Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

PEMBUATAN DAN UJI STERILITAS SEDIAAN INFUS KCL


ISOTONIS GUM GLUKOSA

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Aisya Humaira 11194761920135
Akmal Latif 11194761920136
Ilma Widya Rini 11194761920151
M. Aulya Firly 11194761920159
Nur Maskura 11194761920167

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................iii
DAFTAR TABEL........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Tujuan Praktikum...............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................3
A. Sediaan Infus......................................................................................................3
B. Deskripsi Bahan Praktikum................................................................................6
BAB III METODE PRAKTIKUM................................................................................8
A. Alat dan Bahan...................................................................................................8
B. Kajian Formulasi................................................................................................8
C. Prosedur Kerja....................................................................................................9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................10
A. Hasil Pengamatan/Perhitungan.........................................................................10
B. Pembahasan......................................................................................................11
BAB V KESIMPULAN..............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................14
LAMPIRAN................................................................................................................ 15
JAWABAN PERTANYAAN......................................................................................18

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Prosedur Kerja.........................................................................................9


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tetapan Isotonis..........................................................................................4


Tabel 4.1. Hasil Evaluasi Sediaan..............................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pembuatan infus atau cairan intravena dikemas dalam bentuk dosis
tunggal dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-
partikel lain. Oleh karena volume yang besar, pengawet tidak pernah digunakan
dalam infus intravena biasanya mengandung zat-zat amino, dekstrosa, elektrolit dan
vitamin. Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang
isotonis untuk menetralisir trauma pada pembuluh darah. Namun cairan Hipotonis
maupun Hipertonis dapat digunakan untuk meminimalisir pembuluh darah, larutan
hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat. (Anief, 1993).
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV Hal. 10 Pengertian infus adalah sediaan
parenteral volume besar merupakan sediaan cair steril yang mengandung obat yang
dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia. Infus adalah
larutan injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah lebih dari 100
ml.
Menurut Ansel halaman 448 Larutan sediaan parenteral volume besar
digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang akan atau sudah
dioperasi, atau untuk penderita yang tidk sadar dan tidak dapat menerima cairan,
elektrolit dan nutrisi lewat mulut. Larutan-larutan ini dapat juga diberikan dalam
terapi pengganti pada penderita yang mengalami kehilangan banyak cairan dan
elektrolit yang beat. Menurut Moh. Anief, Infus adalah larutan dalam jumlah besar
terhitung mulai dari 100 mL yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan
bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui
makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah relatif sama. Ketika terjadi
gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk
mengembalikan air dan elektrolit.
Infus merupakan larutan steril dan umumnya diberikan melalui intravena untuk
menambah cairan tubuh, elektrolit, untuk memberi nutrisi atau sebagai pembawa

1
2

obat. Biasanya diberikan dalam voume besar dengan penetesan lambat melalui
intravena. Infus intravena dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat,
seperti pada keadaan gawat darurat karena obat tidak di adsorbs secara oral. Dapat
pula digunakan pada penderita yang tidak sadar atau pada penderita yang tidak dapat
atau tidak tahan menerima pengobatan oral (Lachman, 2002).
Infus merupakan sediaan steril, berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai
fase kontinu, biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan
untuk pemberian dalam volume yang besar. Infus tidak mengandung tambahan
berupa pengawet antimikroba.Larutan untuk infus, diperiksa secara visible pada
kondisi yang sesuai, adalah jernih dan praktis bebas partikel-partikel. Emulsi pada
infus tidak menujukkan adanya pemisahan fase. (British Pharmacopoiea Commision
2008).
Keuntungan pemberian secara intravena (Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, hal 401).
1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada keadaan
gawat.
2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan
baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral
3. pemyerapan absorbsi dapat diatur
Sediaan infus sangatlah penting, dari penggunaannya ini semua infus sangat
sering digunakan pada pasien-pasien di rumah sakit. Infus ini berguna untuk
menggantikan cairan-cairan tubuh yang hilang karena disebabkan oleh kekurangan
cairan akibat muntah, diare yang berkepanjangan, sebagai penambah energi, serta
pengganti makanan bila seorang penderita penyakit tidak dapat lagi mengkonsumsi
makanan seperti biasanya.

B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah mahasiswa diharapkan mampu melakukan
uji pembuatan dan uji sterilitas sediaan infus KCL Isotonis Gum Glukosa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sediaan Infus
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah
cairan kedalam pembuluh vena (pembuluh balik) bertujuan untuk menggantikan
kehilangan zat-zat makanan dari tubuh dan cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori, juga untuk pasien yang tidak dapat
menelan, tidak sadarkan diri, dehidrasi atau syok, untyk memberikan garam yang
diperlukan agar dapat mempertahankan keseimbangan elektrolit atau glukosa yang
diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi (perry & potter., 2005).
Infus adalah larutan dalam jumlah besar mulai dari 100 ml yang diberikan
melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air
dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman yang dikeluarkan dalam
jumlah yang relatif sama, rasionya dalam tubuh adalah air 57%, lemak 20,8%, protein
17,0% serta mineral dan glikogen 6%. Ketika terjadi gangguan hemostatif maka
tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk mengembalikan keseimbangan air dan
elektrolit larutan untuk infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel
(Lukas, Syamsuni, H.A.,2006).
Pembuatan infus atau cairan intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal
dalam wadah plastic atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain.
Oleh karena volume yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus
intravena biasanya mengandung zat-zat amino, dekstrosa, elektrolit dan vitamin.
Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk
menetralisir trauma pada pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan dalam
kecepatan yang lambat (Anief, 1993).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III halaman 12, infus intravenous adalah
sediaan steril berupa larutan atau emulsi bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat
isotonis terhadap darah disuntikkan langsung ke dalam vena dengan volume relatife
banyak. Kecuali dinyatakan lain, infus intravenous tidak diperbolehkan mengandung

3
4

bakteriasida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravenous harus jernih dan praktis
bebas partikel.
a. Syarat-syarat sediaan infus antara lain :
1. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek toksis
2. Jernih, berarti tidak ada partikel padat
3. Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna
4. Sedapat mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan cairan tubuh lain
yakni pH 7,4
5. Sedapat mungkin isotonis artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama
dengan darah atau cairan tubuh yang lain tekanan osmosis cairan tubuh seperti
darah, air mata, cairan lumbai dengan tekanan osmosis larutan NaCl 0,9%
6. Harus steril, tidak ditumbuhi mikroorganisme
7. Bebas pirogen, karena cairan yang terdapat pirogen dapat menyebabkan demam
b. Tetapan isotonis berdasarkan farmakope edisi IV (1995)
Tabel 2.1. Tetapan Isotonis

Osmolarita (M osmole/Liter) Tonisitas


>350 Hipertonis
329-350 Sedikit hipertonis
270-328 Isotonis
250-269 Sedikit hipotonis
0-249 Hipotonis

c. Keuntungan Sediaan Infus


1. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti
3. Biovaibilitas obat dalam traktus gastrointenstinalis dapat dihindarkan
4. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam keadaan koma
5. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan
5

d. Kerugian Sediaan Infus


1. Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan berulang kali
2. Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut suntik
3. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki
terutama sesudah pemberian intravena
4. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat
praktek dokter oleh perawat yang kompeten
5. Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan ketatnya persyaratan
yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis dan bebas partikel).
e. Fungsi Pemberian Infus
1. Dasar nutrisi, kebutuhan kalori untuk pasien dirumah sakit harus disuplai via
intravenous. Intravenous seperti protein dan karbohidrat
2. Keseimbangan elektrolit digunakan pada pasien yang shock, diare, mual,
muntah, membutuhkann cairan inravenous
3. Pengganti cairan tubuh seperti dehidrasi
4. Pembawa obat-obat. Contohnya seperti antibiotik (Voight., 1985)
f. Tipe-tipe sediaan infus adalah sebagai berikut (Perry dan Potter, 2005):
1. Cairan hipotonik
Merupakan cairan yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam
serum dan menunjukkan osmolaritas serum.
2. Cairan hipotonik
Merupakan cairan dnegan osmolaritasnya mendekati serum sehingga terus
berada didalam pembuluh darah.
3. Cairan hipertonik
Merupakan cairan dengan osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum
sehingga dapat menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel kedalam
pembuluhd darah.
6

B. Deskripsi Bahan Praktikum


1. KCL (kalium Klorida) FI IV hal 477
Pemerian : Hablur bentuk memanjang, prisma atau kubus, tidak
berwarna atau serbuk granul putih, tidak berbau, rasa garam,
stabil di udara, larutan bereaksi netral terhadap lakmus
pH :7
Kelarutan : Mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air
mendidih, tidak larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Cara sterilisasi : Autoklaf atau filtrasi.
Khasiat : Sumber Ion Kalium
2. Glukosa (FI III hal.268)
Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih,
tidak berbau, rasa manis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air
mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95%) P mendidih,
sukar larut dalam etanol (95 %) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Cara sterilisasi : Autoklaf
pH : 3,5 – 5,5
Khasiat : Pengisotonis
3. HCl
Nama Resmi : HCl
Nama Lain : Asam Klorida
Pemerian : Cairan tidak berwarna sampai dengan kuning pucat
Kelarutan : Larut dalam air
Massa molar : 36,46 g/mo
4. Norit (FI ed.IV hal. 116)
Pemerian : Serbuk hitam tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam suasana pelarut biasa
Stabilitas : Stabil ditempat yang tertutup dan kedap udara
Kegunaan : Menyerap pirogen
Konsentrasi : 0,1%
pH : 5–8
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
5. Aqua pro injection
Nama Resmi : Aqua pro injeksi
Nama lain : Air untuk injeksi
Pemerian : Cairan jernih, tidak bewarna, tidak berbau
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap
Kegunaan : Untuk pembuatan injeksi

7
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan sediaan infus KCL isotonis
gum glukosa
1. Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan yaitu botol infus, oven, autoklaf,
wadah, timbangan, erlenmeyer, corong, glass beker, glass ukur, kertas saring dan
spuit injeksi.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan yaitu KCL, glukosa,
HCL,norit dan aqua steril bebas pirogen.

B. Kajian Formulasi
R/ KCL 0,38 %
Glukosa q.s.
HCL 0,1 N ad pH 4-5
Norit 0,1%
Aqua steril bebas pirogen 150 ml

8
C. Prosedur Kerja
Pembuatan sediaan infus KCL isotonis gum glukosa

Timbang KCL 0,57 g dan glukosa 5,732 g

Kemudian tambahkan 135 ml air bebas pirogen sambil dilakukan pengecekan pH,
apabila tidak mencapat pH 4 maka tambahkan HCL 0,1 N

Jika larutan mencapai pH 4 maka tambahkan aqua steril ad 150


ml

Kemudian tambahkan norit 0,15 g kedalam campuran

Saring dengan kertas saring 0,8 µm, beri tanda tara untuk mencegah
kekurangan volume filtrate

Kemudian ambil 100 ml, dimasukan dalam botol

Gambar 3.1. Prosedur Kerja

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan/Perhitungan
Dalam praktikum kali ini, mempraktekkan membuat larutan infus gula. Larutan
infus gula dibuat dengan mencampurkan tiga bahan yaitu Kcl, glukosa (dekstrosa)
dan norit (arang serap). Didapatkan hasil percobaan sebagai berikut :
Tabel 4.1. Hasil Evaluasi Sediaan
No. Gambar Hasil Keterangan

Hasil Infus KCl


isotonis gum
1. Jernih
glukosa yaitu
jernih

Hasil
pengukuran pH
2. pH 4 Infus KCl
isotonis gum
glukosa yaitu
netral

Terdapat Hasil Infus KCl


endapan pada isotonis gum
3.
tabung reaksi glukosa tidak
yang berisi infus steril
KCl

10
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan dan uji sterilitas infus KCl isotonis
gum glukosa. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, infus adalah sediaan parenteral
volume besar yang merupakan sediaan cair steril mengandung obat yang dikemas dalam
wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia. Infus merupakan sediaan steril,
berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai fase kontinyu; biasanya dibuat isotonis
dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan untuk pemberian dalam volume besar. Infus
tidak mengandung tambahan berupa pengawet antimikroba. Larutan untuk infus diperiksa
secara visible pada kondisi yang sesuai yaitu jernih dan praktis bebas partikel-partikel
(British Pharmacopeia Commision, 2009).
Infus KCl isotonis gum glukosa berfungsi untuk mencegah atau mengobati
hipokalemia/kekurangan kalium dan biasanya digunakan sebagai tonicity agent (Rowe,
2009). Bahan aktif yang digunakan pada praktikum ini yaitu KCl. KCl atau kalium
klorida merupakan senyawa yang dapat mengatasi hipochloracmic alkalosis yang sering
terjadi pada pasien yang kekurangan kalium. Bahan lain yang ditambahkan pada sediaan
ini adalah glukosa yang memiliki fungsi sebagai agen tonisitas dan nutrisi parenteral
dimana glukosa juga dapat membantu memenuhi kebutuhan glukosa darah untuk
kemudian diubah menjadi energi, selain itu terdapat pula norit sebagai bahan tambahan
yang berfungsi untuk menyerap pirogen yang ada pada sediaan yang kemungkinan
terbawa oleh partikel atau komponen bahan lainnya dan juga pada sediaan ini
menggunakan HCl yang berfungsi sebagai pengatur pH (Sweetman, 2009). Sebelum
membuat infus KCl isotonis gum glukosa dilakukan perhitungan isotonis yang bertujuan
untuk mengetahui apakah larutan yang akan dibuat isotonis atau tidak, karena
berhubungan dengan tekanan osmosa larutan terhadap cairan tubuh. Larutan yang isotonis
adalah larutan yang memiliki tekanan osmosa yang sama dengan tubuh. Jika suatu larutan
yang dibuat hipotonis maka akan menimbulkan sel cairan tubuh mengembang dan akan
pecah karena tekanan diluar sel lebih rendah. Sebaliknya pada larutan hipertonis akan
mengakibatkan keadaan diluar sel lebih tinggi daripada didalam sel, sehingga sel akan
mengerut. Keadaan hipotonis lebih berbahaya dibanding keadaan hipertonis karena sifat
sel pada kondisi hipotonis irreversibel (karena sel sudah pecah) dan sifat sel pada kondisi
hipertonis reversibel (sel dapat kembali normal). Zat-zat pembantu yang banyak
11
digunakan untuk membuat larutan isotonis salah satunya adalah glukosa (Voight, 1995).
Sediaan steril infus KCl harus memiliki sifat isotonis yaitu konsentrasi larutan sama
dengan konsentrasi sel darah merah sehinga tidak terjadi pertukaran cairan antara plasma
dan sel darah. KCl dan glukosa yang digunakan telah disetarakan dengan larutan NaCl
0,9% hal ini dilakukan untuk menghindari infus bersifat hipotonis atau hipertonis
(Sweetman, 2009).
Pada praktikum kali ini sediaan infus yang diperoleh memiliki hasil yang jernih dan
bebas partikel-partikel dengan pH 4. Hal ini sesuai dengan rentang pH yang diinginkan
yaitu pH 4 – 5, sebab bila pH sediaan terlalu basa maka akan menyebabkan nekrosis
jaringan dan jika pH terlalu asam maka sediaan dapat mengiritasi atau merusak sel karena
tejadi gangguan keseimbangan elektrolit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Farmakope Indonesia Edisi Ketiga, 1979). Volume sediaan yang dibuat adalah 150 ml,
volume ini dilebihkan 50 ml sesuai dengan persyaratan pembuatan sediaan infus yaitu
volume yang dibuat adalah volume yang diinginkan ditambah 50 ml. Sementara volume
yang dimasukan ke dalam kemasan adalah 100 ml.
Pada uji sterilitas sediaan infus KCl isotonis gum glukosa diperoleh hasil yaitu
terdapat endapan setelah sediaan infus ditambah media tioglikolat diinkubasi selama 1x24
jam dengan suhu 30 – 35°C sehingga dapat dikatakan sediaan infus yang dihasilkan tidak
steril, karena tidak sesuai dengan persyaratan yang terdapat ada Farmakope Indonesia
edisi III bahwa larutan infus harus jernih dan praktis bebas partikel. Adapun beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi hasil praktikum tidak sesuai dengan teori adalah pada
proses pembuatan sediaan infus tidak menggunakan APD yang steril, proses pembuatan
dilakukan diruangan yang tidak steril dan beberapa alat yang digunakan untuk
menimbang bahan tidak dilakukan proses sterilisasi.

12
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan, dilakukan pembuatan dan uji
sterilitas sediaan infus KCL gum glukosa yang bertujuan untuk dapat memahami dan mampu
melakukan sterilisasi sediaan dengan menggunakan metode pemanasan kering. Formulasi
yang digunakan Glukosa yaitu uji kejernihan, uji pH, uji sterilitas. kejernihan sediaan atau
cairan dinyatakan jernih apabila kejernihan sama dengan pelarut/aqua pro injeksi yang
digunakan. Pada praktikum kali ini sediaan infus yang diperoleh memiliki hasil yang jernih
dan bebas partikel-partikel dengan pH 4. pH sesuai dengan literature dalah 4-5.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard C. 1985. Introdustion to Pharmaceutical Dosage Form, 4 Edition, Lea

and Febiger, Philadelphia.


Anief, M., 1993, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Gajah Mada University
Press:Yogyakarta.
British Pharmacopeia Commision. (2009). British Pharmacopeia. London :
The Pharmaceutical Press.
Farmakope Indonesia, 1989. Edisi III. Depkes RI. Jakarta.
Farmakope Indonesia, 1997. Edisi IV. Depkes RI. Jakarta.

Lachman, L, et all, (2002), The Theory and Practise of Industrial Pharmacy,


Third Edition, Lea and Febiger,Philadelphia.

Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan
Praktik.Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk. Jakarta : EGC.2005

Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep, Kedokteran EGC, Jakarta.


Sweetman, S, et al. 2009. Martindale 36th. The Pharmaceutical, Press,
London.

Voight, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh


Soendari Noerono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

14
LAMPIRAN

Lampiran 1. Desain Kemasan Infus KCL Steril

15
Lampiran 2. Desain Etiket

Lampiran 3. Desain Brosur Sediaan Injeksi KCL Steril

16
Lampiran 4. Sediaan Infus KCL Steril Beserta Kemasan dan Brosur

17
JAWABAN PERTANYAAN

1. Jelaskan penggolongan pada sediaan infus ?


Jawab :
a. Larutan elektrolit
Secara klinis larutan digunakan untuk mengatasi perbadaan ion atau
penyimpanan jumlah normal elektrolit dalam darah. Penyebab berkuranngnya
elektrolit plasma darah adalah kecelakaan, kebakaran dan operasi atau
perubahan patologis organ. Ada dua jenis keadaan atau kondisi darah yang
menyimpan yakni sebagai berikut :
1) Asidosis
Yakni kondisi plasma darah yang terlampau asam akibat adanya ion klorida
dalam jumlah berlebih.
2) Alkalosis
Yakni kondisi plasma darah yang terlampau basa akibat adanya ion natrium,
kalium, dan kalsium dalam jumlah berlebih.
b. Infus carbonat
Berisi larutan glukosa atau dekstrosa yang cocok untuk donor kalori.
Digunakan untuk memenuhi kebutuhan glikogen otot kerangka, hipoglemia.
c. Larutan kombinasi elektrolit dan carbonat
d. Larutan irigasi
Sediaan larutan steril dalam jumlah besar 3 liter. Larutan ini disuntikkan
dalam vena, tetapi digunakan di luar sistem peredaran darah dan umunya
menggunakan jenis tutup yang diputar atau plastik yang dipatahkan sehingga
memungkinkan pengisian larutan dengan cepat.
2. Sebutkan dan jelaskan parameter dalam formulasi infus !
Jawab :
Adapun parameter-parameter yang perlu diperhatikan adalah:

18
a. Parameter fisiologi
Bila penderita dirawat dengan diberi cairan parenteral volume besar
(infus) hanya untuk beberapa hari, maka umumnya cukup dengan larutan
sederhana yang mengandung air dan dekstrosa secukupnya dan sejumlah kecil
natrium dan kalium. Teteapi bila penderita tidak dapat menerima nutrisi atau
cairan lewat mulut untuk masa yang lebih lama, maka dapat digunakan larutan
yang mengandung kalori tinggi. Yang termasuk dalam larutan ini adalah
protein, hidrolisat, karbohidrat, vitamin, mineral, elektrolit dan air yang cukup
dapat menunjang fisiologi tubuh.
Faktor fisiologi perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh pada
formulasi. Tekanan osmosa atau osmolaritas merupakan faktor fisiologi yang
dimana tekanan osmosa adalah perpindahan pelarut dan zat terlarut melalui
membran permeabel yang memisahkan 2 komponen, dinyatakan dalam osmole
per kilogram = osmolarita
b. Faktor fisikokimia
1) Organoleptis
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah pemerian dari bahan-
bahan yang akan digunakan secara kasat mata, meliputi : warna, aroma dan
rasa. Manfaat pengamatan organoleptis misalnya yaitu setelah melakukan
pengamatan dengan kasat mata, maka dapat diketahui bagaimana
penyimpanan bahan-bahan yang akan digunakan tersebut.
2) Kelarutan
Kelarutan menjadi hal yang harus diperhatikan apabila sediaan
parenteral volume besar dipakai sebagai pembawa obat lain, atau terjadinya
kristal pada beberapa zat. Pada umumnya obat-obatan yang digunakan untuk
mermbuat sediaan parenteral volume besar adalah obat-obatan/zat yang
mudah larut.
Kelarutan sangat penting untuk pengembangan larutan yang dapat
disuntikkan baik secara intravena maupun intramuscular. Sediaan dalam

19
bentuk infus harus jernih, maka bahan-bahan obat/zat yang akan digunakan
untuk membuat infus harus larut sempurna dalam pembawanya.
Air merupakan pelarut yang paling umum digunakan sebagai zat
pembawa yang digunakan dalam formulasi infus. Selain itu, untuk
memperoleh kelarutan yang baik, komponen yang akan digunakan harus
memiliki kualitas yang baik. Kontaminasi fisika dan kimia tidak hanya
menyebabkan iritasi ke jaringan tubuh, tetapi jumlah kontaminasi tersebut
juga dapat menyebabkan degradasi produk sebagai hasil dari perubahan
kimia, khususnya selama waktu pemanasan bila digunakan sterilisasi panas.
Adapun pelarut bukan air yang dipilih harus dengan hati-hati, karena
pelarut tersebut tidak boleh bersifat iritasi, toksik atau terlalu pekat dan juga
tidak boleh memberi efek merugikan pada bahan formulasi lainnya.
Pemilihan pelarut seperti itu harus melibatkan suatu evaluasi sifat-sifat
fisiknya seperti kerapatan, viskositas, kemampuan bercampur dan kepolaran,
kestabilan, aktivitas pelarut dan toksisitas. Contoh pelarut bukan air yang
dapat dikombinasi dengan air adalah dioksilan, dimetil-asetamida, N-(β-
hidroksietil )-laktamida, butilen glikol, polietilen glikol 400 dan 600,
propilen glikol, gliserin, etil alkohol. Pelarut bukan air yang tidak dapat
bercampur dengan air contohnya minyak lemak, etil oleat, isopropil miristat,
dan benzilbenzoat.
3) pH
pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak tepat dapat
menyebabkan :
a) Berpengaruh terutama pada darah tubuh
b) Berpengaruh pada kestabilan obat
c) Berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas, plastik, dan tutup karet.
pH sediaan parenteral volume besar tidak boleh diluar batas pH darah
normal karena akan menyebabkan masalah pada tubuh yang dimana pH
darah normal yaitu 7,35 – 7,45.

20
4) Ukuran partikel
Ukuran pratikel bahan obat mempunyai peranan dalam sediaan farmasi
sebab ukuran partikel mempunyai pengaruh yang besar dalam pembuatan
sediaan obat dan juga terhadap efek fisiologisnya. Untuk sediaan infus harus
memiliki ukuran partikel yang kecil karena sediaan infus pemberiannya
langsung ke dalam pembuluh darah vena. Jika terdapat ukuran partikel yang
besar dalam infus maka dikhawatirkan akan terjadi penyumbatan atau
gangguan dalam pembuluh darah.
5) Pembawa
Pada sediaan parenteral volume besar umumnya digunakan pembawa
air tetapi dapat juga dipakai emulsi lemak intravena yang diberikan sendiri
atau dikombinasi dengan asam amino dan atau dekstrosa asalkan partikel
tidak boleh lebih besar dari 0,5 µm.
6) Viskositas
Dalam sediaan infus viskositas sangat berpengaruh karena jika sediaan
infus terlalu kental maka akan susah menetes, distribusi obat dalam darah
akan lambat, sehingga ketercapaian efek terapi yang diinginkanpun akan
lambat pula.
7) Cahaya dan Suhu
Cahaya dan suhu erat hubungannya dengan tampat/wadah
penyimpanan obat/bahan obat. Cahaya dan suhu dapat mempengaruhi
kestabilan obat sehingga dalam hal penyimpanan obat sangat perlu sekali
diperhatikan karakteristik dari obat/bahan obat yang akan disimpan.
8) Faktor Kemasan
Faktor kemasan juga berpengaruh terhadap kestabilan obat/bahan obat.
Untuk sediaan parenteral volume besar sebaiknya kemasan yang digunakan
diusahakan kemasan tidak mempengaruhi kestabilan obat/bahan obat dari
sediaan parenteral volume besar.

21
c. Stabilisator pada sediaan parenteral volume besar
Untuk bahan penambah seperti dapar, antioksidan, komplekson,jarang
ditambahkan pada sediaan parenteral volume besar.

22

Anda mungkin juga menyukai