Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK PROFESI STASE


KETERAMPILAN DASAR PRAKTEK KLINIK

Disusun oleh :

Nama : Nabila Tsurayya


NIM : 231004615901020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEBIDANAN UNIVERSITAS
PRIMA NUSANATARA
BUKITTINGGI
2023
LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK PROFESI


STASE KETERAMPILAN DASAR PRAKTEK KLINIK

Laporan Pendahuluan Keterampilan Dasar Praktek Klinik Ini Telah


Memenuhi Syarat dan Disetujui untuk di laksankan ke tahap Laporan Kasus

Bukittinggi, Tanggal November 2023

Menyetujui

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

_______________________ _______________________
NIDN : NIP :
KATA PENGANRAT

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah berkenan

memberi petunjuk dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

ini dengan judul “ Laporan Pendahuluan KDPK ” . Dalam menyelesaikan

makalah ini kami banyak sekali mendapat bantuan, dukungan moril maupun

materi dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini kami mengucapkan terima

kasih kepada Ibu Dosen Pembimbing dan kepada teman-teman yang sudah

memberikan bantuan dan masukan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

ini.

Dalam penulisan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin

untuk menyajikan yang terbaik, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih

jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan saran dan

kritikan yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah

ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat

dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Amin

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bukittingi , November 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril

berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau

disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan

cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput

lendir.(FI.III.1979).

Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah

injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya

larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak

bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada

pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995).

Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi

vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada

dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Ampul

adalah wadah takaran tunggal oleh karena total jumlah cairannya ditentukan

pemakaiannya untuk satu kali injeksi (Voight, 1995) sedangkan Injeksi vial

pun dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk

mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak

5 mL atau pun lebih. (Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika I.2011)

untuk evaluasi dilakukan setelah sediaan disterikan sebelum wadah dipasang

etiket dan dikemas.Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV ada 3 evaluasi

yang dilakukan yaitu Evaluasi Fisika , Evaluasi biologi dan Evaluasi kimia.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian injeksi ?

2. Apa tujuan injeksi ?

3. Bagaimana indikasi dari injeksi ?

4. Bagaiman kontraindikasi dari injeksi ?

5. Apa saja jenis jenis injaksi ?

6. Apa saja persiapan alat dan bahan injeksi ?

7. Bagaimana langkah pelaksanaan dari injeksi ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian injeksi ?

2. Untuk mengetahui tujuan injeksi ?

3. Untuk mengetahui indikasi dari injeksi ?

4. Untuk mengetahui kontraindikasi dari injeksi ?

5. Untuk mengetahui jenis jenis injaksi ?

6. Untuk mengetahui persiapan alat dan bahan injeksi ?

7. Untuk mengetahui langkah pelaksanaan dari injeksi ?


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Injeksi

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril

berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau

disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan

cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput

lendir.(FI.III.1979). Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV,

injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang.

Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena.

Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan

penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995).

Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi

vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada

dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi

vial pun dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk

mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak

5 mL atau pun lebih. (Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika I.2011).

Berdasarkan R.VOIGHT(hal 464) menyatakan bahwa, botol injeksi vial

ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum

injeksi untuk menghisap cairan injeksi.

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau

serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum

digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit atau


melalui kulit atau selaput lendir. Pemberian injeksi merupakan prosedur

invasif yang harus dilakukan dengan menggunakan teknik steril. Istilah

injeksi berarti adalah mendorong sejumlah cairan obat ke dalam tubuh

menggunakan jarum suntik. Cara injeksi yang biasa digunakan oleh

dokter.perawat atau pun bidan adalah IM (otot atau intramuscullar), IV

(pembuluh darah atau intravena) dan juga SC (jaringan lemak dibawah kulit

atau subcutan), IC (lapisan diantara kulit atau intradermal).

B. Tujuan Injeksi

1. Untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorpsi dari pada dengan

injeksi perenteral lain

2. untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan

3. untuk memasukkan obet dalam jumlah yang lebih besar

C. Indikasi

1. Pada seseorang dengan penyakit berat

Pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur

peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran

darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan

memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian

antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit

memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika

oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakkan pasien dirawat di

RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena,

dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya

perawatan, dan lamanya perawatan.


2. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral yang terbatas (efektivitas

dalam darah jika dimasukkan melalui mulut).

Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik).

Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya

“polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur

gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka

harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.

3. Pasien tidak dapat minum karena muntah

Atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran

cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangan pemberian

melalui jalur lain seperti rectal (usus), sublingual (di bawah lidah),

subkutan (di bawah kulit), dan intramuscular (disuntikkan di otot).

4. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak – obat masuk ke

pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.

5. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan

melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena).

Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada

orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada

penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk

pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa

banyak antibiotika memiliki bioavailabilitas oral yang baik, dan mampu

mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.

(somelus.wordpress).
D. Kontraindikasi

1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi injeksi


intravena.
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, kerana lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri – vena (A – V shunt) pada
tindakan hemodaliasis (cuci darah).
3. Obat – obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh darah vena kecil
yang aliran darahnya lambat (misalnya pembulah vena di tungkai dan
kaki). (somelus.wordpress)
Contoh obat :
1. Ranitidin : Mengurangi keasaman lambung pada persalinan beresiko
tinggi.
2. Petidin Hidroklorida : Untuk nyeri sedang sampai berat, analgesia
obstetri
3. Eritromisin : Digunakan pada klien yang sensitif terhadap penisilin,
organismeyang resistan terhadap penisilin, sifilis, klamidia, gonorea,
infeksi pernapasan, pengobatan infeksi yang sensitif terhadap
eritromisin, profilaksis dalam penatalaksanaan pecah ketuban saat kurang
bulan. Juga untuk pasien yang sensitif terhadap penisilin yang
membutuhkan antibiotik guna mengobati penyakit jantung dan katup
jantung.
4. Protamin Sulfat : Untuk melawan kerja heparin
5. Fitomenadion ( Vitamin K ) : Mencegah dan mengobati hemoragi.
(Banister, Claire. 2007)
E. Jenis Jenis Injaksi

1. Suntikan Intravena (IV)

Pengertian : Memasukkan cairan obat langsung kedalam pembuluh

darah vena waktu cepat sehingga obat langsung masuk dalam sistem

sirkulasi darah.
a. Tujuan :

1) Memasukkan obat secara cepat.

2) Mempercepat penyerapan obat.

3) Untuk memperoleh reaksi obata yang cepat diabsorpsi dari pada

dengan injeksi perenteral lain.

4) Untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan.

5) Untuk memasukkan obet dalam jumlah yang lebih besar.

b. Lokasi yang digunkan untuk penyuntikan :

1) Pada lengan (vena mediana cubiti / vena cephalica)

2) Pada tungkai (vena saphenosus)

3) Pada leher (vena jugularis) khusus pada anak

4) Pada kepala (vena frontalis, atau vena temporalis) khusus pada anak

5) Sudut injeksi intravena : 15-30°

6) Spuit yang dipakai : spuit 2-5 ml dengan ukuran 21-25, panjang jarum

1-2 inci.

c. Bahaya Pemberian Injeksi :

1) Pasien alergi terhadap obat (misalnya mengigil, urticaria, shock,

collaps dl)

2) Pada bekas suntikan dapat terjadi apses, nekrose atau hematoma

3) Dapat menimbulkan kelumpuhan

d. Keuntungan dan Kerugian:

1) Keuntungan:

Tidak mengalami tahap absorbsi, maka kadar obat dalam darah

diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikam langsung dengan


respon penderita. Larutan tertentu yang iriatif hanya dapat diberikan

dengan cara ini karena dinding pembuluh darah relative tidak sensitive

dan bila di suntikkan perlahan lahan obat segera di encerkan oleh

darah.

2) Kerugian

Efek toksik mudah terjadi karena keadaan obat yang tinggi

segera mencapai darah dan jaringan. Disamping itu, obat yang di

suntikkan tidak dapat di tarik kembali. Obat dalam larutan minyak

yang mengendapkan konstituen darah dan yang menyebakan

hemolisis.

e. Prosedur Tindakan

1) Persiapan Alat Pemberian Obat Melalui Intravena ( Secara Langsung )

a) Buku catatan pemberian obat atau kartu obat

b) Kapas alkohol

c) Sarung tangan

d) Obat yang sesuai

e) Spuit 2 ml - 5 ml

f) Bak spuit

g) Baki obat

h) Plester

i) Perlak pengalas

j) Karet pembendung ( tourniquet)

k) Kasa steril ( bila perlu )


Prosedur Kerja :

a) Cuci tangan, Siapkan obat dengan prinsip enam benar

b) Indentifikasi klien, Beri tahu klien dan jelaskan prosedur yang akan

diberikan, Atur klien pada posisi yang nyaman, Pasang perlak

pengalas, Bebaskan lengan klien dari baju atau kemeja, Letakkan

karet pembendung ( torniquet)

c) Pilih area penususkan yang bebas dari tangda kekakuan,

peradangan atau rasa gatal. Menghindari gangguan absorpsi obat

atau cidera dan nyeri yang berlebihan

d) Pakai sarung tangan, Bersihkan area penusukan dengan

menggunakan kapas alkohol , dengan gerakan sirkuler dari arah

dalah keluar dengan diameter sekitar 5 cm.

e) Tunggu sampai kering. Metodr oni dilakukan untuk membuang

sekresi dari kulit yang mengandung mikroorganisme

f) Pegang kapas alkohol dengan jari - jari tengah pada tangan non

dominan, Buka tutup jarum

g) Tarik kuit kebawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area penususkan

dengan tangan non dominan. Membuat kulit lebih kencang dan

vena tidak befrgeser, memudahkan penusukan

h) Pegang jarum pada posisi 30" sejajar vena yang akn ditusuk

perlahan pasti

i) Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan jarum kedalam

vena. Lakukan aspirasi dengan tangan nono dominan menahan

barel dari spuit dan tangan dominan menarik plunger


j) Observasi adanya draah dalam spuit

k) Jika ada darah, lepaskan terniquet dan masukkan obat perlahan –

lahan

l) Keluarkan jarum dengan sudut yang sama seperti saat

dimasukkkan (30"), sambil melakukan penekanan dengan

menggunakan kapas alkohol pada area penusukan

m) Tutup area penusukkan dengan menggunakan kassa steril yang

diberi betadin

n) Kembalikan posisi klien, Buang peralatan yang sudah tidak

diperlukan, Buka sarung tangan, Cuci tangan

o) Dokumentasikan tindakan yang telalh dilakukan

2) Pemberian Obat Melalui Infus ( Secara Tidak Langsung)

Pemberian Obat Melalui infus (secara tidak langsung) ada dua

cara, yaitu:

a) Pemberian obat melalui wadah intravena.

Memberikan obat intravena melalui wadah merupakan

pemberian obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke

dalam wadah cairan intravena. Tujuannya untuk meminimalkan

efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.

Persiapan Alat dan Bahan :

(a) Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran

(b) Obat dalam tempatnya

(c) Wadah cairan (kantong atau botol)

(d) Kapas alcohol.


Prosedur Kerja :

(a) Cuci tangan

(b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan

dilakukan.

(c) Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan

masukkan ke dalam spuit.

(d) Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong.

(e) Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran.

(f) Lakukan penyuntikan dengan memasukan jarum spuit

hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat

berlahan lahan ke dalam kantong atau wadah cairan.

(g) Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan

membalikan kantong cairan secara perlahan - lahan dari

satu ujung ke ujung lain.

(h) Perikasa kecepatan infus

(i) Cuci tangan, catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan

dosis pemberian obat.

b) Pemberian obat melalui selang intravena.

Persiapan Alat dan Bahan :

(a) Spuit dan jarum yang sesui dengan ukuran

(b) Obat dalam tempatnya

(c) Selang intra vena

(d) Kapas alkohol


Prosedur Kerja :

(a) Cuci tangan, Jelaskan pada pasien mengenai yang akan

dilakukan.

(b) Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukan

ke dalam spuit.

(c) Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena.

(d) Lakukan desinfcksi dengan kapas alkohol dan setop aliran.

(e) Lakukan penyuntikan denagn memasukan jarum spuit

hinnga menembus bagian tengah dan masukan obat secara

perlahan - lahan ke dalam selang intravena.Setelah selesai,

tarik spuit.

(f) Periksa kecepatan infus dan observasi reaksi obat

(g) Cuci tangan Catat obat yang telah di berikan dan dosisnya

2. Suntikan Intra Cutan (IC)

Prinsipnya memasukan obat kedalanm jaringan kulit. Merupakan

pemberian obat melalui jaringan intrakutan ini dilakukan di bawah dermis

atau epidermis. Lokasi injeksi intracutan: pada lengan bawah bagian dalam,

dada atas dan punggung dibawah skapula. Lengan kiri umumnya digunakan

untuk penapisan TBC dan lengan kanan digunakan untuk semua pemeriksaan

lain.

Tujuan : untuk mengetahui sensitivitas tubuh terhadap obat yang

disuntikan agar menghindarkan pasien dari efek alergi obat (dengan skin test),

menentukan diagnosa terhadap penyakit tertentu (misalnya tuberculin tes).

Peralatan siring tuberkulin yang dikalibrasi dalam puluhan dan ratusan


ml dan jarum berukuran 4 - % inci, 26 atau 27 gauge. Dosis yang diberikan

secara intradermal kecil, biasanya kurang dari 0,5 ml. Sudut: 10- 15 derajat.

Spuit yang dipakai : spuit I ml dengan ukuran 25, 26, atau 27, panjang jarum

4 - 5/8 inci.

Contoh Obat Injeksi Intraautan :

a. Vaksin Bacillus Calmette Guerrin (BCG) 0,05 ml

b. 0,1 ATS atau ADS + 0,9 NaCl untuk menetralisir endotoksin dari

kuman tetanus atau difteri.

c. Adrenalin 1%.

d. 0,1 ml vaksin sel diploid manusia (pasteur mariex) untuk vaksin rabies.

e. Ekstrak allergen.

a) Alat dan bahan

Alat dan bahan yang dibutuhkan pada saat akan melakukan

pemberian injeksi intracutan adalah sebagai berikut :

(a) Vial atau ampul obat yang tepat.

(b) Spuit steril I ml (spuit teberkulin) dan jarum berukuran 25 -27 yang

panjangnya sampai inci.

(c) Kapas alkohol.

(d) Kassa segi empat steril berukuran 5x5 cm (pilihan).

(e) Sarung tangan non steril (sesuai protokol institusi)

(f) Plester (pilihan)

b) Persiapan

Persiapan yang dibutuhkan pada saat akan melakukan pemberian

injeksi intracutan adalah sebagai berikut


(1) Cek catatan pemberian obat. Periksa label obat dan bandingkan

dengan catatan pemberian obat secara cermat untuk memastikan

bahwa obat yang benar sedang disiapkan.

(2) Baca label pada obat

c) Prosedur pemberian obat melalui injeksi intracutan adalah sebagai berikut

(1) Cuci tangan dan observasi prosedur infeksi lainnya yang sesuai

(misalnya sarung tangan bersih).

(2) Persiapkan obat dari ampul atau vial untuk proses penarikan obat.

(3) Persiapan klien. Periksa gelang pengenal klien. Hal ini memastikan

bahwa obat diberikan kepada klien yang benar.

(4) Jelaskan kepada klien bahwa obat akan menimbulkan gelembung

kecil seperti lepuhan. Klien akan merasa sedikit tusukan saat jarum

menusuk kulit. Beberapa obat diabsorbsi secara lambat melalui

kapiler hingga kedalam sirkulasiumum dan gelembung akan

menghilang secara bertahap. Obat lain tetap berada di area

penyuntikan dan bereaksi dengan jaringan tubuh untuk menghasilkan

kemerahan dan indurasi (pengerasan), yang perlu diinterprestasikan

dalam waktu tertentu (misal dalam 24 atau 48 jam). Reaksi ini juga

akan menghilang secara bertahap. Informasi akan memfasilitasi

penerimaan dan kepatuhan melakukan terapi.

(5) Berikan privasi klien.

(6) Pilih dan bersihkan lokasi injeksi :

(a) Pilih lokasi injeksi (misal pada lengan bawah sekitar satu tangan

di atas pergelangan tangan dan tiga atau empat jari dibawah


ruang antekubital). Hindari menggunakan lokasi yang

mengalami nyeri tekan, inflamasi, atau bengkak dan terdapat

lesi.

(b) Pasang sarung tangan sesuai kebijakan institusi

(c) Bersihkan kulit pada lokasi dengan menggunakan gerakan

sirkular yang kuat, dimulai dari bagian tengah dan memutar ke

luar. Biarkan area mengering secara keseluruhan.

(7) Siapkan spuit untuk injeksi :

(a) Buka tutup jarum saat menunggu antiseptik mengering.

(b) Keluarkan setiap gelombang udara yang ada dalam spuit.

(c) Gelembung kecil yang melekat pada plunger tidak menimbulkan

masalah. Sedikit udara tidak akan membahayakan jaringan.

(d) Pegang spuit pada tangan dominan, pegang diantara ibu jari

telunjuk. Pegang jarum hampir sejajar dengan permukaan kulit,

dengan bevel jarum menghadap keatas.

(e) Kemungkinan obat yang masuk kedalam jarıngan subkutaneus

meningkat saat menggunakan sudut lebih besar dari 15° atau

dengan bevel menghadap ke bawah

(8) Injeksikan cairan

(a) Dengan tangan non dominan, tarik kulit pada lokasi yang akan

diinjeksikan sampai teregang. Sebagai contoh, jika

menggunakan lengan bawah dorsal, dengan perlahan tarik

hingga meregangkan kulit bagian ventral. Kulit yang meregang

memudahkan jarum masuk dan menimbulkan lebih sedikit


ketidaknyamanan.

(b) Masukkan ujung jarum cukup jauh untuk menempatkan bevel

melewati epidermis hingga dermis. Garis bentuk bevel harus

dapat terlihat dibawah lapisan kulit.

(c) Stabilkan spuit dan jarum, injeksikan obat secara hati - hati dan

perlahan sehingga menghasilkan gelembung kecil (area kulit

yang sedikit menojol seperti lepuhan) pada kulit. Hal ini

memverifikasi bahwa obat telah masuk kedalam lapisan dermis.

(d) Tarik segera jarum pada sudut yang sama saat dimasukkan.

Pasang plester jika diindikasikan.

(e) Jangan memijat area penusukan. Pemijatan dapat menyebarkan

obat kedalam jaringan atau keluar melalui lubang penusukan

jarum.

(f) Buang spuit dan jarum dengan cara yang aman. Jangan menutup

Jarum dengan tangan untuk mencegah cedera karena tusukan

jarum.

(g) Lepaskan sarung tangan.Lingkari area penusukan dengan tinta

untuk mengobservasi kemerahan atau indurasi (pengerasan)

sesuai kebijakan institusi.

(h) Dokumentasikan semua informasi yang relevan.

(i) Catat bahan uji yang digunakan, waktu pelaksanaan, dosis obat,

rute injeksi, lokasi injeksi, dan pengkajian kebidanan.


