 2,380 93 221,340
2,490 - 2,750 2,573 115 295,845
2,750 - 3,010 2,890 66 190,740
3,010 - 3,270 3,065 43 131,783
3,270 - 3,530 3,400 9 30,600
3,530 - 3,790 3,574 7 25,018
500 1223,829
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.28 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 40oC Minggu 2


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
0,701 - 1,281 0,701 1 0,701
1,281 - 1,861 1,700 16 27,200
1,861 - 2,441 2,210 131 289,510
2,441 - 3,021 2,720 186 505,920
3,021 - 3,601 3,230 140 452,200
3,601 - 4,181 3,910 20 78,200
4,181 - 4,761 4,334 5 21,671
4,761 - 5,341 0 0 0,000
5,341 - 5,921 0 0 0,000
5,921 - 6,501 6,462 1 6,462
500 1381,864
Ukuran diameter globul rata-rata =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

Tabel 6.29 Diameter Globul Rata-rata F1 Suhu 40oC Minggu 3


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,870 - 2,160 2,210 12 26,520
2,160 - 2,450 2,386 14 33,405
2,450 - 2,740 2,661 61 162,316
2,740 - 3,030 2,890 78 225,420
3,030 - 3,320 3,176 137 435,093
3,320 - 3,610 3,417 118 403,201
3,610 - 3,900 3,740 42 157,080
3,900 - 4,190 3,925 27 105,968
4,190 - 4,480 4,253 9 38,281
4,480 - 4,770 4,677 2 9,353
500 1596,637
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.30 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 40oC Minggu 0


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
0,760 - 1,060 0,760 1 0,760
1,060 - 1,360 1,360 6 8,160
1,360 - 1,660 1,530 21 32,130
1,660 - 1,960 1,870 65 121,550
1,960 - 2,260 2,127 108 229,669
2,260 - 2,560 2,404 126 302,925
2,560 - 2,860 2,720 80 217,600
2,860 - 3,160 2,910 70 203,695
3,160 - 3,460 3,270 18 58,860
3,460 - 3,760 3,606 5 18,031
500 1193,381
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.31 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 40oC Minggu 1


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,190 - 1,480 1,360 7 9,520
1,480 - 1,770 1,700 22 37,400
1,770 - 2,060 1,938 58 112,421
2,060 - 2,350 2,217 44 97,527
2,350 - 2,640 2,550 155 395,250
2,640 - 2,930 2,767 117 323,786
2,930 - 3,220 3,060 43 131,580
3,220 - 3,510 3,248 41 133,162
3,510 - 3,800 3,586 7 25,103
3,800 - 4,090 3,912 6 23,471
500 1289,220
Ukuran diameter globul rata-rata =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

Tabel 6.32 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 40oC Minggu 2


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,020 - 1,360 1,111 2 2,222
1,360 - 1,700 1,656 10 16,564
1,700 - 2,040 1,878 24 45,065
2,040 - 2,380 2,217 80 177,322
2,380 - 2,720 2,550 146 372,300
2,720 - 3,060 2,890 116 335,240
3.060 - 3,400 3,230 77 248,710
3,400 - 3,740 3,570 37 132,090
3,740 - 4,080 3,910 7 27,370
4,080 - 4,420 4,413 1 4,413
500 1361,297
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.33 Diameter Globul Rata-rata F2 Suhu 40oC Minggu 3


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,238 - 1,748 1,553 42 65,241
1,748 - 2,258 2,047 93 190,378
2,258 - 2,768 2,550 140 357,000
2,768 - 3,278 3,060 94 287,640
3,278 - 3,788 3,488 59 205,798
3,788 - 4,298 4,080 30 122,400
4,298 - 4,808 4,590 24 110,160
4,808 - 5,318 5,050 8 40,399
5,318 - 5,828 5,537 7 38,762
5,828 - 6,338 6,290 3 18,870
500 1436,649
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.34 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 40oC Minggu 0


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,521 - 1,781 1,700 26 44,200
1,781 - 2,041 1,990 56 111,429
2,041 - 2,301 2,210 56 123,760
2,301 - 2,561 2,404 145 348,604
2,561 - 2,821 2,720 74 201,280
2,821 - 3,081 2,935 85 249,446
3,081 - 3,341 3,230 28 90,440
3,341 - 3,601 2,895 22 63,690
3,601 - 3,861 3,742 6 22,452
3,861 - 4,121 4,013 2 8,027
500 1263,326
Ukuran diameter globul rata-rata =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

Tabel 6.35 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 40oC Minggu 1


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,371 - 1,671 1,539 8 12,315
1,671 - 1,971 1,870 39 72,930
1,971 - 2,271 2,210 81 179,010
2,271 - 2,571 2,404 117 281,287
2,571 - 2,871 2,720 79 214,880
2,871 - 3.171 2,935 107 314,008
3,171 - 3,471 3,248 44 142,905
3,471 - 3,771 3,570 14 49,980
3,771 - 4,071 3,910 8 31,280
4,071 - 4,371 4,087 3 12,261
500 1310,857
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.36 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 40oC Minggu 2


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
0,850 - 1,550 1,461 28 40,913
1,550 - 2,250 1,990 134 266,633
2,250 - 2,950 2,589 154 398,762
2,950 - 3,650 3,340 105 350,697
3,650 - 4,350 3,925 44 172,689
4,350 - 5,050 4,590 23 105,570
5,050 - 5,750 5,408 8 43,263
5,750 - 6,450 5,979 3 17,937
6,450 - 7,150 0 0 0,000
7,150 - 7,850 7,753 1 7,753
500 1404,218
Ukuran diameter globul rata-rata =

Tabel 6.37 Diameter Globul Rata-rata F3 Suhu 40oC Minggu 3


Rentang (µm) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
1,089 - 1,429 1,089 1 1,089
1,429 - 1,769 1,708 3 5,125
1,769 - 2,109 2,047 23 47,083
2,109 - 2,449 2,380 81 192,780
2,449 - 2,789 2,720 136 369,920
2,789 - 3,129 2,910 124 360,831
3,129 - 3,469 3,248 97 315,041
3,469 - 3,809 3,574 29 103,647
3,809 - 4,149 3,910 5 19,550
4,149 - 4,489 4,413 1 4,413
500 1419,480
Ukuran diameter globul rata-rata =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

Lampiran 8. Hasil Pengamatan Sentrifugasi


Tabel 6.38 Hasil Pengamatan Sentrifugasi
Waktu
Suhu 26 ± 2oC Suhu 40oC
uji
Minggu
0

Minggu
1

Minggu
2

Minggu
3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

Lampiran 9. Hasil Statistik pH Krim


1. Uji Normalitas One-Sample Kolmogrov Smirnov Test
Tujuan : untuk melihat data pH krim terdistribusi normal atau tidak
Uji normalitas pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
o
pH_Suhu_26 C

N 12
a
Normal Parameters Mean 7.02725

Std. Deviation .208984

Most Extreme Differences Absolute .233

Positive .159

Negative -.233

Kolmogorov-Smirnov Z .806

Asymp. Sig. (2-tailed) .534

a. Test distribution is Normal.

Uji normalitas pada penyimpanan suhu 40oC

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


o
pH_Suhu_40 C

N 12
a
Normal Parameters Mean 6.89933

Std. Deviation .152852

Most Extreme Differences Absolute .254

Positive .180

Negative -.254

Kolmogorov-Smirnov Z .881

Asymp. Sig. (2-tailed) .419

a. Test distribution is Normal.


Kesimpulan : pH krim terdistribusi normal

2. Uji Homogenitas Levene


Tujuan : untuk melihat varian data pH krim homogen atau tidak
Uji homogenitas pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

Test of Homogeneity of Variances


o
pH_Suhu_26 C

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.064 2 9 .183

Uji homogenitas pada penyimpanan suhu 40oC

Test of Homogeneity of Variances

pH_Suhu_40oC

Levene Statistic df1 df2 Sig.

4.465 2 9 .045

Keismpulan : pH krim pada suhu 26oC menunjukkan data yang homogen,


sedangkan pH krim pada suhu 40oC menunjukkan data yang tidak homogen.

