Anda di halaman 1dari 28

TEKNOLOGI SEDIAN STERIL

RESUME SELURUH MATERI

NAMA : Muhamad Ricardo Saputra


NIM : 16330098
KELAS :B

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020
BAB I
Pendahulauan (Sejarah Sediaan InjeksiFile)

I. Pengertian
- Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik
yang patogen maupun apatogen / non patogen baik dalam bentuk vegetatif
(siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan
statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan
pelindung yang kuat)
- Sediaan Steril

Sediaan steril yaitu sediaan terapetis yang bebas mikroorganisme baik vegetatif
atau bentuk sporanya baik patogen atau nonpatogen

- Sterilisasi

suatu proses untuk membuat ruang / benda menjadi steril. Sedangkan sanitasi
adalah suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat.

- Tujuan Sterilisasi

Diharapkan dengan steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Penyuntikan


sediaan yang terkontaminasi dengan mikroorganisme hidup (terutama patogen)
akan menimbulkan banyak masalah dan komplikasi terutama terhadap pasien
yang sedang sakit

A. Macam-macam sediaan steril (USP)


- Injeksi/obat suntik (volume kecil)
- Infus : sama seperti injeksi, tapi diberikan dalam volume besar.
- Radiopharmaceutical
- Sterile Solids
- Suspensi Steril
- Obat tetes mata larutan, suspensi dan salep
- Larutan Irigasi
- Zat-zat diagnostic
- Ekstrak Allergenik
- Larutan dialisis peritoneal
B. Persyaratan Umum Sediaan Steril
- Steril
- Bebas pirogen (untuk obat suntik yang sekali penyuntikan diberikan >10 mL)
- Isotoni (tonisitas) Jika larutan tertentu konsentrasinya sama besar dengan
- konsentrasi dalam sel darah merah sehingga tidak terjadi pertukaran cairan
- diantara keduanya (ekivalen dengan 0,9% NaCl)
- Isohidri  pH suatu larutan zat = pH cairan tubuh 7,4
- Bentuk larutan jernih (berhubungan dengan stabilitas)

Sediann Parenteral

Keuntungan pemberian obat secara parenteral :

1. Respon fisiologi segera dapat dicapai jika diperlukan, seperti cardiact arrest,
asma, dan syok

2. Diperlukan untuk obat yang tidak efektif secara oral atau akan dirusak oleh
sekresi saluran cerna, seperti insulin, hormone lain, dan antibiotika

3. Pengobatan untuk pasien yang tidak kooperatif atau tidak sadarkan diri

4. Jika dibutuhkan, terapi parenteral memberikan wewenang kepada dokter


untuk mengontrol obat karena pasien harus kembali menjalankan pengobatan

5. Dapat memberikan efek lokal jika diperlukan, seperti pada dokter gigi dan
anastesiologi

6. Jika perpanjangan kerja obat diperlukan, tersedia bentuk secara intraarticular


yang bekerja diperlama, seperti steroid yang disuntikkan secara intrartikular,
dan penisilin yang diberikan dengan cara injeksi intramuscular dalam.

7. Cara untuk melakukan koreksi gangguan serius kesetimbangan cairan dan


elektrolit dalam tubuh

8. Jika makanan tidak dpt diberikan ke dalam lambung, baik melalui mulut
maupun tabung, maka pemberian nutrisi secara total dapat diberikan menurut
cara parenteral

Kerugian pemberian obat secara parenteral

1. Sediaan harus diberikan oleh personal terlatih (dokter, mantri, perawat, bidan
2. Pemberian obat secara parenteral secara ketat mengikuti ketentuan/prosedur
aseptic, dan kadang – kadang rasa nyeri yang timbul pada pemberian obat
secara parenteral tidak dapat dihindarkan

3. Begitu obat sudah diberikan secara parenteral, sulit untuk


membalikkan/mengurangi efek fisiologinya

4. Harus steril serta persyaratan manufaktur dan pengemasan yang lebih rumit,
sediaan parenteral lebih mahal harganya dibandingkan dengan sediaan yang
diberikan menurut rute lain

Pengembangan rute pemberian :

1. Rute Intradermal (ID)

2. Rute Subkutan (Sc)

3. Rute Intramuskular (IM)

4. Rute Intravena (IV)

5. Rute Intraarteri

6. Rute Lain

Bentuk Sediaan Parenteral :

• Sediaan parenteral Vol. Kecil (Svp)

Sediaan ini dapat digunakan untuk penyuntikan secara intramuscular,


intravena, intradermal, subkutan, intraspinal, dan intrasisternal atau intratekal

• Sediaan parenteral Vol. Besar (Lvp)

Larutan yang saat ini dipasarkan termasuk dalam 2 kategori, yaitu elektrolit
dan nonelektrolit. Contoh larutan elektrolit  larutan natrium klorida dan
kalium klorida, sedangkan larutan dektrosa dan manitorl adalah contoh larutan
nonelektrolit

• Sediaan parenteral berbentuk serbuk untuk direkonstitusi .

Sediaan ini dapat didefinisikan sebagai produk kering, melarut atau tidak
melarut (bentuk suspensi), untuk dikombinasikan dengan suatu pelarut atau
pembawa sebelum digunakan.
 Setiap kontener wadah tunggal mengandung suatu volume injeksi berlebih.
Kelebihan volume dinyatakan secara spesifik pada table berikut sehingga
memungkinkan untuk mengeluarkan sejumlah volume sesuai dengan label.

 Vol. rata-rata ditentukan dari 10 kontener takaran tunggal, tidak boleh


menyimpang lebih dari 5% dari persyaratan yang diuraikan di atas dan tidak
boleh lebih dari satu kontener dosis tunggal yang menyimpang lebih dari dari
10% dari persyaratan yang dinyatakan

 Untuk dapat mengeluarkan volume dalam dosis tertentu dari kontener dengan
dosis multiple (ganda), maka kontener haruslah mengandung jumlah volume
berlebih sehingga memungkinkan untuk mengeluarkan volume sesuai dengan
dosis yang telah ditentukan.

Seperti halnya bentuk sediaan farmasi lain, untuk produk steril perlu adanya
jaminan sterilitas (sterility assurance) yang merupakan bagian dari jaminan mutu
(quality assurance)

 Faktor – factor yang terlibat dalam jaminan sterilitas ini meliputi:

1. Pemantauan lingkungan

2. Keterlibatan operator

3. Fasilitas

4. Sistem pemantauan dan perawatan HVAC (heating, ventilation, dan air


conditioning)

5. Validasi siklus sterilisasi

6. Rencana penanggulangan jika terjdi hal tidak biasa selama manufacturing

7. Pengujian sterilitas kompendial

8. Integritas kontener – penutup

9. Kesadaran dan implementasi dari pirogen yang sudah dittapkan pengujian


efikasi
BAB II

RUTE PEMBERIAN PARENTERAL

I. Rute – rute Pemberian parenteral


1. Rute Intradermal
2. Rute Subkutan
3. Rute Intramuskular
4. Rute Intravena
5. Rute Intraarteri
6. Rute Lain
II. Cara pemberian
1. Rute Intradermal (ID)

Injeksi kedalam corium, yang merupakan lapisan kulit yang lebih vascular
dibawah kulit. Lokasi biasanya di permukaan anterior dari lengan

2. Rute Subkutan (Sc)

Injeksi dibwah permukaan kulit yang umumnya dilakukan di jaringan interstitial


longgar lengan, lengan bawah, paha atau bokong

3. RUTE INTRAMUSKULAR (IM)

Injeksi kedalam otot rangka. Pada orang dewasa pada ¼ bagian atas otot gluteus
maksimus (bokong) . Pada bayi dan anak-anak di otot deltoid (di lengan atas) atau
di otot midlateral ( di paha atas)

4. Rute Intra (IV)

Metode pemberian ini tidak terbatas pada vol dan jumlah serta lokasi,
menyebabkan cara ini mudah dilakukan. • Obat-obat yang diberikan secara i.v
harus berupa larutan air, bercampur dengan darah dan tidak mengendap. Tidak
boleh dalam entuk suspensi atau emulsi sebab akan menyumbat pembuluhdarah
vena tersebut

5. Rute Intraarteri

Rute intraarteri tidak sering digunakan. • Alasan lazim untuk memanfaatkan rute
intraarteri adalah memasukkan material radio opak (bahan kontras) untuk tujuan
diagnostic, seperti untuk arteriogram. • Beberapa obat neoplastic seperti
metotreksat diberikan melalui rute ini.
6. Rute Lain

1. Injeksi intrakor / intrakardial ( i.kd ) • Disuntikkan langsung ke dalam otot


jantung atau ventriculus, tidak boleh mengandung bakterisida, disuntikkan hanya
dalam keadaan gawat.

2. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural ( i.d ),


subaraknoid. • Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang
pada dasar otak ( antara 3 -4 atau 5 - 6 lumbra vertebrata ) yang ada cairan
cerebrospinalnya. Larutan harus isotonis karena sirkulasi cairan cerebrospinal
adalah lambat, meskipun larutan anestetika sumsum tulang belakang sering
hipertonis. Jaringan syaraf di daerah anatomi disini sangat peka.

3.Intraartikulus • Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi.


Bentuk suspensi / larutan dalam air.

4.Injeksi subkonjuntiva • Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata.


Berupa suspensi / larutan, tidak lebih dari 1 ml.

5. Injeksi intrabursa • Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa


olecranon dalam bentuk larutan suspensi dalam air.

6.Injeksi intraperitoneal ( i.p ) • Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut.


Penyerapan cepat ; bahaya infeksi besar

7.Injeksi peridural ( p.d ), extradural, epidural • Disuntikkan ke dalam ruang


epidural, terletak diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum
tulang belakang

Sterilisasi Uap

Adalah proses sterilisasi thermal yang menggunakan uap jenuh dibawah tekanan
selama 15 menit pada suhu 121o . Kecuali dinyatakan lain, berlangsung di suatu
bejana yang disebut otoklaf, dan mungkin merupakan proses sterilisasi paling
banyak dilakukan

Sterilisasi Panas Kering

Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus Oven modern yang dilengkapi udara
yang dipanaskan dan disaring.
Sterilisasi Gas

Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan dengan gas
inert

Sterilisasi Radiasi Ion

Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari
radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron.

Sterilisasi dengan Penyaringan

Untuk sterilisasi larutan yang labil terhadap panas • menggunakan bahan yang
dapat menahan mikroba, hingga mikroba yang dikandungnya dapat dipisahkan
secara fisika.

Sterilisasi aseptis

Proses ini untuk mencegah masuknya mikroba hidup ke dalam komponen steril
atau komponen yang melewati proses antara yang mengakibatkan produk
setengah jadi atau produk ruahan atau komponennya bebas dari mikroba hidup.

Cara Sterilisasi secara umum :

1. Dengan pemanasan secara kering

2. Dengan pemansan secara basah

3. Dengan penambahan zat-zat tertentu

4. Dengan cara penyinaran

5. Dengan penyaringan bakteri steril

6. Dengan cara aseptis

Pemilihan cara sterilisasi :

1. Stabilitas: Sifat kimia, Fisika, Khasiat, Serat, struktur bahan obat tidak boleh
mengalami perubahan setelah proses sterilisasi.

2. Efektifitas: Cara sterilisasi yang dipilih akan memberikan hasil maksimal


dengan proses yang sederhana, cepat, dan biaya murah.
3. Waktu: Lamanya pensterilan ditentukan oleh bentuk zat, jenis zat, sifat zat,
dan kecepatan tercapainya suhu penyeterilan yang merata

Lamanya Sterilisasi Tergantung

1. Jenis mikroorganisme
2. Tinggi/rendahnya suhu sterilisasi
3. Faktor lain : pH

Sterilisasi dengan pemanasan secara kering :

1. Yang dipanaskan adalah udara kering.

2. Proses pembunuhan mikroba berdasarkan oksidasi O2 udara.

3. Suhu yang digunakan lebih tinggi, kira-kira 150 o. 1 gram udara pada suhu
100 o jika didinginkan menjadi 99 o hanya membebaskan 0,237 kalori.

4. Waktu yang diperlukan lebih lama antara 1 jam-2 jam kecuali pemijaran.

5. Digunakan untuk sterilisasi bahan obat/alat yang tahan pemansan tinggi.


BAB III

BAHAN TAMBAHAN SEDIAAN OBAT SUNTIK

I. ZAT BERKHASIAT SEDIAN OBAT SUNTIK


- Syarat : FI V atau Farmakope lain, CoA
- FI V : pemerian, Kelarutan, Identifikasi, Suhu lebur, Kemurnian,
Susutpengeringan, Sisa pemijaran, Kadar
- Bebas Kontaminasi bakteri
- Bebas pyrogen

II. BAHAN TAMBAHAN


- Bahan Pelarut/Pembawa
- Penambah kelarutan/pembasah/pengemulsi/pensuspensi
- Pengawet Antimikroba
- Buffer atau Dapar
- Anti Oksidan
- Anastetik local
- Penstabil/stabilisator
- Zat pembentuk khelat
- Pembantu Tonisitas

TUJUAN BAHAN TAMBAHAN

1. Menjaga sterilitas larutan obat untuk

takaran berganda

2. Menjaga stabilitas fisika dan kimia obat

3. Menambah kelarutan obat

4. Mengurangi rasa sakit dan iritasi pada

tempat penyuntikan

SYARAT BAHAN TAMBAHAN

1. Tidak berbahaya (toksik)dalam jumlah yang diberikan

2. Tidak mengganggu efek terapi sediaan obat

3. Tidak mengganggu pemeriksaan dan penetapan kadar sediaan obat


Bahan Pelarut dan Pembawa

• Bahan Pembawa Air

- Air dimurnikan dengan penyulingan atau reverse osmosis


- Syarat: jumlah zat padat tidak lebih dari 1 mg/100 ml dan bebas pyrogen
- Untuk digunakan dalam waktu 24 jam sesudah penampungan

• Pembawa Bukan Air

- Minyak Lemak Nabati


- Gliserin
- Polietilen glikol
- Propilen glikol
- Alkohol
- Etil oleat, isopopil miristat dan dimetilasetamid

SYARAT PEMBAWA BUKAN AIR

1. Tidak boleh menimbulkan efek Farmakologis

2. Stabil secara fisik dan kimia pada berbagai tingkatan pH

3. Kekentalannya harus sedemikian mudah untuk disuntikkna

4. Mudah mengalir

5. Titik didih tinggi untuk memungkinkan sterilisasi panas

6. Mudah bercampur dengan cairan tubuh

7. Tekanan uap rendah

8. Kemurnian stabil

Penambah kelarutan ( Solubilizing agents)

Pendekatan dasar untuk solubilisasi obat-obat parenteral

1. Pembentukan garam

2. Pengaturan pH

3. Penggunaan kosolven (Co-solvent)

4. Penggunaan bahan surfaktan


5. Penggunaan bahan kompleksasi

6. Mengubah formulasi dari larutan menjadi sistem terdispersi , larutan minyak


atau formulasi yang lebih komplek spt mikroemulsi atau liposom

A.CO-SOLVENT

1.Co solvent/ pelarut organik yang dapat bercampur

• Etil alkohol 0,61 -49%

• Gliserin 14,6 -25%

• PEG 40 minyak jarak 7,0-11,5%

• Polietilen glikol(300 & 400) 1-50 %, , Propilen glikol

• Polysorbat 20, 40, 80,

• Sorbitol,

• Povidone, sorbitan monopalmitate , dimetilasetamida, Cremophor El

B.BAHAN SURFAKTAN

• Surfaktan digunakan dalam suspensi parenteral sebagai:

1. Bahan pembasah untuk serbuk yang akan disuspensikan karena distribusi


yang uniform dari obat diperlukan untuk mendapatkan dosis yang cukup

2. Untuk mencegah terjadinya caking sehingga sulit didispersikan ( sulit


pengambilan pada waktu penyuntikan

3. Untuk mencegah terjadinya caking sehingga sulit didispersikan ( sulit


pengambilan pada waktu penyuntikan

• Alasan penambahan surfaktan :

1. Meningkatkan kelarutan obat melalui miselisasi

2. Mengikatkan stabilitas obat melalui penjeratan dalam suatu struktur misel

3. Mencegah agregasi disebabkan interaksi inter- facial cairan/udara atau


cairan/padat mis: formula yang mengandung protein ( polisorbat 80)
C. Bahan pembentuk kompleks
- Penambahan Na benzoat untuk menambah kelarutan
caffein dalam Injeksi Caffein Na benzoat
- Penambahan etilen diamin yang berlebih dalam
Injeksi Aminophyllin untuk mempertahankan kelarutan
Theophylline
- Penambahan kalsium d-saccharat atau laktobionat ,
glukoheptonat, dan laevulinat dalm injeksi kalsium
glukonat untuk mencegah kecendrungan kristalisasi
kalsium gluconat.
- Garam-garam kalsium yang ditambahkan tidak lebih 5%
dari kalsium gluconat

BAHAN PENGAWET

SYARAT PENGAWET :

Pengawet digunakan untuk mempertahankan sterilitas sediaan larutan obat


suntik dosis berganda.

1. Mampu mencegah pertumbuhan bakteri dan membunuh mikbroba


yangmengkontaminasi

2. Dapat bercampur dengan obat meskipun dalam penyimpanan lama

3. Stabil pada pensterilan

4. Tidak toksis pada jumlah digunakan

5. Daya absorpsi ke dalam karet kecil

6. Tidak mengganggu identifikasi sediaan

7. Dapat larut dalam pembawa yang dipakai

BUFFER/DAPAR

Sistem buffer dibutuhkan untuk :

 obat suntik yang peka terhadap perubahan Ph seperti : antibiotika (penicillin,


streptomisin, tetrasikilin), polipeptida ( insulin, vasopresin)
 Kapasitas buffer yang digunakan biasanya rendah (tidak mengubah pH dari
cairan tubuh pada penyuntikan), tetapi cukup kuat untuk menahan perubahan
pH selama penyimpanan dan penggunaan

 Kapasitas buffer : Pengukuran dari ketahanan terhadap perubahan pH dari


suatu larutan

 Contoh Buffer : Acetat, Citrat , phosphat, as amino ( Polipeptida)

ALASAN PENAMBAHAN BUFFER

1. Mengurangi kerusakan jaringan dan rasa sakit pada saat penyuntikan

2. Meningkatkan efektifitas terapeutik beberapa obat

3. Meningkatkan stabilitas kimia dari obat

ANTIOKSIDAN

Fungsi antioksidan

untuk mempertahankan stabilitas obat yang mudah teroksidasi misalnya Adrenalin,


Klorpromazin, Morphin, apo-morphin, Asam askorbat d.l.l

Sifat Antiosidan yang ideal

1. Bercampur dengan macam-macam obat dan bahan tambahan lain

2. Tidak berbau, berasa dan iritasi

3. Tidak berwarna dalam bentuk asli dan teroksidasi

4. Harga yang murah

ANASTETIK LOKAL

Penyuntikan larutan yang terlalu asam dapat

menimbulkan rasa sakit pada waktu penyun-tikan.

Untuk mengurangi rasa sakit dapat :

Benzil alkohol 5% ( Injeksi luminal)

Novocain ( Injeksi vitamin B complek)

Procain ( Injeksi penisillin) 1%


PENSTABIL/STABILISATOR

contoh: - Garam-garam kalsium ( injeksi kalsium

glukonat)

- Gas CO2 dalam injeksi Na bikarbonat

- Theophyllin dalam injeksi Mersalyl (

komplek asam organik yang mengan-

dung merkuri)

- 1 % lesitin dalam suspensi pitonadion

ZAT PEMBENTUK KHELAT

Fungsi :membentuk komplek dengan logam

logam sepert Cu, Fe, dan Zn yang

mengkatalisa penguraian oksidasi

dari molekul obat

Sumber kontaminasi logam ini berasal dari:

- bahan obat yang tidak murni

- pelarut spt air, wadah dan penutup karet

- alat- alat yang digunakan dalam pembuatan.

Contoh :Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA)

• Sodium citrate

PEMBANTU TONISITAS

• Larutan yang memiliki tekanan osmosis yang sama seperti cairan tubuh
tertentu disebut isotonik dengan cairan tubuh spesifik tersebut

• Larutan NaCl 0,9% isotonik dengan cairan tubuh

• Larutan yang tekanan osmosis lebih rendah dari cairan tubuh atau larutan
NaCl 0,9% disebut hipotonik.
BAB IV

Pengujian Obat Suntik

Menurut USA-FDA ada 6 sisem kontrol kualitas dalam pembuatan obat suntik

1. Sisem dan dokumen yang berkualitas serta pugas yang pandai dan memiliki
kemampuan

2. Fasilitas dan Perlengkapan yag terkontrol baik

3. Material yang bermutu

4. Sistem Produksi yang baik

5. Sistem Packaging yang baik

6. Laboatory QC yang baik

EVALUASI OBAT SUNTIK :

1. KEKEDAPAN

- Ampul dikumpulkan dalam bak


- Masukan larutan metilen biru (0,08-0,09%) yang dicampur dengan benzil
alkohol dan sodium hipoklorit
- Bak ditutup dan divakum dengan tekanan 70 mmHF selama beberapa menit.
- Selanjutya bak dinormalkan kembali, lalu dibuka .
- Perhatikan apakah ampul diwarnai oleh larutan bahan pewarna

2. KEJERNIHAN

- Pengujian visual bagi pengotoran tidak larut, khususnya bahan melayang dan
serpihan gelas
- Pengotor dapat berasal dari material penyaring, ketidakcermatan
membersihkan ampul dan dari udara yang masuk
- Cara: Ampul atau vial diputar secaa vertikal 180 C berulang-ulang di depan
suatu latar belakang yang gelap dan sisinya diberi cahaya lampu Atherman
atau lampu proyeksi dengan cahaya 1000-3500lux dengan jarak 25 cm.
- Umur petugas kurang dari 40 tahun, mata sehat

3. ZAT AKTIF

Pengujian dapat dilakukan dengan


- Volumetrik,
- Spektrofotometer
- HPLC atau Alat lain yang cocok sesuai FI

4. STERILITAS

- Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunakan medium


pertumbuhan bakteri tertentu
- Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila Sterility Assurance Level
(SAL)= 10 -6 atau 12 log reduction (over kill sterilization).
- Bila proses pembuatan produk menggunakan aseptik (aseptic processing),
maka SAL= 10 -4

5. PIROGENITAS

Pirogen perlu dibebaskan dari

1. Air atau larutan air

a. Dengan penyaring spesial (Penyaring SEITZ)

b. Kolom aluminum oksida atau penyaring karbon aktif

c. Sinar gamma (kobalt60)

d. Metode elektroosmosis atau reverse osmosis

2. Bahan obat atau bahan pembantu

a. Pemanasan selama 30 menit pada suhu 225C atau 1 jam pada suhu 200 C

b. Dilarutkan lalu dibebas pirogen

3. Wadah , bahan tutup dsb

a. Autoklaf suhu 121 -124 C selama 120 menit

b. Sterilisasi sinar ion atau dengan gas etien oksida

c. Material karet atau silikon, 30 menit pada suhu 90 C

6. KESERAGAMAN VOLUME

- Pengujian dengan alat ukur volume


- Volume larutan tiap wadah harus lebih sedikit dari volume yang ditetapkan
- Kelebihan volume yang dianjurkan tertera pada tabel berikut

7. KESERAGAMAN BOBOT

- Dengan penimbangan
- Cara: hilangkan etiket pada wadah. Timbang persatu dalam keadaan terbuka.
Selanjutnya keluarkan isi wadah, cuci dengan air lalu dengan etanol 95%
keringkan pada suhu 105 C hingga bobot tetap.
- Bobot wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas tertentu dalam tabel

8. Ph

• pH obat suntik: isohidris yaitu zat yang pH nya sesuai dengan pH fisiologis
yaitu 7,4

• Euhidris: usaha pendekatan pH larutan suatu zat secara teknis kearah pH


fisiologis tubuh. Dilakukan pada zat yang tdk stabil pH fisiologis yaitu garam
alkaloid dan vitamin C

• Pengaturan pH dengan penambahan asam, basa dan dapar

• Penambahan dapar untuk pH 5,5-9

• pH > 9 jaringan mengalami nekrosis,

• pH<3 jaringan akan mengalami sakit, dan merusak jaringan.

• Ph <3 atau pH>11 sebaiknya tdk didapar karena sulit dinetralisais

• Pengujian pH dengan

1. kertas lakmus atau

2. indikator universal

3. pH meter

9. HOMOGENITAS

- Pengujian bagi suspensi yang harus menunjukkan tampak luar homogen


setelah pengocokan dalam waktu tertentu
- Alat yang digunakan: Viskometer Brookfield
- Pengujian emulsi dilakukan secara visual
10. TOKSISITAS

- Khusus untuk produk baru


- Uji toksisitas dengan larva udang (Artemisia salina Leach) dan tentukan
LD50
BAB V

Perhitungan Isotonis

Pengertian

• Bila dua larutan memiliki tekanan osmose yang sama maka kedua larutan
tersebut di katakan isotonis.

• Larutan obat suntik dikatakan isotonis :

 Mempunyai tekanan osmotis sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh


( darah, cairan lumbal, air mata ) yang nilainya sama dengan tekanan osmotis
larutan NaCl 0,9 % b/v.

 Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu - 0,520C.

Hipertonis

• Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan NaCl
0,9 % b/v

• Air dalam sel akan ditarik keluar dari sel , sehingga sel akan mengkerut, tetapi
keadaan ini bersifat sementara dan tidak akan menyebabkan rusaknya sel
tersebut, tetapi menyebabkan nyeri pada penyuntikan

Tonisitas

• Sediaan yang harus isotonis

 Tetes mata, Tetes Telinga, Infus

 Injeksi terutama :

 Subkutan : jika tidak isotonis dapat menimbulkan rasa sakit, sel-sel sekitar
penyuntikan dapat rusak, penyerapan bahan obat tidak dapat lancar.

 Intralumbal , jika terjadi perubahan tekanan osmotis pada cairan lumbal,


dapat menimbulkan perangsangan pada selaput otak.

 Intravenus, terutama pada Infus intravena, dapat menimbulkan haemolisa.


•  Cairan tubuh kita masih dapat menahan tekanan osmotis larutan injeksi
yang sama nilainya dengan larutan NaCl 0,6 - 2,0 % b/v.

Cara menghitung isotonis :

• Isotonis adalah suatu keadaan dimana tekanan osmotis larutan obat yang
sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh kita. ( darah, air mata )

• Hipotonis : tekanan osmotis larutan obat < tekanan osmotis cairan tubuh

• Hipertonis : tekanan osmotis larutan obat > tekanan osmotis cairan tubuh

Metode menghitung tekanan osmosis :

1. Penurunan titik beku air (PTB) (Metode Krioskopik)

2. Dengan cara metode L iso

3. Equivalensi/Kesetaraan NaCl

4. Kesetaraan volume isotonik (Metode White Vincent)

5. Dengan cara osmolaritas

6. Metode Grafik (Grafik Lund dan Nomogram)

7. Metode Laju Disasosiasi

Cara Penurunan Titik Beku Air Yang (PTB)

“ Jika diketahui data penurunan titik beku dan yang ditanyakan adalah bobot atau
konsentrasi larutan pengisotonis “

• Suatu larutan dinyatakan isotonik dengan serum atau cairan mata, jika
membeku pada suhu -0,520 C. Untuk memperoleh larutan isotonik dapat
ditambahkan NaCl atau zat lain yang cocok yang dapat dihitung dengan
rumus :

• Tiga jenis keadaan tekanan osmotis larutan obat :

• Keadaan Isotonis apabila nilai B = 0 ; maka b1 C = 0,52

• Keadaan hipotonis apabila nilai B positip ; maka b1 C < 0,52

• Keadaan hipertonis apabila nilai B negatip ; maka b1 C > 0,52


• Rumus 2 W= (0,52 –a)/b

• W= bobot zat pembantu isotonis ( NaCl ) dalam satuan gram untuk tiap 100
ml larutan (1 % b/v)

• a = turunnya titik beku air akibat zat terlarut. Dihitung dengan memperbanyak
nilai untuk larutan 1% b/v

• b = turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu
isotonis (PTB)

PENURUNAN TITIK BEKU :

• Turunnya titik beku larutan dapat dilihat pada Tabel Larutan Isotonik di
Farmakope Indonesia edisi IV halaman 1236

• Cara perhitungan

1. Tentukan kaddar obat dalam larutan (satuan %)

2. Cari pada tabel PTB zat tersebut pada kadar 1%

3. Hitung penurunan titik beku pada kadar yang didapat

4. Hitung selisihnya terhadap titik beku isotonis

5. Tambahkan suatu zat untuk mencapai isotonis

6. Dengan melihat table hitung, berapa banyak zat yang diperlukan?

SOAL

• R/ Atropin sulfat 2%. Buat isotonis dengan asam borat

• Aquadest q.s ad 15 ml

• Diketahui: PTB atropin = 0,07, PTB asam borat= 0,29

Jawab:

W = 0,52 – a/ b

= 0,52 – ( 0,07 x 2 %) = 0,52 – 0,14 = 1,3%

0,29 0,29
Sehingga 15 ml membutuhkan asam borat 1,3% sebanyak = 1,3% x 15 ml = 0,195
g

1. Persen atropine 2%

2. Dari tabel diketahui penurunan atropine 1 % = 0,07 C

3. Jadi untuk 2% penurunan = 0,07 x 2 = 0,14 C

4. Kekurangan penurunan adalah 0,52- 0,14 = 0,38 C

5. Dari tabel penurunan asam borat 1 % = 0,29 C

6. Jadi asam borat yang ditambahkan adalah (0,38 dibagi 0,29) x 1% = 1,3%

7. Larutan 15 ml memerlukan asam borat 1,3% x 15 ml = 0,195 g

Harga tetapan L iso :

• non elektrolit = 1,86 (sukrosa, gliserin, urea

• elektrolit lemah = 2 (asam borat, kokain, phenobarbital)

• elektrolit univalent = 3,4 (NaCl, kokain hidroklorida, natrium phenobarbital)

• elektrolit uni-divalent= 4,3 (Natrium sulfat, atropin sulfat)

• Elektrolit di-univalent = 4,8 (zinc klorida, kalsiumbromida)

• Elektrolit uni- trivalent = 5,2 (Natrium sitrat, natrium fosfat)

• Elektrolit Tri- univalent = 6,0 (Alumunium Klorida, Besi Iodida)

• Elektrolit tetraborat = 7,6 (Natrium borat, kalium borat)

Contoh:
pilokarpin nitrat 1 % @10 mL dalam NaCl. Berapa bobot NaCl yang ditambahkan
agar isotonis, dimana diketahui
BM pilokarpin=272, harga Liso NaCl = 3,4 (elektrolit univalen)
PTB NaCl= 0,576, Konsentrasi pilokarpin= 1 %
JAWABAN :

• ΔTf = Liso x C dalam mol ( )

• Berat pilokarpin nitrat = 1% x 10 ml = 0,1 g

• ΔTf pilokarpin = 3,4 x (0,1 x 1000) : (272 x10) = 0,14

• = 3,4 x 0,037 = 0,125

• Masukan nilai tersebut kedalam rumus PTB

• B = 0,52- PTB pilokarpin x Konsentrasi pilokarpin

• PTB Nacl

• = 0,52 – 0,125 x 1 = 0,68 g

• 0,576

• Jadi bobot NaCl yang ditambahkan dalam 100 ml adalah 0,68 gram, sehingga

• Untuk 10 mL larutan, memerlukan 0,68 gram/ 10 ml = 0,068 g

Tiga jenis keadaan tekanan osmotis larutan obat :

 Keadaan Isotonis apabila nilai B = 0 ;

maka 0,9/100 x V = ( W x E )

 Keadaan hipotonis apabila nilai B positip;

maka 0,9/100 x V > ( W x E )

 Keadaan hipertonis apabila nilai B negatip;

maka 0,9/100 x V < ( W x E )


SOAL :

R/Procaine HCL 1,0 E Procaine HCL = 0,24

Chlorbutanol 0,5 E Chlorbutanol = 0,18

NaCl qs ad isot

Aquadest ad 100 ml

NaCl yang diperlukan untuk resep diatas

• B = 0,9 / 100 V - ( (W1 x E1) + (W2 x E2) )

= 0,9 x 100 /100 – ( 1 x 0,24 + 0,5 x 0,18 )

=0,9 - ( 0,24 + 0,09 ) = 0,9 - 0,33 = 0,57

Jadi bobot NaCl yang masih diperlukan adalah 0,57 gram

1. Gram atropine 2 % = 2% x 15 ml = 0,3 gram

2. Dari table diketahui 0,13 gram NaCl setara dengan 1 gram atropine (E = 0,13)

3. Jadi jumlah NaCl untuk 0,3 gram atropine adalah = 0,3 x 0,13 = 0,039

4. Larutan 15 ml memerlukan 0,9% NaCL x 15 ml = 0,135 gram NaCl

5. Kekurangan NaCl yang diperlukan 0,135 – 0.039= 0,096 gram

Cara Osmolaritas

• Kadar osmolar = m Osmolar/Liter = mOsM

• M OsM= bobot zat (g/L) x jumlah ion(n) x 100 : BM

Contoh osmolaritas injeksi NaCl 0,9 %

0,9 / 100 % NaCl =0,9 g / 100 mL = 9 g / 1 L

BM NaCl = 58,4 ; n = 2

mMol = (9:58,4) x 2 x 1000

= 308 miliosmol
BAB VI

CPOB PRODUK STERIL

I. CPOB PRODUK STERIL

1. Sistem Mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan Sarana Penunjang
4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene
6. Produksi

II. ASPEK BANGUNAN DAN SARANA PENUNJANG

PERSYARATAN RUANG PRODUKSI STERIL

- Bebas mikroorganisme aktif


- Udara yang ada di dalam ruangan produksi steril disaring dengan HEPA (high
efficiency particulate air) filter supaya mendapatkan udara yang bebas
mikroorganisme dan partikel.
- Tekanan positif, yaitu tekanan udara di dalam ruangan lebih besar daripada
tekanan udara di luar sehingga udara di dalam mengalir ke luar (udara yang di luar
(lebih kotor) tidak dapat masuk ke dalam ruangan yang lebih bersih)

AREA PABRIK

1. Unclassified area  Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified
area) tetapi untuk kepentingan tertentu ada beberapa parameter yang dipantau. 
Termasuk didalamnya adalah laboratorium kimia (suhu terkontrol), gudang (suhu
terkontrol untuk cold storage dan cool room), kantor, kantin, ruang ganti dan ruang
teknik.

2. Black area  Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk
dalam kelas ini adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area produksi,
area staging bahan kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap karyawan wajib
mengenakan sepatu dan pakaian black area

3. Grey area Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang masuk
dalam kelas ini adalah ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan primer,
ruang timbang, laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji potensi dan
inkubasi), ruang sampling di gudang. Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib
mengenakan gowning (pakaian dan sepatu grey). Antara black area dan grey area
dibatasi ruang ganti pakaian grey dan airlock.

4. White area Area ini disebut juga area kelas B dan A (dibawah LAF). Ruangan yang
masuk dalam area ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan bahan baku
produksi steril, ruang mixing untuk produksi steril , background ruang filling ,
laboratorium mikrobiologi (ruang uji sterilitas). Setiap karyawan yang akan memasuki
area ini wajib mengenakan pakaian antistatik. Antara grey area dan white area
dipisahkan oleh ruang ganti pakaian white dan airlock

WHITE AREA KELAS A

Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misal:  zona pengisian, wadah tutup karet,
ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptis Kondisi ini dicapai dengan
memasang unit aliran udara laminar (LAF) kec 0,36 – 0,54 m/detik untuk menjamin
ruangan dalam kondisi steril dan dapat dipakai untuk pembuatan secara aseptic

WHITE AREA KELAS B

ZONA PROSES PEMBUATAN PRODUK STERIL Secara garis besar, proses pembuatan obat
steril dibagi menjadi 2 kategori :

1. Produk di-sterilkan dalam wadah akhir (Sterilisasi Akhir – post sterilization)


2. . Steriliasi Aseptis

BUFFER ROOM (RUANG PENYANGGA) DG SISTEM AIRLOCK

- Airlock berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan kelas kebersihan
yang berbeda.
- Airshower berfungsi untuk membilas petugas dengan udara steril

ASPEK PERSONALIA
PAKAIAN Petugas yang akan bekerja di dalam ruangan produksi steril harus mengganti baju
dan membersihkan diri dengan cairan antiseptik dan dibilas dengan udara steril Pakaian
rumah dan pakaian kerja reguler hendaklah tidak dibawa masuk ke dalam kamar ganti
pakaian yang berhubungan dengan ruang ber-Kelas B dan C Arloji, kosmetika dan perhiasan
hendaklah tidak dipakai di area bersih

PAKAIAN PELINDUNG

Sumber pencemaran terbesar (80%) partikel dan mikroorganisme pada setiap daerah bersih
adalah karyawan.
Satu set pakaian pelindung terdiri dari:

– Masker untuk menutup mulut dan hidung

– Tutup kepala untuk menutup rambut & janggut

– Baju pelapis yang dapat menutup tubuh sampai ke leher, pergelangan tangan dengan
celana panjang yang sesuai atau merupakan baju terusan

– Sepasang sarung tangan bila diperlukan

– Sepatu yang dapat menutupi seluruh kaki, tidak licin, dan bagian ujung celana dimasukkan
ke dalam sepatu

ASPEK PRODUKSI
PERSYARATAN AIR Air minum(portable water):

tidak boleh ada Coliform bacilli per 100 ml Air untuk injeksi:  < 0,25 endotoksin unit (EU)
per mL.

 Batas mikroba < 10 cfu per 100 mL  Tidak ada Pseudomonas Air untuk sediaan non-steril:
 Kisaran dari < 100 cfu per 100 mL  Tidak ada Pseudomonas

WATER FOR INJECTION (WFI)

Air untuk Injeksi (WFI) hendaklah diproduksi melalui penyulingan (distilasi) atau cara lain
yang akan menghasilkan mutu yang sama.

Sumber air, peralatan pengolahan air dan air hasil pengolahan hendaklah dipantau secara
teratur terhadap pencemaran kimiawi, biologis dan, bila perlu, terhadap cemaran
endotoksin untuk menjamin agar air memenuhi spesifikasi yang sesuai dengan
peruntukannya. Hasil pemantauan dan tindakan penanggulangan yang dilakukan hendaklah
didokumentasikan.

Anda mungkin juga menyukai