3. Suntikan Intramuskular (IM)

Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Tujuan

pemberian obat dengan absorbsi lebih cepat dibandingkan dengan subcutan,


o
dan mampu menyerap dalam dosis yang besar. Sudut 90 Spuit yang

dipakai : spuit 2-5 ml dengan ukuran 21-25, panjang jarum 1-2 inci (atau

tergantung pada kebutuhan dan ketebalan otot, jenis obat, dan usia klien).

Obat-obatan yang sering dipakai dalam metode ini: Suntik kb, macam2

vaksin, codein dan metoclopramide.

a. Lokasi

1) Pada daerah legan atas (deltoid)

Jumlah obat yang ideal paling kecil (antara 0,5-I ml). Jarum

disuntikkan kurang lebih 2,5 cm tepat di bawah tonjolan acromion.

Organ penting yang mungkin terkena adalah a.brachialis atau n.radialis

2) Pada daerah dorsogluteal (gluteus maximus)

Hati-hati terhadap n.sciatus dan glutea superior. Volume suntikan

ideal antara 2-4 ml.Minta pasien berbaring ke samping dengan lutut

sedikit fleksi.

3) Pada dacrah ventrogluteal (gluteus medius)

Suntikkan jarum di tengah-tengah huruf V itu, maka jarum akan

menembus m gluteus medius. Volume ideal antara 1-4 ml.

4) Pada daerah bagian luar (vastus lateralis)

Pada orang dewasa, m. vastus lateralis terletak pada sepertiga

tengah paha bagian luar. Volume injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi

antara 1-3 ml).


5) Pada daerah paha bagian depan (Rectus Femoris)

Volume injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi antara 1-3 ml).

Lokasi ini jarang digunakan, namun biasanya sangat penting untuk

melakukan auto-injection, misalnya pasien dengan riwayat alergi berat

biasanya menggunakan tempat ini untuk menyuntikkan steroid injeksi

yang mereka bawa kemana-mana.

b. Prosedur Tindakan

1) Siapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam syringe.

2) Pastikan identitas pasien. Anda tidak mau menyuntikkan obat ke

pasien yang salah.

3) Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman

4) Tentukan lokasi penyuntikan yang benar sesuai dengan petunjuk di

atas. Bersihkan kulit di atasnya dengan alkohol atau cairan desinfektan

lain.

5) Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan ibu jari dan

jari telunjuk).

6) Gunakan tangan non-dominan untuk mengencangkan kulit di sekitar

lokasi suntikan.

7) Masukkan jarum sehingga menembus otot yang dicari.

8) Lakukan aspirasi.Bila tidak ada darah, lanjutkan. Bila ada darah, cabut

jarum, ulangi prosedur.

9) Masukkan obat dengan perlahan (1 ml per 10 detik) sampai dosis yang

dinginkan tercapai.

10) Setelah usai, tarik jarum syringe. Tergantung jenis obat yang
dimasukkan, ada beberapa obat yang memerlukan pemijatan ringan

untuk membantu penyerapan, namun ada pula yang tidak. Pahami

secara menyeluruh obat yang Anda suntikkan, atau silahkan baca

rekomendasi dari pabrik pembuat obat.

11) Pisahkan jarum dari syringe. Buang keduanya di tempat sampah

khusus sampah medis.

12) Periksa lokasi suntikan sekali lagi untuk memastikan bahwa tidak ada

perdarahan, pembengkakan, atau reaksi-reaksi lain yang tadi.

13) Catat dalam rekam medis pasien jenis obat yang dimasukkan,

jumlahnya, dan waktu pemberian.

4. Suntikan Subcutan (SC)

Pengertian : pemberian obat melalui suntikan ke area bawah kulit

yaitu pada jaringan konektif atau lemak di bawah dermis. Tujuan: Pemberian

obat subcutan ialah untuk memasukkan sejumlah toksin atau obat kepada

jaringan subcuta di bawah kulit untuk proses di absorbsi . Jenis obat yang

lazim diberikan secara SC, Vaksin, Obat-obatan pre operasi, Narkotik,

Insulin, Heparin. Sudut: 45 derajat, Spuit dipakai : spuit 2 ml dengan ukuran

25, panjang jarum 5/8 -h inci, 3 lokasi umum untuk SC adalah :

a. Perut bawah (abdomen posterior)

b. Area scapula pada punggung atas

c. Paha atas(Paha anterior)

d. Daerah ventrogluteal dan dorsogluteal bagian atas

e. Pemberian obat melalui subkutan ini umumnya dilakukan dalam

program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar


gula darah.

f. Pada pemakaian injeksi subkutan untuk jangka waktu yang lama, maka

injeksi perlu direncanakan untuk diberikan secara rotasi pada area yang

berbeda.hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap

jaringan.

1) Persiapan Peralatan

a. Buku catatan pemberian obat

b. Kapas alkohol

c. Sarung tangan sekali pakai

d. Obat yg sesuai

e. Spuit 2 ml dengan ukuran 25, panjang jarum 5/8 hingga % inci

f. Bak spuit

g. Plester

h. Baki obat

i. Bengkok

j. Kasa steril

2) Prosedur Tindakan

a. Cuci tangan

b. Siapkan obat sesuai dengan prinsip 10benar

c. Identifikasi identitas klien

d. Beri tahu klien prosedur tindakan yang akan segera dilakukan

e. Atur klien pada posisi yg nyaman

f. Memilih lokası penusukan

g. Gunakan sarung tangan


h. Bersihkan lokasi penusukan dengan kapas alkohol

i. Pegang kapas alkohol dengan jari tengah pada tangan yang non

dominan

j. Buka tutup jarum menggunakan tehnik one hand

k. Tarik kulit & jaringan lemak dengan ibu jari & jari tangan non

dominan dengan ujung jarum menghadap ke atas & menggunakan

tangan dominan, masukkan

l. Jarum dengan sudut 45° atau 90°.

m. Lepaskan tarikan tangan non dominan

n. Tarık plunger & observasi adanya darah pada spuit.

o. Seandainya tidak ada darah, masukan obat perlahan-lahan.apabila ada

darah tarik kembali jarum dari kulit tekan lokasi penusukan selama 2

menit, & observasi adanya memar, apabila butuh berikan

plester,siapkan obat yang baru.

p. Cabut jarum dengan sudut yg sama disaat jarum di masukan, sambil

melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol yang telah

di desikfetan pada lokasi penusukan.

q. Bila ada perdarahan,tekan lokasi itu bersama memanfaatkan kasa steril

hingga perdarahan mogok. Kembalikan posisi klien. Buang alat yg

telah tidak dipakai. Buka sarung tangan

F. Tahap Terminasi

1. Melakukan evaluasi dari hasil tindakan yang telah dilakukan

2. Melakukan kontrak untuk kegiatan/tindakan yang akan datang

3. Berpamitan dengan klien


4. Membereskan/merapihkan alat-alat yang telah digunakan ketika

tindakan. Mencuci tangan

5. Mencatat/mendokumentasikan kegiatan dalam lembar catatan

6. Persiapan Alat dan Bahan

7. Langkah Pelaksanaan
DAFTAR PUSKATA

Anief, M. (2004). Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik. Cetakan


Kesebelas.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakttik.


Jakarta: Rineka Cipta .

[Depkes] Departemen Kesehatan. (2009). Pedoman Dasar Dispensing Sediaan


Steril. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik.

[Depkes] Departemen Kesehatan. (2009). Pedoman Pencampuran Obat Suntik


Dan Penanganan Sediaan Sitostatika. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi
Komunitas Dan Klinik.

Dwiphahasto, I. (2006). Peningkatan Mutu Penggunaan Obat Di Puskemas


Melalui Pelatihan Berjenjang Pada Dokter Dan Perawat. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan, No 2 (Vol 09) Edisi Juni 2006.

Gunawan, Gan Sulistia. (2009). Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta:


Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai