Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Teknologi Farmasi Sediaan Steril Universitas Sriwijaya 2017

FORMULASI SEDIAAN INFUS ELEKTROLIT DAN ISOTONIS KALSIUM KLORIDA

Cahyani Putri Ngulwiyah, Ina Suci Pratiwi, Iwan Santoso


Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sriwijaya Indralaya
email: farmasiunsri2015@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan sediaan infus dengan bahan utama kalsium
klorida. Infus natrium laktat tergolong infus elektrolit dan isotonis dengan kandungan kalium
klorida, asam hidroklorida. Infus kalium klorida dibuat melalui metode sterilisasi akhir
menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Dari hasil yang dibuat, akan dilakukan
analisis yaitu uji kejernihan, uji pH, uji keseragaman bobot dan volume, uji kebocoran, uji sterilitas,
dan uji pengemas. Uji pengemas yang dilakukan yaitu uji pengemas plastik diantaranya yaitu
straching test (uji baret), Floating test (uji celup), dan Burning test dengan hasil sediaan memenuhi
stndar yang sudah ditetapkan. Dari analisis yang dilakukan dapat dinyatakan bahwa infus kalsium
klorida yang dibuat cukup berkualitas kecuali dari segi kejernihan.

Kata kunci : Kalsium klorida, formulasi infus, analisis infus.

BAB I menerima cairan, elektrolit dan nutrisi lewat


mulut. Larutan-larutan ini dapat juga
PENDAHULUAN
diberikan dalam terapi pengganti pada
Infus adalah sediaan parenteral penderita yang mengalami kehilangan banyak
volume besar merupakan sediaan cair steril cairan dan elektrolit yang beat (Priyambodo,
yang mengandung obat yang dikemas dalam B., 2007).
wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk
Infus merupakan sediaan steril, berupa
manusia. Infus adalah larutan injeksi dosis
larutan atau emulsi dengan air sebagai fase
tunggal untuk intravena dan dikemas dalam
kontinu,biasanya dibuat isotonis dengan
wadah lebih dari 100 ml. Larutan sediaan
darah. Prinsipnya infus dimaksudkan untuk
parenteral volume besar digunakan dalam
pemberian dalam volume yang besar. Infus
terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang
tidak mengandung tambahan berupa
akan atau sudah dioperasi, atau untuk
pengawet antimikroba.Larutan untuk infus,
penderita yang tidk sadar dan tidak dapat
diperiksa secara visible pada kondisi yang
1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya
Jurnal Teknologi Farmasi Sediaan Steril Universitas Sriwijaya 2017

sesuai, adalah jernih dan praktis bebas inkompatibel dengan protein hidrosilat, perak
partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak dan garam merkuri. Sterilisasi Dengan
menujukkan adanya pemisahan fase (Ansel, autoklaf atau filtrasi.  Kesetaraan equivalent
1989). elektrolit 1 g KCl ≈ 13,4 mEq
K+  Ekuivalen : 0,7 (Voight, 1994).
Infus di berikan secara
Pemerian Granul atau serpihan, putih,
keras, tidak berbau. Kelarutan Mudah larut intavena,intravenous adalah sediaan steril
dalam air, dalam etanol, dan dalam etanol berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan
mendidih, sangat mudah larut dalam air
sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap
panas. Dengan pH4,5 – 9,2 (5% larutan air).
OTTnya dengan karbonat, fosfat, sulfat, darah, disuntikkan langsung ke dalam vena,
tartrat, sefalotin sodium, CTM dengan dengan volume relatife banyak. Kecuali
tetrasiklin membentuk kompleks. Stabilitas dinyatakan lain , infus intravenous tidak
Injeksi kalsium dilaporkan inkompatibel
dengan larutan IV yang mengandung banyak diperbolehkan mengandung bakteriasida dan
zat aktif. Kegunaannya Untuk zat dapar. Larutan untuk infus intravenous
mempertahankan elektrolit tubuh, untuk harus jernih dan praktis bebas partikel
hipokalemia, sebagai elektrolit yang esensial
(Depkes RI, 1979).
bagi tubuh untuk mencegah kekurangan ion
kalsium yang menyebabkan iritabilitas dan
konvulsi. Sterilisasi menggunakan
autoklaf(Depkes RI, 1995). BAB II

