Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN

STERIL

PERCOBAAN 4
PEMBUATAN DAN UJI STERILISASI SEDIAAN INFUS KCL ISOTONIS
GUM GLUKOSA

Oleh:

Kelompok 2
Kelas VII C

Diah Vinalisa Hasna Shofia NIM. 11194761920293


Mariatul Adawiyah NIM. 11194761920306
Ni Ketut Linda Puspa Yanti NIM. 11194761920313
Rizqi Nur Furqon NIM. 11194761920323
Yunitha Elzha Adelina NIM. 11194761920334

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MULIA

BANJARMASIN

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Tujuan Praktikum......................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................2
A. Teori..........................................................................................................2
B. Deskripsi Bahan Praktikum.......................................................................3
BAB III....................................................................................................................6
METODE PRAKTIKUM........................................................................................6
A. Alat Dan Bahan.........................................................................................6
B. Prosedur Kerja/Proses Produksi................................................................7
BAB IV....................................................................................................................9
PEMBAHASAN......................................................................................................9
A. Hasil...........................................................................................................9
B. Pembahasan.............................................................................................12
BAB V...................................................................................................................14
KESIMPULAN......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15
JAWABAN PERTANYAAN................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obat-obat injeksi yang digunakan melalui rute parenteral
merupakan obat-obatan yang paling banyak dipakai pada pasien rawat inap
Pasien rawat inap umumnya mendapatkan beberapa sediaan parenteral
vang harus diberikan dalam waktu yang hampir bersamaan. Terapi
Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung
ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (Na, Ca, K),
nutrient (glukosa), vitamin atau obat. Pemberian obat dilakukan secara
kontinu dengan kecepatan yang lambat dan terkontrol (Kozier, 2004).
Menurut Perry dan Potter (2006) cairan intravena dibedakan
menjadi beberapa tipe, yaitu cairan hipotonis, isotonis, dan hipertonis.
Cairan hipotonis mempunyai osmolaritas yang lebih rendah dibandingkan
serum. Cairan akan ditarik dari dalam pembuluh darah ke jaringan
sekitarnya sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju dan menyebabkan
pembengkakan sel hingga hemodialisis. Contohnya adalah NaCl 45% dan
Dekstrosa 2,5%. Cairan isotonis mempunyai osmolaritas mendekati
serum, sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Contohnya adalah
cairan Ringer-Laktat (RL) dan normalsaline/larutan garam fisiologis
(NaCI 0,9%). Cairan hipertonis mempunyai osmolaritas lebih tinggi
dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan
dan sel ke dalam pembuluh darah dan mengakibatkan penyusutan sel.
Contohnya adalah Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5% +
Ringer-Lactate, Dextrose 5% + NaCI 0,9%.
Pada praktikum dilakukan pembuatan dan uji sterilitas sediaan
infus KCI Isotonis GUM Glukosa, dilakukan uji sterilisasi yaitu
bertujuan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan bebas dari
cemaran mikroorganisme.

1
B. Tujuan Praktikum
Tujuan percobaan ini adalah mahasiswa diharapkan mampu
melakukan pembuatan dan uji sterilitas sediaan infus KCL Isotonis Gum
Glukosa.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

C. A. Teori
Menurut Farmakope Indonesia edisi III Hal. 12 Menurut FI Edisi
III halaman 12, infus intravenous adalah sediaan steril berupa larutan atau
emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah,
disuntikkan langsung ke dalam vena, dengan volume relatife banyak.
Kecuali dinyatakan lain , infus intravenous tidak diperbolehkan
mengandung bakteriasida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravenous
harus jernih dan praktis bebas partikel.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV Hal. 10 Pengertian infus
adalah sediaan parenteral volume besar merupakan sediaan cair steril yang
mengandung obat yang dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih dan
ditujukan untuk manusia. Infus adalah larutan injeksi dosis tunggal untuk
intravena dan dikemas dalam wadah lebih dari 100 ml.
Menurut Ansel halaman 448 Larutan sediaan parenteral volume
besar digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang akan
atau sudah dioperasi, atau untuk penderita yang tidk sadar dan tidak dapat
menerima cairan, elektrolit dan nutrisi lewat mulut. Larutan-larutan ini
dapat juga diberikan dalam terapi pengganti pada penderita yang
mengalami kehilangan banyak cairan dan elektrolit yang berat.
Menurut Moh. Anief, Infus adalah larutan dalam jumlah besar
terhitung mulai dari 100 mL yang diberikan melalui intravena tetes demi
tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat
terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah
relatif sama. Ketika terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera
mendapatkan terapi untuk mengembalikan air dan elektrolit. Dalam
pembuatan infus atau cairan intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal
dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-
partikel lain. Oleh karena volume yang besar, pengawet tidak pernah
digunakan dalam infus intravena biasanya mengandung zat-zat amino,

3
dekstrosa, elektrolit dan vitamin. Walaupun cairan infus intravena yang
diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk menetralisir trauma pada
pembuluh darah. Namun cairan Hipotonis maupun Hipertonis dapat
digunakan untuk meminimalisir pembuluh darah, larutan hipertonis
diberikan dalam kecepatan yang lambat. (Anief, 1993). Infus merupakan
sediaan steril, berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai fase kontinu;
biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan
untuk pemberian dalam volume yang besar. Infus tidak mengandung
tambahan berupa pengawet antimikroba.Larutan untuk infus, diperiksa
secara visible pada kondisi yang sesuai, adalah jernih dan praktis bebas
partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak menujukkan adanya pemisahan
fase. (British Pharmacopoiea Commision 2008,) Keuntungan pemberian
secara intravena (Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 401).
1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada
keadaan gawat.
2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama
dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima
pengobatan melalui oral.
3. Penyerapan dan absorbsi dapat diatur
Menrut Farmakope Indonesia edisi III infuse intravena ialah
sediaan steril dapat berupa larutan ataupun emulsi, bebas pirogen dan
memiliki tonititas yang sama dengan darah, disuntikkan langsung ke
dalam vena dalam volume refatif banyak. Kecuali dinyatakan lain, infuse
travena tidak boleh mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan untuk
infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel. Apabila dibuat
dalam bentuk emulsi maka menggunakan air sebagai fase luarnya,
diameter fase dalam tidak lebih dari 5μm. Emulsi untuk infus intravenous
setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan pemisahan fase.

D. Deskripsi Bahan Praktikum


1. KCl (FI IV hal. 477)

4
 Pemerian : Kristal atau serbuk kristal putih atau tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa atau berasa asin
 Kelarutan : 1 : 2,8 dalam air (20OC), 1: 1,8 dalam air (100OC),
1:250 dalam etanol 95% (20OC), 1 : 14 dalam gliserin (20OC),
praktis tidak laut dalam aseton dan eter (20OC). (Handbook of
Excipient. 2009. 572)
 Stabilitas : Disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk
dan kering, di bawah suhu 25OC (Handbook of Excipient.
2009.572)
 Cara sterilisasi : filtrasi atau autoclave (121OC, 30 menit)
 pH : 4-8 • Konsentrasi : 2,5-11,5%
 Kesetaraan equivalent elektrolit : 1 g KCl ≈ 13,4 mEq K+ ;
Ekuivalen : 0,76 ( Sprowls hal 189)
 Inkompatibilitas : Larutkan KCl bereaksi kuat dengan bromine
trifluoride dan dengan campuran H2SO4 dan KMnO4. Adanya
HCl, NaCl, dan MgCl akan menurunkan kelarutn KCl dalam air.
Larutan intravena KCl inkompatibel dngan proton hidrolisat
(Handbook of Excipient. 2009.573)
 Cara penggunaan dan dosis : Konsentrasi kalium pada rute iv tidak
lebih dari 40 mEq/L dengan kecepatan 20 mEq/jam (untuk
hipokalemia). Untuk mempertahankan konsentrasi kalium pada
plasma 4 mEq/L ( DI 2003 hal 1410). K+ dalam plasma = 3,5-5
mEq/L ( steril dosage form hal 251). Dosis maksimum yang dapat
diberikan 2-3 mmol /kg selama 24 jam (Sweetman. 2009).
Digunakan secara injeksi intravena dengan dosis 20 mmol kalium
dalam larutan 500 ml selama 2-3 jam dengan pmantauan ECO
2. Glukosa (FI IV hal. 300)
 Pemerian : Serbuk putih, bentuk kristal, rasa manis
 Kelarutan : Larut dalam air, sangat mudah larut dalam air
mendidih, agak sukar larut dalam etanol 95% mendidih • E NaCl :
0,16 ( Sprowls hal: 187)

5
 Konsentrasi : 2,5-11,5% untuk IV. 0,5-0,8g/kg/jam. Untuk
hipoglikemia 20-50 ml (konsentrasi 50%)
 Osmolaritas : 5,51% w/v larutan air sudah isotonis dengan serum
 Stabilitas : Stabil dalam bentuk larutan, dekstrosa stabil dalam
keadaan penyimpanan yang kering, dengan pemanasan tinggi dapat
menyebabkan reduksi pH dan karamelisasi dalam larutan
 OTT : Sianokobalamin, kanamisin SO4, novobiosin Na dan
wafarin Na,Eritromisin, Vit B komplek ( martindale 28 hal: 21)
 Sterilisasi : autoklaf
 PH : 3,5 – 6,5 (dalam 20%w/v larutan air)
 Efek samping : Larutan glukosa hipertonik dapat menyebabkan
sakit pada tempat pemberian (lokal), tromboklebitise, larutan
glukose untuk infus dapat menyebabkan gangguan cairan dan
elektrolit termasuk edema, hipokalemia, hipopostemia,
hipomagnesia.
 Kontraindikasi : Pada pasien anuria, intrakranial atau intraspiral
hemorage
 Titik lebur : 83℃
 Penggunaan : Larutan glukosa bersifat iso somotik dengan darah
pada konsentrasi 5,05% (glukosa anhidrat) dan 5,51% (glukosa
monohidrat). Larutan glukosa 5% sering digunakan pada kondisi
kekurangan cairan. Larutan glukosa lebih dari 5% bersifat hiper
osmotik dan biasa digunakan sebagai sumber karbohidrat
(martindale : 1946)
3. HCl
 Pemerian : Tidak berwarna, berbau khas, pada suhu kamar
berbentuk gas yang tidak berwarna dengan bau menyengat.
 Kelarutan : Dapat campur air, larut dalam dietil eter, etanol 95%
dan methanol
 Penggunaan : Agen pengasam

6
 Stabilitas : Hharus disimpan dalam wadah tertutup, gelas atau
wadah inert lainnya pada suhu di bawah 38˚C. Penyimpanan di
dekat alkali terkonsentrasi, logam, dan sianida
 Inkompatibilitas : Asam klorida bereaksi hebat dengan alkali
menghasilkan sejumlah besar panas. Asam klorida juga bereaksi
dengan banyak logam, membebaskan hydrogen
 Berat Molekul: 36,46
 Keasaman / alkalinitas: pH = 0,1 (10% v / v larutan berair)
 Titik didih: 118˚C (campuran didih konstan 20.24% b / b HCl)
 Kepadatan: 1.18 g / cm3 pada 28˚C
 Titik beku: 248˚C
 Indeks bias: nD20 = 1,342 (10% v / v larutan berair
4. Norit (FI IV hal. 1169, Martindale hal. 79)
 Pemerian : Serbuk hitam dan tidak berbau
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam suasana pelarut biasa
 Stabilitas : Stabil ditempat yang tertutup dan kedap udara, hindari
temperatur tinggi dan cahaya secara langsung
 Inkompatibilitas : Intraksi dengan oksidator kuat, hindari kontak
dengan asam kuat
 Kegunaan : Untuk kelebihan H2O2 dalam sediaan
 Konsentrasi : 0,1-0,3%
 Alasan pemilihan : Norit inert sehingga tidak bereaksi dengan zat
aktif
5. Aqua bebas pirogen merupakan air murni yang diproses dengan destilasi
atau proses pemurnian lain untuk menghilangkan bahan kimia hasil
metabolit mikroba dan pathogen

7
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Alat Dan Bahan


1. Alat
a. Botol infus
b. Autoklaf
c. Timbangan
d. Erlenmeyer
e. Corong
f. Glass beker
g. Gelas ukur
h. Spuit injeksi
i. Bunsen
j. Tabung reaksi
k. Kertas saring
2. Bahan
a. KCl
b. Glukosa
c. HCl
d. Norit
e. Aqua steril bebas pirogen

8
B. Prosedur Kerja/Proses Produksi
1. Pencucian Alat Gelas

Rendam alat gelas Bilas dengan air


Sikat dengan sikat
di tepol panas keran bagian luar
keras
selama 15 menit dan dalam

Bilas dengan aqua


Keringkan dengan
bebas pirogen
oven
sebanyak 3 kali

2. Cara Kerja

Cek pH, jika tidak


Timbang KCl 0,57 Larutkan dalam
mencapai 4
gr dan glukosa 135 mL air bebas
tambahkan HCl
5,732 gr pirogen
0,1 N

Tambahkan aqua Tambahkan 150 Saring dengan 2


steril dengan suhu mg norit yang rangkap kertas
60-70° ad 150 mL sudah dilarutkan saring

Masukkan 100 mL
kedalam botol,
kemas, beri brosur
dan etiket

9
3. Uji Sterilisasi

Buka tutup botol infus


Semprot botol infus
dgn pinset yang sudah
dgn alkohol 70%
dipanaskan
Komposisi : Indikasi :
EL-KA Kalium klorida 0,38% Untuk pencegahan
Glukosa q.s pengobatan defisiensi
HCl 0,1
kalium dan keracunana
Norit 0,1% Buka tutup tabung
KCL ISOTONIS Ambil
Aqua steril bebas progen ad
larutan
100 infus
ml
digitalis
yang berisi media
tioglikolat
sebanyak 1 mL
menggunakan pinset
yang sudah dipanaskan

Diproduksi oleh:
Keterangan lengkap
PT. PEJAM lihat brosur
BANJARMASIN- Tutup tabung reaksi
Masukkan 1 mL larutan
dengan kapas
SIMPAN atau
DI TEMPAT
infusINDONESIA
aluminium foil
YANG TERLINDUNG
BERAT BERSIH 100 ml DARI CAHAYA

Inkubasi dengan suhu Amati tabung reaksi


30-35°C di inkubator yang sudah di inkubasi

10
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Hasil dan Perhitungan

No Gambar Hasil Keterangan

1 Didapatkan pH= Pengukuran pH


4,5 infus KCL

2 Jernih dan bebas Kejernihan


dari infus KCL
mikroorganisme

3 Perhitungan Tonisitas : Kurang isotonis Perhitungan

1.KCL = 0,57 gr x 100% karena kekurangan Isotonis


NaCl
150 ml

= 0,38%

Tonisitas KCL = M x E

11
= 0,38% x 0,76

= 0,28%

2.Glukosa = 5,73 gr x 100%

150 ml

= 3,82%

Tonisitas Glukosa = M x E

= 3,82% x 0,16

= 0,16%

3.isotonis NacL 150 ml = 150 ml x

100 ml

0,90 gr = 1,5 gr

4.Total isotonis =0,28% + 0,16%

= 0,89%

5.kekurangan NaCl = 1,35 – 0,89

= 0,46%

12
B. Rancangan Brosur dan Kemasan

Indikasi :
Komposisi : Untuk pencegahan
Kalium klorida 0,38% pengobatan defisiensi
kalium dan
KCL ISOTONIS
Glukosa q.s
KCL ISOTONIS HCl 0,1
Norit 0,1%
keracunana digitalis

Aqua steril bebas


progen ad 100 ml

Diproduksi oleh:
Keterangan lengkap
PT.UNISM
lihat brosur

SIMPAN DI TEMPAT
YANG TERLINDUNG
DARI CAHAYA
BERAT BERSIH 150 ml

Harus Dengan Resep Dokter

13
Gambar 5. Kemasan Infus KCl Isotonis

KCL ISOTONIS
INJEKSI STERIL
INFUS
Komposisi :
Tiap 150 ml inj mengandung :
KCl…….……………………………….30 mg
Aturan Pakai :
1 botol infus sekali pakai secara intravena tiap 27
tetes permenit
Indikasi :
Untuk keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh
saat dehidrasi, mengatasi hiporetremia,
hipoksiemia, dan hipomagnesia.
Kontraindikasi :
Penderita hipertensi, hypernatremia, hyperkalemia,
hipermagnesia, hipertonik uterus, retensi cairan,
edema empedu
Simpan pada suhu dibawah 25-30ºC dan ditempat
kering hindari pembekuan

Harus Dengan Resep Dokter


No.reg: DKL1618200449A1
No.batch: 678910
Exp: Mei 2024
PT. UNISM
Banjarmasin-Indonesia

14
Gambar 7. Brosur Infus KCl Isotonis

C. Pembahasan
Menurut Farmakope Indonesia edisi III Hal. 12 Menurut FI Edisi
III halaman 12, infus intravenous adalah sediaan steril berupa larutan
atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis
terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena, dengan volume
relatife banyak. Kecuali dinyatakan lain , infus intravenous tidak
diperbolehkan mengandung bakteriasida dan zat dapar. Larutan untuk
infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel.
Menurut Moh. Anief, Infus adalah larutan dalam jumlah besar
terhitung mulai dari 100 mL yang diberikan melalui intravena tetes
demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan
elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan
dikeluarkan dalam jumlah relatif sama. Ketika terjadi gangguan
hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk
mengembalikan air dan elektrolit. Dalam pembuatan infus atau cairan
intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal dalam wadah plastik
atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh
karena volume yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam
infus intravena biasanya mengandung zat-zat amino, dekstrosa,
elektrolit dan vitamin.

Percobaan ini bertujuan untuk melakukan pembuatan dan uji


sterilitas sediaan infus KCl Isotonis Glukosa. Pembuatan sediaan
infus KCl isotonis glukosa dilakukan dengan cara menimbang KCl
0,57 gram dan glukosa 5,732 gram lalu kedua bahan ini dicampurkan
dengan 135 ml air bebas pirogen dan dilakukan pemeriksaan pH 4-5
pada larutan tersebut, jika pH tidak mencapai 4 maka dapat
ditambahkan HCl 0,1N untuk meningkatkan pH larutan tersebut.
setelah pH larutan mencapai 4 ditambahkan aqua steril hingga 150 ml
dengan suhu 60-70oC dan jangan sampai mendidih..

15
Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu KCl, Glukosa,
HCl, Norit dan aqua steril. KCl digunakan sebagai zat aktif dari infus
yang berfungsi untuk sumber ion kalium yang diakibatkan karena
ketidakseimbangan elektrolit, glukosa digunakan sebagai zat
pengisotonis yang bertujuan agar tekanan osmosis cairan infus yang
masuk ke dalam tubuh sama dengan tekanan osmosis tubuh. Jika
larutan parenteral mempunyai tekanan osmosis lebih rendah daripada
tekanan osmosis plasma darah disebut larutan hipotonis, sedangkan
jika tekanan osmosisnya lebih tinggi disebut larutan hipertonis. Sel
darah merah yang dimasukkan ke dalam larutan hipotonis, akan
mengembang dan akhirnya akan pecah karena masuknya air ke dalam
sel (hemolisis). Sedangkan jika sel darah merah diletakkan ke dalam
larutan hipertonis, maka sel akan kehilangan air dan menciut. Untuk
mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi, mencegah hemolisis, serta
pemberian elektrolit yang seimbang, maka sediaan parenteral harus
isotonis. HCl digunakan untuk menambah kondisi keasaman sediaan
infus sehingga mencapai pH yang diinginkan, norit digunakan sebagai
penyerap pirogen ataupun bahan-bahan pengotor lainnya yang
mungkin ada di dalam sediaan infus dan juga digunakan sebagai
pengikat glukosa agar kondisi isotonis larutan sediaan tetap terjaga,
dan aqua steril digunakan sebagai pembawa atau pelarut pada sediaan.
Sediaan infus KCl Isotonis Glukosa ini digunakan untuk mengatasi
hypokalemia berat dan pengosongan kalium apabila asupan kalium
peroral tidak dapat diberikan.

Hasil yang kelompok kami dapatkan dalam mengevaluasi


sediaan infus yang mencakup evaluasi pH, kejernihan dan isotonis.
Hasil pengamatan pH didapatkan hasil 4,5, untuk kejernihan aman
bebas mikroorganisme, untuk isotonis kurang sesuai.
Berdasarkan teori, nilai pH yang kami dapatkan adalah 4,5 dimana
tidak sesuai dengan pH darah yaitu 7,4 atau minimal 5-6 (Achmadi,
1991). Sehingga hasil kami tidak sesuai dengan teori yang mungkin
dipengaruhi beberapa faktor yaitu temperature, human error atau

16
mungkin saat penimbangan bahan tidak sesuai, atau sediaan terlalu
basa .
Berdasarkan teori, infus harus steril dan bebas pirogen oleh karena
itu dibuat menggunakan aqua steril. Hasil yang kami dapatkan
setelaah proses pembuatan larutan jernih dan steril, setelah diinkubasi
dengan media tioglikolat selama hari terdapat mikroorganisme dalam
sediaan. Hal ini mungkin diakibatkan beberapa faktor yaitu
pengerjaan kurang steril dan tabung reaksi yang tidak disterilkan
(Arief, Moh, 1997).
Berdasarkan teori suatu infus harus isotonis dengan darah. Namun
dari hasil perhitungan kelompok kami hasil yang didapatkan kurang
isotonis. Sehingga sangat disarankan penyuntikannya secara perlahan-
lahan. Faktor mempengaruhi ketidak isotonisan itu sendiri adalah
kurangnya NaCl pada infus (Lukas, 2011).
Titik kritis dalam praktikum ini pengerjaan kurang steril ada alat
yang tidak disterilkan, adanya human eror , suhu tidak stabil sehingga
hasil yang diharapkan tidak sesuai. Oleh karena itu di sarankan untuk
menyuntikan secara perlahan-lahan agar tidak menimbulkan iritasi
intra vena.

17
BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil praktikum yang dilakukan, sehingga dapat disimpulkan bahwa


hasil yang kami Setelah diinkubasi selama1 hari, terdapat perubahan pada
erlenmeyer yaitu adanya mikroorganisme pada tabung reaksi yang
ditambahkan sediaan infus KCl 38% sehingga sediaan infus KCl 38% yang
telah dibuat tidak dapat dikatakan steril. Faktor yang membuat adanya
mikrooganisme tumbuh adalah karena tabung reaksi tidak disterilkan.

18
19
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M, (1993). Farmasetika. Penerbit Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta. Halaman 125.

Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, 4th ed. Jakarta: UI press.

British Pharmacopoiea Commision. (2008). British pharmacopoeia. London: The


Pharmaceutical Press.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi


IV, 606, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 300, 477,
1169.

Martindale : The Extra Pharmacopoeia 28th ed., 1982. The Pharmaceutical Press,
London, p. 21, 79.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Quinn, M.E., 2009.Handbook of Pharmaceutical


Excipients, sixth. ed. Pharrmaceutical Press, London. 572-573

Sweetman, S., 2009. Martindale The Complete Drug Reference, 36th ed.
Pharmaceutical Press, London.

Sprowls Jr.,JB.,1970. Prescription Pharmacy, 2nd ed., 247 Lippincott.,


Philadelphia. 187-189

20
JAWABAN PERTANYAAN

1. Jelaskan penggolongan pada sediaan infus ?


2. Sebutkan dan jelaskan parameter dalam formulasi infus ?
Jawaban :

1. - Infus elektrolit
Pada cairan fisiologi tubuh manusia mengandung 60% air dan
terdiri atas cairan intraseluler (di dalam sel ) 40% yang mengandung ion-
ion K+, Mg2+, sulfat, fosfat, protein, serta senyawa organik asam fosfat
seperti ATP, heksosa monosfat, dan lain-lain.
C. Infus karbohidrat
Infus karbohidrat adalah infus berisi larutan glukosa atau dekstrosa
yang cocok untuk donor kalori, kita menggunakannya untuk memenuhi
kebutuhan glikogen otot kerangka, hipoglikemia, dan lain-lain.
D. Infus plasma ekspander atau penambah darah
Larutan plasma ekspander adalah suatu sediaan larutan steril yang
digunakan untuk menggantikan plasma darah yang hilang akibat
pendarahan, luka bakar, operasi, dan lain-lain.
E. Infus emulsi lemak
Diinfuskan apabila terjadi kesulitan makan per oral untuk
memenuhi kebutuhan akan kalori setiap harinya atau membantu fungsi
lambung atau usu setelah operasi atau pasien kekurangan gizi parah.
2.

21

Anda mungkin juga menyukai