Anda di halaman 1dari 7

Nama : Nur Rismayati

NIM : E0019078
Kelas : 3B Farmasi
Mata Kuliah : Fitofarmaka
Hari/ Tanggal : Senin, 10 Januari 2022
Dosen Pengampu : apt. Oktariani Pramiastuti, M.Sc.
Sifat Ujian : Take Home Assigment

UJIAN AKHIR SEMESTER

1. Berikan satu contoh obat fitofarmaka yang sudah beredar di pasaran, ulaslah mulai
dari segi anatomi mofologi komposisinya, formula dan dosisnya, mekanisme
farmakologinya serta kemasan primer dan sekundernya.
Contoh obat fitofarmaka
 Tensigard Agromed dari PT. Phapros
Anatomi morfologi
 Morfologi Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)
Seledri merupakan tanaman terna tegak dengan ketinggian kurang
lebih 50 cm, semua bagian tanaman memiliki bau yang khas, memiliki bentuk
batang bersegi, bercabang, memiliki ruas, dan tidak berambut, memiliki buah
berwarna putih kecil menyerupai payung termasuk bunga majemuk, memiliki
daun menyirip berwarna hijau dan bertangkai, dan memiliki tangkai daun
yang berair. Tanaman seledri dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah
maupun tinggi dan dapat dipanen setelah berumur enam minggu setelah
penanamannya (Junaedi et al., 2013).
 Morfologi Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon folium)
Tanaman kumis kucing memiliki ketinggian 0,3-1,5 m dan memiliki
batang 4-sudut. Daunnya sederhana, memiliki lebar 2-4 cm dan panjang 4-7
cm. Bunganya berwarna putih, biru atau ungu. Ketika bunga terbuka, benang
sari dan putik meluas jauh melampaui kelopak, yang terlihat seperti "kumis
kucing". Tanaman kumis kucing banyak ditemukan di negara tropis seperti
Asia dan Australia. Budidaya tanaman ini dapat dilakukan di dataran dengan
ketinggian 500-1200 mdpl dengan curah hujan lebih dari 3000 mm/tahun.
Kondisi tanah yang subur dan gembur dengan pH 5-7,7, mengandung
banyak humus, memiliki aliran air yang baik dan terkena sinar matahari
langsung merupakan habitat yang cocok untuk budidaya tanaman ini (Rafi et
al., 2021)
Formulasi dan dosis
 Komposisi:
- Apii Herba ekstrak (seledri), 95 mg
- Orthosiphon folium ekstrak (daun kumis kucing), 28mg
 Dosis terapi : 3 X sehari 1 kapsul
Dosis pemeliharaan : 2 X sehari 1 kapsul
Mekanisme farmakologi
Zat aktif dalam tensigard, pada seledri (Apium graveolens) diketahui
mengandung senyawa aktif yang dapat menurunkan tekanan darah yaitu
apigenin, yang berfungsi sebagai calcium antagonist dan manitol yang berfungsi
seperti diuretik. Sedangkan kumis kucing (Orthosiphon stamineus) terbukti
menurunkan tekanan darah pada manusia. Efek diuretik dan beta-blocker dari
kumis kucing bermanfaat untuk menurunkan darah tinggi.
Kemasan primer dan sekunder
a. Kemasan primer
Kemasan primer adalah kemasan yang bersentuhan langsung dengan
produk. Dalam kata lain, kemasan primer merupakan wadah ditempatkannya
suatu produk.

b. Kemasan sekunder
Kemasan sekunder merupakan kemasan yang tidak bersentuhan
langsung dengan produk dan bertujuan untuk melindungi kemasan
primernya.
2. Menurut anda bagaimana peranan CPOB dan CPOTB dalam fitofarmaka, jelaskan
dengan bagian mana yang menjadi parameter kritikal dalam pembuatan sediaan
fitofarmaka.
Peranan CPOTB dalam fitofarmaka sangat penting terutama dalam industri
kefarmasian karena dapat menjamin obat yang dibuat secara konsisten dan
memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan dengan tujuan penggunaanya.
Bagian yang menjadi parameter kritikal dari CPOTB adalah pemastian mutu yang
memastikan bahwa obat tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten
untuk mencapau standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan
dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.
Pegawasan mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, Antara lain
menetapkan, menvalidasi, dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu,
mengevaluasi, mengawasi dan menyimban baku pembanding, memastikan
kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat
aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang
terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan
lingkungan.