METODELOGI PENELITIAN
Kcl dengan pemeriannya kristal atau
serbuk kristal putih atau tidak berwarna, tidak
2.1 Waktu dan Tempat
berbau, tidak berasa atau berasa asin.
Kelarutannya Larut dalam air, sangat mudah Penelitian ini dilakukan di
larut dalam air panas, praktis tidak larut Laboratorium Teknologi Farmasi Universitas
dalam eter, etanol dan alkohol. Dengan pH :
Sriwijaya pada 10 Oktober 2017 pukul 08.00
4-8.  Konsentrasi : 2,5-11,5%. Dosis
sampai 12.00 WIB.
konsentrasi kalium pada rute iv tidak lebih
dari 40 mEq/L dengan kecepatan 20 mEq/jam 2.2 Alat dan Bahan
( untuk hipokalemia). Untuk mempertahankan
konsentrasi kalium pada plasma 4 mEq/L ( DI Alat yang digunakan dalam penelitian
2003 hal 1410). K+ dalam plasma = 3,5-5 ini yaitu autoklaf, lumpang dan alu, cawan
mEq/L ( steril dosage form hal 251)
porselen, kaca arloji, sendok spatel, kertas
Stabilitas stabil dan harus disimpan dalam
saring, gelas ukur, erlemeyer, pengemas infus,
wadah tertutup rapat, ditempat sejuk dan
kering. Kegunaannya Biasa digunakan dalam pinset, dan spuit injeksi.
sediaan parenteral sebagai senyawa
pengisotonis. OTT dengan larutan KCl IV

2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya


Jurnal Teknologi Farmasi Sediaan Steril Universitas Sriwijaya 2017

Bahan yang digunakan dalam Setelah itu, kalsium klorida dilarutkan dengan
penelitian ini yaitu kalsium klorida, asam sebagian WFI, lalu tambahkan asam
hirdroklorida dan water for injection. hiroklorida kedalamnya hingga larut (massa
2). Lalu, kedua larutan ini dicampurkan
2.3 Prosedur Penelitian
hingga homogen. Kemudian sediaan disaring
No Pengujiaan Keterangan
sediaan dengan kertas saring sebanyak 3 lapisan.
1 Uji kejernihan Sebelum digojok : jernih
Sediaan yang sudah disaring dimasukkan ke
Setelah digojok : jernih
2 Uji pH 8 dalam pengemas infus. Lalu infus disterilisasi
3 Uji volume 500 mL
menggunakan autoklaf pada suhu 121oC
4 Uji bobot Bobot awal : 35,89 g
selama 15 menit dan dilakukan pengemasan
Bobot akhir : 501, 61 g
5 Uji sterilitas Tidak ditumbuhi mikroba serta analisis.
6 Uji kebocoran Tidak bocor

7 Uji baret Botol infus tidak mengalami


goresan atau lecet BAB III
8 Uji floating Pengemas kosong : mengapung HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengemas + isi : tenggelam 3.1 Hasil penelitian
9 Uji bakar Mengeluarkan api warna biru
dan kuning, serta menghasilkan
lelehan
10 Uji ketahanan Tidak ada perubahan warna air
panas

Alat yang digunakan dalam proses


Waktu (jam) Suhu
pembuatan infus harus disterilisasi terlebih Sebelum Sesudah
dahulu. Alu, lumpang, gelas ukur, pengemas, 30 36 35.5
60 36 36.5
dan peralatan gelas lainnya disterilisasi 90 36 36.4
menggunakan autoklaf pada suhu 1210C 120 36 36.2
150 36 36.4
selama 15 menit. Kertas saring disterilisasi 180 36 36.5
menggunakan oven pada suhu 1800C selama
30 menit. Spuit injeksi dan pipet tetes
Uji pirogenitas
disterilisasi secara kimiawi menggunakan
alkohol 70% selama 10 menit.

Tahap pertama prosedur pembuatan


infus adalah menimbang bahan sesuai
formula yang ada. Kemudian natrium laktat
dilarutkan dengan sebagian WFI (massa 1).
3 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya
Jurnal Teknologi Farmasi Sediaan Steril Universitas Sriwijaya 2017

Asupan air dan elektrolit dapat terjadi


melalui makanan dan minuman dan
dikeluarkan dalam jumlah yang sama.
3.2 Pembahasan Rasionya dalam tubuh adalah air 57% , lemak
Pada praktikum kali ini dialkukan 20,8% , protein 17% , serta mineral dan
pembuatan sediaan steril berupa infus serta glikogen 6%. Pada sediaan infus sediaan
dilakukan analisis terhadap sediaan untuk harus isotonis dengan tubuh. Isotonis berarti
memastikan infus yang telah dibuat sesuai tekanan osmotic larutan sama dengan larutan
dengan standar yang telah ditetapkan. Infus didalam tubuh. Karena cairan infus akan di
berupa sediaan steril yang memiliki volume distribusikan melalui pembuluh darah. Oleh
besar diberikan secara intravena tetes demi karena itu sebelumnya dilakukan perhitungan
tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. tonisitas dari formula. Perhitungan tonisitas
Pada praktikum kali ini dibuat sediaan infus untuk melihat kekurangan natrium klorida
dengan zat aktif berupa kalsium klorida. yang dibutuhkan dalam sediaan agar isotonis
Larutan infus dibuat dengan volume 500ml dengan plasma darah. Perhitungan tonisitas
dengan kandungan asam klorida dan juga yang dilakukan anatara lain metode ekivalensi
WFI. Kalsium klorida berfungsi sebagai zat NaCl, Metode krioskopik, metode white
aktif, asam klorida berfungsi sebagai agen vincent, faktor disosiasi, dan metode sprowls.
pendapar untuk menjaga pH larutan sesuai
Selain tonisitas sediaan infus yang
yang di inginkan. Elektrolit yang terkandung
telah dibuat harus dilakukan analisis sediaan
dalam infus berguna untuk menggantikan ion-
diantaranya uji kejernihan, uji pH, uji
ion yang hilang akibat dehidrasi karena
kebocoran, uji keseragaman volume, uji
asidosis dapat menyebabkan diare, ketika
kadar, uji stabilitas, uji sterilitas, uji
pasien diare akan banyak mengeluarkan zat-
keseragaman bobot, uji baret, uji floating, uji
zat yang ada didalam tubuh sehingga tubuh
ketahanan panas, uji bakar serta uji densitas.
kekurangan elektrolit, yang dapat
Pada uji kejernihan syarat sediaan yang baik
menyebabkan dehidrasi. Infus dibuat dengan
yaitu tidak ada partikel melayang yang
tidak mengandung pengawet karena
terlihat, dan sediaan infus kalsium klorida
digunakan dosis tunggal yaitu dosis sekali
dinyatakan baik. Pada uji kebocoran
pakai. Pada dasarnya sediaan infus hanya
syaratnya kemasan yang digunakan tidak
digunakan untuk sekali pakai , oleh sebab itu
bocor sehingga metilen blue yang digunakan
tidak digunakan pengawet karena tidak
dalam uji ini tidak masuk kedalam sediaan
dibutuhkan. Penambahan pengawet dapat
dan menyebabkan sediaan berubah warna
menyebabkan toksisitas.
menjadi biru. Uji bakar jika mengeluarkan api
4 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya
Jurnal Teknologi Farmasi Sediaan Steril Universitas Sriwijaya 2017

berwarna biru dan kuning serta terjadi lelehan KESIMPULAN


maka menandakan bahwa jedis pengemas 1. Formula yang digunakan dalam
yang digunakan yaitu jenis pp. Uji ketahanan pembuatan sediaan infus ini adalah
panas dilakukan untukmelihat ketahanan kalsium klorida, asam klorida dan
pengemas dan sediaan terhadap panas hasil WFI.
yang baik yaitu ditandai dengan tidak terjadi 2. Asam klorida berfungsi sebagai agen
perubahan warna air. Uji keseragaman pendapar yang menjaga ph agar tetap
volume yaitu volume sediaan yang diuji harus sesuai yang di inginkan
sesuai dengan volume yang tertera pada 3. WFI berfungsi sebagai pelarut atau zat
etiket. pembawa untuk melarutkan bahan-
bahan yang digunakan.
Infus merupakan sediaan yang steril,
4. Dilakukan perhitungan tonisitas
oleh karena itu harus dilakukan sterilisasi
terhadap formula sediaan infus karena
pada proses pembuatannya. Sterilisasi yang
pada sediaan infus sediaan harus
digunakan dalam pembuatan ini yaitu metode
isotonis dengan tubuh, karena cairan
sterilisasi akhir menggunakan autoklaf pada
infus akan di distribusikan melalui
suhu 121°C dengan metode panas basah.
pembuluh darah.
Karena semua zat yang digunakan tahan
5. Sterilisasi yang digunakan dalam
terhadap pemanasan yang ditandai dengan
pembuatan ini yaitu metode sterilisasi
memiliki titik didih yang tinggi. Sehingga
akhir menggunakan autoklaf pada
tahan terhadap panas, dan tidak terjadi
suhu 121°C dengan metode panas
kerusakan saat pemanasan. Suatu sediaan
basah. Alasan dilakukannya sterilisasi
parenteral harus steril karena sediaan ini di
akhir yaitu karena semua bahan yang
injeksikan melalui kulit atau membrane
digunakan pada formula ini memiliki
mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang
titik didih yang tinggi.
paling dalam. Sediaan parenteral memasuki
6. Sterilisasi akhir lebih efektif
pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi
dibandingkan metode sterilisasi
tinggi yaitu kulit dan membrane mukosa
lainnya.
sehingga sediaan parenteral harus bebas dari
mikroba dan pyrogen serta dari bahan bahan
beracun, dan sediaan parenteral harus
memiliki kemurnian yang dapat di terima . DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuksediaan


Farmasi, Ed ke 4, Penerbit UI,Jakarta.
BAB IV
5 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya
Jurnal Teknologi Farmasi Sediaan Steril Universitas Sriwijaya 2017

Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia,


III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia,


IV, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi


Industri, Global Pustaka Utama,
Yogyakarta.

Voight, 1994, Buku Pelajaran Teknologi


Farmasi, edisi ke 5, UGM Press,
Yogyakarta.

6 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai