Latar Belakang
Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi pada penyakit terutama di negara – negara tropis.
Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang sering muncul di tengah masyarakat
Indonesia. Iklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi di Indonesia sangat mendukung
pertumbuhan jamur. Banyaknya infeksi jamur juga didukung oleh masih banyaknya masyarakat
Indonesia yang berada digaris kemiskinan sehingga masalah kebersihan lingkungan, sanitasi, dan
pola hidup sehat kurang menjadi perhatian dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Jamur dapat menyebabkan infeksi antara lain Candida albicans dan Trichopyton rubrum. Oleh
karena itu untuk membantu tubuh mencegah mengatasi infeksi jamur serius dapat menggunakan
obat Amfoterisin B. Yang mana Amfoterisin bekerja dengan menyerang sel yang sedang tumbuh
dan sel matang. Aktifitas anti jamur nyata pada pH 6,0 – 7,5. Aktifitas anti jamur akan berkurang
pada Ph yang lebih rendah. Amfoterisin bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung dengan
dosis yang diberikan dan sensitivitas jamur yang dipengaruhi. Namun dibalik kegunaan dari obat
tersebut tentu ada efek sampingnya.
Untuk itu perlu bahasan yang luas dari segala aspek mengenai obat anti jamur ini terutama
Amfoterisin B tersebut.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian obat jamur dan Amfoterisin B ?
b. Apa macam-macam infeksi jamur dan jenis obat anti jamur?
c. Apa indikasi dan kontraindikasi obat jamur tersebut?
d. Bagaimana farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat tersebut?
e. Bagaimana dosis dan penyediaan obat tersebut?
f. Bagaimana interaksi dan mekanisme kerja serta aktivitas obat tersebut?
g. Apa efek samping dari obat tersebut?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah membahas makalah mengenai obat jamur ini tentunya bisa di pahami dan
digunakan untuk kehidupan sehari – hari.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk dapat mengetahui pengertian obat jamur dan Amfoterisin B tersebut.
b) Untuk mengetahui macam-macam infeksi jamur dan jenis obat anti jamur.
c) Untuk mengetahui apa indikasi dan kontraindikasi obat jamur tersebut.
d) Untuk memahami bagaimana proses farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat
tersebut.
e) Untuk memahami bagaimana dosis dan penyediaan obat tersebut.
f) Untuk memahami bagaimana interaksi dan mekanisme kerja serta aktivitas obat
tersebut.
g) Untuk mengetahui apa efek samping dari obat tersebut.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Obat Jamur = Anti fungi = Anti Mikotik yaitu obat yamg digunakan untuk membunuh
Obat antijamur terdiri dari beberapa kelompok yaitu : kelompok polyene (amfoterisin B, nistatin,
natamisin), kelompok azol (ketokonazol, ekonazol, klotrimazol, mikonazol, flukonazol,
itrakonazol), allilamin (terbinafin), griseofulvin, dan flusitosin.
B.Macam – Macam Infeksi Jamur
Digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada kulit dan vagina. Antara lain :
Amphotericin dan nystatin dalam bentuk cairan dan lozenges. Obat-obatan ini tidak terserap
melalui usus ke dalam tubuh. Obat tersebut digunakan untuk mengobati infeksi Candida (guam)
pada mulut dan tenggorokan. Sedangkan, itraconazole, fluconazole, ketoconazole, dan
griseofulvin adalah obat dalam bentuk tablet yang diserap ke dalam tubuh.
Obat ini digunakan untuk mengobati berbagai infeksi jamur. Penggunaannya tergantung pada
jenis infeksi yang ada. example:
• Fluconazole umumnya digunakan untuk mengobati jamur Vaginal. Juga dapat digunakan
untuk mengobati berbagai macam infeksi jamur pada tubuh
c. Antijamur injeksi
Amphotericin, flucytosine, itraconazole, voriconazole dan caspofungin adalah obat-obatan anti
jamur yang sering digunakan dalam injeksi.
D. Pengertian Amfoterisin B
Amfoterisin adalah salah satu obat anti jamur yang termasuk kedalam golongan polyene. Obat
ini biasa digunakan untuk membantu tubuh mengatasi infeksi jamur serius.