3. Uji One-Way ANOVA dan Uji Kruskal Wallis


Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada data pH krim
Uji One-Way ANOVA pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC

ANOVA
o
pH_Suhu_26 C

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .071 2 .035 .779 .488

Within Groups .410 9 .046

Total .480 11

Uji Kruskal Wallis pada penyimpanan suhu 40oC

a,b
Test Statistics
o
pH_suhu_40 C

Chi-Square .962

df 2

Asymp. Sig. .618

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Formula

Kesimpulan : secara umum tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada setiap
formula krim.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

Lampiran 10. Hasil Statistik Viskositas Krim

1. Uji Normalitas One-Sample Kolmogrov Smirnov Test


Tujuan : untuk melihat data viskositas krim terdistribusi normal atau tidak
Uji normalitas pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


o
Viskositas_suhu_26 C

N 12
a
Normal Parameters Mean 12803.50

Std. Deviation 3093.301

Most Extreme Differences Absolute .191

Positive .191

Negative -.080

Kolmogorov-Smirnov Z .661

Asymp. Sig. (2-tailed) .775

a. Test distribution is Normal.

Uji normalitas pada penyimpanan suhu 40oC

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


o
Viskositas_suhu_40 C

N 12
a
Normal Parameters Mean 12230.00

Std. Deviation 2902.085

Most Extreme Differences Absolute .154

Positive .154

Negative -.107

Kolmogorov-Smirnov Z .532

Asymp. Sig. (2-tailed) .940

a. Test distribution is Normal.

Kesimpulan : viskositas krim terdistribusi normal

2. Uji Homogenitas Levene


Tujuan : untuk melihat varian data viskositas krim homogen atau tidak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

Uji homogenitas pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC

Test of Homogeneity of Variances


o
Viskositas_suhu_26 C

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.520 2 9 .611

Uji homogenitas pada penyimpanan suhu 40oC

Test of Homogeneity of Variances


o
Viskositas_suhu_40 C

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.691 2 9 .526

Keismpulan : viskositas krim menunjukkan data yang homogen

3. Uji One-Way ANOVA


Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada data viskositas
krim
Uji One-Way ANOVA pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC

ANOVA
o
Viskositas_suhu_26 C

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 4.113E7 2 2.056E7 2.886 .108

Within Groups 6.413E7 9 7125098.389

Total 1.053E8 11

Uji One-Way ANOVA pada penyimpanan suhu 40oC

ANOVA
o
Viskositas_suhu_40 C

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.507E7 2 7535368.750 .874 .450

Within Groups 7.757E7 9 8619145.833

Total 9.264E7 11

Kesimpulan : secara umum tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada setiap
formula krim

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

Lampiran 11. Hasil Statistik Daya Sebar Krim

1. Uji Normalitas One-Sample Kolmogrov Smirnov Test


Tujuan : untuk melihat data daya sebar krim terdistribusi normal atau tidak
Uji normalitas pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


o
Daya_sebar_suhu_26 C

N 12
a
Normal Parameters Mean 18.3233

Std. Deviation 4.80416

Most Extreme Differences Absolute .116

Positive .116

Negative -.087

Kolmogorov-Smirnov Z .403

Asymp. Sig. (2-tailed) .997

a. Test distribution is Normal.

Uji normalitas pada penyimpanan suhu 40oC

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


o
Daya_sebar_suhu_40 C

N 12
a
Normal Parameters Mean 16.9033

Std. Deviation 4.39046

Most Extreme Differences Absolute .229

Positive .229

Negative -.145

Kolmogorov-Smirnov Z .792

Asymp. Sig. (2-tailed) .558

a. Test distribution is Normal.

Kesimpulan : daya sebar krim terdistribusi normal

2. Uji Homogenitas Levene


Tujuan : untuk melihat varian data daya sebar krim homogen atau tidak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


81

Uji homogenitas pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC

Test of Homogeneity of Variances


o
Daya_sebar_suhu_26 C

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.342 2 9 .719

Uji homogenitas pada penyimpanan suhu 40oC

Test of Homogeneity of Variances


o
Daya_sebar_suhu_40 C

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.408 2 9 .294

Keismpulan : daya sebar krim menunjukkan data yang homogen

3. Uji One-Way ANOVA


Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada data daya sebar
krim
Uji One-Way ANOVA pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC

ANOVA
o
Daya_sebar_suhu_26 C

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 169.047 2 84.523 8.967 .007

Within Groups 84.833 9 9.426

Total 253.879 11

Uji One-Way ANOVA pada penyimpanan suhu 40oC

ANOVA
o
Daya_sebar_suhu_40 C

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 55.974 2 27.987 1.614 .252

Within Groups 156.063 9 17.340

Total 212.037 11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


82

Kesimpulan : secara umum terdapat perbedaan yang bermakna pada formula krim
yang disimpan pada suhu 26 ± 2oC dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna
pada setiap formula krim yang disimpan pada suhu 40oC

4. Uji LSD (Least Significant Difference)


Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan daya sebar antar
formula krim
Uji LSD pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC

Multiple Comparisons
o
Daya_sebar_suhu_26 C
LSD

95% Confidence Interval


(I) (J) Mean Difference
Formula Formula (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

F1 F2 4.30250 2.17093 .079 -.6085 9.2135


*
F3 9.18750 2.17093 .002 4.2765 14.0985

F2 F1 -4.30250 2.17093 .079 -9.2135 .6085

F3 4.88500 2.17093 .051 -.0260 9.7960


*
F3 F1 -9.18750 2.17093 .002 -14.0985 -4.2765

F2 -4.88500 2.17093 .051 -9.7960 .0260

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Kesimpulan : Formula 1 dan formula 3 yang disimpan pada suhu 26 ± 2oC


berbeda secara bermakna (p <0,05).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


83

Lampiran 12. Hasil Statistik Ukuran Diameter Globul Rata-rata Krim

1. Uji Normalitas One-Sample Kolmogrov Smirnov Test


Tujuan : untuk melihat data ukuran diameter globul krim terdistribusi normal
atau tidak
Uji normalitas pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


o
Diameter_Globul_suhu_26 C

N 12
a
Normal Parameters Mean 3.32017

Std. Deviation .527905

Most Extreme Differences Absolute .132

Positive .100

Negative -.132

Kolmogorov-Smirnov Z .458

Asymp. Sig. (2-tailed) .985

a. Test distribution is Normal.

Uji normalitas pada penyimpanan suhu 40oC

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


o
Diameter_globul_suhu_40 C

N 12
a
Normal Parameters Mean 2.71875

Std. Deviation .220954

Most Extreme Differences Absolute .163

Positive .159

Negative -.163

Kolmogorov-Smirnov Z .564

Asymp. Sig. (2-tailed) .909

a. Test distribution is Normal.

Kesimpulan : ukuran diameter globul krim terdistribusi normal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

2. Uji Homogenitas Levene


Tujuan : untuk melihat varian data ukuran diameter globul krim homogen
atau tidak
Uji homogenitas pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC

Test of Homogeneity of Variances


o
Diameter_Globul_suhu_26 C

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.520 2 9 .611

Uji homogenitas pada penyimpanan suhu 40oC

Test of Homogeneity of Variances


o
Diameter_globul_suhu_40 C

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.356 2 9 .710

Keismpulan : ukuran diameter globul krim menunjukkan data yang homogen

3. Uji One-Way ANOVA


Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada data ukuran
diameter globul krim
Uji One-Way ANOVA pada penyimpanan suhu 26 ± 2oC

ANOVA
o
Diameter_Globul_suhu_26 C

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .163 2 .081 .252 .782

Within Groups 2.903 9 .323

Total 3.066 11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


85

Uji One-Way ANOVA pada penyimpanan suhu 40oC

ANOVA
o
Diameter_globul_suhu_40 C

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .050 2 .025 .458 .646

Within Groups .487 9 .054

Total .537 11

Kesimpulan : secara umum tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada


setiap formula krim

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


86

Lampiran 13. Sertifikat Analisis Asam Stearat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


87

Lampiran 14. Sertifikat Analisis Trietanolamin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


88

Lampiran 15. Sertifikat Analisis Gliserin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


89

Lampiran 16. Sertifikat Analisis Setil Alkohol

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai