Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran ALLAH SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya jualah,
kami dapat menyelesaikan Makalah Dispensing Sediaan Aseptis. Makalah ini dibuat berdasarkan hasil
pencarian yang telah kami dapatkan. Dan kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
yang telah memberikan bimbingan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini. Adapun maksud dari penulisan makalah ini adalah sebagai tugas yang diberikan oleh
dosen dan untuk menambah pengetahuan kami tentang Dispensing Sediaan Aseptis. Dalam penulisan
makalah ini kami menyadari bahwa banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari pembaca yang sangat bermanfaat diperlukan demi kesempurnaan makalah
selanjutnya. Kami juga mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya kami sebagai penulis dan diharapkan Allah SWT akan membalas segala kebaikan kita.
Amin yaa Robal Alamin.
Jakarta
Agustus ,2022
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Pendahuluan
Pencampuran sediaan steril harus dilakukan secara terpusat di instalasi farmasi rumah sakit untuk
menghindari infeksi nosokomial dan terjadinya kesalahan pemberian obat.Pencampuran sediaan steril
merupakan rangkaian perubahan bentuk obat dari kondisi semula menjadi produk baru dengan proses
pelarutan atau penambahan bahan lain yang dilakukan secara aseptis oleh apoteker di sarana
pelayanan kesehatan (ASHP, 1985).
Aseptis berarti bebas mikroorganisme. Teknik aseptis didefinisikan sebagai prosedur kerja yang
meminimalisir kontaminan mikroorganisme dan dapat mengurangi risiko paparan terhadap petugas.
Kontaminan kemungkinan terbawa ke dalam daerah aseptis dari alat kesehatan, sediaan obat, atau
petugas jadi penting untuk mengontrol faktor-faktor ini selama proses pengerjaan produk aseptis.
Pencampuran sediaan steril harus memperhatikan perlindungan produk dari kontaminasi
mikroorganisme; sedangkan untuk penanganan sediaan sitostatika selain kontaminasi juga
memperhatikan perlindungan terhadap petugas, produk dan lingkungan.
Penanganan sediaan sitostatika yang aman perlu dilakukan secara disiplin dan hati-hati untuk
mencegah risiko yang tidak diinginkan, karena sebagian besar sediaan sitostatika bersifat :
- Karsinogenik yang berarti dapat menyebabkan kanker.
- Mutagenik yang berarti dapat menyebabkan mutasi genetik.
- Teratogenik yang berarti dapat membahayakan janin.
Kemungkinan pemaparan yang berulang terhadap sejumlah kecil obat-obat kanker akan mempunyai
efek karsinogenik, mutagenik dan teratogenik yang tertunda lama di terhadap petugas yang
menyiapkan dan memberikan obat- obat ini.
Adapun mekanisme cara terpaparnya obat kanker ke dalam tubuh adalah :
- Inhalasi → Terhirup pada saat rekostitusi
- Absorpsi → Masuk dalam kulit jika tertumpah
- Ingesti → Kemungkinan masuk jika tertelan
Risiko yang tidak diinginkan dapat terjadi dalam transportasi, penyimpanan, pendistribusian,
rekonstitusi dan pemberian sediaan sitostatika.
Pencampuran sediaan steril memerlukan SDM yang terlatih, fasilitas dan peralatan serta prosedur
penanganan secara khusus maka, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik perlu menyusun
Pedoman 1. Pedoman Dasar Dispensing Aseptik, 2. Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan
Sediaan Sitostatika, dan 3. Pedoman Penyiapan Nutrisi Parenteral (TPN).
B.Rumusan Masalah
1.Apa itu sediaan parenteral?
2.Apa keuntungan dan kerugian dari sediaan parenteral?
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASA
Sediaan steril adalah sedian yang selain memenuhi persyaratan fisika-kimia juga
persyaratan steril. Steril berarti bebas mikroba. Sterilisasi adalah proses untuk mendapatkan
kondisi steril.Sediaan steril secara umum adalah sediaan farmasi yang mempunyai
kekhususan sterilitas dan bebas dari mikroorganisme.
Sediaan parenteral adalah sediaan yang digunakan tanpa melalui mulut atau dapat
dikatakan obat dimasukkan ke dalam tubuh selain saluran cerna (langsung ke pembuluh
darah) sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung sampai sasaran. Misal suntikan
atau insulin.
Injeksi dan infus termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara parenteral.
Injeksi dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila obatnya tidak stabil dalam cairan,
maka dibuat dalam bentuk sediaan kering. Apabila mau dipakai baru ditambahkan aqua steril
untuk memperoleh larutan atau suspensi injeksi.
1. Keuntungan :
a. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
b. Bioavabiltas sempurna atau hampir sempurna.
c. Kerusakan obat dalam tractusgastrointestinalis dapat dihindarkan .
d. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sedang sakit keras ataupun koma.
2. Kerugian :
a. Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personal yang terlatih dan
membutuhkan waktu pemberian yang lebih lama.
b. Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur
aseptic rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari.
c. Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk
menghilangkan/merubah efek fisiologisnya karena obat telah berada dalam
sirkulasi sistemik.
d. Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pegemasan.
3
e. Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral dan interaksi
obat secara parenteral seperti septisema, infeksi jamur, inkompatibilitas karena
pencampuran sediaan parenteral dan interaksi obat.
f. Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas dari
pirogen, dan stabilitas parenteral harus oleh semua personel yang terlihat.
Sediaan parenteral volume kecil diartikan sebagai obat steril yang dikemas dalam wadah
di bawah 100 ml. Umumya sediaan Injeksi.
Produk Farmaseutikal yang terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik dalam
larutan, suspensi, emulsi, produk freezedried atau sebagai serbuk steril.
Produk Biologi yang disiapkan dari sumber biologi meliputi vaksin, toksoid, ekstrak
biologi.
Zat pendiagnosa seperti media kontras sinar x.
Produk radiofarmasi untuk deteksi dan diagnosis.
Produk gigi seperti anestetik lokal.
Produk bioteknologi.
Produk liposom dan lipid.
Sediaan cair steril yang mengandung obat yang dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih
dan ditujukan untuk manusia.Umumnya sediaan infus.
Tujuan Penggunaan :
Bila tubuh kekurangan air, elektrolit dan karbohidrat maka kebutuhan tersebut harus
cepat diganti.
Pemberian infus memiliki keuntungan karena tidak harus menyuntik pasien
berulangkali.
Mudah mengatur keseimbangan keasaman dan kebasaan obat dalam darah.
Sebagai penambah nutrisi bagi paseien yang tidak dapat makan secara oral
Berfungsi sebagai dialisa pada pasien gagal
Jika bentuk emulsi, dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak
lebih dari 5 mm.
Tidak boleh mengandung bakterisida dan zat dapar.
4
Harus jernih dan bebas partikel.
Bentuk emulsi jika dikocok harus tetap homogen dan tidak menunjukkan pemisahan.
Steril
Bebas Pirogen
Bebas dari bahan pertikulat jernih, karena dapat menyebabkan emboli.
Dikemas dalam wadah dosis tunggal
Tidak mengadung bahan baktersid karena volume cairan terlalu besar.
Isotonis dan isohidris
Sediaan Parenteral Volume Besar harus steril dan bebas pirogen karena :
5
Persyaratan Sediaan Parenteral
1. Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada didalam sediaan dengan pernyataan
tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat
kerusakan obat secara kimiawi dan sebagainya.
2. Penggunaan wadah yang cocok, sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap
steril , tetapi juga mencegah terjadinya ineraksi antara bahn obat dengan material
dinding wadah.
3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi.
4. Bebas kuman.
5. Bebas Pirogen.
6. Isotonis.
7. Isohidris.
8. Bebas partikel melayang
1. Subkutan atau dibawah kulit (s.c), yaitu disuntikkan kedalam tubuh melalui bagian
yang sedikit lemaknya dan masuk kedalam jaringan bawah kulit. Volume yang
diberikan tidak lebih dari 1 ml.
2. Intramuskular (i.m) yaitu disuntikan kedalam jaringan otot,umumnya otot paha atau
pantat.
3. Intravena (i.v) yaitu disuntikkan kedalam pembuluh darah.
4. Intraspinal, yaitu disuntikkan kedalam sumsum tulang belakang.
5. Peritoneal, yaitu kateter dimasukkan kedalam rongga perut dengan operasi untuk
tempat memasukkan cairan steril CAPD ( Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis).
6. Intra artikular, yaitu disuntikkan kedalam sendi.
7. Intradermal, yaitu disuntikkan kedalam kulit.
Sediaan parental dibagi menjadi 2 macam yaitu :
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula digunakan injeksi NaCl,
injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat pembawa
mengandung air, menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat pembawa injeksi harus
6
memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin Bakteri. NaCl dapat ditambahkan untuk
memperoleh isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi NaCl atau injeksi Ringer dapat
digunakan untuk pengganti air untuk injeksi.
Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling kembali air suling
segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil
sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan
segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan
dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar selama
tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin,
didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi ,
harus disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan.
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection) misalnya Ol. Sesami, Ol.
Olivarum, Ol. Arachidis. Pembawa tidak berair diperlukan apabila :
7
Contoh bahan tambahan yang digunakan :
a. Sebagai stabilisator.
Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit
adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan :
Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.
b. Bahan antimikroba atau pengawet (Hanya untuk sediaan injeksi, tidak boleh
ditambahkan untuk sediaan infus)
contoh : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol,
Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-
hidroksibenzoat, Fenol.
c. Buffer (Hanya untuk sediaan injeksi, tidak boleh ditambahkan untuk sediaan infus)
contoh : Asetat, Sitrat, Fosfat.
d. Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
e. Gas inert : Nitrogen dan Argon.
f. Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alkohol, Gliserin, Polietilen glikol,
Propilen glikol, Lecithin
g. Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.
h. Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl
i. Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia.
j. Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.
Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan efektivitas harus
memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak
mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji penetapan kadar.
Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir.
Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih
dari 5 ml. Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :
Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01
Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 %
Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit
atau metabisulfit , tidak lebih dari 0,2 %
pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4 dan disebut Isohidri.
Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh, sering injeksi dibuat di luar pH
cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan bahan tersebut.
Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat,
menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.
Mencegah terjadinya rangsangan / rasa sakit waktu disuntikkan.
8
Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 9) dapat menyebabkan nekrosis jaringan (jaringan
menjadi mati), sedangkan pH yang terlalu rendah (di bawah 3) menyebabkan rasa
sakit jika disuntikkan. misalnya beberapa obat yang stabil dalam lingkungan asam :
Adrenalin HCl, Vit.C, Vit.B1 .
Penambahan zat tunggal , misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk golongan sulfa.
Penambahan larutan dapar, misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar borat untuk
obat tetes mata.
Yang perlu diperhatikan pada penambahan dapar adalah :
Kecuali darah, cairan tubuh lainnya tidak mempunyai kapasitas dapar.
Pada umumnya larutan dapar menyebabkan larutan injeksi menjadi hipertonis.
Bahan obat akan diabsorpsi bila kapasitas dapar sudah hilang, maka sebaiknya obat
didapar pada pH yang tidak jauh dari isohidri. Jika kestabilan obat pada pH yang jauh
dari pH isohidri, sebaiknya obat tidak usah didapar, karena perlu waktu lama untuk
meniadakan kapasitas dapar.
Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan NaCl 0,9 %
b/v, disebut " hipertonis ", jika lebih kecil dari larutan NaCl 0,9 % b/v disebut " hipotonis " .
Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik keluar dari sel ,
sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak akan
menyebabkan rusaknya sel tersebut.
Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap
dan masuk ke dalam sel, akibatnya dia akan mengembang dan menyebabkan pecahnya sel itu
dan keadaan ini bersifat tetap. Jika yang pecah itu sel darah merah, disebut " Haemolisa ".
Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah dan dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil.
Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis,
tetapi jangan sampai hipotonis.Cairan tubuh kita masih dapat menahan tekanan osmotis
larutan injeksi yang sama nilainya dengan larutan NaCl 0,6 - 2,0 % b/v.
Subkutan : jika tidak isotonis dapat menimbulkan rasa sakit, sel-sel sekitar
penyuntikan dapat rusak, penyerapan bahan obat tidak dapat lancar.
Intralumbal , jika terjadi perubahan tekanan osmotis pada cairan lumbal, dapat
menimbulkan perangsangan pada selaput otak.
9
Intravenus, terutama pada Infus intravena, dapat menimbulkan haemolisa.
Yang dimaksud isoioni adalah larutan injeksi tersebut mengandung ion-ion yang sama
dengan ion-ion yang terdapat dalam darah, yaitu : K+ , Na+ , Mg++ , Ca++ , Cl-. Isoioni
diperlukan pada penyuntikan dalam jumlah besar, misalnya pada infus intravena.
Digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada tempat dilakukan penyuntikan , yang
disebabkan larutan injeksi tersebut terlalu asam. Misalnya Procain dalam injeksi Penicillin
dalam minyak, Novocain dalam injeksi Vit. B-compleks, Benzilalkohol dalam injeksi
Luminal-Na.
f) Sebagai Stabilisator
10
mengikat ion logam yang lepas dari gelas/wadah kaca atau menambah HCl sehingga
bersuasana asam.
Mencegah terjadinya perubahan pH dengan menambah larutan dapar.
Menambah/menaikkan kelarutan bahan obat, misalnya injeksi Luminal dalam
Sol.Petit, penambahan Etilendiamin pada injeksi Thiophyllin.
Dibedakan : wadah untuk injeksi dari kaca atau plastik. Dapat juga dibedakan lagi menjadi :
Wadah dosis tunggal ( single dose ), wadah untuk sekali pakai misalnya ampul.
Ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api sehingga tertutup kedap tanpa
penutup karet.
Wadah dosis ganda ( multiple dose ), wadah untuk beberapa kali penyuntikan,
umumnya ditutup dengan karet dan alumunium, misalnya vial ( flakon ) , botol.
Tidak boleh bereaksi dengan bahan obat
Tidak boleh mempengaruhi khasiat obat.
Tidak boleh memberikan zarah / partikel kecil ke dalam larutan injeksi.
Harus dapat memungkinkan pemeriksaan isinya dengan mudah.
Dapat ditutup kedap dengan cara yang cocok.
Harus memenuhi syarat " Uji Wadah kaca untuk injeksi "
Wadah plastik
Wadah dari plastik ( polietilen, polipropilen ) .
Keuntungan :
Netral secara kimiawi, tidak mudah pecah dan tidak terlalu berat hingga mudah
diangkut, tidak diperlukan penutup karet.
Kerugian :
Dapat ditembus uap air hingga kalau disimpan akan kehilangan air, juga dapat
ditembus gas CO2. Wadah plastik disterilkan dengan cara sterilisasi gas dengan gas etilen
oksida.
Tutup karet
Digunakan pada wadah dosis ganda yang terbuat dari gelas/kaca. Tutup karet dibuat
dari karet sintetis atau bahan lain yang cocok. Untuk injeksi minyak , tutup harus dibuat dari
bahan yang tahan minyak atau dilapisi bahan pelindung yang cocok.
Syarat tutup karet yang baik adalah bila direbus dalam otoklaf, maka :
11
Karet tidak lengket / lekat, dan jika ditusuk dengan jarum suntik, tidak melepaskan
pecahannya serta segera tertutup kembali setelah jarum suntik dicabut.
Setelah dingin tidak boleh keruh.
Uapnya tidak menghitamkan kertas timbal asetat ( Pb-asetat ).
Cara mencuci :
Cara sterilisasi :
Masukkan tutup karet ke dalam labu berisi larutan bakterisida, tutup, sterilkan dengan
cara sterilisasi A, biarkan selama tidak kurang dari 7 hari. Bakterisida yang digunakan harus
sama dengan bakterisida yang digunakan dalam obat suntiknya dengan kadar 2 kalinya
dengan volume untuk tiap 1 gram karet dibutuhkan 2 ml.
Tutup karet yang mengandung Na-pirosulfit, sebelum dipakai harus direndam dalam
larutan bakterisida yang mengandung Na-pirosulfit 0,1 % selama tidak kurang dari 48 jam.
1. Perencanaan
Direncanakan dulu, apakah obat suntik itu akan dibuat secara aseptik atau dilakukan
sterilisasi akhir ( nasteril ).Pada pembuatan kecil-kecilan alat yang digunakan antara lain
pinset, spatel, pengaduk kaca, kaca arloji yang disterilkan dengan cara dibakar pada api
spiritus.
Ampul, Vial atau flakon beserta tutup karet, gelas piala, erlemeyer, corong yang dapat
disterilkan dalam oven 1500 selama 30 menit ( kecuali tutup karet, didihkan selama 30 menit
dalam air suling atau menurut FI.ed.III ).
Kertas saring, kertas G3, gelas ukur disterilkan dalam otoklaf. Untuk pembuatan
besar-besaran di pabrik, faktor tenaga manusia juga harus direncanakan.
Perhitungan dibuat berlebih dari jumlah yang harus didapat, karena dilakukan
penyaringan, kemudian ditimbang. Larutkan masing-masing dalam Aqua p.i yang sudah
dijelaskan cara pembuatannya, kemudian dicampurkan.
12
3. Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam
filtrat. Pada pembuatan kecil-kecilan dapat disaring dengan kertas saring biasa sebanyak 2
kali , lalu disaring lagi dengan kertas saring G3.
Jumlah bubuk diukur dengan jalan penimbangan atau berdasarkan volume, diisi melalui
corong. Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang akan ditutup
dengan pemijaran, harus bersih, terutama dari zat organik, karena pada penutupan zat organik
tersebut akan menjadi arang dan menghitamkan wadah sekitar ujungnya . Membersihkan
bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :
1. Cara aseptic
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau
mengurai. Caranya :
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang lainnya
yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat
pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga terbentuk larutan injeksi dan
dikemas secara aseptik.
steril )
( gelas )
13
( ruang steril )
Ditutup kedap
Dikarantina
Bahan obat dan zat pembantu dilarutkan ke dalam zat pembawa dan dibuat larutan
injeksi. Saring hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat larutan.
Masukkan ke dalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptik, setelah
dikemas, hasilnya disterilkan dengan cara yang cocok.
Dilarutkan
Dicuci
( ruang steril )
14
↓ ↓
Diisi
Dicuci
Ditutup kedap
Disterilkan
Dikarantina
F. KONTROL KUALITAS
Setelah larutan injeksi ditutup kedap dan disterilkan, perlu dilakukan pemeriksaan
kemudian yang terakhir diberi etiket dan dikemas. Pemeriksaan meliputi :
1. Pemeriksaan kebocoran.
2. Pemeriksaan sterilitas.
3. Pemeriksaan pirogenitas
4. Pemeriksaan kejernihan dan warna..
5. Pemeriksaan keseragaman bobot.
6. Pemeriksaan keseragaman volume.
7. Uji pH
8. Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas disebut Pemeriksaan hasil akhir produksi.
1. Pemeriksaan Kebocoran
Disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung yang dilebur disebelah bawah. Wadah
yang bocor, isinya akan kosong / habis atau berkurang setelahselesai sterilisasi.
15
2. Vial :
Setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1
% yang dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen biru akan
masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.
b. Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik / injeksi berwarna
Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang bocor,
isinya akan terisap keluar.
2. Pemeriksaan Sterilitas
Digunakan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur dan ragi yang hidup dalam
sediaan yang diperiksa. Dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok. Sebelum dilakukan uji
sterilitas, untuk zat-zat :
2. Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk itu dipakai
perbenihan asam amino, sebagai pembanding digunakan Candida albicans Penafsiran
hasil : zat uji dinyatakan pada suhu 300 – 320 selama tidak kurang dari 7 hari, tidak
terdapat pertumbuhan jasad renik.
3. Pemeriksaan Pirogen
Pirogen : Berasal dari kata Pyro dan Gen artinya pembentuk demam/panas. Pirogen
adalah Zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme (bangkai mikroorganisme)
berupa zat eksotoksin dari kompleks Polisacharida yang terikat pada suatu radikal yang
mengandung unsur Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001 – 0,01 gram per kg berat
badan, dapat larut dalam air, tahan pemanasan, dapat menimbulkan demam jika disuntikkan.
(reaksi demam setelah 15 menit sampai 8 jam). Pirogen bersifat termolabil. Larutan injeksi
yang pemakaiannya lebih dari 10 ml satu kali pakai, harus bebas pirogen.
16
Untuk alat/zat yang tahan terhadap pemanasan (jarum suntik, alat suntik dll.)
dipanaskan pada suhu 2500 selama 30 menit
Untuk aqua p.i (air untuk injeksi) bebas pirogen:
o Dilakukan oksidasi :
Didihkan dengan larutan H2O2 1 % selama 1 jam
1liter air yang dapat diminum, ditambah 10 ml larutan KMnO4 0,1 N
dan 5 ml larutan 1 N, disuling dengan wadah gelas, selanjutnya
kerjakan seperti pembuatan Air untuk injeksi.
Dilakukan dengan cara absorpsi :
Saring dengan penyaring bakteri dari asbes. Lewatkan dalam kolom Al2O3
Panaskan dalam Arang Pengabsorpsi 0,1 % ( Carbo adsorbens 0,1% pada suhu 600
selama 5 – 10 menit ( literatur lain 15 menit ) sambil sekali-sekali diaduk, kemudian
disaring dengan kertas saring rangkap 2 atau dengan filter asbes.
1. Air suling segar yang akan digunakan untuk pembuatan air untuk injeksi harus segera
digunakan setelah disuling.
2. Pada waktu disuling jangan ada air yang memercik
3. Alat penampung dan cara menampung air suling harus seaseptis mungkin
4. Air suling yang telah dibiarkan lama dan telah tercemar bakteri dari udara.
5. Wadah larutan injeksi dan bahan-bahan seperti glukosa, NaCl dan Na-sitrat.
Uji pirogenitas :
Diperiksa dengan melihat wadah pada latar belakang hitam-putih, disinari dari samping.
Kotoran berwarna akan kelihatan pada latar belakang putih, kotoran tidak berwarna akan
kelihatan pada latar belakang hitam.
Hilangkan etiket 10 wadah; Cuci bagian luar wadah dengan air; Keringkan pada suhu
1050; Timbang satu per satu dalam keadaan terbuka ; Keluarkan isi wadah; Cuci wadah
dengan air, kemudian dengan etanol 95 % ; keringkan lagi pada suhu 1050 sampai bobot
tetap; Dinginkan dan kemudian timbang satu per satu
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera , kecuali satu
wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
17
Syarat keseragam bobot seperti pada tabel berikut ini.
Untuk injeksi dalam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari
volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar berikut ini.