3. Sebutkan dan jelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan pada uji klinik obat
herbal menurut BPOM!
Untuk dapat menjalankan peran secara optimal, para pihak yang terlibat dalam uji
klinik untuk memperhatikan hal-hal seperti : (BPOM RI, 2014)
1) Karakteristik produk uji:
Terhadap produk yang akan diuji dilakukan pemastian tumbuhan:
- Kebenaran identitas untuk tumbuhan yang digunakan.
- tidak termasuk dalam daftar tumbuhan yang dilarang di Indonesia
- riwayat penggunaan harus dapat ditelusur apakah herbal yang akan diuji
klinik memiliki riwayat empiris baik untuk indigenus ataupun nonindigenus.
- bagian tumbuhan yang digunakan
- identifikasi senyawa aktif/senyawa identitas untuk keperluan standardisasi
2) Standardisasi bahan baku dan produk uji:
- cara penyiapan bahan baku dan produk uji, termasuk metode ekstraksi
yang digunakan,
- metode analisa kualitatif dan kuantitatif senyawa aktif atau senyawa
identitas. Proses standardisasi dilakukan agar produk uji di tiap fase uji
serta bila kemudian dipasarkan/diedarkan memiliki keterulangan yang
sama.
3) Pihak sponsor ataupun produsen harus memahami bahwa proses pembuatan
produk uji harus konsisten pada setiap tahap atau fase, dan proses pembuatan
tersebut harus mengacu kepada standar CPOTB.
4) Lakukan penilaian terhadap data nonklinik yang ada/telah dilakukan,
bagaimana profil keamanan dan/atau aspek lainnya. bagaimana LD50, data
toksisitas akut, subkronik dan atau kronik sesuai kebutuhan untuk kondisi yang
diujikan.
5) Pertimbangkan untuk mengontrak ORK bila diperlukan. Bila melakukan kontrak
dengan ORK, lengkapi dengan surat perjanjian kontrak dan dijelaskan fungsi
sponsor apa yang dikontrakkan kepada ORK.
6) Persiapkan kompetensi monitor (sponsor/ORK).
7) Pemilihan tempat pelaksanaan uji klinik dan pemilihan peneliti serta persiapkan
tempat pelaksanaan tersebut. Sponsor memiliki peran penting dalam pemilihan
tempat uji klinik. Pertimbangan utama yang harus dijadikan landasan
pemilihan, antara lain :
- Terdapat peneliti dengan latar belakang keahlian yang sesuai.
- Ketersediaan sumber daya, sistem dan fasilitas/perangkat penunjang di
tempat penelitian.
- Ketersediaan Standard Operating Procedures (SOP).
8) Pembuatan/penyusunan protokol uji klinik. Elemen dalam protokol uji klinik
yang disusun harus jelas dan lengkap, dimulai dari hal administratif seperti
judul, nomor/versi dan tanggal, nama Peneliti Utama, Nama Koordinator
Peneliti (bila ada), hingga yang bersifat ilmiah, seperti:
- Desain
 menjelaskan secara singkat desain studi dan secara umum
bagaimana desain dapat menjawab pertanyaan/tujuan uji.
 dapat memberikan gambaran tipe/desain uji (misal placebo controlled,
double blind, single blind atau open label)
- Tujuan
 harus tepat sasaran, jelas dan fokus, harus dapat diakomodir oleh
parameter pengukuran khasiat maupun keamanan.
 tujuan dapat terdiri dari tujuan primer dan sekunder ataupun bahkan
tersier. Namun perlu diperhatikan adalah bahwa tujuan uji klinik harus
jelas, tepat sasaran dan fokus.
- Parameter/endpoint untuk efikasi/khasiat dan keamanan.
Parameter endpoint dimaksud harus dapat menjawab tujuan uji.
9) Penyediaan dokumen uji lain terkait dengan pelaksanaan uji klinik.
10) Persiapkan untuk adanya penjaminan mutu pelaksanaan uji klinik dan untuk
dapat dihasilkannya data yang akurat dan terpercaya.
11) Pengajuan persetujuan untuk dokumen/ pelaksanaan uji klinik.
12) Pertimbangan/peninjauan dan persetujuan uji klinik oleh Komisi Etik dan
regulator.
13) Persetujuan subjek (Informed Consent) dan rekrutmen subjek Rekrutmen
subjek merupakan salah satu tahapan penting sebelum dimulainya uji klinik.
Hal prinsip yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah bahwa (calon) subjek
tidak boleh dilakukan tindakan apapun yang terkait dengan prosedur uji klinik
sebelum subjek mendapat penjelasan dan menyatakan persetujuan yang
ditandai dengan menandatangani informed consent. Pelanggaran terhadap
proses informed consent merupakan pelanggaran yang bersifat critical.
14) Penapisan (screening) dan penyertaan (enrollment) subjek.
15) Pengelolaan pelaporan Kejadian Tidak Diinginkan maupun pelaporan lain.
16) Pengelolaan data penelitian
17) Laporan akhir penelitian

4. Uji klinik atau critical trial adalah penelitian yang dilakukan pada subjek manusia.
Umumnya, uji klinis dilakukan pada pasien. Uji klinik atau penelitian eksperimental
klinis dibedakan menjadi empat fase,yaitu penelitian klinis fase I, fase II, fase III, dan
fase IV. Sebutkan dan jelaskan (dalam bentuk tabel) mengenai jenis penelitian klinik
berdasarkan fasenya!
Fase trial klinik dan karakteristiknya (Bennet & Brown, 2008)

Jenis trial
klinik Tujuan Metodologi & desain

Penjajakan awal pada manusia Kuasi atau eksperimental


Fase nol untuk senyawa atau agent baru. historis (pre-post design).

Fase I Farmakologi  klinik. Dosis aman, 20-80, subjek relawan


tolerabilitas dan profile sehat atau pasien sesuai
farmakokinetika, farmakodinamik klas terapi,  trial klinik
kuasi atau historic (pre-
obat serta pengaruh makanan. post study).

Eksplorasi efek terapi. Dosis


efektif dan rentang dosis aman ,
keamanan terutama untuk prediksi
AE dan profil farmakokinetika, data
mekanisme patofisiologi 30-300, subjek pasien
tambahan. Sebelum obat dengan jumlah kecil;
Fase II diedarkan.pact of new therapy open label clinical trial.

Konfirmasi efek terapi. Uji efikasi, 250-1000, subjek pasien


farmakoekonomi dan keamanan sesuai dengan criteria
pada jumlah sampel yang cukup inklusi dengan jumlah
dan representative. Sebelum obat cukup-besar; RCT
Fase III mendapatkan izin edar. parallel atau cross over.

Fase Evaluasi efek terapi. Pemantauan 2000-10.000, subjek:


IV/post ADR, tingkat keamanan dan pasien sakit;
marketing efek/indikasi lain  setelah obat observasional analitik
surveilans diedarkan. atau case series.
DAFTAR PUSTAKA

Bennet. P. N, Brown M J. Clinical Pharmacology Tenth Edition. Churchill Livingstone.


London. 2008.
BPOM RI. (2014). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2014. Bpom, 2014, 1–16.
Rafi, M., Sakinah, N., Wahyuni, W. T., Arif, Z., & Heryanto, R. (2021). Autentikasi Kumis
Kucing ( Orthosiphon Aristatus ) Menggunakan Kombinasi Spektrum Ultraviolet-
Tampak Dan Partial Least Square Regression. Indonesian Journal of Cheometrics
and Pharmaceutical Analysis, 1(2), 93–101.
Juniaty, Towaha Balittri. 2013. Kandungan Senyawa Kimia Pada Daun Teh (Camellia
sinensis). Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Vol.19 No.3.

Anda mungkin juga menyukai