Amfoterisin bekerja dengan menyerang sel yang sedang tumbuh dan sel matang. Aktifitas anti
jamur nyata pada pH 6,0 – 7,5. Aktifitas anti jamur akan berkurang pada Ph yang lebih rendah.
Amfoterisin bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung dengan dosis yang diberikan dan
sensitivitas jamur yang dipengaruhi.
a. Koksidiodomikosis
b. Parakoksidioidomikosis
c. Aspergilosis
d. Kromoblastomikosis
e. Kandidiosis
f. Maduromikosis (misetoma)
g. Mukormikosis (fikomikosis)
Amfoterisin B merupakan obat terpilih untuk blastomikosis selain hidrosis tilbamidin yang
cukup efektif untuk sebagian besar pasien dengan lesi kulit yang tidak progresif.
Obat ini efektif untuk mengatasi infeksi jamur Absidia spp, Aspergillus spp, Basidiobolus spp,
Blastomyces dermatitidis, Candida spp, Coccidoide immitis, Conidiobolus spp, Cryptococcus
neoformans, Histoplasma capsulatum, Mucor spp, Paracoccidioides brasiliensis, Rhizopus spp,
Rhodotorula spp, dan Sporothrix schenckii.
Organisme lain yang telah dilaporkan sensitif terhadap amfoterisin B termasuk alga Prototheca
spp. dan Leishmania protozoa dan Naegleria spp. Hal ini tidak aktif terhadap bakteri (termasuk
rickettsia) dan virus.
Beberapa strain yang resisten terhadap Candida telah diisolasi dan diberikan pengobatan jangka
panjang dengan amfoterisin B. Amfoterisin B hanya tersedia dengan resep dokter.
E.Indikasi
F. Kontra Indikasi
Infus amfoterisin B seringkali meninbulkan beberapa efek samping seperti kulit panas,
keringatan, sakit kepala, demam, menggigil, hipotensi, lesu, anoreksia, nyeri otot, flebitis, kejang
dan penurunan fungsi ginjal. 50% pasien yang mendapat dosis awal secara iv akan mengalami
demam dan menggigil. Keadaan ini hampir selalu terjadi pada penyuntikan amfoterisin B tapi
akan berkurang pada pemberian berikutnya. Reaksi ini dapat ditekan dengan memberikan
hidrokortison 25-50 mg dan dengan antipiretik serta antihistamin sebelumnya. Flebitis dapat
dikurangi dengan menambahkan heparin 1000 unit kedalam infuse.
G. Farmakodinamik
Amfoterisin B bekerja dengan berikatan kuat dengan ergosterol (sterol dominan pada fungi)
yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel bocor dan
membentuk pori-pori yang menyebabkan bahan-bahan esensial dari sel-sel jamur merembas
keluar sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan yang
tetap pada sel. Efek lain pada membran sel jamur yaitu dapat menimbulkan kerusakan oksidatif
pada sel jamur.
H. Farmakokinetik
Amfoterisin sedikit sekali diserap melalui saluran cerna. Suntikan yang dimulai dengan dosis 1,5
mg/hari lalu ditingkatkan secara bertahap sampai dosis 0,4-0,6 mg/kgBB/hari akan memberikan
kadar puncak antara 0,5-2 µg/mL pada kadar mantap. Waktu paruh obat ini kira-kira 24-48 jam
pada dosis awal yang diikuti oleh eliminasifase kedua dengan waktu paruh kira-kira 15 hari
sehingga kadar mantapnya baru akan tercapai setelah beberapa bulan pemakaian. Obat ini
didistribusikan luas ke seluruh jaringan. Kira-kira 95% obat beredar dalam plasma, terikat pada
lipoprotein. Kadar amfoterisin B dalam cairan pleura, peritoneal, sinovial dan akuosa yang
mengalami peradangan hanya kira-kira2/3 dari kadar terendah dalam plasma. Amfoterisin b juga
dapat menembus sawar uri, sebagian kecil mencapai CSS, humor vitreus dan cairan amnion.
Ekskresi melalui ginjal sangat lambat, hanya 3% dari jumlah yang diberikan selam 24 jam
sebelumnya ditemukan dalam urine.
I.Dosis
* Dosis awal 1 mg selama 20-30 menit dilanjutkan dengan 250 mikrogram/kg perhari, dinaikan
perlahan sampai 1 mg/kg perhari, pada infeksi berat dapat dinaikan sampai 1.5 mg/kg perhari.
Catatan: terapi diberikan dalam waktu yang cukup lama. Jika terapi sempat terhenti lebih dari 7
hari maka dosis lanjutan diberikan mulai dari 250 mikrogram/kg perhari kemudian dinaikan
secara bertahap.
J. Sediaan
1. Sediaan – Serbuk lofilik mgn 50 mg, dilartkan dg aquadest 10 ml lalu ditmbh ke lar
2. Lar elektrolit, asam/ mgdg pengawet tdk boleh digunakan sbg pelarut mengendapkan
amfoterisin B
J. Interaksi Obat
Amfoterisin B menyerang sel yang sedang tumbuh dansel matang. Aktivitas anti jamur nyata
pada pH 6,0-7,5: berkurang pada pH yang lebihrendah. Antibiotik ini bersifat fungistatik atau
fungisidal tergantung pada dosis dansensitivitas jamur yang dipengaruhi. Dengan kadar 0,3-1,0
µg/mL antibiotik ini dapat menghambat aktivitas Histoplasma capsulaium, Cryptococcus
neoformans,Coccidioides immitis, dan beberapa spesies Candida, Tondopsis
glabrata,Rhodotorula, Blastomyces dermatitidis, Paracoccidioides braziliensis, Beberapa spesies
Aspergillus, Sporotrichum schenckii, Microsporum audiouini dan spesiesTrichophyton. Secara
in vitrobila rifampisin atau minosiklin diberikan bersamaamfoterisin B terjadi sinergisme
terhadap beberapa jamur tertentu.
L. Mekanisme kerja
Amfoterisin B berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membran sel jamur sehingga
membran sel bocor dan kehilangan beberapa bahan intrasel dan menyebabkan kerusakan yang
tetap pada sel.
Salah satu penyebab efek toksik yang ditimbulkan disebabkan oleh pengikatan kolesterol pada
membran sel hewan dan manusia.
Resistensi terhadap amfoterisin B mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan reseptor sterol
pada membran sel.
M. Efek Samping
Demam, sakit kepala, mual, turun berat badan, muntah, lemas, diare, nyeri otot dan sendi,
kembung, nyeri ulu hati, gangguan ginjal (termasuk hipokalemia, hipomagnesemia, kerusakan
ginjal), kelainan darah, gangguan irama jantung, gangguan saraf tepi, gangguan fungsi hati, nyeri
dan memar pada tempat suntikan.
1. Infus : kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam, menggigil, lesu, anoreksia, nyeri
otot, flebitis, kejang dan penurunan faal ginjal.
2. 50% penderita yang mendapat dosis awal secara IV akan mengalami demam dan
menggigil.
3. Flebitis (-) à menambahkan heparin 1000 unit ke dalam infus.
4. Asidosis tubuler ringan dan hipokalemia sering dijumpai à pemberian kalium.
5. Efek toksik terhadap ginjal dapat ditekan bila amfoterisin B diberikan bersama flusitosin.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jamur adalah organisme mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti cendawan, dan ragi.
Beberapa jenis jamur dapat berkembang pada permukaan tubuh yang bisa menyebabkan infeksi.
Obat Jamur = Anti fungi = Anti Mikotik yaitu obat yamg digunakan untuk membunuh atau
menghilangkan jamur.
Amfoterisin adalah salah satu obat anti jamur yang termasuk kedalam golongan polyene. Obat
ini biasa digunakan untuk membantu tubuh mengatasi infeksi jamur serius.
a. Koksidiodomikosis
b. Parakoksidioidomikosis
c. Aspergilosis
d. Kromoblastomikosis
e. Kandidiosis
f. Maduromikosis (misetoma)
g. Mukormikosis (fikomikosis)
Daftar Pustaka
Miftah A, Kurniati, Rinasari U, Ervianti E. Resistensi dan Uji Kepekaan Antijamur Terhadap
Candida spp. Berkala. 2009; 21(2): 140-8.