7. Uji pH
18
Kontrol kualitas terhadap sediaan injeksi meliputi:
Steril
Larutan jernih / tidak berwarna
Bebas partikel
Isotonis
Isohidris
Ada keseragaman volume
Kadar zat aktif sama
Bebas pirogen
G. PENGAWASAN MUTU
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang
Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang
berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai
dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu tidak terbatas
pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait
dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari produksi dianggap hal
yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan.
Umum
Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu. Bagian
ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang
dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa
laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan
Pengawasan Mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan.
19
Menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan seluruh pemeriksaan,
pengujian dan analisis;
Menyusun program dan prosedur pengambilan sampel secara tertulis;
Memastikan pemberian label yang benar pada wadah bahan dan produk;
Menyimpan sampel pertinggal untuk rujukan di masa mendatang;
Meluluskan atau menolak tiap bets bahan awal, produk antara, produk ruahan atau
produk jadi;
Melakukan evaluasi stabilitas semua produk jadi secara berkelanjutan dan bahan awal
jika diperlukan, serta menetapkan kondisi penyimpanan bahan dan produk
berdasarkan data stabilitasnya;
Menetapkan masa simpan bahan awal dan produk jadi berdasarkan data stabilitas
serta kondisi penyimpanannya;
Berperan atau membantu pelaksanaan program validasi;
Menyiapkan baku pembanding sekunder sesuai dengan prosedur pengujian yang
berlaku dan menyimpan baku pembanding tersebut pada kondisi yang tepat;
Menyimpan catatan analitis dari hasil pengujian semua sampel yang diambil;
Melakukan evaluasi produk jadi kembalian dan menetapkan apakah produk tersebut
dapat diluluskan atau diolah ulang atau harus dimusnahkan;
Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama dengan bagian lain dari perusahaan;
dan
Memberikan rekomendasi kegiatan pembuatan obat berdasarkan kontrak setelah
melakukan evaluasi kemampuan penerima kontrak yang bersangkutan untuk membuat
produk yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan.
Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk
pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sediaan parenteral adalah sediaan yang digunakan tanpa melalui mulut atau dapat
dikatakan obat dimasukkan ke dalam tubuh selain saluran cerna (langsung ke
pembuluh darah) sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung sampai sasaran.
Misal suntikan atau insulin.
2. Macam-macam sediaan parenteral :
Sediaan parenteral volume kecil diartikan sebagai obat steril yang dikemas
dalam wadah di bawah 100 ml. Umumya sediaan Injeksi.
Sediaan cair steril yang mengandung obat yang dikemas dalam wadah 100 ml
atau lebih dan ditujukan untuk manusia.Umumnya sediaan infus.
3. Komponen sediaan steril :
Bahan obat / zat berkhasiat
Zat pembawa / zat pelarut
Bahan pembantu / zat tambahan
4. Rancangan produk sediaan steril :
Perencanaan
Perhitungan dan penimbangan
Penyaringan
Pengisian ke dalam wadah Cairan
Pembuatan Larutan Injeksi :
Cara aseptic
Cara non-aseptik ( Nasteril )
5. Kontrol kualitas sediaan parenteral :
Pemeriksaan kebocoran.
Pemeriksaan sterilitas.
Pemeriksaan pirogenitas
Pemeriksaan kejernihan dan warna..
Pemeriksaan keseragaman bobot.
Pemeriksaan keseragaman volume.
Uji pH
Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas disebut Pemeriksaan hasil akhir produksi.
6. Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang
Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu
yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya
21
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta:
Kibbe, AH. 2000. Handbook of pharmaceutical Excipients. Third Edition. Washington D.C:
Connors, KA. 1992. Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Edisi Kedua. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi
Ansel HC. 1998 .Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.Diterjemahkan oleh
Turco S, King RE. 1979.Sterile Dosage Forms. Second edition. Philadelphia: Lea & Febiger.
Reynold, James EF, 1982. Martindale the extra pharmacopeia, Twenty-eight edition. The
22